• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Nilai pH Kulit dengan Derajat Keparahan Dermatitis Popok pada Bayi dan Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Nilai pH Kulit dengan Derajat Keparahan Dermatitis Popok pada Bayi dan Anak"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit Bayi

Usia secara jelas mendefinisikan karakteristik yang memisahkan bayi, anak – anak, dan orang dewasa. Masa bayi dimulai dari usia 0 - 12 bulan yang ditandai dengan pertumbuhan dan perubahan fisik yang cepat disertai dengan perubahan dalam kebutuhan zat gizi.15 Balita (bawah lima tahun) adalah anak yang berusia 1 – 5 tahun. Pada masa balita ini terdapat usia yang sangat rawan yaitu anak usia 1 sampai 2 tahun, bahkan sampai 3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Masa balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya.15

Kulit pada bayi lebih tipis daripada orang dewasa (40-60%), kurang berambut, dan memiliki perlekatan antara epidermis dan dermis yang lemah. Bayi memiliki risiko terjadinya luka pada kulit, absorpsi perkutaneus, dan infeksi pada kulit yang lebih tinggi. Bayi prematur lahir pada kisaran usia kehamilan 32-34 minggu memiliki masalah yang berhubungan dengan stratum korneum yang imatur, termasuk peningkatan transepidermal water loss (TEWL). Peningkatan TEWL dapat menyebabkan kecacatan akibat dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, dan instabilitas thermal. Penggunaan occlusive dressings atau emolien topikal dapat memperbaiki fungsi barier yang rusak akibat meningkatnya TEWL.16

Literatur ilmiah melaporkan sebuah serial dari proses adaptasi terhadap perubahan lingkungan setelah kelahiran. Perubahan ini mempengaruhi seluruh

(2)

ukuran biofisik untuk karakteristik kulit, termasuk TEWL, hidrasi kulit, dan perubahan koefisien friksi, kolonisasi mikroba, dan nilai pH kulit.16

Kebanyakan peneliti melaporkan nilai TEWL kulit bayi lebih rendah atau sama dengan pada kulit orang dewasa. Pada periode segera setelah kelahiran, TEWL yang lebih rendah dapat terjadi karena terdapatnya vernix caseosa, yang memberikan perlindungan tambahan terhadap epidermal water loss. Vischer et al, menemukan sedikit perbedaan namun penting pada nilai TEWL di daerah popok.17 Penurunan tajam dijumpai setelah 3 menit membuka popok, dimana hal ini kemungkinan mengindikasikan bahwa kulit tidak beradaptasi sepenuhnya terhadap kondisi lingkungan.18,19

Hoeger dan Enzmann memeriksa hidrasi stratum korneum pada lokasi anatomi yang berbeda pada bayi usia 3 hari sampai 12 minggu.20 Mereka menemukan peningkatan pada hidrasi kulit, tidak ada perbedaan yang ditemukan antara tiap lokasi anatomis, termasuk daerah bokong.21

2.2 Dermatitis Popok

2.2.1 Definisi

Dermatitis popok (DP) adalah suatu kelainan kulit yang disebabkan oleh gangguan kulit akibat faktor fisik, kimia, enzimatik, dan mikrobial yang terjadi pada daerah popok, seperti di alat kelamin, dubur, bokong, lipat paha, dan perut bawah.13

(3)

kompleks simptom yang dicetuskan oleh kombinasi berbagai faktor, yang paling sering disebabkan kontak berkepanjangan dengan urin dan feses, dan pada banyak kasus, juga infeksi sekunder oleh bakteri atau Candida albicans. Peningkatan pH juga dapat menyebabkan kerusakan epidermis, selanjutnya menyebabkan iritasi akibat kehilangan fungsi sawarnya. Faktor risiko DP termasuk diare serta penggunaan antibiotik.22,23

Meskipun DP seringnya hanya sebagai gangguan minor, erupsi pada daerah ini tidak hanya berkembang menjadi infeksi sekunder dan ulserasi, tetapi dapat lebih parah dengan penyakit kulit yang mengikuti atau menggambarkan manifestasi penyakit yang lebih serius.16

