• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Manajemen pendidikan berbasis multikultural di Yayasan Bina Insan Nusantara Barito Kabupaten Barito Selatan - Digital Library IAIN Palangka Raya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Manajemen pendidikan berbasis multikultural di Yayasan Bina Insan Nusantara Barito Kabupaten Barito Selatan - Digital Library IAIN Palangka Raya"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah bangsa yang majemuk, bahkan Indonesia adalah

salah satu Negara multikultural terbesar di dunia. Multikulturalitas bangsa

Indonesia ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perbedaan vertikal dan

perbedaan horizontal. Perbedaan vertikal ditandai dengan realitas adanya

pelapisan sosial atas bawah dalam struktur kemasyarakatan sebagai akibat

perbedaan masing-masing individu di bidang politik, ekonomi, sosial dan

pendidikan. Sedangkan perbedaan horizontal adalah perbedaan masyarakat

berdasarkan kesatuan sosial, budaya, suku, ras, bahasa, adat istiadat, dan

agama.

Multikulturalitas bangsa Indonesia ini bisa diibaratkan pisau bermata

ganda. Di satu sisi bisa menjadi potensi yang berharga dalam membangun

peradaban bangsa, di sisi lain apabila tidak dapat dikelola dengan baik,

multikulturalitas tersebut akan memunculkan konflik yang mampu

menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara bahkan

disintegrasi bangsa. Perbedaan-perbedaan tersebut akan menjadi beban atau

kekayaan tergantung bagaimana cara mengolahnya.1

Perbedaan atau keragaman adalah sunatullah, baik perbedaan suku,

agama, budaya maupun perbedaan pola berfikir. Sebagaimana firman Allah

dalam Al Quran dalam Surah Al Maidah ayat 48:

1

(2)

….

Artinya : ...Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.3

Ayat ini sejalan dengan faham multikultural, yang dinyatakan tentang

adanya masyarakat yang terdiri dari berbagai macam komunitas yang

memiliki keragaman suku, agama, dan budaya.

Keragaman dan perbedaan itu ditekankan perlunya masing-masing

berlomba menuju kebaikan. Dalam perbuatan kebaikan tersebut menyangkut

hak azasi manusia dan hubungan sesama manusia termasuk dalam hal

pendidikan. Pendidikan yang dapat diakses, dinikmati dan dienyam oleh

seluruh lapisan masyarakat yang beragam/multikultural.

Implementasi layanan pendidikan berbasis multikultural tersebut

sesuai Undang-Undang Dasar RI tahun 1945, pasal Pasal 31 (1) Setiap warga

(3)

negara berhak mendapatkan pendidikan.4 Selanjutnya dalam Undang-Undang Sisdiknas No: 20 Tahun 2003 bab V pasal 12, ayat (1) a: “Setiap

peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan

agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang

seagama.5

Substansi baik ayat Al Qur‟an maupun amanat Undang-undang di atas

relevan dengan konsep pendidikan multikultural. Menurut Kasinyo Harto

mengutip pendapat dari Amir Rusdi bahwa pendidikan multikultural dapat

dimaknai sebagai usaha-usaha edukatif yang diarahkan untuk dapat

menanamkan nilai-nilai kebersamaan kepada peserta didik dalam lingkungan

yang berbeda ras, etnis, agama, budaya, nilai-nilai, dan ideologi sehingga

memiliki kemampuan untuk hidup bersama dalam perbedaan dan memiliki

kesadaran untuk hidup berdampingan secara damai agar kehidupan di dunia

menjadi tentram dan sejahtera.6

Menurut Tilaar, salah satu upaya dalam membangun kesadaran dan

pemahaman generasi masa depan akan pentingnya sikap menjunjung tinggi

nilai-nilai keadilan, demokrasi, kemanusiaan dan pluralisme masyarakat

yang memiliki latar belakang kultural yang majemuk adalah penerapan

pendidikan multikultural.7

4

Perubahan Keempat UUD NRI Tahun 1945, http://www.mpr.go.id/pages/produkmpr/uud-nri-tahun-1945/ perubahan-keempat-uud-nri-ta-hun-1945, Online 28 September 2016.

5

Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan PP RI nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar, Bandung: Citra Umbara, 2008, h.9.

6

Kasinyo Harto, Model Pengembangan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2012, h. 29

7

(4)

Melalui pendidikan multikultural diharapkan peserta didik, selain

memiliki pengetahuan dalam bidangnya masing-masing, sekaligus juga

mempunyai dan mempraktikan nilai-nilai toleransi, demokrasi, humanism dan

keadilan. Dengan diterapkannya konsep dan strategi pendidikan multikultural

diharapkan segala bentuk diskriminasi, kekerasan dan ketidakadilan yang

disebabkan kemajemukan kultur dapat diminimalkan bahkan dihilangkan.

Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan

multikultural dalam struktur sekolah dan perguruan tinggi adalah tidak

adanya kebijakan yang menghambat toleransi termasuk tidak adanya

penghinaan terhadap ras, etnis dan jenis kelamin.8

Kabupaten Barito Selatan diketahui berdasarkan data Badan Pusat

Statistik Sensus Penduduk 2014 diperoleh data penduduk yang beragama,

Islam berjumlah 97.742, Kristen berjumlah 23.635, Katolik berjumlah 9.045,

Hindu berjumlah 5.282, Budha berjumlah 216, lainnya berjumlah 333.9 Berdasarkan data statistik tersebut, Barito Selatan merupakan kota yang

heterogen dengan masyarakat yang multikultural, sehingga Barito Selatan

menjadi kota yang rawan konflik karena adanya perbedaan suku, budaya dan

agama.

Agar tercipta keharmonisan dalam keberagaman dan meminimalisir

segala potensi konflik yang muncul, Yayasan Bina Insan Nusantara Barito

Selatan berupaya mengelola dan memberikan layanan pendidikan berbasis

multikultural kepada masyarakat Barito Selatan.

8

M. Ali Sibram Malisi, M.Ag, Pendidikan Multikultural, PT. Pustaka Firdaus, Jakarta: 2007, h. 27

9

(5)

Dilihat dari nama yayasan, Bina Insan Nusantara sudah memberi

nuansa keberagaman yang mencerminkan multikultural. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bina-membina berarti membangun,

mendirikan; insan berarti manusia; dan nusantara berarti antar pulau di

seluruh Indonesia. Yayasan Bina Insan Nusantara dapat diartikan sebuah

lembaga yang membangun manusia dari berbagai latar belakang yang ada di

Indonesia mulai dari suku, agama, sosial, budaya, dan bahasa. Yayasan ini

berupaya mengelola dan memberikan pendidikan berbasis multikultural

kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan yang dimiliki.

Lembaga pendidikan di bawah naungan yayasan tersebut adalah:

1. PAUD Play Group Buntok English Kids (BEK)

2. TK Bina Nusantara

3. LKP Intensive English Course (Lembaga Kursus Bahasa Inggris)

4. LKP Smart Computer (Lembaga Pendidikan Komputer)

5. PKBM-Bina Citra Persada

6. LPK Bina Insan Nusantara

Kepala Tata Usaha Yayasan Bina Insan Nusantara Anis, menyatakan

bahwa PAUD Play Group BEK dan TK Bina Nusantara sebagai dua diantara

lembaga binaan yayasan tersebut memiliki 216 siswa yang terdiri dari 131

siswa beragama Islam, 48 siswa beragama Kristen, dan 37 siswa beragama

Katolik.10 Bahkan Anis sendiri menyatakan bahwa pada tahun 2009 pernah siswa bersekolah beragama Hindu dan Budha, jadi pihak yayasan

10

(6)

mendatangkan guru agama Hindu dan Budha khusus mengajar pendidikan

agama. Hal ini menunjukkan yayasan mengakomodir pendidikan agama

dengan tenaga pengajar guru yang seagama, dan uniknya pendidikan agama

pada PAUD Play Group dan TK diberikan setiap hari secara terpisah di luar

dari hari khusus jadwal pendidikan agama berdasarkan agama

masing-masing, misalnya berdoa sebelum dan sesudah belajar anak-anak

dikelompokkan berdasarkan agama masing-masing, diberikan kebebasan

kepada guru dan siswa untuk menunjukkan identitas agama masing-masing,

serta juga merayakan hari besar keagamaan di lingkungan sekolah.

