• Tidak ada hasil yang ditemukan

Maju Bersama PENDIDIKAN. Editor: H. Ma ruf, M.Ag & Syamsul Kurniawan, M.S.I. Maju Bersama Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Maju Bersama PENDIDIKAN. Editor: H. Ma ruf, M.Ag & Syamsul Kurniawan, M.S.I. Maju Bersama Pendidikan"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i Maju Bersama Pendidikan

Maju Bersama

PENDIDIKAN

Editor:

(3)

ii Maju Bersama Pendidikan Judul buku: Maju Bersama PENDIDIKAN v + 166 hal = 14.8 x 21 cm Editor: H. Ma’ruf, M.Ag

Syamsul Kurniawan, M.S.I Layout dan Desain Cover: Setia Purwadi

Cetakan Pertama, April 2012 Cetakan Kedua, Januari 2017 Diterbitkan oleh:

STAIN Press Pontianak (Anggota IKAPI)

(4)

iii Maju Bersama Pendidikan

Pengantar Editor

H

ANYA berkat karunia Allah SWT, kami berdua bisa meng-himpun berbagai tulisan menjadi buku ini. Karenanya, puji syukur kepada Allah SWT senantiasa kami panjatkan kepada-Nya. Shalawat dan salam semoga dicurahkan Allah kepa-da junjungan kita Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat-sahabatnya dan seluruh pengikut setianya.

Buku Maju Bersama Pendidikan ini mencakup 11 pokok bahasan: (1) Pendidikan Pada Lokasi Rawan Konflik; (2) Pengem-bangan program ekstrakurikuler pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) di Sekolah; (3) Pendidikan multikultural dalam Islam; (4) Pendidikan ber-asrama dalam menanamkan

(5)

iv Maju Bersama Pendidikan ter bangsa; (5) Akreditasi Sekolah/ Madrasah; (6) Pendidikan karakter dalam Islam; (7) Penelitian Tindakan Kelas (PTK) seb-agai metode alternatif perbaikan proses berkesinambungan; (8) Pendekatan pembelajaran PAI berbasis CTL; (9) Pendekatan pem-belajaran PAI berbasis Discovery dan Inquiry; (10) Sekolah yang efektif; dan (11) Pendekatan pembelajaran PAI berbasis koopera-tif.

Akhirnya, terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya pada semua pihak yang telah membantu terwujudnya buku ini. Tegur sapa dan kritik untuk perbaikan buku ini se-lalu kami harapkan. Semoga sekecil apapun percikan pemikiran dari para penulis yang tersaji pada buku ini dapat berguna bagi pengembangan keilmuan, pendidikan, dan kemajuan bangsa, nusa dan agama. Amin.***

Pontianak, 20 Maret 2012

Editor

H. Ma’ruf, M.Ag

(6)

v Maju Bersama Pendidikan

Daftar Isi

Pengantar Editor ... iii

Daftar Isi ... v

1. Pendidikan Pada Lokasi Rawan Konflik ... 1

2. Pengembangan Program Ekstrakurikuler Pembelajaran PAI di Sekolah ... 7

3. Pendidikan Multikultural dalam Islam ... 25

4. Pendidikan Ber-Asrama dalam Menanamkan Karakter Bangsa ... 39

5. Akreditasi Sekolah/ Madrasah ... 55

6. Pendidikan Karakter dalam Islam ... 75

7. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Sebagai Metode Alternatif Perbaikan Proses Berkesinambungan ... 87

8. Pendekatan Pembelajaran PAI berbasis CTL ... 99

9. Pendekatan Pembelajaran PAI Berbasis Discovery dan Inquiry ... 115

10. Sekolah yang Efektif ... 133

11. Pendekatan Pembelajaran PAI Berbasis Kooperatif ... 153

(7)
(8)

1 Maju Bersama Pendidikan ~ Ma’ruf

K

ONFLIK antar dua kubu yang terjadi di Pontianak Kali-mantan Barat (Kalbar), hari Rabu tanggal 14 Maret 2012, menyentakkan semua pihak dan elemen bangsa yang ada di Kalbar. Tanpa ingin menghakimi, tulisan ini ingin melihat bagaimana upaya pendidikan “membangun toleransi dalam plu-ralitas” pada lokasi rawan konflik. Konflik terjadi sewaktu ben-turan kepentingan.

Mendesak, pemahaman “perbedaan adalah suatu rahmat” perlu ditanamkan sejak dini. Terlebih, pada daerah-daerah multi agama, multi etnis, dan sebagainya. Berikut ini akan diuraikan di-mensi pendidikan multikultural sebagai langkah preventif

menga-[1]

Pendidikan Pada Lokasi

Rawan Konflik

MA’RUF

(9)

2 Ma’ruf ~ Maju Bersama Pendidikan tasi konflik. Hanya dua dimensi yang akan diurai (dalam AP. Post, Aswandi):

1. Content integration

Dimensi ini berupaya mengintegrasi mata pelajaran dengan pesan-pesan moral antar agama, antar etnis, antar bu-daya. Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) diharap-kan bersinergis dengan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan So-sial (IPS) secara holistic dan integralistik.

