BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah bangsa yang majemuk, bahkan Indonesia adalah
salah satu Negara multikultural terbesar di dunia. Multikulturalitas bangsa
Indonesia ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perbedaan vertikal dan
perbedaan horizontal. Perbedaan vertikal ditandai dengan realitas adanya
pelapisan sosial atas bawah dalam struktur kemasyarakatan sebagai akibat
perbedaan masing-masing individu di bidang politik, ekonomi, sosial dan
pendidikan. Sedangkan perbedaan horizontal adalah perbedaan masyarakat
berdasarkan kesatuan sosial, budaya, suku, ras, bahasa, adat istiadat, dan
agama.
Multikulturalitas bangsa Indonesia ini bisa diibaratkan pisau bermata
ganda. Di satu sisi bisa menjadi potensi yang berharga dalam membangun
peradaban bangsa, di sisi lain apabila tidak dapat dikelola dengan baik,
multikulturalitas tersebut akan memunculkan konflik yang mampu
menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara bahkan
disintegrasi bangsa. Perbedaan-perbedaan tersebut akan menjadi beban atau
kekayaan tergantung bagaimana cara mengolahnya.1
Perbedaan atau keragaman adalah sunatullah, baik perbedaan suku,
agama, budaya maupun perbedaan pola berfikir. Sebagaimana firman Allah
dalam Al Quran dalam Surah Al Maidah ayat 48:
1
….
Artinya : ...Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.3
Ayat ini sejalan dengan faham multikultural, yang dinyatakan tentang
adanya masyarakat yang terdiri dari berbagai macam komunitas yang
memiliki keragaman suku, agama, dan budaya.
Keragaman dan perbedaan itu ditekankan perlunya masing-masing
berlomba menuju kebaikan. Dalam perbuatan kebaikan tersebut menyangkut
hak azasi manusia dan hubungan sesama manusia termasuk dalam hal
pendidikan. Pendidikan yang dapat diakses, dinikmati dan dienyam oleh
seluruh lapisan masyarakat yang beragam/multikultural.
Implementasi layanan pendidikan berbasis multikultural tersebut
sesuai Undang-Undang Dasar RI tahun 1945, pasal Pasal 31 (1) Setiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan.4 Selanjutnya dalam Undang-Undang Sisdiknas No: 20 Tahun 2003 bab V pasal 12, ayat (1) a: “Setiap
peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan
agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang
seagama.5
Substansi baik ayat Al Qur‟an maupun amanat Undang-undang di atas
relevan dengan konsep pendidikan multikultural. Menurut Kasinyo Harto
mengutip pendapat dari Amir Rusdi bahwa pendidikan multikultural dapat
dimaknai sebagai usaha-usaha edukatif yang diarahkan untuk dapat
menanamkan nilai-nilai kebersamaan kepada peserta didik dalam lingkungan
yang berbeda ras, etnis, agama, budaya, nilai-nilai, dan ideologi sehingga
memiliki kemampuan untuk hidup bersama dalam perbedaan dan memiliki
kesadaran untuk hidup berdampingan secara damai agar kehidupan di dunia
menjadi tentram dan sejahtera.6
Menurut Tilaar, salah satu upaya dalam membangun kesadaran dan
pemahaman generasi masa depan akan pentingnya sikap menjunjung tinggi
nilai-nilai keadilan, demokrasi, kemanusiaan dan pluralisme masyarakat
yang memiliki latar belakang kultural yang majemuk adalah penerapan
pendidikan multikultural.7
4
Perubahan Keempat UUD NRI Tahun 1945, http://www.mpr.go.id/pages/produkmpr/uud-nri-tahun-1945/ perubahan-keempat-uud-nri-ta-hun-1945, Online 28 September 2016.
5
Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan PP RI nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar, Bandung: Citra Umbara, 2008, h.9.
6
Kasinyo Harto, Model Pengembangan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2012, h. 29
7
Melalui pendidikan multikultural diharapkan peserta didik, selain
memiliki pengetahuan dalam bidangnya masing-masing, sekaligus juga
mempunyai dan mempraktikan nilai-nilai toleransi, demokrasi, humanism dan
keadilan. Dengan diterapkannya konsep dan strategi pendidikan multikultural
diharapkan segala bentuk diskriminasi, kekerasan dan ketidakadilan yang
disebabkan kemajemukan kultur dapat diminimalkan bahkan dihilangkan.
Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan
multikultural dalam struktur sekolah dan perguruan tinggi adalah tidak
adanya kebijakan yang menghambat toleransi termasuk tidak adanya
penghinaan terhadap ras, etnis dan jenis kelamin.8
Kabupaten Barito Selatan diketahui berdasarkan data Badan Pusat
Statistik Sensus Penduduk 2014 diperoleh data penduduk yang beragama,
Islam berjumlah 97.742, Kristen berjumlah 23.635, Katolik berjumlah 9.045,
Hindu berjumlah 5.282, Budha berjumlah 216, lainnya berjumlah 333.9 Berdasarkan data statistik tersebut, Barito Selatan merupakan kota yang
heterogen dengan masyarakat yang multikultural, sehingga Barito Selatan
menjadi kota yang rawan konflik karena adanya perbedaan suku, budaya dan
agama.
Agar tercipta keharmonisan dalam keberagaman dan meminimalisir
segala potensi konflik yang muncul, Yayasan Bina Insan Nusantara Barito
Selatan berupaya mengelola dan memberikan layanan pendidikan berbasis
multikultural kepada masyarakat Barito Selatan.
8
M. Ali Sibram Malisi, M.Ag, Pendidikan Multikultural, PT. Pustaka Firdaus, Jakarta: 2007, h. 27
9
Dilihat dari nama yayasan, Bina Insan Nusantara sudah memberi
nuansa keberagaman yang mencerminkan multikultural. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bina-membina berarti membangun,
mendirikan; insan berarti manusia; dan nusantara berarti antar pulau di
seluruh Indonesia. Yayasan Bina Insan Nusantara dapat diartikan sebuah
lembaga yang membangun manusia dari berbagai latar belakang yang ada di
Indonesia mulai dari suku, agama, sosial, budaya, dan bahasa. Yayasan ini
berupaya mengelola dan memberikan pendidikan berbasis multikultural
kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan yang dimiliki.
Lembaga pendidikan di bawah naungan yayasan tersebut adalah:
1. PAUD Play Group Buntok English Kids (BEK)
2. TK Bina Nusantara
3. LKP Intensive English Course (Lembaga Kursus Bahasa Inggris)
4. LKP Smart Computer (Lembaga Pendidikan Komputer)
5. PKBM-Bina Citra Persada
6. LPK Bina Insan Nusantara
Kepala Tata Usaha Yayasan Bina Insan Nusantara Anis, menyatakan
bahwa PAUD Play Group BEK dan TK Bina Nusantara sebagai dua diantara
lembaga binaan yayasan tersebut memiliki 216 siswa yang terdiri dari 131
siswa beragama Islam, 48 siswa beragama Kristen, dan 37 siswa beragama
Katolik.10 Bahkan Anis sendiri menyatakan bahwa pada tahun 2009 pernah siswa bersekolah beragama Hindu dan Budha, jadi pihak yayasan
10
mendatangkan guru agama Hindu dan Budha khusus mengajar pendidikan
agama. Hal ini menunjukkan yayasan mengakomodir pendidikan agama
dengan tenaga pengajar guru yang seagama, dan uniknya pendidikan agama
pada PAUD Play Group dan TK diberikan setiap hari secara terpisah di luar
dari hari khusus jadwal pendidikan agama berdasarkan agama
masing-masing, misalnya berdoa sebelum dan sesudah belajar anak-anak
dikelompokkan berdasarkan agama masing-masing, diberikan kebebasan
kepada guru dan siswa untuk menunjukkan identitas agama masing-masing,
serta juga merayakan hari besar keagamaan di lingkungan sekolah.