Hal ini senada dengan yang disampaikan Isnah Cholisoh, M.Pd selaku

ketua yayasan, “saya ingin memperkuat agama masing-masing anak tidak

hanya Islam, walaupun sekolah umum tapi pendidikan agama sangat kuat

mengingat anak usia dini adalah aset berharga bunda dan negara”. Menurut

Isna, bahwa siswa yang menuntut ilmu di lembaga pendidikan ini terdiri dari

berbagai latar belakang ekonomi, suku, agama, dan budaya. Sehingga

yayasan berusaha agar setiap kebijakan yang dihasilkan tidak bertentangan

dengan agama, budaya dan sosiokultur masyarakat setempat.11

Isna menambahkan, bahwa lembaga pendidikan yang didirikannya

mencoba mengakomodasi seluruh lapisan masyarakat dengan berbagai latar

belakang agar tercipta keharmonisan dalam keberagaman dikalangan

masyarakat Barito Selatan, sehingga pola manajemen pendidikan yang

dilakukan mampu diterima oleh semua pihak. Bahkan dalam penerimaan

11

(7)

siswa baru, yayasan tidak membedakan suku, agama, ras dan latar belakang

ekonomi sosial, ekonomi dan budaya anak.

Hal ini juga diperjelas oleh seorang guru Faizah Yuniati, yang

mengatakan bahwa pendidikan berbasis multikultural yang ada di sekolah

tersebut diselipkan pada waktu pembelajaran dan dalam proses rekruitmen

siswa baru. Dalam proses pembelajaran berlangsung siswa diajarkan untuk

saling menghargai orang lain dan menghargai orang yang ada di lingkungan

sekitar, menerima dan menghormati perbedaan.12

Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Manajemen Pendidikan Berbasis Multikultural di

Yayasan Bina Insan Nusantara Barito Kabupaten Barito Selatan.

B. Fokus dan Subfokus Penelitian

Fokus penelitian ini pada manajemen pendidikan berbasis multikulturl

di yayasan Bina Insan Nusantara kabupaten Barito Selatan. Sedangkan

Subfokusnya adalah lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Play Group BEK

dan TK Bina Nusantara.

C. Rumusan Masalah atau Pertanyaan Penelitian

Berkenaan dengan manajemen pendidikan berbasis multikultural di

yayasan Bina Insan Nusantara Barito kabupaten Barito Selatan yang penulis

teliti, maka penelitian ini akan memfokuskan pada dua hal mendasar yang

berkenaan dengan manajemen pendidikan berbasis multikultural yaitu :

perencanaan dan pelaksanaan pendidikan berbasis multikultural.

12

(8)

Agar terarah maka penelitian ini berfokus pada hal-hal berikut :

1. Bagaimana perencanaan pendidikan berbasis multikultural di Yayasan

Bina Insan Nusantara Barito Kabupaten Barito Selatan?

2. Bagaimana pelaksanaan pendidikan berbasis multikultural di Yayasan

Bina Insan Nusantara Barito Kabupaten Barito Selatan?

D. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan dan menguraikan perencanaan pendidikan

berbasis multikultural di Yayasan Bina Insan Nusantara Barito

Kabupaten Barito Selatan.

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa pelaksanaan pendidikan

berbasis multikultural di Yayasan Bina Insan Nusantara Barito

Kabupaten Barito Selatan.

E. Kegunaan Penelitian

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menemukan

konsep-konsep manajemen pendidikan multikultural, khususnya pada Pendidikan

Anak Usia Dini Play Group BEK dan TK Bina Nusantara dalam rangka

memperkaya disiplin ilmu manajemen pendidikan sebagai sebuah disiplin

ilmu.

Secara praktis penelitian ini diharapkan :

1. Dapat meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan yayasan Bina

(9)

2. Sebagai bahan penelitian, guna pengembangan lebih lanjut terhadap dunia

pendidikan khususnya pada lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Play

Group BEK dan TK Bina Nusantara.

3. Bagi pengelola lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Play Group BEK dan

TK Bina Nusantara di kabupaten Barito Selatan mendapatkan masukan

(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Konseptual Fokus dan Subfokus Penelitian

1. Pengertian Manajemen

Manajemen secara etimologis berasal dari kata “managio” berarti

kepengurusan, atau “manage” atau “managiare” yang berarti melatih

dalam mengatur langkah-langkah.13

Sahertian menyebutkan manajemen terkandung dua kegiatan,

yaitu fikir (mind) dan kegiatan tindak (action). Kedua kegiatan ini

tampak dalam fungsi-fungsinya seperti perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan dan penilaian.14

Menurut Nanang Fattah, manajemen merupakan proses

merencana, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan upaya

organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara

efektif dan efisien.15

Stoner menyatakan manajemen adalah proses perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha anggota

organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Pendapat Mourell, dkk menyebutkan “management is the process of

efficeintly getting activities completed with and through other people”.16

13

Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam, Malang,UIN Maliki Press, 2010, h. 48.

14

Husnul Yaqin, Administrasi dan Manajamen Pendidikan, Banjarmasin : IAIN Antasari press Banjar-masin, 2011, h.3.

15

Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: 2004, Rosdakarya, h.1. 16

(11)

Kathryn M. Brtol dan David C. Martin dalam Wukir

mendefinisikan manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan-tujuan

organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu

merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing), memimpin

(leading), dan mengendalikan (controlling).17

Senada dengan hal di atas, Henri Fayol menyatakan manajemen

atau pengelolaan adalah untuk merencanakan dan memprediksi, untuk

mengkoordinasikan dan mengontrol. Keitner mengemukakan bahwa

manajemen merupakan proses pemecahan masalah dalam mencapai

tujuan organisasi secara efektif melalui penggunaan sumber daya yang

mungkin langka secara efisien dalam lingkungan yang berubah.

Sementara Brech mendefinisikan manajemen sebagai proses social yang

terdiri dari perencanaan, pengendalian, pengkoordinasian, dan motivasi.18 Adapun menurut Ramayulis dalam Saefullah dalam buku

Manajemen Pendidikan Islam yang mengkaitkan kata manajemen dengan

ayat al-Quran. Kata manajemen memiliki kesamaan arti dengan kata

at-tadbir (pengaturan).19 Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara

(mengatur) yang terdapat dalam firman Allah SWT dalam QS. As-Sajdah

berikut:

Wukir, Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi Sekolah,Yogyakarta: Multi Presindo, 2013, h.11

18

Ibid, h.12 19

(12)















20

Artinya: “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian

(urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya

adalah seribu tahun menurut perhitungan” 21

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT yang mengatur alam

(manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah

SWT dalam mengelola alam ini, karena manusia yang diciptakan Allah

SWT telah dijadikan sebagai khalifah di muka bumi, maka dia harus

mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah

mengatur alam raya ini.

Manajemen merupakan aktivitas dalam suatu organisasi melalui

kerjasama para anggota dengan menggunakan segala sumber yang

diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan secara efektif

dan efisien.

Dari berbagai definisi di atas, dapat dipahami bahwa manajemen

adalah suatu proses atau fungsi-fungsi yang harus dijalankan dalam suatu

kelompok tertentu secara efektif dan efisien sehingga mencapai hasil atau

tujuan yang ditetapkan.

