• Tidak ada hasil yang ditemukan

MONITORING IMPLEMENTASI MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI INSTALASIBINATU PADA RUMAH SAKIT UMUMHAJI MEDAN TAHUN 2015 TESIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MONITORING IMPLEMENTASI MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI INSTALASIBINATU PADA RUMAH SAKIT UMUMHAJI MEDAN TAHUN 2015 TESIS."

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

MONITORING IMPLEMENTASI MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI INSTALASIBINATU

PADA RUMAH SAKIT UMUMHAJI MEDAN TAHUN 2015

TESIS

Oleh

IRMA YENI 137032183/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(2)

MONITORING THE IMPLEMENTATION OF K3 MANAGEMENT IN THE LAUNDRY DEPARTMENT OF HAJI HOSPITAL,

MEDAN, IN 2015

THESIS

By

IRMA YENI 137032183/IKM

MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(3)

MONITORING IMPLEMENTASI MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI INSTALASI BINATU

PADA RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN TAHUN 2015

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

IRMA YENI 137032183/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(4)

Judul Tesis : MONITORING IMPLEMENTASI MANAJEMEN KESELAMATAN DAN

KESEHATAN KERJA (K3) DI INSTALASI BINATU PADA RUMAH SAKIT UMUM HAJIMEDAN TAHUN 2015

Nama Mahasiswa : Irma Yeni Nomor Induk Mahasiswa : 137032183

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes) (dr. Heldy BZ, M.P.H Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr.Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 13 Agustus2015

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 13 Agustus 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes Anggota : dr. Heldy BZ, M.P.H

Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S

(6)

PERNYATAAN

MONITORING IMPLEMENTASI MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI INSTALASI BINATU

PADA RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN TAHUN 2015

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2015

Irma Yeni 137032183/IKM

(7)

ABSTRAK

Rumah sakit apabila tidak dikelola dengan baik dapat menjadi sumber bahaya keselamatan dan kesehatan bagi petugas kesehatan rumah sakit terutama diinstalasi binatu.Binatu adalah salah satu bagian dari rumah sakit yang berfungsi menangani linen kotor yang dihasilkan rumah sakit. Dengan demikian dilakukan tindakan yang bertanggung jawab dan benar guna menciptakan kesehatan jasmani, rohani dan kesejahteraan sosial bagi petugas, pengunjung dan masyarakat sekitar rumah sakit.

Penelitian ini bertujuan untuk monitoring implementasi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) diinstalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji Medan.Jenis penelitian ini adalah kualitatif interaktifdengan menggunakan tehnik purposive sampling untuk menentukan sumber informasi sehingga ditentukan 11 sumber informasi yaitu Kabid Penunjang Medis, Kepala Instalasi Binatu dan 9 orang petugas binatu. Untuk mendapatkan data yang benar – benar absah digunakan triangulasi data dengan menggunakan triangulasi sumber yaitu dengan membandingkan hasil observasi dalam kegiatan diinstalasi binatu dengan hasil wawancara oleh sumber informasi, serta triangulasi metode yaitu dengan melakukan observasi dan wawancara kepada sumber informasi, juga melakukan penelusuran dokumen terkait diinstalasi binatu.

Hasil penelitian yaitu tata laksana diinstalasi binatu belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Alur kegiatan diinstalasi binatu belum berjalan secara optimalkarena beberapa petugas mengabaikan prosedur pencucian linen.SOPyang diinstalasi binatu belum dilakukan secara optimal karena ditemukan beberapa petugas yang mengabaikan SOP pencucian linen. Rumah Sakit belum maksimal dalam menyediakan APDbaik dari segi jumlah maupun penyediaan diruang instalasi binatu. Monitoring yang dilakukan belum secara optimal karena hanya dilakukan monitoring oleh atasan tanpa melakukan pencatatan dan pelaporan K3.

Hasil penelitian tersebut disarankan kepada pihak Rumah Sakit Umum Haji Medanagar memberi sosialisasi tentang tata laksana, alur kegiatan pencucian linen, meningkatkan pengawasan terhadap pekerja agar mau bekerja berdasarkan SOP dan melengkapi APD sertasosialisasi tentang monitoring yang dilakukan dengan pencatatan dan pelaporan K3 kepada pihak Rumah Sakit.

Kata Kunci : Monitoring, Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Binatu

(8)

ABSTRACT

If all the facilities and equipment of a hospital are not managed properly, they can become potential danger for the safety and health of hospital health care providers. Therefore, hospital health care providers become the priority in the K3 (Job Safety and Health) program in order to protect them and to improve the health care performance at a hospital. Binatu is a part of a hospital which functions to handle dirty linen from the hospital. Responsible and correct action should be taken in order to establish physical and mental health and social welfare for the personnel, the patients, the visitors, and the people in the vicinity of the hospital.

The objective of the research was to monitor the implementation of K3 management in the binatu department of Haji Hospital, Medan. The research used qualitative interactive method. The samples were 11 respondents, taken by using purposive sampling technique. The data were analyzed by using 1) data reduction, 2) data display, 3) conclusion drawing and verifying. Data triangulation, which consisted of source triangulation and method triangulation, was used to obtain valid data by conducting interviews, observation, and documentary study.

The result of the research showed that monitoring on binatu department was not conducted optimally because of the lack of socialization toward the binatu employees. The management was not in line with the standard stipulated in the Decree of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No.

1204/MENKES/SK/X/2004. The linear of activities in the binatu department was not done optimally because the employees ignored the procedure of linen washing, and SOP (operational standard) was not optimal because the employees did not care of the SOP of linen washing. The hospital management did not maximally provide APD (personal protective device); it only consisted of maskers, gloves, and boots which came from the medical room since the binatu department did not provide them.

It is recommended that the management of Haji Hospital, Medan, socialize monitoring, management, and the linear of binatu activities to binatu employees, increase supervision on the employees in order that they work based on SOP, and equip the binatu department.

Keywords: Monitoring, Management of Job Health and Safety, Laundry

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala Rahmat dan KaruniaNya serta Salawat dan salam kepada Junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW sehingga penulis telah dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul“Monitoring Implementasi Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Di Instalasi Binatu pada Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan yang baik ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat :

1. Prof. Subhilhar, Ph.D selaku Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes dan dr. Heldy BZ, M.P.H selaku pembimbing tesis dari awal sampai selesainya penulisan tesis ini.

(10)

5. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes dan Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S selaku penguji tesis yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. dr. Diah Retno W. Ningtyas,selaku Direktur Rumah Sakit Umum Haji Medandan dr. Yulinda Elvi Nasution M.Kes selaku Kepala Bagian Pendidikan dan Penelitian beserta seluruh jajaran yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Selanjutnya terima kasih juga kepada para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

8. Kepada Orang Tua Saya Ayahanda (Muhammad Yahya) dan Ibunda (Zarni.Z) dan saudaraku Liana, SST. M.Kes, Ervina dan Deri Kurniawan, S.E yang banyak memberi dukungan dan senantiasa mendo’akan penulis selama ini.

9. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman kelas ARS-B Angkatan 2013/ 2014 Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang selama ini selalu saling memberi semangat,menjaga keharmonisan, kekompakan demi kelancaran perkuliahan sampai tugas akhir selesai dan memberi dukungan kepada penulis agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

(11)

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian lanjutan.

Medan, September 2015 Penulis

Irma Yeni

137032183/ IKM

(12)

RIWAYAT HIDUP

Irma Yeni lahir pada tanggal 10 Maret 1989 di Securai, Pangkalan Berandan.

Merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara pasangan Bapak M. Yahya. dan Ibu Zarni. Z S.Pd.Tinggal di Jalan Tanjung Pura Gg. Salmah Pangkalan Berandan.

Pendidikan formal penulis di mulai dari Pendidikan Sekolah Dasar Negeri Tahun 1994-2000 di SD Negeri 9 Pelawi, Sekolah Menengah Pertama Tahun 2000- 2003 di SLTP Negeri 2 Babalan, Sekolah Menengah Atas Tahun 2003-2006 di SMA Negeri 1 Babalan, dan S1 Tahun2006- 2010 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengikuti Pendidikan lanjutan S2 pada Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1.PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan Umum ... 7

1.3.2. Tujuan Khusus ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Rumah Sakit ... 9

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit ... 9

2.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit... ... 10

2.2.Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit ... 11

2.2.1. Definisi K3 di Rumah Sakit ... 11

2.2.2. Manajemen K3 Rumah Sakit ... 13

2.2.3. Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit... ... 14

2.2.4. Sistim Manajemen K3 Rumah Sakit ... 15

2.2.5. Pengendalian Risiko... ... 22

2.3. Pengelolaan Tempat Pencucian Linen (Binatu) ... 31

2.3.1. Pengertian Binatu... ... 31

2.3.2. PersyaratanBinatu ... 32

2.3.3. Tata Laksana ... 33

2.4. Monitoring dan Evaluasi ... 37

2.5. Landasan Teori ... 41

2.6. Kerangka Berpikir ... 43

BAB 3.METODE PENELITIAN ... 45

3.1. Jenis Penelitian ... 45

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

3.3. Sumber Informasi ... 46

(14)

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 47

3.4.1. Wawancara Mendalam ... 47

3.4.2. Observasi ... 48

3.5. Terminologi Penelitian ... 48

3.6. Metode Analisis Data ... 49

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 52

4.1.Gambaran Rumah Sakit Umum Haji Medan ... 52

4.2. Kegiatan di Instalasi Binatu pada RSU Haji Medan ... 53

4.2.1. Tahap Pengelolaan Linen pada Instalasi Binatu ... 53

4.3. SOP Berdasarkan Lembar Observasi di RSU Haji Medan ... 56

4.4. Tata Laksana di Instalasi BinatuRSU Haji Medan ... 62

4.5. Alur Kegiatan di Instalasi BinatuRSU Haji Medan ... 68

4.6. SOP di Instalasi BinatuRSU Haji Medan ... 85

4.7. APD di Instalasi BinatuRSU Haji Medan ... 91

4.8. Monitoring di Instalasi BinatuRSU Haji Medan ... 103

BAB 5. PEMBAHASAN ... 111

5.1. Tata Laksana di Instalasi BinatuRSU Haji Medan ... 111

5.2. Alur Kegiatan di Instalasi BinatuRSU Haji Medan ... 113

5.3. SOP di Instalasi BinatuRSU Haji Medan ... 117

5.4. APD di Instalasi BinatuRSU Haji Medan ... 119

5.5. Monitoring di Instalasi BinatuRSU Haji Medan ... 123

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 127

6.1 Kesimpulan ... 127

6.2 Saran ... 128

DAFTAR PUSTAKA ... 130

LAMPIRAN ... 134

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Bahaya Potensial Berdasarkan Lokasi dan Pekerjaan di Rumah Sakit.... 16

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Alur

Kegiatan Pada Instalasi Pencucian Linen / Binatu... 36 2.2. Kerangka Berpikir... 43 4.1. Tahap Pengelolaan Linen Instalasi Binatu RSU Haji Medan... 53

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara... 134

2. Lembar Observasi... 140

3. Lembar Penjelasan kepada Sumber Informasi... 143

4. Hasil Wawancara Sumber Informasi... 146

5. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Haji Medan... 167

6. Struktur Instalasi BinatuRumah Sakit Umum Haji Medan... 168

7. Surat Izin Penelitian... 169

8. Surat Selesai Penelitian... 170

(18)

ABSTRAK

Rumah sakit apabila tidak dikelola dengan baik dapat menjadi sumber bahaya keselamatan dan kesehatan bagi petugas kesehatan rumah sakit terutama diinstalasi binatu.Binatu adalah salah satu bagian dari rumah sakit yang berfungsi menangani linen kotor yang dihasilkan rumah sakit. Dengan demikian dilakukan tindakan yang bertanggung jawab dan benar guna menciptakan kesehatan jasmani, rohani dan kesejahteraan sosial bagi petugas, pengunjung dan masyarakat sekitar rumah sakit.

Penelitian ini bertujuan untuk monitoring implementasi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) diinstalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji Medan.Jenis penelitian ini adalah kualitatif interaktifdengan menggunakan tehnik purposive sampling untuk menentukan sumber informasi sehingga ditentukan 11 sumber informasi yaitu Kabid Penunjang Medis, Kepala Instalasi Binatu dan 9 orang petugas binatu. Untuk mendapatkan data yang benar – benar absah digunakan triangulasi data dengan menggunakan triangulasi sumber yaitu dengan membandingkan hasil observasi dalam kegiatan diinstalasi binatu dengan hasil wawancara oleh sumber informasi, serta triangulasi metode yaitu dengan melakukan observasi dan wawancara kepada sumber informasi, juga melakukan penelusuran dokumen terkait diinstalasi binatu.

Hasil penelitian yaitu tata laksana diinstalasi binatu belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Alur kegiatan diinstalasi binatu belum berjalan secara optimalkarena beberapa petugas mengabaikan prosedur pencucian linen.SOPyang diinstalasi binatu belum dilakukan secara optimal karena ditemukan beberapa petugas yang mengabaikan SOP pencucian linen. Rumah Sakit belum maksimal dalam menyediakan APDbaik dari segi jumlah maupun penyediaan diruang instalasi binatu. Monitoring yang dilakukan belum secara optimal karena hanya dilakukan monitoring oleh atasan tanpa melakukan pencatatan dan pelaporan K3.

