• Tidak ada hasil yang ditemukan

S K R I P S I. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Ekonomi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "S K R I P S I. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Ekonomi"

Copied!
203
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH ATURAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP KESEJAHTERAAN EKONOMI TENAGA KERJA WANITA DI SEKTOR INFORMAL:

STUDI KASUS PEREMPUAN PEDAGANG SAYUR DI PASAR TRADISIONAL BOBOU KELURAHAN FAOBATA KECAMATAN BAJAWA KABUPATEN NGADA

NUSA TENGGARA TIMUR

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Ekonomi

Oleh :

Veronica Yuliansi Palo NIM: 162314034

PROGRAM STUDI EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(2)

i

PENGARUH ATURAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP KESEJAHTERAAN EKONOMI TENAGA KERJA WANITA DI SEKTOR INFORMAL:

STUDI KASUS PEREMPUAN PEDAGANG SAYUR DI PASAR TRADISIONAL BOBOU KELURAHAN FAOBATA KECAMATAN BAJAWA KABUPATEN NGADA

NUSA TENGGARA TIMUR

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Ekonomi

Oleh :

Veronica Yuliansi Palo NIM: 162314034

PROGRAM STUDI EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(3)

ii

““Bukankah telah kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkan lah hatimu? janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke mana pun

engkau pergi.” (Yosua 1:9 )

Kupersembahkan skripsi ini kepada : Bapaku Martinus Palo dan mamaku Pudentiana Moi Wini, juga kakak sulungku Albertus Peterfans Palo, dan Adik bungsuku Stefania Bergita Palo. Berkat doa mereka yang menghantarku ke pintu keberhasilan dan kesuksesan.

(4)
(5)
(6)

v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul :

PENGARUH ATURAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP KESEJAHTERAAN EKONOMI TENAGA KERJA WANITA DI SEKTOR INFORMAL :

STUDI KASUS PEREMPUAN PEDAGANG SAYUR DI PASAR TRADISIONAL BOBOU KELURAHAN FAOBATA KECAMATAN BAJAWA KABUPATEN NGADA NUSA TENGGARA TIMUR

Yang dimajukan untuk diuji pada tanggal 05 Maret 2021 adalah hasil karya saya.

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain yang saya aku seolah-olah sebagi tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya.

Apabila saya melakukan hal tersebut di atas, baik sengaja maupun tidak sengaja, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan hasil tulisan saya sendiri. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.

Yogyakarta, 22 Januri 2021

Veronica Yuliansi Palo

(7)

vi

LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Veronica Yuliansi Palo NIM : 162314034

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, peneliti memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul :

PENGARUH ATURAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP KESEJAHTERAAN EKONOMI TENAGA KERJA WANITA DI SEKTOR INFORMAL:

STUDI KASUS PEREMPUAN PEDAGANG SAYUR DI PASAR TRADISIONAL BOBOU KELURAHAN FAOBATA KECAMATAN BAJAWA KABUPATEN NGADA NUSA TENGGARA TIMUR

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Atas kemajuan teknologi informasi, saya tidak berkeberatan jika nama, tanda tangan, gambar atau image yang ada di dalam karya ilmiah saya terindeks oleh mesin pencari (search engine), misalnya google.

Dibuat di Yogyakarta, Pada tanggal 22 Januari 2021 Yang menyatakan

Veronica Yuliansi Palo NIM:162314034

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan pertolongan-Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak dan Mama (orang tuaku) kakak Altus dan Adik Tania yang tak pernah berhenti mendukung dan mendoakan keberhasilanku.

2. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D. selaku Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian kepada penulis.

3. Albertus Yudi Yuniarto, S.E., MBA. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

4. Drs. Laurentius Bambang Harnoto, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

5. Robertus In Nugroho Budisantoso, S.J., M.Hum., M.P.P. selaku DPA Mahasiswa Angkatan 2016 yang telah mendampingi dan membimbing selama 4 tahun belajar di Program Studi Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

6. Robertus In Nugroho Budisantoso, S.J., M.Hum., M.P.P. selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma yang telah

membantu selama belajar di Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma

8. Pemerintah Daerah Kecamatan Bajawa dan Kantor Dinas Koperasi UKM, Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Ngada yang telah mendukung kegiatan penelitian. dan Kantor Dinas Koperasi UKM, Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Ngada yang mengijinkan penulis memperoleh data untuk penelitian . 9. Wanita yang bekerja sebagai pedagang sayur “ Mama Lele” Khususnya mereka

yang telah sudi meluangkan waktu untuk menjadi informan dalam penelitian ini. 10. Mama Ros dan Bapa Melki bersama keluarga yang mendukung penulis ketika

(9)

viii

11. Saudara dan keluarga besar yang selalu mendukung secara langsung maupun melalui doa, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

12. Kawan-kawanku : Krisda, Tiny, Nolin, Rival, Arman, Vensi, Penyu, Kak Mario, yang memberi semangat dan dukungan bagi penulis.

13. Kak Manis, Kak Marlin, yang memberikan banyak bantuan berupa dukungan pada penulis selama selama menyelesaikan skripsi ini.

14. Pater Juan, Om Charles, Om Oscar, Om Mad, Om John, Om Adon yang memberikan dukungan kepada penulis selama menjalankan penelitian di lapangan.

15. Teman-teman angkatan 2016, yang selalu memberikan spirit dalam menyelesaikan tugas kuliah maupun penyelesaian skripsi ini.

16. Serta seluruh pihak yang telah membantu dalam memperlancar penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebut satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tentunya masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 21 Januari 2021

Veronica Yuliansi Palo

(10)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBIMNG ... iii

HALAMAN PENGEHASAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI ... v

HALAMAN LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

ABSTRAK ... xiii ABSTRACT ... xiv BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 10 1.3 Tujuan Penelitian ... 11 1.4 Batasan Masalah ... 11 1.5 Manfaat Penelitian ... 11 1.6 Sistematika Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1 Tinjauan Teori ... 14

2.1.2 Tinjauan Teori Tentang Aturan/Institusi ... 14

2.1.3 Tinjauan Teori Tentang Kesejahteraan Ekonomi ... 20

2.1.4 Tinjauan Teori Tentang Tenaga Kerja Waanita di Sektor Informal ... 26

2.2 Tinjauan Empiris ... 32

2.3 Kerangka Konseptual ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 43

3.1 Desain Penelitian ... 43

3.2 Sumber Data ... 43

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.4 Teknik Analisis Data ... 46 BAB IV GAMBARAN UMUM PASAR TRADISIONAL BOBOU DAN PEDAGANG

(11)

x

SAYUR PEREMPUAN DI DALAMNYA ... 49

4.1 Deskripsi Pasar Tradisional Bobou dan Pedagang Sayur Perempuan di Dalamnya ... 49

4.2 Aturan –Aturan Terkait Pengelolaan Pasar Yang Diidentifikasi Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Perwakilan Dinas Koperasi UKM Dan Pedagang Sayur Perempuan ... 52

4.3 Poin-Poin Penting Yang Ditemukan Dari Aturan Terkait Pengelolaan Pasar Dari Prespektif Dinas Koperasi UKM Dan Pedagang Sayur Perempuan Di Pasar Tradisional Bobou ... 56

4.4 Data Informan ... 57

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 60

5.1 Pembahasan Hasil Penelitian Deskriptif ... 60

5.2 Skema Model Konsep Pengaruh Aturan Terhadap Kesejahteraan Ekonomi Tenaga Kerja Wanita di Pasar Tradisional Bobou ... 66

BAB IV PENUTUP ... 67 6.1 Kesimpulan ... 67 6.2 Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 75

(12)

xi

DAFTAR TABEL Tabel 1. Indikator Ketenagakerjaan Berdasarkan Jumlah Penduduk Berusia 15 Tahun yang

Bekerja di Sektor Informal dan Tingkat Partisisipasi Angkatan Kerjas (TPA) di Indonesia Tahun 2015-2019 ... 2 Tabel 2. Penelitian Terdahulu ... 34

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Model Skema Teori Institusi dalam Pencapaian Ekonomi di Lapangan ... 7

Gambar 2. Model Kerangka konseptual tentang penagruh aturan terhadap

kesejahteraan ekonomi tenaga kerja wanita di sektor informal. ... 42 Gambar 3. Model empiris komponen aturan formal pemerintah melengkapi

kebiasaan informal pedagang sayur di Pasar Tradisional Bobou ... 61 Gambar 4. Komponen Institusi Formal Yang Diterapkan Pemerintah Untuk

