• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERANTASAN KORUPSI

Dalam dokumen Kepemimpinan dalam Revolusi Mental (Halaman 195-200)

Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia bukanlah hal baru

dan pertama terjadi. Kasus korupsi di Indonesia untuk saat ini merupakan penyakit yang kronis , pelaku korupsi di Indonesia tidak hanya berasal dari pejabat legislatif, eksekutif, dan yudikati saja bahkan sudah menjamur hingga pejabat di tingkat terkecil di negeri ini. Korupsi di negeri ini dianalogikan sebagai sebuah virus yang menyerang sistem sebuah perangkat lunak komputer yang menyerang secara perlahan, tapi mampu mengambilalih kendali terhadap kehidupan komputer tersebut.

Suatu negara yang sistem pemerintahannya telah terserang virus, ketika orang baik dan mempunyai komitmen untuk mengabdi pada negeri masuk kedalam sistem pemerintahan tersebut maka akan ikut terkontaminasi.

Selama tahun 2016, KPK memecahkan rekor dalam melakukan operasi tangkap tangan (OTT), yakni 17 kasus, yang merupakan rekor terbesar sejak KPK berdiri.

Beberapa kasus besar yang dianggap masih menjadi utang KPK, yakni kasus Bank Century, Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), pembelian lahan RS Sumber Waras, korupsi di PT Pelindo dan Hambalang. Belum selesai KPK Menuntaskan korupsi e KTP , KPK Kembali melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap dua orang auditor dan seorang staf dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan pihak lain dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi terkait dengan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kementerian tersebut.

193

Pengertian Korupsi

Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” atau “corruptus” . Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Dari asal usul bahasanya korupsi bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Jika melihat dari pengertian korupsi diatas, bisa disimpulkan jika korupsi adalah sejenis penghianatan, dalam hal ini adalah penghianatan terhadap rakyat yang telah memberikan amanah dalam mengemban tugas tertentu.

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya. korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya.

Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak.

194

Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja.

Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan. Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain. (Sumber buku “Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007).

Bentuk dan Faktor Penyebab Korupsi

Penyuapan merupakan sebuah perbuatan kriminal yang melibatkan sejumlah pemberian kepada seorang dengan sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan tugas dan tanggungjawabnya. Sesuatu yang diberikan sebagai suap tidak harus berupa uang, tapi bisa berupa barang berharga, rujukan hak-hak istimewa, keuntungan ataupun janji tindakan, suara atau pengaruh seseorang dalam sebuah jabatan public.

Selanjut nya Penggelapan merupakan suatu bentuk korupsi yang melibatkan pencurian uang, properti, atau barang berharga. Oleh seseorang yang diberi amanat untuk menjaga dan mengurus uang, properti atau barang berharga tersebut. Penggelembungan menyatu kepada praktik penggunaan informasi agar mau mengalihkan harta atau barang secara suka rela. Kemudian Pemerasan berarti penggunaan ancaman kekerasan atau penampilan informasi yang menghancurkan guna membujuk seseorang agar mau bekerjasama. Dalam hal ini pemangku jabatan dapat menjadi pemeras atau korban pemerasan. Selanjut nya

195

Nepotisme berarti memilih keluarga atau teman dekat berdasarkan pertimbagan hubungan, bukan karena kemauan nya. Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang bersifat kompleks. Faktor-faktor penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal dari situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Dengan demikian secara garis besar penyebab korupsi dapat dikelompokan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri, yang dapat dirinci menjadi: Sifat tamak/rakus manusia. Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan karena mereka membutuhkan makan. Korupsi adalah kejahatan orang profesional yang rakus. Sudah berkecukupan, tapi serakah. Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus. Maka tindakan keras tanpa kompromi, wajib hukumnya. Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu. Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.

Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum behavioris mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi traits

196

pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah memberikan dorongan dan bukan memberikan hukuman pada orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.

Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk. Oleh karena itu sikap masyarakat yang berpotensi menyuburkan tindak korupsi terjadi karena Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi. Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu didapatkan. Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah masyarakat sendiri. Anggapan masyarakat umum terhadap peristiwa korupsi, sosok yang paling dirugikan adalah negara. Padahal bila negara merugi, esensinya yang paling rugi adalah masyarakat juga, karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang sebagai akibat dari perbuatan korupsi.

Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi. Setiap perbuatan korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.

Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan. Pada umumnya masyarakat berpandangan bahwa masalah korupsi adalahtanggung jawab

197

pemerintah semata. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya.

Pendapatan tidak mencukupi kebutuhan. Dalam rentang kehidupan ada kemung-kinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.

Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan harapan masyarakat. Kontrol sosial tersebut dijalankan dengan menggerakkan berbagai aktivitas yang melibatkan penggunaan kekuasaan negara sebagai suatu lembaga yang diorganisasikan secara politik, melalui lembaga-lembaga yang dibentuknya. Dengan demikian instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan kekuasaan sangat potensi menyebabkan perilaku korupsi.

Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan. Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya. Tidak adanya kultur organisasi yang benar. Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi. Kurang memadainya sistem akuntabilitas. Institusi pemerintahan

Dalam dokumen Kepemimpinan dalam Revolusi Mental (Halaman 195-200)