2. Fungsi Manajemen

Fungsi manajemen menurut berbagai ahli manajemen

berbeda-beda. Hal ini disebabkan latar belakang mereka, pendekatan yang

20

QS. As Sajadah [32]:5 21

(13)

dilakukan tidak sama. Konsep Louis A. Allen, fungsi manajemen

meliputi planning (perencanaan) organizing (pengorganisasian),

coordination (koordinasi), motivating (motivasi), dan controlling

(pengawasan). Konsep Koontz, Harol dan Cyril O. Donnell fungsi

tersebut meliputi planning, organizing, staffing, directing dan

controlling. Konsep Hendry Fayol, menyebutkan bahwa fungsi

manajemen tersebut adalah planning, organizing, command,

coordinating dan control.22

Menurut G. R. Terry terdapat empat fungsi manajemen, yaitu :

a. Planning (perencanaan)

b. Organizing (pengorganisasian) c. Actuating (pelaksanaan) d. Controlling (pengendalian)23

Sedangkan Luther Gullick mengemukakan tujuh fungsi

manajemen, yaitu :

a. Planning (perencanaan)

b. Organizing (pengorganisasian) c. Staffing (penentuan staf) d. Directing (pengarahan)

e. Coordinating (pengkoordinasian) f. Reporting (pelaporan)

g. Budgeting (penganggaran)24

Dari berbagai pendapat di atas, diketahui bahwa fungsi

manajemen meliputi perencanaan (planning), pegorganisasian,

(organizing), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan (controlling).

22

Husnul Yaqin, Administrasi dan Manajamen Pendidikan, Banjarmasin : IAIN Antasari Press Banjarmasin, 2011, h. 8

23

Wukir, Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Organisasi Sekolah, Yogyakarta: Multi Presindo, 2013, h.23

24

(14)

a. Perencanaan

Perencanaan menurut Mulyono adalah proses kegiatan

nasional dan sistematik dalam menetapkan keputusan, kegiatan atau

langka-langkah yang akan dilaksanakan di kemudian hari dalam

rangka usaha mencapai tujuan secara efektif dan efisien.25

Malayu S.P Hasibuan mengatakan bahwa analisis pekerjaan

adalah menganalisis dan mendesain pekerjaan apa saja yang harus

dikerjakan, bagaimana mengerjakannya dan mengapa pekerjaan itu

harus dikerjakan. Analisis pekerjaan bermanfaat untuk memberikan

informasi tentang aktivitas pekerjaan, standar pekerjaan, persyaratan

personalia, perilaku manusia dan alat-alat yang akan dipergunakan.

Dari analisa pekerjaan ini, baik lembaga pendidikan, perusahaan

maupun lembaga sosial lainnya dapat mempelajari dan

mengumpulkan berbagai informasi yang berhubungan dengan

berbagai operasi dan kewajiban suatu jabatan.26

Perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisien dan seefektif mungkin. Dalam setiap perencanaan selalu terdapat tiga kegiatan yang meskipun dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipihakan antara satu dnegan yang lainnya dalam proses perencanaan yaitu (1) perumusan tujuan yang ingin dicapai, (2)pemilihan program untuk mencapai tujuan itu, (3) identifikasi dan pengerahan sumber yang jumlahnya selalu terbatas.27

25

Mulyono, MA., Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA,2008, h.25.

26

Malayu S.P Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 10, 2007, h. 28-29.

27

(15)

Perencanaan pada dasarnya merupakan suatu proses memikirkan dan menetapkan secara matang arah, tujuan dan tindakan sekaligus mengkaji berbagai sumber daya dan metode yang tepat. Pengertian serupa dikemukakan oleh Gibson “perencanaan mencakup kegiatan menentukan sasaran dan alat sesuai untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan”. Perencanaan yang dibuat secara matang akan berfungsi sebagai kompas untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk itu Sergiovanni menegaskan: “plans are guides, approximation, goal post, and compass setting not irrevocable commitments or dicision commandments”. 28 Mulyati dan Komariah mengemukakan fungsi perencanaan

sebagai berikut:

- Menjelaskan dan merinci tujuan yang ingin dicapai.

- Memberikan pegangan dan menetapkan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

- Organisasi memperoleh standar sumber daya terbaik dan mendayagunakan sesuai tugas pokok fungsi yang telah ditetapkan.

- Menjadi rujukan anggota organisasi dalam melaksanakan aktivitas yang konsisten prosedur dan tujuan.

- Memberikan batas kewenangan dan tanggung jawab bagi seluruh pelaksana.

- Memonitor dan mengukur berbagai keberhasilan secara intensif sehingga bisa menemukan dan memperbaiki penyimpangan secara dini.

- Memungkinkan untuk terpeliharanya persesuaian antara kegiatan internal dengan situasi eksternal.

- Menghindari pemborosan.29

Dalam pendidikan perencanaan adalah suatu kegiatan

merencanakan masa depan pendidikan dan berkaitan dengan

penentuan kebijakan, prioritas kerja, sasaran, dan pembiayaan

dengan mempertimbangkan proses pembangunan dan

28

Syaiful Sagala, Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2010, h. 56.

29

(16)

pengembangan pendidikan, prinsip efektivitas dan efisiensi,

kebutuhan dan tujuan peserta didik serta masyarakat.30

Banghart dan Trull mengemukakan: “Educational planning

is first of all a rational process”. Artinya perencanaan pendidikan

adalah langkah paling awal dari semua proses rasional. Dengan kata

lain sebelum melaksanakan kegiatan lain, langkah pertama yang

mestinya dibuat adalah perencanaan.

Berapa model perencanaan pendidikan yang patut diketahui,

antara lain:

1) Model perencanaan komprehensif; model ini terutama digunakan untuk menganalisis perubahan-perubahan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan. Di samping itu berfungsi sebagai suatu patokan dalam menjabarkan rencana-rencana yang lebih spesifik ke arah tujuan-tujuan yang lebih luas.

2) Model target setting; model ini diperlukan dalam upaya melaksanakan proyeksi ataupun memperkirakan tingkat perkembangan dalam kurun waktu tertentu.

3) Model costing (pembiayaan) dan keefektifan biaya; model ini sering digunakan untuk menganalisi proyek-proyek dalam kriteria efisien dan efektifitas ekonomis. Penggunaan model ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pendidikan itu tidak terlepas dari masalah pembiayaan.

4) Model PPBS; PPBS (planning, programming, buggeting System) dalam bahasa Indonesia adalah sistem perencanaan, penyusunan program dan penganggaran (SP4). Model ini bermakna bahwa perencanaan, penyusunan program dan penganggaran di pandang sebagai suatu sistem yang tak terpisahkan satu sama yang lainnya. PPBS merupakan suatu proses yang komprehensif untuk pengambilan keputusan yang lebih efektif.31

(17)

Berdasarkan jangkauan waktunya, perencanaan dapat dibagi

menjadi perencanaan jangka pendek, misalnya satu hari, satu

minggu, satu bulan, perencanaan jangkah menengah yaitu

perencanaan yang dibuat untuk jangka waktu satu semester atau

enam bulan, dan perencanaan jangka panjang dibuat untuk jangka

waktu satu tahun sampai lima tahun.

Secara sederhana perencanaan berarti merencanakan segala

sesuatunya terlebih dahulu, untuk melaksanakan suatu kegiatan atau

aktivitas. Dengan memikirkan jauh-jauh sebelumnya tindakan yang

akan dilakukan, maka dapat diharapkan tindakan-tindakan yang

dilakukan hanya kecil kemungkinan mengalami kekeliruan.

Perencanaan memiliki peranan penting dalam menentukan

berhasil tidaknya suatu pendidikan. Orang bijak mengatakan “no

plan, no future”, tanpa perencanaan tidak ada masa depan. Dengan

perencanaan yang baik, kualitas pendidikan belum bisa terjamin

tanpa adanya pelaksanaan yang baik. Sementara perencanaan yang

buruk jelas menghambat tercapainya pendidikan yang berkualitas.

b. Pengorganisasian

Menurut Nanang Fatah, setelah rampung membuat

perencanaan, maka langkah selanjutnya adalah pengorganisasian.