Mendukung Pedagang Pasar Bobou ... 61 Gambar 5. Komponen informal yang ditemukan dalam kebiasaan hidup

pedagang sayur perempuan di pasar tradisional Bobou dalam

mewujudkan kesejahteraan. ... . 63 Gambar 6. Model empiris cara pedagang sayur perempuan di pasar tradisional Bobou

dalam mewujudkan kesejahteraan ... 66

(14)

xiii

PENGARUH ATURAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP KESEJAHTERAAN EKONOMI TENAGA KERJA WANITA DI SEKTOR INFORMAL:

STUDI KASUS PEREMPUAN PEDAGANG SAYUR DI PASAR TRADISIONAL BOBOU KELURAHAN FAOBATA KECAMATAN BAJAWA KABUPATEN NGADA

NUSA TENGGARA TIMUR ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aturan pemerintah daerah terhadap kesejahteraan ekonomi tenaga kerja wanita di sektor informal yaitu pedagang sayur perempuan di pasar tradisional Bobou. Ketiadaan regulasi membuat pekerja perempuan kurang terlindungi dan mempersulit mereka untuk bersaing di sektor publik. Peraturan pemerintah tentang ketenagakerjaan di sektor informal lebih banyak memuat tentang perjanjian kerja, dan penciptaan lapangan kerja. Peraturan pemerintah yang masih bersifat mengatur, belum menjadikan aturan sebagai alat untuk menciptakan kesejahteraan pekerja di sektor informal. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi, kepada perempuan pedagang sayur mayur sebanyak 15 orang, dan satu orang pegawai kantor Dinas Koperasi, Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Ngada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara tidak langsung kesejahteraan sebenarnya terjadi tidak hanya karena adanya bantuan dan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada para pedagang sayur mayur tetapi juga karena upaya para pedagang itu sendiri untuk memberdayakan diri melalui profesi lain yang mereka geluti. Diketahui bahwa Peraturan pemerintah di pasar Bobou berhasil dan membantu para pedagang, namun pemerintah belum menyentuh kebiasaan para pedagang di pasar Bobou. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat meningkatkan kerja sama dengan para pedagang di pasar Bobou. Selain itu, pemerintah perlu memperhatikan kebiasaan para pedagang (memiliki profesi lain, menjalin hubungan kerjasama, menyediakan bahan, dan menabung) yang digunakan oleh para wanita pedagang dalam usaha berjualan sayur mayur untuk membantu meningkatkan pendapatannya. Untuk itu, pemerintah perlu meningkatkan komitmen dengan beberapa pihak untuk mendukung kebiasaan para pedagang di sektor informal seperti pasar dan mampu berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi di sektor informal tersebut.

(15)

xiv

THE INFLUENCE OF LOCAL GOVERNMENT RULES ON THE ECONOMIC WELFARE OF WOMEN'S LABOR IN THE INFORMAL SECTOR : A STUDY WOMEN VEGETABLE TRADERS IN THE TRADITIONAL MARKET

BOBOU VILLAGE FAOBATA DISTRICT BAJAWA NGADA EAST NUSA TENGGARA

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of local government regulations on the economic welfare of female workers in the informal sector, namely female traders who sell vegetables at Boubou traditional market. The absence of regulation makes women workers less protected and makes them difficult to compete in the public sector. Government regulations on employment in the informal sector contain more about work agreements and job creation. Government regulations that are still regulatory, have not made rules as a tool to create the welfare of workers in the informal sector. This research uses a qualitative research type with a case study method. This study uses primary and secondary data sources. Data collection techniques in this study are interviews, observation and documentation, to 15 women vegetable traders, and one employee of the Ngada Regency Office of Cooperatives, Trade and Industry. The results shows that indirectly welfare actually occurred not only because of the assistance and facilities provided by the government to vegetable traders but also because of the efforts of the traders themselves to empower themselves through other professions that they were involved in. It is known that the government regulation in the Bobou market is successful and helps the traders, but the government does not touch the habits of the traders in the Bobou market. Therefore, the government is expected to increase cooperation with traders in the Bobou market. In addition, the government needs to pay attention to the habits of traders (having other professions, establishing cooperative relationships, providing materials, and saving) which are used by women traders in the business of selling vegetables to help increase their income. For this reason, the government needs to increase commitment with several parties to support the habits of traders in the informal sector such as markets and be able to contribute to improving economic welfare in the informal sector.

Keywords: Rules, Economic Welfare, Women Workers in the Informal Sector

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan di sektor informal semakin berkembang seiring dengan bertambahnya angka pengangguran dan kemiskinan. Keberadaan sektor informal di satu sisi dibutuhkan masyarakat terutama di kalangan ekonomi menengah kebawah, tetapi di sisi lain kurang mendapatkan perhatian dan perlindungan dari pemerintah, padahal sektor ini identik dengan sektor usaha yang padat karya yang mampu menyerap banyak pengangguran dan kemiskinan. Sektor ini juga mampu memberikan pendapatan yang cukup tinggi untuk mengurangi kemiskinan, (Damayanti, 2017).

Kesulitan ekonomi dan tuntutan biaya kehidupan yang semakin tinggi, telah mendorong sebagian besar kaum wanita untuk ikut berperan dalam meningkatkan pendapatan keluarganya. Bagi kaum wanita yang telah berkeluarga umumnya mereka bekerja untuk menambah penghasilan suami demi mencukupi biaya kehidupan sehari-hari. Wanita saat ini tidak hanya berperan sebagai ibu rumah tangga, bahkan saat mereka bekerja, pendapatannya secara maksimal digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam keluarga, wanita yang tidak mempunyai pendidikan yang tinggi dan keterampilan, membuat wanita misalnya ibu rumah tangga berpikir kreatif untuk mencari uang tambahan dengan menggunakan tenaga dan tingkat upah yang sedikit tapi cukup untuk membiayai kebutuhan pangan, sandang dan papan, (Damayanti, 2017).

Peran sektor informal menjadi penting untuk diangkat, hal ini dilihat dari kemampuan sektor informal dalam menyerap tenaga kerja dan tidak menuntut keterampilan yang tinggi. Bahkan sektor informal ini dapat dijadikan wadah dalam mengembangkan sumber daya manusia, dimana tenaga kerja yang tidak terlatih dapat meningkatkan keterampilan dengan masuk ke sektor informal terlebih dahulu sebelum masuk ke sektor formal.

Sektor informal merupakan sektor yang menguasai lapangan kerja di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada periode februari 2019 terdapat 74 juta penduduk berusia 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor informal, sedangkan 55,3 juta orang bekerja di sektor formal. Menurut data Survei Angkatan Kerja Nasional pada agustus 2015, Indonesia memiliki 76, 12 persen pekerja di sektor informal. Hal ini serupa dengan presentasi total pekerja sektor informal di negara berkembang yang hampir mencapai 70 persen dari angkatan

(17)

kerja, (Bosch dan Esteban, 2012). Dari penjelasan diatas maka akan terlihat model tabel sederhana seperti dibawah ini :

Menurut Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan Badan Pembangunan Nasional 2009 sektor informal adalah usaha yang pembentukan dan operasinya tidak melalui izin / peraturan tertentu. Sektor informal juga dapat diartikan sebagai unit usaha kecil yang melakukan kegiatan-kegiatan produksi dan dapat diartikan unit usaha yang melakukan kegiatan usaha dan mendistribusikan barang dan jasa untuk menciptakan lapangan kerja dengan keterbatasan, baik modal maupun fisik tenaga serta keahlian.

Sektor informal muncul berhubungan dengan industri formal (resmi) biasanya terbatas dalam menyerap tenaga kerja seperti perusahaan yang menyerap tenaga kerja dengan jumlah terbatas sehingga muncul banyak usaha individu yang cenderung berusaha di pinggiran kota besar. Pekerja sektor informal misalnya pedagang kaki lima, pedagang asongan, tukang ojek, penarik becak, pengemudi bajaj, pemulung sampah, dan lainnya. Pekerja rumah tangga pun disebut dikategorikan sebagai pekerja sektor informal, menurut Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.

