• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEFINISI NYERI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEFINISI NYERI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PAPER  PAPER 

NYERI

NYERI

Disusun oleh : Disusun oleh : Ghariza Puspa Dinia Ghariza Puspa Dinia

G1A208023 G1A208023

Dokter Penguji : Dokter Penguji :

dr. Johny H. P. Silalahi, Sp.B, FinaCS dr. Johny H. P. Silalahi, Sp.B, FinaCS

BAGIAN ILMU BEDAH BAGIAN ILMU BEDAH

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO PURWOKERTO 2010 2010

(2)

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PENGESAHAN PAPER  PAPER 

NYERI

NYERI

Disusun sebagai tugas dalam ujian mayor stase Bedah di Bagian Bedah Disusun sebagai tugas dalam ujian mayor stase Bedah di Bagian Bedah RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Fakultas Kedokteran dan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Fakultas Kedokteran dan

Ilmu-Ilmu Kesehatan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Universitas Jenderal Soedirman

Purwokerto Purwokerto

Disusun oleh : Disusun oleh : Ghariza Puspa Dinia Ghariza Puspa Dinia

G1A208023 G1A208023

Disetujui dan Disahkan, Disetujui dan Disahkan, Pada

Pada tanggal, tanggal, Oktober Oktober 20102010

Dokter Penguji, Dokter Penguji,

dr. Johny H. P. Silalahi, Sp. B, FinaCS dr. Johny H. P. Silalahi, Sp. B, FinaCS

(3)

I. DEFINISI NYERI

 Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007. Menurut International  Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.

II. FISIOLOGI NYERI

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara   potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis

reseptor nyeri (nosireceptor ) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak   bermielin dari syaraf perifer.

Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa   bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan  pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul  juga memiliki sensasi yang berbeda.

a.  N osireceptor kutaneus   berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal

dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor   jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :

(4)

1. Reseptor A delta, merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.

2. Serabut C, merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya  bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.

 b. Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat   pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya.

Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.

c. Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan infla masi.

Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka  perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis berikut ini:

Resepsi : proses perjalanan nyeri

Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri

Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri Fisiologi Nyeri :

1. Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius àaktivitas elektrik  reseptor terkait. Pada nyeri nosiseptif, fase pertamanya adalah transduksi,

(5)

konversi stimulus yang intens apakah itu stimuli kimiawi seperti pH rendah yang terjadi pada jaringan yang meradang , stimulus panas diatas 420C, atau kekuatan mekanis. Disini didapati adanya protein transducer  spesifik yang diekspresikan dalam neuron nosiseptif ini dan mengkonversi stimulus noksious menjadi aliran yang menembus membran, membuat depolarisasi membran dan mengaktifkan terminal perifer. Proses ini tidak  melibatkan prostanoid atau produksi prostaglandin oleh siklo-oksigenase, sehingga nyeri ini, atau proses ini, tidak dipengaruhi oleh penghambat enzim COX-2.

(6)

2. Transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf  sensorik perifer yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian  jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir  hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex. Ada dua jenis transmisi saraf :

a) Ionotropik dimana mediator bekerja langsung pada pintu ion ke dalam sel. Ciri jenis transmisi itu adalah (i) proses berlangsung cepat dan (ii) masa proses singkat.

 b) Metabotropik dimana mediator bekerja lewat perubahan biokimia pada membrane post-sinaps. Ciri transmisi cara ini adalah (i) lambat dan (ii)   berlangsung lama. Prostaglandin E 2 termasuk dalam golongan

metabotropik; Hiperalgesia karena prostaglandin E 2 terjadi lambat tapi berlangsung lama. Morfin dan obat-opiat lainnya juga masuk  golongan metabotropik, tetapi obat-obat ini menghambat hiperalgesia   ² bekerjanya juga lambat dan berlangsung lama. Trauma mekanik 

rupa-rupanya langsung merusak integritas membran dan tergolong ionotropik , bersama bradykinin. Rasa nyeri timbul cepat dan   berlangsung singkat, kecuali bila kerusakan yang ditimbulkannya

hebat tentu rasa nyeri dapat berlangsung lama.

