• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterlaksanaan pendekatan cura personalis dalam pendidikan calon guru Bimbingan Dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keterlaksanaan pendekatan cura personalis dalam pendidikan calon guru Bimbingan Dan Konseling Universitas Sanata Dharma."

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KETERLAKSANAAN PENDEKATAN CURA PERSONALIS

DALAM PENDIDIKAN CALON GURU BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS SANATA DHARMA pendekatan cura personalis dalam pendidikan calon guru Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma?; 2) Apa saja hambatan-hambatan implementasi pendekatan cura personalis dalam pendidikan calon guru Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma?

Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Responden penelitian terdiri dari empat dosen dan delapan mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara terstruktur. Instrumen penelitian berupa pedoman wawancara. Analisis data dengan proses reduksi data, coding, dan interpretasi. Keabsahan data penelitian ini, peneliti menggunakan teknik trianggulasi dimana peneliti melalukan wawancara dengan dua pihak yaitu dosen dan mahasiswa lalu melakukan member check.

(2)

ABSTRACT

THE FEASIBILITY OF CURA PERSONALIS APPROACH OF THE TEACHER CANDIDATES’ IN THE GUIDANCE AND

COUNSELLING TEACHER EDUCATION

approach to teach teacher candidates in the Guidance and Counselling Teacher Education, Sanata Dharma University?; 2) What are obstacles to the implementation of cura personalis approach in the Guidance and Counselling Teacher Eduction, Sanata Dharma University?.

This is a qualitative research. The respondents were four lecturers and eight students of the Guidance and Counselling Teacher Education Study Program of Sanata Dharma University. The data collection method was a structured interview. The research instrument was the form containing guidelines for the interview. The data was analyzed using data reduction process, coding, and interpretation. The measure the validity of the data, researchers used a triangulation technique where researchers put through an interview with the two parties, namely faculty members and students, before checking.

(3)

1

KETERLAKSANAAN PENDEKATAN CURA PERSONALIS

DALAM PENDIDIKAN CALON GURU BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS SANATA DHARMA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Bimbingan dan Konseling

Oleh : Dian Kristiana Nim : 101114083

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

KETERLAKSANAAN PENDEKATAN CURA PERSONALIS

DALAM PENDIDIKAN CALON GURU BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS SANATA DHARMA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Bimbingan dan Konseling

Oleh : Dian Kristiana Nim : 101114083

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)

KETERLAK DALAM PENDIDIK

Pembimbing,

(Dr. M.M. Sri Hastuti

SKRIPSI

AKSANAAN PENDEKATAN CURA PERSO

DIKAN CALON GURU BIMBINGAN DAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

Oleh : Dian Kristiana NIM : 101114083

Telah disetujui oleh :

uti, M.Si) Tanggal, 16 D

SONALIS

N KONSELING

(6)

KETERLAKSANAAN PENDEKATAN CURA PERSONALIS

DALAM PENDIDIKAN CALON GURU BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS SANATA DHARMA

Dipersiapkan dan ditulis oleh : Dian Kristiana

NIM : 101114083

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

pada tanggal 8 Januari 2015

dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama lengkap Tanda Tangan

Ketua : Dr. Gendon Barus, M.Si ... Sekretaris : Juster Donal Sinaga, M.Pd ... Anggota I : Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si ... Anggota II : Dra. M.J. Retno Priyani, M.Si ... Anggota III : Dr. Gendon Barus, M.Si ...

Yogyakarta, 8 Januari 2015

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma

Dekan

(7)

MOTTO

PERSEMBAHAN

SKRIPSI ini ku persembahkan kepada :

(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 8 Januari 2015

Penulis

(9)

LEMBAR PERNYATAAN PERETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa UniversitasSanata Dharma

Nama : Dian Kristiana

NIM : 101114083

Demi pengembangan Ilmu Pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakan

Universitas Sanata Dharma karya saya yang berjudul :

KETERLAKSANAAN PENDEKATAN CURA PERSONALIS

DALAM PENDIDIKAN CALON GURU BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS SANATA DHARMA

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan

data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya

maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Yogyakarta, 8 Januari 2015

Yang menyatakan

(10)

ABSTRAK

KETERLAKSANAAN PENDEKATAN CURA PERSONALIS

DALAM PENDIDIKAN CALON GURU BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS SANATA DHARMA pendekatan cura personalis dalam pendidikan calon guru Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma?; 2) Apa saja hambatan-hambatan implementasi pendekatan cura personalis dalam pendidikan calon guru Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma?

Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Responden penelitian terdiri dari empat dosen dan delapan mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara terstruktur. Instrumen penelitian berupa pedoman wawancara. Analisis data dengan proses reduksi data, coding, dan interpretasi. Keabsahan data penelitian ini, peneliti menggunakan teknik trianggulasi dimana peneliti melalukan wawancara dengan dua pihak yaitu dosen dan mahasiswa lalu melakukan member check.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cura personalis telah terlaksana dalam bentuk dosen memberikan rasa percaya sehingga mahasiswa merasa nyaman dan terdorong mengembangkan potensi. Mahasiswa terbuka dengan kesulitannya dan dosen terbuka untuk membantu. Komunikasi antara dosen dan mahasiswa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Empati ditunjukkan melalui kepedulian dosen membantu mahasiswa dalam kesulitan sehingga mahasiswa merasa dipahami perasaan dan pikirannya. Dosen memberikan tanggapan sebagai wujud benar-benar mendengarkan dengan penuh perhatian. Dosen menghargai dan mahasiswa merasa dihargai oleh dosen dengan diberikan pujian, diberikan kesempatan, dan diingatkan saat melakukan kesalahan. Akan tetapi ada mahasiswa yang merasa kurang mendapat tanggapan, kurang dihargai dari segi waktu dan kurang mendapat motivasi. Dosen tidak menjaga rahasia, pendapatnya membuat down, kadang terlambat, ngejudge, dan memahami mahasiswa yang dekat dengannya saja. Hambatan kurang terlaksananya cura personalis yaitu mahasiswa kurang terbuka karena rasa sungkan, takut, dan malu. Kesibukan dosen membuat waktu untuk mendampingi mahasiswa secara pribadi masih kurang dan belum ada pengenalan setiap pribadi mahasiswa. Dosen menganggap mahasiswa yang tidak konsultasi itu tidak ada masalah.

(11)

ABSTRACT

THE FEASIBILITY OF CURA PERSONALIS APPROACH OF THE TEACHER CANDIDATES’ IN THE GUIDANCE AND

COUNSELLING TEACHER EDUCATION

approach to teach teacher candidates in the Guidance and Counselling Teacher Education, Sanata Dharma University?; 2) What are obstacles to the implementation of cura personalis approach in the Guidance and Counselling Teacher Eduction, Sanata Dharma University?.

This is a qualitative research. The respondents were four lecturers and eight students of the Guidance and Counselling Teacher Education Study Program of Sanata Dharma University. The data collection method was a structured interview. The research instrument was the form containing guidelines for the interview. The data was analyzed using data reduction process, coding, and interpretation. The measure the validity of the data, researchers used a triangulation technique where researchers put through an interview with the two parties, namely faculty members and students, before checking.

The results showed that cura personalis had been implemented in the class where lecturers build trust with the students so they feel comfortable and encouraged to develop their potential. Students were open to discuss difficulty, while the lecturers were open to provide help. Communication between lectuters and students was established directly and indirectly. Empathy was shown by the faculty members who helped students in difficulty so that students felt understood. Lecturers provided feedback as a form of genuine listening. Students felt appreciated by the lecturers through praise, opportunity and criticism. However, there were students who felt that they did not get adequate response unappreciated in terms of time and thus they lacked motivation to study. Lecturers were honest, sometimes looked down on the students, were judgmental, and only knew students who were close to them. The obstracles to the implementation of cura personalis were that students were less open, shy, and afraid. The hectic schedule of the lecturers coused them to have little time to assist the student in person and lectuters did not recognize students personally. Lecturers assumed that students did not consult becuse they had no problems.