Hal ini senada dengan yang disampaikan Isnah Cholisoh, M.Pd selaku
ketua yayasan, “saya ingin memperkuat agama masing-masing anak tidak
hanya Islam, walaupun sekolah umum tapi pendidikan agama sangat kuat
mengingat anak usia dini adalah aset berharga bunda dan negara”. Menurut
Isna, bahwa siswa yang menuntut ilmu di lembaga pendidikan ini terdiri dari
berbagai latar belakang ekonomi, suku, agama, dan budaya. Sehingga
yayasan berusaha agar setiap kebijakan yang dihasilkan tidak bertentangan
dengan agama, budaya dan sosiokultur masyarakat setempat.11
Isna menambahkan, bahwa lembaga pendidikan yang didirikannya
mencoba mengakomodasi seluruh lapisan masyarakat dengan berbagai latar
belakang agar tercipta keharmonisan dalam keberagaman dikalangan
masyarakat Barito Selatan, sehingga pola manajemen pendidikan yang
dilakukan mampu diterima oleh semua pihak. Bahkan dalam penerimaan
11
siswa baru, yayasan tidak membedakan suku, agama, ras dan latar belakang
ekonomi sosial, ekonomi dan budaya anak.
Hal ini juga diperjelas oleh seorang guru Faizah Yuniati, yang
mengatakan bahwa pendidikan berbasis multikultural yang ada di sekolah
tersebut diselipkan pada waktu pembelajaran dan dalam proses rekruitmen
siswa baru. Dalam proses pembelajaran berlangsung siswa diajarkan untuk
saling menghargai orang lain dan menghargai orang yang ada di lingkungan
sekitar, menerima dan menghormati perbedaan.12
Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Manajemen Pendidikan Berbasis Multikultural di
Yayasan Bina Insan Nusantara Barito Kabupaten Barito Selatan.
B. Fokus dan Subfokus Penelitian
Fokus penelitian ini pada manajemen pendidikan berbasis multikulturl
di yayasan Bina Insan Nusantara kabupaten Barito Selatan. Sedangkan
Subfokusnya adalah lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Play Group BEK
dan TK Bina Nusantara.
C. Rumusan Masalah atau Pertanyaan Penelitian
Berkenaan dengan manajemen pendidikan berbasis multikultural di
yayasan Bina Insan Nusantara Barito kabupaten Barito Selatan yang penulis
teliti, maka penelitian ini akan memfokuskan pada dua hal mendasar yang
berkenaan dengan manajemen pendidikan berbasis multikultural yaitu :
perencanaan dan pelaksanaan pendidikan berbasis multikultural.
12
Agar terarah maka penelitian ini berfokus pada hal-hal berikut :
1. Bagaimana perencanaan pendidikan berbasis multikultural di Yayasan
Bina Insan Nusantara Barito Kabupaten Barito Selatan?
2. Bagaimana pelaksanaan pendidikan berbasis multikultural di Yayasan
Bina Insan Nusantara Barito Kabupaten Barito Selatan?
D. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan dan menguraikan perencanaan pendidikan
berbasis multikultural di Yayasan Bina Insan Nusantara Barito
Kabupaten Barito Selatan.
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa pelaksanaan pendidikan
berbasis multikultural di Yayasan Bina Insan Nusantara Barito
Kabupaten Barito Selatan.
E. Kegunaan Penelitian
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menemukan
konsep-konsep manajemen pendidikan multikultural, khususnya pada Pendidikan
Anak Usia Dini Play Group BEK dan TK Bina Nusantara dalam rangka
memperkaya disiplin ilmu manajemen pendidikan sebagai sebuah disiplin
ilmu.
Secara praktis penelitian ini diharapkan :
1. Dapat meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan yayasan Bina
2. Sebagai bahan penelitian, guna pengembangan lebih lanjut terhadap dunia
pendidikan khususnya pada lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Play
Group BEK dan TK Bina Nusantara.
3. Bagi pengelola lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Play Group BEK dan
TK Bina Nusantara di kabupaten Barito Selatan mendapatkan masukan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Konseptual Fokus dan Subfokus Penelitian
1. Pengertian Manajemen
Manajemen secara etimologis berasal dari kata “managio” berarti
kepengurusan, atau “manage” atau “managiare” yang berarti melatih
dalam mengatur langkah-langkah.13
Sahertian menyebutkan manajemen terkandung dua kegiatan,
yaitu fikir (mind) dan kegiatan tindak (action). Kedua kegiatan ini
tampak dalam fungsi-fungsinya seperti perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan dan penilaian.14
Menurut Nanang Fattah, manajemen merupakan proses
merencana, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan upaya
organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara
efektif dan efisien.15
Stoner menyatakan manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha anggota
organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Pendapat Mourell, dkk menyebutkan “management is the process of
efficeintly getting activities completed with and through other people”.16
13
Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam, Malang,UIN Maliki Press, 2010, h. 48.
14
Husnul Yaqin, Administrasi dan Manajamen Pendidikan, Banjarmasin : IAIN Antasari press Banjar-masin, 2011, h.3.
15
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: 2004, Rosdakarya, h.1. 16
Kathryn M. Brtol dan David C. Martin dalam Wukir
mendefinisikan manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan-tujuan
organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu
merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing), memimpin
(leading), dan mengendalikan (controlling).17
Senada dengan hal di atas, Henri Fayol menyatakan manajemen
atau pengelolaan adalah untuk merencanakan dan memprediksi, untuk
mengkoordinasikan dan mengontrol. Keitner mengemukakan bahwa
manajemen merupakan proses pemecahan masalah dalam mencapai
tujuan organisasi secara efektif melalui penggunaan sumber daya yang
mungkin langka secara efisien dalam lingkungan yang berubah.
Sementara Brech mendefinisikan manajemen sebagai proses social yang
terdiri dari perencanaan, pengendalian, pengkoordinasian, dan motivasi.18 Adapun menurut Ramayulis dalam Saefullah dalam buku
Manajemen Pendidikan Islam yang mengkaitkan kata manajemen dengan
ayat al-Quran. Kata manajemen memiliki kesamaan arti dengan kata
at-tadbir (pengaturan).19 Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara
(mengatur) yang terdapat dalam firman Allah SWT dalam QS. As-Sajdah
berikut:
Wukir, Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi Sekolah,Yogyakarta: Multi Presindo, 2013, h.11
18
Ibid, h.12 19
20
Artinya: “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian
(urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya
adalah seribu tahun menurut perhitungan” 21
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT yang mengatur alam
(manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah
SWT dalam mengelola alam ini, karena manusia yang diciptakan Allah
SWT telah dijadikan sebagai khalifah di muka bumi, maka dia harus
mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah
mengatur alam raya ini.
Manajemen merupakan aktivitas dalam suatu organisasi melalui
kerjasama para anggota dengan menggunakan segala sumber yang
diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan secara efektif
dan efisien.
Dari berbagai definisi di atas, dapat dipahami bahwa manajemen
adalah suatu proses atau fungsi-fungsi yang harus dijalankan dalam suatu
kelompok tertentu secara efektif dan efisien sehingga mencapai hasil atau
tujuan yang ditetapkan.
2. Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen menurut berbagai ahli manajemen
berbeda-beda. Hal ini disebabkan latar belakang mereka, pendekatan yang
20
QS. As Sajadah [32]:5 21
dilakukan tidak sama. Konsep Louis A. Allen, fungsi manajemen
meliputi planning (perencanaan) organizing (pengorganisasian),
coordination (koordinasi), motivating (motivasi), dan controlling
(pengawasan). Konsep Koontz, Harol dan Cyril O. Donnell fungsi
tersebut meliputi planning, organizing, staffing, directing dan
controlling. Konsep Hendry Fayol, menyebutkan bahwa fungsi
manajemen tersebut adalah planning, organizing, command,
coordinating dan control.22
Menurut G. R. Terry terdapat empat fungsi manajemen, yaitu :
a. Planning (perencanaan)
b. Organizing (pengorganisasian) c. Actuating (pelaksanaan) d. Controlling (pengendalian)23
Sedangkan Luther Gullick mengemukakan tujuh fungsi
manajemen, yaitu :
a. Planning (perencanaan)
b. Organizing (pengorganisasian) c. Staffing (penentuan staf) d. Directing (pengarahan)
e. Coordinating (pengkoordinasian) f. Reporting (pelaporan)
g. Budgeting (penganggaran)24
Dari berbagai pendapat di atas, diketahui bahwa fungsi
manajemen meliputi perencanaan (planning), pegorganisasian,
(organizing), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan (controlling).
22
Husnul Yaqin, Administrasi dan Manajamen Pendidikan, Banjarmasin : IAIN Antasari Press Banjarmasin, 2011, h. 8
23
Wukir, Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Organisasi Sekolah, Yogyakarta: Multi Presindo, 2013, h.23
24
a. Perencanaan
Perencanaan menurut Mulyono adalah proses kegiatan
nasional dan sistematik dalam menetapkan keputusan, kegiatan atau
langka-langkah yang akan dilaksanakan di kemudian hari dalam
rangka usaha mencapai tujuan secara efektif dan efisien.25
Malayu S.P Hasibuan mengatakan bahwa analisis pekerjaan
adalah menganalisis dan mendesain pekerjaan apa saja yang harus
dikerjakan, bagaimana mengerjakannya dan mengapa pekerjaan itu
harus dikerjakan. Analisis pekerjaan bermanfaat untuk memberikan
informasi tentang aktivitas pekerjaan, standar pekerjaan, persyaratan
personalia, perilaku manusia dan alat-alat yang akan dipergunakan.
Dari analisa pekerjaan ini, baik lembaga pendidikan, perusahaan
maupun lembaga sosial lainnya dapat mempelajari dan
mengumpulkan berbagai informasi yang berhubungan dengan
berbagai operasi dan kewajiban suatu jabatan.26
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisien dan seefektif mungkin. Dalam setiap perencanaan selalu terdapat tiga kegiatan yang meskipun dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipihakan antara satu dnegan yang lainnya dalam proses perencanaan yaitu (1) perumusan tujuan yang ingin dicapai, (2)pemilihan program untuk mencapai tujuan itu, (3) identifikasi dan pengerahan sumber yang jumlahnya selalu terbatas.27
25
Mulyono, MA., Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA,2008, h.25.
26
Malayu S.P Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 10, 2007, h. 28-29.
27
Perencanaan pada dasarnya merupakan suatu proses memikirkan dan menetapkan secara matang arah, tujuan dan tindakan sekaligus mengkaji berbagai sumber daya dan metode yang tepat. Pengertian serupa dikemukakan oleh Gibson “perencanaan mencakup kegiatan menentukan sasaran dan alat sesuai untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan”. Perencanaan yang dibuat secara matang akan berfungsi sebagai kompas untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk itu Sergiovanni menegaskan: “plans are guides, approximation, goal post, and compass setting not irrevocable commitments or dicision commandments”. 28 Mulyati dan Komariah mengemukakan fungsi perencanaan
sebagai berikut:
- Menjelaskan dan merinci tujuan yang ingin dicapai.
- Memberikan pegangan dan menetapkan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
- Organisasi memperoleh standar sumber daya terbaik dan mendayagunakan sesuai tugas pokok fungsi yang telah ditetapkan.
- Menjadi rujukan anggota organisasi dalam melaksanakan aktivitas yang konsisten prosedur dan tujuan.
- Memberikan batas kewenangan dan tanggung jawab bagi seluruh pelaksana.
- Memonitor dan mengukur berbagai keberhasilan secara intensif sehingga bisa menemukan dan memperbaiki penyimpangan secara dini.
- Memungkinkan untuk terpeliharanya persesuaian antara kegiatan internal dengan situasi eksternal.
- Menghindari pemborosan.29
Dalam pendidikan perencanaan adalah suatu kegiatan
merencanakan masa depan pendidikan dan berkaitan dengan
penentuan kebijakan, prioritas kerja, sasaran, dan pembiayaan
dengan mempertimbangkan proses pembangunan dan
28
Syaiful Sagala, Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2010, h. 56.
29
pengembangan pendidikan, prinsip efektivitas dan efisiensi,
kebutuhan dan tujuan peserta didik serta masyarakat.30
Banghart dan Trull mengemukakan: “Educational planning
is first of all a rational process”. Artinya perencanaan pendidikan
adalah langkah paling awal dari semua proses rasional. Dengan kata
lain sebelum melaksanakan kegiatan lain, langkah pertama yang
mestinya dibuat adalah perencanaan.
Berapa model perencanaan pendidikan yang patut diketahui,
antara lain:
1) Model perencanaan komprehensif; model ini terutama digunakan untuk menganalisis perubahan-perubahan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan. Di samping itu berfungsi sebagai suatu patokan dalam menjabarkan rencana-rencana yang lebih spesifik ke arah tujuan-tujuan yang lebih luas.
2) Model target setting; model ini diperlukan dalam upaya melaksanakan proyeksi ataupun memperkirakan tingkat perkembangan dalam kurun waktu tertentu.
3) Model costing (pembiayaan) dan keefektifan biaya; model ini sering digunakan untuk menganalisi proyek-proyek dalam kriteria efisien dan efektifitas ekonomis. Penggunaan model ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pendidikan itu tidak terlepas dari masalah pembiayaan.
4) Model PPBS; PPBS (planning, programming, buggeting System) dalam bahasa Indonesia adalah sistem perencanaan, penyusunan program dan penganggaran (SP4). Model ini bermakna bahwa perencanaan, penyusunan program dan penganggaran di pandang sebagai suatu sistem yang tak terpisahkan satu sama yang lainnya. PPBS merupakan suatu proses yang komprehensif untuk pengambilan keputusan yang lebih efektif.31
Berdasarkan jangkauan waktunya, perencanaan dapat dibagi
menjadi perencanaan jangka pendek, misalnya satu hari, satu
minggu, satu bulan, perencanaan jangkah menengah yaitu
perencanaan yang dibuat untuk jangka waktu satu semester atau
enam bulan, dan perencanaan jangka panjang dibuat untuk jangka
waktu satu tahun sampai lima tahun.
Secara sederhana perencanaan berarti merencanakan segala
sesuatunya terlebih dahulu, untuk melaksanakan suatu kegiatan atau
aktivitas. Dengan memikirkan jauh-jauh sebelumnya tindakan yang
akan dilakukan, maka dapat diharapkan tindakan-tindakan yang
dilakukan hanya kecil kemungkinan mengalami kekeliruan.
Perencanaan memiliki peranan penting dalam menentukan
berhasil tidaknya suatu pendidikan. Orang bijak mengatakan “no
plan, no future”, tanpa perencanaan tidak ada masa depan. Dengan
perencanaan yang baik, kualitas pendidikan belum bisa terjamin
tanpa adanya pelaksanaan yang baik. Sementara perencanaan yang
buruk jelas menghambat tercapainya pendidikan yang berkualitas.
b. Pengorganisasian
Menurut Nanang Fatah, setelah rampung membuat
perencanaan, maka langkah selanjutnya adalah pengorganisasian.