Hasil penelitian tersebut disarankan kepada pihak Rumah Sakit Umum Haji Medanagar memberi sosialisasi tentang tata laksana, alur kegiatan pencucian linen, meningkatkan pengawasan terhadap pekerja agar mau bekerja berdasarkan SOP dan melengkapi APD sertasosialisasi tentang monitoring yang dilakukan dengan pencatatan dan pelaporan K3 kepada pihak Rumah Sakit.

Kata Kunci : Monitoring, Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Binatu

(19)

ABSTRACT

If all the facilities and equipment of a hospital are not managed properly, they can become potential danger for the safety and health of hospital health care providers. Therefore, hospital health care providers become the priority in the K3 (Job Safety and Health) program in order to protect them and to improve the health care performance at a hospital. Binatu is a part of a hospital which functions to handle dirty linen from the hospital. Responsible and correct action should be taken in order to establish physical and mental health and social welfare for the personnel, the patients, the visitors, and the people in the vicinity of the hospital.

The objective of the research was to monitor the implementation of K3 management in the binatu department of Haji Hospital, Medan. The research used qualitative interactive method. The samples were 11 respondents, taken by using purposive sampling technique. The data were analyzed by using 1) data reduction, 2) data display, 3) conclusion drawing and verifying. Data triangulation, which consisted of source triangulation and method triangulation, was used to obtain valid data by conducting interviews, observation, and documentary study.

The result of the research showed that monitoring on binatu department was not conducted optimally because of the lack of socialization toward the binatu employees. The management was not in line with the standard stipulated in the Decree of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No.

1204/MENKES/SK/X/2004. The linear of activities in the binatu department was not done optimally because the employees ignored the procedure of linen washing, and SOP (operational standard) was not optimal because the employees did not care of the SOP of linen washing. The hospital management did not maximally provide APD (personal protective device); it only consisted of maskers, gloves, and boots which came from the medical room since the binatu department did not provide them.

It is recommended that the management of Haji Hospital, Medan, socialize monitoring, management, and the linear of binatu activities to binatu employees, increase supervision on the employees in order that they work based on SOP, and equip the binatu department.

Keywords: Monitoring, Management of Job Health and Safety, Laundry

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan adalah faktor yang sangat penting bagi produktivitas dan peningkatan produktivitas tenaga kerja selaku sumber daya manusia. Kondisi kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih produktivitas kerja yang baik.

Pekerjaan yang menuntut produktivitas kerja tinggi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kerja dengan kondisi kesehatan prima. Sebaliknya keadaan sakit atau gangguan kesehatan menyebabkan tenaga kerja kurang produktif dalam melakukan pekerjaannya. Tenaga kerja yang sakit atau terganggu kesehatannya yang masih melakukan pekerjaan biasanya tidak memperlihatkan hasil kerja sebagaimana hasilnya jika dia sehat. Tenaga kerja yang sakit atau mengalami gangguan kesehatan menurun dalam kemampuan kerja fisik, berfikir atau melaksanakan pekerjaan sosial kemasyarakatan sehingga hasil kerjanya berkurang (Sumakmur, 2009).

Undang-undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 menetapkan bahwa “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Pekerjaan dan penghidupan yang layak adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi, yang memungkinkan pekerja berada dalam kondisi selamat dan sehat, bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Penghidupan yang layak adalah pekerjaan yang

1

(21)

bersifat manusiawi, penghasilannya dapat memenuhi kebutuhan hidup layak sehari- hari sehingga tingkat kesejahteraannya dapat terpenuhi sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia (Aditama dan Hastuti, 2010).

Kesehatan kerja mutlak harus dilaksanakan di dunia kerja dan di dunia usaha, oleh semua orang yang berada di tempat kerja baik pekerja maupun pemberi kerja, jajaran pelaksana, penyedia maupun manajemen, serta pekerja yang bekerja untuk diri sendiri. Alasannya karena bekerja adalah bagian dari kehidupan dan setiap orang memerlukan pekerjaan untuk mencukupi kehidupan dan untuk aktualisasi diri, namun dalam melaksanakan pekerjaannya, berbagai potensi bahaya dan risiko di tempat kerja mengancam diri pekerja sehingga dapat menimbulkan cedera atau gangguan kesehatan. Potensi bahaya dan risiko di tempat kerja antara lain akibat sistim kerja atau proses kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan, yang bersumber dari keterbatasan pekerjanya sendiri, perilaku hidup yang tidak sehat dan perilaku kerja yang tidak aman, buruknya lingkungan kerja, kondisi pekerjaan yang tidak ergonomi, pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja yang tidak kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) (Kurniawidjaja, 2010).

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu upaya untuk menekan atau mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan antara keselamatan dan kesehatan. Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri dan masyarakat di sekelilingnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

(22)

kedokteran dan kesehatan berdampak pula terhadap kapasitas, beban kerja dan lingkungan kerja yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit (K3-RS) (Aditama dan Hastuti, 2010).

Penjelasan Undang-undang No.1 tahun 1970 menyebutkan bahwa tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki pekerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya, termasuk semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut (Budiono et.al, 2009).

Rumah sakit dengan segala fasilitas dan peralatannya apabila tidak dikelola dengan baik dapat menjadi sumber bahaya keselamatan dan kesehatan yang potensial, terutama bagi petugas kesehatan rumah sakit. Umumnya sarana di lingkungan rumah sakit terdiri dari instalasi perawat, ruang operasi, laboratorium, ruang tunggu pasien, ruang administrasi (kantor), dapur, instalasi linen (Binatu), instalasi peralatan/ perlengkapan, instalasi pemeliharaan gedung dan lain-lain.

Tempat kerja dengan lingkungan kerja dan jenis pekerjaan yang bervariasi memiliki bermacam faktor bahaya yang memengaruhi keselamatan dan kesehatan karyawannya, pasien serta masyarakat yang tinggal di sekitar rumah sakit.

Melihat kondisi tersebut sudah sewajarnya para pekerja di rumah sakit menjadi sasaran prioritas program K3 dalam rangka perlindungan masyarakat pekerja untuk meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan rumah sakit. Undang-undang No.1 tahun 1970 telah menjamin dalam hal pasien dan pengunjung rumah sakit dikenai

(23)

kewajiban sebagaimana tenaga kerja yang berada di tempat kerja, untuk menaati petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat pelindung diri (APD) yang diwajibkan (pasal 13) (Aditama dan Hastuti, 2010).

