• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 5 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 5 Universitas Kristen Petra"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2.1. Definisi Training, Skill, dan Knowledge

Menurut kamus Inggris-Indonesia (Echols, 1996, p.600) definisi dari “Training adalah latihan, pendidikan”.

Berdasarkan pendapat dari Nadler (1986, p.7), disebutkan bahwa definisi dari “Training adalah pengetahuan yang berhubungan dengan suatu pekerjaan individu dimasa yang akan datang”.

Sedangkan menurut Wexley dan Latham (2003, p.4), disebutkan bahwa “Training merupakan suatu program yang dilaksanakan karena diasumsikan dapat meningkatkan kemampuan dari para karyawan agar dapat melaksanakan tugasnya secara efisien”.

Training menurut Manullang disebutkan bahwa “training adalah pemberian bantuan kepada karyawan, agar karyawan tersebut dapat berkembang ke tingkat kecerdasan, pengetahuan, dan kemampuan yang lebih tinggi. Pelatihan ini bersifat penerapan segera daripada pengetahuan dan keahlian, jadi lebih bersifat praktis”.

Menurut Johnson (1998, p.215), “Training can be descibed as a process by which skills, knowledge, and attitudes are acquired and translated into actions”. Jika diartikan maka training adalah proses dimana kemampuan, pengetahuan dan tingkah laku diubah menjadi tindakan.

Berdasarkan pendapat dari Jerris (1999, p.328-331), jenis-jenis dari training itu sendiri secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam tiga bagian, yaitu:

a) Individual Training/ On-The-Job Training 1. Job Instruction Training

2. Internships 3. Cross-Training b) Off-The-Job Training

1. Classroom training 2. Simulation excercises

(2)

3. Computer-based training

c) Selecting Audiovisuals for Off The Job Training

Menurut Johnson (1998, p.228), “On the Job Training adalah metode pelatihan yang terjadi di tempat kerja dan umumnya berupa pelatihan technical skill dan lebih berfokus pada peningkatan produktivitas secara cepat”. Sedangkan Jerris (p.328) berpendapat, “On the Job Training adalah pelatihan melalui praktek secara langsung atau dapat disebut belajar sambil bekerja”.

Menurut Simamora (1997), “On the Job Training meliputi semua upaya melatih karyawan di tempat kerja sesungguhnya. Metode ini memiliki keunggulan memotivasi peserta secara kuat karena pelatihan tidak dilaksanakan dalam situasi artifisial di dalam ruang kelas. Program On the Job Training menempatkan trainee ke dalam situasi pekerjaan nyata, dimana para karyawan atau penyelia yang berpengalaman memperlihatkan pekerjaan dan trik-trik pada pekerjaan tersebut. Program on the job training terdiri dari: magang, internship, dan rotasi pekerjaan.

Masih menurut Simamora (1997, p.396-397), manfaat dari on the job training tersebut adalah:

a. Trainee melakukan pekerjaan yang sesungguhnya, bukan tugas-tugas yang disimulasikan.

b. Trainee mendapatkan instruksi-instruksi dari karyawan senior atau penyelia yang berpengalaman yang telah melaksanakan tugas dengan baik. c. Pelatihan dilaksanakan dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya,

dibawah kondisi normal dan tidak membutuhkan fasilitas pelatihan yang khusus.

d. Pelatihannya informal, relatif tidak mahal dan mudah dijadwalkan.

e. Pelatihan dapat meningkatkan hubungan kerja sama antara karyawan dan pelatih.

f. Program ini sangat relevan dengan pekerjaan, menyita biaya keluar kantong yang relatif rendah, dan membantu memotivasi kinerja yang kuat.

(3)

Kelemahan-kelemahan potensial pada program on the job training:

a. Pelatih mungkin tidak termotivasi untuk melatih atau memikul tanggung jawab untuk pelatihan sehingga pelatihan dapat menjadi serampangan. b. Pelatih mungkin melaksanakan pekerjaan dengan baik, namun kurang

memiliki kemampuan untuk melatih orang lain agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik.

c. Pelatih mungkin tidak memiliki waktu untuk melatih dan menghapuskan elemen yang penting dari proses pelatihan.

d. Trainee yang tidak terlatih mungkin memiliki dampak negatif pada pekerjaan dan kinerja organisasional; sebagai contoh, agen tiket pesawat udara yang mendapatkan on the job training mungkin memberikan uang kembalian yang terlampau besar, tidak mengurus tiket pelanggan secara benar, atau terlampau lama dalam memproses reservasi sehingga mengakibatkan kerugian pada pendapatan maskapai penerbangan tersebut. e. On the Job Training dapat menyebabkan waktu yang lebih banyak yang

dikorbankan untuk melaksanakan pekerjaan (secara salah ataupun benar) daripada harus mempelajari bagaimana melaksanakan pekerjaan tersebut dengan lebih baik.