Dermatitis popok iritan (DPI) merupakan hasil akhir dari keterpajanan yang konstan terhadap lingkungan lokal yang merugikan, terutama keterpajanan terhadap kelembaban dan agen iritan lainnya termasuk feses dan enzim feses.22 2.2.2 Etiologi dan patogenesis

Penyebab utama DP masih belum diketahui, namun kemungkinan dikarenakan interaksi dari banyak faktor, seperti meningkatnya hidrasi, peningkatan pH, enzim feses dan mikroorganisme. 1,22,23

(4)

2.2.2.1 Peningkatan hidrasi kulit/kelembaban

Kulit pada daerah popok berulang kali terpapar air dari keringat, urin, dan feses, serta dari sifat lingkungan popok yang relatif oklusif. Popok yang dipakai bayi dengan cukup ketat untuk menghindari kebocoran mengakibatkan kenaikan kelembaban beberapa derajat pada permukaan kulit sehingga menyebabkan kulit menjadi lembab.9,12,13,24-26 Lingkungan hangat, lembab dibawah popok tersebut membuat kulit sensitif bayi rentan terhadap kerusakan oleh karena friksi, enzim feses dan mikroba. Peningkatan kelembaban meningkatkan koefisien friksi dan membuat kulit menjadi lebih permiabel terhadap enzim dan bahan kimiawi.12 2.2.2.2 Peningkatan pH

Keasaman kulit di daerah yang tertutup secara signifikan lebih tinggi daripada kulit tanpa popok pada neonatus dan bayi yang lebih besar.24,27 Pada uji klinis mengenai pH kulit, kelembaban dan skor ruam kulit dari total 1.601 bayi dalam empat uji klinis ditemukan bahwa kelembaban dan pH kulit secara signifikan lebih tinggi pada kulit dengan popok daripada tanpa popok.12 Bakterial urease yang berasal dari mikroba feses memecah urea pada urin untuk melepas ammonia dan meningkatkan pH kulit yang tertutup.13 pH yang alkali mengganggu lingkungan dari kulit bayi (pH kulit normal 5 – 6) dan pada gilirannya mencetuskan terjadinya DPI.6

2.2.2.3 Enzim feses

(5)

feses menyebabkan iritasi pada kulit daerah perianal pada bayi.30 Efek iritan ini meningkat oleh karena peningkatan pH, juga karena garam empedu. Kombinasi efek garam empedu, enzim feses dan peningkatan pH menyebabkan inflamasi pada kulit dibawah popok yang menyebabkan DP.24

2.2.2.4 Mikroorganisme

Kolonisasi kandida pada daerah perineum merupakan faktor penting yang berkontribusi pada penyebab DP, namun hal ini masih belum pasti apakah kandida merupakan penyebab utama dermatitis atau kejadian sekunder.29 Kolonisasi kandida pada daerah popok meningkat dengan penggunaan antibiotik oral dan sebuah penelitian menunjukkan pada 30% bayi sehat dan 92% bayi dengan DP dijumpai Candida albicans pada kotorannya.29 Mikroba yang berdampak lainnya sebagai penyebab DP adalah Staphylococcus aureus, Peptostreptococcus bacteroides, Virus Herpes Simpleks tipe 1 (HSV 1),

dermatofita dan Cytomegalo virus (CMV).1 Bakteri lainnya yang dapat mencetuskan inflamasi vagina dan jaringan sekitar (vulvovaginitis) termasuk Shigella, Escherichia coli, dan Yersinia enterocolitica.5

2.2.3 Gambaran klinis

(6)

Dua tipe DP yang paling sering adalah dermatitis popok iritan (DPI) dan dermatitis popok kandida (DPK).19 Berikut ini adalah gambaran klinis DP berdasarkan jenisnya.

