• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya peningkatan hidup rohani keluarga kristiani di Lingkungan Santo Paulus Maguwoharjo Paroki Marganingsih Yogyakarta melalui katekese keluarga.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya peningkatan hidup rohani keluarga kristiani di Lingkungan Santo Paulus Maguwoharjo Paroki Marganingsih Yogyakarta melalui katekese keluarga."

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “ UPAYA PENINGKATAN HIDUP ROHANI KELUARGA-KELUARGA KRISTIANI DI LINGKUNGAN ST. PAULUS MAGUWOHARJO MELALUI KATEKESE”. Latar belakang penulisan skripsi ini adalah berdasarkan keprihatinan yang penulis lihat sehubungan dengan kehidupan rohani keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan St. Paulus Maguwoharjo. Keluarga-keluarga Kristiani masih sibuk dengan masing-masing pekerjaannya sehingga jarang melaksanakan kegiatan rohani dalam keluarga. Menanggapi situasi tersebut penulis sangat tertarik untuk menulis skripsi ini untuk memberi sumbangan pemikiran kepada keluarga-keluarga Kristiani sekaligus memberi dukungan dan semangat di dalam meningkatkan hidup rohani di tengah masing-masing keluarganya agar semakin dekat dengan Yesus dan melaksanakan karya pewartaan Yesus di tengah-tengah dunia.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana meningkatkan hidup rohani keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan melalui katekese keluarga. Untuk menanggapi permasalahan tersebut maka penulis mengumpulkan data hidup rohani keluarga-keluarga Kristiani. Oleh karena itu penulis menyebarkan kuesioner dan wawancara yang berhubungan dengan judul skripsi kepada keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan St. Paulus. Di samping itu diperlukan studi pustaka untuk memperoleh pemikiran-pemikiran yang diharapkan untuk membantu keluarga-keluarga dalam mengembangkan hidup rohani dalam keluarga-keluarga, lingkungan dan Gereja.

(2)

ABSTRACT

The title of this minithesis is DO EFFORTS IN DEVELOPING SPIRITUAL LIFE OF THE CHRISTIAN FAMILIES IN THE ST. PAUL COMMUNITY MAGUWOHARJO PARISH MARGANINGSIH KALASAN YOGYAKARTA THROUGH CATECHISM. The background of writing this minithesis is based on my concern on the life of the christian families in the community of st. Paul Maguwoharjo. The families are rushing outside along day so it is not easy for them even to find a single minute for prayer. From this point of view, I am interested to do my research and try to put more ideas how to build a family prayer up in such situation and how to motivate them in developing their families' spiritual life so they can come close to Jesus in prayer any time they want and take part in Jesus' mission in the world.

The main issue in this minithesis is how to develop the spiritual life of christisn families in community through a family catechism. To answer the main issue, I have to collect the details of spiritual life of the Christian families. I have to distribute questionnare and making interview in accord with my title of minithesis to the Christian families in st. Paul community Maguwoharjo. In addition, I do a library research to get more new ideas and thoughts in which can help the families in developing their spiritual life in the community and in the Church.

(3)

UPAYA PENINGKATAN HIDUP ROHANI KELUARGA KRISTIANI DI LINGKUNGAN SANTO PAULUS MAGUWOHARJO PAROKI MARGANINGSIH YOGYAKARTA MELALUI KATEKESE KELUARGA

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Sophia Nona Puka

NIM: 101124057

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada

Kongregasi Suster Misi Abdi Roh Kudus (SSpS), khususnya

Provinsi Maria Ratu Para Rasul Kalimantan

Provinsi Maria Bunda Allah Jawa.

Komunitas Roh Suci SSpS Yogyakarta, Keluarga, Sahabat dan

(7)

MOTTO

“Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, jalanmu bukanlah jalan-Ku”

(Yes 55:8)

“Tuhan adalah Gembalaku”

(8)
(9)
(10)

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “ UPAYA PENINGKATAN HIDUP ROHANI KELUARGA-KELUARGA KRISTIANI DI LINGKUNGAN ST. PAULUS MAGUWOHARJO MELALUI KATEKESE”. Latar belakang penulisan skripsi ini adalah berdasarkan keprihatinan yang penulis lihat sehubungan dengan kehidupan rohani keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan St. Paulus Maguwoharjo. Keluarga-keluarga Kristiani masih sibuk dengan masing-masing pekerjaannya sehingga jarang melaksanakan kegiatan rohani dalam keluarga. Menanggapi situasi tersebut penulis sangat tertarik untuk menulis skripsi ini untuk memberi sumbangan pemikiran kepada keluarga-keluarga Kristiani sekaligus memberi dukungan dan semangat di dalam meningkatkan hidup rohani di tengah masing-masing keluarganya agar semakin dekat dengan Yesus dan melaksanakan karya pewartaan Yesus di tengah-tengah dunia.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana meningkatkan hidup rohani keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan melalui katekese keluarga. Untuk menanggapi permasalahan tersebut maka penulis mengumpulkan data hidup rohani keluarga-keluarga Kristiani. Oleh karena itu penulis menyebarkan kuesioner dan wawancara yang berhubungan dengan judul skripsi kepada keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan St. Paulus. Di samping itu diperlukan studi pustaka untuk memperoleh pemikiran-pemikiran yang diharapkan untuk membantu keluarga-keluarga dalam mengembangkan hidup rohani dalam keluarga-keluarga, lingkungan dan Gereja.

(11)

ABSTRACT

The title of this minithesis is DO EFFORTS IN DEVELOPING SPIRITUAL LIFE OF THE CHRISTIAN FAMILIES IN THE ST. PAUL COMMUNITY MAGUWOHARJO PARISH MARGANINGSIH KALASAN YOGYAKARTA THROUGH CATECHISM. The background of writing this minithesis is based on my concern on the life of the christian families in the community of st. Paul Maguwoharjo. The families are rushing outside along day so it is not easy for them even to find a single minute for prayer. From this point of view, I am interested to do my research and try to put more ideas how to build a family prayer up in such situation and how to motivate them in developing their families' spiritual life so they can come close to Jesus in prayer any time they want and take part in Jesus' mission in the world.

The main issue in this minithesis is how to develop the spiritual life of christisn families in community through a family catechism. To answer the main issue, I have to collect the details of spiritual life of the Christian families. I have to distribute questionnare and making interview in accord with my title of minithesis to the Christian families in st. Paul community Maguwoharjo. In addition, I do a library research to get more new ideas and thoughts in which can help the families in developing their spiritual life in the community and in the Church.

(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Tritunggal Maha Kudus, atas

segala berkat dan bimbingan-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripi ini dengan baik. Kasih Allah begitu indah. Ia

telah mendampingi, menyertai dan hadir nyata dalam diri setiap pribadi yang dengan

caranya sendiri telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. Skripsi

ini berjudul “UPAYA PENINGKATAN HIDUP ROHANI KELUARGA

-KELUARGA KRISTIANI DI LINGGKUNGAN SANTO PAULUS

MAGUWOHARJO PAROKI MARGANINGSIH KALASAN YOGYAKARTA

MELALUI KATEKESE KELUARGA.

Skripsi ini ditulis berdasarkan keprihatinan penulis terhadap pelaksanaan

hidup rohani dalam keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan Santo Paulus

Maguwoharjo. Mereka perlu mendapat perhatian dalam mengembangkan hidup

rohani. Penyusunan skripsi dimaksudkan untuk membantu keluarga-keluarga di

lingkungan Santo Paulus Maguwoharjo dalam meningkatkan hidup rohani di

tengah-tengah keluarganya sehingga mereka juga ikut ambil bagian dalam kegiatan

di lingkungan dan di Gereja.

Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tak lepas dari bantuan dan dukungan

dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu

pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, SJ,M.Ed, selaku kaprodi dan dosen

(13)

penulis baik dalam menempu studi di IPPAK maupun dalam penulisan skripsi

ini mulai dari penyusunan hingga pertanggungjawaban skripsi ini.

2. Dr. Bernardus Agus Rukiyanto, SJ. selaku dosen penguji II dan DPA yang

dengan caranya sendiri telah mendukung dan memberi semangat dalam

penulisan skripsi ini

3. Bapak Drs. L. Bambang Hendrato, Y.M.Hum. selaku dosen penguji III yang

selalu setia memberi dukungan, sapaan dan motivasi dalam penulisan skripsi

ini.

4. Kongregasi SSpS, secara khusus Tim Pimpinan Propinsi Maria Ratu Para Rasul

Kalimantan, yang memberi kepercayaan, dukungan baik spiritual, moril maupun

finansial kepada penulis selama masa studi dan penulisan skripsi di IPPAK

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

5. Untuk Tim Pimpinan Propinsi Maria Bunda Allah Jawa dan para suster di

komunitas Biara Roh Suci Yogyakarta yang dengan caranya masing-masing

telah mendukung, mendoakan dan memberi motivasi kepada penulis selama

studi hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.

