• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN. PENELITI Rahmat, M.Pd. I (Ketua) Yusuf Suharto, M.Pd.I Anggota

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN. PENELITI Rahmat, M.Pd. I (Ketua) Yusuf Suharto, M.Pd.I Anggota"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)

Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)

Berlandaskan Nilai-Nilai Karakter Di SD Laboratorium Universitas

Negeri Malang

PENELITI

Rahmat, M.Pd. I (Ketua) Yusuf Suharto, M.Pd.I Anggota

DILAKSANAKAN ATAS BIAYA:

INSTITUT PESANTREN KH. ABDUL CHALIM Sesuai dengan surat perjanjian pelaksanaan penelitian

Nomor : 0028/UM.170.05.00/XIV/05/2017

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT PESANTREN KH. ABDUL CHALIM 2017

(2)

1 Puji syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT atas karunianya sehingga dapat tersusunlah laporan penelitian ini dengan baik. Saya menyadari laporan penelitian ini jauh dari sempurna dan tanpa bantuan dari berbagai pihak takkan mungkin terselesaikan. Oleh karenanya sudah sepantasnya apabila jika pada kesempatan ini kami sampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ketua LP2M Institut Pesantren KH. Abdul Chalim yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengajukan penelitian ini;

2. Ketua Kaprodi PAI Institut Pesantren KH. Abdul Chalim yang telah mengijinkan peneliti untuk menggunakan kantornya sebagai ruang diskusi; 3. Jajaran para staff di lingkungan Institut Pesantren KH. Abdul Chalim

meluangkan waktu untuk meminjamkan printer dan menyediakan kertas;

4. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

Semoga laporan penelitian ini bermanfaat bagi para pembacanya.

Mojokerto, 11 Mei 2017 Penyusun

(3)

2 1. Judul : Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Berlandaskan Nilai-Nilai Karakter Di SD Laboratorium Universitas Negeri Malang

2. Bidang : Pendidikan

3. Pelaksana/Ketua

a. Nama Lengkap : Rahmat, M.Pd. I

b. NIY :

c. Jurusan/Prodi : Pendidikan Agama Islam/S1

d. Fakultas : Fakultas Tarbiyah

e. Universitas : Institut Pesantren KH. Abdul Chalim

f. Alamat Kantor : Jln. Tirtowening Bendunganjati Pacet Mojokerto

g. HP/Email : rahmatpaiikhac@gmail.com

4. Anggota Peneliti

a. Nama Lengkap : Yusuf Suharto, M.Pd. I

b. NIY :

c. Jurusan/Prodi : Pendidikan Agama Islam/S1

d. Fakultas : Fakultas Tarbiyah

e. Universitas : Institut Pesantren KH. Abdul Chalim

f. Alamat Kantor : Jln. Tirtowening Bendunganjati Pacet Mojokerto

g. HP/Email : 081515833899

5. Jangka Waktu Kegiatan : 4 bulan

6. Biaya Yang Diperlukan : Rp 5.000.000,-

a. Sumber Dana Kampus : Institut Pesantren KH. Abdul Chalim

b. Sumber Dana Lain : -

Mojokerto, 2017

Mengetahui,

Dekan Peneliti,

Fakultas Tarbiyah

Dr. Afif Zamroni, Lc., M.E.I Rahmat, M.Pd. I

Menyetujui: Ketua LPPM

(4)

i

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Konteks Penelitian ... 1 B. Fokus Penelitian ... 7 C. Tujuan Penelitian ... 8 D. Manfaat Penelitian ... 8 E. Originalitas Penelitian ... 9 F. Definisi Istilah ...11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...13

A. Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) ...13

1. Pengertian Perencanaan Pembelajaran ...13

a. Rencana Pembelajaran Program Tahunan ...13

b. Rencana Pembelajaran Program Semester ...13

c. Rencana Pembelajaran Harian ...13

2. Langkah-langkah Menyusun Rencana Pembelajaran ...14

B. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) ...14

1. Pengertian Pembelajaran PAI ...13

2. Proses Pembelajaran Dalam Pendidikan Islam ...17

3. Model Pembelajaran Dalam Pendidikan IslamI ...18

a. Model Pembelajaran Kontekstual ...18

(5)

ii

e. Modul Pembelajaran Partisipatif...33

C. Evaluasi Pembelajaran PAI ...35

1. Pengertian Evaluasi ...35

2. Fungsi Evaluasi ...38

3. Prinsip Evaluasi ...39

4. Jenis-jenis Evaluasi (Penilaian) ...40

5. Langkah-langkah Evaluasi ...40

D. Nilai-nilai Karakter ...41

1. Pengertian Karakter ...41

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter ...43

3. Nilai-nilai Karakter ...44

4. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam ...48

5. Dasar Pendidikan Karakter di Sekolah Pengertian Karakter ...50

BAB III METODE PENELITIAN ... 52

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...52

B. Lokasi Penelitian ...54

C. Kehadiran Peneliti ...55

D. Data danSumber Data ...55

E. Teknik Pengumpulan Data ...58

1. Wawancara/interview ...58

2. Observasi atau pengamatan berperan serta (participant observation ) ... 60

3. Dokumentasi (documentation) ... 62

F. TeknikAnalisa Data ...63

(6)

iii

A. Deskripsi Obyek Penelitian ...69

1. Sejarah berdirinya SD Laboratorium UM ...69

2. Visi, Misi dan Profil Sekolah...71

3. Fasilitas ...73

4. Tata tertib siswa/peserta didik ...76

5. Data Peserta Didik ...77

6. Data Guru dan Karyawan ...78

B. Paparan Data dan Hasil Penelitian ...79

1. Perencanaan Pembelajaran PAI Berlandaskan Nilai-nilai Karakter di SD Laboratorium UM...80

2. Pelaksanaan Pembelajaran PAI Berlandaskan Nilai-nilai Karakter di SD Laboratorium UM ...93

3. Evaluasi Pembelajaran PAI Berlandaskan Nilai-nilai Karakter di SD Laboratorium UM ...109

C. Temuan Penelitian ...117

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 123

A. Perencanaan Pembelajaran PAI Berlandaskan Nilai-nilai Karakter ...123

B. Pelaksanaan Pembelajaran PAI Berlandaskan Nilai-nilai Karakter ...135

C. Evaluasi Pembelajaran PAI Berlandaskan Nilai-nilai Karakter ...162

BAB VI PENUTUP ... 172

A. Kesimpulan ...172

B. Saran ...175

DAFTAR PUSTAKA ... 177

(7)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

1.1 Orisinalitas Penelitian ... 11

2.1 Pola pembelajaran tradisional dan kontekstual ... 19

2.2 18 nilai karakter bangsa dan deskripsinya ... 46

2.3 Data peserta didik 3 tahun terakhir ... 77

2.4 Data tenaga pengajar ... 78

3.1 Data tenaga administrasi dan karyawan ... 79

3.2 Proses evalusi PAI berlandaskan nilai-nilai karakter ... 114

(8)

v

4.3 Format observasi penilaian PAI ... 166

4.4 Indikator pencapaian hasil pembelajaran PAI ... 168

4.5 Format catatan perilaku harian ... 169

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Akhir-akhir ini pelajaran Aqidah Akhlak (salah satu mata pelajaran PAI) yang akan menjadi cikal bakal terbentuknya karakter mulia menjadi sorotan utama publik dengan adanya kesimpangsiuran antara teori yang diajarkan dengan prakteknya. Para pakar pendidikan mayoritas berpendapat bahwa pembelajaran pendidikan agama di sekolah maupun di madrasah masih kurang efektif.

Amin Abdullah dalam Muhaimin1 menyoroti kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI ) di sekolah dan menyimpulkan:

1. Pendidikan agama lebih banyak berkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis keagamaan yang bersifat kognitif serta amalan-amalan ibadah praktis.

2. Pendidikan agama kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi makna dan nilai yang perlu diinternalisasikan dalam diri siswa lewat berbagai cara, media dan forum.