Binatu adalah salah satu bagian dari rumah sakit yang berfungsi menangani linen kotor yang dihasilkan dari rumah sakit. Dengan demikian dilakukan tindakan yang bertanggung jawab dan benar terhadap faktor lingkungan, fisik, kimiawi dan biologis di rumah sakit guna menciptakan kesehatan jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial bagi petugas, penderita, pengunjung maupun masyarakat sekitar rumah sakit. Pada proses pekerjaan binatu terdapat potensial bahaya yang berasal dari beberapa faktor seperti bahaya fisik lantai licin yang bisa menyebabkan pekerja terjatuh, kebisingan dan penerangan yang menyebabkan kesehatan pekerja terganggu, penggunaan bahan kimia yang dipakai seperti deterjen, desinfektan dan pewangi serta ketidakdisiplinan dalam pemakaian APD. Untuk itu penanganan linen harus sedemikian rupa sehingga dapat dicegah timbulnya dampak negatif dari linen atau infeksi nosokomial, kecelakaan kerja atau dampak negatif lainnya yang erat kaitannya dengan pemakaian linen.

Berdasarkan data dari survei nasional terhadap lebih dari 2600 rumah sakit di USA tahun 1972 dilaporkan bahwa rata-rata setiap rumah sakit mengalami 68 pekerja cedera dan 6 sakit (laporan NIOSH tahun 1974-1976). Cedera yang paling sering terjadi di antara pekerja adalah luka tusukan, cedera punggung, luka bakar, dan fraktur. Sakit yang paling sering adalah gangguan pernapasan, infeksi, dermatitis, dan

(24)

hepatitis. Pekerja rumah sakit yang mengalami cedera dan sakit antara lain perawat, pekerja dapur, binatu, cleaning service dan teknisi (Ramli, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Biladet.al, pada tahun 2013 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik pemerintah Kota Semarang yaitu terlihat hanya sebagian petugasLaundryyang memakai APD dan terdapat petugasLaundryyang mengalami kecelakaan kerja pada saat bekerja, seperti terjepit pintu, terpeleset, terjatuh dan terkena setrika. Hasil observasi dengan menggunakan tabel Job Safety Analysis untuk mengidentifikasi bahaya atau risiko yang terdapat pada setiap tahapan

pekerjaan menunjukkan tingkat risiko yang ada di instalasi Laundry sebesar 24%

termasuk dalam risiko sangat tinggi yaitu risiko tersengat listrik, kebakaran dan terinfeksi bakteri pada pegangan troli, 24% termasuk dalam risiko tinggi yaitu nyeri akibat pengangkatan ember dengan manual, terinfeksi bakteri pada linen kotor dan terhirup bahan kimia, 33% termasuk dalam kategori sedang yaitu kaki terinjak troli, terpeleset dan terjatuh akibat lantai licin dan 19% termasuk dalam kategori rendah yaitu risiko tangan terjepit pintu dan tersandung lantai rusak.

Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni dan Mulasari tahun 2013 di Rumah Sakit X Yogyakarta di bagian Laundry, ditemukan ada beberapa petugas yang mengabaikan standart operating procedur(SOP) pencucian linen Laundry. Seharusnya petugas mematuhi SOP yang ada di Rumah Sakit X Yogyakarta yang mengatur tentang proses pencucian linen yang baik dan benar. Jika petugas tidak mematuhi SOP maka akan menyebabkan penyebaran penyakit, khususnya pada linen kotor berat.

(25)

Sasaran dari penelitian ini adalah petugasdiinstalasibinatuRumah Sakit Umum Haji Medan. Binatumerupakan instalasi yang menangani linen rumah sakit, mulai dari pengambilan, pencucian,pengeringan, penyimpanan dan pendistribusian linen di rumah sakit. Petugasbinatu termasuk dalam komponen rantai penularan dan berpotensiuntuk terpapar infeksi dan terkena bahaya kecelakaan kerja. Linen merupakan bahan tekstil yang dipakai dirumah sakit seperti seprei, handuk dan baju operasi. Linen yang terkenacairan tubuh dan darah, berpotensi menyebarkan infeksi kepada petugas binatu yang menanganinya.

Pada saat dilakukan survei awal, hanya sebagian petugasbinatu yang memakai APD berupa masker, sedangkan APD seperti sarung tangan dan sepatu boot hanya sekali-sekali digunakan dan untuk earmuff tidak pernah digunakan sama sekali. Selain itu kondisi di instalasi binatu yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja seperti lantai yang licin, bunyi bising dari mesin cuci yang berfungsi untuk mencuci linen, mesin pengering yang berfungsi untuk mengeringkan linen dan kurangnya pemakaian APD seperti sarung tangan yang dapat berpotensi terkena penyakit infeksi nosokomial. Darilatar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik mengadakanpenelitian pada Rumah Sakit Umum Haji Medan dengan judul:“Monitoring Implementasi Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Di Instalasi Binatu Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015”.

(26)

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana tata laksana di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji Medan tahun 2015?

2. Bagaimana alur kegiatan diinstalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji Medan tahun 2015?

3. Bagaimana kepatuhan petugas binatu untuk mematuhi SOP dalam upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji Medan tahun 2015?

4. Bagaimana kepatuhan petugas binatu dalam menggunakan APD sebagai upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji Medan tahun 2015?

5. Bagaimana monitoring di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji Medan tahun 2015?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui monitoring implementasi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3)di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

(27)

1. Diketahui tata laksana di instalasi binatu pada Rumah SakitUmum Haji Medantahun 2015.

2. Diketahui alur kegiatan diinstalasibinatupada Rumah Sakit Umum Haji Medantahun 2015.

3. Diketahui kepatuhan petugasbinatu untuk mematuhi SOP dalam upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di instalasibinatu pada Rumah Sakit Umum Haji Medan tahun 2015.

4. Diketahui kepatuhan petugasbinatu untuk menggunakan APD dalam upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di instalasibinatupada Rumah Sakit Umum Haji Medan tahun 2015.

5. Diketahui pelaksanaan monitoringterhadap petugas di instalasibinatu pada Rumah Sakit Umum Haji Medan tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:

1. Bagi Rumah Sakit Umum Haji Medan, sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit sesuai dengan harapan dan keinginan pelanggan.

2. Bagi petugas binatu dengan mengetahui pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja (K3), maka para petugas binatu akan mentaati peraturan sesuai dengan SOP yang ada dan menggunakan alat pelindung diri (APD) dalam bekerja.

(28)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit

2.1.1.Pengertian Rumah Sakit

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menjelaskan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi- tingginya.

Menurut Willan dalam Aditama (2006) istilah rumah sakit sendiri berasal dari kata hospital yang berasal dari bahasa latinhospitium, yang memiliki arti suatu tempat atau ruangan untuk menerima tamu. “Rumah sakit bukan hanya suatu tempat, namun juga sebuah fasilitas, sebuah institusi dan juga sebuah organisasi”. Rumah sakit harus dibangun, dilengkapi dan dipelihara dengan baik untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pasiennya serta harus menyediakan fasilitas yang lapang, tidak berdesak- desakkan dan terjamin sanitasinya bagi kesembuhan pasien.