6. Bapak Lumaksono selaku ketua lingkungan beserta bapak-bapak dan ibu-ibu di

lingkungan St. Paulus Maguwoharjo, yang telah meluangkan waktu, memberi

kesempatan kepada penulis mengadakan penelitian dan memberikan semangat

kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Orang tua dan anggota keluarga yang telah mendukung penulis lewat cinta,

perhatian, doa dan dukungan selama ini

8. Rekan-rekan mahasiswa, khususnya angkatan 2010, yang telah mendukung

secara spiritual dn moril maupun dalam bentuk apa saja sampai terselesainya

(14)
(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN………...xix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Metode Penulisan………..7

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. HIDUP ROHANI DALAM KELUARGA-KELUARGA KRISTIANI DI ZAMAN SEKARANG ... 9

A. Hidup Rohani ... 10

1. Pengertian Hidup Rohani ... 10

2. Bentuk-bentuk Kegiatan Hidup rohani ... 12

a. Doa Pribadi dan Bersama ... 12

b. Mengikuti Perayaan Ekaristi ... 13

c. Membaca dan Merenungkan Kitab Suci ... 14

d. Ikut Aktif dalam Kelompok Pembinaan Iman ... 14

e. Ikut Ambil Bagian dalam Rekoleksi, Retret, Ziarah ... 14

f. Refleksi Harian ... 15

(16)

3. Tujuan Hidup Rohani ... 16

a. Meningkatkan Relasi dengan Tuhan ... 16

b. Memupuk Relasi Kasih dengan Sesama Manusia ... 16

c. Membangun Sikap Peduli Terhadap Semesta ... 16

B. Keluarga Kristiani ... 17

1. Pengertian Keluarga Kristiani ... 17

2. Pokok-Pokok Keluarga Kristiani ... 18

a. Keluarga adalah Komunitas Pribadi-pribadi dalam Cinta Kasih ... 18

b. Keluarga adalah Persekutuan Pembela Kehidupan ... 19

c. Keluarga adalah Gereja Rumah Tangga ... 20

1) Persekutuan (Koinonia) ... 21

2) Liturgi (Leiturgia) ... 21

3) Pewartaan Injil (Kerygma) ... 22

4) Pelayanan (Diakonia) ... 23

5) Kesaksian Iman (Martyria) ... 23

d. Keluarga adalah “Sel Terkecil Masyarakat ” ... 23

e. Tanggung Jawab Keluarga Kristiani ... 24

f. Tujuan Keluarga Kristiani ... 26

1) Kesejahteraan Keluarga ... 26

2) Demi Keturunan ... 28

3) Perkembangan Pribadi ... 29

g. Tugas Keluarga Kristiani ... 30

1) Membentuk Kesatuan Pribadi-Pribadi ... 30

(a) Cinta Kasih Sebagai Asas Kekuaran Persatuan ... 30

(b) Persatuan Utuh Suami-Istri ... 30

(c) Kesatuan Persekutuan Sami-Istri yang Tak Terceraikan ... 31

(d) Persatuan Keluarga yang Lebih Luas ... 31

(e) Hak-hak serta Peranan Wanita ... 32

(f) Kaum Wanita dan Masyarakat ... 32

(g) Pria Sebagai Suami dan Ayah ... 32

(h) Hak-hak Anak ... 33

(17)

a) Penerus Hidup ... 33

(1) Bekerjasama dalam Kasih Allah Pencipta ... 33

(2) Ajaran dan kaidah Gereja, sudah lama tetapi selalu Baru ... .34

(3) Gereja Membela Kehidupan ... 34

b) Pendidikan ... 35

(1) Hak dan Kewajiban Orang Tua untuk Mendidik ... 35

(2) Mendidik Menuju Nilai-Nilai Hakiki Hidup Manusia ... 35

(3) Hubungan dengan Para Pelaksana Pendidikan yang lain .. 36

3) Turut Serta Mengembangkan Masyarakat ... 36

(a) Keluarga sebagai sel masyarakat yang pertama dan amat penting ... 36

(b) Hidup Berkeluarga Sebagai Pengalaman Hidup Bersatu dan Berbagi Rasa ... 37

(c) Peranan Sosial dan Politis ... 37

(d) Masyarakat Melayani Keluarga ... 38

(e) Piagam Hak-Hak Keluarga ... 38

(f) Rahmat dan Tanggungjawab Keluarga Kristiani ... 39

(g) Menuju Tatanan Internasional yang Baru ... 39

4) Turut Serta Dalam Hidup dan Perutusan Gereja ... 40

(a) Keluarga dalam Misteri Gereja ... 40

(b) Peranan Gereja yang Khusus dan asli ... 40

C. Makna Hidup Rohani Keluarga Kristiani di Zaman Sekarang ... 41

BAB III. PENGHAYATAN HIDUP ROHANI KELUARGA-KELUARGA KRISTIANI DI LINGKUNGAN ST. PAULUS MAGUWOHARJO PAROKI MARGANINGSIH KALASAN YOGYAKARTA ... 44

A. Keadaan Umum Umat di lingkungan St. Paulus Maguwoharjo ... 44

1. Letak Lingkungan St. Paulus Maguwoharjo ... 44

2. Jumlah dan Situasi Umat Katolik ... 46

3. Kegiatan-Kegiatan yang ada di Lingkungan St. Paulus ... 47

4. Kesulitan-Kesulitan yang Dihadapi oleh Umat di Lingkungan St. Paulus Maguwoharjo ... 49

(18)

Lingkungan St. Paulus Maguwoharjo ... 51

C. Penelitian Pelaksanaan Hidup Rohani Keluarga di Lingkungan St. Paulus Maguwoharjo Melalui Katekese Umat ... 53

1. Desain Penelitian ... 53

a. Latar Belakang Penelitian ... 53

b. Tujuan Penelitian ... 55

c. Jenis Penelitian ... 56

d. Instrumen Pengumpulan Data Penelitian ... 56

e. Responden Penelitian ... 56

f. Waktu dan Tempat ... 57

g. Variabel Penelitian ... 57

2. Laporan Hasil Penelitian Penghayatan Hidup Rohani Keluarga-Keluarga di Lingkungan St. Paulus Maguwoharjo ... 58

a. Gambaran Kegiatan Rohani pada Umumnya ... 59

b. Gambaran tentang Keluarga Kristiani Menghayati Panggilannya sebagai Gereja Domestik ... 62

c. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Penghayatan Hidup Rohani Keluarga Kristiani ... 63

3. Laporan Hasil Penelitian dengan Wawancara ... 65

a. Keluarga Menyediakan Waktu untuk Berdoa Bersama dalam Keluarga ... 65

b. Seluruh Keluarga Ikut Terlibat dalam Kegiatan Doa Lingkungan dan Pendalaman Iman ... 66

c. Hambatan dan Faktor Pendukung yang Dialami dalam Melaksanakan Doa Bersama dalam Keluarga ... 66

d. Keluarga Memiliki Kebiasaan Doa Bersama Saat Ulang Tahun Kelahiran dan Ulang Tahun Perkawinan ... 67

e. Seluruh Keluarga Ikut Terlibat dalam Kegiatan di Gereja dan Lingkungan ... 67

4. Kesimpulan Hasil Penelitian ... 71

(19)

A. Katekese ... 73

1. Pengertian Katekese ... 73

2. Tujuan Katekese ... 75

3. Pelaku Katekese ... 77

a. Para Uskup ... 77

b. Para Imam ... 78

c. Para Biarawan/Biarawati ... 78

d. Para Katekis Awam ... 78

e. Keluarga ... 78

f. Seluruh Umat ... 79

B. Katekese Keluarga ... 79

1. Pengertian Katekese Keluarga ... 79

2. Tujuan Katekese ... 80

3. Kekhasan Katekese keluarga ... 81

4. Hal-hal yang perlu diperhatikan pendamping dalam Ketekese Keluarga ... 83

a. Keadaan Keluarga ... 83

b. Tema ... 83

c. Materi Katekese ... 83

d. Sasaran atau peserta katekese keluarga ... 84

e. Waktu dan tempat katekese keluarga ... 84

C. Proses Katekese Keluarga ... 85

1. Pengungkapan Pengalaman ... 85

2. Refleksi Pengalaman Hidup ... 85

3. Pendalaman Kitab Suci ... 85

4. Penerapan Sabda Tuhan dalam Situasi konkrit ... 86

5. Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit………...86

D. Usulan Program Katekese Keluarga ... 86

1. Latar Belakang Pemilihan Program………...86

2. Tujuan dan Pembinaan Hidup Rohani………..87

3. Rumusan Tema dan Tujuan………...87

E. Matriks Program………..89

(20)

BAB V. PENUTUP ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA………...110

LAMPIRAN……….. Lampiran I: Surat Izin Penelitian………...(1)

Lampiran II: Bukti Pelaksanaan Penelitian………(2)

Lampiran III: Angket Penelitian………(3)

Lampiran IV: Contoh Jawaban Responden………...(5)

Lampiran V: Pertanyaan Wawancara……….(7)

Transkip VI: Transkip Hasil Wawancara………..(8)

Lampiran VII: Teks Cerita………(12)

(21)

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH A. Singkatan Kitab Suci

Luk : Lukas

Kor : Korintus

Mzm : Mazmur

Kej : Kejadian

B. Singkatan Dokumen-Dokumen Resmi Gereja

CT : Catechest Tradendae Anjuran Apostolik Paus Yohanes II kepada para

uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini,

tanggal 16 Oktober 1979

FC : Familiaris Consortio Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada

para uskup, imam-imam dan umat beriman seluruh Gereja Katolik 22

November 1981

GS : Gaudium et Spes merupakan dokumen Konstitusi Pastoral tentang Gereja

dalam dunia modern, hasil Konsili Vatikan II, 7 Desember 1965.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja

tanggal 21 November 1964

KWI : Konfrensi Waligereja Indonesia

KHK : Kitab Hukum Kanonik

C. Singkatan Lain

Art : Artikel

LBI : Lembaga Biblika Indonesia

ME : Marriage Encounter (Gerakan dari Gereja Katolik untuk

pasangan suami/istri

(22)

PIA : Pendampingan Iman Anak

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hidup rohani adalah hidup yang dijiwai oleh Roh Tuhan atau relasi pribadi

dengan Tuhan, sehingga manusia mengalami ketenangan dan kedamaian hati.