Aturan di sektor informal kebanyakan dibuat oleh pelaku sektor informal. Sektor informal jarang disentuh oleh lembaga formal seperti pemerintah. Biasanya aturan di sektor informal yang dibuat oleh lembaga formal adalah mengenai tata ruang kota. Dimana pemerintah membuat aturan untuk mengatur pekerja sektor informal agar tidak melakukan

Tabel 1 : Indikator Ketenagakerjaan Berdasarkan Jumlah Penduduk Berusia 15 Tahun yang Bekerja di Sektor Informal dan Tingkat Partisisipasi Angkatan Kerjas (TPA) di Indonesia Tahun 2015-2019.

Indikator Ketenagakerjaan Indikator Ketenagakerjaan (Persen) 2019 2018 2017 2016 2015 Februari Februari Februari Februari Februari Tingkat Kesempatan Kerja 96.53 96.38 96.35 96.12 96.94

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

(18)

usaha di pinggiran kota atau jalanan kota, misalnya seperti pedagang yang berjualan di trotoar. Biasanya yang melanggar aturan akan dikenakan sanksi oleh pemerintah.

Sektor informal memiliki karakteristik seperti jumlah unit usaha yang banyak dalam skala kecil seperti, kepemilikan usaha oleh individu atau keluarga, lalu teknologi yang masih sederhana dan padat tenaga kerja, tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah, produktivitas tenaga kerja yang rendah dan tingkat upah yang relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan sektor formal. Biasanya motivasi para pekerja sektor informal adalah memperoleh pendapatan yang cukup untuk sekedar bertahan hidup (survival).

Sektor informal rentan terhadap risiko kerja dan bukan kelompok yang dilindungi (Hochberg dan Taylor, 2015). Sektor informal pada dasarnya lebih mudah di intervensi oleh sistem kerja berdasarkan kontrak kerja. Pemberi kerja lebih mudah dalam mendapatkan pekerja secara informal dan pekerja informal lebih mudah untuk di pecat. Menurut Manning dan Effendi (1991) menyatakan bahwa sektor formal adalah sektor yang terdiri dari unit usaha yang memperoleh proteksi ekonomi dari pemerintah, sedangkan sektor informal adalah unit usaha yang yang tidak memperoleh proteksi ekonomi dari pemerintah. Salah satu contoh sektor informal yang menyerap banyak pekerja perempuan adalah perdagangan. Keberadaan kaum perempuan pada sektor informal khususnya pedagang merupakan salah satu langkah awal bagi kaum perempuan untuk mengembangkan kemampuan sehingga dapat keluar dari ranah tertinggal.

Sementara itu, keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi merupakan salah satu pendorong potensial peningkatan ekonomi. Wanita terbukti memiliki kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga.Data Sakernas menunjukkan bahwa rata-rata upah yang diterima pekerja/ karyawan perempuan lebih rendah 30 persen dibandingkan upah yang diterima pekerja/karyawan laki-laki. Sekitar 60 persen angkatan kerja perempuan cenderung tidak tersentuh oleh undang-undang perlindungan ketenagakerjaan karena mereka bekerja di sektor informal, (Vibriyanti, 2013).

Sektor informal rentan terhadap risiko kerja dan bukan kelompok yang dilindungi (Hochberg dan Taylor, 2015). Sektor informal pada dasarnya lebih mudah di intervensi oleh sistem kerja berdasarkan kontrak kerja. Pemberi kerja lebih mudah dalam mendapatkan pekerja secara informal dan pekerja informal lebih mudah untuk di pecat. Menurut Manning dan Effendi (1991) menyatakan bahwa sektor formal adalah sektor yang terdiri dari unit usaha yang memperoleh proteksi ekonomi dari pemerintah, sedangkan sektor informal adalah unit usaha yang yang tidak memperoleh proteksi ekonomi dari pemerintah. Salah satu contoh

(19)

sektor informal yang menyerap banyak pekerja perempuan adalah perdagangan. Keberadaan kaum perempuan pada sektor informal khususnya pedagang merupakan salah satu langkah awal bagi kaum perempuan untuk mengembangkan kemampuan sehingga dapat keluar dari ranah tertinggal.

Peneliti terdahulu umumnya menggunakan pendekatan tenaga kerja (employment) secara umum tanpa membedakan sektor karena di negara maju sektor formal menguasai sektor informal. Sektor informal diduga dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap fluktuasi jumlah tenaga kerja, khususnya di negara berkembang, ( Gunawan, 2018). Untuk itu, peran pemerintah sangat diperlukan untuk mendukung kemajuan ekonomi di sektor informal. Dalam rangka mendorong, dan mengoptimalkan masalah kesenjangan gender pemerintah Indonesia perlu mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan peran dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Pengarusutamaan gender ini merupakan bagian tidak terlepas dari kegiatan fungsional utama semua instansi dan lembaga pemerintahan di tingkat pusat dan daerah.

Aturan yang mengatur soal ketenagakerjaan dimuat dalam Undang-undang ketenagakerjaan Nomor 14 tahun 1969 yang mempengaruhi Undang-Undang nomor 13 tahun 2003. Dalam aturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tersebut menyebutkan tentang adanya kesamaan hak di pasar kerja tanpa diskriminasi, hal ini dimuat dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan pada pasal 5 dan 6. Aturan ini dibuat agar tidak terjadi kesenjangan antara pekerja dengan majikannya, agar pekerja bisa dijauhi dari diskriminasi yang dilakukan oleh majikan terhadap para pekerja sektor informal. Selain Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ada juga Undang-Undang Cipta Kerja tahun 2020 yang juga berisikan tentang aturan ketenagakerjaan di sektor publik baik formal maupun informal. Dalam Undang-Undang cipta kerja juga kebanyakan membahas soal perlindungan di tempat kerja dalam kaitannya dengan ketenagakerjaan. Selain itu Undang-Undang ini juga membahas bagaimana agar masyarakat bisa berusaha atau menciptakan lapangan kerja mereka sendiri ini adalah satu hal positif yang bisa menjadi pertimbangan penting pemerintah dalam membantu masyarakat yang bekerja di sektor informal. Akan tetapi, Kedua Undang – Undang ini lebih memfokuskan pada masalah kesamaan hak pekerja, tapi tidak berbicara soal kesetaraan gender dimana perempuan sebagai tenaga kerja juga butuh perlindungan khusus ditempat kerja. Hal ini perlu agar pekerja wanita yang bekerja disektor informal bisa lebih terlindungi dan tidak mengalami diskriminasi di tempat kerja.

(20)

Sektor informal banyak menyerap tenaga kerja yang mempunyai keterampilan yang rendah karena tingkat pendidikan yang juga rendah sehingga tidak mempunyai keterampilan untuk mengerjakan sesuatu. Pendidikan penting untuk mengasah keterampilan, jika pendidikannya juga rendah maka keterampilan yang diperoleh berdasarkan pengalaman, modal yang sedikit, dan teknologi yang digunakan sederhana maka pendapatan yang dihasilkan juga akan rendah. Di jaman sekarang ini tidak hanya laki-laki saja yang dapat bekerja di sektor informal, namun juga wanita sebagai upaya untuk membantu perekonomian keluarga. Pekerjaan di sektor informal tidak menuntut waktu yang telah ditentukan terorganisir oleh atasan, namun waktunya sesuai dengan permintaan pasar dan keadaan wanita itu sendiri, jadi tidak akan ada tekanan dalam waktu bekerja, wanita jadi bisa bekerja setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah. Sehingga selain mendapatkan uang tambahan dari pekerjaannya di sektor informal seperti pedagang, jasa, dan pertanian, mereka juga punya pekerjaan rumah tangga yang dapat mereka kerjakan sendiri.

Dari data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa kesenjangan gender masih terjadi di Indonesia. Kesenjangan dari kesempatan kerja bukan hanya terlihat dari tingkat partisipasi angkatan kerja tetapi juga keluarga. Menurut Sosial Ekonomi Nasional, (2017) menunjukkan bahwa persentase penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia hampir sama yakni laki-laki sebesar 50,24 persen dan perempuan sebesar 49,76 persen. Namun kondisi itu bertolak belakang dengan jumlah laki-laki dan perempuan yang aktif dalam perekonomian. Menurut data Survei Angkatan Kerja 2015 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi kerja laki-laki jauh lebih besar dari pada perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan masih terhambat dalam memenuhi potensi mereka di berbagai sektor, di bidang ekonomi.