3. Modulasi yaitu aktivitas saraf utk mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu telah diteruskan di sistem saran pusat yang secara selektif  menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto). Pada fase modulasi

(7)

terdapat suatu interaksi dengan system inhibisi dari transmisi nosisepsi  berupa suatu analgesic endogen. Konsep dari system ini yaitu berdasarkan dari suatu sifat, fisiologik, dan morfologi dari sirkuit yang termasuk  koneksi antara periaqueductal gray matter dan nucleus raphe magnus dan formasi retikuler sekitar dan menuju ke medulla spinalis.

Analgesik endogen meliputi : - Opiat endogen

- Serotonergik 

- Noradrenergik (Norepinephric)

Sistem analgesik endogen ini memiliki kemampuan menekan input nyeri di kornu posterior dan proses desendern yang dikontrol oleh otak  seseorang, kornu posterior diibaratkan sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup adalah terbuka dalam menyalurkan input nyeri. Proses modulasi ini dipengaruhi oleh kepribadian, motivasi, pendidikan, status emosional & kultur seseorang.

4. Persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan  perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak 

yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif sehingga tidak terhindarkan keterbatasan untuk memahaminya (Dewanto). Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar akan adanya suatu nyeri, maka a kan terjadi suatu reaksi yang kompleks. Persepsi ini menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu itu dapat bereaksi.

(8)

Fase ini dimulai pada saat dimana nosiseptor telah mengirimkan sinyal   pada formatio reticularis dan thalamus, sensasi nyeri memasuki pusat kesadaran dan afek. Sinyal ini kemudian dilanjutkan ke area limbik. Area ini mengandung sel sel yang bisa mengatur emosi. Area ini yang akan memproses reaksi emosi terhadap suatu nyeri. Proses ini berlangsung sangat cepat sehingga suatu stimulus nyeri dapat segera menghasilkan emosi.

III. TEORI PENGONTROLAN NYERI (GATE CONTROL THEORY )

Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan (Tamsuri, 2007)

Teori   gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor , neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter  penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat

(9)

seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan   berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh.

 N euromedulator  ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat

  pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter, 2005).

IV. RESPON TERHADAP NYERI

Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.

Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fa se pengalaman nyeri: a. Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)

Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang   belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran  perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi  pada klien.

(10)

 b. Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)

Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.

Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar  endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih  besar.

Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak  mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.

(11)

Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

A. Respon Psikologis

Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien. Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial budaya. Arti nyeri bagi setiap individu berbeda- beda antara lain :

1) Bahaya atau merusak  2) Komplikasi seperti infeksi 3) Penyakit yang berulang 4) Penyakit baru

5) Penyakit yang fatal

6) Peningkatan ketidakmampuan 7) Kehilangan mobilitas

8) Menjadi tua 9) Sembuh

10) Perlu untuk penyembuhan 11) Hukuman untuk berdosa

(12)

12) Tantangan

13) Penghargaan terhadap penderitaan orang lain 14) Sesuatu yang harus ditoleransi

15) Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki B. Respon Fisiologis Terhadap Nyeri

1. Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat , dan superficial ) a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate  b) Peningkatan heart rate

c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP d) Peningkatan nilai gula darah

e) Diaphoresis

f) Peningkatan kekuatan otot g) Dilatasi pupil

h) Penurunan motilitas GI

2. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam) a) Muka pucat

 b) Otot mengeras

c) Penurunan heart rate dan tekanan darah d)  Nafas cepat dan irreguler 

e)  Nausea dan vomitus f) Kelelahan dan keletihan

C. Respon Tingkah Laku Terhadap Nyeri

1) Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:

(13)

3) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir) 4) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan

gerakan jari & tangan

5) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Me nghindari percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)

D. Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri 1) Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami  penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

2) Jenis kelamin

Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).