Supaya mencapai kematangan hidup rohani, orang harus berjuang meluangkan

waktu untuk membangun relasi dengan Tuhan, diri sendiri dan sesama. Namun

situasi perkembangan kehidupan yang semakin modern membuat orang semakin

sibuk. Waktu menjadi hal yang sangat berharga sehingga membuat orang merasa

takut kehilangan waktu. Bahkan ada yang tak mau lagi meluangkan waktu untuk

membangun relasi dengan Tuhan. Membangun relasi dengan Tuhan menjadi tidak

teratur lagi sehingga hal ini membuat orang mengalami krisis iman, krisis

panggilan, dan lain sebagainya. Artinya hidup rohani yang sebenarnya menjadi hal

yang mendasar bagi hidup manusia menjadi hilang dan kabur.

Hidup rohani merupakan kekuatan yang berasal dari Allah. Setiap umat

beriman yang telah dipermandikan mendapat kekuatan dari Allah yaitu melalui

Yesus Kristus berkat sakramen permandian. Yang menjadi persoalan adalah apakah

setiap pribadi berusaha untuk menjaga, memelihara dan memperkembangkan hidup

rohaninya. Untuk memperkembangkan sesuatu dibutuhkan sarana dan cara tertentu,

demikian juga dalam kehidupan rohani, bila cara dan sarana tidak diperhatikan,

maka tidak akan terjadi perkembangan dan hidup rohani pun akan mati.

Dalam hidup rohani, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap pribadi

mengalami perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini bisa terjadi karena

lingkungan yang mendukung, dan juga usaha pribadi itu sendiri yang

(24)

dan membantu satu sama lain. Misalnya mengingatkan dan memberi perhatian pada

sesama untuk memperhatikan hidup doa. Ataupun kita tetap memberi suasana batin

yang membantu orang lain untuk tetap menjalin hubungan pribadinya dengan

Tuhan.

Saling membantu dalam memperkembangan hidup rohani bukan tugas

pribadi masing-masing tetapi tanggung jawab kita bersama. Maka secara

bersama-sama kita perlu menyediakan waktu untuk mengadakan kegiatan yang mendukung

perkembangan hidup rohani tersebut. Misalnya kegiatan Bakti Sosial untuk

membantu mereka yang lemah miskin dan yang menderita. Kemudian menyediakan

waktu secara khusus untuk mengadakan kegiatan rekoleksi bersama sebagai bentuk

rasa syukur sekaligus menjadi kesempatan untuk berbagi pengalaman iman dan

merefleksikan setiap kegiatan rohani yang dilaksanakan.

Kehidupan rohani menyangkut relasi pribadi manusia dengan Tuhan. Untuk

membangun relasi yang semakin mendalam dengan Tuhan, maka manusia terus

menerus menyediakan waktu untuk membangun relasi dan memupuknya dengan

cara berdoa, membaca Kitab Suci, mengikuti perayaan Ekaristi, ibadat lingkungan,

meditasi serta devosi-devosi dan juga ikut terlibat dalam kegiatan menggereja.Untuk

memperkembangkan hidup rohani, tentunya manusia tidak sendirian. Maka

kehadiran sesama menjadi sangat penting dalam hal mengembangakan hidup

rohani. Hal ini bisa dimulai dari keluarga. Karena keluarga memberi arti mendalam

bagi perkembangan dan pertumbuhan seseorang. Keluarga merupakan tempat utama

dan pertama dalam hidup seseorang. Maka, keluarga menjadi jantung dan

persemaian nilai-nilai hidup Kristiani. Dari keluargalah diharapkan lahir

orang-orang yang mengalami dan kemudian mewartakan kabar gembira di tengah-tengah

(25)

Keluarga Kristiani pada dasarnya merupakan persekutuan hidup antara ayah,

ibu dan anak-anak yang hidup berdasarkan cinta kasih, saling memberi, saling

menerima, saling membantu dan saling menolong satu sama lain sehingga tercapai

kesejahteraan bersama atau pribadi. Dalam keluarga Kristiani iman masing-masing

anggota keluarga harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan dikembangkan

sehingga makin hari makin menjadi mendalam. Kegiatan yang dilaksanakan dalam

keluarga yang dapat menumbuh kembangkan hidup rohani anggota keluarga adalah

doa bersama seperti membaca dan merenungkan Kitab Suci, merayakan ulang tahun

anak atau ulang tahun perkawinan, rekoleksi, doa bersama sebelum dan sesudah

sarapan dan lain sebagainya. Pada dasarnya keluarga terdiri dari pribadi-pribadi.

Oleh karena itu keluarga merupakan sekolah hidup bersama yang utama dan

pertama, sebagai komunitas cinta, keluarga bergerak dan berkembang dengan

memberikan dirinya. Kebersamaan dan cinta yang merupakan bagian dari suka-duka

hidup keluarga adalah guru yang baik karena mengajarkan keterlibatan dan

perhatian kepada masyarakat sekitarnya.

Keluarga merupakan sekolah hidup bersama. Jadi, dengan membangun

persekutuan pribadi-pribadi yang otentik dan dewasa, keluarga menjadi sekolah

hidup bersama yang pertama dan tak tergantikan. Keluarga Kristiani diharapkan

menjadi contoh bagi keluarga-keluarga yang lain dengan sikap saling menghormati,

memupuk martabat pribadi pada masing-masing anggota, sikap memberi dengan

sukarela dan tulus hati.

Setiap keluarga Kristen juga dipanggil untuk mempersiapkan, memelihara

dan melindungi berbagai panggilan yang ditumbuhkan Allah dalam keluarganya.

Panggilan di sini memang lebih ditekankan pada suatu panggilan khusus dalam

(26)

panggilan-panggilan semacam ini tumbuh. Ini suatu tugas dan peran yang luhur bagi

keluarga. Oleh karena itu, mereka harus memperkaya diri sendiri dan seluruh

keluarga dengan nilai-nilai rohani dan moral, seperti semangat keagamaan yang

mendalam dan penuh keyakinan, kesadaran merasul dan menggereja, dan pengertian

jelas mengenai apa itu panggilan. Untuk mencapai kehidupan keluarga Kristiani

yang lebih baik, Gereja berusaha membantu untuk meningkatkan kehidupan rohani

di dalam keluarga. Salah satu usaha untuk meningkatkan iman dalam keluarga

Kristiani ialah melalui katekese keluarga yang akan penulis uraikan sebagai berikut:

Katekese keluarga adalah usaha saling tolong menolong secara terus menerus

untuk memperdalam iman mereka sendiri dalam keluarga antara orang tua dan

anak-anak melalui doa bersama, membaca dan merenungkan Kitab Suci, saling berbagi

pengalaman iman. Katekese keluarga mau membangkitkan kesadaran tentang tugas

orangtua dalam hidup iman dari hari ke hari, baik dalam hubungan mereka maupun

dengan anak-anaknya (Egong, 1983:24).

Dari rumusan tersebut dapat dimengerti bahwa katekese keluarga merupakan

salah satu katekese umat. Katekese keluarga merupakan komunikasi iman dalam

keluarga dan antar keluarga. Melalui katekese, keluarga berusaha untuk menciptakan

keluarga Kristiani yang saling bekerjasama sebagai bagian dari Gereja yang lebih

luas. Katekese keluarga berusaha untuk menumbuhkan persekutuan hidup Kristiani

dalam keluarga yang dapat memberikan pengaruh pada perkembangan manusia

secara keseluruhan sebagai umat Allah.

Melalui katekese, umat mengungkapkan pengalaman hidupnya sehari-hari

yang dihayati sesuai dengan Injil. Mereka saling memberi dan memperoleh kekuatan

dan keuntungan dalam tugas sebagai pendidik bagi anggota keluarganya. Dengan

(27)

perkembangan hidup beriman serta dapat saling memperoleh pengetahuan dan

pengalaman dengan seluruh anggota keluarganya. Jadi katekese keluarga ialah

katekese yang diadakan di lingkungan untuk para orang tua sekaligus menjadi

katekese dari para orang tua kepada anak-anaknya. Dalam berkatekese peserta

memiliki rasa saling percaya, terbuka dan mengungkapkan pendapatnya dengan

bebas serta berani untuk mendengarkan orang lain.

Dalam dunia modern sekarang ini banyak perubahan-perubahan yang terjadi

yang membawa dampak bagi kehidupan manusia termasuk juga dalam kehidupan

keluarga-keluarga Kristiani. Ada keluarga Kristiani yang masih berpegang teguh

pada nilai-nilai Kristiani namun sebagian besar menjadi ragu, dan bimbang tentang

makna hidup keluarga sehingga mereka mudah putus asa dan ingin menyerah

bahkan ada yang mulai menjauhkan diri dari kehidupan menggereja. Orang ke

Gereja, ikut kegiatan di lingkungan atau kegiatan rohani lainnya hanyalah sekedar

rutinitas bahkan dalam keluarga tidak ada kegiatan rohani yang menumbuh

kembangkan iman anggota keluarga. Anggota keluarga lebih senang dengan

dunianya sendiri dan bahkan mengabaikan orang lain disekitarnya.

Berdasarkan pengalaman di lingkungan Santo Paulus, situasi yang demikian

ternyata juga dialami oleh keluarga Kristiani. Penulis juga pernah mendengarkan

sharing pengalaman yang dibagikan oleh beberapa keluarga Kristiani bahwa yang

menjalankan kegiatan rohani hanya sebagian keluarga. Maka hal ini menjadi

keprihatinan penulis. Untuk itu penulis mau menganalisis sejauh mana keterlibatan

keluarga Kristiani dalam kegiatan kerohanian. Karena kegiatan rohani yang

dijalankan hanya sekedar rutinitas, ketika ada kegiatan di Gereja atau lingkungan

yang ikut terlibat hanya orang-orang tertentu saja sedangkan yang lain sibuk dengan

(28)

tersebut dengan menulis skripsi yang berjudul “Upaya Peningkatan Hidup Rohani

Keluarga Kristiani di Lingkungan Santo Paulus Maguwoharjo Paroki

Marganingsih Kalasan Yogyakarta melalui Katekese Keluarga”

B. Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang kehidupan keluarga-keluarga Kristiani maka

penulis akan membahas dalam tulisan ini permasalahan-permasalahan sebagai

berikut:

1. Bagaimana gambaran hidup rohani keluarga Kristiani menurut pandangan

Gereja Katolik ?