2.2.3.1 Dermatitis popok iritan (DPI)

Dermatitis popok iritan (DPI) adalah jenis DP yang paling sering dijumpai. Dermatitis ini terjadi pada orang yang menggunakan popok, tanpa memperhatikan usia. Dermatitis popok iritan muncul dengan gambaran makula eritematosa, lembab, dan terkadang plak berskuama pada daerah konveks genitalia dan bokong, diawali pada daerah yang terdekat kontak dengan popok.30 Erosi yang dangkal terkadang muncul pada permukaan yang konveks.22,23 Kelainan ini dapat disebabkan karena kontak dengan enzim proteolitik dari kotoran dan iritan kimiawi, seperti sabun, detergen, dan preparat topikal. Faktor signifikan lainnya dapat juga seperti panas, kelembaban, dan retensi keringat yang berhubungan dengan lingkungan lokal yang diproduksi popok.16

2.2.3.2 Dermatitis popok kandida (DPK)

(7)

2.2.3.3 Miliaria rubra (“Heat Rash”)

Miliaria rubra cenderung terjadi pada daerah dimana komponen plastik dari popok menyebabkan oklusi dari saluran ekrin dari kulit. Pada bayi ditemukan pada daerah popok, leher, dan daerah intertriginosa. Sering terjadi jika pergantian cepat ke cuaca hangat, dan anak berpakaian berlebihan. Muncul dengan gambaran papul merah kecil, papulovesikel dan vesikel yang rapuh.2,23

2.2.3.4 Papul dan nodul pseudoverukosa

Papul dan nodul pseudoverukosa terjadi pada daerah popok dan perianal pasien pada usia berapa saja karena kelembaban yang berkepanjangan. Individu yang menggunakan popok dikarenakan inkontinensia urin kronis cenderung mengalami tipe dermatitis ini. Gambarannya berupa papul dan nodul dengan diameter 2-8 mm, eritematosa, lembab, puncak datar dengan gambaran histologis akantosis reaktif atau dermatitis psoriasiform spongiotik. 2,23

2.2.3.5 Parakeratosis granular infantil

Parakeratosis granular infantil menggambarkan bentuk idiopatik dari retensi keratosis pada bayi pengguna popok. Terdapat dua pola klinis: plak linier bilateral pada lipatan inguinal dan plak geometris eritematosa yang didasari tekanan dari popok. Skuama tebal seperti berlapis - lapis dijumpai pada kedua bentuk, dan merupakan tanda penyakit ini.23

2.2.3.6 Dermatitis Jacquet Erosive

(8)

dan krusta glans penis dan meatus urinarius dapat menyebabkan nyeri dan susah berkemih. Kontak berkepanjangan dengan urin dan feses di.bawah oklusi mencetuskan kondisi ini. Hal ini sudah jarang dijumpai sejak ditemukan popok sekali pakai superabsorben.16,23

2.2.3.7 Granuloma gluteal infantum

Granuloma gluteal infantum merupakan kelainan jinak pada bayi yang ditandai dengan nodul merah keunguan yang berukuran (0,5 – 3,0 cm) pada kulit sela paha, perut bawah, dan paha dalam pada bayi umur 2 sampai 9 bulan. Biasanya pasien sebelumnya mendapat terapi dengan kortikosteroid topikal. Merupakan kondisi yang jarang ditemukan. Muncul pada daerah yang terkena dermatitis popok sebelumnya. Biopsi menunjukkan infiltrat limfosit dermis yang dense, sel plasma, neutrofil, dan eosinofil, tetapi tidak terdapat granuloma.

Muncul sebagai reaksi yang tidak biasa terhadap faktor iritan biasanya.16,23 2.2.3.8 Dermatosis tidak terkait penggunaan popok

Berbagai jenis erupsi meradang dapat terjadi pada daerah popok walaupun jarang. Erupsi yang dapat sembuh sendiri atau secara klinis tidak khas. Kelainan ini dapat berupa dermatitis seboroika, dermatitis atopik, psoriasis, impetigo bulosa, akrodermatitis enteropatika, skabies, hand-foot-and-mouth disease, infeksi herpes simpleks, dan sel histiositosis sel Langerhans. 2,23