(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas

pertolongan, hikmat, dan penyertaanNya dalam persiapan, pelaksanaan serta

penyelesaian laporan penelitian dalam bentuk skripsi ini.

Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pendidikan dari program studi Bimbingan dan

Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas

dari bimbingan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M.Si., sebagai Kepala Program Studi Bimbingan dan

Konseling Universitas Sanata Dharma.

2. Juster Donal Sinaga, M.Pd selaku Wakaprodi Program Studi Bimbingan

dan Konseling dan dosen pembimbing yang dengan sabar dan tulus telah

memberikan waktu, motivasi, masukan, dan banyak pembelajaran

berharga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Bimbingan dan Konseling

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membekali penulis

dengan berbagai ilmu pengetahuan yang berguna bagi penulis dan telah

bersedia meluangkan waktu untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

4. Prof. Dr. Paulus Suparno, S.J., M.S.T. dan Dr. CB. Mulyatno, Pr. yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk menjadi narasumber dalam penelitian

ini.

(13)

5. Orangtuaku tercinta Bapak Jumadi Atmo Taruno dan Ibu Yohana Jarliah

serta kakakku Devid Kristiantoro, kakak iparku Yulista Librolva Meitarita

dan adikku Dena Krismareta tersayang dan keluarga besar atas doa,

dukungan, perhatian, kasih sayang, dan biaya yang diberikan selama

menempuh studi di Universitas Sanata Dharma.

6. Stefanus Sendy Laksono atas bantuan, waktu, dukungan dan motivasi

selama pengerjaan skripsi.

7. Teman-temanku (Melani, Febri, Ayu, Suster Mariane, Yogi, Yoha) atas

sharing dan dukungannya.

8. Adik-adikku angkataan 2011 dan 2012 telah bersedia meluangkan waktu

untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dan memberikan dukungan dalam proses penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu masukan, saran, dan kritik terhadap karya ini sangat diperlukan.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang

membaca.

Yogyakarta, 8 Januari 2015

(14)

DAFTAR ISI

Halamam

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 4

F. Manfaat Penelitian ... 5

G. Batasan Istilah ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Cura Personalis ... 7

1. Definisi cura personalis ... 7

2. Faktor-faktor... 11

3. Ciri-ciri ... 12

(15)

4. Aspek ... 12

5. Upaya untuk meningkatkan cura personalis .... 16

B. Konselor ... 19

1. Definisi ... 19

2. Pelayanan Bimbingan dan Konseling ... 20

3. Tugas guru Bimbingan dan Konseling ... 21

4. Kompetensi ... 22

5. Kualitas ... 23

6. Pribadi Konselor ... 28

C. Dosen ... 29

1. Definisi ... 29

2. Tugas Dosen ... 30

3. Kompetensi Dosen ... 32

D. Prodi Bimbinggan dan Konseling Universitas Sanata Dharma ... 33

E. Kaitan Cura Personalis dengan Bimbingan dan Konseling ... 34

F. Hasil Penelitian Sebelumnya ... 35

G. Kerangka Berpikir ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 38

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

C. Responden Penelitian ... 38

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 39

E. Keabsahan Data ... 40

F. Teknik Analisa Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil ... 43

1. Keterlaksanaan ... 43

2. Hambatan ... 62

(16)

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ... 84

B. Keterbatasan Penelitian ... 85

C. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 88

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian ... 90

Lampiran 2 : Surat Kesediaan Menjadi Responden ... 91

Lampiran 3 : Surat Kesediaan Menjadi Narasumber ... 103

Lampiran 4 : Jadwal Wawancara Responden dan Narasumber ... 105

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi

masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan batasan istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Dunia pendidikan tidak terlepas dari pendidik dan peserta didik. Setiap pendidik diharapkan dapat melaksanakan cura personalis. Cura personalis

penting dilaksanakan dalam pendidikan agar peserta didik terbantu dalam

mengatasi masalahnya. Oleh Paul Suparno (2004 :2), cura personalis diartikan sebagai perhatian kepada pribadi, atau pendampingan pribadi.

Salah satu Universitas di Yogyakarta yang menggunakan cura personalis

adalah Universitas Sanata Dharma. Universitas Sanata Dharma menyebutkan

cura personalis dalam visi misinya.

Salah satu kegiatan kemahasiswaan yang dilakukan Universitas Sanata

Dharma yang menunjukkan cura personalis yaitu INSADHA. Dalam buku Panduan INSADHA Mahasiswa Baru (2010: 73) dijelaskan, Iniasiasi Sanata

Dharma adalah kegiatan awal untuk mengantar mahasiswa baru masuk ke

dalam dinamika kampus Universitas Sanata Dharma menunjukkan

aspek-aspek cura personalis. Tetapi pada kenyataannya masih banyak dosen di Universitas yang tidak melaksanakan cura personalis. Hal ini terjadi karena dosen dituntut untuk melakukan tridharma perguruan tinggi yaitu tugas di

(21)

masyarakat sehingga dosen harus membagi waktu dan hal itu membuat

dosen sibuk.

Berdasarkan pengalaman peneliti selama kuliah di prodi Bimbingan

dan Konseling Universitas Sanata Dharma peneliti menemukan fenomena

bahwa di prodi Bimbingan dan Konseling diketahui terdapat beberapa

mahasiswa yang merasa kecewa karena tidak dihargai oleh dosen. Hal

tersebut terlihat ketika ada salah satu mahasiswa bertanya dan dosen tidak

menanggapinya. Selain itu, peneliti juga melihat bahwa terdapat dosen yang

tidak berkomunikasi secara baik dengan mahasiswanya. Hal ini terlihat

ketika salah seorang teman yang mengungkapkan kekecewaannya karena ia

diberitahu dosen secara langsung bahwa ia tidak pantas menjadi Guru

Bimbingan dan Konseling karena pakaian yang ia kenakan. Setelah

diberitahu hal tersebut mahasiswa ini merasa bahwa dirinya di judge tidak baik sebelum dosen tersebut mengenalnya lebih dalam hanya karena pakaian

yang ia kenakan. Setelah kejadian tersebut mahasiswa ini sering tidak masuk

mata kuliah yang diajarkan dosen tersebut dan ketika bertemu ia tidak

pernah menyapa karena ia merasa kecewa dan sakit hati atas perkataan yang

dilontarkan olehnya.

Suparno (2004: 3) menjelaskan bahwa terdapat dosen yang tidak

mengenal nama mahasiswanya. Dosen hanya memanggil mahasiswa dengan

nomor urut absensi pada saat kuliah berlangsung. Hal ini dilakukan agar

cepat dan dosen tidak perlu menghafal nama mahasiswanya. Selain itu,

(22)

kuliah karena dosen sibuk dengan urusannya. Hal ini membuat para

mahasiswa merasa bahwa ia tidak dimanusiakan karena mereka akan merasa

senang, lebih dihargai, dan lebih dikenal jika dosen hafal nama mereka.

Namun demikian, dosen juga yang mau memberikan waktu di luar jam

kuliah membuat mahasiswa merasa lebih dekat dan bersahabat dengan dosen

sehingga mereka tidak canggung untuk mengungkapkan permasalahnnya.

Hal tersebut yang membuat peneliti semakin menemukan bahwa cura personalis sangatlah penting untuk dilaksanakan khususnya dalam dunia pendidikan.