Chairul Mahfud (2011: 186), sewaktu simbol budaya, agama, ideologi partai, bendera, baju, kaos boleh berbeda tapi pada hakikatnya kita satu: satu bangsa. Kita setuju dalam per-bedaan (agree in disagreement).

Pijakan teologis berupa materi yang diintegrasikan an-tara PAI dan IPS di anan-taranya ditemukan dalam QS al-Hujurat: 13,

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu laki-laki dan perempuan, menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya, manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah orang-orang yang paling bertakwa (ke-pada Allah). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Meneliti.

Content integration PAI (Sejarah Kebudayaan Islam, Akidah Akhlak, al-Qur‘an dan Hadits, dan Fikih) dengan IPS, IPA, Bahasa Indonesia, PKn, dan Matematika harus menyikapi keunikan teoritis materi-materi tersebut yang berimplikasi

(10)

3 Maju Bersama Pendidikan ~ Ma’ruf

menghadirkan dan menghormati kemajemukan sebagai kha-zanah nusa bangsa. Karena epistemologi perbedaan adalah sunnatullah, di mana keragaman sesuatu yang dijunjung tinggi dan mendatangkan rahmat. Ini seharusnya menjadi misi semua agama. Terlebih, din al-Islam (lihat QS al-Anbiya’: 107).

Tetapi Choirul Fuad Yusuf (2008: 49-50) mengkritik PAI. Menurut pendapatnya PAI saat ini cenderung normatif, mu-lai dari perumusan sampai content (isi) yang bersifat melan-git, teosentris, abstrak, dan mengabaikan realitas. Sementara metodologi yang dipakai cenderung menutup peluang bagi pendalaman yang komprehensif. Model ini tidak memberi ruang pada siswa untuk berpikir kritis, sebaliknya mengarah pada cara berpikir eksklusif, simplistic, serta tidak menghar-gai pluralitas.

Sewaktu pendidikan bertujuan menumbuhkembangkan karakter, berarti pesan pendidikan karakter seperti toleran (tasammuh), adil (‘adalah), persamaan (musawah). Maka ni-lai-nilai karakter tersebut harus tersampaikan melalui setiap mata pelajaran (kurikuler) dan ekstrakurikuler (Agus Wibo-wo, 2012: 73).

2. Empowering school culture

Dimensi pemberdayaan kultur (budaya) sekolah yang berkenaan dengan proses merestrukturisasi kebudayaan dan organisasi sekolah agar siswa dari berbagai etnis dan kelas sosial-ekonomi yang beragam memiliki peluang dan kesem-patan yang sama untuk memperoleh pendidikan (educational for all).

(11)

4 Ma’ruf ~ Maju Bersama Pendidikan semua unsur harus terlibat dalam membangun iklim multi-kultural tanpa ada rasa mencurigai, prasangka, dan rasa dis-isihkan.

Sekolah sebagai miniatur masyarakat yang terprogram harus menggambarkan masyarakat ideal. Dalam Islam, ma-syarakat ideal tercermin dan mewujud dalam harmonisasi konsep hablum minallah dan hablum minannas (QS Ali ‘Imran: 112). Hablum minallah (hubungan dengan Allah) bermakna urusan hidayah Allah secara subjektif individual, sebab itu ti-dak boleh ada paksaan (QS al-Baqarah: 256). Sedang hablum minannas (hubungan antar manusia) berlangsung secara ob-jektif sosial. Maksudnya, soal rasa persaudaraan harus dite-rapkan kepada semua umat (Choirul Fuad Yusuf, 2008: 42).

Pada dasarnya, pembelajaran multikultural sudah ada, namun masih kurang memadai sebagai medium pendidikan yang menghargai perbedaan masing-masing suku, budaya, bangsa, agama dan etnis. Apalagi menjadikan perbedaan seb-agai khazanah kekayaan negeri.

Intinya, proses sosialisasi pendidikan pluralitas dan toleransi pada lokasi rawan konflik adalah menciptakan bu-daya sekolah, di mana warga sekolah (Kepala Sekolah, guru-guru, staf tata usaha, siswa dan tukang kebun) mendambakan perdamaian dan cinta persahabatan dengan mendiami bumi, negeri, dan tanah air yang satu, walau berbeda suku bangsa (Bhineka Tunggal Ika).

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang pal-ing efektif untuk menumbuhkan nilai-nilai karakter dan penghargaan terhadap multikultural, wacana tersebut perlu

(12)

5 Maju Bersama Pendidikan ~ Ma’ruf

lebih ditingkatkan lagi, sehingga tidak ada kecurigaan dalam persahabatan/pertemanan (misalnya: antara Ahmad den-gan Yohannes, Aisyah denden-gan Anastasia, Made Krisna denden-gan Yacobus Luntus, F. Rajagukguk dengan Ahmad Amin, dan se-bagainya). Semoga.***

DAFTAR PUSTAKA

Aswandi, Rubrik Opini, AP Post, 23 Maret 2012.