Untuk itu, perlu adanya institusi untuk membuka akses tenaga kerja wanita dalam bekerja agar dapat lebih maju. Institusi menurut North (1991) adalah aturan yang dibuat oleh manusia untuk mengatur dan membentuk interaksi sosial, dan ekonomi. Aturan diciptakan oleh manusia untuk membuat ketertiban yang baik dan mengurangi ketidakpastian.lembaga formal seperti pemerintah harus berfungsi membina dan melindungi masyarakat tenaga kerja disektor informal. Hal ini perlu karena sektor informal merupakan sektor yang dianggap paling bawah, padahal sektor informal memberikan kontribusi pendapatan terbesar bagi negara. Untuk itu, peran institusi formal menjadi yang penting dalam melindungi hak mereka yang bekerja di sektor informal, agar mereka juga dapat sejahtera.

(21)

Kesejahteraan menurut Suharto (2005) yang dikutip oleh Dedy Yahya Harahap dan Ivanovich dalam jurnal Peran Modal Sosial Terhadap Kesejahteraan Pengusaha Sektor Informal mengatakan:

“Kesejahteraan sosial mencakup tiga konsep yaitu : pertama, kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera yaitu terpenuhinya kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial. Kedua institusi arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial. Ketiga aktivitas, yakni kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera.”

Perumusan konsep kesejahteraan di atas menunjukkan bahwa untuk mencapai kesejahteraan ada tiga konsep yang harus digunakan. Pertama, jika ingin sejahtera ada kebutuhan yang paling penting selain pekerjaan yaitu jasmani yang berkaitan dengan kesehatan mental, setelah itu bekerja secara rohani dengan Keyakinan dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial akan membuka kesempatan belajar untuk menjadi orang sukses. Kemudian ketiga, mengikuti kegiatan bisnis seperti program pemerintah seperti pelatihan tenaga kerja akan membantu masyarakat mencapai kondisi sejahtera.

Kesejahteraan menurut Stiglitz (2011), ialah rumusan multidimensi. Rumusan multidimensi tersebut meliputi standar hidup material yaitu, pendapatan, konsumsi, dan kekayaan, kesehatan, pendidikan, aktivitas individu, pekerjaan, suara politik, tata pemerintahan, hubungan sosial, lingkungan hidup, baik yang bersifat ekonomi maupun fisik, semua dimensi ini menunjukkan kualitas hidup masyarakat. Selain rumusan multidimensi untuk dapat mencapai kesejahteraan memerlukan kebutuhan dasarnya yaitu kebutuhan ekonomi. Kebutuhan ekonomi adalah kebutuhan pokok yang harus terpenuhi oleh masyarakat. Untuk itu, setiap pekerjaan yang dikerjakan harus mempunyai hubungan sosial dalam kelompok sosial untuk menikmati keuntungan dari kerja sama dari tindakan kolektif berdasarkan keselamatan dari partisipasi sosial. Salah satunya ialah dengan memunculkan rasa kepercayaan masyarakat kepada institusi dengan begitu kerjasama antara institusi formal dan masyarakat informal dapat tercipta, ( Ritzer, 2004).

Sementara itu, Helmke dan Levitsky (2004) dalam tulisan mereka berjudul “Informal Institutions and Democracy” membahas institusi informal sebagai model komunitas. Model komunitas adalah pondasi dibentuknya institusi informal yang berada dalam keadaan dinamis. Keadaan dinamis adalah keadaan dimana institusi informal dan institusi formal berada di satu lingkungan yang sama dan berinteraksi satu sama lain. Perbedaan di antara kedua institusi ini

(22)

melahirkan arena baru di mana institusi formal dan institusi informal dapat melakukan negosiasi dan menjalin relasi di antara mereka. Salah satunya ialah lewat program pemberdayaan yang dibuat untuk membantu masyarakat dalam mengasah keterampilan. Penjelasan di atas dapat dilihat pada skema dibawah ini :

v

Gambar 1 : Model Skema Teori Institusi dalam Pencapaian Ekonomi di Lapangan Berbagai pusat sektor informal, sulit ditembus terutama oleh golongan masyarakat yang berpendidikan rendah, karena pada umumnya mereka tidak memenuhi syarat pendidikan minimal yang ditetapkan. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil oleh pemerintah diantaranya dengan menetapkan pengembangan usaha mandiri di sektor informal sebagai salah satu terobosan dalam memperluas kesempatan kerja.

Jan Bremen, dalam jurnal penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial (2001:2) mengatakan :

“Fungsi utama sektor informal adalah sebagai penyangga dan katup pengaman perekonomian. Aktivitas di sektor informal ini memberi pendapatan dan peluang kerja bagi penduduk, walaupun kecil dan tidak tetap.”

Uraian diatas menjelaskan bahwa kegiatan di sektor informal adalah sebagai penyangga dan katup pengaman perekonomian serta memberi peluang kerja bagi penduduk, dan yang menjadi informal dalam penelitian ini adalah pedagang perempuan yang berjualan sayur mayur di pasar tradisional Bobou dimana di pasar ini dikelola oleh pemerintah daerah (PEMDA). Aturan (North, 1991) Rumusan Multidimensi (Stiglitz, 2011) Kesejahteraan (Suharto, 2005)

Politik Sistem Ekonomi Kinerja Ekonomi

Kebutuhan Ekonomi Institusi Informal Pemberdayaan

Kondisi Kehidupan, Institusi Arena Atau Bidang Kegiatan, Aktivitas Atau Kegiatan Usaha

(23)

Lingkungan pasar tradisional Bobou berada di Kelurahan Faobata, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada merupakan tempat di mana para wanita pedagang sayur mayur melakukan kegiatan ekonomi. Pasar tradisional ini merupakan pasar yang dikembangkan oleh pemerintah daerah setempat. Pasar tradisional ini dikembangkan pemerintah daerah untuk membantu para pedagang sayur mayur dan pedagang lainnya yang sebelumnya tidak memiliki tempat berjualan, sehingga pedagang sayur mayur kini memiliki tempat berdagang yang permanen. Pasar ini di bangun oleh Pemerintah daerah di Kota Bajawa dan ada beberapa aturan yang harus diikuti oleh pedagang jika hendak berdagang di pasar tradisional tersebut, yaitu pedagang harus mendaftarkan diri ke Dinas Koperasi UKM, Perdagangan dan Perindustrian. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah mudah mengetahui berapa banyak pedagang yang mau berjualan di pasar tradisional, dan nantinya pemerintah akan menyiapkan fasilitas dan juga bantuan modal usaha bagi pedagang yang berjualan di pasar tradisional Bobou.

Selain aturan bagi pedagang, ada juga aturan bagi masyarakat di Kota Bajawa. Aturan bagi masyarakat yaitu wajib berbelanja makanan dan kebutuhan lainnya di pasar tradisional Bobou. Hal itu dilakukan agar pendapatan para pedagang di pasar tradisional bisa meningkat. Dulunya pasar tradisional Bobou berada di pusat kota Bajawa. Pada tahun 2015 setelah terjadi kebakaran di pasar lama, akhirnya pedagang tidak mempunyai tempat jualan lagi. Sebelum terjadi insiden tersebut, pemerintah sedang melakukan pembangunan pasar baru. Dan akhirnya, pasar lama dipindahkan ke pasar baru dengan fasilitas permanen yang nantinya akan digunakan pedagang. fasilitas yang disiapkan di pasar ini selain kebersihan juga tersedia tempat ibadah umat muslim dan mempunyai kapasitas 30 warung dengan kapasitas lebih dari 100 orang, 2 tempat jual ikan dan daging mentah dengan kapasitas 100 orang, 1 tempat untuk jual bumbu masak kapasitas 100 orang, tempat jual sirih dan pinang berkapasitas 50 orang, dan terdapat 80 toko dengan jumlah 80 orang.

Pasar tradisional Bobou adalah satu-satunya pasar tradisional di Kota Bajawa. Jumlah pedagang yang terdaftar di pasar tradisional ini sekitar 450 dimana mayoritas berjenis kelamin yang berjualan di pasar ini adalah perempuan. Jumlah pedagang perempuan di pasar ini tercatat 375 orang, sedangkan laki-laki hanya 75 orang. Sementara itu, ada sekitar 103 pedagang yang tidak terdaftar. Dinas Koperasi UKM Perdagangan dan Perindustrian sendiri masih fokus mengembangkan pasar agar lebih maju, agar pedagang yang berjualan bisa merasakan dampak positif berjualan di pasar tradisional Bobou. Pemerintah belum secara khusus mendampingi pedagang sayur dalam program pemberdayaan. Pemberdayaan perempuan di pasar Bobou masih belum ada.