Ketidakterlaksanaan cura personalis di dunia pendidikan ini membawa dampak yang kurang baik bagi peserta didik. Oleh karena itu,

peneliti akan mengadakan penelitian dengan judul “Keterlaksanaan

Pendekatan Cura Personalis dalam Pendidikan Calon Guru Bimbingan dan Konseling di Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma“

untuk mengetahui seberapa jauh keterlaksanaan dan hambatan cura personalis dalam ruang lingkup prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

B. Identifikasi Masalah

1. Cura personalis dosen dan mahasiswa belum diketahui hasilnya.

2. Ketidakterlaksanaan cura personalis membuat mahasiswa tidak dekat dengan dosen dan merasa tidak dihargai.

(23)

4. Dosen terlalu sibuk sehingga kurang melaksanakan cura personalis.

C. Pembatasan Masalah

Masalah yang teridentifikasi dalam penelitian ini sangat luas dan cukup

kompleks. Maka dari itu peneliti merasa perlu untuk memberikan

pembatasan masalah agar penelitian ini lebih fokus dan sesuai dengan

tujuan. Pembatasaan masalah dalam penelitian ini adalah cura personalis

ditinjau dari interaksi dosen dengan mahasiswa Program Studi Bimbingan

dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Bagaimana keterlaksanaan pendekatan cura personalis ditinjau dari interaksi dosen dengan mahasiswa dalam pendidikan calon guru

Bimbingan dan Konseling di Universitas Sanata Dharma Tahun Ajaran

2014/2015?

2. Apa hambatan-hambatan implementasi pendekatan cura personalis

ditinjau dari interaksi dosen dengan mahasiswa dalam pendidikan calon

guru Bimbingan dan Konseling di Universitas Sanata Dharma Tahun

Ajaran 2014/2015?

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui keterlaksanaan pendekatan cura personalis ditinjau dari interaksi dosen dengan mahasiswa dalam pendidikan calon guru

Bimbingan dan Konseling di Universitas Sanata Dharma Tahun Ajaran

(24)

2. Mengetahui hambatan-hambatan implementasi pendekatan cura personalis ditinjau dari interaksi dosen dengan mahasiswa dalam pendidikan calon guru Bimbingan dan Konseling di Universitas Sanata

Dharma Tahun Ajaran 2014/2015. F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi

ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu Bimbingan dan

Konseling, sehingga dapat dijadikan sebagai rujukan bagi peneliti

selanjutnya pada kajian yang sama tapi pada ruang lingkup yang luas dan

mendalam.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

a. Prodi Bimbingan dan Konseling

Melalui penelitian ini Prodi Bimbingan dan Konseling memperoleh

informasi tentang keterlaksanaan pendekatan cura personalis dosen dalam pendidikan calon guru Bimbingan dan Konseling.

b. Para dosen Prodi Bimbingan dan Konseling

Malalui penelitian ini dosen dapat mengevaluasi, memahami

pentingnya pendekatan cura personalis dosen dalam pendidikan calon guru Bimbingan dan Konseling. Selain itu, dosen dapat

(25)

c. Mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling

Melalui penelitian ini mahasiswa prodi Bimbingan dan Konseling

merasa lebih dekat dengan dosen, dihargai, didengarkan dan terbantu

dalam masalahnya.

G. Batasan Istilah

1. Cura Personalis adalah pendampingan secara intensif pada setiap pribadi sehingga terjalin rasa percaya, terbuka, komunikasi, empati,

mendengarkan, dan rasa hormat. Cura personalis yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah dosen berinteraksi dengan mahasiswa baik

dalam perkuliahan maupun di luar jam kuliah.

2. Calon Guru Bimbingan dan Konseling adalah mahasiswa yang sedang

menempuh pendidikan S1 di Prodi Bimbingan dan Konseling

Universitas Sanata Dharma.

3. Prodi Bimbingan dan Konseling adalah salah satu program studi dalam

fakultas keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Sanata Dharma.

4. Dosen adalah pendidik profesional dengan tugas utama

mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan

(26)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab kajian pustaka ini dipaparkan hakikat cura personalis, konselor, dosen, prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma, kaitan cura personalis dengan Bimbingan dan Konseling, hasil penelitian sebelumnya, dan kerangka berpikir.

A. Hakikat Cura Personalis

1. Definisi Cura Personalis

Berdasarkan hasil wawancara dengan Romo Mulyatno, Pr (23

September 2014) Cura berarti mendampingi, menemani, dan membantu perkembangan. Personalis artinya pribadi. Cura Personalis itu biasanya istilah yang digunakan dalam pendidikan. Harus bertolak pada

pengalaman pribadi yang dididiknya itu karena subjek pendidikan adalah

peserta didik atau pribadi dengan segala pengalamannya, segala cita-cita,

harapannya, mengalami permasalahan pribadinya dengan

kebutuhan-kebutuhannya, dengan segala kerinduannya. Maka cura personalis itu mendampingi, mendidik secara intensif, mendengarkan, mengajak

komunikasi dengan cara dialog dengan manusiawi. Dari situlah

ditemukan apa kebutuhan yang cocok untuk pribadi itu. Tanda-tanda

adanya cura personalis dilihat dari visi misi Universitas Sanata Dharma dan mahasiswa merasa terbantu.

(27)

orang yang melakukan retret. Orang yang melakukan retret berdoa

supaya bertemu Tuhan dan pembimbing yang membantu dia. Agar dapat

membimbing dengan baik diharapkan yang dibimbing itu bisa terbuka,

sehingga pembimbing bisa terbuka dan membantu dia untuk bertemu

Tuhan disitulah cura personalis. Dalam mendampingi penting untuk mendengar dan empati.

Model seperti ini diambil oleh pendidikan. Di pendidikan tuhannya

diganti ilmu pengetahuan. Mahasiswa mencari kebenaran supaya

semakin terampil dan berkembang. Seperti orang retret yang ingin

bertemu Tuhan ingin mencari kebenaran. Supaya semakin terampil yaitu

didampingi oleh dosen. Tugas dosen adalah membuat mahasiswa agar

semakin kompeten, semakin mengerti, semakin terampil. Tapi dosen

hanya bisa membantu mahasiswa kalau mahasiswa terbuka.

Misal mahasiswa tidak bisa mengikuti kuliah karena tidak bisa mikir,

uangnya habis, tidak mengerti materinya, mengantuk saat di kelas, tidak

tertarik dengan Bimbingan dan Konseling, kesulitan mahasiswa

berbeda-beda dan ini bisa dibantu jika mahasiswa terbuka dan jika mahasiswa

hanya bercerita pada teman, dosen juga tidak tahu. Dosen juga harus

terbuka, empati untuk mendengarkan mahasiswanya dan adanya

kepercayaan. Jadi, cura personalis merupakan bantuan secara khusus menurut situasi. Tapi dosen harus mendeteksi sendiri misal perilaku

yang terlihat menyimpang saat di kelas. Dosen harus mendampingi

(28)

diceramahi. Tanda-tanda adanya cura personalis dilihat dari visi misi Universitas Sanata Dharma dan mahasiswa merasa dibantu atau tidak.

Esti Sumarah (psiusd.wordpress.com.) berpendapat bahwa cura personalis termasuk sikap yang menghidupi spriritualitas ignatian1 yang memiliki arti rasa hormat dan penghargaan yang mendalam bagi setiap

pribadi dengan mengakui keunikan, keagungan, kebaikan serta

keluhuran martabatnya. Cura personalis adalah kepedulian akan setiap pribadi, memandang setiap orang sebagai insan yang dikenal, dipanggil

dan dicintai secara pribadi oleh Allah sendiri. Cura personalis berarti mengakui bahwa setiap orang itu mempunyai rasa ikut memiliki (a sense of belonging), bahwa setiap orang itu sungguh berarti dan karena itu seharusnya tidak terpuruk jatuh dalam keretakan jiwa (falls through the cracks).