3) Kultur 

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

(14)

4) Makna nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.

5) Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik  relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.

6) Ansietas

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.

7) Pengalaman masa lalu

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.

8) Pola koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.

9) Support keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan

(15)

V. INTENSIT S NYE I

Int nsit s nyer i adalah gambaran tentang seberapa parah nyer i dirasakan oleh indi idu, pengukuran intensitas nyer i sangat sub jek ti dan indi idual dan kemungk inan nyer i dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyer i dengan  pendekatan ob jek ti yang paling mungk in adalah menggunakan respon f isiologik 

tubuh terhadap nyer i itu sendir i. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak  dapat member ikan gambaran pasti tentang nyer i itu sendir i (Tamsur i, 2007).

Menurut Smelt er, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai ber ikut :

a. Skala Intensitas Nyeri Deskritif 

. Skala Identitas Nyeri Numerik 

(16)

d. Skala Nyeri Menurut B urbanis

eterangan :

0 :Tidak nyer i

1-3 : Nyer i r ingan : secara obyek tif k lien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 : Nyer i sedang : Secara obyek tif k lien mendesis,

menyer ingai, dapat menun jukkan lokasi nyer i, dapat mendeskr i psikannya, dapat mengikuti per intah dengan baik.

7-9 : Nyer i berat : secara obyek tif k lien terkadang tidak dapat

mengikuti per intah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menun jukkan lokasi nyer i, tidak dapat mendeskr i psikannya, tidak dapat diatasi dengan alih  posisi nafas pan jang dan distraksi

10 : Nyer i sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi  berkomunikasi, memukul.

Karak ter istik paling subyek tif pada nyer i adlah tingkat keparahan atau intensitas nyer i tersebut. K lien ser ingkali diminta untuk mendeskr i psikan nyer i

(17)

sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda  bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk 

dipastikan.

Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (V erbal Descriptor Scale, VDS)

merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari ³tidak terasa nyeri´ sampai ³nyeri yang tidak tertahankan´. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa  paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik ( N umerical rating scales, NRS) lebih digunakan

sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).

Skala analog visual (V isual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi.

VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan   penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan   pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat

(18)

mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).

VI. KATEGORI NYERI

A. Serat Nyeri F ast dan Slow

Ada dua cara impuls diteruskan ke CNS. Sinyal yang berasal dari nocireseptor mekanik dan thermal akan ditransmisika n melalui serat A-delta dengan kecepatan 30 m/s (jaras nyeri cepat). Impuls dari plimodal akan melalui serat C yang tidak bermielin, dengan kecepatan 12m/s (jaras pelan). Saat terisis atau terbakar, akan terasa nyeri yang berdenyut awalnya yang kemudian akan muncul rasa tidak sakit yang tidak enak. Nyeri yang dirasakan  pendek, tajam, menusuk, dan mudah dilokalisasi, itulah nyeri jaras cepat dari

nocireseptor mekanik dan thermal. Perasaan ini akan diikuti dengan sakit yang tumpul, sukar dilokalisasi dan bertahan untuk waktu yang relatif lama dan lebih tidak enak. Itulah jaras nyeri lambat, yang diaktivasi oleh   bradikinin. Kimia yang berperan dalam proses peradangan ini juga bisa menyebabkan nyeri yang berlanjut meski telah dilakukan penghilangan stimulus termal dan mekanis.

(19)

B.  Nyeri Superficial dan Deep

  Nyeri yang muncul dari stimulasi reseptor di kulit, disebut nyeri somatik superfisial sedangkan stimulasi reseptor di otot tulang, sendi, tendon, dan fascia menyebabkan nyeri somatik dalam. Nyeri visceral dihasilkan dari stimulasi nocireseptor di organ visceral. Jika nyeri visceral tersebut diffuse, ada kemungkinan itu tanda bahaya karena mungkin disebabkan oleh ischemia organ dalam. Misalnya batu ginjal yang mungkin menyebabkan nyeri berat dengan menghambat atau menggelembungkan ureter atau saluran empedu.