(24)

Jumlah pedagang perempuan di pasar Bobou yang lebih banyak dari jumlah pedagang laki-laki dipengaruhi juga oleh faktor aturan informal.Aturan informal adalah aturan yang menyangkut adat istiadat, tradisi, dimana semua hal tersebut merupakan aturan tak tertulis yang sudah tertanam dan telah berlangsung dalam masyarakat secara turun temurun. Di kota Bajawa, perempuan memegang sistem budaya matriarki dimana dominasi kepemimpinan adalah perempuan atau sistem garis keturunan ibu (matrilineal). Matrilineal adalah sistem dimana kedudukan perempuan penting dan tinggi di dalam rumah tangga, sedangkan kedudukan pria diakui dan dihormati. Institusi informal ini ada dan hidup bersama masyarakat Bajawa makanya perempuan di kota Bajawa yang bekerja di sektor publik sangat banyak jumlahnya, seperti pedagang perempuan di pasar tradisional Bobou. Untuk itu, pemerintah harus bisa melihat potensi pekerja perempuan di sektor informal ini.

Permasalahan yang dihadapi oleh wanita pedagang sayuran di pasar tradisional Bobou di kota Bajawa adalah diwajibkan untuk mendaftarkan diri ke pengelola pasar yaitu Kantor Dinas Koperasi UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Ngada. Jika mereka tidak mendaftar maka mereka akan ditertibkan oleh Satpol PP jika mereka berjualan di pinggiran jalan kota. Pemerintah membangun pasar dengan maksud yang baik untuk pedagang, tapi aturan di pasar tradisional ini membuat pedagang yang belum mendaftar tidak akan mendapat bantuan fasilitas dan modal usaha dari pemerintah daerah sehingga pedagang yang tidak mendaftar tidak dapat diberdayakan.

Pemberdayaan merupakan konsep pembangunan ekonomi yang merangkum banyak nilai masyarakat. Nilai-nilai masyarakat yang dapat berkembang antara lain menciptakan potensi baru yang berkembang, memperkuat potensi yang dimiliki melalui berbagai kesempatan kerja dan pemberdayaan, serta melindungi dan membela kepentingan masyarakat yang lebih lemah. Untuk membangun nilai-nilai masyarakat, diperlukan beberapa aspek penting untuk mendukung keberhasilan pemberdayaan, seperti aturan untuk mendorong kesejahteraan berhubungan dengan rumusan multidimensi. Oleh karena itu lembaga formal melalui instansi pemerintah memegang peranan yang sangat besar dalam masyarakat. Biasanya dalam pembangunan akan dikaitkan dengan politik, untuk membantu menetapkan tujuan pemberdayaan dengan sukses. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan pula sistem ekonomi dan kinerja ekonomi baik dari pemerintah maupun masyarakat. Selain itu ada juga yang disebut dengan kebutuhan ekonomi, yaitu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap individu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik sandang, pangan maupun papan. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi setiap individu harus bekerja, misalnya berdagang. Dengan

(25)

berdagang seseorang dapat menghasilkan pendapatan sehingga kebutuhan kelak dapat terpenuhi dan kesejahteraan ekonomi akan terpenuhi.

Keterlibatan pemerintah dalam membantu pedagang sayur menciptakan hubungan kerja sama yang tercipta antara pedagang sayur dengan pemerintah. Hal ini sesuai dengan kewajiban di mana negara menjadi lambang institusi formal yang membantu institusi informal. Hubungan ini tercipta melalui adanya aturan yang diterapkan dalam komunitas informal. Dinas Koperasi UKM, Perdagangan dan Perindustrian merupakan lembaga yang membantu pengembangan pasar tradisional Bobou dan penegakan aturan formal. Aturan formal (institutional environment) adalah aturan badan hukum yang membahas tentang hak kepemilikan, konstitusi, peraturan undang-undang dan birokrasi. Lembaga ini diharapkan mampu menciptakan tatanan yang arif dan baik (first order economizing). Menurut Williamson (2000) aturan informal adalah aturan yang bukan badan hukum melainkan aturan yang berkaitan dengan tingkat sosial (sosial embeddedness) di mana lembaga ini sudah melekat pada masyarakat dalam jangka waktu yang lama.

Peran lembaga formal seperti pemerintah sangat dibutuhkan sebagai alat pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan pedagang sayur di pasar tradisional Bobou. Dalam setiap program yang dibuat oleh pemerintah, aturan diciptakan untuk mengatasi atau mencegah masalah yang akan muncul. Pemerintah biasanya akan mengikuti pola regulasi yang ada agar tidak mengambil hak masyarakat. Aturan biasanya dianggap menghalangi masyarakat informal seperti pedagang karena pedagang di institusi informal dianggap tidak bisa bersaing dengan institusi formal. Akibatnya, fungsi aturan diketahui hanya untuk mengatur sektor publik dan tidak menjadikan aturan sebagai alat membantu terjadinya kesejahteraan ekonomi pekerja di sektor informal. Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh aturan pemerintah daerah terhadap kesejahteraan ekonomi tenaga kerja wanita di sektor informal yaitu perempuan pedagang sayur di pasar tradisional Bobou, Kelurahan Faobata, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. 1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh aturan pemerintah daerah terhadap kesejahteraan ekonomi tenaga kerja wanita di sektor informal yaitu perempuan pedagang sayur di pasar di pasar tradisional Bobou, Kelurahan Faobata, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur?

(26)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aturan pemerintah daerah terhadap kesejahteraan ekonomi tenaga kerja wanita di sektor informal yaitu pedagang sayur perempuan di pasar Bobou Kelurahan Faobata, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.

1.4 Batasan Masalah

Agar permasalahan yang telah dirumuskan tidak meluas, maka penelitian ini hanya difokuskan pada:

1. Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu terhadap pedagang sayur perempuan di pasar tradisional Bobou, dengan berjalan kaki di pasar tradisional Bobou dan di Kantor Dinas Koperasi UKM, Perdagangan dan Perindustrian, sebagai lembaga yang mengayomi pasar tradisional Bobou.

2. Penelitian ini hanya meneliti tentang pengaruh aturan pemerintah daerah yang ada di pasar tradisional Bobou, sebagai salah satu elemen dalam membangun kesejahteraan ekonomi tenaga kerja wanita di sektor informal yaitu perempuan pedagang sayur di pasar tradisional Bobou.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi semua pihak. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teori

Hasil penelitian secara teori ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan serta menjadi bahan referensi yang berkaitan dengan pengaruh aturan pemerintah daerah terhadap kesejahteraan ekonomi perempuan pada sektor informal di Pasar Tradisional Bobou.

2. Manfaat Praktis a) Bagi Universitas

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi sarana dan acuan akademik dalam meningkatkan dan menambah informasi tentang pengaruh aturan pemerintah daerah terhadap kesejahteraan ekonomi pedagang perempuan di Pasar Tradisional Bobou.

(27)

b) Bagi Pemerintah

Hasil Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan pemerintah sebagai regulator dan pelindung tidak hanya melalui regulasi formal tetapi juga mendukung aturan nonformal di Pasar Tradisional Bobou.

c) Wanita Pedagang

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kesadaran dan pencerahan kepada wanita pedagang sayur mayur di Pasar Tradisional Bobou bahwa bukan hanya aturan pemerintah daerah saja yang mendukung kesejahteraan tetapi juga hubungan kerja sama di institusi informal.

1.6 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang dilakukannya penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tinjauan pustaka yang merupakan hasil penelitian terdahulu mengenai teori aturan/ institusi, teori kesejahteraan ekonomi, teori tenaga kerja perempuan di sektor informal.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Metode tersebut mencakup: metode penentuan jenis dan sumber data, dan metode analisis keabsahan data yang digunakan.

BAB IV : GAMBARAN OBJEK PENELITIAN

Bab ini berisi gambaran umum objek penelitian, tabel informasi informan, tabel biodata informan, analisis deskriptif, poin-poin temuan hasil penelitian, skema model konsep pengaruh aturan terhadap kesejahteraan ekonomi perempuan pada sektor informal.

(28)

Bab ini berisi hasil penelitian secara sistematis yang kemudian dianalisis menggunakan metodologi penelitian yang telah ditetapkan dan dilakukan pembahasan sesuai hasil analisis yang didapatkan.