Kolvenbach (2007; 10: 12 : 15) mengatakan bahwa

Cura personalis’ is expressed in the human acts of ‘giving’ and ‘receiving’. ‘Cura personalis’ is simply help from person to person, so that God and man may really meet. ‘Cura personalis’ is to draw attention, to watch, to put on guard and to warn. ‘Cura personalis' dinyatakan dalam kisah manusia 'memberi' dan 'penerimaan'. ‘Cura personalis' adalah hanya membantu, dari satu orang ke orang lain, sehingga Allah dan manusia dapat benar-benar bertemu.

1

(29)

'Cura personalis' adalah untuk menarik perhatian, untuk menonton, untuk menempatkan pada penjaga dan untuk memperingatkan.

Dalam Spiritualitas Ignatius Loyola (www.ignatiusloyola.net), cura personalis menekankan pada pihak yang didampingi haruslah tetap memiliki kebebasan dan kemampuan untuk memilih secara bebas

dengan cinta kasih dan kemurahan hati. Mereka yang didampingi perlu

terbuka bercerita dan yang mendampingi penting untuk bertanya,

meneguhkan ataupun memberikan bantuan. Memberikan cura personalis

harus tetap dengan rasa hormat mendampingi dan menghargai

pengalaman rohani yang dialami pihak lain, dan dengan rendah hati dan

sabar mencoba memahami pengalaman tersebut, membetulkan

pemahaman yang keliru supaya pihak yang didampingi dijauhkan dari

kesalahan. Mereka yang mendampingi tidak akan bisa memberikan cura personalis apabila yang didampingi tidak mau terbuka untuk menceritakan apa yang dialami.

Cura personalis hanya akan bisa berlangsung dan terjadi secara positif dan benar bila berada dalam iklim saling percaya satu sama lain

(mutual trust). Cura personalis akan berbuah subur bila kedua belah pihak saling terbuka dan berkomunikasi secara otentik satu sama lain

atas dasar kepercayaan yang matang. Semangat untuk mau

mendengarkan dan lebih mau memahami daripada mempersalahkan serta

(30)

Dari pendapat beberapa sumber di atas, maka peneliti menyimpulkan

bahwa cura personalis bertujuan mendampingi, menemani, membantu, dan peduli secara intensif kepada setiap pribadi. Maka diperlukan rasa

percaya agar dapat terbuka dan berkomunikasi, diperlukan empati untuk

memahami dan mendengarkan, rasa hormat untuk menghargai setiap

pribadi.

2. Faktor-faktor

Peneliti menyimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi cura personalis, antara lain :

a. Situasi

Yang dimaksud dengan situasi adalah keadaan yang

menunjukkan waktu dan tempat. Situasi ada 2 yaitu situasi secara

umum atau kondisi yang tidak terduga misal sedang berjalan atau

berpapasan lalu bertegur sapa, saat pelaksanaan kegiatan belum tentu

semua dosen mendampingi. Dalam situasi khusus misal perkuliahan

dan bimbingan skripsi.

b. Perbedaan usia

Perbedaan usia ini terlihat dari cara pendekatan, ada yang formal

dan informal misal dosen muda terlihat lebih santai dan lebih mudah

dekat dengan mahasiswa karena tidak terpaut usia yang jauh.

c. Peran

Peran dapat diartikan serangkaian perilaku yang diharapkan

(31)

formal dan informal. Individu yang melakukan sesuatu sesuai situasi

untuk memenuhi harapan. Dilihat dari dosen sebagai pejabat, dosen

sebagai pengampu mata kuliah dan doen sebagai pembimbing tentu

memiliki peran yang berbeda. Dosen bisa sebagai orangtua atau

teman bagi mahasiswa. Dosen yang kebapakan atau keibuan, dosen

bisa menjadi contoh karena mahasiswa merasa kagum.

Dari ketiga faktor ini saling berkaitan dan saling mendukung.

3. Ciri-ciri

Berdasarkan hasil wawancara dengan Romo Mulyatno, Pr (23

September 2014) ciri-ciri cura personalis yaitu perhatian secara pribadi, ada pendampingan, ada proses mendengarkan, ada pengenalan pribadi, ada

bantuan-bantuan khusus pada mahasiswa-mahasiswa yang membutuhkan

bantuan dalam bentuk-bentuk konkrit baik itu di strukturasi dalam

program prodi, dosen, maupun sikap dosen terhadap mahasiswanya.

Sedangkan hasil wawancara dengan Romo Paul Suparno, S.J (1 Oktober

2014) ciri-ciri cura personalis yaitu adanya komunikasi, mendengar, memperhatikan, dan membantu.

4. Aspek

Setelah peneliti membaca dari beberapa sumber, peneliti

menyimpulkan bahwa aspek-aspek dalam penelitian ini adalah

a. Rasa percaya

Rogers (Kurnanto, 2013 : 56) berpendapat bahwa kepercayaaan

(32)

potensi yang ada dalam diri. Dengan begitu, individu maju dengan

sendirinya.

b. Terbuka

Menurut etimologi bahasa, keterbukaan berasal dari kata terbuka.

Terbuka adalah sikap jujur, rendah hati, dan menerima pendapat orang

lain secara adil. Keterbukaan merupakan pengetahuan tentang diri akan

meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi

dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita.

Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada

kenyataan. Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek

dari komunikasi antarpribadi. Pertama, komunikator antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajak berinteraksi. Kedua, mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur

terhadap stimulus yang datang. Ketiga, menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui

bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan adalah memang milik

anda dan anda bertanggungjawab atasnya (www.academia.edu).

c. Komunikasi/komunikatif

Siahaan (2000: 1) menjelaskan komunikasi adalah sarana vital

untuk mengerti diri sendiri, mengerti orang lain, umtuk memahami apa

yang dibutuhkannya dan apa yang dibutuhkan orang lain, apa

(33)

dapat diterka sejauh mana kita berkehendak dan sejauh mana kita

dapat mengerti orang lain.

Siahaan (2000: 4) menjelaskan komunikasi adalah seni

penyampaian informasi (pesan, ide, sikap atau gagasan) komunikator

untuk merubah serta membentuk perilaku komunikan (pola, sikap,

pandangan dan pemahamannya) ke pola dan pemahaman yang

menghendaki komunikator.

Shannon dan Weaver (Wiryanto, 2004: 7) menjelaskan komunikasi

adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama

lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk

komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni

dan teknologi.

d. Empati

Kurnanto (2013: 57) mengatakan, empati pada dasarnya

merupakan kemampuan untuk memasuki dunia subyektif orang lain,

dan kemampuan untuk mengkomunikasikan pemahaman itu kepada

orang yang bersangkutan. Kemampuan untuk menyatakan empati

secara efektif tergantung kepada adanya sikap perlakuan yang asli dan

keinginan yang sungguh-sungguh untuk memahami dunia pribadi

orang lain.

Geldard (2008:45) berpendapat, empati berarti mampu sepenuhnya

(34)

hampir-hampir meniadakan identitas diri untuk menyatu dengan orang

tersebut.