3. Isu kenakalan remaja, perkelahian diantara para pelajar, tindak kekerasan, premanisme, white color crime, mengkonsumsi minuman keras dan sebagainya, walaupun tidak secara langsung ada keterkaitan dengan pola metodologi pendidikan agama yang selama ini berjalan secara konvensional.

4. Metodologi pendidikan agama yang tidak kunjung berubah antara pra dan post era modernitas.

5. Pendidikan agama lebih menitikberatkan pada aspek korespondensi tekstual, yang lebih menekankan hafalan teks-teks keagamaan yang sudah ada.

1 Muhaimin.Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama

(10)

6. Sistem evaluasi, bentuk-bentuk soal ujian agama menunjukkan prioritas utama kognitif dan jarang pertanyaan tersebut mempunyai bobot muatan nilai dan makna spiritual keagamaan yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari.

Kegagalan dalam penerapan pembelajaran pendidikan agama Islam sekolah di atas, telah meruncingkan kebobrokan karakter anak bangsa dari generasi ke generasi. Karena pendidikan agama Islam di sekolah yang serat akan nilai-nilai karakter terlalu memberi porsi lebih akan ranah kognitif, akhirnya hingga sekarang kita masih menyaksikan praktek contek menyontek dalam suasana belajar maupun saat ujian. Sikap jujur, seolah mereka kesampingkan demi angka, demi mencapai nilai KKM.

Fenomena output sekolah tiap tahunya begitu memprihatinkan, berbagai macam psikotropika dan narkotika begitu banya beredar di kalangan anak sekolah. Lebih mengerikan, penjualan dan pembeli juga adalah orang-orang yang masih berstatus siswa. Mereka menjadi pengedar dan sekaligus juga pengguna. Kehidupan yang rusak seperti ini kerap kali disertai dengan berbagai pesta yang berujung pada tindakan amoral di kalangan remaja.2 Anak-anak remaja ini tidak lagi mempertimbangkan rasa takut untuk hidup rusak, merusak nama baik keluarga dan masyarakatnya.

Berbagai tawuran anak sekolah juga turut andil menimbulkan keresahan masyarakat di berbagai tempat di beberapa kota besar di Indonesia. Bahkan, kejadian-kejadian sejenis sering kali sulit diatasi oleh pihak sekolah sendiri, sampai-sampai melibatkan aparat kepolisian dan berujung dengan pemenjaraan, karena merupakan tindakan kriminal yang bisa merenggut nyawa. Sepertinya nyawa manusia tidak ada harganya, hingga itu begitu murah dan rendah nilainya.3

Di samping itu etos kerja yang buruk, rendahnya disiplin diri dan kurangnya semangat untuk bekerja keras, keinginan untuk memperoleh hidup

2 Abdul Majid, S.Ag., M.Pd., Dian Andayani, S.Pd., M.Pd, Pendidikan Karakter

Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011). Hlm.4-5.

3 Baca juga mengenai persentase bobroknya moral anak bangsa dalam buku, Pendidikan

Karakter kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Drs. Dharma Kesuma, M.P, Cepi Triatna, S.Pd.,

(11)

yang mudah tanpa kerja keras, nilai materialisme (materialism, hidonism) Menjadi gejala yang umum dalam masyarakat. Daftar ini masih bisa terus diperpanjang dengan berbagai kasus lainnya, seperti pemerasan siswa terhadap siswa lain, kecurangan dalam ujian, dan berbagai tindakan yang tidak mencerminkan moral siswa yang baik.4

Begitu rumit dan kompleks problem-problem peserta didik kita lantas diperparah dengan lemahnya karakter para pendidikannya. Fakta bahwa pendidikan karakter dianggap berjalan tertatih masih banyak ditemukan di berbagai daerah. Seperti yang terjadi di Nganjuk Desa Gandu Kecamatan Bagor. Puluhan orangtua siswa sekolah dasar melaporkan ulah tidak senonoh yang dilakukan guru agama bernama Saifudin, 50 tahun. Para orangtua siswa menuntut sang guru dipecat karena dianggap telah melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak mereka. Para orangtua merasa perlu melapor karena korban yang mengaku dicabuli guru itu sudah mencapai sekitar 25 siswa kelas satu hingga kelas empat.5

Kejadian di atas dianggap sangat ironis karena Pendidikan Agama seharusnya serat oleh Pendidikan karakter sebagai salah satu fondasi siswa, dalam kejadian ini proses pelaksanaannya dipandang masih belum memuaskan dan banyak kekurangan.

Dengan demikian patutlah kiranya bila masalah meningkatkan Pendidikan Agama Islam khususnya yang bersifat Ahklakul karimah disekolah dikaji kembali agar kesan efektifitasnya pelaksanaan pendidikan agama Islam sebagai pembentukan kepribadian muslim bisa terealisasikan, bukan hanya sebagai slogan belaka yang kadang-kadang akan menjadi bomerang sekaligus tantangan dan ancaman bagi pendidik agama, dalam menjalankan tugasnya yang mana pendidikan agama Islam meliputi syariah, ahklak dan aqidah.

Kesadaran akan besarnya pengaruh agama bagi peningkatan keimanan dan ketakwaan serta pembentukan moral warga negara telah menjadikan pendidikan agama sebagai mata pelajaran yang wajib bagi semua jenjang pendidikan dari

4 Ibid.

5 Liputan6.com(http://www.pendis.kemenag.go.id/pai/index.php?a=detilberita&id=5555) di

(12)

pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Keberadaan pendidikan agama sebagai mata pelajaran didukung oleh UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara. Pendidikan agama memiliki peranan yang sangat besar karena pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.6

Sebagai sistem kepercayaan, agama merupakan ajaran yang harus diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Wujud dari rasa percaya kepada Tuhan akan mengerakkan untuk selalu melaksanakan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Apabila kepercayaan sudah tertanam dalam diri siswa (sebagai penerus bangsa) maka dalam kehidupan sehari-hari akan mencerminkan sikap keberagaman, sehinggga aktualisasi dari rasa kepercayaan, harus dimanifestasikan dalam kehidupan dan dijadikan pegangan.

Agama tidak hanya dipandang sebagai simbol saja melainkan dari ajaran agama tersebut. Oleh karena itu, jika anak-anak, remaja, ataupun orang dewasa tanpa mengenal agama, maka perilaku yang dimilikinya dapat mendorong ke pola laku dan pola pikir yang kurang atau bahkan tidak baik. Jadi pentingnya pelaksanaan pendidikan agama, betul-betul memerlukan bimbingan dan pengarahan demi tercapainya cita-cita tersebut.

Amanat undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional pasal 3 yang telah dijelaskan di atas memiliki sesuatu hal yang menjadi perhatian kita saat ini yaitu membentuk watak (karakter). Peserta didik tidak sebatas dididik kecakapan intelektual tapi juga yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana mendidik mereka menjadi orang baik. Maka dari itu kebaikan-kebaikan dalam kehidupan berbangsa dan berwarga dunia harus menjadi bagian dari isi pendidikan. Mereka tidak hanya memiliki nilai baik dalam mata pelajaran yang mengisi otak tapi juga memiliki kemampuan untuk melakukan kebaikan dan kebajikan dalam masyarakat. mereka juga dijadikan sebagai manusia yang memiliki etika yang bisa diterima oleh masyarakat dunia. Mereka harus memiliki moralitas. Oleh karena itu, perlu ditekankan pada moral knowing, moral feeling dan moral action.