Dawam, Ainurrofiq, 2009. Islam dan Pluralisme Masyarakat. Tanggerang: Falasia Pustaka.

Mahfud, Choirul, 2011. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Majid, Abdul dan Dian Andayani, 2011. Pendidikan Karakter Per-spektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Yusuf, Choirul Fuad, 2008. Pendidikan Agama Berwawasan Keru-kunan. Jakarta: Pena Citasatria.

(13)
(14)

7 Maju Bersama Pendidikan ~ Syamsul Kurniawan

P

ROSES pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) di sekolah harus diberikan melalui dua program, yaitu pro-gram intrakurikuler dan ekstrakurikuler, agar tujuan dan kompetensi PAI dapat dicapai sesuai standar yang diharapkan. Namun demikian, prestasi dan komptensi peserta didik di lemba-ga pendidikan pada mata pelajaran PAI saat ini umumnya belum mencapai tingkat kompetensi yang menggembirakan.

Indikasinya antara lain adalah rendahnya kejujuran, ker-jasama, kasih sayang, toleransi, disiplin, termasuk juga dalam aspek integritas keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Peserta didik pada tingkat satuan pendidikan ini juga terindikasi

[2]

Pengembangan Program

Ekstrakurikuler Pembelajaran

PAI di Sekolah

SYAMSUL KURNIAWAN

(Dosen Tidak Tetap Jurusan Tarbiyah STAIN Pontianak dan FKIP Universitas Muhammadiyah Pontianak (UMP)

(15)

8 Syamsul Kurniawan ~ Maju Bersama Pendidikan ba nyak melakukan penyimpangan perilaku yang tidak sesuai de-ngan norma agama, norma hukum, dan norma susila, seperti terli-bat pergaulan bebas, kecanduan narkoba, minum-minuman keras, dan tawuan, yang seolah-olah terkesan menjadi trend kehidupan anak remaja pada saat ini. Kemampuan mereka dalam hal praktik peribadatan, membaca, hapalan dan menulis Al-Qur‘an juga um-umnya masih rendah.

Menurut penulis, kecenderungan demikian tersebut ada hubungannya dengan persolan berikut: Pertama, Terbatasnya jumlah alokasi waktu yang tersedia dalam standar isi kurikulum, untuk pembelajaran intrakurikuler PAI. Kedua, Proses pembelaja-ran PAI di sekolah kupembelaja-rang dapat mengembangkan potensi, watak, akhlak mulia, dan kepribadian peserta didik. Di samping itu ke-giatan intrakurikuler juga kurang berorientasi pada pembentukan moral atau akhlaqul karimah yang seyogyanya diberikan dalam pengalaman dan latihan-latihan. Ketiga, Perkembangan global bi-dang teknologi dan informasi, dan telekomunikasi pada sisi lain mempunyai implikasi negatif bagi penyelenggaraan pembelaja-ran PAI di sekolah. Keempat, Faktor environmental input (lingku-ngan), yaitu masyarakat lingkungan keluarga1 juga sering menjadi

ken dala bagi keberhasilan penyelenggaraan pembelajaran PAI di sekolah. Di sinilah letak pentingnya program ekstrakurikuler pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) di sekolah.

1 Penulis dalam buku Strategi dan Metode Pembelajaran

Pen-didikan Agama Islam menyebutkan bahwa faktor environmental input

(lingkungan) menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan peny-elenggaraan pembelajaran PAI di sekolah. Di antara faktor

environmen-tal input yang penulis maksud adalah lingkungan sosial, yang mencakup

lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga (Lihat Mangun Budi-yanto dan Syamsul Kurniawan, 2012: 17).

(16)

9 Maju Bersama Pendidikan ~ Syamsul Kurniawan

Tulisan ini secara khusus membahas tentang pengem-bangan program ekstrakurikuler pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) di sekolah. Kajian dalam tulisan ini mencakup: (1) Pengertian program ekstrakurikuler pembelajaran PAI; (2) Sasa-ran dan tujuan program ekstrakurikuler pembelajaSasa-ran PAI; (3) Prinsip dan landasan pelaksanaan program ekstrakurikuler PAI; (4) Metode program ekstrakurikuler pembelajaran PAI; (5) Ben-tuk-bentuk kegiatan program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah; dan (6) Evaluasi program ekstrakurikuler pembelaja-ran PAI di sekolah.

PENGERTIAN PROGRAM EKSTRAKURIKULER PEMBELAJARAN PAI

Program ekstrakurikuler yang dimaksud dalam tulisan ini mempunyai arti kegiatan yang bersangkutan di luar kurikulum atau di luar susunan rencana pelajaran (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989). Maka secara sederhana, istilah program ekstrakurikuler mengandung penger-tian yang menunjukkan segala macam aktivitas di sekolah atau lembaga pendidikan yang dilaksanakan di luar jam pelajaran.