Pengorganisasian adalah proses mengatur, mengalokasikan, dan

mendistribusikan pekerjaan, wewenang, dan sumber daya diantara

(18)

Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja ke dalam

tugas-tugas yang lebih kecil, membebankan tugas-tugas-tugas-tugas itu kepada orang

yang sesuai dengan kemampuannya, dan mengalokasikan sumber

daya, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas

pencapaian tujuan organisasi.32

Pengorganisasian menurut Ulber Silalahi dalam Imam

Musbikin adalah pembagian pekerjaan yang direncanakan untuk

diselesaikan oleh anggota kelompok pekerjaan, penentuan

hubungan-hubungan pekerjaan diantara mereka dan pemberian

lingkungan pekerjaan sepatutnya.33

Pengorganisasian menurut Mulyono adalah menyusun

hubungan perilaku yang efektif antarpersonalia, sehingga mereka

dapat bekerjasama secara efisien dan memperoleh keputusan pribadi

dalam melaksanakan tugas-tugas dalam situasi lingkungan yang ada

guna mencapai tujuan dan sasaran tertentu.34

Hal senada juga dikemukakan Wukir bahwa seorang manajer

yang baik harus mengetahui bawahannya beserta kemampuannya

agar dapat mengatur sumber daya organisasinya. Hal ini tersebut

dapat diperoleh melalui penempatan staf dalam divisi kerja,

32

Nanang Fattah, Landasan Manajermen Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011, h. 71.

33

Imam Musbikin, Menjadi Kepala Sekolah Yang Hebat, Pekanbaru Riau: ZANAFA PUBLISHING, 2012, h. 60.

34

(19)

membuat pelatihan untuk karyawan dan mengorganisasikan

kelompok kerja menjadi tim yang produktif.35

Pembagian tugas organisasi hendaknya dilakukan secara

proporsional, yaitu membagi habis dan menstrukturkan tugas-tugas

ke dalam sub-sub atau komponen-komponen organisasi, disamping

itu perlu adanya struktur organisasi yang merupakan cerminan

semua pekerjaan yang dapat terbagi sesuai dengan kompetensi yang

dimiliki dan dapat dikerjakan sesuai dengan keahlian

masing-masing.

Ringkasan menyeluruh mengenai persyaratan pekerjaan

disebut uraian pekerjaan (job description). Sedangkan ringkasan

menyeluruh mengenai kualifikasi pekerjaan disebut spesifikasi

pekerjaan (job specification). Dengan kata lain, analisa pekerjaan

digunakan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan

uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan.

Uraian pekerjaan harus diuraikan secara jelas agar pejabat

yang akan menduduki jabatan tersebut mengetahui tugas, tanggung

jawab, dan standar prestasi yang harus dicapainya. Spesifikasi

pekerjaan juga merupakan uraian persyaratan kualitas minimum

orang yang bisa diterima agar dapat menjalankan satu jabatan

dengan baik dan kompeten. Spesifikasi pekerjaan disusun

berdasarkan uraian pekerjaan dengan menjawab tentang ciri,

35

(20)

karakteristik, pendidikan, pengalaman. Spesifikasi pekerjaan

menunjukkan persyaratan orang yang akan direkrut dan menjadi

dasar untuk melaksanakan seleksi.36

Pengorganisasian merupakan proses pekerjaan yang ada

dibagi dalam komponen-komponen yang dapat ditangani dan

aktivitas mengkoordinasi hasil-hasil yang akan dicapai melalui

perencanaan, seperti membagikan pekerjaan yang harus dikerjakan,

membagi tugas kepada karyawan untuk melaksanakannya,

mengalokasikan sumber daya yang memberikan bantuan, kemudian

mengkoordinir pekerjaan untuk mencapai hasil dan tujuan yang

diinginkan.

c. Pelaksanaan

Pelaksanaan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan usaha,

cara, teknik, dan metode untuk mendorong para anggota organisasi

agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik mungkin demi

tercapainya tujuan organisasi dengan efisien, efektif, dan

ekonomis.37

Pelaksanaa menurut Imam Musbikin adalah aktifitas untuk

memberikan dorongan, pengarahan dan pengaruh terhadap semua

anggota kelompok agar mau bekerja secara sadar dan suka rela

dalam rangka mencapai suatu tujuan yang ditetapkan.38

36

Malayu S.P Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 10, 2007, h. 34.

37

Sondang P. Siagian, 2007, h. 95. 38

(21)

Soekarno dalam Ernie Tisnawati Sule, dan Saefullah,

Kurniawan, memberikan rumusan pelaksanaan sebagai fungsi

pembimbing dan pemberian pimpinan serta menggerakan orang

(dalam kelompok) agar kelompok itu suka dan mau bekerja.

Pelaksanaan, pengimplementasian, atau penggerakkan (actuating)

merupakan proses implementasi program agar bisa dijalankan oleh

seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua

pihak dapat bertanggung-jawab dengan penuh kesadaran dan

produktivitas yang tinggi.39

Terry menegaskan “Actuating is setting all members of the

group to want to achieve and to strike to achieve the objective

willingly and keeping with the managerial planning and organizing

the efforts”.40 Menurutnya pelaksanaan (actuating) mencakup kegiatan yang dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan

melanjutkan kegiatan yang ditetapakan oleh perencanaan dan

pengorganisasian agar tujuan dapat tercapai.

Unsur pelaksanaan merupakan bagian dari proses kelompok

yang di dalamnya terdapat tindakan komando, tindakan

pembimbingan, memberikan petunjuk dan mengarahkan kepada

tujuan. Di dalam proses ini juga, seseorang bisa memberikan

motivasi untuk memberikan pengertian dan kesadaran terhadap apa

39

Ernie Tisnawati Sule, dan Saefullah, Kurniawan, Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana, 2010, h. 8.

40

(22)

yang sedang dikerjakan staf atau bawahan, sehingga mereka bisa

bekerja secara tekun dan baik guna mencapai tujuan.

Proses memotivasi berarti mendorong semua pihak agar mau

bekerja sama, ikhlas dan bergairah untuk mencapai tujuan yang

sesuai dengan rencana-rencana yang telah ditentukan atau diorganisir

sebelumnya.

Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan

(actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling utama, karena

fungsi actuating berperan sebagai pengarahan yang diberikan atasan

kepada karyawan untuk melakukan apa yang diinginkan dan harus

mereka lakukan. Fungsi pelaksanaan dapat mengimplementasikan

pada kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya dan dapat

mewujudkan kegiatan dalam organisasi. Fungsi actuating lebih

menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan

orang-orang dalam organisasi.

Fungsi pelaksanaan sebagai tindakan mengarahkan pekerjaan

yang perlu dilaksanakan didalam sebuah organisasi. Karena itu,

fungsi actuating berkaitan dengan fungsi manajemen lainnya seperti

perencanaan, pengorganisasian agar tujuan dapat tercapai.

Adapun fungsi pelaksanaan mempunyai tujuan agar dapat

menjamin kontinuitas perencanaan, membudayakan prosedur

(23)

displin kerjakualitas maupun kuantitasnya, dan membina motivasi

yang terarah.41

Berdasarkan uraian tersebut, diketahui bahwa pelaksanaan

merupakan keseluruhan usaha cara dan teknik dalam implementasi

dari segenap perencanaan yang sudah dicanangkan jauh-jauh hari

sebelumnya. Di dalam unsur pelaksanaan kegiatan dipengaruhi oleh

motivasi, komunikasi, kepemimpian, perubahan dan perkembangan

organisasi serta manajemen konflik. Fungsi pelaksanaan disebut

dengan memimpin atau pimpinan, yang didalam fungsi memimpin

dipengaruhi oleh motivasi, kepemimpinan dan komunikasi yang

semua unsur tersebut berhubungan faktor manusia sebagai

pelaksana.

d. Pengawasan

Pada dasarnya rencana dan pelaksanaan merupakan satu

kesatuan tindakan, walaupum hal ini jarang terjadi. Pengawasan

diperlukan untuk melihat sejauh mana hasil tercapai.

Beberapa pengertian pengawasan dari beberapa pakar berikut

Pertama, Oteng Sutisna menghubungkan fungsi pengawasan dengan

tindakan administrasi. Baginya pengawasan dilihat sebagai proses

administrasi melihat apakah apa yang terjadi itu sesuai dengan apa

yang seharusnya terjadi, jika tidak maka penyesuaian yang perlu

dibuatnya. Kedua, Hadari Nawawi menegaskan bahwa pengawasan

41

(24)

dalam administrasi berarti kegiatan menukur tingkat efektivitas kerja

personal dan tingkat efesiensi penggunaan metode dan alat tertentu

dalam usaha mencapai tujuan. Ketiga, Johnson mengemukakan

pengawasan sebagai fungsi sistem yang melakukan penyesuaian

terhadap rencana, mengusahakan agar penyimpangan-penyimpangan

tujuan sistem hanya dalam batas-batas yang dapat ditoleransi. 42 Pengawasan merupakan fungsi dasar yang diarahkan

sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan

penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai.

Melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan

kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah

direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan

tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau

evaluasi mengenai sejauh mana pelaksanaan kerja sudah

dilaksanakan.

Pengawasan dapat dilakukan dengan cara evaluasi. Evaluasi

merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil

implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan

untuk melihat keberhasilannya. Dari evaluasi kemudian akan

tersedia informasi mengenai sejauh mana suatu kegiatan tertentu

telah dicapai sehingga, bisa diketahui bila terdapat selisih antara

standar yang telah ditetapkan dengan hasil yang bisa dicapai.

42

(25)

Evaluasi disebut juga pengendalian yang merupakan kegiatan

sistem pelaporan yang serasi dengan struktur pelaporan keseluruhan,

mengembangkan standar perilaku, mengukur hasil berdasarkan

kualitas yang diinginkan dalam kaitannya dengan tujuan, melakukan

tindakan koreksi dan memberikan ganjaran.43 Tujuan pengawasan adalah:

1. Meningkatkan kinerja organisasi secara kontinyu, karen akondisi persaingan usahan yang semakin tinggi menuntut organisasi untuk setiap saat mengawasi kinerjanya;

2. Meningkatkan efisiensi dan keuntungan bagi organisasi dengan menghilangkan pekerjaan yang tidak perlu atau mengurangi penyalahgunaan alata atau bahan;

3. Menilai derajat pencapaian rencana kerja dengan hasil akurat yang dicapai, dan dapat dipakai sebagai dasar pemberian kompensasi bagi seorang pegawai;

4. Mengkoordinasikan beberapa elemen tugas atau program yang dijalankan;

5. Meningkatkan keterkaitan terhadap tujuan organisasi agar tercapai.44

Berdasarkan uraian-uraian di atas, dalam suatu organisasi

apapun, termasuk lembaga-lembaga pendidikan, proses pengawasan

merupakan sesuatu yang harus ada dan dilaksanakan. Kegiatan ini

dimaksudkan untuk meneliti dan mengetahui apakah pelaksanaan

tugas-tugas perencanaan semuanya sudah betul-betul dilaksanakan.

Di samping itu juga dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi

penyimpangan, penyalahgunaan, kebocoran, kekurangan dalam

43

Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung : Remaja Rosda Karya, 2008, h.34.

44

(26)

melaksanakan tugas-tugas dan juga sekaligus dapat mengetahui jika

sekiranya terdapat segi-segi kelemahan.

Dari empat fungsi manajemen yang sudah diuraikan di atas,

peneliti mengambil dua fungsi manajemen sebagai subfokus dalam

penelitian ini, yaitu perencanaan dan pelaksanaan.

3. Manajemen Strategik

Manajemen strategik adalah suatu seni dan ilmu dari pembuatan

(formulation), penerapan (implementing) dan evaluasi (evaluating),

keputusan-keputusan strategis antar fungsi-fungsi yang memungkinkan

sebuah organisasi mencapai tujuan-tujuan masa mendatang.45

Menurut Fred R. David, manajemen strategis adalah seni dan

pengetahuan dalam merumuskan, mengimplementasikan, serta

mengevaluasi keputusan-keputusan lintas fungsional yang memampukan

sebuah organisasi mencapai tujuannya.46

Dari definisi di atas diketahui bahwa manajemen strategik terdiri

dari tiga proses, yaitu pembuatan strategik, penerapan strategik dan

evaluasi strategik yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai

tujuannya.

Manajemen strategik berkaitan dengan upaya memutuskan

persoalan strategi dan perencanaan, dan bagaimana strategi tersebut

dilaksanakan dalam praktek. Manajemen strategik dapat dipandang

45

Agustinus Sri Wahyudi, Manajemen Strategik Pengantar Proses Berpikir Strategik, Pamulang: Binapura Aksara, t.tt., h.31

46

(27)

sebagai hal yang mencakup tiga macam elemen utama. Terdapat adanya

analisis strategik dimana penyusun strategi (strategis) yang bersangkutan

berupaya untuk memahami posisi strategik organisasi yang bersangkutan.

Terdapat pula adanya pilihan strategik yang berhubungan dengan

perumusan aneka macam arah tindakan, evaluasi, dan pilihan antara

mereka. Akhirnya terdapat pula implementasi strategi yang berhubungan

dengan merencanakan bagaimana pilihan strategi dapat dilaksanakan.

Dari pembahasan di atas kiranya jelas bahwa pada dasarnya yang

dimaksud dengan strategi bagi manajemen organisasi pada umumnya

ialah rencana berskala besar yang berorientasi jangkauan masa depan

yang jauh serta ditetapkan sedemilkian rupa sehingga memungkinkan

organisasi berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya dalam

kondisi persaingan yang kesemuanya diarahkan pada optimalisasi

pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang bersangkutan.

4. Multikultural

Multikultural adalah keberagaman budaya. H.A.R. Tilaar dalam

Chairol Mahfud menyatakan, multikultural secara etimologi dibentuk

dari kata multi (banyak) kultur (budaya) dan isme (aliran/paham).47 Adapun secara hakiki, kata multikultural itu terkandung pengakuan akan

martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaan

masing-masing yang unik.48 Sedangkan kultur (budaya) itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari empat tema penting yaitu: agama (aliran), ras (etnis),

47

Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, h.75 48

(28)

suku, dan budaya.49 Hal ini mengandung arti bahwa pembahasan multikultural mencakup tidak hanya perbedaan budaya saja, melainkan

masuk pula didalamnya kemajemukan agama, ras maupun etnik.

Multikulturalisme merupakan konsep di mana sebuah komunitas

dalam konteks kebangsaan dapat mengakui keberagamaan, perbedaan

dan kemajemukan budaya, baik ras, suku, etnis, dan agama. Sebuah

konsep yang memberikan pemahaman kita bahwa sebuah bangsa yang

plural atau majemuk adalah bangsa yang dipenuhi dengan

budaya-budaya yang beragam atau multikultur. Bangsa yang multikultur adalah

bangsa yang terdiri dari kelompok-kelompok etnik atau budaya yang ada

dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip co-existence yang

ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain.50

Azyumardi Azra, dalam Yaya Suryana dan Rusdiana

mengemukakan multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan

dunia yang kemudian dapat diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan

kebudayaan yang menekankan penerimaan realitas pluralitas agama dan

multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.

Multikulturalisme juga dapat dipahami sebagai pandangan dunia yang

kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik.51

Dengan demikian paradigma multikultural memberi pelajaran

kepada kita untuk memiliki apresiasi dan respek terhadap budaya dan

49

Ain al-Rafiq Dawam, Emoh Seklah, Yogyakarta: Inspeal Ahimsa Karya Press, 2003, h.99-100

50

Nanih Mahendrawati dan Ahmad Syafe‟i, Pengembangan Masyarakat islam : dari Ideologi, Srategi sampai Tradisi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, h. 34

51

(29)

agama-agama lain. Atas dasar ini maka penerapan multikulturalisme

menuntut kesadaran dari masing-masing budaya lokal untuk saling

mengakui dan menghormati keanekaragaman identitas budaya yang

dibalut semangat kerukunan dan perdamaian. Diharapkan dengan

kesadaran dan kepekaan terhadap kenyataan kemajemukan, pluralitas

bangsa, baik dalam etnis, agama, budaya hingga orientasi politik, akan

bisa mereduksi berbagai potensi yang dapat memicu konflik sosial di

belakang hari.