(29)

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 bahwa rumah sakit adalah sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang yang sehat. Kumpulan banyak orang ini akan dapat memungkinkan rumah sakit menjadi tempat penularan penyakit, gangguan kesehatan dan pencemaran lingkungan. Untuk menghindari terjadinya risiko dan gangguan kesehatan maka diperlukan penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit.

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor44 Tahun 2009 tentang rumah sakit pasal 19 ayat 2 rumahsakitumumadalahrumahsakit yang memberikanpelayanankesehatanpada semua bidang dan jenis penyakit. Pada pasal 10 ayat 1 tentang bangunan rumah sakit harus dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan. Bangunan rumah sakit yang dimaksud pada ayat 1 paling sedikit terdiri atas ruang rawat jalan, ruang rawat inap, ruang gawat darurat, ruang operasi, ruang tenaga kesehatan, ruang radiologi, ruang laboratorium, ruang sterilisasi, ruang farmasi, ruang pendidikan dan latihan, ruang kantor dan administrasi, ruang ibadah, ruang tunggu, ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit, ruang menyusui, ruang mekanik, ruang dapur, laundry, kamar jenazah, taman, pengolahan sampah, danpelataran parkir yang mencukupi.

2.1.2.Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

9

(30)

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 dalam pasal 4 (empat) tugas dari rumah sakit adalah memberikan kesehatan perorangan secara paripurna.

Maksudnya adalah setiap kegiatan pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan.

Untuk menjelaskan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 (empat), rumah sakit mempunyai fungsi :

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit

2.2.1. Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Rumah Sakit

Menurut Kepmenkes No.432/Menkes/SK/IV/2007, kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para petugas/ buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat

(31)

kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.

Menurut Suma’mur (1976) kesehatan kerja adalah spesialisasi ilmu kesehatan/

kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum (Budiono et.al, 2009).

Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi petugas di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan petugas yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan bagi petugas dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan petugas dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologis dan psikologisnya. (Kepmenkes, 2007).

Menurut Budiono (2006) keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja, serta cara-cara melakukan pekerjaan.

Upaya K3 di rumah sakit menyangkut tenaga kerja, cara/ metode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Di tempat kerja, kesehatan dan kinerja seorang pekerja sangat dipengaruhi oleh :

(32)

1. Kapasitas kerja adalah kemampuan seorang pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik pada suatu tempat kerja dalam waktu tertentu.

2. Beban kerja adalah suatu kondisi yang membebani pekerja baik secara fisik maupun non fisik dalam menyelesaikan pekerjaannya, kondisi tersebut dapat diperberat oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung secara fisik atau non fisik.

3. Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang memengaruhi pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya (Budionoet.al, 2009).

2.2.2. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Rumah Sakit

Menurut Kepmenkes No.432/Menkes/SK/IV/2007, manajemen K3 di rumah sakit merupakan suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk membudayakan K3 di rumah sakit. K3 perlu dikelola dengan baik agar penyelenggaraan K3 rumah sakit lebih efektif, efisien dan terpadu diperlukan sebuah manajemen K3 di rumah sakit bagi pengelola maupun karyawan rumah sakit yang bertujuan terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan di rumah sakit. Terdapat beberapa penyebab yang sering terjadi dalam pekerjaan, yaitu :

1. Faktor perorangan antara lain kurang pengetahuan, kurang keterampilan, motivasi kurang baik, masalah fisik dan mental.

2. Faktor pekerjaan antara lain standar kerja yang kurang baik, standar perencanaan yang kurang tepat, standar perawatan yang kurang tepat, standar pembelian yang kurang tepat, retak akibat pemakaian setelah lama dipakai, pemakaian abnormal.

(33)

Dari penjelasan di atas, timbul beberapa kondisi yang sering dijumpai yaitu pengamanan tidak sempurna, APD yang tidak memenuhi syarat, bahan atau peralatan kerja yang telah rusak, gerak tidak leluasa karena tumpukan benda, sistim tanda bahaya yang tidak memenuhi syarat, lingkungan kerja yang mengandung bahaya, seperti iklim kerja panas atau dingin, penerangan tidak memenuhi syarat, ventilasi kurang baik, tingkat kebisingan tinggi, pemaparan terhadap radiasi (Suardi, 2005).

2.2.3. Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya kesehatan dan keselamatan kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Dari pasal tersebut jelas bahwa rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di rumah sakit, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung rumah sakit. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola rumah sakit menerapkan upaya- upaya K3 di rumah sakit.

Potensi bahaya di rumah sakit selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang memengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber- sumber cidera lainnya), radiasi, bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut jelas mengancam jiwa dan

(34)

kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit.

2.2.4. Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit 1. Komitmen dan Kebijakan

Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan rumah sakit. Manajemen rumah sakit mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan saran untuk terlaksananya program K3 di rumah sakit. Kebijakan K3 di rumah sakit diwujudkan dalam bentuk wadah K3RS dalam struktur organisasi rumah sakit.

Untuk melaksanakana komitmen dan kebijakan K3RS perlu disusun strategi antara lain :

a. Advokasi sosialisasi program K3RS b. Menetapkan tujuan yang jelas c. Organisasi dan penugasan yang jelas

d. Meningkatkan SDM yang profesional di bidang K3RS pada setiap instalasi kerja di lingkungan rumah sakit.

e. Sumber daya yang harus didukung oleh manajemen puncak f. Kajian risiko secara kualitatif dan kuantitatif.

g. Membuat program kerja K3RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan pencegahan

h. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.

2. Perencanaan

(35)

Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan sistim manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan meliputi :

a. Identifikasi sumber bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko. Rumah sakit harus melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya, penilaian serta pengendalian faktor risiko.

1) Identifikasi sumber bahaya

Dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya dan jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi. Sumber bahaya yang ada di rumah sakit harus di identifikasi dan di nilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK.

Tabel 2.1.Bahaya Potensial Berdasarkan Lokasi dan Pekerjaan di Rumah Sakit

No Bahaya Potensial Lokasi Pekerja yang Paling Beresiko 1. Fisik

Bising IPS-RS, binatu, dapur, CSSD, gedung genset- boiler, IPAL

Karyawan yang bekerja di lokasi tersebut

Getaran

Debu

Ruang mesin-mesin dan peralatan yang menghasilkan getaran (ruang gigi, dan lain- lain)

Genset, bengkel kerja, laboratorium gigi, gudang rekam medis, incinerator

Perawat, cleaning service, dan lain-lain

Petugas sanitasi, teknisi gigi, petugas IPS dan rekam medis

Tabel 2.1.(Lanjutan)

(36)

No Bahaya Potensial Lokasi Pekerja yang Paling Beresiko Panas

Radiasi

CSSD, dapur, binatu, incinerator, boiler

X-Ray, OK yang menggunakan c-arm, ruang fisioterapi, unit gigi

Pekerja dapur, pekerja binatu, petugas sanitasi dan IP-RS

Ahli radiologi, radioterapist dan radiografer, ahli fisioterapi dan petugas rontgen gigi.