BAB V1 : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan, dari seluruh rangkaian proses penelitian mulai dari awal penelitian hingga hasil penelitian dan pembahasan serta saran yang diharapkan berguna bagi pemerintah dan pedagang sayur perempuan di pasar tradisional Bobou. DAFTAR PUSTAKA :

Daftar pustaka berisi sumber literatur yang digunakan peneliti sebagai bahan dalam pembuatan penelitian.

LAMPIRAN-LAMPIRAN :

Lampiran berisi transkrip wawancaa, Lampiran kategorisasi hasil wawancara, Tabel pengolaha data, dokumentasi berupa foto di lapangan, pedoman wawancara, hasil observasi, tabel data informan.

(29)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Tinjauan Teori Tentang Aturan / Institusi

1. Latar Belakang Lahirnya Institusi/ Kelembagaan

Pada tahun 1980-an pembahasan tentang institusi dalam ilmu ekonomi mulai berkembang, hal ini dikarenakan semakin banyak para ahli ekonom yang menyadari bahwa kegagalan pembangunan ekonomi pada umumnya disebabkan oleh kegagalan institusi. Perkembangan kajian tentang peran kelembagaan dalam pembangunan ekonomi dikenal dengan istilah ekonomi kelembagaan. Ekonomi kelembagaan ini menekankan analisisnya pada pengaruh biaya transaksi.

2. Pengertian Institusi Atau Kelembagaan

Menurut North (1991) dalam Arsyad (2010), institusi adalah aturan yang diciptakan oleh manusia untuk mengatur dan membentuk interaksi politik, sosial dan ekonomi. Aturan-aturan tersebut terdiri dari Aturan-aturan formal (misalnya: Aturan-aturan, undang-undang, konstitusi) sedangkan aturan informal (misalnya: norma sosial, adat istiadat, dan sistem nilai). Kedua hal ini menjadi dasar untuk menentukan struktur insentif bagi masyarakat, khususnya dalam tatanan perekonomian. Aturan tersebut dibuat untuk membuat tatanan (order) yang baik dan mengurangi ketidakpastian di dalam proses pertukaran.

Sementara itu, Williamson (2000) menetapkan level institusi sebagai aturan main ke dalam tingkatan institusi berdasarkan analisis sosial yakni: pada level pertama ada level sosial (social embeddedness) yang tertanam di dalamnya. Level ini disebut juga sebagai institusi informal, yang mana pada level ini melibatkan adat istiadat, norma sosial dan agama. Pada level kedua disebut lingkungan institusional ( institutional environment), pada level ini disebut dengan aturan main formal (rule of the game). Lembaga ini berkepentingan dengan supremasi hukum seperti hak kepemilikan (property right), seperti konstitusi perundang-undangan, peradilan dan birokrasi. Institusi pada level ini diharapkan mampu menciptakan aturan formal yang baik dan arif. Pada level ketiga, dengan tata kelola yang baik (governance) sehingga biaya transaksi dapat menegakkan sistem kontrak dengan baik. Sistem ini bertujuan memastikan tatanan yang diatur dengan baik dapat mengurangi konflik dan dapat

(30)

menguntungkan. Tujuan pada tahap ini adalah untuk menciptakan struktur pemerintah yang baik. Pada level keempat, bertugas mengerjakan alokasi sumber daya dan pekerjaan. Tugas pada tahap ini adalah untuk mengatur hubungan antara pelaku dengan agen, dikenal dengan teori agensi. Ini didasarkan pada hubungan yang diyakini berjalan efisien dan jika ada sistem intensif yang dirancang buruk, maka akan dikenai sanksi/di hukum.

Definisi kedua ahli North dan Williamson mempunyai kesamaan di perumusan teori, namun sebenarnya terdapat perbedaan dalam mendefinisikan masalah aturan. Menurut North, institusi adalah aturan main (rule of the game) dimana aturan main dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Aturan informal. Misalnya: adat istiadat, tradisi, perbuatan yang dianggap tabu dan tingkah laku dalam masyarakat, dimana semua hal tersebut merupakan aturan tak tertulis yang sudah tertanam dan telah berlangsung dalam masyarakat secara turun temurun. Pelanggaran atas aturan informal akan dikenakan sanksi sesuai dengan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat.

2. Aturan formal. Misalnya: sistem konstitusi, hukum dan hak kepemilikan (property right), dimana semua hal tersebut telah diatur dalam aturan perundangan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka menjaga tatanan dalam masyarakat. Pelanggaran atas aturan formal akan dikenakan sanksi sesuai dengan perundangan yang berlaku.

Perbedaan definisi kedua ahli dibedakan oleh, North membagi aturan menjadi dua bentuk, yaitu formal dan informal. Aturan formal menurut North digunakan sebagai aturan hukum, sementara Williamson melihat institusi berdasarkan empat level untuk mencapai institusi yang baik yaitu, level sosial (social embeddedness), lingkungan institusional ( institutional environment), tata kelola yang baik (governance), bertugas mengerjakan alokasi sumber daya dan pekerjaan.

3. Manfaat dan Fungsi Institusi

Institusi dibangun oleh manusia untuk menciptakan tatanan yang lebih baik dan mengurangi ketidakpastian di dalam kehidupan bermasyarakat. Institusi merupakan landasan bagi keberadaan suatu masyarakat yang beradab. Tanpa adanya institusi, tidak akan pernah ada masyarakat.

Selama ini, para ekonom neo klasik memandang bahwa sistem mekanisme pasar merupakan penggerak roda perekonomian yang terbaik dan menafikkan peran institusi yang

(31)

ada didalamnya. Padahal, menurut Veblen, sebuah institusi dan lingkungan sangat besar pengaruhnya dalam pembentukan pola perilaku ekonomi masyarakat (Arsyad, 2010). Struktur politik dan sosial yang tidak mendukung akan menyebabkan timbulnya distorsi dalam setiap proses ekonomi.

North (1990) juga mengkritik pandangan kaum neo klasik tersebut. Selanjutnya North (1990) menyatakan bahwa peran institusi, baik formal maupun informal, sangat penting dalam pembangunan ekonomi.Tanpa adanya institusi yang baik, biaya transaksi dalam setiap kegiatan ekonomi akan menjadi lebih tinggi. Kehadiran institusi sangat penting sebagai alat untuk mengatur dan mengendalikan para pelaku ekonomi di dalam pasar. Institusi yang baik akan mampu menciptakan persaingan yang adil dan dinamis.

Institusi formal merupakan sebuah institusi yang dibentuk pemerintah atau swasta yang sudah dikukuhkan secara resmi dan memiliki aturan resmi atau tertulis. Institusi formal juga merupakan lembaga yang dibentuk pemerintah atas dasar kebutuhan sebab tugasnya didasari pada peraturan perundang-undangan untuk melakukan kegiatan meningkatkan pelayanan masyarakat dan pembangunan ekonomi negara, (North, 1991).

Institut menjadi penting bagi pembangunan.Institusi dan pembangunan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, baik pembangunan sektor finansial, ketidakmerataan dan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi sebuah negara didorong dengan pembangunan institusi yang antara lain; memperbaiki hukum dan peraturan, memperbaiki kualitas birokrasi, pemberantasan korupsi, perlindungan hak kepemilikan, penegakan aturan kontrak dan penegakan hukum dan peraturan untuk mendukung kinerja ekonomi negara, (Wihana Kirana Jaya, 2006) (kelembagaan wordpress.com).

Menurut Rodrik dan Subramanian (2003) dalam Arsyad, ada 4 (empat) fungsi institusi dalam kaitannya dalam mendukung kinerja perekonomian:

1) Menciptakan pasar (market creating), kelembagaan yang melindungi hak kepemilikan dan menjamin pelaksanaan kontrak.