a. Agama

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Agama adalah

sistem yang mengatur tata keimanan/kepercayaan dan peribadatan

kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta kaidah yang berhubungan

dengan pergaulan manusia dan manusia lainnya. Menurut Harun

Nasution, agama adalah suatu sistem kepercayaan dan tingkah laku

yang berasa dari suatu kekuatan yang ghaib. Menurut Al-Syahrastani,

agama adalah kekuatan dan kepatuhan yang terkadang biasa diartikan

sebagai pembalasan dan perhitungan (amal perbuatan di akhirat).52 Menurut Prof. Dr. Bouquet mendefinisikan agama adalah

hubungan yang tetap antara diri manusia dengan yang bukan manusia

yang bersifat suci dan supernatur, dan yang bersifat berada dengan

sendirinya dan yang mempunyai kekuasaan absolute yang disebut

52

(30)

Tuhan.53 Menurut A.M. Saefuddin menyatakan bahwa agama merupakan kebutuhan manusia yang paling esensial yang besifat

universal. Karena itu, agama merupakan kesadaran spiritual yang di

dalamnya ada satu kenyataan di luar kenyataan yang nampak ini, yaitu

bahwa manusia selalu mengharap belas kasihan-Nya, bimbingan-Nya,

serta belaian-Nya, yang secara ontologis tidak bisa diingkari,

walaupun oleh manusia yang mengingkari agama (komunis)

sekalipun. Sutan Takdir Alisyahbana menyebutkan agama adalah

suatu sistem kelakuan dan perhubungan manusia yang pokok pada

perhubungan manusia dengan rahasia kekuasaan dan kegaiban yang

tiada terhingga luasnya, dan dengan demikian member arti kepada

hidupnya dan kepada alam semesta yang mengelilinginya. Menurut

Sidi Gazalba menyatakan bahwa religi (agama) adalah kecendrungan

rohani manusia, yang berhubungan dengan alam semesta, nilai yang

meliputi segalanya, makna yang terakhir, hakekat dari semuanya itu.54 Dari pendapat di atas, kalau diteliti lebih mendalam memiliki

titik persamaan. Semua menyakini bahwa agama merupakan

Kebutuhan manusia yang paling esensial, dan adanya kesadaran di

luar dan dalam diri, bahwa ada sesuatu yang dapat membimbing,

mengarahkan, dan mengasihi di luar jangkauannya.

Agama berfungsi sebagai pedoman hidup bagi individu

maupun kelompok yang mengatur tata cara hubungan manusia dengan

53

Abu Ahmadi, Sejarah Agama. Solo : CV. Ramadhani, 1984, h.14 54

(31)

Tuhan dan manusia dengan manusia, sekaligus memberikan identitas

kepada manusia sebagai umat dari suatu agama. Oleh karena itu

agama terdiri dari beberapa unsur pokok, yaitu 1) Kepercayaan agama,

yakni suatu prinsip yang dianggap benar tanpa ada keraguan lagi; 2)

Simbol agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya; 3) Praktik

keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan-Nya,

dan hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama sesuai

dengan ajaran agama; 4) Pengalaman keagamaan, yakni berbagai

bentuk pengalaman keagamaan yang dialami oleh penganut-penganut

secara pribadi; dan 5) Umat beragama, yakni penganut masing-masing

agama.55 b. Ras (Etnis)

Etnis adalah penggolongan manusia berdasarkan kepercayaan,

nilai, kebiasaan, adat istiadat, normabahasa, sejarah, geografis, dan

hubungan kekerabatan56 Menurut Frederich Barth (1988) istilah etnik menunjuk pada suatu kelompok tertentu yang karena kesamaan ras,

agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut

terikat pada sistem nilai budayanya.

Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan istilah etnik berarti

kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang

mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat,

agama, bahasa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok

55

ibid 56

(32)

etnik memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa (baik

yang digunakan ataupun tidak), sistem nilai, serta adat-istiadat dan

tradisi.57

Pada awalnya istilah etnik hanya digunakan untuk suku-suku

tertentu yang dianggap bukan asli Indonesia, namun telah lama

bermukim dan berbaur dalam masyarakat, serta tetap mempertahankan

identitas mereka melalui cara-cara khas mereka yang dikerjakan, dan

atau karena secara fisik mereka benar-benar khas. Misalnya etnik

Cina, etnik Arab, dan etnik Tamil-India. Perkembangan belakangan,

istilah etnik juga dipakai sebagai sinonim dari kata suku pada

suku-suku yang dianggap asli Indonesia. Misalnya etnik Bugis, etnik

Minang, etnik Dairi-Pakpak, etnik Dani, etnik Sasak, dan ratusan etnik

lainnya. Malahan akhir-akhir ini istilah suku mulai ditinggalkan

karena berasosiasi dengan keprimitifan (suku dalam bahasa inggris

diterjemahkan sebagai „tribe’), sedangkan istilah etnik dirasa lebih

netral. Istilah etnik sendiri merujuk pada pengertian kelompok

orang-orang, sementara etnis merujuk pada orang-orang dalam kelompok.

Keduanya akan digunakan secara bergantian tergantung konteksnya.

Kelompok etnik, etnis atau suku bangsa adalah suatu golongan

manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya

dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang

dianggap sama. Identitas suku ditandai oleh pengakuan dari orang lain

57

(33)

akan ciri khas kelompok tersebut seperti kesamaan budaya, bahasa,

agama, perilaku, dan ciri-ciri biologis.58

Kelompok etnik adalah kelompok orang-orang sebagai suatu

populasi yang :

1) Dalam populasi kelompok mereka mampu melestarikan kelangsungan kelompok dengan berkembang biak.

2) Mempunyai nila-nilai budaya yang sama, dan sadar akan rasa kebersamaannya dalam suatu bentuk budaya.

3) Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri.

4) Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.

Definisi etnik diatas menjelaskan pembatasan-pembatasan

kelompok etnik yang didasarkan pada populasi tersendiri, terpisah dari

kelompok lain, dan menempati lingkungan geografis tersendiri yang

berbeda dengan kelompok lain. Seperti misalnya, etnik Minang

menempati wilayah geografis pulau Sumatera bagian barat yang

menjadi wilayah provinsi Sumatera Barat saat ini dan beberapa daerah

pengaruh di provinsi sekitar. Lalu etnik Sunda menempati wilayah

pulau jawa bagian barat. Dan etnik Madura menempati pulau madura

sebagai wilayah geografis asal.59

58

https://id.wikipedia.org/wiki/Kelompok_etnik, online 15 September 2016 59

(34)

c. Budaya

Taylor dalam Yaya Suryana dan A. Rusdiana mendefenisikan

kebudayaan sebagai segala sesuatu yang termasuk pengetahuan,

kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan lain

yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.60

Budaya menurut Kroeber dan Kluckhohn adalah manifestasi

atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya. Dan

menurut Ki Hajar Dewantara, kebudayaan berarti buah budi manusia

yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh

kuat, yaitu alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan

bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan

kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai

keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan

damai.61

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

kebudayaan adalah keseluruhan gagasan, hasil karya manusia, dan

kebiasaan yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat

yang diperoleh setelah proses belajar.

5. Pendidikan Multikultural

Menurut Andersen dan Cus her berpendapat bahwa pendidikan

multikultural diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman

60

Yaya Suryana dan Rusdiana, Pendidikan Multikultural … h.86 61

(35)

kebudayaan.62 Sedangkan Hernandez, mengartikan pendidikan multikultural sebagai perspektif yang mengakui realitas sosial, politik,

dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam

pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur, dan

merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas,

agama, status sosial, ekonomi, dan pengecualian-pengecualian dalam

proses pendidikan.63

James Banks mendefinisikan pendidikan multikultural adalah

merupakan suatu rangkaian kepercayaan (set of beliefs) dan penjelasan

yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis

dalam bentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi,

kesempatan pendidikan dari individu, kelompok, ataupun Negara.64 Ia mendefinisikan pendidikan multikultural adalah ide, gerakan,

pembaharuan pendidikan, dan proses pendidikan yang tujuan utamanya

adalah untuk mengubah struktur lembaga pendidikan agar siswa laki-laki

dan perempuan, siswa berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan

anggota dari kelompok ras, etnis, dan kultur yang bermacam-macam

memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi akademik di

sekolah.