2.2.4 Diagnosis

(9)

dan gambaran klinis, terkadang dapat dilakukan pemeriksaan elemen jamur. Pada kasus yang dicurigai herpes, pemeriksaan apusan Tzanck dan/atau kultur spesimen harus dilakukan, terutama pada kasus yang diduga akibat kekerasan.31,32 2.2.5 Penatalaksanaan

Sebagian besar kasus DP sembuh secara spontan. Hanya beberapa yang memerlukan terapi aktif. Kulit yang sehat adalah kulit yang tidak menggunakan popok, tetapi susah untuk dilakukan oleh seluruh kalangan sosial, oleh karena itu dibutuhkan keseimbangan dalam penggunaan popok tersebut.1

Dermatitis popok iritan dan dermatitis popok kandida (atau kombinasi keduanya) mewakili sebagian besar ruam popok. Infeksi yang disebabkan Candida sp. lebih sering menyebabkan komplikasi pada ruam popok jika muncul

lebih dari 3 hari.23

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penatalaksanaan DP adalah sebagai berikut33,

A = Air (udara). Popok harus sesering mungkin dibuka saat bayi tidur untuk mengeringkan kulit

B = Barrier ointments (salep pelindung). Digunakan pasta zink oksida, petrolatum, dan campuran lainnya, preparat pelindung yang bukan obat, yang merupakan dasar terapi.

(10)

menunjukkan gejala kandidiasis. Nystatin oral diindikasikan jika terdapat kandidiasis oral.

D = Diapers (Popok). Popok harus diganti sesering dan sesegera mungkin setelah buang air besar, terutama jika menggunakan popok kain.

E = Education (Edukasi). Edukasi orangtua dan pengasuh.

Berbagai literatur telah memaparkan bagaimana cara penatalaksanaan DPdan pencegahan terjadinya kembali. Berikut ini adalah salah satu langkah pendekatan terapi DP primer.

Gambar 2.1. Tahap pendekatan terapi dermatitis popok primer

*Dikutip dari kepustakaan no. 34,35

Dermatitis popok berkurang apabila kulit daerah popok memiliki lingkungan yang serupa dengan kulit tanpa popok. Semakin jarang bayi menggunakan popok, dermatitis semakin jarang terjadi; namun, kebutuhan untuk menggunakan popok harus diperhitungkan saat memberikan nasihat. Mengajarkan

Terapi Lini Pertama

Meningkatkan frekuensi pergantian popok Menggunakan popok sekali pakai superabsorben Mengoleskan krim pelindung tahan air, misal, zink oksida

Menambahkan minyak mandi pada air mandi Terapi Lini Kedua

Mengoleskan krim hidrokortison 1% Mengoleskan krim anti jamur

Mengoleskan salep mupirosin topikal

Terapi Lini Ketiga

Mengoleskan kombinasi kortikosteroid, anti jamur, dan agen anti bakteri

(11)

anak melakukan toilet training sedini mungkin sangat efektif untuk mengurangi terjadinya dermatitis popok.36

Jika DP telah berkembang; tujuan terapi adalah (1) memperbaiki kerusakan kulit; (2) mengobati penyakit yang mendasari; (3) mencegah terjadinya rekurensi.36

Terapi medikamentosa yang mengurangi inflamasi dapat membantu dalam mengobati DP. Agen yang paling diterima adalah salep hidrokortison 1% tunggal, karena telah terbukti aman dan efektif digunakan di daerah popok, atau dikombinasi dengan agen anti jamur. Kortikosteroid poten harus dihindari. 27,34,35,37,39

Terapi terhadap kandida atau bakteri patogen dapat memperbaiki DP dengan baik. Agen anti-infeksi telah digunakan untuk mengobati DP sebagai monoterapi dan dalam kombinasi dengan kortikosteroid topikal. Salep mikonazol nitrat 0,25% merupakan terapi yang efektif dan aman untuk DP pada bayi.40 Pasta yang mengandung mikonazol nitrat menurunkan interferensi gesekan diantara popok kain dan kulit,sehingga mengurangi mikroba yang terdapat pada kulit yang menggunakan popok.40