C.  Referred  Pain

Pada beberapa contoh nyeri visceral, nyeri yang dirasakan di kulit atau di kulit bagian dalam yang ada di atas organ yang distimulasi, atau bahkan di daerah permukaan yang jauh dari organ tersebut. Itulah yang dinamakan referred pain. Misalnya, serat sensorik dari jantung, kulit di atas jantung, dan di sepanjang aspek medial lengan kiri akan masuk spinal cord segmen T1 sampai T5. Oleh karena itu, nyeri pada serangan jantung dirasakan di kulit di atas jantung serta di sepanjang lengan kiri.

D.  N  yeri Akut dan N  yeri Kronik 

1.  Nyeri Akut

 Nyeri akut tidak berlangsung lama dan biasanya hilang saat perbaikan tubuh. Traktus spinotalamikus untuk rasa nyeri cepat. Serabut rasa nyeri cepat tipe A terutama dilalui oleh rasa nyeri mekanik dan rasa nyeri suhu akut. Serabut ini berakhir pada lamina I (lamina marginalis) pada kornu dorsalis dan merangsang neuron pengantar kedua dari traktus neospinotalamikus. Neuron ini akan mengirimkan sinyal ke serabut

(20)

  panjang yang terletak di dekat sisi lain medula spinalis dalam komisura anterior dan selanjutnya berbelok naik ke otak dalam kolumna anterolateralis.

Beberapa serabut neospinotalamikus berakhir di daerah retikularis  batang otak, tetapi sebagian besar melewati semua jalur ke talamus tanpa

hambatan, berakhir di kompleks ventro-basal di sepanjang kolumna dorsalis-traktus lemniskus medialis untuk sensasi raba. Ada beberapa serabut yang berakhir di kelompok nuklear posterior. Dari daerah talamus ini, sinyal akan dijalarkan ke daerah lain pada basal otak seperti juga ke korteks somatosensorik. Glutamat merupakan substansi neurotransmitter  yang disekresikan di medulla spinalis pada ujung-ujung serabut saraf nyeri tipe A. Biasanya memiliki masa kerja yang berlangsung hanya beberapa milidetik.

2.  Nyeri kronik 

Sakit kronis merupakan nyeri yang masih muncul bahkan lama setelah tubuh Anda telah sembuh. Kadang-kadang, orang yang memiliki sakit kronis tidak tahu apa penyebabnya. Namun, nyeri ini sering muncul pada kondisi seperti radang sendi, fibromyalgia dan kanker. Seiring dengan rasa tidak nyaman, sakit kronis dapat menyebabkan rendah diri, depresi dan kemarahan. Hal ini juga dapat mengganggu aktivitas harian.

Jaras paleosinoltalamikus adalah sistem yang menjalarkan rasa nyeri terutama dari serabut tipe C lambat-kronik perifer, walaupun jaras ini menjalarkan beberapa sinyal dari serabut tipe A juga. Dalam jaras ini,

(21)

serabut-serabut perifer berakhir di dalam medula spinalis hampir di seluruhnya di lamina II dan III kornu dorsalis, yang bersama-sama disebut substansia gelatinosa. Sebagian besar sinyal kemudian melewati satu atau lebih neuron serabut pendek tambahan di dalam kornu dorsalisnya sebelum terutama memasuki lamina A, juga di kornu dorsalis. Di sini, neuron-neuron berakhir dalam rangkaian merangsang akson-akson panjang yang sebagian besar menyambungkan serabut-serabut dari jaras rsa nyeri cepat, yang mula-mula melewati komisura anterior ke sisi berlawanan dari medula spinalis, kemudian naik ke otak dalam jaras anterolateral.