(13)

Pendidikan menurut peneliti seperti layaknya menu wajib yang harus dikonsumsi oleh umat manusia. Begitu sangat pentingya sehingga Muhammad Alim berpendapat, pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, fungsi sosial, bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup. Hal demikian membawa pengertian bahwa bagaimanapun komunitas manusia pasti akan memerlukan pendidikan. Dalam pengertian umum kehidupan dari komunitas tersebut akan ditentukan oleh aktivitas didalamnya, sebab pendidikan secara alami sudah merupakan kebutuhan hidup manusia.7

Dalam konteks keindonesian, sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuannya adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.8

Sistem pendidikan nasional di atas telah menegaskan bahwa melalui proses pendidikanlah setiap warga negara akan dibina dan ditingkatkan keimanan dan ketaqwaannya. Hal demikian tidak akan tercapai tanpa adanya peranan agama karena hanya ajaran dan nilai-nilai agama yang dapat menuntun manusia untuk bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan mengacu pada uraian pendidikan diatas maka dapat diperoleh suatu gambaran bila pendidikan itu belajar untuk membentuk manusia yang berkualitas baik yang berkaitan dengan kualitas pengetahuan ilmu, kualitas keimanan dan kualitas ketaqwaan maupun kualitas kemanusiaannya terhadap warga masyarakat sehingga mampu untuk bersama di dalam menghadapi permasalahan yang ada di masyarakat.

7 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan

Kepribadian Muslim (Bandung : PT.Remaja Rosda Karya, 2006), hlm.8.

8Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) Nomor 20 Tahun 2003

(14)

Merenungkan permasalahan demi permasalahan sebagaimana yang dijabarkan, bagi peneliti penting rasanya mengurai kembali tujuan pendidikan nasional dan merumuskannya secara mendetail agar anak bangsa ini lebih berkarakter (berakhlak mulia). Guru dituntut mampu menanamkan nilai-nilai karakter dalam proses belajar mengajar di setiap mata pelajaran khususnya mata pelajaran pendidikan agama Islam (PAI) walau sejatinya PAI itu sendiri tentunya secara mendasar pasti menekankan tujuan dari pembelajarannya sebagaimana yang tercermin dalam tujuan pendidikan nasional di muka. Harapannya para guru PAI termotivasi untuk selalu kreatif membuat perencanaan, kreatif dalam pelaksanaan serta evaluasi. Dengan implementasi pembelajaran PAI berlandaskan nilai-nilai karakter, diyakini kelak nilai-nilai karakter itu menjadi sebuah keniscayaan terinternalisasi pada peserta didik kita, mereka akhirnya berinteraksi dengan guru, orang tua, teman sebaya berlandaskan nilai-nilai karakter tersebut.

Mengingat pentingnya nilai-nilai karakter (akhlak), sejatinya pembelajaran berlandaskan nilai-nilai karakter sudah mulai diajarkan dan diterapkan pada tingkat sekolah dasar. Anak usia SD antara 6-12 sangat tergantung pada lingkungan mereka berada. Mereka butuh bimbingan, arahan, didikan dan tauladan yang baik dari lingkungannya. Dalam hal ini peran sekolah, keluaraga dan lingkungan dimana mereka tinggal sangat mempengaruhi kepribadiannya. Tidak jarang kita menemukan pergaulan sehari-hari anak-anak usia SD sudah mengenal pacaran, kata-kata yang diucapkan tidak teratur alias tidak sopan dan lain-lain.

Masa kanak-kanak di usia SD adalah masa yang sangat menentukan untuk masa depannya. Pendidikan karakter (akhlak) anak harus dimulai sejak dini agar mereka menjadi penerus bangasa yang meiliki akhlakul karimah. Oleh karena itu, harus ada pendidikan yang mampu memadukan antara pendidikan sekolah, keluarga, dan lingkungan secara kontineu, dengan mengkomunikasikan perkembangan anak kepada pihak sekolah atas apa yang menjadi kebiasaan anak di rumah dan dilingkungan agar terjalin komunikasi yang baik antara orang tua dan guru untuk perbaikan pendidikan khususnya akhlak anak. Penting bagi orang tua untuk mencarikan dan memilihkan sekolah yang tepat untuk pendidikan

(15)

karakter (akhlak) bagi anaknya, agar berhasil menjadi anak yang sholeh dan berprestasi yang diharapkan memiliki karakter mulia.

SD Laboratorium UM merupakan bagian yang bertanggungjawab dalam kerangka fungsi pembentukan watak atau karakter peserta didik. Disamping mengembangkan kemampuan akademis peserta didik, sekolah ini juga berfungsi untuk membentuk watak (karakter) peserta didik. Peserta didik yang baik adalah peserta didik yang memiliki karakter warga negara indonesia. Untuk itu nilai-nilai yang menunjukkan karakter yang baik sebagai bangsa harus dididikkan kepada mereka. Untuk itu sekolah ini memiliki kewajiban yang harus diemban dalam rangka mendidik peserta didik seperti yang diharapkan diatas dari segi karakter manusia Indonesia.

Dalam perkembangan zaman yang semakin mengkhawatirkan masa depan akhlak anak bangsa ini, sekoah Dasar Laboratorium Universitas Negeri Malang (SD Lab UM) adalah salah satu Lembaga Pendidikan yang menawarkan solusi dan melayani untuk membimbing, mendidik dan memperbaiki karakter anak sejak usia SD dan sekolah ini memiliki moto “Trampil, praktika, cendekia, cerdas dan berbudaya” serta Tujuan Umum Satuan pendidikan Sekolah dasar laboratorium adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.9

Itulah sebabnya peneliti mengambil dan memilih SD Lab UM sebagai objek penelitian ini dan peneliti akan berusaha mengungkap dan mencari tahu bagaimana SD Lab UM ini mengimplementasikan pembelajaran PAI berlandaskan nilai-nilai karakter kepada siswa-siswinya.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian di atas peneliti formulasikan dalam rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran PAI berlandaskan nilai-nilai karakter di SD Laboratorium Universitas Negeri Malang?

(16)

2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran PAI berlandaskan nilai-nilai karakter di SD Laboratorium Universitas Negeri Malang?

3. Bagaimanakah evaluasi pembelajaran PAI berlandaskan nilai-nilai karakter di SD Laboratorium Universitas Negeri Malang?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan target yang hendak dicapai dalam penelitian ini, Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan Perencanaan Pembelajaran PAI Berlandaskan Nilai-nilai Karakter di SD Laboratorium Universitas Negeri Malang?

2. Mendeskripsikan Pelaksanaan Pembelajaran PAI Berlandaskan Nilai-nilai Karakter di SD Laboratorium Universitas Negeri Malang?

3. Mendeskripsikan Evaluasi Pembelajaran PAI Berlandaskan Nilai-nilai Karakter di SD Laboratorium Universitas Negeri Malang?

D. Manfaat Penelitian

Setiap kegiatan penelitian pasti mempunyai nilai kemanfaatan bagi peneliti maupun orang lain. Karena ini kegiatan yang dilakukan secara sistematis, agar penelitian ini diharapkan bermanfaat:

1. Secara Teoritis

a. Memberikan sumbangan keilmuan terhadap pengembangan ilmu pendidikan agama Islam terutama berkenaan dengan implementasi pembelajaran PAI berlandaskan nilai-nilai karakter,

b. Sebagai bahan atau refrensi bagi peneliti-peneliti lain yang akan mengadakan penelitian serupa pada masa yang akan dating, atau penelitian selanjutnya.

2. Secara praktis, hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi:

a. Pendidikan Islam, diharapkan nilai-nilai karakter menjadi bahan rujukan dalam praktik sebagai pendukung dalam proses dan tujuan pendidikan Islam.

(17)

b. Bagi Pengelola Lembaga Pendidikan, sebagai informasi sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan tentang pentingnya implementasi pembelajaran PAI berlandaskan nilai-nilai karakter,

c. Guru Pendidikan Agama Islam (PAI), diharapkan guru dapat merealisasikan penanaman nilai-nilai karakter semisal guru bertugas bukan hanya mengajar, tetapi lebih utama sebagai pendidik yang pundaknya digantungkan harapan untuk mencetak generasi bangsa yang cerdas, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia.