2.2.6 Pencegahan

Pencegahan Dermatitis Popok Iritan31:

1. Menggunakan popok sekali pakai super absorben

(12)

3. Untuk mengeliminasi bahan iritan setiap pergantian popok, bersihkan daerah popok dengan air ditambah kapas kain atau dengan baby wipes dengan zat tambahan yang minimal dan menghindari gesekan berlebihan dan detergen 4. Jika cenderung berkembang menjadi DP, oleskan pelindung topikal yang

mengandung bahan kedap air (seperti zink oksida) dan bahan minimal lainnya 5. Berikan waktu tanpa popok setiap harinya dan hindari penggunaan celana

dalam plastik yang mengepas sepanjang daerah popok

2.3 Popok Bayi

Popok adalah produk konsumen yang telah lama digunakan untuk perawatan bayi, sebelum mereka berlatih buang air, untuk alasan kenyamanan dan sosial. Popok kain yang dipakai berulang digunakan secara tradisional sampai tahun 1960, kemudian saat popok sekali pakai diperkenalkan sebagai popok yang memiliki kemampuan untuk menyerap sejumlah besar cairan dan melindungi pakaian dan tempat tidur terlindung dari kotoran. Kapasitas untuk menyerap cairan tergantung dari tipe popok. Popok superabsorben terbaru (PSA) memiliki kemampuan menyerap maksimum. Penggunaannya telah meluas pada orang dewasa yang juga menderita inkontinensia.41

(13)

dari plastik (misalnya vapor permeable), dan (4) popok sekali pakai dengan selulosa dan bahan gel absorben, yang mengandung petrolatum, dan plastik pelindung vapor permeable.42

2.3.1 Popok kain

Meski popok sekali pakai lebih praktis dan tidak repot, tapi, tak sedikit orang tua yang tetap memilih popok kain untuk bayinya dengan alasan dapat dibersihkan ulang dan konon ramah lingkungan.43

Popok kain tidak memiliki kapasitas absorben melainkan harus secepat mungkin diganti setelah berkemih, hal ini dapat mencetuskan terjadinya hiperhidrasi dan maserasi. Juga dibutuhkan perhatian penuh dalam mencuci dan laundry popok kain, pastikan tidak ada lagi detergenyang tertinggal pada popok,

dan popok telah didesinfeksi dengan efektif.44 2.3.2 Popok sekali pakai

Popok sekali pakai telah menjadi barang yang sangat diperlukan didalam daftar keperluan barang keperluan bayi. Terlepas dari memberikan keuntungan dalam hal kenyamanan, popok sekali pakai juga memberikan keuntungan kesehatan lainnya. Sebagai tambahan, selama beberapa dekade, teknologi popok juga semakin maju dengan dikenalkannya bahan super absorben (BSA) dan desain yang lebih baik untuk menjamin terlindung dari kebocoran. Dibandingkan dengan popok kain, popok sekali pakai memberikan keuntungan dalam menurunkan kemungkinan infeksi potensial.40

(14)

klinis buta ganda, ternyata bayi yang menggunakan popok sekali pakai yang breathable lebih jarang mengalami dermatitis popok daripada bayi yang

menggunakan popok sekali pakai yang standard. Sebagai tambahan, telah dilakukan evaluasi retrospektif dari studi klinis sebelum dan sesudah perkenalan popok sekali pakai ini untuk mengkonfirmasi bahwasannya penggunaan materi gel absorben atau materi-materi zink oksida/petrolatum yang dikeluarkan popok dapat melindungi kelembaban kulit. Popok sekali pakai menurunkan kulit yang basah dan menormalkan pH kulit. Koloni kandida berkurang hampir dua per tiga pada daerah yang tertutup popok breathable dibandingkan daerah kontrol.41-43 2.3.3 Kemajuan terbaru dalam teknologi popok

Sekarang ini, tiga tipe popok telah dirancang untuk menurunkan insidensi ruam popok.