2. Kimia

Desinfektan Semua area Petugas kebersihan perawat Formaldehyde

Cytotoxics

Ethylene Oxide Methyl :

MethacrylateHg (amalgam) Solvents

Laboratorium, kamar mayat, gudang farmasi Farmasi, tempat

pembuangan limbah, bangsal

Kamar operasi

Ruang pemeriksaan gigi

Laboratorium, bengkel kerja, semua area di rumah sakit

Petugas kamar mayat, petugas laboratorium dan farmasi

Pekerja farmasi, perawat,

petugas pengumpul sampah

Dokter, perawat

Petugas/ dokter gigi, dokter bedah, perawat

Teknisi, petugas

laboratorium, petugas pembersih

Gas-gas anastesi Ruang operasi gigi,

ruaang pemulihan Dokter gigi, dokter bedah, dokter/ perawat anastesi 3. Biologi

AIDS, Hepatitis B

dan Non A-Non B IGD, kamar operasi, ruang pemeriksaan gigi, laboratorium, binatu

Dokter, dokter gigi, perawat, petugas laboratorium, petugas sanitasi dan binatu

Cytomegalovirus

Rubella Tuberculosis

Ruang kebidanan, ruang anak

Ruang Ibu dan anak Bangsal, laboratorium,

Perawat, dokter yang bekerja di bagian Ibu dan anak

Dokter dan perawat, petugas laboratorium,

(37)

ruang isolasi fisioterapis Tabel 2.1.(Lanjutan)

No Bahaya Potensial Lokasi Pekerja yang Paling Beresiko 4. Ergonomi

Pekerjaan yang dilakukan secara manual

Area pasien dan tempat penyimpanan barang (gudang)

Petugas yang menangani pasien dan barang Postur salah

dalam melakukan pekerjaan

Semua area Semua karyawan

Pekerjaan yang

berulang Semua area Dokter gigi, petugas

pembersih, operator komputer, dan lain-lain.

5. Psikososial

Sering kontak dengan pasien, kerja berlebih.

Semua area Semua karyawan

2) Penilaian faktor risiko

Merupakan proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.

3) Pengendalian faktor risiko

Dilaksanakan melalui 4 tingkatan pengendalian risiko yaitu menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana/ peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah atau tidak ada (engineering/ rekayasa), administrasi dan alat

pelindung pribadi (APP).

b. Membuat peraturan

(38)

Rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus di evaluasi, diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta disosilisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait.

c. Tujuan dan sasaran

Rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, bahaya potensial dan risiko K3 yang bisa di ukur, satuan/ indikator pegukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian.

d. Indikator kinerja

Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.

e. Program K3

Rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan di catat serta dilaporkan.

3. Pengorganisasian

Pelaksanaan K3 di rumah sakit sangat tergantung dari rasa tanggung jawab

manajemen dan petugas, terh,hkadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan disiplin. Ketua organisasi K3RS secara spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksana K3 di semua tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya masalah bersama instalasi-instalasi kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya dan

(39)

mengkomunikasikannya kepada instalasi-instalasi kerja, sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat kekurangan maka perlu

diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya.

4. Langkah-Langkah Penyelenggaraan

Untuk memudahkan penyelenggaraan K3 di rumah sakit, maka perlu langkah- langkah penerapannya yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap pemantauan dan evaluasi.

a. Tahap persiapan, terdiri dari : 1. Menyatakan komitmen

2. Menetapkan cara penerapan K3 di RS

3. Pembentukan organisasi/ unit pelaksana K3 RS 4. Membentuk kelompok kerja penerapan K3 5. Menetapkan sumber daya yang diperlukan.

b. Tahap pelaksanaan

1. Penyuluhan K3 ke semua petugas RS

2. Pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan kelompok di dalam organisasi RS.

3. Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku.

c. Tahap pemantauan dan evaluasi

(40)

Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di RS adalah salah satu fungsi manajemen K3 RS yang berupa suatu langkah yang di ambil untuk mengetahui dan menilai sampai sejauh mana proses kegiatan K3 RS itu berjalan, dan mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan RS dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

Pemantauan dan evaluasi meliputi :

1. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistim pelaporan RS (SPRS) yaitu : pencatatan dan pelaporan K3, pencatatan semua kegiatan K3, pencatatan dan pelaporan KAK, pencatatan dan pelaporan PAK.

2. Inspeksi dan pengujian

Inspeksi k3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3 secara umum dan tidak terlalu mendalam. Inspeksi K3 di RS dilakukan secara berkala, terutama oleh petugas K3 RS sehingga kejaidan PAK dan KAK dapat dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain adalah pengujian baik terhadap lingkungan maupun pemeriksaan terhadap lingkungan maupun pemeriksaan terhadap pekerja berisiko seperti biological monitoring (pemantauan secara biologis).

3. Melaksanakan audit K3

Audit K3 yang meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan, karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur, pengembangan karyawan dan program pendidikan, evaluasi dan pengendalian.

(41)

Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen secara berkesinambungan untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3.

2.2.5. Pengendalian Risiko

Dalam tindakan pengendalian perusahaan harus merencanakan pengelolaan dan pengendalian kegiatan-kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja yang tinggi. Beberapa pengendalian risiko antara lain:

1) Menghilangkan Bahaya

Contohnya menggunakan mesin untuk pekerjaan manual yang berulang atau menghilangkan asbes dari tempat kerja.

2) Mencegah atau Mengurangi Peluang Terkena Risiko

Jika bahaya tidak dapat dihilangkan, maka kiat menggunakan alat kendali risiko yang lebih rendah tingkatannya. Alat-alat kendali itu antara lain mengganti peralatan (substitusi), melakukan desain ulang dari perangkat kerja (engineering), melakukan isolasi sumber bahaya.

3) Bahaya tidak dapat dikurangi

a. Pengendalian Secara Administrasi.

Dalam tahap ini menggunakan prosedur, SOP atau panduan sebagai langkah untuk mengurangi risiko. Contoh dari pengendalian secara administrasi ini adalah mengurangi rotasi kerja untuk mengurangi efek risiko, membatasi waktu atau frekuensi untuk memasuki area, melakukan supervisi pekerjaan.

(42)

SOP berasal dari bahasa Inggris yaitu SOP yang merupakan kepanjangan dari Standart Operating Procedure, yang artinya standar operasional prosedur. Istilah

SOPmerujuk pada pengertian mengenai sebuah prosedur operasi standar yang merupakan serangkaian instruksi yang bersifat membatasi prosedur operasi tanpa kehilangan keefektivitasannya atau merupakan petunjuk tertulis yang menggambarkan dengan tepat tahapan pelaksanaan tugas/pekerjaan/kegiatan (Insani, 2010).

