• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Budaya Organisasi Dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Budaya Organisasi Dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2015"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budaya Organisasi

2.1.1. Pengertian Budaya Organisasi

Penggunaan istilah budaya organisasi dengan mengacu pada budaya yang berlaku dalam perusahaan, karena pada umumnya perusahaan itu dalam bentuk organisasi, yaitu kerja sama antara beberapa orang yang membentuk kelompok satuan kerja sama tersendiri.

Cartwright (1999) dalam Wibowo (2010) menyatakan bahwa budaya adalah penentu yang kuat dari keyakinan, sikap dan prilaku orang, dan pengaruhnya dapat di ukur melalui bagaimana orang termotivasi untuk merespon pada lingkungan budaya mereka. Atas dasar itu, Cartwright mendefinisikan budaya sebagai sebuah kumpulan orang yang terorganisasi yang berbagi tujuan, keyakinan dan nilai-nilai yang sama dan dapat di ukur dalam bentuk pengaruhnya pada motivasi.

(2)

Kinicki (2001) dalam Sutrisno (2007) budaya organisasi adalah nilai-nilai dan keyakinan bersama yang mendasari indentitas perusahaan. Definisi Kreitner dan Kinicki ini menunjukan tiga karakteristik penting budaya organisasi yaitu: (1) Budaya organisasi di teruskan kepada pekerja baru melalui proses sosialisasi, (2) budaya organisasi memengaruhi prilaku kita di pekerjaan, dan (3) budaya organisasi bekerja pada dua tingkatan yang berbeda.

Berdasarkan uraian diatas, meskipun konsep budaya organisasi memunculkan perspektif yang beragam, terdapat kesepakatan di antara para ahli dalam hal mendefinisikan budaya organisasi. Bahwa budaya organisasi berkaitan dengan sistem makna bersama yang diyakini oleh anggota organisasi. Budaya organisasi itu sendiri membedakan dengan organisasi lain dan menjadi identitas dari suatu organisasi.

2.1.2. Tipe Budaya Organisasi

Sesuai dengan pemahaman sebelumnya, budaya organisasi merupakan fisolofi dasar organisasi yang memuat keyakinan, norma-norma dan nilai-nilai bersama yang menjadi karakteristik inti tentang bagaimana cara melakukan sesuatu dalam organisasi.

Cartwright(1999) dalam Sutrisno (2007) menyatakan ada empat tipologi budaya yang dapat pula di pandang sebagai siklus hidup budaya yaitu sebagai berikut:

1. The monoculture

(3)

2. The superordinate culture

Terdiri dari subkultur terkoordinasi, masing-masing dengan keyakinan dan nilai-nilai,gagasan dan sudut pandang sendiri, tetapi semua bekerja dalam satu organisasi dan semua termotivasi mencapai sasaran organisasi.

3. The divisive culture

The divisive culture bersifat memecah belah. Dalam budaya ini sub-kultur dalam organisasi secara individual mempunyai agenda dan tujuan sendiri. Dalam model ini organisasi di tarik ke arah yang berbeda.tidak ada pemisahan konflik antara “kita dan mereka” tidak terdapat arah yang jelas dan kekurangan

kepemimpinan. 4. The disjunctive culture

Budaya ini ditandai oleh seringnya pemecahan organisasi secara eksplosif atau bahkan menjadi unit budaya individual.

2.1.3. Karakteristik Budaya Organisasi

(4)

Robbins (2003) juga mengemukakan adanya enam karakteristik budaya organisasi yaitu :

1. Innovation and risk taking(inovasi dan pengambilan resiko), suatu tingkatan di mana pekerja didorong untuk menjadi inovatif dan risiko. 2. Attention to detail (perhatian pada hal detail), di mana pekerja diharapkan

menunjukan ketepatan, analisis, dan perhatian pada hal detail.