On the job training memiliki beberapa keuntungan, yaitu: a. Tidak memerlukan tempat atau peralatan tambahan.

b. Peserta pelatihan (trainee) masih tetap berproduksi sementara mereka belajar.

c. Proses pelatihan yang ditransfer secara langsung.

d. Memberi kesempatan bagi peserta pelatihan (trainee) dalam mempraktekkan hal-hal yang harus dilakukan setelah pelatihan selesai. e. Memberikan kesempatan bagi peserta pelatihan (trainee) untuk

bersosialisasi dengan rekan kerja mereka.

Menurut Johnson (1998, p.222), Off the Job Training merupakan metode penelitian yang terjadi di lingkungan yang jauh dari tempat kerja dan umumnya bertujuan untuk pengembangan attitudinal skill (kemampuan dalam bertingkah laku) dan interpersonal skill (kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain).

(4)

Pendapat Jerris (1999, p.329), “Off the job training adalah bentuk pelatihan yang diberikan secara teoritis melalui proses belajar mengajar”.

Sedangkan menurut Simamora (1997, p.396-397), program Off the Job Training adalah program pelatihan yang terpisah dari pekerjaan. Program ini memberikan individu-individu dengan keahlian dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan pada waktu yang terpisah dari waktu kerja reguler mereka. Program Off the Job Training terdiri dari: kuliah, studi kasus, workshop, seminar dan simulasi komputer.

Ada beberapa pengertian mengenai keterampilan (skill). Menurut Gordon (1994, p.50), “Keterampilan adalah kemampuan untuk mengoperasikan pekerjaan secara mudah dan cermat”. Higgins (1982, p.58) berpendapat bahwa, “Keterampilan adalah kemampuan dalam tindakan dan memenuhi suatu tugas”. Keterampilan membutuhkan dua hal yaitu kemampuan dasar dan training yang dibutuhkan untuk mengembangkan keterampilan tersebut. Iverson (2001, p.133) berpendapat, “Keterampilan adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan secara mudah dan tepat”. Sedangkan Dunette (1976, p.119) mengemukakan, “Skill di definisikan sebagai kapasitas yang dibutuhkan untuk melakukan beberapa tugas yang merupakan pengembangan dari hasil training dan pengalaman yang didapat”.

Menurut Blanchard & Thacker (2004, p.8), “Skills are the capacities needed to perform a set of tasks that are developed as a result of training and experience”. Hasil dari pengalaman dan pelatihan tersebut menghasilkan keterampilan (skill) yang dibagi menjadi dua tahap, yaitu:

a. Compilation (lower level skill)

Dalam tahap ini individu tersebut hanya mempelajari keterampilan tersebut secara garis besarnya saja dan mempelajari keterampilan tersebut dalam waktu yang tidak lama atau terbatas. Jadi individu tersebut dalam melakukan pekerjaannya masih perlu untuk berpikir dan mengingat kembali langlah-langkah yang harus dilakukan dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. b. Automacity (higher level skill)

Dalam tahap ini seorang individu sudah menguasai dengan baik keterampilan yang dimilikinya dan frekuensi penggunaan keterampilan tersebut sering

(5)

dilakukan. Jadi individu tersebut dalam melakukan pekerjaannya tidak perlu lagi berpikir dan mengingat kembali langkah-langkah yang harus dilakukan sehingga pekerjaan menjadi lebih cepat selesai daripada individu yang masih berada dalam tahap compilation.