Dengan demikian, nilai-nilai karakter bukan hanya dapat

mengembalikan filosofi dasar pendidikan Insonesia, namun juga karena Indonesia sebagai Negara Kesatuan, dapat kembali menumbuhkan karakter (akhlak) luhur yang menjadi ciri kepribadian bangsa kita, seperti keramahtamahan, kesopanan, gotong royong, tepa selira, dan lain-lain.

d. Peserta didik, nilai-nilai karakter untuk membekali individu menjadi manusia yang professional yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, mandiri, cakap, dan menjadi seseorang yang bertanggungjawab.

e. Bagi peneliti yang lain, untuk mengembangkan pengetahuan yang terkait dengan karakter dan sebagai bekal penelitian apabila sudah terjun di lapangan agar dapat membantu lembaga pendidikan Islam yang erat kaitannya dengan praktik pembelajaran PAI berlandaskan nilai-nilai karakter.

E. Originalitas Penelitian

Penelitian ini membahas tentang Implementasi Pembelajaran PAI Berlandaskan Nilai-nilai Karakter di SD Laboratorium UM berdasarkan hasil eksplorasi peneliti, terdapat beberapa hasil penelitian yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini diantaranya:

Penelitian pertama dari Hery Nugroho (2012) berjudul “Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 3 Semarang”. Penelitian ini focus pada pelaksanaan/implementasi (proses)

(18)

pendidikan karakter dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam saja serta menyoroti kebijakan sekolah. Metode penelitian kualitatif, deskriptif. Sedangkan hasil temuan penelitian ini adalah perencanaan PK dalam PAI di SMA Negeri 3 Semarang mulai dari penyusunan perangkat berupa silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan PK dalam PAI di SMA Negeri 3 Semarang menggunakan dua cara, yakni kegiatan intrakulikuler dan ekstrakulikuler.10

Penelitian kedua adalah Asep Kusmiadi (2013) berjudul “Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs” penelitian ini focus pada planning pembinaan, proses dan evaluasi serta kendala dalam pembinaan. Namun yang dimaksud dengan evaluasi di sini adalah evaluasi pembinaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitik dalam bentuk studi kasus. Hasil penelitian mengemukanakn, 1) telah ada upaya sekolah dalam pembinaan karakter siswa dalam bentuk kegiatan-kegiatan sekolah, 2) proses pelaksanaan pembinaan karakter siswa dilakukan dengan dua cara diantaranya: a) pembinaan karakter siswa yang dilakukan di luar kelas; b) pembinaan karakter siswa yang dilakukan di dalam kelas dengan mengembangkan program pembinaan karakter siswa yang mengintegrasikannya dalam pembelajran; c) nilai-nilai yang ditanamkan karakter bangsa; d) evaluasi keberhasilan dilakukan dengan tes lisan, tulisan dan praktek dengan standar indikator pendidikan karakter.11

Penelitian ketiga, Sudirman P (2014) berjudul “Internalisasi Nilai-nilai Karakter dalam Pendidikan Agama Islam di SMU Negeri 1 Sinjai Utara Kabupaten Sinjai Sul-Sel” penelitian ini focus pada strategi penerapan nilai karakter. Metode penelitian dengan pendekatan fenomenologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam membentuk karakter siswa di SMUN 1 Sinjai Utara menggunakan pendekatan komprehensif. Strategi internalisasi nilai pendidikan karakter menggunakan pendekatan moral reasoning (penalaran moral). Dengan

10 Hery Nugroho, Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Agama Islam di

SMA Negeri 3 Semarang (Semarang: Tesis IAIN Walisongo, Tidak diterbitkan, 2012).

11 Asep Kusmiadi, Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

(19)

tahap pengenalan moral, guru memgeri teladan, memilah atau memfokuskan pada nilai-nilai karakter yang akan diajarkan.12

Tabel 1.1 Orisinalitas Penelitian

No Peneliti Persamaan Perbedaan Orisinalitas Peneliti

1

Judul: “Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 3 Semarang”

Hery Nugroho, 2012 Tesis IAIN Walisongo Pendidikan karakter, pendidikan akhlak di SMA Lebih menitik beratkan pada kebijakan sekolah Fokus pada perencanaan pembelajaran PAI berlandaskan nilai-nilai karakter 2

Judul: “Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs” Asep Kusmiadi,2013 Tesis Universitas Pendidikan Indonesia Pendidikan karakter dan Pendidikan Agama Islam di MTs Evaluasi lebih terfokus pada evaluasi pembinaan

Focus pada evaluasi pembelajaran PAI berlandaskan

nilai-nilai karakter

3

Judul: “Internalisasi Nilai-nilai Karakter dalam Pendidikan Agama Islam di SMU Negeri 1 Sinjai Utara Kabupaten Sinjai Sul-Sel”

Sudirman, 2014 Tesis UIN Sunan

Kalijaga Nilai-nilai Karakter dan Pendidikan Karakter di SMU Strategi Penerapan Nilai Karakter

fokus pada proses

F. Definisi Istilah

Agar pembahasan lebih fokus, maka perlu dicantumkan penjelasan istilah dari tesis berjudul: Implementasi Pembelajaran PAI Berlandaskan Nilai-nilai Karakter, yakni:

a. Implementasi adalah, pelaksanaan, penerapan.13

12 Sudirman P, Internalisasi Nilai-nilai Karakter dalam Pendidikan Agama Islam di SMU

Negeri 1 Sinjai Utara Kabupaten Sinjai Sul-Sel (Yogyakarta: Tesis UIN SUKA, Tidak diterbitkan,

2014).

(20)

b. Berlandaskan adalah, memakai landasan, berdasar, beralasan, berdasar pada, bertumpu kepada. Contoh, dia mengemukakan pembelajaranya- pasal-pasal dari buku undang-undang.14

c. Nilai-nilai Karakter adalah, 18 nilai karakter yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasioanl, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokrasi, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komonikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18) Tanggungjawab.

Adapun nilai-nilai karakter yang diterapkan di SD Laboratorium UM adalah, (1) Kemauan baca, (2) Kemandirian, (3) Keberanian mental, (4) Kejujuran, (5) Tanggungjawab, (6) Kompetisi dan Motivasi.

(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Perencanaan Pembelajaran PAI 1. Pengertian Rencana Pembelajaran

Rencana pembelajaran adalah suatu perkiraan mengenai tindakan apa yang akan dilakukan pada waktu proses belajar mengajar. Rencana pembelajaran dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Rencana Pembelajaran Program Tahunan

Yakni rencana pembelajaran yang memuat rencana yang dilaksanakan selama setahun, dalam rencana tersebut meliputi tema pokok, hasil belajar, indicator serta alokasi waktu.

b. Rencana Pembelajaran Program Semester

Rencana pembelajaran program semester berisi analisa alokasi waktu dan penggunaan jam pelajaran efektif dalam satu semester

c. Rencana Pembelajaran Harian

Yakni suatu perkiraan guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung. Komponen-komponen yang terdapat pada rencana pembelajaran harian adalah: komponen dasar, hasil belajar, indicator, langkah-langkah pembelajaran, alokasi waktu, sarana prasarana, metode dan penilaian.1

Kompetensi dasar adalah kemampuan minimal dalam mata pelajaran yang harus dimiliki oleh lulusan, kemampuan minimum yang harus dalap dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk standar kompetensi tertentu dari suatu mata pelajaran.2

Hasil belajar adalah pernyataan kemampuan siswa yang diharapakan dalam menguasai sebagian atau seluruh kompetensi yang

1 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar-Mengajar, (Bandung: Sinar Baru

Algesindo, 2005) hlm. 136.