Pengorganisasian adalah proses mengatur, mengalokasikan, dan
mendistribusikan pekerjaan, wewenang, dan sumber daya diantara
Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja ke dalam
tugas-tugas yang lebih kecil, membebankan tugas-tugas-tugas-tugas itu kepada orang
yang sesuai dengan kemampuannya, dan mengalokasikan sumber
daya, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas
pencapaian tujuan organisasi.32
Pengorganisasian menurut Ulber Silalahi dalam Imam
Musbikin adalah pembagian pekerjaan yang direncanakan untuk
diselesaikan oleh anggota kelompok pekerjaan, penentuan
hubungan-hubungan pekerjaan diantara mereka dan pemberian
lingkungan pekerjaan sepatutnya.33
Pengorganisasian menurut Mulyono adalah menyusun
hubungan perilaku yang efektif antarpersonalia, sehingga mereka
dapat bekerjasama secara efisien dan memperoleh keputusan pribadi
dalam melaksanakan tugas-tugas dalam situasi lingkungan yang ada
guna mencapai tujuan dan sasaran tertentu.34
Hal senada juga dikemukakan Wukir bahwa seorang manajer
yang baik harus mengetahui bawahannya beserta kemampuannya
agar dapat mengatur sumber daya organisasinya. Hal ini tersebut
dapat diperoleh melalui penempatan staf dalam divisi kerja,
32
Nanang Fattah, Landasan Manajermen Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011, h. 71.
33
Imam Musbikin, Menjadi Kepala Sekolah Yang Hebat, Pekanbaru Riau: ZANAFA PUBLISHING, 2012, h. 60.
34
membuat pelatihan untuk karyawan dan mengorganisasikan
kelompok kerja menjadi tim yang produktif.35
Pembagian tugas organisasi hendaknya dilakukan secara
proporsional, yaitu membagi habis dan menstrukturkan tugas-tugas
ke dalam sub-sub atau komponen-komponen organisasi, disamping
itu perlu adanya struktur organisasi yang merupakan cerminan
semua pekerjaan yang dapat terbagi sesuai dengan kompetensi yang
dimiliki dan dapat dikerjakan sesuai dengan keahlian
masing-masing.
Ringkasan menyeluruh mengenai persyaratan pekerjaan
disebut uraian pekerjaan (job description). Sedangkan ringkasan
menyeluruh mengenai kualifikasi pekerjaan disebut spesifikasi
pekerjaan (job specification). Dengan kata lain, analisa pekerjaan
digunakan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan
uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan.
Uraian pekerjaan harus diuraikan secara jelas agar pejabat
yang akan menduduki jabatan tersebut mengetahui tugas, tanggung
jawab, dan standar prestasi yang harus dicapainya. Spesifikasi
pekerjaan juga merupakan uraian persyaratan kualitas minimum
orang yang bisa diterima agar dapat menjalankan satu jabatan
dengan baik dan kompeten. Spesifikasi pekerjaan disusun
berdasarkan uraian pekerjaan dengan menjawab tentang ciri,
35
karakteristik, pendidikan, pengalaman. Spesifikasi pekerjaan
menunjukkan persyaratan orang yang akan direkrut dan menjadi
dasar untuk melaksanakan seleksi.36
Pengorganisasian merupakan proses pekerjaan yang ada
dibagi dalam komponen-komponen yang dapat ditangani dan
aktivitas mengkoordinasi hasil-hasil yang akan dicapai melalui
perencanaan, seperti membagikan pekerjaan yang harus dikerjakan,
membagi tugas kepada karyawan untuk melaksanakannya,
mengalokasikan sumber daya yang memberikan bantuan, kemudian
mengkoordinir pekerjaan untuk mencapai hasil dan tujuan yang
diinginkan.
c. Pelaksanaan
Pelaksanaan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan usaha,
cara, teknik, dan metode untuk mendorong para anggota organisasi
agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik mungkin demi
tercapainya tujuan organisasi dengan efisien, efektif, dan
ekonomis.37
Pelaksanaa menurut Imam Musbikin adalah aktifitas untuk
memberikan dorongan, pengarahan dan pengaruh terhadap semua
anggota kelompok agar mau bekerja secara sadar dan suka rela
dalam rangka mencapai suatu tujuan yang ditetapkan.38
36
Malayu S.P Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 10, 2007, h. 34.
37
Sondang P. Siagian, 2007, h. 95. 38
Soekarno dalam Ernie Tisnawati Sule, dan Saefullah,
Kurniawan, memberikan rumusan pelaksanaan sebagai fungsi
pembimbing dan pemberian pimpinan serta menggerakan orang
(dalam kelompok) agar kelompok itu suka dan mau bekerja.
Pelaksanaan, pengimplementasian, atau penggerakkan (actuating)
merupakan proses implementasi program agar bisa dijalankan oleh
seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua
pihak dapat bertanggung-jawab dengan penuh kesadaran dan
produktivitas yang tinggi.39
Terry menegaskan “Actuating is setting all members of the
group to want to achieve and to strike to achieve the objective
willingly and keeping with the managerial planning and organizing
the efforts”.40 Menurutnya pelaksanaan (actuating) mencakup kegiatan yang dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan
melanjutkan kegiatan yang ditetapakan oleh perencanaan dan
pengorganisasian agar tujuan dapat tercapai.
Unsur pelaksanaan merupakan bagian dari proses kelompok
yang di dalamnya terdapat tindakan komando, tindakan
pembimbingan, memberikan petunjuk dan mengarahkan kepada
tujuan. Di dalam proses ini juga, seseorang bisa memberikan
motivasi untuk memberikan pengertian dan kesadaran terhadap apa
39
Ernie Tisnawati Sule, dan Saefullah, Kurniawan, Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana, 2010, h. 8.
40
yang sedang dikerjakan staf atau bawahan, sehingga mereka bisa
bekerja secara tekun dan baik guna mencapai tujuan.
Proses memotivasi berarti mendorong semua pihak agar mau
bekerja sama, ikhlas dan bergairah untuk mencapai tujuan yang
sesuai dengan rencana-rencana yang telah ditentukan atau diorganisir
sebelumnya.
Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan
(actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling utama, karena
fungsi actuating berperan sebagai pengarahan yang diberikan atasan
kepada karyawan untuk melakukan apa yang diinginkan dan harus
mereka lakukan. Fungsi pelaksanaan dapat mengimplementasikan
pada kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya dan dapat
mewujudkan kegiatan dalam organisasi. Fungsi actuating lebih
menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan
orang-orang dalam organisasi.
Fungsi pelaksanaan sebagai tindakan mengarahkan pekerjaan
yang perlu dilaksanakan didalam sebuah organisasi. Karena itu,
fungsi actuating berkaitan dengan fungsi manajemen lainnya seperti
perencanaan, pengorganisasian agar tujuan dapat tercapai.
Adapun fungsi pelaksanaan mempunyai tujuan agar dapat
menjamin kontinuitas perencanaan, membudayakan prosedur
displin kerjakualitas maupun kuantitasnya, dan membina motivasi
yang terarah.41
Berdasarkan uraian tersebut, diketahui bahwa pelaksanaan
merupakan keseluruhan usaha cara dan teknik dalam implementasi
dari segenap perencanaan yang sudah dicanangkan jauh-jauh hari
sebelumnya. Di dalam unsur pelaksanaan kegiatan dipengaruhi oleh
motivasi, komunikasi, kepemimpian, perubahan dan perkembangan
organisasi serta manajemen konflik. Fungsi pelaksanaan disebut
dengan memimpin atau pimpinan, yang didalam fungsi memimpin
dipengaruhi oleh motivasi, kepemimpinan dan komunikasi yang
semua unsur tersebut berhubungan faktor manusia sebagai
pelaksana.
d. Pengawasan
Pada dasarnya rencana dan pelaksanaan merupakan satu
kesatuan tindakan, walaupum hal ini jarang terjadi. Pengawasan
diperlukan untuk melihat sejauh mana hasil tercapai.