2) Mengatur pasar (market regulating), lembaga yang mengatasi kegagalan pasar yakni institusi yang mengatur eksternalitas, skala ekonomi (economies of scale), dan ketidaksempurnaan informasi untuk menurunkan biaya transaksi (misalnya: lembaga lembaga yang mengatur telekomunikasi, transportasi, dan jasa-jasa keuangan)

(32)

3) Menjaga stabilitas pasar (market stabilizing), kelembagaan yang menjaga agar tingkat inflasi rendah, meminimumkan ketidakstabilan makroekonomi, dan mengendalikan krisis keuangan (misalnya: otoritas moneter dan otoritas fiskal) 4) Melegitimasi pasar (market legitimizing), kelembagaan yang memberikan

perlindungan sosial dan asuransi, termasuk mengatur redistribusi dan mengelola konflik (misalnya: sistemi pensiun, asuransi.untuk pengangguran dan sebagainya). Negara-negara dengan kelembagaan yang baik akan lebih mampu mengalokasikan sumberdaya secara lebih efisien, sehingga perekonomian dapat bekerja yang lebih baik. Kelembagaan yang kuat juga akan melahirkan kebijakan ekonomi yang tepat dan kredibel, sehingga berbagai bentuk kegagalan pasar biasa teratasi. Sebaliknya, institusi yang buruk hanya akan menjadi beban yang senantiasa menghalangi perekonomian untuk bisa bekerja dengan baik. Kebijakan yang dilahirkan dari kelembagaan yang buruk juga berpotensi besar mengalami kegagalan di tataran kebijakan (policy failure). Kondisi tersebut akan semakin memperburuk kerugian yang ditimbulkan oleh adanya kegagalan pasar.

Aturan formal sangat dekat dengan lembaga pemerintahan. Salah satu upaya pemerintah dalam membantu masyarakat dengan dibuatnya aturan formal seperti Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003 guna membantu kesulitan masyarakat di tempat kerja

1. Pengertian Ketenagakerjaan

Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja; yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan /atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat; pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja, Pasal Angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2. Landasan, Asas, dan Tujuan Ketenagakerjaan

Landasan dari pembangunan ketenagakerjaan berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah bahwa pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh karena itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik material maupun spiritual.

(33)

Asas dari pembangunan ketenagakerjaan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 adalah bahwa pembangunan ketenagakerjaan atas asas keterpaduan dan koordinasi fungsional lintas sektoral dan daerah, dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi Pancasila serta asas adil dan merata. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak, yaitu antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja/buruh. Oleh karena itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling mendukung.

Tujuan dari pembangunan ketenagakerjaan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah sebagai berikut:

1. Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi. Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu kegiatan yang terpadu untuk dapat memberikan kesempatan kerja seluas-luasnya bagi tenaga kerja Indonesia. Melalui pemberdayaan dan pendayagunaan ini diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat berpartisipasi secara optimal dalam pembangunan nasional, namun dengan tetap menjunjung nilai-nilai kemanusiaannya.

2. Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah. Pemerataan kesempatan kerja harus diupayakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pasar kerja dengan memberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan bagi seluruh tenaga kerja Indonesia sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Demikian pula pemerataan penempatan tenaga kerja perlu diupayakan agar dapat mengisi kebutuhan di seluruh sektor dan daerah. 3. Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada

tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan.

4. Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya, dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

(34)

3. Aturan Hubungan Kerja Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menegaskan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh ada dalam pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha, ada dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. Pada prinsipnya perjanjian kerja dibuat secara tertulis, namun melihat kondisi masyarakat yang beragam dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain, perjanjian kerja waktu tertentu, antar kerja antar daerah, antar kerja antar negara, dan perjanjian kerja laut (Soedarjadi 2008).

Perjanjian kerja dibuat atas dasar :

1. Kesepakatan kedua belah pihak.

2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum. Yang dimaksud dengan kemampuan atau kecakapan adalah para pihak yang mampu atau cakap menurut hukum untuk membuat perjanjian. Bagi tenaga kerja anak, yang menandatangani perjanjian adalah orang tua atau walinya.

3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan.

4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Aturan informal adalah sebuah institusi yang berdiri di tengah masyarakat sebab masyarakat memerlukannya sebagai wadah menampung aspirasi. Beberapa ciri dari aturan non formal diantaranya adalah:

1. Lingkup kerja di wilayah atau kegiatannya terbatas.

2. Tumbuh dalam masyarakat sebab memang dibentuk masyarakat sebagai wadah menampung inspirasi.

3. Bersifat sosial sebab bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya

4. Biasanya tidak punya aturan formal dan tanpa anggaran dasar atau anggaran rumah tangga.

(35)

Perbedaan kedua aturan terletak pada bentuk pelaksanaan dari suatu peraturan. Peraturan informal berasa dari masyarakat itu sendiri sebagai respon terhadap pengaturan kehidupan bersama. Sedangkan aturan formal, berasal dari pihak ketiga, biasanya adalah negara. Namun pembedaan tersebut tidak dapat menjelaskan kehadiran mafia atau bos yang menjadi pihak ketiga dalam pengaturan kehidupan masyarakat. Konsep institusi informal tidak berhenti pada pada perbedaannya dengan institusi formal. Konsep tersebut secara luas juga harus dipisahkan dari konsep institusi lemah, regulasi perilaku informal, dan konsep tentang kultur dan organisasi informal, (ratnadwi.blogspot.com/2008).

Konsep tentang institusi informal dapat digunakan sebagai alat analisis untuk menjelaskan relasi antara negara dan komunitas. Kedua entitas tersebut sebenarnya tidak dapat melepaskan diri sepenuhnya dari adanya institusi informal yang berada dalam negara. Demikian juga masyarakat yang memiliki struktur institusi formal di dalamnya.

2.1.2 Tinjauan Teori Tentang Kesejahteraan Ekonomi 1. Pengertian Kesejahteraan Ekonomi

Kesejahteraan merupakan titik ukur bagi suatu masyarakat bahwa telah berada pada kondisi sejahtera. Kesejahteraan tersebut dapat diukur dari kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan dan kualitas hidup rakyat (Segel dan Bruzy, 1998:8). Kesejahteraan ini diwujudkan agar warga negara tersebut dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik, jika masyarakat sejahtera berarti masyarakat tersebut mengalami kemakmuran.

Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang tidak lepas dari pasar. Pada dasarnya kegiatan ekonomi lebih mementingkan keuntungan bagi pelaku ekonomi dari pasar tersebut. Sehingga sangat sulit menemukan perekonomian yang bisa sejahtera, jika dilihat dari mekanisme pasar yang ada. Kondisi pasar yang begitu kompetitif untuk mencari keuntungan merupakan salah satu hal yang menjadi penghambat kesejahteraan. Daya saing di pasar merupakan hal yang sangat wajar, karena persaingan merupakan sesuatu yang wajib dalam mekanisme pasar.

Kegiatan ekonomi berperan memberikan prinsip-prinsip usaha sebagai kegiatan ekonomi, sehingga kegiatan ekonomi tidak hanya mengarah pada kebutuhan manusia dalam jangka pendek dan individu. Namun, ini memberikan surplus bagi kesejahteraan banyak orang di negara ini. Dalam aktivitas pasar akan sangat mempengaruhi optimal tidaknya aktivitas

(36)

tersebut. Persaingan di pasar juga dapat berdampak negatif pada terwujudnya kemakmuran ekonomi.

Pengertian konsep kesejahteraan tidak hanya dilihat dari sisi absolutnya (kesejahteraan ekonomi). Variasi konsep kesejahteraan dalam masyarakat dapat diartikan bahwa kesejahteraan memiliki pengertian yang relatif. Konsep kesejahteraan tidak lepas dari kualitas hidup masyarakat, dimana kualitas hidup masyarakat dapat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik dan ekonomi masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa pengertian tentang ukuran kesejahteraan pada awalnya hanya diukur dari aspek fisik dan pendapatan, namun perkembangan zaman saat ini kesejahteraan diukur melalui beberapa indikator seperti kesehatan, pendidikan dan aspek sosial ekonomi. Indikator menurut BPS menyarankan tujuh komponen untuk mengukur tingkat kesejahteraan, yaitu penduduk, kesehatan dan gizi, pendidikan, pekerjaan, tingkat pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, sosial budaya.