Goleman (2002: 428) mengatakan, empati adalah memahami

perasaan dan masalah orang lain dan berpikir dengan sudut pandang

mereka, menghargai perbedaan perasaan orang mengenai berbagai hal.

e. Mendengarkan aktif

Kurnanto (2013 :19) mengatakan, mendengarkan aktif melibatkan

mendengarkan isi, suara, dan bahasa tubuh orang yang berbicara

(Corey, Corey, & Corey, 2009). Hal ini juga melibatkan komitmen

berkomunikasi kepada orang yang berbicara bahwa Anda benar-benar

mendengarkan. Teknik utama yang digunakan adalah dengan

mengamati bahasa nonverbal yang tampak dari gerak tubuh, ekspresi

wajah dan khususnya pergeseran tubuh.

Menurut Kurnanto (2013: 56), mendengarkan secara aktif bukan

hanya mendengarkan kata-kata yang diucapkan konseli, melainkan

juga menangkap makna di belakang pernyataan verbal dari konseli.

Dalam hal ini konselor harus mampu memberi kemudahan untuk

munculnya pernyataan yang paling sungguh-sungguh dari pengalaman

individu yang subyektif.

f. Rasa hormat

Menurut Kurnanto (2013: 58), rasa hormat diartikan sikap

menghargai orang lain sebagaimana adanya. Sikap menghormati ini

(35)

mempunyai kedudukan yang sama. Individu merupakan pribadi

tersendiri yang unik yang mempunyai hak untuk memandang segala

sesuatu dari sisi yang menguntungkan dirinya.

Menurut Kurnanto (2013: 57), penghargaan positif itu mengangkat

upaya untuk mengkomunikasikan dan tidak disertai dengan penilaian

terhadap perasaan dan pemikiran perhatian dan kasih sayang tanpa

syarat. Perhatian dan kehangatan itu adalah gagasan untuk

mengembagkan suatu sikap penerimaan terhadap individu sebagai

keseluruhan.

Menurut Geldard (2008: 44), sikap hormat berarti menghargai

orang lain sebagai manusia yang mampu menemukan solusi-solusi atas

persoalan-persoalan sendiri, dan memandang positif kepadanya dengan

asumsi bahwa, terlepas dari apa yang dilakukannya, dia telah berbuat

yang terbaik sesuai dengan kemampuannya. Sikap hormat

menyetarakan keyakinan bahwa orang yang dibantu memiliki

kemampuan untuk menanggung beban kehidupannya, bertumbuh, dan

berpotensi menebarkan pengaruh positif di dunia ini. Sikap hormat

adalah menghargai dan memperlakukan orang sebagaimana adanya

dan sebagai manusia yang layak dihargai.

5. Upaya untuk Meningkatkan Keterlaksanaan Cura Personalis

Suparno (2004:4-5) menjelaskan upaya-upaya untuk meningkatkan

(36)

a. Memanggil nama seseorang secara pribadi. Kita diharapkan baik

sebagai, karyawan, dan mahasiswa, mulai mengembangkan menyebut

nama orang dengan namanya dan bukan nomor. Dosen menyapa

mahasiswa di kuliahnya dengan nama, memanggil orang dengan nama,

memanggil teman dengan nama. Model dengan angka dicoba

dikurangi, dan bila dipaksa dengan nomor pun perlu menyebut nama

orang itu.

b. Dosen diharapkan rela membuka diri terhadap para mahasiswa yang

datang ke kantor kerjanya, bahkan bersedia menjawab pertanyaan

mahasiswa di gang. Kerelaan menerima mahasiswa secara pribadi

menjadi tanda pendekatan cura personalis.

c. Dosen diharapkan mendekati dan menyapa mahasiswa yang kelihatan

mempunyai persoalan dan hambatan pribadi. Dengan mendengarkan

mereka, kita dapat mengajak mereka berbicara dan akhirnya membantu

mengatasi persolan mereka.

d. Universitas Sanata Dharma kiranya perlu membuka kesempatan

konseling atau pendampingan pribadi. Dosen dan karyawan yang mau

menjadi volunteer diumumkan sehingga mahasiswa dapat memilih kapan mau bertemu dengan volunteer konseling atau pendampingan pribadi.

e. Ada baiknya mahasiswa membentuk kelompok-kelompok kecil

sehingga dapat saling memberikan sapaan pribadi pada rekan-rekan

(37)

menolong teman-teman lain secara lebih dekat, lebih personal sesuai

dengan situasi masing-masing

f. Tugas pendamping akademik (PA) dapat dikembangkan menjadi

pendamping mahasiswa suatu angkatan. PA lebih mengerti situasi

angkatan karena lebih kecil jumlahnya. Dengan sering bertemu

mahasiswa angkatan tersebut, beberapa mahasiswa yang mengalami

persoalan pribadi maupun kuliah dapat dibantu lebih tepat buka hanya

secara klasikal.

g. Bimbingan skripsi pribadi adalah kesempatan paling baik untuk cura personalis mahasiswa. Dalam bimbingan skripsi, dosen diharapkan tidak hanya membantu mahasiswa menyelesaikan skripsi, tapi dapat

membantu mereka untuk semakin berkembang dan maju sebagai

pribadi. dalam suasana bimbingan itu, dosen dapat melakukan

pendekatan cura personalis, membantu mahasiswa secara pribadi bangkit dari persoalan hidupnya.

Sejalan dengan pendapat Paul Suparno, Gordon (1997 : 23) dalam

konteks menjadi guru efektif mengatakan hubungan guru dan murid dapat

dikatakan baik bila mempunyai (1) keterbukaan dan transparan, sehingga

memungkinkan terjalinnya keterusterangan dan kejujuran satu dengan

lainnya; (2) penuh perhatian, bila tiap pihak mengetahui bahwa dirinya

dihargai oleh pihak lain; (3) saling ketergantungan (lawannya

ketergantungan) dari pihak yang satu ke pihak yang lain; (4) keterpisahan,

(38)

mengembangkan keunikan, kreativitas, dan individualitas masing-masing;

(5) pemenuhan kebutuhan bersama, sehingga tidak ada satu pihak yang

dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan pihak yang lain.

Rooijakkers (2005 : 43) menjelaskan beberapa cara yang digunakan

oleh pengajar agar pertanyaan dari murid mempunyai daya guna yaitu

mengulangi pertanyaan yang diajukan oleh pihak murid, memuji atau

menghargai setap pertanyaan yang baik, memberikan jawaban atas

pertanyaan yang diajukan oleh murid sedemikian rupa, sehingga seluruh

pendengar dapat mendengar dan mengertinya, kalau pertanyaan telah

selesai dijawab, pelajaran dapat dilanjutkan. Kedua pendapat tersebut

sejalan dengan pendekatan cura personalis.

B. Konselor 1. Definisi

Menurut Depdiknas (2007 : 235), konselor adalah tenaga pendidik

yang berkualifikasi strata satu (S-1) program studi Bimbingan dan

Konseling dan menyelesaikan Pendidikan Profesi Konselor (PPK).

Sedangkan penerima/pengguna pelayanan profesi bimbingan dan

konseling dinamakan Konseli.

Winkel (2007 : 171) menjelaskan bahwa konselor sekolah, yaitu

tenaga profesional yang mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan

(39)

Mamat (2010 : 8) menjelaskan, konselor adalah pendidik yang dididik

dan dihasilkan oleh progarm studi Bimbingan dan Konseling di Perguruan

Tinggi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Konselor adalah

tenaga profesional yang harus memiliki sertifikasi dan lisensi untuk

menyelenggarkan layanan profesionalnya.

Dari pendapat beberapa ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa

konselor adalah pendidik yang berkualifikasi (S-1) dihasilkan oleh

program studi Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi yang

mencurahkan waktunya untu pelayanan bimbingan.