Percobaan penelitian menunjukkan bahwa ujung serabut nyeri tipe C yang memasuki medula spinalis mungkin mengeluarkan transmiter  glutamat dan transmiter substansi P. Substansi P dilepaskan lebih lambat. Walaupun secara terperinci belum diketahui, sepertinya telah jelas kalau glutamat berperan dalam menjalarkan rasa nyeri cepat ke dalam sistem saraf pusat, dan substansi P berhubungan dengan rasa nyeri lambat kronik.

Jaras paleosinotalamikus lambat-kronik berakhir secara luas dalam   batang otak. Hanya sepersepuluh sampai seperempat serabut yang

melewati seluruh jalur ke talamus. Namun demikian, serabut-serabut ini kebanyakan berakhir di satu dari tiga derah berikut: (1) nukleus retikularis medula, pons, dan mesensefalon (2) area tektal dari mesensefalon dalam sampai kolikuli superior dan inferior, atau (3) daerah periakueduktus substansia grisea, yang mengelilingi aqueduktus sylvii. Daerah yang lebih rendah dari batang otak ini tampatknya penting untuk merasakan rasa nyeri , karena hewan yang otaknya mengalami pemotongan di atas mesensefalon

(22)

untuk menghambat semua sinyal rasa nyeri dalam mencapai serebrum masih menunjukkan dengan jelas bukti-bukti yang tidak dapat disangkal dari rasa nyeri batang otak, banyak neuron berserabut pendek yang memancarkan sinyal nyeri naik ke intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke dalam bagian tertentu hipotalamus dan daerah basal lain dari otak.

E.  Nyeri Neuropati

 Neuropati perifer (peripheral neuropathy/PN) adalah penyakit pada saraf    perifer. Saraf tersebut adalah semua saraf selain yang ada di otak dan urat saraf tulang belakang (perifer berarti jauh dari pusat).8 Nyeri neuropatik  merupakan keadaan kompleks nyeri kronis yang biasanya disertai dengan cedera jaringan. Dengan nyeri neuropatik, serat-serat saraf sendiri mungkin rusak, disfungsional, atau cedera. Serat saraf yang rusak ini mengirim sinyal yang salah ke pusat-pusat rasa sakit lain. Dampak dari cedera serabut saraf  meliputi perubahan dalam fungsi syaraf baik, di tempat cedera dan daerah sekitar cedera.

Akibatnya, orang merasa tidak nyaman dengan gejala yang digambarkan sebagai kesemutan atau seperti ditusuk paku dan jarum atau gejala nyeri lebih seperti membakar. Nyeri saraf dapat dikaitkan dengan sejumlah kondisi medis seperti diabetes, herpes zoster, kanker dan perawatan nya, sindrom carpal tunnel, atau cedera tulang belakang.

Rasa geli dan sensasi terbakar nyeri saraf sangat berbeda dari rasa sakit dan nyeri yang dirasakan dari nyeri otot. Nyeri otot disebabkan oleh cedera fisik, seperti terjatuh, akan menghilang setelah cedera telah sembuh. Di sisi

(23)

lain, nyeri saraf yang mungkin tidak disebabkan oleh trauma, sering menghasilkan rasa sakit terus-menerus atau rutin. Over-the-counter-pain seringkali tidak cukup kuat untuk membuat nyeri saraf pergi. Sejalan dengan waktu, nyeri saraf dapat menyebar dari kaki bawah ke atas atau naik ke lengan dari tangan.

Tidak ada obat untuk saraf rusak yang menyebabkan rasa sakit saraf. Tetapi dengan program manajemen nyeri yang efektif yang mungkin mencakup latihan, manajemen stres, dan obat-obatan, rasa sakit dapat dikurangi. Dengan selalu aktif, sesorang bisa mengurangi rasa penderitaan dan meningkatkan kualitas hidupnya. Sumber nyeri kronik tidak sederhana. Ada masalah psikologis yang disebabkan oleh masalah fisik. Ini adalah alasan mengapa memilih salah satu perawatan ini tidak dianjurkan. Perlu dicoba   banyak metode.