Beberapa pengertian pengawasan dari beberapa pakar berikut
Pertama, Oteng Sutisna menghubungkan fungsi pengawasan dengan
tindakan administrasi. Baginya pengawasan dilihat sebagai proses
administrasi melihat apakah apa yang terjadi itu sesuai dengan apa
yang seharusnya terjadi, jika tidak maka penyesuaian yang perlu
dibuatnya. Kedua, Hadari Nawawi menegaskan bahwa pengawasan
41
dalam administrasi berarti kegiatan menukur tingkat efektivitas kerja
personal dan tingkat efesiensi penggunaan metode dan alat tertentu
dalam usaha mencapai tujuan. Ketiga, Johnson mengemukakan
pengawasan sebagai fungsi sistem yang melakukan penyesuaian
terhadap rencana, mengusahakan agar penyimpangan-penyimpangan
tujuan sistem hanya dalam batas-batas yang dapat ditoleransi. 42 Pengawasan merupakan fungsi dasar yang diarahkan
sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan
penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai.
Melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan
kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah
direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan
tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau
evaluasi mengenai sejauh mana pelaksanaan kerja sudah
dilaksanakan.
Pengawasan dapat dilakukan dengan cara evaluasi. Evaluasi
merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil
implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan
untuk melihat keberhasilannya. Dari evaluasi kemudian akan
tersedia informasi mengenai sejauh mana suatu kegiatan tertentu
telah dicapai sehingga, bisa diketahui bila terdapat selisih antara
standar yang telah ditetapkan dengan hasil yang bisa dicapai.
42
Evaluasi disebut juga pengendalian yang merupakan kegiatan
sistem pelaporan yang serasi dengan struktur pelaporan keseluruhan,
mengembangkan standar perilaku, mengukur hasil berdasarkan
kualitas yang diinginkan dalam kaitannya dengan tujuan, melakukan
tindakan koreksi dan memberikan ganjaran.43 Tujuan pengawasan adalah:
1. Meningkatkan kinerja organisasi secara kontinyu, karen akondisi persaingan usahan yang semakin tinggi menuntut organisasi untuk setiap saat mengawasi kinerjanya;
2. Meningkatkan efisiensi dan keuntungan bagi organisasi dengan menghilangkan pekerjaan yang tidak perlu atau mengurangi penyalahgunaan alata atau bahan;
3. Menilai derajat pencapaian rencana kerja dengan hasil akurat yang dicapai, dan dapat dipakai sebagai dasar pemberian kompensasi bagi seorang pegawai;
4. Mengkoordinasikan beberapa elemen tugas atau program yang dijalankan;
5. Meningkatkan keterkaitan terhadap tujuan organisasi agar tercapai.44
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dalam suatu organisasi
apapun, termasuk lembaga-lembaga pendidikan, proses pengawasan
merupakan sesuatu yang harus ada dan dilaksanakan. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk meneliti dan mengetahui apakah pelaksanaan
tugas-tugas perencanaan semuanya sudah betul-betul dilaksanakan.
Di samping itu juga dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi
penyimpangan, penyalahgunaan, kebocoran, kekurangan dalam
43
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung : Remaja Rosda Karya, 2008, h.34.
44
melaksanakan tugas-tugas dan juga sekaligus dapat mengetahui jika
sekiranya terdapat segi-segi kelemahan.
Dari empat fungsi manajemen yang sudah diuraikan di atas,
peneliti mengambil dua fungsi manajemen sebagai subfokus dalam
penelitian ini, yaitu perencanaan dan pelaksanaan.
3. Manajemen Strategik
Manajemen strategik adalah suatu seni dan ilmu dari pembuatan
(formulation), penerapan (implementing) dan evaluasi (evaluating),
keputusan-keputusan strategis antar fungsi-fungsi yang memungkinkan
sebuah organisasi mencapai tujuan-tujuan masa mendatang.45
Menurut Fred R. David, manajemen strategis adalah seni dan
pengetahuan dalam merumuskan, mengimplementasikan, serta
mengevaluasi keputusan-keputusan lintas fungsional yang memampukan
sebuah organisasi mencapai tujuannya.46
Dari definisi di atas diketahui bahwa manajemen strategik terdiri
dari tiga proses, yaitu pembuatan strategik, penerapan strategik dan
evaluasi strategik yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai
tujuannya.
Manajemen strategik berkaitan dengan upaya memutuskan
persoalan strategi dan perencanaan, dan bagaimana strategi tersebut
dilaksanakan dalam praktek. Manajemen strategik dapat dipandang
45
Agustinus Sri Wahyudi, Manajemen Strategik Pengantar Proses Berpikir Strategik, Pamulang: Binapura Aksara, t.tt., h.31
46
sebagai hal yang mencakup tiga macam elemen utama. Terdapat adanya
analisis strategik dimana penyusun strategi (strategis) yang bersangkutan
berupaya untuk memahami posisi strategik organisasi yang bersangkutan.
Terdapat pula adanya pilihan strategik yang berhubungan dengan
perumusan aneka macam arah tindakan, evaluasi, dan pilihan antara
mereka. Akhirnya terdapat pula implementasi strategi yang berhubungan
dengan merencanakan bagaimana pilihan strategi dapat dilaksanakan.
Dari pembahasan di atas kiranya jelas bahwa pada dasarnya yang
dimaksud dengan strategi bagi manajemen organisasi pada umumnya
ialah rencana berskala besar yang berorientasi jangkauan masa depan
yang jauh serta ditetapkan sedemilkian rupa sehingga memungkinkan
organisasi berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya dalam
kondisi persaingan yang kesemuanya diarahkan pada optimalisasi
pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang bersangkutan.
4. Multikultural
Multikultural adalah keberagaman budaya. H.A.R. Tilaar dalam
Chairol Mahfud menyatakan, multikultural secara etimologi dibentuk
dari kata multi (banyak) kultur (budaya) dan isme (aliran/paham).47 Adapun secara hakiki, kata multikultural itu terkandung pengakuan akan
martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaan
masing-masing yang unik.48 Sedangkan kultur (budaya) itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari empat tema penting yaitu: agama (aliran), ras (etnis),
47
Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, h.75 48
suku, dan budaya.49 Hal ini mengandung arti bahwa pembahasan multikultural mencakup tidak hanya perbedaan budaya saja, melainkan
masuk pula didalamnya kemajemukan agama, ras maupun etnik.
Multikulturalisme merupakan konsep di mana sebuah komunitas
dalam konteks kebangsaan dapat mengakui keberagamaan, perbedaan
dan kemajemukan budaya, baik ras, suku, etnis, dan agama. Sebuah
konsep yang memberikan pemahaman kita bahwa sebuah bangsa yang
plural atau majemuk adalah bangsa yang dipenuhi dengan
budaya-budaya yang beragam atau multikultur. Bangsa yang multikultur adalah
bangsa yang terdiri dari kelompok-kelompok etnik atau budaya yang ada
dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip co-existence yang
ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain.50
Azyumardi Azra, dalam Yaya Suryana dan Rusdiana
mengemukakan multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan
dunia yang kemudian dapat diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan
kebudayaan yang menekankan penerimaan realitas pluralitas agama dan
multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.