2. Sejauh mana keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan Santo Paulus

Maguwoharjo Paroki Marganingsih Kalasan Yogyakarta telah menghayati

hidup rohaninya ?

3. Bagaimana katekese keluarga dapat digunakan untuk meningkatkan hidup

rohani keluarga Kristiani di lingkungan Santo Paulus Maguwoharjo Paroki

Marganingsih Kalasan Yogyakarta

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah :

1. Menggambarkan hidup rohani keluarga Kristiani dalam kenyataan hidup

sehari-hari

2. Mengetahui sejauhmana keluarga Kristiani menghayati hidup rohaninya ?

3. Bagaimana katekese keluarga dapat meningkatkan hidup rohani keluarga?

D. Manfaat Penulisan

(29)

Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai kehidupan rohani keluarga

kristiani melalui katekese umat.

Hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan kepada keluarga Kristiani untuk

lebih memperhatikan kehidupan rohani dalam keluarganya agar iman keluarga

semakin bertumbuh.

2. Menambah pengetahuan penulis tentang kehidupan keluarga Kristiani melalui

katekese keluarga.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan adalah deskripsi analisis, yaitu

menggambarkan apa yang penulis dapatkan berdasarkan studi pustaka dan penelitian

di lapangan serta mengumpulkan data berdasarkan penyebaran angket dan

wawancara kepada umat di lingkungan Santo Paulus Maguwoharjo Paroki

Marganinsih Kalasan Yogyakarta kemudian dilaporkan, dianalisis dan dibuat

kesimpulan.

F. Sistematika Penulisan

Supaya memperoleh gambaran yang jelas mengenai penulisan ini, penulis akan

menyampaikan pokok-pokok gagasan dalam penulisan ini:

1. BAB I berisi pendahuluan, yang meliputi latar belakang penulisan, perumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika

penulisan

2. BAB II menguraikan pentingnya keluarga Kristiani dalam meningkatkan hidup

rohani keluarga.

3. BAB III menggambarkan sejauhmana keluarga-keluarga Kristiani telah

menghayati hidup rohani di lingkungan St. Paulus. Pada bab ini bagian pertama

(30)

lingkungan St. Paulus, Situasi Lingkungan Santo Paulus, Permasalahan di

lingkungan Santo Paulus, kegiatan hidup rohani. Bagian kedua menyampaikan

hasil penelitian pembahasan serta kesimpulan.

4. BAB IV Katekese keluarga sebagai jalan untuk meningkatkan hidup rohani

keluarga Kristiani.

(31)

BAB II

HIDUP ROHANI DALAM KELUARGA-KELUARGA KRISTIANI DI ZAMAN SEKARANG

Salah satu panggilan hidup manusia adalah berkeluarga. Panggilan hidup

yang luhur ini dikehendaki oleh Allah. Cinta kasih suami istri itu disempurnakan

dengan cinta kasih Allah dalam sakramen perkawinan. Agar cinta kasih itu langgeng

dibutuhkan kesetiaan yang tiada hentinya yang terus menerus perlu diusahakan.

Keluarga sebagai Gereja domestik mempunyai tanggung jawab utama dan pertama

dalam mendidik anak-anak.

Gereja Domestik menunjukan bahwa wajah Gereja semesta ditentukan oleh

kualitas hidup beriman keluarga-keluarga Kristiani. Jika setiap keluarga Kristiani

mampu menghidupi semangat Kristus, mereka berpeluang menjadi contoh bagi

keluarga-keluarga lain. Bahkan, Paus Paulus VI menekankan keluarga Kristiani

berkewajiban menjadi “penginjil bagi keluarga-keluarga lain”. Di mana keluarga

mampu menghadirkan Kristus di tengah umat lain melalui pelayanan dan kesaksian

hidup mereka. Keluarga Kristiani juga diharapkan mampu mewartakan kabar

gembira tentang kerajaan Allah, namun pertama-tama hendaknya melalui

keluarga-keluarganya sendiri dan setelah itu baru ke orang lain (Sarasehan Membangun

Keluarga, 2013: 2).

Seperti terjadi pada kebanyakan keluarga dalam dunia modern mereka kurang

memperhatikan kehidupan rohani dalam keluarganya sehingga kehidupan iman

semakin melorot. Meskipun ada beberapa keluarga mencoba tetap setia pada iman

akan Yesus Kristus, tetapi ada keluarga yang menjadi bimbang dengan hidup

keluarganya, bahkan ada banyak keluarga yang menjadi ragu-ragu dan hampir tak

(32)

Melihat realitas seperti ini keluarga Kristiani perlu mengembangkan hidup

rohani dalam keluarganya. Hidup rohani merupakan aspek terpenting dari kehidupan

manusia karena menyangkut tujuan hidup manusia. Melalui hidup rohani manusia

bisa bertemu dengan Tuhan dalam doa bersama maupun doa pribadi, refleksi dan

ikut terlibat aktif dalam kegiatan menggereja baik di lingkungan, wilayah maupun di

paroki. Melalui kegiatan ini setiap anggota keluarga akan mengalami dan merasakan

hidup aman, damai dan menyertakan Tuhan dalam seluruh peristiwa hidup.

A. Hidup Rohani

1. Pengertian Hidup Rohani

Kata rohani berasal dari kata Ibrani ruah yang berarti nafas. Adanya hidup

dalam tubuh manusia sering dihubungkan dengan adanya nafas sehingga manusia

sebagai makhluk rohani berarti manusia sanggup berhubungan dengan Sang Sumber

hidupnya. Makna rohani lebih dipusatkan pada kesanggupan untuk berhubungan

dengan Tuhan dan menyadari kehadiran Yang Ilahi dalam hidupnya. Manusia

dipanggil untuk mengenal Dia yang hadir dalam batinnya (Heuken, 2005: 120).

Hidup rohani juga menyangkut “roh” (spirit). Roh mengacu pada

keseluruhan diri sejati.Siapa diri kita tercermin dalam sikap terhadap Tuhan. Aspek

rohani menyangkut segala sesuatu yang bersifat “immaterial” dan tak terlihat secara

fisik, karena itu kehidupan rohani menyangkut sikap hati, jiwa atau roh secara

keseluruhan terhadap Tuhan (Hidya Tjahya, 2011: 60).

Alkitab menyebutkan suatu unsur yang mutlak perlu bagi kerohanian

manusia. Santo Paulus dalam suratnya kepada umat di Korintus mengemukakan

bahwa manusia rohani digambarkan sebagai orang yang menerima roh yang berasal

dari Allah. Roh ini adalah tenaga aktif Allah, dan bekerjanya roh tersebut

(33)

seseorang bisa menguji dan memahami segala sesuatu dari sudut pandang

rohani.Orang yang tidak memiliki roh Allah disebut manusia jasmani, yang

menganggap hal-hal rohani sebagai kebodohan (1 Kor 2: 12-15).

Maka, meski kita memiliki kesanggupan untuk bertindak dan berpikir seperti

Allah karena diciptakan menurut gambar-Nya, kerohanian yang sejati tidak bisa

dikembangkan melalui hikmat manusia semata, kesadaran akan kesanggupan

pribadi, atau prestasi pribadi saja. Untuk itu diperlukan Roh Kudus Allah. Orang

yang menolak kehadiran Roh Allah, tetapi memilih untuk mengejar keinginannya

sendiri, digambarkan sebagai orang yang tidak rohani.

Roh mendorong setiap orang beriman untuk semakin bertumbuh dan

berkembang menjadi pribadi yang semakin rohani dalam segala hal. Proses

kehidupan manusia adalah riwayat rohani masing-masing dan berlangsung terus

sampai manusia meninggalkan dunia ini. Walaupun hidup rohani manusia bersifat

pribadi dan unik, namun terdapat persamaan, rahmat panggilan, cita-cita rohani dan

bakat-bakat kodrati yang merupakan dasar kemanusiaan.

Manusia zaman sekarang ada yang begitu mencintai imannya akan Yesus dan

sebaliknya ada yang menolak dan tampak jauh dari Tuhan, namun demikian Roh

Kudus tetap bekerja dalam diri manusia. Yang diperlukan sekarang ini ialah kaum

Kristiani yang mau menjumpai dan mengalami kasih Tuhan dalam kehidupannya

sehari-hari. Karena itu dalam kehidupan rohaninya, umat Kristiani perlu menjalin

relasi yang dekat dengan Tuhan. Bila manusia berkehendak untuk sampai kepada

Allah melalui Yesus Kristus maka niatnya harus dilaksanakan dengan seluruh jiwa

raganya, dalam setiap tindakan dalam kehidupan sehari-hari, dalam pekerjaannya

(34)

2. Bentuk- Bentuk Kegiatan Hidup Rohani dalam Keluarga

Untuk mencapai hidup rohani yang semakin matang dan mendalam

masing-masing pribadi perlu mempererat hubungannya dengan Tuhan: antara lain dengan

mendengarkan sabdaNya dalam Injil melalui hatinya, semakin menghidupkan dan

meningkatkan cara berdoa. Berdoa merupakan kegiatan manusia yang paling mulia.