2 Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Manajemen

Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya, (Yogyakarta: Pustaka Pembelajaran, 2007)

(22)

dimaksud. Indicator, merupakan kompetensi dasar secara spesifik yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai ketercapaian hasil pembelajaran.3

Alokasi waktu adalah lamanya kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas atau laboratorium yang dibatasi oleh kedalaman materi pembelajaran dan jenis kegiatan.4

2. Langkah-langkah Menyusun Rencana Pembelajaran Harian

langkah-langkah menyusun rencana pembelajaran harian adalah sebagai berikut:

a) Mengisi kolom identitas

b) Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah ditetapkan.

c) Menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indicator yang digunakan yang terdapat pada silabus yang telah disusun. d) Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan standar kompetensi,

kompetensi dasar dan indikator yang telah ditentukan.

e) Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pokok atau pembelajaran yang terdapat dalam silabus. Materi ajar merupakan uraian dari materi pokok atau pembelajaran.

f) Menentukan metode pembelajaran yang digunakan.

g) Merumuskan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, inti dan akhir.

h) Menentukan alat/bahan/sumber belajar yang digunakan.

i) Menyususn criteria penilaian, lembar pengamatan, contoh soal, teknik penskoran.5

B. Pelaksanaan Pembelajaran PAI 1. Pengertian Pembelajaran PAI

Kata “Pembelajaran” berasal dari bahasa Inggris Instruction yang memiliki pengertian lebih luas dari pada pengajaran. Jika pengajaran ada

3Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi

(Bandung Rosdakarya, 2004) hlm. 68.

4 Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2007) hlm. 142.

5 Departemen Pendidikan Nasional materi 12 Pengembangan Rencana Pelaksanaan

(23)

dalam konteks guru, dan murid di ruang formal, pembelajaran atau instruction menyangkut pula kegiatan belajar mengajar yang tidak pasti dihadiri guru secara fisik.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Pembelajaran dapat diartikan pada usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha.

Akhir-akhir ini muncul istilah baru yaitu pembelajaran. Terdapat perbedaan pengertian antara pengajaran dan pembelajaran. Pengajaran terpusat pada guru, sedangkan pembelajaran terpusat pada siswa.

Beberapa ahli merumuskan pengertian pembelajaran:

1) menurut Syaiful Sagala, pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan azaz pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah. Mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik.6

2) Menurut Corey pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku dalam kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.

Menurut Oemar Hamalik, pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material pasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia yang terlibat dalam system pembelajaran terdiri atas siswa, guru dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Materil meliputi

(24)

buku, papan tulis fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual juga computer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktek, belajar, ujian dan sebagainya.7

Dari teori-teori yang dikemukakan banyak ahli tentang pembelajaran, Oemar Hamalik mengemukakan tiga rumusan yang dianggap lebih maju dibandingkan dengan rumusan terlebih dahulu yaitu:

1) Pembelajaran adalah Upaya Mengorganisasi Lingkungan untuk Mencipakan Kondisi Belajar bagi Peserta Didik.

Di sini sekolah berfungsi menyediakan lingkungan yang dibutuhkan bagi perkembangan tingkah laku siswa antara lain menyiapkan program belajar, bahan pelajaran, metode mengajar, alat mengajar dan lain-lain. Selain dari itu pribadi guru sendiri, suasana kelas, kelompok siswa, lingkungan diluar sekolah, semua menjadi lingkungan yang bermakna bagi perkembangan siswa.

2) Pembelajaran adalah Upaya Mempersiapkan Peserta Didik untuk Menjadi Warga Masyarakat yang baik.

Pembentukan warga Negara yang baik adalah warga yang dapat bekerja di masyarakat. Seorang warga Negara yang baik bukan menjadi konsumen, tetapi yang lebih penting adalah menjadi seorang produsen. Untuk menjadi seorang produsen, maka ia harus memiliki

keterampilan berbuat dan bekerja dalam arti kata dapat

menyumbangkan dirinya kepada kehidupan yang baik dan bermanfaat buat masyarakat. Hal ini sesuai dengan apa yang dipesankan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya yang artinya:

“Orang yang paling baik adalah orang yang lebih banyak manfaatnya untuk orang lain”

3) Pembelajaran adalah Suatu proses Membantu Siswa Menghadapi Kehidupan Masyarakat Sehari-hari.

(25)

Masyarakat dinyatakan sebagai laboratorium belajar yang paling besar. Sumber-sumber masyarakat tidak pernah habis sebagai sumber belajar. Siswa bukan saja aktif belajar di laboratorium sekolah, tetapi juga aktif bekerja langsung di masyarakat. Dengan cara ini semua potensi yang mereka miliki menjadi hidup dan berkembang. Siswa turut merencanakan, berdiskusi, meninjau, membuat laporan dan lain-lain, sehingga perkembangan pribadinya selaras dengan kondisi lingkungan masyarakatnya. Dalam hal ini guru juga bertugas sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Guru harus mengenal dengan baik keadaan masyarakat sekitarnya supaya dapat menyusun proyek-proyek kerja bagi para siswa.

Proses pembelajaran tidak hanya terbatas dalam ruangan saja, tetapi dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas, atau di labor, karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang paling berkaitan, untuk membelajarkan peserta didik.

2. Proses Pembelajaran dalam Pendidikan Islam

Proses pembelajaran dalam Pendidikan Islamm sebenarnya sama dengan proses pembelajaran pada umumnya, namun yang membedakannya adalah bahwa dalam pendidikan Islam proses maupun hasil belajar selalu inhern, dengan keislaman; keislaman melandasi aktivitas belajar, menafasi perubahan yang terjadi serta menjiwai aktivitas berikutnya. Secara sistematis hakikat belajar dalam kerangka pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai berikut:

Proses Pembelajar an Prubahan Kognitif Afektif Psikomoto- rik Masuka n/Input Keluaran /out-put

Islami

Ibadat/ Khalifah

(26)

Keseluruhan proses pembelajaran berpegang pada prinsip-prinsip Al-Qur’an dan Sunnah serta terbuka untuk unsur-unsur luar secara adaptif yang ditilik dari persepsi keislaman. Perubahan pada ketiga domain yang dikehendaki dan dengan Khalik (habl min Allah wa habl min al-Nas), tujuan akhir berupa pembentukan orientasi hidup secara menyeluruh sesuai dengan kehendak Tuhan yaitu mengabdi kepada Tuhan (ubudiyah) dan konsisten dengan kekhalifahannya (khalifah Allah fi al-Ardh).8

Lebih lanjut mengenai pengertian pembelajaran PAI adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dalam suatu lingkungan belajar dalam rangka penanaman nilai-nilai dan mengembangkan potensi keagamaan yang telah ada sebelumnya di dalam diri setiap peserta didik.

3. Model Pembelajaran PAI

Model Pembelajaran yang bisa diterapkan dalam pembelajaran PAI berlandaskan nilai-nilai karakter diantaranya:

a. Pembelajaran kontekstual

1) Pengertian pembelajaran kontekstual

Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilkinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.9

8 Ibid., hlm. 239-241.

9 Agus Suprijono Cooperative learning teori dan aplikasi PAKEM. Cet: VI (Yogyakarta:

(27)

Balnchard, membandingkan pola pembelajaran tradisional dan kontekstual sebagai berikut:10

Tabel 2.1

Pola pembelajaran tradisional dan kontekstual

PENGAJARAN TRADISIONAL PENGAJARAN KONTEKSTUAL

Menyandarkan pada hafalan Menyandarkan pada memori

spasial

Berfokus pada satu bidang

(disiplin)

Mengintergrasikan berbagai

bidang (disiplin) atau

multidisiplin

Nilai informasi bergantung pada guru

Nilai informasi berdasarkan kebutuhan peserta didik

Memberikan informasi kepada

peserta didik sampai pada

saatnya dibutuhkan

Menghubungkan informasi

baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik

Penilaian hanya untuk akademik formal berupa ujian

Penilaian autentik melalui penerapan praktis pemecahan problem nyata

2) Karakteristik pembelajaran kontekstual

Nurhadi sebagaimana dikutip oleh Masnur Muslih

mendiskripsikan karakteristik pembelajaran kontekstual dengan cara

(28)

menderetkan sepuluh kata kunci, yaitu kerjasama, saling menunjang, menyenangkan, tidak membosankan, belajar dengan gairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis, dan guru kreatif.11

Pelaksanaan pembelajaran kontekstual dipengarui oleh dua faktor, yaitu faktor dari diri peserta didik ( internal) dan faktor dari luarnya atau dari lingkungan di sekitarnya ( eksternal). Sehubungan dengan itu Zahorik sebagaimana dikutip oleh E. Mulyasa mengungkapkan lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, sebagai berikut:12

a) Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik

b) Pembelajaran dimulai dengan keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus ( dari umum ke khusus)

c) Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara:

1) Menyusun konsep sementara

2) Melakukan sharing untuk memproleh masukan dan tanggapan dari orang lain

3) Merivisi dan mengembangkan konsep.

d) Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari

e) Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan

pengembangan pengetahuan yang dipelajari.