Multikulturalisme juga dapat dipahami sebagai pandangan dunia yang
kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik.51
Dengan demikian paradigma multikultural memberi pelajaran
kepada kita untuk memiliki apresiasi dan respek terhadap budaya dan
49
Ain al-Rafiq Dawam, Emoh Seklah, Yogyakarta: Inspeal Ahimsa Karya Press, 2003, h.99-100
50
Nanih Mahendrawati dan Ahmad Syafe‟i, Pengembangan Masyarakat islam : dari Ideologi, Srategi sampai Tradisi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, h. 34
51
agama-agama lain. Atas dasar ini maka penerapan multikulturalisme
menuntut kesadaran dari masing-masing budaya lokal untuk saling
mengakui dan menghormati keanekaragaman identitas budaya yang
dibalut semangat kerukunan dan perdamaian. Diharapkan dengan
kesadaran dan kepekaan terhadap kenyataan kemajemukan, pluralitas
bangsa, baik dalam etnis, agama, budaya hingga orientasi politik, akan
bisa mereduksi berbagai potensi yang dapat memicu konflik sosial di
belakang hari.
a. Agama
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Agama adalah
sistem yang mengatur tata keimanan/kepercayaan dan peribadatan
kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia lainnya. Menurut Harun
Nasution, agama adalah suatu sistem kepercayaan dan tingkah laku
yang berasa dari suatu kekuatan yang ghaib. Menurut Al-Syahrastani,
agama adalah kekuatan dan kepatuhan yang terkadang biasa diartikan
sebagai pembalasan dan perhitungan (amal perbuatan di akhirat).52 Menurut Prof. Dr. Bouquet mendefinisikan agama adalah
hubungan yang tetap antara diri manusia dengan yang bukan manusia
yang bersifat suci dan supernatur, dan yang bersifat berada dengan
sendirinya dan yang mempunyai kekuasaan absolute yang disebut
52
Tuhan.53 Menurut A.M. Saefuddin menyatakan bahwa agama merupakan kebutuhan manusia yang paling esensial yang besifat
universal. Karena itu, agama merupakan kesadaran spiritual yang di
dalamnya ada satu kenyataan di luar kenyataan yang nampak ini, yaitu
bahwa manusia selalu mengharap belas kasihan-Nya, bimbingan-Nya,
serta belaian-Nya, yang secara ontologis tidak bisa diingkari,
walaupun oleh manusia yang mengingkari agama (komunis)
sekalipun. Sutan Takdir Alisyahbana menyebutkan agama adalah
suatu sistem kelakuan dan perhubungan manusia yang pokok pada
perhubungan manusia dengan rahasia kekuasaan dan kegaiban yang
tiada terhingga luasnya, dan dengan demikian member arti kepada
hidupnya dan kepada alam semesta yang mengelilinginya. Menurut
Sidi Gazalba menyatakan bahwa religi (agama) adalah kecendrungan
rohani manusia, yang berhubungan dengan alam semesta, nilai yang
meliputi segalanya, makna yang terakhir, hakekat dari semuanya itu.54 Dari pendapat di atas, kalau diteliti lebih mendalam memiliki
titik persamaan. Semua menyakini bahwa agama merupakan
Kebutuhan manusia yang paling esensial, dan adanya kesadaran di
luar dan dalam diri, bahwa ada sesuatu yang dapat membimbing,
mengarahkan, dan mengasihi di luar jangkauannya.
Agama berfungsi sebagai pedoman hidup bagi individu
maupun kelompok yang mengatur tata cara hubungan manusia dengan
53
Abu Ahmadi, Sejarah Agama. Solo : CV. Ramadhani, 1984, h.14 54
Tuhan dan manusia dengan manusia, sekaligus memberikan identitas
kepada manusia sebagai umat dari suatu agama. Oleh karena itu
agama terdiri dari beberapa unsur pokok, yaitu 1) Kepercayaan agama,
yakni suatu prinsip yang dianggap benar tanpa ada keraguan lagi; 2)
Simbol agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya; 3) Praktik
keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan-Nya,
dan hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama sesuai
dengan ajaran agama; 4) Pengalaman keagamaan, yakni berbagai
bentuk pengalaman keagamaan yang dialami oleh penganut-penganut
secara pribadi; dan 5) Umat beragama, yakni penganut masing-masing
agama.55 b. Ras (Etnis)
Etnis adalah penggolongan manusia berdasarkan kepercayaan,
nilai, kebiasaan, adat istiadat, normabahasa, sejarah, geografis, dan
hubungan kekerabatan56 Menurut Frederich Barth (1988) istilah etnik menunjuk pada suatu kelompok tertentu yang karena kesamaan ras,
agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut
terikat pada sistem nilai budayanya.
Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan istilah etnik berarti
kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang
mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat,
agama, bahasa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok
55
ibid 56
etnik memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa (baik
yang digunakan ataupun tidak), sistem nilai, serta adat-istiadat dan
tradisi.57
Pada awalnya istilah etnik hanya digunakan untuk suku-suku
tertentu yang dianggap bukan asli Indonesia, namun telah lama
bermukim dan berbaur dalam masyarakat, serta tetap mempertahankan
identitas mereka melalui cara-cara khas mereka yang dikerjakan, dan
atau karena secara fisik mereka benar-benar khas. Misalnya etnik
Cina, etnik Arab, dan etnik Tamil-India. Perkembangan belakangan,
istilah etnik juga dipakai sebagai sinonim dari kata suku pada
suku-suku yang dianggap asli Indonesia. Misalnya etnik Bugis, etnik
Minang, etnik Dairi-Pakpak, etnik Dani, etnik Sasak, dan ratusan etnik
lainnya. Malahan akhir-akhir ini istilah suku mulai ditinggalkan
karena berasosiasi dengan keprimitifan (suku dalam bahasa inggris
diterjemahkan sebagai „tribe’), sedangkan istilah etnik dirasa lebih
netral. Istilah etnik sendiri merujuk pada pengertian kelompok
orang-orang, sementara etnis merujuk pada orang-orang dalam kelompok.
Keduanya akan digunakan secara bergantian tergantung konteksnya.
Kelompok etnik, etnis atau suku bangsa adalah suatu golongan
manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya
dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang
dianggap sama. Identitas suku ditandai oleh pengakuan dari orang lain
57
akan ciri khas kelompok tersebut seperti kesamaan budaya, bahasa,
agama, perilaku, dan ciri-ciri biologis.58
Kelompok etnik adalah kelompok orang-orang sebagai suatu
populasi yang :
1) Dalam populasi kelompok mereka mampu melestarikan kelangsungan kelompok dengan berkembang biak.
2) Mempunyai nila-nilai budaya yang sama, dan sadar akan rasa kebersamaannya dalam suatu bentuk budaya.
3) Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri.
4) Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.
Definisi etnik diatas menjelaskan pembatasan-pembatasan
kelompok etnik yang didasarkan pada populasi tersendiri, terpisah dari
kelompok lain, dan menempati lingkungan geografis tersendiri yang
berbeda dengan kelompok lain. Seperti misalnya, etnik Minang
menempati wilayah geografis pulau Sumatera bagian barat yang
menjadi wilayah provinsi Sumatera Barat saat ini dan beberapa daerah
pengaruh di provinsi sekitar. Lalu etnik Sunda menempati wilayah
pulau jawa bagian barat. Dan etnik Madura menempati pulau madura
sebagai wilayah geografis asal.59
58
https://id.wikipedia.org/wiki/Kelompok_etnik, online 15 September 2016 59
c. Budaya
Taylor dalam Yaya Suryana dan A. Rusdiana mendefenisikan
kebudayaan sebagai segala sesuatu yang termasuk pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan lain
yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.60
Budaya menurut Kroeber dan Kluckhohn adalah manifestasi
atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya. Dan
menurut Ki Hajar Dewantara, kebudayaan berarti buah budi manusia
yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh
kuat, yaitu alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan
bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan
kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan
damai.61
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kebudayaan adalah keseluruhan gagasan, hasil karya manusia, dan
kebiasaan yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat
yang diperoleh setelah proses belajar.