Teori ekonomi sering kali mengaitkan tingkat kesejahteraan yang tinggi dengan kualitas hidup yang lebih tinggi. Semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi pula kesejahteraan yang dilihat dari besar kecilnya konsumsi mereka. Melalui pemahaman ini, teori kesejahteraan hanya terpaku pada pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan, menurut:

“Para ahli ekonomi melihat kesejahteraan sebagai indikasi dari pendapatan individu (flow of income) dan daya beli (purchasing of power) masyarakat. Berdasarkan pemahaman ini, konsep kesejahteraan memiliki pengertian yang sempit karena dengan hanya melihat pendapatan sebagai indikator kemakmuran ekonomi dimana berarti kesejahteraan dilihat sebagai lawan dari kondisi kemiskinan.” (Dwi, 2008)

2. Indikator Penentu Kesejahteraan Ekonomi

Indikator penentu kesejahteraan ini diambil dari dua jurnal penelitian sebelumnya yang berbeda yaitu dari Widyastuti, (2012) dari jurnalnya “Analisis Hubungan Antara Produktivitas Pekerja Dan Tingkat Pendidikan Pekerja Terhadap Kesejahteraan Keluarga Di Jawa Tengah Tahun 2009.” Dalam jurnalnya Widyastuti membahas indikator kesejahteraan dilihat dari produktivitas dan tingkat pendidikan. Sedangkan Murniati, (2010) dalam jurnalnya “Pemberdayaan Perempuan Dalam Dimensi Pembangunan Berbasis Gender, membahas tentang kesetaraan gender adalah bagian dari cara memperoleh kesejahteraan ekonomi.

(37)

Widyastuti (2010), melihat kesejahteraan ekonomi akan tercipta jika tingkat produktivitas kerja di masyarakat sudah setara di setiap sektor. Selain itu, tingkat pendidikan juga adalah poin penting yang menunjang kesejahteraan ekonomi itu tercipta. Berikut adalah penjelasan teori produktivitas dan tingkat pendidikan menurut ahli :

a) Produktivitas

Menurut Siagian, (2002) dalam Widyastuti produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu tolak ukur perusahaan dalam mencapai tujuannya. Produktivitas adalah rasio antara hasil pekerjaan karyawan dan pengorbanan yang telah dikeluarkan. Meningkatkan produktivitas kerja hanya mungkin dilakukan oleh manusia. Produktivitas tenaga kerja diperlukan untuk menghitung besarnya pendapatan yang harus diterima pekerja atas pengorbanan yang telah mereka lakukan.

Ukuran produktivitas yang paling terkenal menurut Muchdarsyah Sinungan, (2008) yaitu jam kerja dan hari kerja, dimana pada saat itu produktivitas tenaga kerja dapat dihitung dengan membagi pengeluaran dengan jumlah yang digunakan atau jam kerja seseorang. Mengukur produktivitas menggunakan hasil pekerjaan seseorang dalam bentuk upah ditentukan oleh seberapa besar jumlah pengorbanan yang dilakukan oleh pekerja dalam bentuk jam kerja.

b) Tingkat Pendidikan

Pendidikan memiliki peran penting untuk pengembangan sumber daya manusia yang tersedia. Bagi negara berkembang, pendidikan dasar menjadi prioritas utama untuk pengembangan sumber daya manusia sejak usia dini. Hal ini diungkapkan oleh Todaro, (2003) (dalam Kabeer, 2008) bahwa pendidikan memainkan peran kunci dalam membentuk kemampuan suatu negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan mengembangkan kapasitas untuk pertumbuhan dan pembangunan yang berkelanjutan. Pendidikan dapat menjamin masa depan yang lebih baik bagi pekerja karena pendidikan membuka peluang gaji yang tinggi.

Seseorang yang berpendidikan tinggi akan mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilakunya. Pendidikan yang lebih tinggi dan kualitas pendidik yang lebih baik serta memiliki keterampilan yang melengkapi pendidikan formal memungkinkan mereka memperoleh manfaat yang lebih tinggi, Widyastuti (2009). Menurut Rozana Himax, (1985-2006: 3) dalam Widyastuti, peningkatan akses dan kualitas pendidikan juga diakui tidak

(38)

hanya dapat meningkatkan kesejahteraan tetapi juga membawa masyarakat keluar dari kemiskinan dan mengurangi ketimpangan.

Pendidikan bagi tenaga kerja adalah salah satu usaha untuk pembagian kerja atau spesialisasi pekerja merupakan upaya untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Menurut Adam Smith (dalam Kuncoro 1997) peminatan yang dilakukan oleh pekerja didorong oleh faktor-faktor yaitu peningkatan keterampilan kerja dan penemuan mesin-mesin yang menghemat energi. Spesialisasi dapat meningkatkan kesejahteraan seseorang secara tidak langsung melalui pendidikan, yang sangat membantu seseorang dalam mencari pekerjaan.

Selain tingkat pendidikan dan produktivitas kerja, kesejahteraan ekonomi juga terhubung dengan kesetaraan gender. Menurut Murniati (2010) kesetaraan gender perlu ada dalam pembangunan ekonomi, khususnya pada dunia ketenagakerjaan. Hal ini dikarenakan kesenjangan gender di tempat kerja masih terjadi, oleh karena itu salah satu poin penting mencapai kesejahteraan ekonomi adalah dengan menyetarakan gender di tempat kerja.

c) Kesetaraan Gender

Gender adalah suatu konsep yang merujuk pada sistem peran dan hubungan antara perempuan dan laki-laki yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, tetapi ditentukan oleh lingkungan sosial, politik dan ekonomi, ( Anderson dan Margaret Levi, 1983).

Gender adalah seperangkat peran, perilaku, aktivitas, dan atribut yang dianggap sesuai bagi laki-laki dan perempuan, yang dikonstruksi secara sosial dalam suatu masyarakat. Kata gender dalam istilah bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari bahasa Inggris yaitu “gender” yang didasarkan pada definisi sosial budaya dengan definisi yang diturunkan dari ciri fisik biologis, (Yusrini, 2017).

Analisis gender merupakan metode atau alat untuk mendeteksi kesenjangan atau disparitas gender dengan menyediakan data dan fakta serta informasi. Data yang dipilih mencakup laki-laki dan perempuan dalam hal akses, peran, kontrol dan manfaat.

Ketimpangan gender yang terjadi disebabkan oleh masih adanya pandangan di masyarakat bahwa anak laki-laki dan perempuan memiliki nilai yang berbeda. Memiliki anak laki-laki dianggap lebih penting dan berharga daripada anak perempuan, Yusrini (2017). Anak laki-laki diharapkan menjadi pemimpin bagi keluarga, tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga

Gambar

Gambar 2.   Model Kerangka konseptual tentang penagruh aturan  terhadap
Tabel  1  :  Indikator  Ketenagakerjaan  Berdasarkan  Jumlah  Penduduk  Berusia  15  Tahun  yang  Bekerja  di  Sektor  Informal    dan  Tingkat  Partisisipasi  Angkatan Kerjas (TPA) di Indonesia Tahun 2015-2019
Gambar 1  : Model Skema Teori Institusi dalam Pencapaian Ekonomi di Lapangan  Berbagai  pusat  sektor  informal,  sulit  ditembus  terutama  oleh  golongan  masyarakat  yang berpendidikan rendah, karena pada umumnya mereka tidak memenuhi syarat pendidikan
Gambar  2:  Model  Kerangka  konseptual  tentang  penagruh  aturan    terhadap   kesejahteraan ekonomi tenaga kerja wanita di sektor informal
+5

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Herbert (1978) tingkah laku agresif merupakan suatu bentuk tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial yang menyebabkan luka fisik, psikis pada orang lain

Berdasarkan hasil analisis data, penghitungan jumlah imbalan bagi Bukan Pegawai oleh Dinas Sosial DIY sudah sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor

Dari tabel 5.9 dapat dilihat prediksi tepat terdiri dari empat perusahaan sampel diprediksi bangkrut pada kenyataannya perusahaan tersebut delisting dan empat perusahaan sampel

.Menurut Imam Soepomo Imam Soepomo, kesehatan kerja mengacu pada aturan dan upaya yang dirancang untuk melindungi pekerja dari kerusakan yang dilakukan seseorang

Namun menurut penulis meskipun kebijakan tersebut tidak melanggar unsur syariah secara langsung dan hanya tidak sesuai berdasarkan metode aturan fatwa, maka menurut

Skripsi ini telah diuji dan dinyatakan sah oleh Panitia Ujian Tingkat Sarjana (S-1) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surabaya sebagai salah

karena masih rendahnya skor masing-masing rasio yang diperoleh KSP Wisuda Guna Raharja dalam aspek penilaian kesehatan yang diakibatkan oleh beberapa faktor yang

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukkan persepsi pengurus kelembagaan desa terhadap APBDesa dalam perencanaan APBDesa, penguatan kelembagaan, peningkatan infrastruktur