Tugas guru dalam penerapan pembelajaran kontekstual adalah

11 Masnur Muslich. KTSP: pembelajaran berbasis kompetensi dan kontekstual. (Jakarta:

Bumu Aksara, 2007) hal. 42-43.

12 E. Mulyasa. Kurukulum yang disempurnakan ( pengembangan standart kompetensi

(29)

memberi kemudahan dalam belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Seorang guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hafalan akan tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik. Adapun tujuh komponen CTL sebagai berikut:13

a) Kontruktivisme.

Belajar berbasis kontruktivisme menekankan pemahaman pada pola dari pengetahuan. Belajar dalam kontruktivisme menekankan pada pertanyaan “ mengapa”.

b) Inkuiri ( penemuan)

Belajaran penemuan menunjuk pada proses dan hasil belajar. Belajar penemuan melibatkan peserta didik dalam keseluruhan proses metode

keilmuan sebagai langkah-langkah sistemik menemukan

pengetahuann baru atau memferivikasi pengetahuan lama.

c) Bertanya

Pembelajaran kontekstual dibangun melalui dialog interaktif melalu Tanya jawab oleh keseluruhan unsur yang terlibat dalam komunitas belajar. Kegiatan bertanya penting untuk menggali menggali informasi menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum dikatahuinya.

d) Masyarakat belajar

Melalui interaksi dalam komunitas belajar proses dan hasil belajar menjadi lebih bermakna. Dalam praktiknya “ masyarakat belajar: terwujud dalam pembentukan kelompok kecil, pembentukan kelompok besar, mendatangkan ahli, ke kelas, bekerjasama dengan kelas parallel, bekerja kelompok dengan kelas di atasnya,

(30)

bekerjasama dengan masyarakat.

e) Pemodelan

Pemodelan memusatkan pada arti penting pengetahuan prosedural. Melalui pemodelan peserta didik dapat meniru terhadap hal yang dimodelkan.

f) Refleksi

Refleksi merupakan upaya untuk melihat kembali, mengorganisir kembali, menganalisis, kembali, mengklarifikasi kembali, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari.

g) Penilaian autentik.

Penilaian autentik adalah upaya untuk pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belejar peserta didik. Data dikumpulkan dari kegiatan nyata yang dikerjakan peserta didik pada saat melakukan pembelajaran.

b. Bermain peran

Pemecahan masalah diarahkan pada pemecahan masalah-masalah yang menyangkut hubungan antarmanusia, terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik. Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antara manusia dengan cara memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai dan strategi pemecahan masalah.

Sebagai suatu model pembelajaran, bermain peran berakar pada dimensi pribadi dan sosial. Dari dimensi pribadi model ini para peserta didik diajak untuk belajar memecahkan masalah-masalah pribadi yang

sedang dihadapinya dengan bantuan kelompok sosial yang

beranggotakan teman-teman sekelas. Dari dimensi sosial model ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dalam

(31)

menganilisis situasi-situasi sosial, terutama masalah yang menyangkut hubungan antar pribadi peserta didik dan hal inipun dilakukan secara demokratis dengan demikian melalui model ini peserta dilatih untuk menjungjung tinggi nilai-nilai demokratis.14

Adapun yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan model pembelajaran bermain peran15

1) Konsep peran.

Peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan, dan tindakan sebagai suatu pola hubungan yang unik yang ditunjukkan individu terhadap individu yang lain.

2) Tujuan bermain peran dalam pembelajaran

Melalui bermain peran diharapkan peserta didik dapat (1) mengeksplorasi perasaan-perasaannya; (2) memperoleh wawasan tentang sikap, nilai, dan persepsinya; (3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi; (4) mengeksplorasi inti permasalahan yang diperankan melalui berbagai macam cara.

3) Asumsi-asumsi pembelajaran

a) Bermain peran mendukung suatu situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitik beratkan isi pelajaran pada situasi “ disini pada saat ini.”

b) Bermain peran memungkinkan peserta didik untuk

mengungkapkan perasaan-perasaannya untuk yang tidak dikenal tanpa bercermin pada orang lain.

c) Bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan dan system

14 E. Mulyasa. Op.cit hal. 220. 15 Ibid hal. 221-231.

(32)

keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan.

4) Pelaksanaan pembelajaran

Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan keeefktifan bermain peran sebagai model pembelajaran, yakni (1) kualitas pemeranan, (2) analisis dalam diskusi, (3) pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi kehidupan nyata.

Beberapa hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan pembelajaran model bermain peran.

a) Shaftel mengemukakan Sembilan tahap bermain peran yang

dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran: (1)

menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik, (2) memilih partisipan/peran, (3) penyusunan tahap-tahap peran, (4) menyiapkan pengamat, (5) pemeranan, (6) diskusi dan evaluasi, (7) pemeranan ulang, (8) diskusi dan evaluasi tahap dua, (9) membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan.

b) Sistem sosial dari model pembelajaran bermain peran disusun secara sederhana dan peran guru bertanggungjawab minimal pada tahap permulaan selanjutnya guru membimbing para peserta didik dan hanya mengarahkan walaupun intervensi guru perlu dikurangi akan tetapi dialah sesungguhnya penggerak utamanya.

c) Ada lima prinsip reaksi penting dari model pembelajaran bermain peran, yaitu (1) guru selayaknya menerima respon para peserta didik, terutama yang berkaitan dengan pendapat dan perasaannya, tanpa penilaian terhadap baik atau buruk reaksi yang diberikannya, (2) guru seyogyanya membantu para peserta didik mengeksplorasi situasi masalah dari berbagai segi,

(33)

berusaha membantu mencari titik temu dan perbedaan dari pandangan mereka, (3) dengan cara merefleksikan, menganalisis dan menangkap respon-respon peserta didik, guru berupaya meningkatkan kesadaran peserta didik akan pandangan dan perasaan mereka, (4) guru perlu menekankan kepada para peserta didik bahawa terdapat cara untuk memainkan suatu peran, (5) guru perlu menekankan kepada peserta didik bahwa terdapat berbagai cara untuk memecahkan suatu masalah.

d) Hal yang sangat penting dalam bermain peran adalah situasi masalah, yang biasanya disampaikan secara lisan, tetapi dapat juga dikemukakan melalui lembaran-lembaran yang dibagikan kepada peserta didik. Lima faktor yang harus dipertimbangkan guru dalam memilih topik masalah yang akan dijadikan topik dalam bermain peran agar memadai bagi diri peserta didik, yaitu (1) usia peserta didik, (2) latar belakang sosial budaya, (3) kerumitan masalah, (4) kepekaan topik yang diangkat sebagai masalah, dan (5) pengalaman peserta didik dalam bermain peran.

c. Modul

1) Definisi modul

a) Menurut S. Nasution

“modul dapat dirumuskan sebagai suatu unit yang lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas.16

b) Menurut E. Mulyasa

(1) Modul merupakan paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan

16 S. Nasution. Berbagai pendekatan dalam proses belajar dan mengajar ( Jakarta: Bumi

(34)

dirancang secara sistematis untuk membantu peserta didik mencapai tujuan belajar.

(2)Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasioanl, dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru.