Menurut Wikipedia, disebutkan bahwa yang dimaksud program ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan peserta didik di sekolah atau universitas, di luar jam belajar kurikulum standar (lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Extracuriculer).

Dokumen resmi dari Depdikbud juga memberikan rumu-san tentang apa yang dimaksud kegiatan ekstrakurikuler ini. Ber-dasarkan SK Dirjen Dikdasmen Nomor 226/C/Kep/9/1992 diru-muskan bahwa program ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar

(17)

10 Syamsul Kurniawan ~ Maju Bersama Pendidikan jam pelajaran biasa dan pada waktu libur sekolah, yang dilaku-kan baik di sekolah dan atau di luar sekolah dengan tujuan mem-perdalam dan memperluas pengetahuan peserta didik, mengenal hubungan antara berbagai pelajaran, menyalurkan bakat dan mi-nat, serta melengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya (lihat Sukiman, 2011: 13).

Sedangkan berdasarkan SK Mendikbud Nomor: 060/U/ 1993, Nomor: 061/U/1993 dan Nomor 080/U/1993 disebutkan bahwa program ekstrakurikuler adalah kegiatan yang diselengga-rakan di luar jam pelajaran yang tercantum dalam susunan pro-gram sesuai dengan keadaan dan kebutuhan sekolah. Propro-gram ekstrakurikuler tersebut berupa kegiatan pengayaan dan kegiatan perbaikan yang berkaitan dengan program kurikuler (lihat Suki-man, 2011: 13).

Berdasarkan uraian tentang pengertian program ekstr-akurikuler di atas dapat penulis rumuskan apa yang dimaksud dengan program ekstrakurikuler pembelajaran PAI, yaitu: “Ke-giatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang dilaku-kan di luar jam pelajaran intrakurikuler, dilaksanadilaku-kan di sekolah atau di luar sekolah untuk lebih memperluas pengetahuan, wa-wasan, kemampuan, meningkatkan dan menerapkan nilai penge-tahuan dan kemampuan yang dipelajari dalam program intrakuri-kuler sebagaimana yang tertuang dalam standar kompetensi.”

Program ekstrakurikuler pembelajaran PAI juga dimak-sudkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memadukan, mengintegrasikan, menerapkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah dipelajari ke dalam situasi kehidupan nyata, baik pada lingkungan keluarga, sekolah, maupun

(18)

11 Maju Bersama Pendidikan ~ Syamsul Kurniawan

kat. Penyelenggaraan program ekstrakurikuler pembelajaran PAI juga harus dapat meningkatkan keyakinan, pemahaman, pengha-yatan, dan pengalaman peserta didik tentang makna agama Islam sehingga diharapkan menjadi manusia muslim yang mempunyai wawasan luas mengenai keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Dengan begitu, setiap perbuatan dan amalan yang dilakukan peserta didik dalam kesehariannya tidak sekedar meniru orang lain, tetapi dilakukan secara sadar dengan berlandaskan kepada pengetahuan dan konsep nilai-nilai ajaran agama Islam.

TUJUAN DAN SASARAN PROGRAM EKSTRAKURIKULER PEMBELAJARAN PAI

Dilihat dari aspek kebahasaan, kata tujuan berakar dari kata dasar “tuju”, yang berarti arah atau jurusan. Maka tujuan be-rarti maksud atau sasaran, atau dapat juga bebe-rarti sesuatu yang hendak dicapai (Ngalim Purwanto, 1998: 18). Sementara penger-tian tujuan menurut istilah adalah batas akhir yang dicita-citakan seseorang dan dijadikannya pusat perhatian, untuk dicapai me-lalui usaha (Hery Noer Ali, 1999: 51).

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No-mor 22 tahun 2006 untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menen-gah bahwa tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (lihat Sukiman, 2011: 15):

1. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, pengha-yatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peser-ta didik tenpeser-tang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan

(19)

12 Syamsul Kurniawan ~ Maju Bersama Pendidikan waannya kepada Allah SWT.

2. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia, yaitu manusia yang berpengetahuan, ra-jin beribadah, cerdas produktif, jujur, adil, etis, berdisip-lin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas di sekolah.

Berangkat dari tujuan di atas, paling tidak ada empat di-mensi pokok yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran PAI:

1. Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam;

2. Dimensi pemahaman (inteketual) serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran agama Islam.

3. Dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dira-sakan peserta didik dalam menjalankan ajaran syariat agama Islam.