F.  Nyeri Muskuloskeletal

Otot merupakan jaringan yang peka nyeri terhadap tekanan, sayatan dan zat kimia. Fascia, tendon dan periosteum merupakan jaringan peka yeri terhadap tusukan, tekanan dan zat kimia iritatif sedangkan tulang- tulang kompakta adalah kurang peka nyeri. Nyeri pada fraktur merupakan hasil dari stimulus pada jaringan- jaringan tersebut. Nyeri muskuloskeletal harus dipastikan apakah nyerinya karena inflamasi atau bukan. Nyeri akut karena rangsang nosisepsi akut yang lebih jelas. Misal trauma atau karena tindakan.   Nyeri kronik dibedakan berdasarkan karena proses inflamasi (kelompok   penyakit rematik) dan non inflamasi. Manifestasi inflamasi muskuloskeletal :

(24)

- nyeri - kemerahan -  panas, dan - kekakuan

  Nyeri muskuloskeletal kronik non inflamasi terutama yang lebih dari 3  bulan berhubungan dengan gangguan psikologis : depresi, anxietas, gangguan tingkah laku. Sulit dibedakan karena inflamasi atau bukan. Kadang disebut sebagai nyeri muskuloskleletal primer atau idiopatik.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

American Chronic Pain Ascociation. Neuropathic Pain. Diunduh dari http://www.theacpa.org/conditionDetail.aspx?id=29.

Anonymous. Many Causes of Pain. Diunduh dari

http://www.paintreatmentblog.com/pain.

Family Doctor. Chronic Pain. Diunduh dari

http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/pain/disorders/551.printer  view.html

 NLM NIH. Pain. Diunduh dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/pain.html. Priharjo, R (1993).  Perawatan  N   yeri, pemenuhan aktivitas istirahat. Jakarta :

EGC hal : 87.

Ramali. A. (2000).   Kamus Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta : Djambatan.

Sherwood L. Human Physiology: The Peripheral Nervous System. 7th ed. Canada: Brooks/Cole;2010. p. 191-2.

Tamsuri, A. (2007).  Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63 Potter. (2005).  F undamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta:

EGC. Hlm 1502-1533.

Tortora GJ, Derrickson BH. Principles of Anatomy and Physiology: Sensory, Motor and Integrative System. 12th ed. Asia: Willey;2009. p. 574-5

Yayasan Spiritia. Neuropati Perifer. Diunduh dari http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=555.

Referensi

Dokumen terkait

Based on the structural equation modeling analyzes, it was determined that the 7 independent variables (context, content, community, customization, communication,

Dengan tidak adanya kebijakan dan prosedur penjualan secara tertulis hal ini memungkinkan kurangnya komunikasi antar suatu bagian dalam perusahaan mengenai aktivitas

Yang mana secara tekniknya dapat membantu siswanya belajar di setiap mata pelajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil, saling membantu belajar satu

ii) Mengikuti petunjuk Site Engineer / Quantity Engineer atau Pejabat Pembuat Komitmen dalam melaksanakan tugasnya... Anugerah Karya Mandiri 39 dikerjakan dan memberikan

Berdasarkan Gambar 2 konstruksi pohon filogeni ini didapatkan sekuen Tanaman Pala dari Tahuna menunjukan bahwa pala yang terdapat di Tahuna masih belum bisa

1) Perbandingan hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan alat tangkap cantrang berturut – turut adalah 51% dan 49%. Total hasil tangkapan pada penelititan

Eragayam, Perda No.4/2004.. Mogonik

Kompresor berfungsi menciptakan tekanan rendah pada ruang evaporator dan menciptakan tekanan tinggi pada