2. Pelayanan Bimbingan dan Konseling

Menurut Prayitno (2004 : 99), bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau

beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa; agar

orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri

dan mandiri; dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang

ada dan dapat dikembangkan; berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Prayitno (2004 :105) menjelaskan, konseling adalah proses pemberian

bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh ahli (disebut

konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah

(disebut klien)yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh

klien.

Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian

(40)

mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan

memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat

dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku serta dapat

mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau

masalah khusus yang dihadapinya dan berujung pada pemecahan masalah

tersebut.

3. Tugas Guru Bimbingan dan Konseling

PP No.74 Tahun 2008 tentang beban dan tugas guru BK menyebutkan guru bimbingan dan konseling/konselor memiliki tugas, tanggungjawab,

wewenang dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling

terhadap peserta didik. Tugas guru bimbingan dan konseling/konselor

terkait dengan pengembangan diri peserta didik yang sesuai dengan

kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik di

sekolah/madrasah. Tugas guru bimbingan dan konseling/konselor yaitu

membantu peserta didik dalam:

a. Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang

membantu peserta didik dalam memahami, menilai bakat dan minat.

b. Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan

yangmembantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta

mengembangkan kemampuan hubungan sosial dan industrial yang

(41)

c. Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang

membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar untuk

mengikuti pendidikan sekolah/madrasah secara mandiri.

d. Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta

didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan

mengambil keputusan karir.

4. Kompetensi

Permendiknas No.27 Tahun 2008 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor, antara lain:

a. Pegagogik

1) Menguasai teori dan praksis pendidikan

2) Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta

perilaku konseli

3) Menguasai esenssi layanan bk dalam jalur, jenis, dan jenjang

satuan pendidikaan

b. Kepribadian

4) Beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa

5) Menghargai dan menunjang tinggi nilai-nilai kemanusiaan,

individualitas dan kebebasan memilih

6) Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat

7) Menampilkan kinerja berkualitas tinggi

c. Sosial

(42)

9) Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi BK

10)Mengimplementasikan kolaborasi antar profesi

d. Profesional

11)Menguasai konsep dan praksis penilaian (assesment) untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli

12)Menguasai kerangka teoritik da praksis BK

13)Merancanag program BK

14)Mengimplementasikan program BK yang komprehensif

15)Menilai proses dan hasil kegiatan BK

16)Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional

17)Menguasai konsep dan praksis penelitian dalam BK

5. Kualitas Pribadi Konselor

Cavanagh (Syamsu Yusuf, 2010: 37-44) menjelaskan kualitas pribadi konselor ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut :

a. Pemahaman Diri (Self-knowledge)

1) Konselor menyadari dengan baik tentang kebutuhan dirinya.

Sebagai konselor dia memiliki kebutuhan diri, seperti: (a)

kebutuhan untuk sukses; (b) kebutuhan merasa penting, dihargai,

superior, dan kuat.

2) Konselor menyadari dengan baik tentang perasaan-perasaan.

Perasaan-perasaan itu seperti: rasa marah, takut, bersalah, dan

cinta. Ketidaksadaran konselor akan perasaannya dapat berakibat

(43)

3) Konselor menyadari tentang apa yang membuat dirinya cemas

dalam konseling, dan apa yang menyebabkan dirinya melakukan

pertahanan diri dalam rangka mereduksi kecemasan tersebut.

4) Konselor memahami atau mengakui kelebihan (kekuatan) atau

kelemahan (kekurangan) dirinya.

b. Kompeten (Competent)

1) Secara terus menerus meningkatkan pengetahuannya tentang

tingkah laku dan konseling dengan banyak membaca atau

menelaah buku-buku atau jurnal-jurnal yang relevan; mengahdiri

acara-acara seminar dan diskusi tentang berbagai hal yang terkait

dengan profesinya.

2) Menemukan pengalaman-pengalaman hidup baru yang membantu

untuk lebih mempertajam kompetensi, dan mengembangkan

keterampilan konselingnya. Upaya itu ditempuhnya dengan cara

menerima resiko, tanggung jawab, dan tentangan-tantanagn yang

dapat menimbulkan rasa cemas. Kemudian dia menggunakan rasa

cemas itu untuk mengaktualisasaikan potensi-potensinya

3) Mencoba gagasan-gagasan atau pendekatan-pendekatan baru dalam

konseling. Mereka senantiasa mencari cara-cara yang paling tepat

atau berguna untuk membantu klien.

4) Mengevaluasi efektivitas konseling yang dilakukannya, dengan

menelaah setiap pertemuan konseling, agar dapat belerja lebih

(44)

5) Melakukan kegiatan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi yang

telah dilaksanakan untuk mengembangkan atau memperbaiki

proses konseling.

c. Kesehatan Psikologis

1) Memperoleh pemuasan kebutuhan rasa aman, cinta, kekuatan, dan

seks.

2) Dapat mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya.

3) Menyadari kelemahan atas keterbatasan kemmapuan dirinya.

4) Tidak hanya berjuang untuk hidup, tetapi juga menciptakan

kehidupan yang lebih baik. Konselor dapat menikmati kehidupan

secara nyaman. Dia melakukan aktivitas-aktivitas yang positif,

seperti : membaca, menulis, bertamasya, bermain (berolahraga),

dan berteman.

d. Dapat Dipercaya

1) Memiliki pribadi yang konsisten.

2) Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapannya maupun

perbuatannya.

3) Tidak pernah membuat orang lain (klien) kecewa atau kesal.

4) Bertanggung jawab, mampu merespon orang lain secara utuh, tidak

(45)

e. Jujur (honesty)

1) Bersikap kongruen, artinya sifat-sifat dirinya yang dipersepsi oleh

dirinya sendiri (real self) sama sebangun dengan yang dipersepsi oleh orang lain (public self)

2) Memiliki pemahaman yang jelas tentang makna kejujuran.

f. Kekuatan (Strength)

1) Dapat membuat batasan waktu yang pantas dalam konseling

2) Bersifat fleksibel

3) Memilii identitas diri yang jelas.

g. Bersikap Hangat

Yang dimaksud dengan bersikap hanta adalah ramah, penuh perhatian,

dan memberikan kasih sayang.Klien yang datang meminta bantuan

konselor, pada umumnya yang kurang mengalami kehantan dalam

hidupnya, sehingga dia kehiolangan kemmapuan untuk bersikap

ramah, memberikan perhatian, dan kasih sayang.Melalui konseling

klien ingin mendapatkan rasa hangat tersebut dan melakukan “sharing”

dengan komselor.Apabila hal itu diperoleh, maka klien dapat

mengalami perasaan yang nyaman.

h. Actives Responsiveness

Keterlibatan konselor dalam proses konselingbersifat dinamis, tidak

pasif. Melalui respon yanh aktif, konselor dapat mengkomunikasikan

perhatian dirinya terhadap kebutuhan klien. Di sini, konselor

(46)

bermanfaat, memberikan inforamsi yang berguna, mengemukakan

gagasan-gagasan baru, berdiskusi dengan klien tentang cara

mengambil keputuasan yang tepat, dam membagi tanggung jawab

dengan klien dalam proses konseling.

i. Sabar (Patience)

Melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu

untuk mengembnagkan dirnya secara alami. Sikap sabar konselor

menunjukkan lebih memperhatikan diri klien daripada hasilnya.

Konselor yang sabar cenderung menampilkan kualitas sikap dan

perilaku yang tidak tergesa-gesa.

j. Kepekaan (Sensitivity)

1) Sensitif terhadap reaksi dirinya sendiri.

2) Mengetahui kapan, di mana, dan berapa lama mengungkap

masalah klien (probing)

3) Mengajukan pertanyaan tentang persepsi klien tentang masalah

yang dihadapinya.