3. Outcome orientation(orientasi pada hal detail), di mana manajemen memfokus pada hasil atau manfaat dari pada sekedar pada teknik dan proses yang dipergunakan untuk mendapatkan manfaat tersebut.

4. People orientation (orientasi pada orang ), di mana keputusan manajemen mempertimbangkan pengaruh manfaatnya pada orang dalam organisasi. 5. Team orientasi (orientasi pada tim) di mana aktivitas kerja di organisasi

berdasarkan tim dari pada individual.

6. Agresivitas, di mana orang cendrung lebih agresif dan kompetitif dari pada easygoing.

(5)

Gambar: 2.1. Denison Organizational Culture Model 1. Keterlibatan (involvement)

(6)

1. Pemberdayaan (empowerment) Individu memiliki wewenang, inisiatif dan kemampuan untuk mengelola pekerjaan mereka sendiri. Hal ini menciptakan rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap organisasi. 2. Orientasi tim (team orientation) Nilai ditempatkan pada bekerja secara

kooperatif menuju tujuan bersama bagi seluruh karyawan dan saling akuntabel. Organisasi bergantung pada usaha tim untuk mendapatkan pekerjaan yang dilakukan.

3. Pengembangan kemampuan (capability development) Organisasi terus-menerus berinvestasi dalam pengembangan keterampilan karyawan agar tetap kompetitif terus-menerus sesuai kebutuhan bisnis.

2. Penyesuaian (Adaptability)

Penyesuaian merupakan kebutuhan organisasi dalam melaksanakan kegiatan dalam lingkungan organisasi tersebut, dimana organisasi memegang nilai dan kepercayaan yang mendukung kapabilitas dalam menerima, menginterpretasikan dan menterjemahkan tanda-tanda dari lingkungan kedalam perubahan prilaku internal dari organisasi.

Dalam model ini, diukur dengan tiga indeks :

(7)

2. Fokus pada pelanggan (costumer focus) Organisasi memahami dan bereaksi terhadap pelanggan dan mengantisipasi kebutuhan masa depan mereka. hal ini mencerminkan sejauh mana organisasi tersebut didorong oleh kekhawatiran untuk memuaskan pelanggan mereka. 3. Belajar organisasi (organizational learning)Organisasi menerima,

menerjemahkan, dan menafsirkan sinyal dari lingkungan menjadi peluang untuk mendorong inovasi,memperoleh pengetahuan, dan mengembangkan kemampuan.

3. Misi (mission)

Misi adalah arahan pada pada pencapaian tujuan jangka panjang yang bermakna pada organisasi (meaningfull long term). Misi menjelaskan tujuan dan arti yang diterjemahkan dalam tujuan ekternal organisasi. Organisasi yang sukses juga memiliki tujuan yang jelas dan arah yang mendefinisikan tujuan organisasi dan tujuan strategis dan mengungkapkan visi tentang apa organisasi akan terlihat seperti di masa depan. Sebuah misi memberikan tujuan dan arti dengan mendefinisikan peran sosial dan tujuan eksternal bagi organisasi. Rasa misi memungkinkan organisasi untuk membentuk perilaku saat ini dengan membayangkan masa depan yang diinginkan organisasi. Dalam model ini, sifat ini diukur dengan tiga indeks:

(8)

2. Tujuan dan sasaran (goals and objectives) Satu kesatuan yang jelas dari tujuan dan sasaran dapat dihubungkan dengan misi, visi dan strategi, dan memberikan arah yang jelas dalam pekerjaan mereka kepada semua orang.

3. Visi (vision) Organisasi memiliki pandangan bersama tentang masa depan yang diinginkan. hal ini mewujudkan nilai-nilai inti dan menangkap hati dan pikiran anggota organisasi, sambil memberikan bimbingan dan arahan pada mereka.

4. Konsistensi (consistency)

(9)

1. Nilai inti (core values) Anggota organisasi berbagi satu set nilai-nilai yang menciptakan rasa identitas dan satu set harapan yang jelas.