Dalam doa segala segi kehidupan dan iman seseorang menyatu, lalu dihantarkan

kepada Tuhan. Panggilan pribadi didengar dan dipertajam dalam doa, karena Tuhan

memanggil kita sebagai anak-Nya yang disayangi-Nya. Oleh karena itu, sebagai

anak tugas kita adalah menyapa Tuhan dengan berterimakasih, mengeluh, memuji

atau meminta namun terutama dengan mendengarkan-Nya dalam hati. Dengan

demikian, Tuhan sendirilah yang menuntun kita dalam dan melalui berbagai

peristiwa hidup kita (Heuken, 2002: 12).

Konferensi Waligereja Indonesia dalam buku Pedoman Pastoral Keluarga,

2011 menyatakan bahwa setiap keluarga Katolik harus memperhatikan kehidupan

iman anggota keluarganya karena keluarga adalah sekolah nilai-nilai kemanusiaan

dan iman Katolik. Cara yang dilakukan bersama dalam keluarga agar kehidupan

iman dan rohaninya semakin berkembang antara lain:

a. Doa Pribadi dan doa bersama

Dalam keluarga perlu dibiasakan untuk berdoa secara teratur, baik secara

pribadi maupun secara bersama. Doa pribadi yang teratur oleh masing-masing

anggota keluarga, dapat dilakukan terutama sebelum dan sesudah tidur dan sebelum

dan sesudah makan. Sedangkan doa bersama di dalam keluarga dapat dilakukan

terutama ketika ada anggota keluarga yang merayakan ulang tahun, sedang bersedih,

atau sedang menghadapi tugas penting. Maka dalam kaitan dengan doa pribadi dan

(35)

sehingga setiap anggota keluarga diberi kesempatan untuk mengungkapkan isi

hatinya melalui doa-doa spontan. Dalam berdoa keluarga juga perlu menggunakan

secara tepat benda-benda rohani seperti salib, patung, gambar, rosario dan lain-lain

(Pedoman Pastoral Keluarga, 2011:35)

b. Mengikuti Perayaan Ekaristi

Sejak dini keluarga perlu ikut ambil bagian secara aktif dalam perayaan liturgi,

terutama Ekaristi supaya dapat mengenal dan mencintai Tuhan. Hari Raya Natal

dapat digunakan sebagai moment untuk memperkenalkan kepada anak-anak, Pribadi

Yesus Kristus yang datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia dari dosa.

Sebaiknya anak juga dilibatkan dalam persiapan perayaan tersebut, misalnya dengan

menghias pohon natal atau membantu membuat gua natal.

Perayaan ekaristi khusus untuk anak-anak sangat membantu mereka untuk

terlibat di dalamnya. Lagu-lagu yang sederhana, kotbah yang menarik dan mudah

dimengerti, dapat memikat perhatian anak. Dengan cara demikian mereka

dibiasakan untuk terlibat dalam perayaan ekaristi. Mungkin pada awalnya anak-anak

hanya menirukan sikap orang tua. Selanjutnya mereka dapat mengungkapkan iman

dalam ekaristi.

Bila mereka sudah mampu memahami, orang tua sebaiknya menjelaskan makna

perayaan ekaristi yaitu sebagai perjamuan kasih Tuhan. Dalam perjamuan itu Tuhan

memberikan Diri-Nya dan memanggil manusia untuk bersatu dengan-Nya. Maka

menyambut tubuh Kristus dalam komuni berarti bersatu dengan Tuhan sendiri. Juga

perlu dijelaskan bahwa perayaan ekaristi adalah perayaan syukur atas karya

keselamatan Allah yang terlaksana melalui Yesus Kristus bersatu dengan Tuhan dan

(36)

c. Membaca dan Merenungkan Kitab Suci

Keluarga Kristiani mempunyai kebiasaan untuk membaca dan merenungkan

Kitab Suci. Melalui pembacaan Kitab Suci, keluarga mengenal Allah yang

menyelamatkan manusia dalam sejarah keselamatan yang berpuncak dalam diri

Yesus Kristus. Dengan membaca dan mendengarkan serta merenungkan Kitab Suci,

hati mereka diarahkan kepada Allah yang hadir melalui sabda-Nya, sehingga

anggota keluarga dapat menimba inspirasi untuk hidup iman melalui teladan hidup

Yesus dan tokoh-tokoh iman dalam Kitab Suci (Pedoman Pastoral Keluarga,

2011:35)

d. Ikut Aktif dalam Kelompok Pembinaan Iman

Untuk membantu keluarga dalam memberikan pendidikan iman dan

menumbuhkan sikap hidup menggereja dalam diri keluarga Kristiani, maka

keluarga Kristiani harus terlibat aktif dalam kegiatan menggereja baik di lingkungan,

wilayah, maupun paroki. Maka, sejak kecil, anak-anak sebaiknya didorong untuk

terlibat kegiatan kelompok pembinaan iman, seperti Sekolah Minggu, Pembinaan

Iman Anak dan Remaja. Dengan mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut di atas, iman

anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Selain itu, anak juga dapat

menghayati kebersamaan hidup sebagai anggota Gereja (Pedoman Pastoral

Keluarga, 2011:35)

e. Ikut Ambil Bagian dalam Rekoleksi, Retret, Ziarah

Rekoleksi, retret, ziarah sudah dikembangkan cukup lama dalam Gereja dan

menghasilkan buah-buah yang baik. Maka keluarga Kristiani hendaknya mendorong

dan mendukung seluruh anggota keluarganya untuk mengambil bagian dalam

kegiatan-kegiatan tersebut demi pengembangan hidup beriman mereka. Melalui

(37)

kegiatan di keluarga dan Gereja dan saling terbuka satu dengan yang lain (Pedoman

Pastoral Keluarga, 2011:35)

f. Refleksi Harian

Refleksi harian merupakan hal yang paling penting dalam hidup manusia,

karena dengan refleksi manusia dapat menemukan siapa dirinya sesungguhnya

dengan segala situasi hidup yang dialami dan dirasakan, sehingga dapat memaknai

hidup ini begitu berati. Demikian pula dalam hidup berkeluarga, setiap anggota

keluarga mampu merefleksikan setiap pengalaman yang mereka alami dalam hidup

sehari-hari sehingga mereka mampu menerima segala kekurangan dan kelebihan

setiap anggota keluarganya agar hidup mereka semakin sempurna dimana ada cinta

kasih timbal balik.

g. Terlibat dalam Perkumpulan Keluarga Katolik (ME)

Marriage Encounter atau yang disingkat dengan ME adalah sebuah gerekan dari

Gereja Katolik untuk pasangan suami istri, atau sebuah program yang biasanya

diberikan pada akhir pekan dimana para pasutri mendapat kesempatan untuk melatih

teknik berkomunikasi dengan kasih yang dapat mereka gunakan sampai akhir hayat.

Hal tersebut adalah sebuah kesempatan untuk dapat melihat sejauh mana hubungan

mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan Tuhan. Selain itu merupakan

kesempatan untuk berbagi perasaan, harapan, dan mimpi-mimpi dari mereka.

Weekend dalam Marriage Encounter merupakan kesempatan untuk membangun

komunikasi antara suami istri. Weekend memberikan suasana yang kondusif bagi

pasutri untuk menghabiskan waktu bersama, jauh dari tekanan hidup sehari-hari,

sekaligus mendukung mereka untuk memusatkan perhatiaan pada satu sama lain dan

(38)

3. Tujuan Hidup Rohani

a. Meningkatkan Relasi dengan Tuhan

Hidup merupakan anugerah indah dari Tuhan yang harus selalu terasa indah bila

kita hayati sesuai dengan tujuan yang dikehendaki oleh Tuhan. Hal yang paling

penting yang harus selalu disadari oleh manusia adalah bahwa Tuhan senantiasa

mengasihi dan menyayangi semua makhluk-Nya, termasuk manusia tanpa batas.

Tuhan adalah kasih dan kasih-Nya yang telah kita terima dengan cuma-cuma hendak

dibagikan kepada semua makhluk ciptaan sehingga mereka pun mengalami kasih

Tuhan. Sebagai balasannya manusia perlu belajar untuk lebih percaya kepada Tuhan

dan menjalin relasi yang dekat dengan Tuhan agar manusia dapat bersatu erat

dengan Tuhan dan kembali seutuhnya kepada Tuhan (Hidya Tjahya, 2011: 24).

b. Memupuk Relasi Kasih dengan Sesama Manusia

Manusia adalah citra Allah. Ia diciptakan oleh Allah menurut gambar dan

rupa-Nya (Kej 1: 26-27). Kasih menjadi dasar bagi Allah untuk menciptakan manusia dan

selanjutnya menyelamatkan manusia. Oleh kasih Allah itu, manusia dapat

hidup.Maka, sebagai makhluk pribadi sekaligus sebagai mahkluk social, manusia

harus menjalin relasi yang penuh kasih dengan sesama manusia. Dengan itu,

manusia dapat hidup dengan aman, damai dan tenteram bersama dengan sesamanya.

c. Membangun Sikap Peduli terhadap Alam Semesta

Akal budi yang menjadi nilai lebih dari manusia yang adalah “gambar dan rupa”

Allah (Kej 1:26) mewajibkan manusia untuk terlibat untuk menjaga keutuhan dan

kelestarian lingkungan. Dengan akal budinya manusia dituntut untuk memelihara

alam. Oleh karena itu, manusia adalah rekan kerja Allah. Meskipun dalam

pemahaman ekologis, manusia memiliki asal usul yang sama dengan segala sesuatu

(39)

manusia terletak pada aspek kesadaran diri (self consciousness) yang memampukan

manusia untuk membuat distingsi antara yang baik dan yang buruk bagi

keberlangsungan hidup ciptaan di dunia ini.