1. Popok sekali pakai yang secara berkesinambungan diolesi formulasi petrolatum topikal pada kulit. Hal ini telah dapat menurunkan keparahan ruam popok secara signifikan dibandingkan dengan popok sekali pakai konvensional44

2. Popok sekali pakai breathable telah menunjukkan dapat menurunkan insidensi infeksi kandida sebesar 38-50% dan juga menurunkan pertahanan dua per tiga koloni kandida. Prevalensi ruam popok pada studi ini secara terbalik berkaitan dengan kemampuan bernafas popok.45

(15)

Pada sebuah studi, popok ini telah menunjukkan dapat menurunkan insidensi dari dermatitis popok ringan dan berat sebesar masing – masing 18% dan 39%.46

2.4 Popok dengan Kejadian Dermatitis Popok

Popok digunakan untuk memperoleh kenyamanan, meskipun dapat menyebabkan peningkatan kelembaban kulit, perubahan pH menjadi alkali, mempertahankan enzim feses dan menyebabkan gesekan pada kulit bayi, sehingga membuat lingkungan yang kondusif untuk berkembangnya DP.41,47

Popok sekali pakai, meskipun nyaman untuk digunakan, tidak menurunkan insidensi dari DP, meskipun sekarang terdapat popok sekali pakai super absorben yang memberikan emolien ke permukaan kulit, popok breathable dan popok dengan membran water impermeable dan vapor permeable telah dirancang.41-43

(16)

2.5 Derajat Keparahan Dermatitis Popok

Penilaian keparahan dermatitis popok dapat dilakukan secara klinis menggunakan skala yang ditetapkan oleh Global Clinical Impression untuk keparahan DP, seperti pada Tabel 2.1.48 Dimana keparahan dinilai berdasarkan ruam eritematosa, skuama, papul, pustul, edema, erosi maupun ulserasi dan disesuaikan berdasarkan luas lokasi yang terkena.48

Bentuk DP yang parah mengindikasikan kondisi yang mendasarinya serius, seperti defisiensi nutrisi, sindroma malabsorpsi intestinal, abnormalitas kongenital saluran kemih dan gastrointestinal, atau reaksi toksik.48

Tabel 2.1. Skala Derajat Keparahan Dermatitis Popok48

Nilai Derajat Keparahan

0 Tidak ada Tidak ditemukan ruam

0,5 Sangat

Ringan

Pucat sampai merah muda pada area yang sangat kecil (<2%); dapat dijumpai papul tunggal dan/atau sedikit kering

1,0 Ringan Pucat sampai merah muda pada area yang kecil (2%-10%)

atau kemerahan pada area yang sangat kecil (<2%) dan/atau papul yang menyebar dan/atau sedikit kering/berskuama

1,5 Ringan/Seda

ng

Pucat sampai merah muda pada area yang lebih besar (10%) atau kemerahan pada area yang kecil (2%-10%) atau kemerahan yang sangat intens pada daerah yang sangat kecil (<2%) dan/atau papul yang menyebar (<10%) dan/atau kekeringan/skuama sedang

2,0 Sedang Kemerahan pada area yang sangat besar (10%-50%) atau

kemerahan yang sangat intens pada area yang sangat kecil (<2%) dan/atau daerah dengan papul tunggal sampai beberapa papul (10%-50%) dengan lima atau lebih pustul, dapat terjadi deskuamasi dan/atau edema sedang

2,5 Sedang/

Berat

Kemerahan pada daerah yang sangat besar (>50%) atau kemerahan yang sangat intens pada area yang kecil (2%-10%) tanpa edema dan/atau area yang lebih besar (>50%) pada papul dan/atau pustul multipel; dapat terjadi deskuamasi sedang dan/atau edema

3,0 Berat Kemerahan yang sangat intens pada daerah yang lebih besar

(17)

2.6 pH dan Kulit

pH merupakan perhitungan keasaman dari sebuah larutan. Air murni dikatakan pH nya netral, dengan pH 7.0 pada suhu 25 °C. Larutan dengan pH kurang dari 7 dikatakan lebih asam dan larutan dengan pH lebih besar dari 7 dikatakan basa.49

Kulit normal memiliki pH yang asam, dan dilaporkan berkisar 4,5 sampai 6,0. Pada saat lahir, pH kulit dari bayi yang lahir cukup bulan adalah diatas 6,0 dan dilaporkan akan menjadi normal kembali beberapa hari setelah lahir. Diantara faktor lainnya, peningkatan pH ini masih menggambarkan pengaruh dari vernix caseosa (pH 7,4) dan cairan amnion (pH 7,15)50-52.