(3)Modul adalah pernyataan satuan pembelajaran dengan tujuan-tujuan, pretes aktivitas belajar yang memungkinkan peserta didik memperoleh kompetensi-kompetensi yang belum dikuasai dari hasil pretes, dan mengevaluasinya untuk mengukur keberhasilan belajar.

c) St. Vebriarto

“modul adalah suatu paket pengajaran yang memuat satu unit konsep daripada bahan pelajaran. Pengajaran modul merupakan

usaha penyelenggaraan pengajaran individual yang

memungkinkan siswa menguasai satu unit bagian bahan pelajaran sebelum dia beralih kepada unit berikutnya17

2) Tujuan pengajaran modul

a) Menurut S. Nasution

(1) Membuka kesempatan bagi siswa untuk belajar menurut kecepatan masing-masing

(2) Memberi kesempatan bagi siswa untuk belajar menurut cara masing-masing, sebab mereka menggunakan teknik yang berbeda-beda untuk memecahkan masalah tertentu berdasarkan latar belakang pengetahuan dan kebiasaan masing-masing

17 St. Vebriarto. Pengantar pengajaran modul ( Yogyakarta: Yayasan pendidikan

(35)

(3) Memberikan pilihan dari sejumlah besar topik dalam rangka suatu mata pelajaran bila dianggap bahwa pelajar tidak mempunyai pola minat yang sama atau motivasi yang sama untuk mencapai tujuan yang sama.

(4) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengenal kelebihan dan kekurangannya melalui modul remedial, ulangan-ulangan, atau variasi dalam cara belajar18

b) Menurut E. Mulayasa

“tujuan utama sistem modul adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran di sekolah, baik waktu, dana, fasilitas, maupun tenaga guna mencapai tujuan secara optimal”.19

3) Karakteristik modul pembelajaran

Pembelajaran dengan sistem modul memiliki lima karakteristik sebagai berikut:20

a) Setiap modul harus memberikan informasi dan memberikan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harus

dilakukan oleh seorang peserta didik, bagaimana

melakukannya, dana sumber belajar apa yang harus digunakan.

b) Modul merupakan pembelajaran individual, sehingga

mengupayakan untuk melibatkan sebangak mungkin

karakteristik peserta didik. Dalam hal ini setiap modul harus; (a) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (b) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan

18 S. Nasution. Op.cit hal. 205-206. 19 E. mulyasa op.cit hal. 232. 20 Ibid

(36)

(c) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.

c) Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pemebelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar, tetapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing), simulasi dan berdiskusi.

d) Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat mengetahui kapan dia memulai dan kapan mengakhiri suatu modul, dan tidak menimbulkan pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan, atau dipelajari.

e) Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.

4) Komponen modul

Pada umumnya modul pembelajaran memiliki beberapa komponen, yaitu, lembar kegiatan peserta didik, lembar kerja, kunci lembar kerja, lembar soal, lembar jawaban, kunci jawaban. Berbagai komponen tersebut selanjutnya dikemas dalam format modul sebagai berikut:21

a) Pendahuluan. Bagian ini berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan dicapai setelah belajar; termasuk kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.

(37)

b) Tujuan pembelajaran. Bagian ini berisi tujuan-tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai oleh setiap peserta didik setelah mempelajari modul.

c) Tes awal. Tes ini berguna untuk menetapkan posisi peserta

didik, dn mengetahui kemampuan awalnya, untuk

menentukan dari mana ia harus memulai belajar, dan apakah perlu untuk mempelajari modul tersebut atau tidak.

d) Pengalaman belajar. Bagain ini merupakan rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusus, yang berisi sejumlah materi, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya.

e) Sumber belajar. Pada bagian ini disajikan tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik.

f) Tes akhir. Tes akhir ini instrumennya sama dengan isi tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul.22

d. Belajar tuntas (mastery learning)

1) Definisi belajar tuntas

a) Menurut Martinis Yamin

“belajar tuntas merupakan pross pembelajaran yang dilakukan dengan sistematis dan terstruktur, bertujuan untuk mengadaptasikan pembelajaran pada siswa kelompok besar (pengajaran klasikal) dan berguna untuk kecepatan belajar

(38)

(rate of program).23

b) Menurut S. Nasution

“ belajar tuntas adalah mengacu pada proses tujuan belajar mengajar secara ideal bahwa agar bahan yang dipelajari dikuasai penuh oleh murid, jadi belajar tuntas atau mastery learning artinya penguasaan penuh.24

2) Strategi belajar tuntas

Belajar tuntas bilamana dilakukan dalam kondisi yang tepat dengan semua peserta didik mamapu belajar dengan baik dan mmeperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Supaya pembelajaran terstruktur, Winkel sebagaimana dikutip oleh Martinis Yamin menyarankan beberapa hal, yaitu:25

a) Tujuan-tujuan pembelajaran yang harus dicapai ditetapkan secara tegas. Semua tujuaan dirangkaikan dan materi pelajarn dibagi-bagi tas unit-unit yang diurutkan, sesuai dengan rangkaian segala tujuan pembelajaran.

b) Pertama dituntut supaya siswa mencapai tujuan pembelajaran lebih dulu, sebelum siswa diperbolehkan memepelajari inti pelajaran yang baru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang kedua, tujuan pembelajaran yang kedua, tujuan pembelajaran yang kedua harus tercapai terlebih dahulu sebelum siswa maju lebih lanjut dan seterusnya.

c) Ditingkatkan motivasi belajar siswa dan efektivitas usaha belajar siswa, dengan memonitor proses belajar siswa melalui testing berkala dan kontinyu, serta memberikan umpan balik kepada siswa mengenai keberhasilan atau kegagalan pada saat

23 Martinis Yamin. Profesionalisme guru dan implementasi KTSP (Jakarta: Gaung

persada pres, 2007) hal. 121.

24 S. Nasution. Op.cit hal. 36.

(39)

itu juga ( tes formatif).

d) Diberikan bantuan atau pertolongan kepada siswa yang masih mengalami kesulitan belajar pada saat-saat yang tepat, yaitu sesudah penyelenggaraan testing formatif, dan dengan cara yang efektif untuk siswa yang bersangkutan.

Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom (1968), meliputi tiga bagian, yaitu: mengindentifikasi parakondisi, mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar. Selanjutnya diimplementasikan dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi:26

a) Corrective Technique: semacam pengajaran remedial, yang dilakukan dengan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai oleh peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya.

b) Memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (belum menguasai bahan secara tuntas).

Implementasi belajar tuntas banyak dilakukan dalam bentuk sistem pembelajaran individual dan klasikal. Belajar tuntas dapat dilakukan bila didukung oleh sejumlah media, baik perangkat keras ( hardware) maupun perangkat lunak ( software), termasuk penggunaan computer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.27

3) Pola dan prosedur belajar tuntas

Menciptakan suatu pembelajaran yang berhasil, Bloom mengembangkan suatu pola dan prosedur pengajaran yang dapat diterapkan dalam memberikan pengajaran kepada satuan kelas.