Atas dasar itu, maka peran, kedudukan dan tugas manusia adalah menjadi mitra

kerja Allah yang bersama-sama memelihara dan menjaga alam semesta. Manusia

menjadi kolaborator Allah dalam karya penciptaan, bukan menggantikan kedudukan

dan peran Allah (Surip, 2010:28)

B. Keluarga Kristiani

1. Pengertian Keluarga Kristiani

Keluarga Kristiani adalah suatu institusi yang dibentuk melalui sakramen

perkawinan. Nilai-nilai yang menggerakan keluarga itu adalah nilai iman, harapan

dan kasih yang ditimba dari Kitab Suci dan Ajaran Gereja. Sebagai suatu komunitas

iman, Keluarga Kristiani yang terdiri dari ayah, ibu, anak dipandang sebagai suatu

perwujudan, pewahyuan dan penampakkan yang istimewa dari komunitas Gereja.

Dalam kesehariannya, mereka selalu bersama-sama baik itu dalam kesusahan

maupun dalam kebahagiaan. Keluarga menjadi besar karena hadirnya sanak saudara

di dalamnya yang selalu memberikan dukungan dan memberikan rasa aman

(Konferensi Waligereja Indonesia,1996: 54)

Keluarga adalah komunitas pertama dan asal mula keberadaan setiap

manusia dan merupakan “persekutuan pribadi-pribadi” (communion personarum)

yang hidupnya berdasarkan dan bersumber pada cinta kasih (Pedoman Pastoral

Keluarga 2011:10). Kasih sejati yang selalu hadir dalam keluarga akan membuahkan

(40)

mewujudkan cinta kasih dalam tindakan konkret untuk kebahagiaan, kesejahteraan,

dan keselamatan seluruh keluarga.

Gaudium et Spes, art. 48 menyatakan bahwa Keluarga Kristiani merupakan

“Gambaran dan partisipasi perjanjian cinta kasih antara Kristus dan Gereja”.

Gambaran dan partisipasi yang dimaksudkan dalam rumusan ini adalah gambaran

dan partisipasi sebuah keluarga yang dibangun berdasarkan perjanjian cinta kasih

kepada Kristus dan kepada Gereja, karena perjanjian cinta kasih dalam sebuah

keluarga harus selalu berlandaskan pada cinta kasih akan Kristus yang telah

mempersatukan mereka dalam Gereja dan menjadikan sebuah keluarga menjadi

keluarga yang Kristiani. Jika gambaran dan partisipasi akan perjanjian cinta kasih

antara Kristus dan Gereja sudah terwujud maka Keluarga Kristiani dapat dibangun

dengan baik.

Keluarga Kristen adalah persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak

yang telah percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat

secara pribadi serta meneladani hidup dan ajaran-ajaranNya dalam kehidupan

sehari-hari. Pengertian ini dibangun dari pengertian Kristen itu sendiri.Kristen artinya

menjadi pengikut Kristus, yang meneladani hidup dan ajaran-ajaran Kristus.

2. Pokok-Pokok Keluarga Kristiani

a. Keluarga adalah Komunitas Pribadi-Pribadi dalam Cinta kasih

Keluarga adalah komunitas pertama dan asal mula keberadaan setiap mnusia

dan merupakan “persekutuan pribadi-pribadi”(communion personarum) yang

hidupnya berdasarkan dan bersumber pada cinta-kasih. Kasih sejati dalam keluarga

adalah kasih yang membuahkan kebaikan bagi semua anggota keluarga. Setiap

(41)

konkret untuk kebahagiaan, kesejahteraan, dan keselamatan seluruh anggota

keluarganya.

Cinta-kasih merupakan kekuatan keluarga yang utama, karena tanpa cinta-kasih

keluarga tidak akan mengalami kerukunan dalam hidup dan tidak dapat berkembang

serta menyempurnakan diri sebagai persektuan pribadi-pribadi. Pada hakekatnya

setiap manusia memiliki kebutuhan untuk dikasihi dan mengasihi. Maka keluarga

mempunyai tugas yang utama, yakni menghayati dirinya sebagai persekutuan hidup

yang dilandasi cinta-kasih dan berusaha terus menerus untuk mengembangkan hidup

rukun antaranggota keluarganya (Pedoman Pastoral Keluarga, 2010: 10).

b. Keluarga adalah Persekutuan Pembela Kehidupan

Allah menciptakan laki-laki dan perempuan “menurut gambar-Nya” (bdk. Kej

1:26-28). Laki-laki dan perempuan itu kemudian diberkati oleh Allah.

“Pemberkatan” ini memang dapat diartikan sebagai “pemberkatan nikah” karena

laki-laki dan perempuan yang diberkati itu kemudian diberi tugas untuk

“beranakcucu” dan “menguasai bumi”. Hal ini mau menegaskan bahwa Keluarga

yang dibangun adalah sebuah persekutuan yang diutus oleh Tuhan untuk menjada

pembela kehidupan (Purwa Hadiwardoyo,1988: 12-13).

Laki-laki dan perempuan diciptakan oleh Allah untuk menjadi satu daging dan

ikut ambil bagian dalam karya perutusan-Nya. Salah satunya adalah dengan

melahirkan anak dan mendidik anak. Melahirkan dan mendidik anak adalah tugas

suami-istri yang paling istimewa dan tak tergantikan. Anak-anak yang dilahirkan

merupakan buah cinta antara suami istri maka anak-anak harus diterima dengan

penuh sukacita. Orang tua harus mendidik dan membantu mereka untuk bertumbuh

dalam segala segi aspek sehingga menjadi anak yang baik bagi keluarga, Gereja dan

(42)

c. Keluarga adalah Gereja Rumah Tangga

Gereja merupakan sebuah keluarga. Sebaliknya keluarga adalah Gereja.

Keluarga Kristiani tidak hanya merupakan bagian dari seluruh Gereja, namun juga

merupakan sebuah Gereja, artinya : dalam Keluarga Kristiani, nampak adanya unsur

paguyuban atau persekutuan iman. Ada kemiripan antara Gereja dan Keluarga (Paus

Paulus VI 1994: 17).

Keluarga merupakan tempat bertumbuh dan berkembangnya cinta kasih Allah.

Oleh karena itu, setiap anggota keluarga dipanggil untuk mengambil bagian dalam

pewartaan kasih Allah baik dalam keluarga maupun di luar keluarga. Selain itu

keluarga Kristiani sebagai Gereja rumah tangga merupakan persekutuan orang

beriman yang saling mencintai dan mendukung satu sama lain (Kila ,2005: 7).

Dalam hidup sehari-hari anggota keluarga juga melaksanakan tiga tugas Kristus

yakni sebagai imam, nabi dan raja.

Yang dimaksud dengan tiga tugas Kristus adalah tiga tugas yang melekat dalam

diri semua orang yang telah dibaptis. Sejak seseorang menerima baptisan dan

menjadi anggota Gereja, ia mengemban tugas sebagai imam, nabi dan raja (bdk.

KHK 204 art. 1).

Tugas sebagai imam, nabi dan raja juga diemban oleh keluarga Kristiani sebagai

Gereja Rumah Tangga. Dasar dari tiga tugas Kristus dalam keluarga Kristiani adalah

Baptisan yang telah diterima oleh semua anggotanya. Selain itu, suami-isteri juga

dapat mengemban tugas ini berkat Sakramen Perkawinan yang mereka terima. Di

dalam janji perkawinan, mereka sepakat untuk membentuk keluarga yang

berdasarkan Injil.

Sebagai nabi, keluarga Kristiani mempunyai tugas berpegang teguh pada

(43)

Gereja-Nya. Keluarga Kristiani diajak untuk turut aktif dalam setiap karya

pewartaan baik melalui katekese atau kesaksian hidup sehari-hari. Sebagai imam,

keluarga Kristiani diajak untuk terus berpartisipasi dalam kehidupan sakramen dan

liturgi terutama sakramen Ekaristi dan sakramen tobat. Selain itu keluarga Kristiani

juga diajak untuk hidup kudus dengan mengasihi Allah dan mengasihi sesama atas

dasar kasih terhadap Allah. Sebagai raja, keluarga Kristiani diajak dalam tugas

pelayanan, pelayanan pastoral dan persaudaraan dengan semua orang.

Keluarga Kristiani bukan hanya merupakan sebuah komunitas basis manusia,

melainkan juga komunitas basis Gerejawi. Sebagai komunitas basis Gerejawi,

keluarga Kristiani dipanggil untuk ikut ambil dalam karya penyelamatan Allah

dengan melaksanakan lima tugas Gereja yaitu:

1) Persekutuan (Koinonia)

Keluarga adalah ‘persekutuan seluruh hidup’ (consortium totius vitae) antara

seorang laki-laki dan seorang perempuan berlandaskan perjanjian antara kedua pihak

dan diteguhkan melalui kesepakatan perkawinan (bdk. KHK 1055 art. 1). Ciri

pokok dari persekutuan tersebut adalah hidup bersama berdasarkan iman dan cinta

kasih serta kesediaan untuk saling mengembangkan pribadi satu sama lain.

Persekutuan dalam keluarga diwujudkan dengan menciptakan saat-saat bersama, doa

bersama, kesetiaan dalam suka dan duka, untung dan malang, ketika sehat maupun

sakit. (Pedoman Pastoral Keluarga, 2011: 15).

2) Liturgi (Leiturgia)

Liturgi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani, “leitourgia”, yang berarti

‘kerja’ atau ‘pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa’. Dalam

perkembangan selanjutnya, leitourgia mendapat arti kultis yakni pelayanan ibadat.

(44)

peribadatan kepada Allah dan pelaksanaan kasih. Jadi liturgy adalah perayaan

misteri karya keselamatan Allah dalam Kristus, yang dilaksanakan oleh Yesus

Kristus, Sang Imam Agung, bersama Gereja-Nya di dalam ikatan Roh Kudus

(Martasudjita,1999: 18-27).