Memperjelas pendapat para ahli, kita kemukakan sebagai berikut:

a) Sunarto menjelaskan bahwa pendidikan multikultural biasa diartikan sebagai pendidikan keragaman budaya dalam masyarakat, dan

62

Yaya Suryana dan Rusdiana, Pendidikan Multikultural : Suatu Upaya Penguatan Jati Diri Bangsa Konsep, Prinsip dan Implementasi, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2015, h.196

63

Chairul Mahfud, Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014, h.176 64

(36)

terkadang juga diartikan sebagai pendidikan untuk membina sikap siswa agar menghargai keragaman budaya masyarakat.

b) Menurut Gorski dan Covert, sebagian orang membahas pendidikan multikultural sebagai sebuah perubahan dalam kurikulum, mungkin sesederhana menambah materi dan perspektif baru dan berbeda untuk menjadi lebih inklusif atas kelompok yang secara tradisional kurang direpresentasikan.

c) Dengan cara yang lebih terang, Banks dan Banks mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai bidang kajian dan disiplin yang muncul yang tujuan utamanya adalah menciptakan kesempatan pendidikan yang setara bagi peserta didik dari ras, etnik, kelas sosial, dan kelompok budaya yang berbeda.

d) Gagasan pendidikan multikultural di Indonesia sendiri, sebagaimana digagas oleh Tilaar adalah pendidikan untuk meningkatkan penghargaan terhadap keragaman etnik dan budaya masyarakat. e) Sementara Semiawan memiliki perspektif tersendiri tentang

pendidikan multikultural, yakni bahwa seluruh kelompok dan budaya masyarakat Indonesia memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas, dan mereka memiliki hak yang sama untuk mencapai prestasi yang baik di bangsa ini.65

Berdasarkan pendapat di atas definisi pendidikan multikultural

yang para pakar pendidikan kemukakan, bahwa kenyataan bangsa

Indonesia terdiri dari banyak etnik, agama, ras dan bahasa. Indonesia

memiliki falsafah berbeda suku, etnik, bahasa dan budaya, tetapi

memiliki satu tujuan, yakni terwujudnya bangsa Indonesia yang kuat,

dihargai oleh bangsa lain, sehingga tercapai cita-cita ideal dari pendiri

bangsa sebagai bangsa yang maju, adil, makmur dan sejahtera.

6. Konsep Pendidikan Multikultural

Pendidikan merupakan kebutuhan paling esensial bagi setiap

manusia, negara, ataupun pemerintah pada era reformasi ini. Pendidikan

harus selalu ditumbuhkembangkan secara sistematis oleh para pengambil

65

(37)

kebijakan yang berwenang di negara ini. Pendidikan tidak dapat

dipisahkan dari perubahan social dan kehidupan manusia dalam

kaitannya dengan masalah kebudayaan. Oleh sebab itu, pendidikan dalam

multikultural merupakan realitas sosial yang akan dihadapi oleh dunia

pendidikan.

Pendidikan multikultural terdapat dalam beberapa pasal

Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, antara lain:

“…. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Tang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demikratis serta bertanggung jawab.”66

Lebih lanjut, dalam pasal 4 diuraikan bahwa : (1) Pendidikan

diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak

diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai

keagamaan, nilai kultur dan kemajemukan bangsa; (2) Pendididkan

diseleggarakan sebagai suatu kesatuan yang sistemik dengan system

terbuka dan multimakna.67

Kedua ayat dalam pasal 4 tersebut menyiratkan tentang

pentingnya pendidikan multikultural dalam rangka mendukung proses

demokrasi dan dalam rangka terciptanya integrasi nasional.

Konsep dasar pendidikan multikultural merupakan proses yang

tujuan utamanya adalah mengubah struktur sosial masyarakat melalui

66

UU No.20 tahun 2003, pasal 3 67

(38)

pengubahan kultur sekolah yang diisi oleh beragam etnis maupun kelas

sosial. Secara operasional, pendidikan multikultural pada dasarnya adalah

program pendidikan yang menyediakan sumber belajar yang jamak bagi

pembelajar dan yang sesuai dengan kebutuhan akademis ataupun sosial

anak didik.68

Integrasi isi berkenaan dengan upaya-upaya guru untuk

memasukkan informasi keetnisan dalam pembelajaran, seperti

memberikan contoh saling menghargai maupun informasi dari berbagai

kebudayaan ras atau etnis sebagai ilustrasi dalam menjelaskan

konsep-konsep kunci dari materi yang di ajarkan.

James Bank mengungkapkan bahwa pendidikan multikultural

memiliki 5 dimensi yang saling berkaitan di antaranya adalah sebagai

berikut :

a. Content integrations, adalah mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan teori dalam mata pelajaran/disiplin ilmu

b. The Knowladge Construction Process, adalah membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran (disiplin)

c. An Equity Paedagogy, adalah menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam, baik dari segi ras, budaya, maupun social

d. Trainning participation, adalah melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olah raga, berinteraksi dengan seluruh staf dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam rangka upaya menciptakan budaya akademik.

e. Prejudice Reduction, adalah mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menemtukan metode pengajaran mereka.69

68

Yaya Suryana dan Rusdiana, Pendidikan Multikultural ... h. 198 69

(39)

Pendapat lain menyebutkan :

Secara generik, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi siswa/mahasiswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas social dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua peserta didik agar memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokratik-pluralistik, serta diperlukan untuk berinteraksi, negoisasi dan komunikasi dengan warga kelompok lain agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.70

Berdasarkan konsep di atas, dapat dipahami bahwa terdapat 5

konsep pendidikan multikultural, 1) Integrasikan berbagai budaya dan

kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan

teori dalam mata pelajaran/disiplin ilmu, 2) membawa implikasi budaya

dalam mata pelajaran, 3) menyesuaikan metode pengajaran dengan cara

belajar siswa, 4) melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan

olah raga, berinteraksi dengan seluruh staf dan siswa yang berbeda etnis

dan ras dalam rangka upaya menciptakan budaya akademik, dan 5)

identifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran

mereka. Dari konsep ini dapat dijadikan acuan seorang pendidik dapat

menanamkan pendidikan multikultural dalam proses pembelajaran.

7. Pendekatan dan Implementasi Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural di setiap negara berbeda-beda sesuai

dengan permasalahan yang dihadapi setiap Negara. Banks dalam Yaya

70

(40)

Suryana dan Rusdiana mengemukakan empat pendekatan yang

mengintegrasikan materi pendidikan multicultural ke dalam kurikulum

atau pembelajaran di sekolah yang jika dicermati sangat relevan untuk

diimplementasikan di Indonesia. Pendekatan tersebut adalah :

a. Pendekatan Kontribusi (The Contributions Approach)

Level ini yang paling sering dilakukan dan paling luas digunakan dalam fase pertama dari gerakan kebangkitan etnis.cirinya adalah dengan memasukkan pahlawan/pahlawan dari suku bangsa/etnis dan benda-benda budaya ke dalam pelajaran yang sesuai. Hal inilah yang selama ini telah dilakukan di Indonesia.

b. Pendekatan Aditif (Aditif Approach)

Pada tahap ini dilakukan penambahan materi, konsep, tema, perspektif terhadap kurikulum tanpa mengubah struktur, tujuan, dan karakteristik dasarnya. Pendekatan aditif ini sering dilengkapi dengan buku, modul, atau bidang bahasan terhadap kurikulum tanpa mengubah secara subtantif. Pendekatan aditif merupakan fase awal dalam melaksanakan pendidikan multikultural karena belum menyentuh kurikulum utama.ini menitikberatkan kepada otentisitas dan tradisi yang berkembang.

c. Pendekatan Transformasi (The Transformation Approach) Pedekatan transformasi berbeda secara mendasar dengan pendekatan secara kontribusi dan aditif. Pendekatan transformasi mengubah asumsi dasar kurikulum dan menumbuhkan kompetensi dasar siswa dalam melihat konsep, isu, tema, dan problem dari beberapa perspektif dan sudut pandang etnis. Perspektif berpusat pada aliran utama yang mungkin dipaparkan dalam materi pelajaran. Siswa boleh melihat dari perspektif yang lain.

d. Pendekatan Aksi Sosial (The Social Action Approach)

Pendekatan aksi sosial mencakup semua elemen dari pendekatan transformasi, tetapi menambah komponen yang mempersyaratkan siswa membuat aksi yang berkaitan dengan konsep,isu,atau masalah yang dipelajari dalam unit.71

71

(41)

Empat pendekatan tersebut dapat dilakukan untuk

mengintegrasikan materi multikultural ke dalam kurikulum dan dapat

dipadukan pada situasi pengajaran aktual dalam semua mata pelajaran.