26 E. Mulyasa. Op.cit hal. 240. 27 E. Mulyasa.op.cit hal. 241.

(40)

Secara operasional menyiapkan langkah-langkah, sebagai berikut:28

a) Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran yang harus dicapai, baik yang bersifat umum maupun yang khusus.

b) Menjabarkan materi pelajaran atas sejumlah unit pelajaran yang dirangkaikan, yang masing-masing dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih dua minggu.

c) Memberi penjelasan secara klasikal, sesuai dengan unit pelajaran yang sedang dipelajari.

d) Memberi tes kepada siswa pada akhir masing-masing inti pelajaran, untuk mengecek kemajuan masing-masing siswa dalam mengolah materi pelajaran, tes itu bersifat formatif, yaitu bertujuan untuk mengetahui sampai berapa jauh siswa berhasil dalam pengelolaan materi pelajaran ( diagnostic, progress test) dalam tes ini diterapkan norma yang tetap dan pasti, misalnya minimal 80 % dari jumlah pertanyaan yang betul.

e) Kepada siswa yang ternyata belum menguasai tingkat penguasaan yang dituntut, diberikan pertolongan khusus, misalnya sebagai tutor sebaya, mendapat pengajaran dari kelompok kecil, mempelajari buku lain dan lain sebagainya.

f) Setelah semua siswa, paling sedikit hampir semua siswa,

mencapai tingkat penguasaan pada unit pelajaran

bersangkutan, barulah guru mengajarkan unit pelajaran berikutnya.

g) Unit pelajaran yang menyusul itu juga diajarkan secara kelompok dan diakhiri dengan memberikan tes formatif bagi

(41)

inti pelajaran bersangkutan, siswa yang belum mencapai taraf keberhasilan dilakukan dengan memberikan bantuan khusus.

h) Setelah para siswa, paling sedikit kebanyakannya, mencapai tingkat keberhasilan yang dituntut, guru mulai mengajar unit yang ketiga. Jadi seluruh siswa dalam kelas memulai suatu unit pelajaran baru secara bersama-sama.

i) Prosedur yang sama diikuti pula dalam mengajarkan unit-unit pelajaran lain, sampai seluruh rangkaian selesai.

j) Setelah rangkaian seluruh unit selesai, siswa mengerjakan tes yang mencakup seluruh rangkaian unit pelajaran. Tes terakhir bersifat sumatif, yaitu bertujuan mengevaluasi taraf keberhasilan siswa, terhadap semua tujuan-tujuan pengajaran khusus. Dalam tes ini diterapkan norma yang tetap dan pasti, biasanya 80-90 % dari jumlah pertanyaan dijawab betul. Dan hasil tes ini digunakan untuk memberi nilai dalam buku rapor.

e. Pembelajaran Partisipatif

1) Pengertian pembelajaran partisipatif

Pembelajaran partisipatif diartikan sebagai keterlibatan peserta

didik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

pembelajaran.29

2) Indikator pembelajaran partisipatif

Indicator pembelajaran partisipatif, sebagaimana dikemukakan Knowles (1970) adalah sebagai berikut:30

a) Adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik,

b) Adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi

29 E. Mulyasa op.cit hal. 241. 30Ibid

(42)

dalam mencapai tujuan

c) Dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.

3) Prinsip pembelajaran partisipasif

Pembelajaran partisipasif perlu memperhatikan beberapa hal;31

a) Berdasarkan kebutuhan belajar (learning needs based) sebagai keinginan maupun kehendak yang dirasakan oleh peserta didik

b) Berorientasi kepada tujuan kegiatan belajar ( learning goals and objectives oriented). Prinsip ini mengandung arti bahwa pelaksanaan pembelajaran partisipasif berorientasi kepada usaha kepada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

c) Berpusat kepada peserta didik (partisipan centered). Prinsip ini sering disebut learning cengtered, yang menunjukkan bahwa kegiatan belajar selalu bertolak dari kondisi riil kehidupan peserta didik

d) Belajar berdasarkan pengalaman (experiental learning), bahwa kegaiatan belajar harus selalu dihubungkan dengan pengalaman peserta didik.

4) Prosedur pembelajaran partisipatif.

Pembelajaran partisipatif dapat dikembangkan dengan prosedur sebagai berikut:

a) Menciptakan Suasana yang mendorong peserta didik siap belajar.

b) Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar dapat

(43)

saling belajar dan membelajarkan

c) Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya

d) Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar

e) Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar membnatu peserta didik melakukan kegaitan belajar

f) Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.

C. Evaluasi Pembelajaran PAI 1. Pengertian Evaluasi

a) Secara Etimologi

Evaluasi berasal dari bahasa Inggris: Evaluation akar katanya value yang berarti nilai atau harga. Nilai dalam bahasa Arab disebut Al-Imah atau al-Taqdir.32 Dengan demikian secara harfiah, evaluasi pendidikan al-Taqdir al-tarbawiy dapat diartikan sebagai penilaiaan dalam (bidang) pendidikan atau penilaiaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.33

Istilah nilai (Valuel al-qimah) pada mulanya dipopulerkan oleh filosof dan Plato yang pertama kali mengemukakannya. Pembahasan “nilai” secara kusus diperdalam dalam diskusus filsafat, terutama pada aspek aksiologisnya. Kata nilai menurut pengertian filosof pengertiannya adalah “idea of world”34 selanjutnya kata nilai menjadi

popular, bahkan menjadi istilah yang ditemukan dalam dunia ekonomi, kata nilai biasanya dipautkan dengan harga.

b) Secara Terminologi

Para ahli mendevinisikan evaluasi sebagai berikut:

32 Anas Sudion, Penganter Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2005),

hlm. 1.

33 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2002) hlm.

331.

(44)

Menurut Edwind Wandt, evaluasi mengandung pengertian: suatu tindakan atau proses dalam menentukan nilai sesuatu.35

Menurut M. Chabib Thoha, evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.36

Dengan demikian evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan incidental, melainkan merupkana kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan berdasarkan atas tujuan yang jelas.

c) Evaluasi Pendidikan

Menurut Lembaga Pendidikan Administrasi Negara batasan mengenai evaluasi pendidikan adalah sebagai berikut:

1) Proses atau kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditemukan. 2) Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan ibalik (Feed back) bagi penyempurnaan pendidikan.

Bertitik tolak dari uraian diatas, dapat dikembangkan bahwa evaluasi merupkana sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Jika belum, bagaimana yang belum dan apa sebabnya. Defenisi yang lebih luas dikemukakan oleh ahli lain, yaitu Cronbach dan Stufrlebean bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan membuat keputusan. Term evaluasi dalam wacana keislaman tidak ditemukan padanan yang pasti, tetapi terdapat term-term terarah pada makna evaluasi. Term tersebut adalah:

Evaluasi dalam proses pembelajararan mengandung makna yaitu: 1) pengukuran (measurement) dan 2) penilaian (evaluation).

35 Ibid., hlm. 338

36M. Chatib Thoha, Teknik-teknik Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo,

Gambar

Tabel 1.1  Orisinalitas Penelitian
Tabel 2.4  Data tenaga pengajar
Gambar  di  atas  berhasil  peneliti  abadikan  ketika  siswa  mencoba  mengkonfirmasi  alasan  Allah  SWT  menciptakan  kemudian  mengharamkan  babi  dan  sejenisnya  melalui  internet
Gambar  di  atas  peneliti  dapatkan  ketika  KBM  berlangsung.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data menggunakan program statistik ASP, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa potensi interaksi dalam organisasi berupa pengalaman, tingkat pendidikan,

Invensi ini memiliki kesesuaian dengan program Perguruan Tinggi Islam (PTI) sebagai centre of excellence karena dengan visualisasi tata surya berbasis komputer

motor dijemput oleh petugas 118 dibawa ke UGD, Anda adalah seorang dokter UGD yang bertugas pada saat itu, laporan petugas 118: tensi 120/80, nadi 90 x/menit. Penderita membuka

SKSPD ini merupakan standar minimal kompetensi lulusan yang digunakan sebagai acuan nasional oleh tiap Program Studi (Prodi) Pendidikan Profesi Dokter Spesialis Penyakit di

Masalah tersebut dapat diatasi dengan menggunakan menggunakan metode Linear Scaling, dimana dalam perhitungan centralitydipengaruhi oleh jarak node tersebut yang

relapse pada kelompok kontrol karena nilai signifikasnsi lebih besar dari 0.05. Hasil Evaluasi Program Pelatihan Efikasi Diri dan Pemahaman Materi. 1) Hasil Analisis Program

Hasil pengamatan menunjukkan terjadinya peningkatan persentase mortalitas pada lintah ikan ( P. geometra ) seiring dengan tingginya konsentrasi ekstrak metanol daun biduri (

Ruang lingkup dan hasil kegiatan perencanaan pengendalian jalan sekitar Jembatan Kuncir Nganjuk meliputi evaluasi kondisi jalan di sekitar persimpangan saat ini