2. Perjanjian (aggrement) Anggota organisasi mampu mencapai kesepakatan tentang isu-isu penting. Ini mencakup baik tingkat yang mendasari kesepakatan dan kemampuan untuk mendamaikan perbedaan ketika mereka terjadi.

3. Koordinasi dan integrasi (coordination and intergration) Fungsi dan unit organisasi yang berbeda dapat bekerja sama dengan baik untuk mencapai tujuan bersama. Batas-batas organisasi tidak mengganggu mendapatkan pekerjaan yang dilakukan.

2.1.4. Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Robbins (2001) dari sisi fungsi, budaya organisasi mempunyai beberapa fungsi :

1. Budaya mempunyai suatu peran yang berbeda. Hal itu berarti bahwa budaya kerja menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain.

2. Budaya organisasi membawa suatu rasa indentitas bagi anggota-anggota organisasi.

3. Budaya organisasi mempermudah timbul pertumbuhan komitmen pada suatu yang lebih luas dari pada kepentingan diri individual.

(10)

Menurut Jerald Greenberg (2003) dalam Wibowo (2010) peranan budaya organisasi adalah

1. budaya memberikan rasa indentitas

2. budaya membangkitkan komitmen pada misi organisasi 3. budaya memperjelas dan memperkuat standar prilaku.

2.2. Kinerja Perawat

2.2.1. Pengertian Kinerja Perawat

Menurut Wibowo (2010) kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Dan kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam menjalankan tugas organisasi, baik itu dalam lembaga pemerintahan maupun swasta. Kinerja dalam Bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Prestasi kerja (performance) diartikan sebagai suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas maupun mutunya.

Miner (1988) mengatakan bahwa “Kinerja adalah tingkat keberhasilan seorang karyawan di dalam melaksanakan pekerjaan” Kinerja perawat adalah

(11)

tugas, dan tanggung jawabnya dalam 10 rangka pencapaian tujuan tugas pokok profesi dan terwujudnya tujuan dan sasaran unit organisasi.

Perawat ingin diukur kinerjanya berdasarkan standar objektif yang terbuka dan dapat dikomunikasikan. Jika perawat diperhatikan dan dihargai sampai penghargaan superior, mereka akan lebih terpacu untuk mencapai prestasi pada tingkat lebih tinggi (Wafafa, 2014).

2.2.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja

Menurut Miner (1988) mengemukakan secara umum dapat dinyatakan 4 aspek dari kinerja yaitu sebagai berikut:

1. Kualitas yang dihasilkan menerangkan tentang jumlah kesalahan,waktu,dan ketepatan dalam melakukan tugas.

2. Kuantitas yang dihasilkan,berkenaan dengan beberapa jumlah jasa yang di hasilkan

3. Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen,keterlambatan,serta masa kerja yang telah dijalani individu pegawai.

4. Kerja sama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau menghambat usaha dari teman sekerjanya.

Dengan keempat aspek kinerja diatas dapat dikatakan bahwa individu mempunyai kinerja yang baik bila dia berhasil memenuhi ke empat aspek tersebut sesuaidengan target atau rencana yang telah di tetapkan organisasi.

(12)

a. Faktor individu: kemampuan keterampilan (mental dan fisik), latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang (asal usul dan jenis kelamin).

b. Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system).

2.2.3. Penilaian Kinerja Perawat

Menurut Kurniadi (2012) penilaian prestasi kerja merupakan suatu pemikiran sistematis atas individu karyawan mengenai prestasinya dalam pekerjaannya dan potensinya untuk pengembangan proses penilaian kerja meliputi:

1. Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh staf keperawatan. Rumusan tersebut telah disepakati oleh atasannya sehingga langkah perumusan tersebut dapat memberikan kontribusi berupa hasil. 2. Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai oleh

karyawan untuk kurun waktu tertentu dengan penempatan standar prestasi dan tolak ukur yang telah ditetapkan. Melakukan monitoring, koreksi, dan memberikan kesempatan serta bantuan yang diperlukan oleh stafnya.