Kepenuhan hidup umat beriman Katolik tercapai dalam sakramen-sakramen dan

hidup doa. Melalui sakramen-sakramen dan hidup doa, keluarga bertemu dan

berdialog dengan Allah. Relasi antara Kristus dengan Gereja terwujud nyata dalam

Sakramen Perkawinan, yang menjadi dasar panggilan dan tugas perutusan suami

istri. Suami istri mempunyai tanggungjawab membangun kesejahteraan rohani dan

jasmani keluarganya, dengan setia akan memberi kekuatan iman dalam hidup

mereka terutama ketika mereka sedang menghadapi dan mengalami persoalan sulit

dan berat, dan membuahkan berkat rohani, yaitu relasi yang mesra dengan Allah

sehingga mereka dapat merasakan hidup dalam kedamaian dan saling meneguhkan

(Pedoman Pastoral Keluarga, 2011:16).

3) Pewartaan Injil (Kerygma)

Keluarga mengambil bagian dalam tugas Gereja untuk mewartakan Injil. Tugas

itu dilaksanakan terutama dengan mendengarkan, menghayati, melaksanakan, dan

mewartakan Sabda Allah.“ Keluarga, seperti Gereja, harus menjadi tempat Injil

disalurkan dan memancarkan sinarnya”. Orangtua tidak sekadar menyampaikan Injil

kepada anak-anak, melainkan dari anak-anak mereka juga mampu menyampaikan

Injil. Keluarga Kristiani menerima injil dalam bentuk penghayatan yang mendalam.

Sabda Allah termuat dalam Kitab Suci yang tidak selalu dipahami, maka keluarga

sebaiknya ikut mengambil bagian secara aktif dalam kegiatan-kegiatan pendalaman

(45)

4) Pelayanan (Diakonia)

Keluarga merupakan persekutuan cinta kasih, maka keluarga dipanggil untuk

mengamalkan cinta kasih itu melalui pengabdiaannya kepada sesama, terutama bagi

mereka yang papa. Dijiwai oleh cinta kasih dan semangat pelayanan, keluarga

Katolik menyediakan diri untuk melayani setiap orang sebagai pribadi dan anak

Allah. Pelayanan keluarga hendaknya bertujuan memberdayakan mereka yang

dilayani, sehingga mereka dapat mandiri (Pedoman Pastoral keluarga, 2011:17).

5) Kesaksian Iman (Martyria)

Keluarga hendaknya berani memberi kesaksian imannya dengan perkataan

maupun tindakan serta siap menanggung risiko yang muncul dari imannya itu.

Kesaksian iman dilakukan dengan berani menyuarakan kebenaran, bersikap kritis

terhadap berbagai ketidakadilan dan tindak kekerasan yang merendahkan martabat

manusia serta merugikan masyarakat umum. Dalam situasi sulit apapun keluarga

Kristiani harus tetap setia mempertahankan imannya akan Yesus dan berani menjadi

saksi iman ditengah situasi yang tidak menentu (Pedoman Pastoral Keluarga,

201:17).

d. Keluarga adalah “ Sel Terkecil Masyarakat”

Gereja juga mengakui, bahwa keluarga adalah sel terkecil dalam masyarakat,

karena di sana seluruh jaringan hubungan sosial dibangun. Melalui kehadiran dan

peran anggota-anggotanya, keluarga menjadi tempat asal dan upaya efektif untuk

membangun masyarakat yang manusiawi dan rukun. Oleh karena itu keluarga

Katolik diharapkan dapat menyumbangkan keutamaan-keutamaan dan nilai-nilai

Katolik yang dimiliki dan dihayatinya.

Dalam hidup bermasyarakat keluarga Katolik hendaknya mempunyai sikap

(46)

dalam masyarakat tapi juga ditemukan dan dialami oleh keluarga. Untuk mencapai

tujuan tersebut, dibutuhkan keterlibatan keluarga dalam kehidupan bermasyarakat

berdasarkan prinsip solidaritas. Solidaritas dapat terwujud dalam semangat

gotong-royong, keluarga secara konkret menyumbangkan keutamaan hidup dan nilai-nilai

kemanusiaan yang luhur (Pedoman Pastoral Keluarga, 2011: 17).

e. Tanggungjawab Keluarga Kristiani

Setiap keluarga pasti memiliki peran dan tanggungjawabnya yang khas. Peran

ini bisa berbeda-beda dalam setiap jenjang usia perkawinan. Keluarga yang baru saja

terbentuk pasti memiliki peran dan tanggungjawab berbeda bila dibandingkan

dengan keluarga yang sudah lama dibangun. Peran dan tanggungjawab keluarga

yang baru saja dibangun bisa jadi berkisar di level adaptasi. Mereka berada dalam

proses pengenalan dan penyesuaian dalam segala aspek kehidupan pasangannya,

baik fisik, karakter, sosial maupun spiritualitas.

Peran keluarga dalam kehidupan menggereja dan masyarakat semakin diakui

dan dirasakan oleh semua pihak. Keberadaannya sebagai “sel pertama dan utama

Gereja dan masyarakat” sangat mewarnai dan menentukan kehidupan menggereja

dan bermasyarakat. Kehadiran dan keterlibatan anggota keluarga sangat menentukan

terbangunnya kehidupan bersama yang harmonis, bahagia dan sejahtera. Dalam

kehidupan dan tugas perutusan Gereja, keluarga memegang peranan yang sangat

penting bagi masa depan pewartaan Injil.

Agar dapat melaksanakan tugas perutusannya keluarga perlu mempersiapkan

anggota-anggotanya, terutama anak-anak melalui pendidikan, baik mengenai iman

Katolik maupun nilai-nilai kemanusiaan, karena keluarga adalah sekolah yang

(47)

Katolik yang dewasa dan memiliki kepedulian serta kesediaan mengambil bagian

dalam pembangunan kehidupan bersama.

Oleh karena itu, keluarga Kristiani dipanggil untuk secara aktif dan bertanggung

jawab ikut serta menjalankan perutusan Gereja dengan hidup dalam “persekutuan

mesra dan penuh cinta kasih”. Selain itu, keluarga Kristiani juga dapat berpartispasi

aktfi dalam kehidupan menggereja dan bermasyarakat. Peran serta keluarga dalam

misi Gereja harus mengikuti pola persekutuan dimana suami-istri serentak sebagai

pasangan dan orangtua serta anak-anak selaku keluarga, menghayati pengabdian

mereka kepada Gereja dan dunia. Mereka harus sehati sejiwa dalam iman dengan

semangat merasul bersama yang menjiwai mereka melalui kesanggupan mereka

untuk menjalankan karya pengabdian kepada Gereja maupun pengabdian mereka

dalam hidup bermasyarakat.

Selain itu keluarga Kristiani harus membangun Kerajaan Allah dalam sejarah

melalui kenyataan sehari-hari, yang berkaitan dengan status hidupnya serta

kekhasannya. Dengan kata lain, dalam cinta kasih antara suami dan istri, serta antara

anggota keluargalah, cinta kasih yang dihayati beserta seluruh kekayaannya yang

luar biasa berupa nilai-nilai dan tuntutannya dapat diwartakan kepada sesame

sehingga merekapun dapat merasakan kasih Allah (FC, art. 78).

Dalam rencana Allah keluarga tidak hanya menemukan jatidirinya, tetapi juga

menemukan tugas perutusannya, yakni apa yang akan ia laksanakan dalam hidupnya

sehari-hari yakni mewartakan kasih Allah dalam hidup konkret. Keluarga

diharapkan mampu mengembangkan misi untuk selalu menjaga, mengungkapkan

serta menyalurkan cinta kasih kepada semua orang, agar manusia dapat mengalami

(48)

Keluarga Kristiani wajib membentuk diri menjadi Gereja yang missioner,

Gereja hidup berdasarkan cinta kasih yang berwawasan luas. Orangtua

berkewajiban mendidik dan membentuk semangat berdoa sejak dini dan

membangun jalinan hati dengan Allah lewat doa-doa bersama dalam keluarga.

Selain itu juga semangat dalam mewartakan Injil pun sudah harus diterapkan di

rumah, dengan melatih mereka membaca Kitab Suci sebelum makan bersama dan

mengadakan lomba membaca Kitab Suci di rumah dengan menyediakan

hadiah-hadiah khusus, terutama pada hari ulang tahun setiap anak (Kila, 2005: 10).

f. Tujuan Keluarga Kristiani

1) Kesejahteraan Keluarga

Kesejahteraan keluarga dan kesejahteraan pribadi tiap-tiap orang di dalam

masyarakat pada umumnya memiliki hubungan yang sangat erat; bahkan

keselamatan keluarga sering kali merupakan keselamatan masyarakat. Hal terpenting

dalam membina sebuah keluarga adalah kejujuran dan kewajaran. Dengan kata lain,

Keluarga harus dibina dalam sebuah sikap yang terbuka. Open management

membuat rencana atau pembagian kerja, tatatertib keluarga dan anggaran belanja

bersama (Budyapranata, 1991 : 19-20).

Selain yang sudah disebut di atas, tujuan mendasar keluarga adalah mau

menciptakan bonum coniugum (kesejahteraan pasangan). Tujuan ini terjabarkan

dalam bonum prolis (terbuka pada kelahiran dan pendidikan anak-anak), bonum fidei

(membangun kesetiaan pasangan dalam suka dan duka, untung dan malang, sehat

dan sakit), serta bonum sacramenti (menciptakan kesucian dan keluhuran martabat

perkawinan agar menjadi tanda kehadiran dan keselamatan Tuhan pada manusia)

(Sutarno, 2013: 26). Hal ini ditegaskan dalam KHK 1055 art. 1 “Perjanjian (foedus)

(49)

mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya

terarah pada kesejahteraan suami isteri (bonum coniugum) serta kelahiran anak dan

pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke

martabat Sakramen”.