4. Dimensi pengalaman, dalam arti bagaimana ajaran agama Islam yang telah dipahami dan dihayati oleh peserta didik selanjutnya mampu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Maka tujuan program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah perlu dikembangkan untuk mengoptimalkan hasil pem-belajaran PAI. Dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 16 tahun 2010 tentang pengelolaan pendidikan agama di sekolah seperti dikutip oleh Sukiman (2011: 17):

1. Proses pembelajaran ekstrakurikuler pendidikan agama merupakan pendalaman, penguatan, pembiasaan, serta perluasan dan pengembangan dari kegiatan

(20)

13 Maju Bersama Pendidikan ~ Syamsul Kurniawan

er, yang dilaksanakan dalam bentuk tatap muka atau non tatap muka;

2. Pendalaman sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) merupakan pengayaan materi pendidikan agama;

3. Penguatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meru-pakan pengamalan dan pembudayaan ajaran agama serta perilaku mulia dalam kehidupan sehari-hari;

4. Pembiasaan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) merupakan pengamalan dan pembudayaan ajaran agama serta perilaku mulia dalam kehidupan sehari-hari;

5. Perluasan dan pengembangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penggalian potensi, minat, bakat, keterampilan, dan kemampuan peserta didik di bi-dang pendidikan agama.

Dengan demikian, tujuan program ekstrakurikuler pem-belajaran PAI di sekolah, perlu difungsikan sebagai:

1. Pengembangan, maksudnya program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah untuk mengembangkan po-tensi dan penyaluran bakat di bidang pendidikan agama Islam;

2. Sosial, yaitu program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah ditujukan untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik;;

3. Rekreatif, yaitu program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah untuk mengembangkan rileks, menggem-birakan dan menyenangkan peserta didik sesuai perkem-bangannya; dan

(21)

14 Syamsul Kurniawan ~ Maju Bersama Pendidikan lajaran PAI di sekolah ditujukan untuk mengembangkan kesiapan karir peserta didik, terutama dalam bidang ke-agamaan.

Sementara itu, sasaran pokok program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah:

1. Memperkuat rasa keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT;

2. Menumbuhkan minat dan motivasi peserta didik dalam menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam secara konsisten;

3. Mendorong tumbuhnya semangat untuk memperluas pemahaman ajaran agama Islam;

4. Meningkatkan dan mengembangkan karakter serta ke-pribadian peserta didik sebagai subjek dan agen pemban-gunan nasional; dan

5. Mewujudkan media dakwah Islamiah di tingkat sekolah yang dikelola secara sistematik, terarah, dan kreatif. PRINSIP DAN LANDASAN PELAKSANAAN PROGRAM EKSTRAKURIKULER PAI

Karena peserta didik mempunyai beragam karakteristik, latar-belakang, dan potensi yang dimilikinya, maka pengemban-gan program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut:

1. Prinsip individual, maksudnya program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah disesuaikan dengan potensi, bakat, dan minat peserta didik, secara individual;

(22)

15 Maju Bersama Pendidikan ~ Syamsul Kurniawan

dikembangkan sesuai dengan keinginan dan diikuti secara sukarela oleh peserta didik, kecuali hal-hal yang terkait dengan mata pelajaran PAI secara langsung;

3. Prinsip keterlibatan aktif, maksudnya menuntut keikut-sertaan peserta didik secara penuh;

4. Prinsip menyenangkan, maksudnya program ekstrakuri-kuler pembelajaran PAI di sekolah dikembangkan dengan suasana menyenangkan dan melahirkan kepuasan peserta didik; dan

5. Prinsip menumbuhkan semangat peserta didik untuk bekerja dengan baik dan berhasil.

Adapun landasan yang digunakan dalam pelaksanaan pro-gram ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah:

1. Landasan agama. Landasan ini hendaknya menjadi ruh dan target tertinggi dalam pelaksanaan program ekstr-akurikuler pembelajaran PAI di sekolah.

2. Landasan falsafah. Landasan ini memberikan pedoman bagi tujuan program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah, sehingga tujuan dan organisasi program eks-trakurikuler pembelajaran PAI di sekolah, mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk ni-lai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditin-jau dari aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi. 3. Landasan psikologis. Landasan ini memberikan landasan

dalam perumusan program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah yang sejalan dengan ciri-ciri perkemba ngan psikis peserta didik sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya, memperhatikan kecakapan pemikiran dan

(23)

16 Syamsul Kurniawan ~ Maju Bersama Pendidikan bedaan perorangan antara satu peserta didik dengan lain-nya.

4. Landasan sosial. Landasan ini memberikan gambaran bagi program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah yang tercermin pada dasar sosial yang mengandung ciri-ciri masyarakat Islam dan kebudayaannya, baik dari as-pek pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berpikir dan adat kebiasaan, seni dan sebagainya. Sebab, tidak ada suatu masyarakat yang tidak berbudaya dan tidak ada suatu kebudayaan yang tidak berada pada masyarakat. Kaitan-nya dengan program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah sudah tentu harus mengakar terhadap masyara-kat, perubahan dan perkembangannya.