Sedangkan menurut Bartol et al. (1998, p.21), mengkategorikan skill menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Technical skill

Menggambarkan pengertian dan keahlian di bidang tertentu. Kemampuan-kemampuan ini ada untuk mempermudah dalam penyelesaian pekerjaan dalam suatu organisasi. Contoh, keahlian seseorang dalam menghitung secara lebih akurat, mengoperasikan komputer dan ilmu pengetahuan alam dalam mengembangkan teknik yang dimiliki dan kualitas manajemen seperti keahlian dalam mengoperasikan sistem booking tiket seperti Galileo, Amadeus, dan Abacus.

2. Human skill

Berhubungan dengan kemampuan untuk bekerja sama yang baik dengan sesama sebagai salah satu anggota dari kerja tim. Seseorang yang memiliki human skill yang efektif mampu berkomunikasi dan memotivasi diri untuk berkembang dan tampil baik untuk mencapai tujuan organisasinya.

3. Conceptual skill

Adalah suatu kemampuan karyawan dalam memahami organisasi tersebut secara keseluruhan, berelasi dengan sesama organisasi dan mengerti keadaan organisasi tersebut dalam komunitas industri. Menurut Robbins, conceptual skill termasuk menganalisa dan mendiagnosa suatu permasalahan. Hal ini dibutuhkan kemampuan dalam pengambilan keputusan (decision making), dimana karyawan tersebut mampu memahami tentang permasalahan, mengevaluasi, dan memilih salah satu pilihan yang terbaik untuk memecahkan permasalahan organisasi.

Menurut Woods dan King (2002, p.14-15), Robert L. Katz yang pertama mengungkapkan tiga jenis skill managemen ini pada tahun 1955 mengatakan bahwa kebutuhan skill tersebut tergantung pada tingkatan level seseorang dalam organisasi seperti bagan yang ditampilkan. Untuk tingkatan level manajer

(6)

supervisor, kebutuhan technical skill sangat dibutuhkan daripada conceptual skill. Conceptual skill lebih banyak dibutuhkan oleh para manager di tingkat lebih atas. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1974 beliau menyarankan bahwa technical skill pun sangat diperlukan untuk manager tingkat atas karena dengan technical skill yang kuat akan membentuk tingkah laku yang diharapkan untuk ditiru oleh karyawan. Hal ini berlaku dalam pekerjaan yang bergerak di bidang hospitality seperti perhotelan, restoran, termasuk bidang pariwisata biro perjalanan wisata.

Gambar 2.1. Traditional and Contemporary Management Skills

Sumber : Woods, R.H. and King, J.Z. 2002. Leadership and Management in the Hospitality Industry. Michigan: Educational Institute of the American Hotel & Lodging Association.

(7)

Menurut Woods dan King (2002, p.16), pendapat Katz tidak sepenuhnya benar diterapkan dalam bisnis hospitality. Dalam dunia hospitality, karyawan yang bertatap muka langsung dengan tamu harus memiliki human relation skill yang tinggi untuk berkomunikasi dan memuaskan pelanggan. Terlebih dalam dunia bisnis sekarang, karyawan yang bergerak di dunia hospitality membutuhkan lebih banyak conceptual skill untuk menyelesaikan masalah dan membuat keputusan cepat demi memuaskan pelanggan.

Dalam bekerja di dunia pariwisata, menurut Mancini (1996, p.11), seseorang harus memiliki kepribadian yang dibagi menjadi 6, yaitu:

1. An Outgoing Personality

Termasuk didalamnya sikap positif, energik, terbuka kepada sesama, penampilan menarik, kesehatan baik, kemampuan entertain, dan kemampuan berbicara yang baik.

2. Decisiveness

Termasuk kecepatan, ketanggapan dan ketangkasan dalam menghadapi masalah.

3. People Skills

Termasuk ramah, sabar, peka, temperamen yang terjaga, bisa membaur dengan orang.

4. Organizational Skills

Termasuk manajemen waktu yang baik, tepat waktu, bertanggung jawab, flexible, mampu mengatur keuangan dengan baik.

5. Research Skills

Termasuk tahu rate bank, harga-harga dasar perhitungan produk travel, tahu tempat-tempat wisata, bahasa, serta berita terbaru yang berhubungan dengan wisata.

6. A Sense of Ethics

Mampu bekerja sesuai etika yang berlaku.

Menurut Johnson (1998, p.186), faktor dan kompetensi yang diperlukan dalam industri pariwisata dapat dikelompokkan sebagai berikut.