Dalam penerapannya, terdapat beberapa manfaat standar operasional prosedur (SOP), antara lain :

a. Sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya.

b. Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya.

c. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab individu pegawai organisasi secara keseluruhan.

d. Membantu pegawai menjadi lebih mandiri dan tidak bergantung pada intervensi manajemen, sehingga akan mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari.

e. Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan memberikan pegawai cara konkrit untuk memperbaiki kinerja serta membantu mengevaluasi usaha yang telah dilakukan.

(43)

f. Memberikan informasi mengenai kualifikasi kompetensi yang harus dikuasai oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya.

Sedangkan tujuan dari SOP antara lain : (1) agar pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja pegawai atau tim dalam organisasi atau instalasi kerja, (2) agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi, (3) memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari pegawai terkait, (4) melindungi organisasi/ instalasi kerja dan pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi, (5) untuk menghindari kesalahan, keraguan dan duplikasi.

Fungsi dari SOP itu sendiri antara lain : (1) memperlancar tugas pegawai atau tim/ instalasi kerja, (2) sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan, (3) mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya, (4) mengarahkan pegawai untuk sama-sama disiplin dalam bekerja, (5) dan sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin (Karisma, 2014).

b. Alat Pelindung Diri (APD)

Menurut Rijanto (2011) alat pelindung diri (APD) dapat didefenisikan sebagai alat yang mempunyai kemampuan melindungi seseorang dalam pekerjaannya yang fungsinya mengisolasi pekerja dari bahaya di tempat kerja. Sarana pengaman diri adalah pilihan terakhir yang dapat kita lakukan untuk mencegah bahaya pada pekerja.

Keberhasilan penggunaan APD jika peralatan pelindungnya tepat pemilihannya, digunakan secara benar, sesuai dengan situasi dan kondisi bahaya, senantiasa dipelihara. Persyaratan APD yang digunakan menurut Budiono (2006) yaitu: (1) harus

(44)

memberikan perlindungan yang tepat terhadap potensi bahaya yang ada, (2) tidak menyebabkan rasa tidak nyaman berlebihan, (3) bentuknya harus cukup menarik dan dapat dipakai secara fleksibel, (4) tahan untuk pemakaian yang lama, memenuhi standar yang sudah ada serta suku cadangnya mudah didapat, (5) tidak menimbulkan bahaya tambahan bagi pemakaian yang tidak tepat atau karena penggunaan yang salah.

Kebijakan perusahaan tentang APD merupakan pedoman dalam pembuatan peraturan dan prosedur tentang APD. Begitu manajemen memutuskan untuk menggunakan APD maka langkah-langkah berikut dapat dilakukan : (1) buat kebijakan tertulis tentang APD dan mensosialisasikan kepada pekerja dan tamu, (2) pilih jenis APD yang sesuai, (3) laksanakan suatu program pelatihan agar pekerja mengetahui suatu cara pemakaian dan perawatan yang benar terhadap APD yang digunakannya, (4) terapkan dan kontrol penggunaan APD (Rijanto, 2011).

APD yang digunakan oleh petugas haruslah dapat memellihara kesehatan dan keselamatan dirinya. Beberapa jenis APD dan kegunaannya :

1) Pelindung kepala

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.08/MEN/VII/2010 tentang APD mendefenisikan alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam atau benda keras yang melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh radiasi panas, api, percikan bahan-bahan kimia, jasad renik (mikro organisme) dan suhu yang ekstrim.

(45)

Beberapa jenis alat pelindung kepala tersebut antara lain :

a. Topi pengaman/ helm pengaman berfungsi melindungi kepala dari kejatuhan benda, terpukul atau benturan keras dan tajam

b. Penutup rambut (hair cup) atau pengaman rambut digunakan untuk melindungi kepala dan rambut dari kotoran, serta melindungi rambut dari bahaya terjerat mesin yang berputar. Spesifikasinya terbuat dari bahan yang menyerap keringat dan mudah di cuci.

2) Pelindung telinga

a. Sumbat Telinga (Ear Plug)

Sumbat telinga yang baik adalah yang dapat menahan frekuensi tertentu saja, sedangkan frekuensi untuk bicara biasa (komunikasi) tidak terganggu. Sumbat telinga biasanya terbuat dari bahan karet, plastik keras, plastik lunak, lilin, dan kapas. Kemampuan daya lindung (Atenuasi) sekitar 25-30 dB (decible). Bila ada kebocoran sedikit saja dapat mengurangi daya lindung sampai 15 dB.

Daya lindung yang paling kecil adalah yang terbuat dari kapas, antara 2-12 dB.

Kelemahan dari sumbat telinga ini adalah tidak tepat ukurannya dengan lubang telinga pemakai, kadang-kadang lubang telinga kanan tidak sama dengan yang kiri.

b. Tutup Telinga (Ear Muff)

(46)

Pelindung telinga yang penggunaannya ditutupkan pada seluruh daun telinga dan alat ini lebih efektif dari sumbat telinga, karena dapat mengurangi intensitas hingga 20-30 dB.

3) Pelindung muka dan mata

Berfungsi melindungi dari lemparan benda-benda kecil dan benda panas, pengaruh cahaya, dan pengaruh radiasi tertentu. Syarat pelindung muka dan mata yaitu keamanan terhadap api sama dengan topi pengaman, ketahanan terhadap lemparan benda-benda, alat pelindung mata tahan terhadap radiasi, dengan prinsip adalah kaca mata yang hanya tahan terhadap panjang gelombang tertentu.

4) Alat pelindung pernafasan

Berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap sumber-sumber bahaya di udara tempat kerja, seperti kekurangan oksigen, pencemaran oleh partikel (debu, kabut, asap dan uap logam), dan pencemaran oleh gas atau uap.

Contoh alat perlindungan pernapasan seperti masker dan respirator.

5) Pelindung tangan

Memiliki fungsi untuk melindungi dari api, panas, dingin, radiasi elektromagnetik, radiasi mengion, listrik, bahan kimia, benturan dan pukulan, luka, lecet dan infeksi, serta kotoran.Jenis dari pelindung tangan antara lain :

a. Gloves (sarung tangan)

(47)

b. Mitten : sarung tangan dengan ibu jari terpisah sedangkan jari lainnya menjadi satu.

c. Hand Pad : melindungi telapak tangan

d. Sleeve : melindungi pergelangan tangan sampai lengan, biasanya digabung dengan sarung tangan.