5. Landasan hukum. Pelaksanaan program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah tentu harus didasarkan lan-dasan hukum yang berlaku di suatu negara. Dalam hal ini, aturan yang menjadi dasar hukumnya di Indonesia, sep-erti UUD 1945, UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah lainnya. 6. Landasan ekonomi. Artinya pelaksanaan program

eks-trakurikuler pembelajaran PAI di sekolah tetap berpijak pada kemampuan pembiayaan yang ada di sekolah. Kare-na bagaimaKare-napun suatu program pendidikan tidak bisa dilepaskan dari pembiayaannya.

7. Landasan manajemen. Landasan lain yang penting untuk mewujudkan program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah adalah manajemen. Artinya pemanfaatan selu-ruh sumber yang ada di sekolah harus dapat digerakkan

(24)

17 Maju Bersama Pendidikan ~ Syamsul Kurniawan

dan dikerjasamakan serta dikomunikasikan sehingga pro-gram ekstrakurikuler pembelajaran PAI tersebut dapat berjalan sesuai dengan tujuannya.

METODE PROGRAM EKSTRAKURIKULER PEMBELAJARAN PAI Ditinjau dari segi kebahasaan, kata metode berasal dari kata Yunani “methodos”, yang terdiri dari kata “meta” yang berarti “me-lalui” dan “hodos” yang berarti “jalan”. Jadi metode berarti jalan yang dilalui (HM Arifin, 1994: 97). Secara lebih sederhana, metode dapat berarti cara kerja (Osman Rabily, 1982: 351), atau cara yang tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu (Soergarda Poer-bakawatja dan H.A.H Harahap, 1982: 351; Ahmad Tafsir, 1991: 9). Secara umum, metode berarti cara yang telah diatur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud (Mangun Budiyanto dan Syamsul Kurniawan, 2012: 71). Bila dihubungkan dengan program ekstrakurikuler pembelajaran PAI maka metode adalah cara yang dapat digunakan dalam melaksanakan program kegiatan ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah.

Tentu saja metode mempunyai kedudukan yang penting dalam kegiatan program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah. Kedudukan itu dapat diidentifikasi sebagai berikut (Suki-man, 2011: 30):

1. Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik;

2. Metode sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan; 3. Metode sebagai strategi pengajaran;

Beberapa alternatif metode yang dapat digunakan dalam proses kegiatan program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah:

(25)

18 Syamsul Kurniawan ~ Maju Bersama Pendidikan

1.

Metode ceramah, yaitu di mana cara menyampaikan

pengertian-pengertian materi pengajaran kepada peser-ta dilaksanakan dengan lisan oleh pembimbing di dalam kelas. Hubungan antara guru dengan anak didik banyak menggunakan bahasa lisan (lihat Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 53).

2.

Metode tanya jawab, yaitu metode penyampaian pelaja-ran dengan jalan pembimbing mengajukan pertanyaan dan peserta menjawab, atau bisa juga suatu metode di dalam aktivitas belajar mengajar di mana pembimbing bertanya sedangkan peserta menjawab tentang bahan materi yang ingin diperolehnya (lihat http://www.syafir. com/2011/01/08/metode-tanya-jawab).

3.

Metode diskusi, yaitu proses interaksi dan komunikasi dua arah atau lebih yang melibatkan pembimbing dan peserta. Metode ini merupakan salah satu cara untuk menciptakan proses belajar aktif (Mangun Budiyanto dan Syamsul Kur-niawan, 2012: 85).

4.

Metode bercerita, yaitu peserta diajak untuk mendengar-kan kisah-kisah tokoh terdahulu dalam perjuangannya.

5.

Metode demonstrasi, yaitu peserta diminta untuk

melaku-kan suatu kegiatan atau praktik, seperti shalat, manasik haji, atau berwudhu (lihat Mangun Budiyanto dan Syam-sul Kurniawan, 2012: 109).

6.

Metode latihan (drill), merupakan metode penyajian ma-teri atau kegiatan yang dilakukan dengan cara berulang-ulang dan bersungguh-sungguh dengan tujuan untuk memperkuat dan menyempurnakan suatu kegiatan atau

(26)

19 Maju Bersama Pendidikan ~ Syamsul Kurniawan

keterampilan tertentu agar peserta terbiasa melakukan-nya (lihat Sukiman, 2011: 31)

7.

Metode kunjungan lapangan atau karyawisata, merupa-kan suatu metode yang dilaksanamerupa-kan dengan cara berta-masya di luar kelas. Dalam perjalanan taberta-masya, ada hal-hal tertentu yang telah direncanakan pembimbing untuk didemonstrasikan pada peserta, di samping hal-hal yang secara kebetulan ditemukan di dalam perjalanan tamasya tersebut (lihat Mangun Budiyanto dan Syamsul Kurni-awan, 2012: 116).

8.