5. Pendidikan Multikultural
Menurut Andersen dan Cus her berpendapat bahwa pendidikan
multikultural diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman
60
Yaya Suryana dan Rusdiana, Pendidikan Multikultural … h.86 61
kebudayaan.62 Sedangkan Hernandez, mengartikan pendidikan multikultural sebagai perspektif yang mengakui realitas sosial, politik,
dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam
pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur, dan
merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas,
agama, status sosial, ekonomi, dan pengecualian-pengecualian dalam
proses pendidikan.63
James Banks mendefinisikan pendidikan multikultural adalah
merupakan suatu rangkaian kepercayaan (set of beliefs) dan penjelasan
yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis
dalam bentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi,
kesempatan pendidikan dari individu, kelompok, ataupun Negara.64 Ia mendefinisikan pendidikan multikultural adalah ide, gerakan,
pembaharuan pendidikan, dan proses pendidikan yang tujuan utamanya
adalah untuk mengubah struktur lembaga pendidikan agar siswa laki-laki
dan perempuan, siswa berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan
anggota dari kelompok ras, etnis, dan kultur yang bermacam-macam
memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi akademik di
sekolah.
Memperjelas pendapat para ahli, kita kemukakan sebagai berikut:
a) Sunarto menjelaskan bahwa pendidikan multikultural biasa diartikan sebagai pendidikan keragaman budaya dalam masyarakat, dan
62
Yaya Suryana dan Rusdiana, Pendidikan Multikultural : Suatu Upaya Penguatan Jati Diri Bangsa Konsep, Prinsip dan Implementasi, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2015, h.196
63
Chairul Mahfud, Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014, h.176 64
terkadang juga diartikan sebagai pendidikan untuk membina sikap siswa agar menghargai keragaman budaya masyarakat.
b) Menurut Gorski dan Covert, sebagian orang membahas pendidikan multikultural sebagai sebuah perubahan dalam kurikulum, mungkin sesederhana menambah materi dan perspektif baru dan berbeda untuk menjadi lebih inklusif atas kelompok yang secara tradisional kurang direpresentasikan.
c) Dengan cara yang lebih terang, Banks dan Banks mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai bidang kajian dan disiplin yang muncul yang tujuan utamanya adalah menciptakan kesempatan pendidikan yang setara bagi peserta didik dari ras, etnik, kelas sosial, dan kelompok budaya yang berbeda.
d) Gagasan pendidikan multikultural di Indonesia sendiri, sebagaimana digagas oleh Tilaar adalah pendidikan untuk meningkatkan penghargaan terhadap keragaman etnik dan budaya masyarakat. e) Sementara Semiawan memiliki perspektif tersendiri tentang
pendidikan multikultural, yakni bahwa seluruh kelompok dan budaya masyarakat Indonesia memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas, dan mereka memiliki hak yang sama untuk mencapai prestasi yang baik di bangsa ini.65
Berdasarkan pendapat di atas definisi pendidikan multikultural
yang para pakar pendidikan kemukakan, bahwa kenyataan bangsa
Indonesia terdiri dari banyak etnik, agama, ras dan bahasa. Indonesia
memiliki falsafah berbeda suku, etnik, bahasa dan budaya, tetapi
memiliki satu tujuan, yakni terwujudnya bangsa Indonesia yang kuat,
dihargai oleh bangsa lain, sehingga tercapai cita-cita ideal dari pendiri
bangsa sebagai bangsa yang maju, adil, makmur dan sejahtera.
6. Konsep Pendidikan Multikultural
Pendidikan merupakan kebutuhan paling esensial bagi setiap
manusia, negara, ataupun pemerintah pada era reformasi ini. Pendidikan
harus selalu ditumbuhkembangkan secara sistematis oleh para pengambil
65
kebijakan yang berwenang di negara ini. Pendidikan tidak dapat
dipisahkan dari perubahan social dan kehidupan manusia dalam
kaitannya dengan masalah kebudayaan. Oleh sebab itu, pendidikan dalam
multikultural merupakan realitas sosial yang akan dihadapi oleh dunia
pendidikan.
Pendidikan multikultural terdapat dalam beberapa pasal
Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, antara lain:
“…. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Tang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demikratis serta bertanggung jawab.”66
Lebih lanjut, dalam pasal 4 diuraikan bahwa : (1) Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultur dan kemajemukan bangsa; (2) Pendididkan
diseleggarakan sebagai suatu kesatuan yang sistemik dengan system
terbuka dan multimakna.67
Kedua ayat dalam pasal 4 tersebut menyiratkan tentang
pentingnya pendidikan multikultural dalam rangka mendukung proses
demokrasi dan dalam rangka terciptanya integrasi nasional.
Konsep dasar pendidikan multikultural merupakan proses yang
tujuan utamanya adalah mengubah struktur sosial masyarakat melalui
66
UU No.20 tahun 2003, pasal 3 67
pengubahan kultur sekolah yang diisi oleh beragam etnis maupun kelas
sosial. Secara operasional, pendidikan multikultural pada dasarnya adalah
program pendidikan yang menyediakan sumber belajar yang jamak bagi
pembelajar dan yang sesuai dengan kebutuhan akademis ataupun sosial
anak didik.68
Integrasi isi berkenaan dengan upaya-upaya guru untuk
memasukkan informasi keetnisan dalam pembelajaran, seperti
memberikan contoh saling menghargai maupun informasi dari berbagai
kebudayaan ras atau etnis sebagai ilustrasi dalam menjelaskan
konsep-konsep kunci dari materi yang di ajarkan.
James Bank mengungkapkan bahwa pendidikan multikultural
memiliki 5 dimensi yang saling berkaitan di antaranya adalah sebagai
berikut :
a. Content integrations, adalah mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan teori dalam mata pelajaran/disiplin ilmu
b. The Knowladge Construction Process, adalah membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran (disiplin)
c. An Equity Paedagogy, adalah menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam, baik dari segi ras, budaya, maupun social
d. Trainning participation, adalah melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olah raga, berinteraksi dengan seluruh staf dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam rangka upaya menciptakan budaya akademik.
e. Prejudice Reduction, adalah mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menemtukan metode pengajaran mereka.69
68
Yaya Suryana dan Rusdiana, Pendidikan Multikultural ... h. 198 69
Pendapat lain menyebutkan :
Secara generik, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi siswa/mahasiswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas social dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua peserta didik agar memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokratik-pluralistik, serta diperlukan untuk berinteraksi, negoisasi dan komunikasi dengan warga kelompok lain agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.70
Berdasarkan konsep di atas, dapat dipahami bahwa terdapat 5
konsep pendidikan multikultural, 1) Integrasikan berbagai budaya dan
kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan
teori dalam mata pelajaran/disiplin ilmu, 2) membawa implikasi budaya
dalam mata pelajaran, 3) menyesuaikan metode pengajaran dengan cara
belajar siswa, 4) melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan
olah raga, berinteraksi dengan seluruh staf dan siswa yang berbeda etnis
dan ras dalam rangka upaya menciptakan budaya akademik, dan 5)
identifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran
mereka. Dari konsep ini dapat dijadikan acuan seorang pendidik dapat
menanamkan pendidikan multikultural dalam proses pembelajaran.