4) Sensitif terhadap sifat-sifat yang mudah tersinggung dirinya.

k. Kesadran Holistik (Holistic Awareness)

1) Menyadari secara akurat tentang dimensi-dimensi kepribadian

yangg kompleks.

2) Menemukan cara memberikan konsultasi yang tepat dan

mempertimbangkan tentang perlunya referal (rujukan).

(47)

6. Pribadi Konselor

Mamat (2011 :22-26) menjelaskan bahwa pendidik di dalamnya termasuk konselor, seyogyanya adalah pribadi-pribadi yang memiliki

ciri-ciri:

a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Ciri ini

hendaknya tampil dalam perilaku keseharian seorang konselor, dalam

memperlakukan klien, dan dalam pengambilan keputusan ketika

merancang pendekatan yang akan digunakan.

b. Berpandangan positif dan dimanis tentang manusia sebagai makhluk

spiritual, bermoral, individual, dan sosial. Konselor hendaknya

memandang klien bukan sebagai makhluk yang dapat diperlakukan

semena-mena sesuai rasa senang konselor.

c. Menghargai harkat dan martabat manusia dan hak asasinya, serta

bersikap demokratis. Karakteristik ini menunjuk kepada suatu

perlakuan konselor tgerhadap klien dengan didasarkan pada anggapan

bahwa klien sama dengan dirinya sendiri sebagai makhluk yang

mempunyai harkat dan martabat mulia.

d. Menampilkan nilai, norma, dan moral yang berlaku dan berakhlak

mulia. Karakteristik ini memberikan gambaran nawa konselor dituntut

selalu bertindak dan berperilaklu sesuai nilai, norma, dan moral yang

berlaku.

e. Menampilkan integritas dan stabilitas kepribadian dan kematangan

(48)

sehingga ia tidak mudah terpengaruh oleh suasana yang timbul pada

saat konseling.

f. Cerdas, kreatif, mandiri, dan berpenampilan menarik. Ciri ini sangat

diperlukan oleh seorang konselor, sebab ia harus dapat mengambil

keputusan tentang tindakan apam pun kondisinya.

C. Dosen 1. Definisi

Undang-Undang RI No 14 tahun 2005 pasal 1 (2) tentang guru dan dosen, Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas

utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan

pengabdian masyarakat.

Pedoman Sertifikasi Pendidik untuk Dosen (SERDOS Terintegrasi)

2012 : 5 menyebutkan Dosen adalah salah satu komponen esensial dalam

suatu sistem pendidikan di perguruan tinggi. Peran, tugas, dan

tanggungjawab dosen sangat penting dalam mewujudkan tujuan

pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa,

meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yang meliputi kualitas

iman/takwa, akhlak mulia, dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi,

dan seni, serta mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju, adil,

makmur, dan beradab. Untuk melaksanakan fungsi, peran, dan kedudukan

(49)

Dari beberapa sumber di atas, peneliti menyimpulkan bahwa dosen

adalah pendidik profesional dengan tugas utama mentransformasikan,

mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan

seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

2. Tugas Dosen

Pedoman Sertifikasi Pendidik untuk Dosen (SERDOS Terintegrasi) 2012 : 206- 210 menyebutkan tentang tugas dosen yaitu melaksanakan

tridharma dan tugas penunjang tridharma sebagai berikut :

a. Melakukan pendidikan merupakan tugas di bidang pendidikan dan pengajaran yang dapat berupa

1) Melaksanakan perkuliahan/tutorial dan menguji serta

menyelenggarakan kegiatan pendidikan di laboratorium, praktik

keguruan, praktik bengkel/studio/kebun percobaan/teknologi

pengajaran;

2) Membimbing seminar Mahasiswa;

3) Membimbing kuliah kerja nyata (KKN), praktik kerja nyata

(PKN), praktik kerja lapangan (PKL);

4) Membimbing tugas akhir penelitian mahasiswa termasuk

membimbing, pembuatanlaporan hasil penelitian tugas akhir;

5) Penguji pada ujian akhir;

6) Membina kegiatan mahasiswa di bidang akademik dan

kemahasiswaan;

(50)

8) Mengembangkan bahan pengajaran;

9) Menyampaikan orasi ilmiah;

10)Membina kegiatan mahasiswa di bidang akademik dan

kemahasiswaan;

11)Membimbing Dosen yang lebih rendah jabatannya;

12)Melaksanakan kegiatan detasering dan pencangkokan dosen.

b. Melakukan penelitian merupakan tugas di bidang penelitian dan pengembangan karya ilmiah yang dapat berupa

1) Menghasilkan karya penelitian;

2) Menerjemahkan/menyadur buku ilmiah;

3) Mengedit/menyunting karya ilmiah;

4) Membuat rancangan dan karya teknologi;

5) Membuat rancangan karya seni.

c. Melakukan pengabdian kepada masyarakat dapat berupa

1) Menduduki jabatan pimpinan dalam lembaga

pemerintahan/pejabat negara sehingga harus dibebaskan dari

jabatan organiknya;

2) Melaksanakan pengembangan hasil pendidikan dan penelitian

yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat;

3) Memberi latihan/penyuluhan/penataran pada masyarakat;

4) Memberi pelayanan kepada masyarakat atau kegiatan lain yang

menunjang pelaksanaan tugas umum pemerintah dan

(51)

5) Membuat/menulis karya pengabdian kepada masyarakat.

d. Tugas penunjang tridharma perguruan tinggi dapat berupa

1) Menjadi anggota dalam suatu panitia/badan pada perguruan tinggi;

2) Menjadi anggota panitia/badan pada lembaga pemerintah;

3) Menjadi anggota organisasi profesi;

4) Mewakili perguruan tinggi/lembaga pemerintah duduk dalam

panitia antar lembaga;

5) Menjadi anggota delegasi nasional ke pertemuan internasional;

6) Berperan serta aktif dalam pertemuan ilmiah;

7) Mendapat tanda jasa/penghargaan;

8) Menulis buku pelajaran SLTA kebawah;

9) Mempunyai prestasi di bidang olahraga/kesenian/sosial.

3. Kompetensi Dosen

Undang-undang RI No 14 tahun 2005 pasal 1 (10), kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki,

dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas

keprofesionalan yang meliputi :

a. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran

peserta didik (penguasaan dosen pada berbagai macam pendekatan,

metode, pengelolaan kelas, dan evaaluasi pembelajaran yang sesuai

dengan karakteristik materi dan perkembangan mahasiswa);

b. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,

(52)

didik (kesanggupan dosen untuk secara baik menampilkan dirinya

sebagai teladan dan memperlihatkan antusiasme dan kecintaan terhadap

profesinya);

c. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi

pelajaran secara luas dan mendalam (keluasan wawasan akademik dan

kedalaman pengetahuan dosen terhadap materi keilmuan yang

ditekuni);

d. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan

berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama

guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat(kemampuan dosen

untuk menghargai kemajemukan, aktif dalam berbagai kegiatan sosial,

dan mampu bekerja dalam team work).

D. Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma

Prodi Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu prodi dari jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata

Dharma yang bertujuan menghasilkan sarjana pendidikan bidang bimbingan

dan konseling yang profesional, humanis, berkarakter, tangguh dan

bermartabat. Dihasilkannya guru Bimbingan dan Konseling yang memiliki

kompetensi pendukung dalam pelayanan bimbingan dan konseling bagi

individu berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah inklusi.

Metode pembelajaran berfokus pada experiental learning melalui dinamika

kelompok, proses kelompok, olah refleksi, diskusi, seminar, praktikum dan

(53)

demokratis, reflektif, penuh penghargaan terhadap individual dan nilai-nilai

humanis.