Metode pemberian tugas, yaitu metode yang dilakukan dengan memberi tugas kepada peserta untuk menambah keterampilan dan kemampuan praktis atas berbagai per-soalan yang berkaitan dengan pengamalan nilai agama, seperti membuat laporan hasil kunjungan atau silaturah-mi (Sukiman, 2011: 31).

Demikian beberapa metode yang dapat digunakan dalam proses pelaksanaan kegiatan program ekstrakurikuler pembelaja-ran PAI di sekolah. Tentu saja penggunaan atau pemilihan metode tergantung pada situasi dan kondisi yang terjadi, di samping mempertimbangkan peserta didik, tujuan, situasi, fasilitas, guru atau pembimbing.

BENTUK-BENTUK KEGIATAN PROGRAM EKSTRAKURIKULER PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH

Beberapa bentuk kegiatan program ekstrakurikuler pem-belajaran PAI yang dapat diterapkan/ dilaksanakan di sekolah:

(27)

20 Syamsul Kurniawan ~ Maju Bersama Pendidikan oleh sekolah secara rutin dan berkelanjutan dalam mem-bangun karakter keagamaan dan akhlak mulia peserta didik, sebagai proses internalisasi nilai-nilai kegamaan agar peserta didik terbiasa berbicara, bersikap, dan ber-perilaku terpuji dalam kehidupan keseharian. Melalui kegiatan pembiasaan, diharapkan peserta didik memi-liki karakter dan perilaku terpuji baik dalam komunitas kehidupan di sekolah, di rumah, maupun di masyarakat. Beberapa kegiatan pembiasaan akhlak mulia yang dapat dilakukan di lingkungan sekolah, antara lain: shalat ber-jamaah, tadarusan, baca doa pada awal dan akhir pela-jaran, melafalkan asmaul husna, atau melakukan suatu pekerjaan, mengucapkan dan menjawab salam, infaq dan sadaqah, menjaga kebersihan, menjaga kesehatan, ber-perilaku jujur, adil, memanfaatkan waktu luang untuk ke-baikan, dan sebagainya.

2. Pekan dan Keterampilan Seni PAI (PENTAS PAI), adalah wahana kompetisi di kalangan peserta didik dalam berb-agai jenis keterampilan dan seni agama yang diselenggara-kan mulai tingkat sekolah, gugus, kecamatan, kabupaten/ kota, provinsi, sampai tingkat nasional. Jenis keterampilan yang dapat diperlombakan: MTQ, kaligrafi, hapalan surat pendek, pidato, cerdas-cermat, khutbah jum‘at, hapalan doa, dan sebagainya. Mengenai jenis keterampilan yang diperlombakan, setiap sekolah natau daerah dapat memil-ih jenis lomba yang cocok, dan lebmemil-ih memasyarakat di dae-rahnya masing-masing. Kegiatan PENTAS PAI selain dapat berfungsi sebagai tolak ukur kompetensi dan prestasi

(28)

21 Maju Bersama Pendidikan ~ Syamsul Kurniawan

peserta didik di bidang PAI dan wahana syiar Islam, juga untuk memotivasi peserta didik agar lebih bergairah mempelajari, memahami, mencintai, dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama Islam.

3. Pesantren Kilat, yaitu kegiatan pesantren yang dilak-sanakan pada saat liburan sekolah dengan waktu yang relatif singkat di bulan Ramadhan atau di luar bulan Ra-madhan. Pesantren kilat juga sering disebut Pesantren Ramadhan apabila dilaksanakan pada bulan Ramadhan. Rentang waktu pelaksanaan pesantren kilat bisa 3, 5, 7 hari atau lebih disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaksa-naan pesantren kilat lebih diarahkan kepada aspek pen-gamalan, maka proses pembelajarannya lebih difokuskan kepada aspek afektif dan psikomotorik, dalam bentuk praktik dan latihan-latihan. Kegiatan pesantren kilat di-lakukan dengan menyesuaikan situasi, kondisi dan poten-si yang ada di sekolah.

4. Wisata Rohani. Wisata rohani adalah salah satu kegiatan program ekstrakurikuler PAI yang dapat dilakukan dalam bentuk outbond atau kegiatan sejenis yang ditujukan se-bagai wahana hiburan yang menyenangkan sekaligus memperoleh pengetahuan dan pengalaman religious yang bermanfaat. Dengan mengacu kepada pendekatan dan prinsip belajar aktif dan menyenangkan, perlu diadakan kegiatan wisata rohani bagi peserta didik untuk sekaligus menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan pen-gamalan keagamaan. Kegiatan wisata rohani pada giliran-nya diharapkan juga dapat menambah keimanan dan

(29)