Perkembangan pH kulit pada postnatal ditentukan oleh komponen eksogen seperti asam laktat, keringat ekrin, dan asam lemak bebas yang dihasilkan dari kelenjar lipid sebaseus. pH kulit juga sebagian besar ditentukan melalui jalur metabolik seperti generasi asam lemak bebas dari fosfolipid melalui aktivitas enzim phospholipases A2, urocanic acid melalui degradasi enzimatik dari histidin, pyrrolidone, asam karboksilat, dan isoform 1 Na+/H+. Produk yang berkaitan dengan proses deskuamasi stratum korneum, seperti pemecahan produk menjadi filagrin dan keratohyalin, dilaporkan memiliki kontribusi terhadap pH kulit. pH permukaan kulit terluar tidak representatif sebagai nilai pH disepanjang stratum korneum. 50-52

(18)

kemudian menyerang protein korneosit dari stratum korneum, yang menyebabkan kerusakan fungsi sawar. Kulit yang terhidrasi cenderung lebih mudah rusak secara mekanis dan bergesekan dengan kulit, meningkatkan koefisien friksi dan dapat mempermudah agen iritan dan mikroorganisme untuk mempenetrasi stratum korneum. Kontrol kelembaban dan pH kulit sangat penting untuk menjaga kesehatan kulit pada daerah popok.50-52

2.6.1 Faktor yang mempengaruhi pH kulit

Terdapat sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi pH kulit, termasuk faktor endogen dan eksogen (Tabel 2.2).14

Tabel 2.2. Faktor yang mempengaruhi pH kulit (dikutip dari Yosipovitch et al. 1996)14

Faktor Endogen Faktor Eksogen

Usia Lokasi anatomis Predisposisi genetik

Perbedaan etnis Sebum Kelembaban kulit

Keringat

Kosmetik, sabun Occlusive dressing

(19)

2.7 Kerangka Teori

Gambar 2.2. Kerangka teori dermatitis popok Bayi/Batita - Peningkatan koefisien friksi

- Penetrasi iritan ke stratum korneum >>

(20)

2.8 Kerangka Konsep

Gambar 2.3. Kerangka konsep penelitian Nilai pH kulit

daerah popok

Gambar

Gambar 2.1. Tahap pendekatan terapi dermatitis popok primer
Tabel 2.1.  Skala Derajat Keparahan Dermatitis Popok48
Tabel 2.2.  Faktor yang mempengaruhi pH kulit (dikutip dari Yosipovitch et al. 1996)14
Gambar 2.2. Kerangka teori dermatitis popok

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud mengetahui perbedaan hasil belajar matematika antara yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan STAD pada siswa

Dari hasil observasi sementara di lapangan yang peneliti lakukan pada mahasiswa strata satu (S1) di Universitas Negeri Makassar, menunjukkan bahwa peran IJABI

dengan model Double Seasonal ARIMA dalam memodelkan pemakaian listrik di Pulau Batam, dilihat dari nilai AIC, MSE dan MAPE.. (1983), “The Estimation and

[r]

Aplikasi Lintasan Peluru ini diharapkan dapat menjadi mediator siswa SLTA dengan komputer, sehingga terjadi suatu interaksi yang dapat menarik siswa untuk mengenal komputer

Karena itu dalam penulisan ini berisi informasi nilai ahir siswa khususnya siswa kelas 2 yang akan naik ke kelas 3 yang dapat dilihat dengan melihat melalui nama siswa, melihat

[r]

Keluaran dari rangkaian ini akan diproses melalui mikrokontroler ATMega2560, sehingga dapat menampilkan hasil data setiap pasien yang di monitoring pada user interface