Pendampingan akademik dan pengembangaan pribadi seutuhnya para

mahasiswa dilakukan secara intensif melalui berbagai kegiatan terencana,

seperti pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PPKM), Weekend

moral, The Top Ten Soft Skills Training, pelatihan pemantapan karir,

motivation Training, Leadership Training Community Live-in Program

Building Compasioan, GnC dan praktek di sekolah. Dilengkapi dengan laboratorium BK.

E. Kaitan Cura Personalis dengan Bimbingan dan Konseling

Cura personalis sesuai dengan Bimbingan dan Konseling, salah satunya ada konseling pribadi. Dalam konseling pribadi, konselor harus mengenal

secara pribadi konselinya. Dalam proses itu, melalui mendengarkan, bergaul,

berinteraksi, bahkan bermain bersama supaya pengenalannya mendalam.

Kalau sudah mengenal mendalam lalu bisa membantu mengarahkan kemana

sesuai kebutuhan yang dibantunya. Sehingga dalam pendidikan calon guru

bimbingan dan konseling/konselor pendekatan cura personalis menjadi penting. Mengingat calon guru bimbingan dan konseling kelak akan menjadi

guru bimbingan dan konseling maka perlu pembentukan pribadi calon guru

(54)

F. Hasil Penelitian Sebelumnya

Berdasarkan penelusuran kepustakaan, penulis menemukan beberapa penelitian dari jurnal yang hampir sama dengan penelitian yang akan penulis

lakukan diantaranya:

a. Penelitian G. Sukadi (2007) yang berjudul Menciptakan Keterlibatan

Berbicara Peserta Didik dalam Pembelajaran di Kelas. Subyek dalam

penelitian ini adalah mahasiswa. Hasil penelitian menjelaskan bahwa

manajemen dan iklim kelas yang belum dilakukan secara profesional,

diduga menjadi salah satu elemen dalam pembelajaran yang

mengakibatkan rendahnya prestasi belajar siswa di sekolah. Iklim kelas

dalam pembelajaran belum banyak di bahas di Indonesia. Padahal,

berdasarkan penelitian para ahli iklim kelas mempunyai korelasi positif

dengan perilaku dan tingkat prestasi peserta didik.

Skala iklim kelas yang banyak menimbulkan keprihatinan di

Indonesia adalah skala keterlibatan (involvement), khususnya dalam wujud oral activities. Meskipun telah dilakukan aneka upaya perbaikan oelh guru dan sekolah, hasilnya belum seperti diharapkan. Diduga salah

satu penyebab utamanya berasal dari adat budaya peserta didik.

Ditawarkan pula pendekatan cura personalis dan "pendekatan budaya" sebagai usaha untuk memperbaiki keterlibatan berbicara peserta didik

dalam pembelajaran di kelas. Pendekatan cura personalis merupakan pendekatan utama dalam sekolah-sekolah Yesuit. Pendekatan budaya

(55)

bersifat sosial. Peserta didik mempunyai keluarga dan hidup dalam adat

budaya tertentu.

b. Penelitian Ire Puspa Wardhani (2001) yang berjudul Peranan Kompetensi

dan Life Skill Dosen Berbasis Cura Personalis pada Peningkatan Kompetendi Mahasiswa. Subyek dalam penelitian adalah mahasiswa. Hasil penelitian menjelaskan bahwa kompetensi mendidik dan mengajar

dosen sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar dan life skill

dosen berbasis cura personalis merupakan salah satu aspek peningkatan kompetensi dan kualitas mahasiswa, yang saat ini dibutuhkan guna

perbaikan mutu pendidikan tinggi di Indonesia. Kurikulum berbasis

kompetensi yang juga menjadi salah satu faktor penentu mutu

pendidikan, perlu dikembangkan agar mahasiswa mampu

mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan

sehari-hari, sehingga ilmu tersebut lebih bermanfaat bagi diri pribadi dan

(56)

G. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1. Pembelajaran Cura Personalis

Terlihat interaksi antara dosen dengan mahasiswa kemudian peneliti

melakukan wawancara terhadap dosen dan mahasiswa. Dari hasil wawancara

tersebut diolah dan terlihat hasil dari keterlaksanaan cura personalis di prodi Bimbingan dan Konseling. Hasil dan kesimpulan menjawab rumusan masalah

yaitu keterlaksanaan dan hambatan implementasi cura personalis di prodi Bimbingan dan Konseling. Dari kesimpulan yang didapat, peneliti memberikan

rekomendasi berupa saran kepada beberapa pihak antara lain: dosen, mahasiswa,

peneliti lain, dan prodi.

M

D

Wawancara Dosen

Wawancara Mahasiswa

Hasil Keterlaksanaan Pendekatan

Cura Personalis di Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata

Kesimpulan

(57)

38 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab metode penelitian ini dipaparkan jenis penelitian, tempat dan waktu

penelitian, responden penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data,

keabsahan data, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Bogdan dan Taylor

(Tohirin, 2012 : 2) menjelaskan, penelitian kualitatif adalah prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Penelitian kualitatif ini terkait dengan judul peneliti tentang

keterlaksanaan pendekatan cura personalis dosen dalam pendidikan calon guru Bimbingan dan Konseling di prodi Bimbingan dan Konseling

Universitas Sanata Dharma. Dalam hal ini, penelitian bertujuan untuk

mengetahui keterlaksanaan dan hambatan pendekatan cura personalis di prodi Bimbingan dan Konseling.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah Program Studi Bimbingan dan Konseling

Universitas Sanata Dharma yang dilaksanakan pada bulan September

sampai Oktober 2014.

C. Responden Penelitian

(58)

1. Dosen

a. Pernah menjadi DPA

b. Sudah memiliki pengalaman mengajar di Program Studi

Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma minimal 10

tahun

c. Sudah menjadi dosen tetap

d. Kompetensi yang dimiliki sesuai dengan bidang yang ditekuni.

2. Mahasiswa

a. Mahasiswa masih aktif mengikuti perkuliahan

b. Merupakan mahasiswa semester 4-7 yang dipilih secara acak

dengan teknik sampel purposif.

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara.

Menurut Sugiyono (2010 : 317), teknik wawancara digunakan untuk

mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam tentang diri

sendiri atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan keyakinan pribadi.

Peneliti menggunakan wawancara terstruktur untuk mengetahui dengan

pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dalam penelitian

kualitatif, peneliti menyiapkan instrumen berupa pertanyaan-pertanyaan

tertulis, setiap responden diberi pertanyaan yang sama dan peneliti

mencatatnya (Sugiyono, 2010: 319). Dalam melakukan wawancara, selain

Gambar

Gambar 3.1 Ilustrasi: Reduksi data, penyajian data, dan verifikasi .......
Tabel 3.1 Panduan Wawancara ............................................................
Gambar 2.1. Pembelajaran Cura Personalis
Tabel 3.1.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh mahasiswa Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta memiliki

Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dap menjadikan penelitian ini sebagai dasar pembuatan program yang dapat diberikan kepada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosi mahasiswa angkatan 2015 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh mahasiswa Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta memiliki skor

Usulan program yang dapat diberikan agar daya juang mahasiswa angkatan 2011 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma mencapai hasil yang maksimal

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat asertivitas pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2016 Universitas Sanata Dharma yang berada pada tingkat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa aktivis kampus Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta memiliki tingkat aktualisasi diri

Deskripsi Kemampuan Perencanaan Karier Mahasiswa Tingkat Akhir Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2016 Hasil penelitian ini menunjukkan