6) Pelindung kaki

Memiliki fungsi untuk melindungi pekerja dari tertimpa benda-benda berat atau keras, tumpahan atau genangan logam cair, bahan kimia korosif atau iritatif, dermatitis/ eksim karena bahan-bahan kimia, kemungkinan tersandung, tergelincir, dan tertusuk telapak kakinya, pengaruh air panas, dingin, kotor dan lain- lain.

Sepatu yang digunakan disesuaikan dengan jenis risikonya yaitu:

a. Pada industri ringan/ tempat kerja biasa cukup memakai sepatu yang baik dan wanita tidak boleh memakai sepatu bertumit tinggi atau sepatu dengan telapak yang datar dan licin.

b. Sepatu pelindung (safety house) atau sepatu boot dapat terbuat dari kulit, karet sintetis atau plastik. Berguna untuk melindungi jari-jari kaki terhadap kejatuhan atau benturan benda-benda keras, sepatu dilengkapi dengan penutup jari dari baja atau campuran baja dengan karbon.

c. Untuk mencegah tergelincir digunakan sol anti slip luar dari karet alam atau sintetis dengan permukaannya yang kasar

(48)

d. Untuk mencegah tusukan pada telapak kaki dari benda-benda runcing, serta sol dilapisi dengan logam

e. Sepatu atau sandal yang beralas kayu baik dipakai ditempat kerja yang lembab dan lantai yang panas

f. Sepatu boot dari karet sintetis, untuk perlindungan terhadap bahan-bahan kimia.

7) Pelindung tubuh/ pakaian kerja

Kegunaannya untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuh dari bahaya tertentu baik benda padat, gas, cairan, suhu, percikan api, bahan kimia, radiasi, panas dan trauma dari benda tumpul/ tajam. Bahan dapat terbuat dari kain kulit, plastik, asbes atau kain yang dilapisi aluminium. Bentuknya berupa apron (menutupi sebagian tubuh yaitu mulai dada sampai lutut), celemek, atau pakaian terusan dengan celana panjang dan lengan panjang (Rijanto, 2010).

Sedangkan untuk jenis APD di rumah sakit pada bagian binatu APD yang sering digunakan antara lain masker, earmuff, sarung tangan dan sepatu boot.

Dalam penggunaan APD sebagai sarana pengendali risiko, organisasi sebaiknya melakukan evaluasi secara mendalam terhadap peralatan yang digunakan dalam mengurangi risiko. Penggunaan APD tetap membutuhkan pelatihan atau instruksi kerja bagi karyawan yang menggunakannya, termasuk pemeliharannya. Karyawan harus mengerti bahwa penggunaan APD tidak akan menghilangkan bahaya yang terjadi. Jadi bahaya akan tetap terjadi jika ada kecelakaan.

1) Masalah umum APD

(49)

a. Tidak semua APD melalui pengujian laboratoris, sehingga tidak diketahui derajat perlindungannya.

b. Tidak nyaman dan terkadang membuat si pemakai sulit bekerja c. APD terkadang dapat menciptakan bahaya baru

d. Kewajiban pemeliharaan APD dialihkan dari pihak manajemen ke pekerja e. Efektifitas APD sering tergantung kondisi kesehatan para pekerja.

2) Masalah pemakaian APD

a. Sisi pekerja, tidak mau memakai dengan alasan :

• Tidak sadar/ tidak mengerti manfaat pemakainnya

• Panas, sesak, berat

• Tidak enak dipakai, tidak enak dipandang, mengganggu pekerjaan

• Tidak sesuai dengan bahaya yang ada

• Tidak ada sangsi jika tidak menggunakannya

• Mengikuti sikap atasan yang tidak memakai APD.

b. Sisi perusahaan

• Ketidakmengertian dari perusahaan tentang APD yang sesuai dengan jenis risiko yang ada

• Sikap dari perusahaan yang mengabaikan APD

• Dianggap hanya pekerjaan yang sia-sia karena tidak adanya pekerja yang mau memakai

• Pengadaan APD yang asal beli 3) Masalah Alat Pelindung Telinga

(50)

a. Timbulnya kesulitan komunikasi antar pekerja

b. Memberatkan kepaladan tidak nyaman dalam penggunaannya c. Menimbulkan rasa sakit karena jepitan pelindung telinga terlalu kuat

4) Masalah dalam peggunaan sarung tangan yaitu mengurangi kepekaan tangan dan jari.

5) Masalah Dalam Penggunaan Respirator

a. Penutup muka yang buruk seperti dapat menimbulkan jerawat, dapat membuat rambut jadi terjepit, tidak sesuai dengan ukuran wajah, menimbulkan iritasi pada bekas luka

b. Pemeliharaan yang tidak baik

c. Tidak nyaman dalam menghirup udara dan menimbulkan sesak nafas d. Kesulitan komunikasi

e. Tidak memiliki standar filter udara yang sesuai (Suardi, 2005).

2.3. Pengelolaan Tempat Pencucian Linen (Binatu) 2.3.1. Pengertian Binatu

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010 tentang pedoman teknis sarana dan prasarana rumah sakit kelas B, binatu rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan desinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, meja dan mesin setrika.

2.3.2. Persyaratan Binatu

Gambar

Tabel 2.1.Bahaya Potensial Berdasarkan Lokasi dan Pekerjaan di Rumah Sakit
Gambar 2.1. Alur Kegiatan Pada Instalasi Pencucian Linen di Instalasi Binatu  (Kemenkes RI, 2010)
Gambar 2.2. Kerangka Berpikir Penelitian
Gambar 4.1. Tahap Pengelolaan Linen Pada Instalasi Binatu Rumah Sakit  Umum Haji Medan

Referensi

Dokumen terkait

Karena mungkin sulit untuk membedakan tumor Bartholin dari kista Bartholin yang jinak hanya Karena mungkin sulit untuk membedakan tumor Bartholin dari kista Bartholin yang jinak

Komunikasi Massa menurut pendapat tan dan wright merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal,

bagi seseorang yang belum memenuhi syarat sebagai mujtahid , karena hasil ijtihad nya tidak akan benar tetapi menyesatkan, dasarnya karena menghukumi sesuatu tentang agama

Sebelum penjurian, semua karya peserta yang masuk akan diperiksa oleh panitia penyelenggara pada tanggal 30-31 Agustus2016, untuk memastikan bahwa materi atau dokumen yang

Hasil analisis dengan menggunakan uji korelasi pearson diperoleh hubungan yang nyata antara luas garapan di lahan hutan lindung dengan variabel: , tekanan ekonomi, dan jumlah

(2) Salinan naskah asli Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention against

Penulisan Ilmiah ini bertujuan untuk membangun suatu aplikasi berbasis web berupa website E-Learning dengan menggunakan modul Pascal, yang digunakan sebagai media alternative

1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, segala peraturan pelaksanaan di bidang penyiaran yang ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru. 2)