Pada siswa TK dan SD kelas bawah (kelas I, II, III) implementasi

pendidikan multikultural dapat dilakukan dengan pendekatan kontribusi,

antara lain dengan cara:

a. Memperkenalkan beragambentuk rumah dan baju adat etnis yang berbeda;

b. Mengajak siswauntuk mencicipi makanan yang berbeda dari berbagai daerah secarabergantian;

c. Mendengarkan lagu-lagu daerah lain;

d. Menunjukkan cara berpakaian yang berbeda, baik dari suku bangsa maupun dari negara lain;

e. Memperkenalkan tokoh-tokoh pejuang dari berbagai daerah dalam dan luar negeri;

f. Menunjukkan tempat dan cara beribadah yang berbeda;

g. Meminta siswa yang berbeda etnis untuk menceritakan tentang upacara perkawinan di keluarga luasnya.

h. Memperkenalkan beberapa kosa kata penting dari suku bangsa atau negara (ras) lain. Misalnya, matur nuwun (Jawa), muliate (Batak), thank you (Inggris), Kamsia (Cina), dan sebagainya. i. Memperkenalkan panggilan untuk laki-lakidan perempuan.

Misalnya, Upik (Minangkabau), ujang (Sunda), koko (Cina), dan sebagainya.72

Substansi pendidikan multikultural pada tahap ini adalah

menanamkan pada siswa manusia yang hidup disekitarnya, ditempat lain,

dan didunia ini sangat beragam. Sebenarnya semua nilainya sama.

Sama-sama rumah, makanan, lagu, pakaian, tokoh, ibadah, perkawinan, maksud

kata, dan sebagainya.

Berdasarkan tingkatan usia, siswa akan memahami dan mulai

mengerti bahwa ada cara yang berbeda tetapi maksud dan nilainya sama

72

(42)

sehingga dapat belajar untuk menerima perbedaan dengan proses rasa

yang menyenangkan melalui pendidikan multikultural yang diterimanya

di lembaga yayasan ini dengan menyenangkan, akhirnya siswa akan

merasa berbeda itu bukanlah masalah melainkan anugerah.

Isi dari pendidikan multikultural harus diimplementasikan berupa

tindakan tindakan, baik di sekolah, lembaga pendidikan formal maupun

non formal, maupun di masyarakat. Salah satu upaya untuk membangun

kesadaran dan pemahaman generasi yang akan datang adalah dengan

penerapan pendidikan multikultural. Hal ini dikarenakan pendidikan

multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus,

dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di

tengah-tengah masyarakat beragam.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, toluk ukur implementasi

pendidikan multikultural adalah dengan adanya tindakan-tindakanya

nyata tentang toleransi, sikap menghargai perbedaan-perbedaan budaya,

HAM, sosial, tulus. Selain itu, yang lebih penting para tenaga pendidik

yang memberikan pendidikan multi budaya harus menjadi teladan dan

memiliki keyakinan bahwa; perbedaan budaya memiliki kekuatan dan

nilai, lembaga pendidikan harus menjadi teladan untuk ekspresi hak-hak

manusia dan penghargaan untuk perbedaan budaya dan kelompok,

keadilan dan kesetaraan sosial harus menjadi kepentingan utama dalam

kurikulum, sekolah dapat menyediakan pengetahuan, keterampilan, dan

(43)

berbagai latar belakang, sekolah bersama keluarga dan komunitas dapat

menciptakan lingkungan yang mendukung multi budaya.

8. Pendidikan Berbasis Multikultural

Sejak kemunculan sebagai disiplin ilmu pada abad ke 1960-an

dan 1970-an, pendidikan berbasis multikultural atau Multicultural Based

Education (MBE) telah didefinisikan dari banyak cara dan dari berbagai

macam perspektif. Dalam terminologi ilmu-ilmu pendidikan dikenal

istilah yang hampir sama dengan MBE yaitu pendidikan multikultural.

Hernandes dalam Choirul Mahfud mengembangkan sebuah

definisi operasional MBE adalah sebuah kegiatan pendidikan yang

bersifat empowering, yaitu sebuah visi tentang pendidikan yang

selayaknya dan seharusnya bisa untuk semua anak didik. Definisi ini

menekankan esensi MBE sebagai perspektip yang mengakui realitas

politik, social, dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu

dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur.

Dan juga bermaksud merefleksikan pentingnya budaya, ras, gender,

etnis, agama, status sosial, ekonomi dan pengecualian-pengecualian

dalam proses pendidikan.73

Berkaitan dengan anak didik, MBE menyoal tentang etnisitas,

gender, kelas, bahasa, agama dan pengecualian-pengecualian yang

memengaruhi, membentuk, dan memola tiap-tiap individu sebagai

makhluk budaya. MBE adalah hasil perkembangan seutuhnya dari

73

(44)

interaksi unik masing-masing individu yang memiliki kecerdasan,

kemampuan, dan bakat. MBE mempersiapkan anak didik bagi

kewarganegaraan dalam komunitas budaya dan bahasa yang majemuk

dan saling terkait.

MBE membahas tentang penggambaran realitas budaya, politik,

sosial, dan ekonomi yang kompleks, yang secara luas dan sistematis

mempengaruhi segala sesuatu yang terjadi di dalam sekolah dan di luar

ruangan. Ia menyangkut seluruh aset pendidikan yang termanifestasikan

melalui konteks dan proses. MBE menegaskan dan memperluas kembali

praktek yang perlu dicontoh, dan berupaya memperbaiki kesempatan

pendidikan optimal yang tertolak. Ia memperbincangkan sekitar

penciptaan lembaga-lembaga pendidikan yang menyediakan lingkungan

pembelajaran yang dinamis, yang mencerminkan cita-cita persamaan

kesetaraan dan keunggulan.74

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian tesis sebelumnya yang meneliti tentang Manajemen

Pendidikan Multikultral:

1. Tesis Hariyanto, dengan judul : Pendidikan Multikultural pada anak usia

dini di TK harapan Bangsa Condong Catur, Depok Sleman Yogyakarta,

tahun 2011, Yogyakarta. Permasalahan yang menjadi fokos kajiannya

bagaimana penyelenggaraan pendidikan multikultural pada anak usia dini

dan bagaimana dampak penyelenggaraan pendidikan multicultural

74

Gambar

Tabel 1 Struktur Organisasi
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 1 (9) Direksi adalah organ BUMN yang bertanggung jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di

Untuk itu, daya kepimpinan dan kecekapan pengurusan guru-guru terlibat dalam Program NILAM di sekolah amat diperlukan bagi memastikan salah satu program utama kerajaan bagi

a) Taktik pujukan rasional penggunaan hujah yang logik dan mempunyai bukti-bukti nyata semasa memujuk orang bawahan digunakan dalam melaksanakan sesuatu. Akan tetapi taktik ini

Penelitian oleh Riyan dan Rina (2017), Dolinsek dkk (2014), Fransiskus dkk (2012), serta Agboola dan salawu (2012) menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh

"Bahwa kebahagiaan keluarga dapat tercapai apabila terpenuhi empat perkara : yaitu keserasian antara suami istri, mempunyai anak yang terdidik, bergaul

Pembatasan masalah pada tulisan ini yakni fungsi padat peluang berdistribusi gamma dengan parameter r dan λ. Hasil penurunan kedua metode estimasi diterapakan dalam rata-rata

[r]

Suatu produk dengan brand image yang positif dan diyakini konsumen dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya, maka dengan sendirinya akan menumbuhkan keputusan pembelian