Tujuan perkawinan adalah kesejahteraan suami-istri, bermakna bahwa

perkawinan menjadi sarana untuk saling memberi dan menerima secara lebih.

Semua dilakukan untuk memberikan rasa nyaman dan kesejahteraan pasangannya.

Keutamaan untuk saling memberi dan menerima itu, satu sisi untuk kesejahteraan

mereka dan di sisi lain, terbuka untuk prokreasi demi kelangsungan kelompok dan

diri. Secara Kristiani, prokreasi menjadi sarana untuk ikut serta dalam karya Allah

bagi dunia.

Dengan menekankan hubungan pribadi antar suami istri, KV II mengoreksi

pandangan dari masa lampau, yang menganggap keturunan sebagai tujuan utama

dalam perkawinan. (GS, art. 50) Perkawinan diadakan bukan hanya demi adanya

keturunan saja. Hubungan seksual antara suami istri mempunyai nilai yang tidak

hanya berkaitan dengan prokreasi (GS, art. 49), tetapi pertama-tama demi

kesejahteraan suami dan istri. Namun demikian, anak-anak merupakan karunia

perkawinan yang paling luhur (GS, art. 50).

Tujuan ini sejak awal harus disadari oleh pasangan suami istri. Perbedaan

pandangan, budaya, dan agama harus memberi warna positif sehingga keluarga bisa

sehat, harmonis, dan stabil. Tujuan ini pasti akan berhadapan dengan tantangan.

Namun, ketahanan keluarga dalam menghadapi tantangan dapat menjadikan

(50)

2) Demi Keturunan

Kitab Kej 1:28 mengatakan “Beranakcuculah dan bertambah banyaklah;

penuhilah bumi dan taklukanlah itu…”Melalui sabda di atas, Allah menghendaki

agar manusia (pria dan wanita) memiliki keturunan. Oleh karena itu perkawinan

bukan sekedar untuk kebahagian suami dan istri melainkan atas dasar cinta mereka

berdua inilah tumbuh keturunan. Yang diperhatikan adalah bahwa “berkembang

biaknya manusia”. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa persetubuhan diadakan

bukan sekedar menuruti hawa nafsu, melainkan dengan kesadaran dan tanggung

jawab bahwa itu merupakan pelaksanaan dari Sabda Tuhan. Maka, setiap

persetubuhan antar suami-isteri harus terbuka pada keturuan. Prokreasi atau

hubungan suami-isteri bukan tujuan tunggal atau utama perkawinan, namun tetap

merupakan suatu tugas luhur. Maka prokreasi pun bukan peristiwa alam, melainkan

peristiwa pribadi, yang dijalankan dengan tanggung jawab manusiawi dan Kristiani

serta penuh hormat dan patuh taat kepada Allah.

Disini orang perlu berembug dan berusaha bersama guna membentuk pendirian

yang sehat, sambil mengindahkan baik kesejahteraan mereka sendiri maupun

kesejahteraan anak-anak, baik yang sudah lahir maupun yang diperkirakan masih

akan ada. Sementara itu hendaknya mereka mempertimbangkan juga kondisi-kondisi

zaman dan status hidup mereka yang bersifat jasmani maupun rohani. Akhirnya

mereka perlu memperhitungkan juga kesejahteraan dan kerukunan keluarga,

masyarakat serta Gereja sendiri (GS, art. 50). Dalam mempertimbangkan semua

kepentingan itu, mungkin akan timbul konflik lagi antara keinginan mempunyai

anak di satu pihak, dan kemampuan ekonomi keluarga, kesehatan dan kekuatan

(51)

antara keinginan mengungkapkan kemesraan kasih dalam perkawinan dan

tanggungjawab untuk tidak menambah jumlah anak (GS, art. 51).

Apabila hubungan suami istri ini diletakkan dalam konteks penciptaan, maka

menjadi jelas juga bahwa sifat monogam dan tak terceraikan itu sangat terkait dengan

cita-cita Kitab Suci atau masuk dalam rencana Allah yang menghendaki manusia

untuk menjadi citra-Nya, “...menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita

...”(lih. Kej.1:26), yaitu Tritunggal yang sekaligus Maha Esa karena dipersatukan

oleh kasih yang sempurna.

Yang khas dari perkawinan adalah bahwa ikatan mereka adalah ikatan cinta

kasih.Ikatan cinta kasih inilah yang mendasar dan merupakan jiwa perkawinan.

Cinta bukan semata-mata dorongan nafsu, rasa tertarik, melainkan hubungan pribadi

yang mendorong mereka untuk bersatu dan saling menyerahkan diri demi

kebahagiaan yang lain (Budyapranata,1981:17-18).

3) Perkembangan Pribadi

Cinta itu memperkembangkan dan mengisi hidup manusia. Hal ini menjadi jelas

bahwa setiap manusia sangat membutuhkan cinta, dimengerti dan diterima dalam

seluruh hidupnya, sekurang-kurangnya oleh satu orang yang diharapkan. Keluarga

Kristiani mampu menjadi teladan dalam hal mencintai setiap anggota keluarganya

dengan utuh, mereka saling menghargai dan menerima setiap keunikan dalam

keluarganya sehingga menjadi anggota keluarga yang benar-benar harmonis. Tuhan

menciptakan pria dan wanita bertujuan untuk melengkapi satu dengan yang lain

sehingga apa yang menjadi milik suami harus juga menjadi milik istri demikian juga

(52)

g. Tugas Keluarga Kristiani

Sinode para uskup yang dilaksanakan tanggal 26 September-25 Oktober

1980 menekankan empat tugas umum bagi keluarga Kristiani yakni:

1) Membentuk Kesatuan Pribadi-pribadi

(a) Cinta Kasih sebagai Asas Kekuatan Persatuan

Keluarga yang didasarkan pada cintakasih serta dihidupkan olehnya merupakan

persekutuan pribadi: suami dan isteri, orangtua dan anak-anak. Tugas seluruh

anggota keluarga adalah dengan setia menghayati kenyataan persekutuan, disertai

usaha terus menerus untuk mengembangkan rukun hidup yang otentik antara

pribadi-pribadi.

Seluruh anggota keluarga dalam hidup bersama harus tetap menjaga satu sama lain

dan mengingat bahwa tujuan hidup adalah cintakasih. Tanpa cintakasih keluarga

tidak mengalami hidup rukun dan berkembang sebagai persekutuan pribadi-pribadi.

Manusia tidak dapat hidup tanpa cintakasih karena hidup tidak ada artinya bila

cintakasih tidak dapat diungkapkan dan dibagikan kepada orang lain (FC, art. 18).

(b) Persatuan Utuh Suami-Istri

Keluarga terbentuk karena hubungan cinta kasih antara pria dan wanita, yang

dengan ketulusannya saling memberikan diri dalam kehidupan perkawinan (bdk.

KHK. 1057 art. 2). Hanya pribadi-pribadi yang cakap dan dewasalah yang mampu

mengatakan, saya akan setia kepadamu dalam kesatuan ini sepanjang seluruh hidup

saya. Hal ini nampak dalam janji perkawinan yang mereka ikrarkan. Dalam

hubungan cinta suami-istri itulah, Gereja menemukan juga salah satu lambang

persatuannya dengan Kristus. Kasih suami-istri menggambarkan cinta Kristus

(53)

persatuan Gereja mendukung persatuan suami istri, dan di lain pihak persatuan

suami isteri turut membentuk persatuan Gereja.

Persatuan yang pertama ialah: yang dijalin dan berkembang antara suami dan

isteri: berdasarkan perjanjian pernikahan pria dan wanita ”bukan lagi dua, melainkan

satu daging”. Mereka dipanggil untuk tetap bertumbuh dalam persekutuan mereka

melalui kesetiaan dari hari ke hari terhadap janji pernikahan mereka untuk saling

menyerahkan diri seutuhnya (FC, art. 19).

(c) Kesatuan Persekutuan Suami-Isteri yang Tak Terceraikan

Persatuan suami-istri tidak hanya berciri monogam (unitas) tetapi juga tak

terceraikan (indisolubilitas). Hal ini berarti bahwa perkawinan yang telah

dilangsungkan secara sah menurut hukum, mempunyai akibat tetap dan tidak

terceraikan atau diputuskan oleh kuasa manapun, kecuali oleh kematian. Ciri tak

terceraikan ini mengarah pada ”pemberian diri timbal balik” antar suami istri demi

kesejahteraan keluarga. Persatuan sua

Gambar

Tabel
Tabel 2  Gambaran Kegiatan Rohani Keluarga Pada Umumnya
tabel 3 berikut ini:
Tabel 4  Faktor pendukung dan penghambat
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kesibukan yang mengutamakan kewajiban mereka untuk menafkahi keluarga membuat mereka lupa akan tugas utamanya dalam mendidik anak mereka, sebagai pendidik

Pada bagian kesimpulan ini penulis mengemukakan kembali beberapa hal yang perlu ditegaskan secara lebih mendalam sehubungan dengan pemikiran bagi keluarga kristiani dalam

Fakta bahwa kawin campur beda agama sering terjadi di masyarakat kita, khususnya di sini di Paroki St. Paulus Palu dan merupakan pilihan konkret yang

Memberikan masukan kepada para pemandu katekese/pendalaman iman di Lingkungan Santo Paulus Paroki Santa Maria Pengantara Lahat bahwa tayangan “Penyejuk Imani Katolik”

Maka dari itu keadaan faktual yang dialami keluarga Kristiani di Lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari Jembrana Bali perlu dipahami melalui penelitian untuk