3. Menilai prestasi kerja staf dengan cara membandingkan prestasi yang dicapai dengan standar atau tolok ukur yang telah ditetapkan.

(13)

cara-cara untuk memperbaiki kelemahan yang telah diketahui untuk meningkatkan prestasi pada periode berikutnya.

Menurut Novilini (2012) penilaian kinerja perawat merupakan mengevaluasi kinerja perawat sesuai dengan standar praktik professional dan peraturan yangberlaku. Penilaian kinerja perawat merupakan suatu cara untuk menjamin tercapainya standar praktekkeperawatan.Proses penilaian kinerja dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. mereview standar kerja 2. melakukan analisis jabatan

3. mengembangkan instrument penilaian 4. memilih penilai, melatih penilai 5. mengukur kinerja

6. membandingkan kinerja aktual dengan standar, 7. mengkaji hasil penilaian,

8. memberikan hasil penilaian,

9. mengaitkan imbalan dengan kinerja

10.membuat rencana–rencana pengembangan dengan menyepakati sasaran – sasaran dan standar–standar kinerja masa depan.

(14)

1. pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada.

2. diagnosis keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang actual atau potensial. Diagnosis keperawatan ini dapat memberikan dasar pemilihan intervensi untuk menjadi tanggung jawab perawat.

3. Tahap perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien. Dalam menentukan tahap perencanaan bagi perawat diperlukan berbagai pengetahuan dan keterampilan diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan klien, nilai dan kepercayaan klien, batasan praktek keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan serta memilih dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan, menulis instruksi keperawatan serta kemampuan dalam melaksanakan kerja sama dengan tingkat kesehatan lain.

(15)

dan perlindungan pada klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahan tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.

5. Evaluasi: Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.

2.3. Peningkatan Kinerja Melalui Pengembangan Organisasi

Menurut Sutrisno (2007) mengemukakan nilai-nilai dan keyakinan dasar para pendiri melahirkan sejumlah kebijakan dan praktik menajemen yang disebarkan kepada karyawannya secara lisan dan tertulis,ataupun melalui prilaku mereka. Perusahaan yang mengkombonasikan nilai dan keyakinan,kebijakan dan praktik manajemen serta hubungan antara keduanya akan menunjukan keberhasilan yang terlihat dari budaya organisasi yang memiliki sifat keterlibatan,konsistensi adaptabilitas dan penghayatan misi.

(16)

Perusahaan dengan sifat adaptabilitas memiliki kemampuan untuk tanggap akan lingkungan eksternal, pelanggan eksternal dan pelanggan internal dengan cara menerjemahkan permintaan lingkungan bisnis menjadi tindakan agar perusahaan bertahan,bertumbuh dan berkembang.

2.4. Peran dan Fungsi Perawat 2.4.1. Pengertian Perawat

Perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injury, dan proses penuaan (Harlley, 1997 dalam Hariati 2014).

Menurut Kusnanto (2003) dalam Efendi (2008), perawat adalah seseorang (seorang profesional) yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan.

Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya (Kemenkes, 2013).

(17)

jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien.

2.4.2. Peran Perawat

Peran merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, di mana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu (Kozier, 1995 dalam Sutrisno, 2007).

Doheny dkk(1982)mengidentifikasikan beberapa elemen peran perawat profesional sebagai berikut:

1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver). Perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien, menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi: melakukan pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan informasi yang benar, menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil analisis data, merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang muncul dan membuat langkah/cara pemecahan masalah, melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ada dan melakukan evaluasi berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. 2. Sebagai pembela untuk melindungi klien (client advocate). Perawat berfungsi

(18)

semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun profesional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai narasumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai advokat (pembela klien) perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan.