7. Pendekatan dan Implementasi Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural di setiap negara berbeda-beda sesuai
dengan permasalahan yang dihadapi setiap Negara. Banks dalam Yaya
70
Suryana dan Rusdiana mengemukakan empat pendekatan yang
mengintegrasikan materi pendidikan multicultural ke dalam kurikulum
atau pembelajaran di sekolah yang jika dicermati sangat relevan untuk
diimplementasikan di Indonesia. Pendekatan tersebut adalah :
a. Pendekatan Kontribusi (The Contributions Approach)
Level ini yang paling sering dilakukan dan paling luas digunakan dalam fase pertama dari gerakan kebangkitan etnis.cirinya adalah dengan memasukkan pahlawan/pahlawan dari suku bangsa/etnis dan benda-benda budaya ke dalam pelajaran yang sesuai. Hal inilah yang selama ini telah dilakukan di Indonesia.
b. Pendekatan Aditif (Aditif Approach)
Pada tahap ini dilakukan penambahan materi, konsep, tema, perspektif terhadap kurikulum tanpa mengubah struktur, tujuan, dan karakteristik dasarnya. Pendekatan aditif ini sering dilengkapi dengan buku, modul, atau bidang bahasan terhadap kurikulum tanpa mengubah secara subtantif. Pendekatan aditif merupakan fase awal dalam melaksanakan pendidikan multikultural karena belum menyentuh kurikulum utama.ini menitikberatkan kepada otentisitas dan tradisi yang berkembang.
c. Pendekatan Transformasi (The Transformation Approach) Pedekatan transformasi berbeda secara mendasar dengan pendekatan secara kontribusi dan aditif. Pendekatan transformasi mengubah asumsi dasar kurikulum dan menumbuhkan kompetensi dasar siswa dalam melihat konsep, isu, tema, dan problem dari beberapa perspektif dan sudut pandang etnis. Perspektif berpusat pada aliran utama yang mungkin dipaparkan dalam materi pelajaran. Siswa boleh melihat dari perspektif yang lain.
d. Pendekatan Aksi Sosial (The Social Action Approach)
Pendekatan aksi sosial mencakup semua elemen dari pendekatan transformasi, tetapi menambah komponen yang mempersyaratkan siswa membuat aksi yang berkaitan dengan konsep,isu,atau masalah yang dipelajari dalam unit.71
71
Empat pendekatan tersebut dapat dilakukan untuk
mengintegrasikan materi multikultural ke dalam kurikulum dan dapat
dipadukan pada situasi pengajaran aktual dalam semua mata pelajaran.
Pada siswa TK dan SD kelas bawah (kelas I, II, III) implementasi
pendidikan multikultural dapat dilakukan dengan pendekatan kontribusi,
antara lain dengan cara:
a. Memperkenalkan beragambentuk rumah dan baju adat etnis yang berbeda;
b. Mengajak siswauntuk mencicipi makanan yang berbeda dari berbagai daerah secarabergantian;
c. Mendengarkan lagu-lagu daerah lain;
d. Menunjukkan cara berpakaian yang berbeda, baik dari suku bangsa maupun dari negara lain;
e. Memperkenalkan tokoh-tokoh pejuang dari berbagai daerah dalam dan luar negeri;
f. Menunjukkan tempat dan cara beribadah yang berbeda;
g. Meminta siswa yang berbeda etnis untuk menceritakan tentang upacara perkawinan di keluarga luasnya.
h. Memperkenalkan beberapa kosa kata penting dari suku bangsa atau negara (ras) lain. Misalnya, matur nuwun (Jawa), muliate (Batak), thank you (Inggris), Kamsia (Cina), dan sebagainya. i. Memperkenalkan panggilan untuk laki-lakidan perempuan.
Misalnya, Upik (Minangkabau), ujang (Sunda), koko (Cina), dan sebagainya.72
Substansi pendidikan multikultural pada tahap ini adalah
menanamkan pada siswa manusia yang hidup disekitarnya, ditempat lain,
dan didunia ini sangat beragam. Sebenarnya semua nilainya sama.
Sama-sama rumah, makanan, lagu, pakaian, tokoh, ibadah, perkawinan, maksud
kata, dan sebagainya.
Berdasarkan tingkatan usia, siswa akan memahami dan mulai
mengerti bahwa ada cara yang berbeda tetapi maksud dan nilainya sama
72
sehingga dapat belajar untuk menerima perbedaan dengan proses rasa
yang menyenangkan melalui pendidikan multikultural yang diterimanya
di lembaga yayasan ini dengan menyenangkan, akhirnya siswa akan
merasa berbeda itu bukanlah masalah melainkan anugerah.
Isi dari pendidikan multikultural harus diimplementasikan berupa
tindakan tindakan, baik di sekolah, lembaga pendidikan formal maupun
non formal, maupun di masyarakat. Salah satu upaya untuk membangun
kesadaran dan pemahaman generasi yang akan datang adalah dengan
penerapan pendidikan multikultural. Hal ini dikarenakan pendidikan
multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus,
dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di
tengah-tengah masyarakat beragam.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, toluk ukur implementasi
pendidikan multikultural adalah dengan adanya tindakan-tindakanya
nyata tentang toleransi, sikap menghargai perbedaan-perbedaan budaya,
HAM, sosial, tulus. Selain itu, yang lebih penting para tenaga pendidik
yang memberikan pendidikan multi budaya harus menjadi teladan dan
memiliki keyakinan bahwa; perbedaan budaya memiliki kekuatan dan
nilai, lembaga pendidikan harus menjadi teladan untuk ekspresi hak-hak
manusia dan penghargaan untuk perbedaan budaya dan kelompok,
keadilan dan kesetaraan sosial harus menjadi kepentingan utama dalam
kurikulum, sekolah dapat menyediakan pengetahuan, keterampilan, dan
berbagai latar belakang, sekolah bersama keluarga dan komunitas dapat
menciptakan lingkungan yang mendukung multi budaya.
8. Pendidikan Berbasis Multikultural
Sejak kemunculan sebagai disiplin ilmu pada abad ke 1960-an
dan 1970-an, pendidikan berbasis multikultural atau Multicultural Based
Education (MBE) telah didefinisikan dari banyak cara dan dari berbagai
macam perspektif. Dalam terminologi ilmu-ilmu pendidikan dikenal
istilah yang hampir sama dengan MBE yaitu pendidikan multikultural.
Hernandes dalam Choirul Mahfud mengembangkan sebuah
definisi operasional MBE adalah sebuah kegiatan pendidikan yang
bersifat empowering, yaitu sebuah visi tentang pendidikan yang
selayaknya dan seharusnya bisa untuk semua anak didik. Definisi ini
menekankan esensi MBE sebagai perspektip yang mengakui realitas
politik, social, dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu
dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur.
Dan juga bermaksud merefleksikan pentingnya budaya, ras, gender,
etnis, agama, status sosial, ekonomi dan pengecualian-pengecualian
dalam proses pendidikan.73
Berkaitan dengan anak didik, MBE menyoal tentang etnisitas,
gender, kelas, bahasa, agama dan pengecualian-pengecualian yang
memengaruhi, membentuk, dan memola tiap-tiap individu sebagai
makhluk budaya. MBE adalah hasil perkembangan seutuhnya dari
73
interaksi unik masing-masing individu yang memiliki kecerdasan,
kemampuan, dan bakat. MBE mempersiapkan anak didik bagi
kewarganegaraan dalam komunitas budaya dan bahasa yang majemuk
dan saling terkait.
MBE membahas tentang penggambaran realitas budaya, politik,
sosial, dan ekonomi yang kompleks, yang secara luas dan sistematis
mempengaruhi segala sesuatu yang terjadi di dalam sekolah dan di luar
ruangan. Ia menyangkut seluruh aset pendidikan yang termanifestasikan
melalui konteks dan proses. MBE menegaskan dan memperluas kembali
praktek yang perlu dicontoh, dan berupaya memperbaiki kesempatan
pendidikan optimal yang tertolak. Ia memperbincangkan sekitar
penciptaan lembaga-lembaga pendidikan yang menyediakan lingkungan
pembelajaran yang dinamis, yang mencerminkan cita-cita persamaan
kesetaraan dan keunggulan.74
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian tesis sebelumnya yang meneliti tentang Manajemen
Pendidikan Multikultral:
1. Tesis Hariyanto, dengan judul : Pendidikan Multikultural pada anak usia
dini di TK harapan Bangsa Condong Catur, Depok Sleman Yogyakarta,
tahun 2011, Yogyakarta. Permasalahan yang menjadi fokos kajiannya
bagaimana penyelenggaraan pendidikan multikultural pada anak usia dini
dan bagaimana dampak penyelenggaraan pendidikan multicultural
74