• Kemampuan interpersonal dan kemampuan komunikasi • Kemampuan menjual dan kepuasan pelanggan

(8)

• Kemampuan mengoperasikan teknologi

• Kemampuan technical baik domestik dan internasional • Kemampuan untuk reservasi yang terkomputerisasi • Serta kemampuan yang lebih spesifik lainnya.

Berikut adalah beberapa pengertian mengenai pengetahuan (knowledge). Menurut Nadler (1986, p.112), “Pengetahuan merupakan proses belajar manusia mengenai kebenaran atau jalan yang benar atau secara mudahnya mengetahui apa yang harus diketahui untuk dilakukan”. Iverson (2001, p.138) menyatakan, “Pengetahuan adalah struktur organisasi pengetahuan yang jika digunakan akan membuat pekerjaan secara mungkin, pengetahuan diperlukan bagi pekerjaan tapi tidak menjamin”. Menurut pendapat Gordon (1994, p.50), “Pengetahuan merupakan struktur organisasi pengetahuan yang biasanya merupakan suatu fakta prosedur dimana jika dilakukan akan memenuhi kinerja yang mungkin”.

Kategori pengetahuan (knowledge) yang didapatkan dari proses learning menurut Blanchard & Thacker (2004, p.7), dapat dibagi menjadi tiga yaitu” a. Declarative Knowledge

Adalah pengetahuan atau informasi yang kita dapatkan yang kemudian disimpan dalam memori kita. Jadi dalam hal ini individu hanya menyimpan informasi atau suatu pengetahuan tertentu didalam memorinya dan menjadi nyata apabila individu tersebut mampu meningat kembali memori tersebut di waktu yang lain.

b. Procedural Knowledge

Adalah bagaimana mengelolah pengetahuan atau informasi yang telah kita ketahui dan didapatkan untuk dapat digunakan selanjutnya. Individu dalam tahap ini mampu mengaplikasikan pengetahuan dan informasi yang didapatnya dalam bentuk praktikal.

c. Strategic knowledge

Adalah bagaimana pengertian dan kemampuan kita dalam menentukan bagaimana, kapan, dan mengapa suatu pengetahuan atau informasi tersebut berguna dan diperlukan dalam hal apa. Individu dalam tahap ini telah mampu melakukan evaluasi dan perbaikan yang diperlukan dari informasi atau pengetahuan yang telah didapatkannya tersebut.

(9)

Kraiger, Ford, dan Salas (1993, p.118), membagi knowledge menjadi dua bagian yang saling berhubungan, yaitu:

a. Theoritical Knowledge

Pengetahuan yang diberikan merupakan pengetahuan dasar seperti prosedur bekerja, motto, dan misi perusahaan serta tugas dan tanggung jawab, informasi-informasi lainnya yang diperlukan oleh karyawan.

b. Practical Knowledge

Pengetahuan yang diberikan dengan tujuan untuk memahami bagaimana dan kapan seorang karyawan bersikap dan bertindak dalam menghadapi berbagai masalah dan penerapan prosedur kerja berdasarkan dari pengalaman-pengalaman yang terjadi.

2.2. Pengertian Biro Perjalanan

Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Pariwisata No. Kep. 16/U/II.88 tanggal 25 Febuari 1988 mengenai pelaksanaan Ketentuan Usaha Perjalanan, pada Bab I Penelitian Umum Pasal 1, memberi pengertian dengan batasan sebagai berikut:

a. Usaha Perjalanan adalah kegiatan usaha yang bersifat komersial yang mengatur, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan bagi seseorang, sekelompok orang, untuk melakukan perjalanan dengan tujuan utama berwisata.

b. Biro Perjalanan Umum adalah badan usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha perjalanan ke dalam negeri atau di dalam negeri atau ke luar negeri. c. Cabang Biro Perjalanan Umum adalah salah satu unit usaha Biro Perjalanan

Umum yang berkedudukan di wilayah yang sama dengan kantor pusatnya atau di wilayah lain, yang melakukan kegiatan kantor pusatnya.

d. Agen Perjalanan, adalah badan usaha yang menyelenggarakan usaha perjalanan yang bertindak sebagai perantara di dalam menjual dan atau mengurus jasa untuk melakukan perjalanan.

e. Perwakilan, adalah biro perjalanan umum, Agen Perjalanan, badan usaha lainnya atau perorangan yang ditunjuk oleh suatu Biro Perjalanan Umum

(10)

yang berkedudukan di wilayah lain untuk melakukan kegiatan yang diwakilkan, baik secara tetap, maupun tidak tetap.