3. Sebagai pemberi bimbingan/konseling klien (counselor). Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat-sakitnya. Adanya pola interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya. Memberikan bimbingan kepada klien, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas. Konseling diberikan kepada individu dan keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu, pemecahan masalah difokuskan pada masalah keperawatan, mengubah perilaku hidup kearah perilaku hidup sehat.

(19)

5. Sebagai kolaborator (collaborator) perawat bekerjasama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna memenuhi kebutuhan kesehatan klien.

6. Sebagai koordinator (coordinator) perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada, baik materi maupun kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih. Dalam menjalankan peran sebagai koordinator, perawat dapat melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) mengkoordinasi seluruh pelayanan keperawatan, 2) mengatur tenaga keperawatan yang akan bertugas, 3) mengembangkan sistem pelayanan keperawatan, dan 4) memberikan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan pelayanan keperawatan pada sarana kesehatan.

7. Sebagai pembaharu (change agent) perawat menggadakan invasi dalam cara berfikir, bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan klien/keluarga agar menjadi sehat. Elemen ini mencakup perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dalam berhubungan dengan klien dan cara memberikan perawatan kepada klien.

(20)

2.4.3. Fungsi Perawat

Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsinya. Menurut Kozier (1991) dalam Sutrisno (2007), ada tiga fungsi perawat yaitu:

1. Fungsi independent, merupan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

2. Fungsi dependen, merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagian tindakan pelimpahan tugas yang di berikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.

(21)

2.4.4. Tugas Perawat

Tugas perawat dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tahapan dalam proses keperawatan. Tugas perawat ini disepakati dalam lokakarya PPNI tahun 1983 yang berdasarkan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan adalah:

1. Mengumpulkan data.

2. Menganalisis dan mengintrepetasi data.

3. Mengembangkan rencana tindakan keperawatan.

4. Menggunakan dan menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu prilaku sosial budaya, ilmu biomedik dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia.

5. Menentukan kriteria yang dapat diukur dalam menilai rencana keperawatan. 6. Menilai tingkat pencapaian tujuan.

7. Mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diperlukan. 8. Mengevaluasi data permasalahan keperawatan.

9. Mencatat data dalam proses keperawatan.

10. Menggunakan catatan klien untuk memonitor kualitas asuhan keperawatan. 11. Mengidentifikasi masalah-masalah penelitian dalam bidang keperawatan. 12. Membuat usulan rencana penelitian keperawatan.

(22)

Kinerja merupakan pencapaian yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan. Bernardin dan Russel (2000) mengajukan enam kinerja primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja yaitu Quality,Quantity, Timeliness,Cost effectiveness,Need for supervision, dan Interpersonal impact.

2.5. Rumah Sakit

2.5.1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,rawat jalan, dan gawat darurat (Kemenkes,2014).

Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit (Kemenkes,2014).

Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,golongan umur,organ,jenis penyakit atau kekhususan lainnya (Kemenkes,2014).

(23)

Berbagai kelompok profesi ini akan menghasilkan perilaku individu dan perilaku kelompok yang pada akhirnya menghasilkan perilaku organisasional dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Lumbanraja, 2006).

2.5.2. Peran Budaya Organisasi terhadap Rumah Sakit

Rumah sakit dihadapkan pada upaya mampu melakukan pengelolaan terhadap sumber daya manusia yang ada karena sumber daya ini semakin besar peranannya bagi kesuksesan organisasi dan merupakan pelaku dari semua kegiatan dan aktivitas yang nyata. (Muluk, 1999 dalam Marlina 2014).