Sesuai dengan isi Pasal Bab 4 bab II Surat Keputusan tersebut di atas, biro perjalanan umum, ruang lingkup kegiatan usahanya terdiri dari:

a. membuat, menjual, dan menyelenggarakan paket wisata

b. mengurus dan melayani kebutuhan jasa angkutan bagi perorangan dan atau kelompok orang yang diurusnya

c. melayani pemesanan akomodasi, restoran dan sarana wisata lainnya d. mengurus dokumen perjalanan

e. menyelenggarakan panduan perjalanan wisata 2.3. Hubungan Antar Konsep

Kerja praktek adalah suatu kegiatan dimana para mahasiswa Manajemen Kepariwisataan Universitas Kristen Petra ini menjalani masa praktek kerja yang sesungguhnya di dalam industri pariwisata.

Tujuan dari kerja praktek ini adalah untuk memberikan pengalaman praktis kepada mahasiswa sehingga menjadi sumber daya manusia yang benar-benar siap ketika memasuki dunia kerja nyata serta siap untuk bersaing. Oleh karena itu, dengan adanya program kerja praktek yang terdapat pada kurikulum Manajemen Kepariwisataan diharapkan mahasiswa yang menjalani kerja praktek benar-benar mendapatkan keterampilan (Skill) dan pengetahuan (Knowledge).

Penulis menggabungkan teori mengenai skill oleh Mancini ke dalam teori yang dikemukakan oleh Bartol sebagai berikut. Organizational skills dan research skills termasuk ke dalam technical skill. Outgoing personality, people skills, dan sense of ethic termasuk ke dalam human skills. Sedangkan decisiveness termasuk ke dalam conceptual skill.

Penulis mengambil objek penelitian terhadap mahasiswa Manajemen Kepariwisataan Universitas Kristen Petra yang sedang melakukan kerja praktek selama minimal tiga bulan di biro perjalanan wisata dalam periode Juni 2010-Agustus 2011. Permasalahan yang muncul adalah apakah kerja praktek dapat memberi manfaat bagi mahasiswa manajemen kepariwisataan khususnya dilihat dari skill dan knowledge mereka. Yang menjadi tolak ukur dari skill ialah

(11)

technical skill, human skill, dan conceptual skill. Tolak ukur dari knowledge ialah practical dan theoritical knowledge. Dimana skill dan knowledge tersebut mempengaruhi penilaian kinerja mahasiswa dengan kriteria penilaian berdasarkan quality of work yang dilihat dari standar-standar kompetensi nasional kualitas sumber daya manusia dalam bidang industri pariwisata.

2.3. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

Gambar

Gambar 2.1. Traditional and Contemporary Management Skills
Gambar 2.2. Kerangka  Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana telah diatur dalam UU No 36 Tahun 2008 pasal 11 bahwa pengeluaran untuk mendapatkan manfaat, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat

Nilai Pasar didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu

Apabila di kemudian hari karyawan tidak bekerja sesuai dengan harapan perusahaan maka dapat dilakukan penelitian dan pemeriksaan dokumen-dokumen dari karyawan yang

Heizer dan Render (2011), menyatakan manajemen kualitas total mengacu pada penekanan kualitas yang meliputi organisasi secara keseluruhan mulai dari pemasok sampai

Secara umum minat dapat dikatakan sebagai dorongan yang datangnya dari dalam terhadap suatu barang dan jasa karena dia merasa bahwa barang atau jasa itu ada manfaatnya bagi

Hasil dari pengurangan antara PPh di bayar sendiri dengan kredit pajak II. Sebelum menghitung PPh yang harus di bayar tersebut , maka perusahaan harus melakukan koreksi fiscal

Demikian juga dengan laporan keuangan yang akan diterbitkan oleh suatu perusahaan, karena laporan keuangan juga adalah salah satu informasi penting yang akan

Investor dapat mengunci keuntungan dari kenaikan nilai aktiva bersih (NAB) yang disebabkan oleh keuntungan yang belum terealisasi dengan menjual unit yang dimiliki pada