Berdasarkan konteks tersebut, pemahaman atas budaya organisasi merupakan sarana terbaik bagi rumah sakit untuk memahami sumber daya manusia dalam rumah sakit karena budaya organisasi merupakan nilai, kepercayaan, norma institusional serta sikap-sikap individual yang menjadi pola dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan dalam proses memecahkan masalah dan mengambil keputusan ketika beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan mengelola integrasi internal organisasi oleh anggota organisasi itu sendiri. Budaya organisasi merupakan ketentuan aturan dan norma yang tidak tertulis yang menjadi standar perilaku yang dapat diterima dengan baik oleh anggota organisasi (Schein, 1992 dalam Sunarto, 2004).

2.6. Landasan Teori

(24)

merupakan fakor penting dalam menentukan keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Semakin kuat suatu budaya, semakin besar pengaruhnya terhadap perilaku dan kinerja seorang pegawai. Budaya organisasi dalam penelitian ini berdasarkan teori Robbins (2003) Suatu perusahaan yang mengombinasikan nilai dan keyakinan, kebijakan dan praktik manajemen serta hubungan antara keduanya akan menunjukan keberhasilan yang terlihat dari budaya organisasi yang memiliki sifat keterlibatan, konsistensi, penyesuain dan misi.

Nursalam dan Efendi (2012) Kinerja perawat dalam penelitian ini berdasarkan standar pelayanan keperawatan. mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk menilaipelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien. Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan yang meliputi: (1) Pengkajian; (2) Diagnosa keperawatan; (3) Perencanaan; (4) Implementasi; (5) Evaluasi.

1. Pengkajian keperawatanperawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi:

1. Pengumpulan data yang di lakukan dengan cara anamnesa, observasi pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang.

(25)

3. Data yang dikumpulkan, di fokuskan untuk mengidentifikasi:

2. Diagnosa keperawatan perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Adapun kriteria proses:

1. Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identikasi masalah klien, dan perumusan diagnose keperawatan.

2. Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah, Penyebab, dan tanda atau gejala, atau terdiri dari masalah dan penyebab

3. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru.

3. Perencanaan keperawatan membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya meliputi:

1. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan.

2. Bekerjasamadengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan. 3. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan

klien.

4. Mendokumentasi rencana keperawatan.

(26)

3. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien. 5. Standar Lima: Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria prosesnya:

1. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif tepat waktu dan terus menerus.

2. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukut perkembangan ke arah pencapaian tujuan.

3. Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat.

4. Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan.

5. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

2.7. Kerangka Konsep

Berdasarkan beberapa kajian teori dan hasil penelitian, maka kerangka konsep penelitian yang disusun adalah sebagai berikut :

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Budaya Organisasi

- Keterlibatan - Konsistensi - penyesuaian - Misi

Gambar

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Didasarkan pada saluran pemasaran yang dilalui, jumlah anggur yang dipasarkan, jumlah lembaga pemasaran yang turut berperan aktif dalam pemasaran, jarak petani ke konsumen,

Data yang penulis gunakan untuk mengukur PDRB yakni berasal dari beberapa sektor. sesuai dengan perhitungan PDRB berdasarkan

Ethnic Mandailing mostly inhabit the area of Mandailing, while Malays Coastal and Minangkabau inhabit the West Coast, there are four variations of dialect in the language

Warna dapat berperan dalam mendukung kondisi interior kelas yang menunjang program kegiatan belajar sesuai kebutuhan anak agar perkembangan mereka dapat optimal.. Kata kunci :

As the result of this research variation of kinship terms and why do variations of kinship term occur, there are 5 clusters and there are 46 kinship terms: 4 kinship terms related

As the result of this research variation of kinship terms and why do variations of kinship term occur, there are 5 clusters and there are 46 kinship terms: 4 kinship terms related

Ketiga, bahwa tingkat pendidikan jemaat GSJA Victorious Worship Family Makassar sangat berpengaruh terhadap sikap memberi persepuluhan kepada Tuhan, di mana apabila terjadi

Konstruksi ketinggian tempat duduk dibuat dengan kemiringan >20 ° untuk memberikan garis pandang yang baik dan dapat menampung pantulan bunyi langsung dari lantai panggung