22 Syamsul Kurniawan ~ Maju Bersama Pendidikan aqwaan kepada Allah SWT.

5. Peringatan Hari Besar Islam. Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) adalah kegiatan memperingati Hari Besar Islam dengan maksud syiar Islam sekaligus menggali arti dan makna dari suatu Hari Besar Islam. Hari besar Islam yang dimaksud di antaranya: maulid Nabi SAW, isra’ mi’raj, nu-zulul Qur‘an, dan seterusnya. Agar kegiatan PHBI memi-liki makna pembelajaran bagi peserta didik, maka pelak-sanaan peringatan hari-hari besar Islam secara teknis sebaiknya dikelola oleh peserta didik melalui ROHIS di bawah bimbingan guru PAI, dan bertanggungjawab kepa-da Kepala Sekolah. Dalam memperingati PHBI selain men-gundang narasumber yang berkompeten, sebaiknya juga diisi dengan kegiatan-kegiatan peserta didik di bidang keterampilan dan seni PAI, seperti baca al-Qur‘an dan ter-jemahannya, serta kesenian Islam.

EVALUASI PROGRAM EKSTRAKURIKULER PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH

Evaluasi program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah juga perlu dilakukan, yang mencakup kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang pros-es dan hasil belajar PAI ppros-eserta didik yang dilakukan di luar jam kegiatan program intrakurikuler yang dilakukan secara siste-matis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Kegiatan evaluasi ini umumnya dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan kegiatan pengukuran yang salah satunya dapat ditempuh dengan

(30)

23 Maju Bersama Pendidikan ~ Syamsul Kurniawan

nakan teknik tes.

Evaluasi program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah menurut Sukiman (2011: 64) secara umum dapat digu-nakan untuk menilai pencapaian komptensi peserta didik, mem-perbaiki proses pembelajaran, dan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan belajar peserta didik.

Prinsip-prinsip evaluasi yang harus diperhatikan oleh para pelaksana meliputi prinsip mendidik, adil, objektif dan val-id, berorientasi pada kompetensi, terbuka, berkesinambungan, menyeluruh dan ketuntasan belajar. Kegiatan evaluasi program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah ini dapat dilakukan oleh guru PAI, kepala sekolah, masyarakat, dan bahkan orang tua peserta didik.

Akhirnya, penyelenggaraan program ekstrakurikuler pembelajaran PAI di sekolah harus disusun secara terencana agar semua pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pembelajaran PAI dapat berperan aktif mendukung tercapainya tujuan PAI. Agar penyelenggaraan program ekstrakurikuler pembelajaran PAI ini berjalan efektif, efisien, dan terarah serta memperoleh hasil se-bagaimana yang diharapkan, maka harus dikelola secara terinte-grasi dan berkesinambungan dengan program intrakurikuler PAI yang ada di sekolah.***

(31)

24 Syamsul Kurniawan ~ Maju Bersama Pendidikan DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya, 2005. Strategi Pembelajaran Untuk Fakultas Tarbiyah. Bandung: Pustaka Setia.

Ali, Hery Noer, 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka Cipta. Arifin, HM, 1994. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Budiyanto, Mangun dan Syamsul Kurniawan, 2012. Strategi dan

Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Yogyakar-ta: Griya Santri.

http://id.wikipedia.org/wiki/Extracuriculer

http://www.syafir.com/2011/01/08/metode-tanya-jawab

Poerbakawatja, Soergarda dan H.A.H Harahap, 1992. Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.

Purwanto, Ngalim, 1998. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rabily, Osman, 1982. Kamus Internasional. Jakarta: Bulan Bintang. Sukiman, 2011. Pengembangan Ekstrakurikuler PAI: Materi Pen-ingkatan Kualitas Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) Tingkat Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama RI.

Tafsir, Ahmad, 1991. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Ba-hasa Depdikbud, 1989. Kamus Besar BaBa-hasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

(32)

25 Maju Bersama Pendidikan ~ M. Tamin

P

ENDIDIKAN multikultural pada dasarnya tidak bertentan-gan denbertentan-gan ajaran Islam, khususnya al-Qur’an yang men-jadi sumber hukum agama Islam. Keanekaragaman yang ada justru menjadi kekayaan intelektual untuk dikaji, sebagaima-na beberapa ayat al-Qur’an menjelaskan hal tersebut. Dengan pendidikan multikultural diharapkan setiap individu atau kelom-pok bisa menerima dan menghargai setiap perbedaan, hidup ber-dampingan dengan damai dan tenang. Sehingga terbentuk sebuah negara dan bangsa yang damai dan sejahtera.

Keragaman kebudayaan oleh masyarakat lazim disebut multikultural. Indonesia adalah salah satu negara multikultural

[3]

Pendidikan Multikultural

dalam Islam

M. TAMIN

(33)

26 M. Tamin ~ Maju Bersama Pendidikan terbesar di dunia, ditinjau dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Wilayahnya luas yang terdiri dari ribuan pulau, keragaman budaya, suku, ras dan agama adalah sebuah kekayaan yang dimiliki bangsa ini.

Kitab suci al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Mu-hammad SAW. merupakan landasan dalam semua sisi kehidupan ummatnya. al-Qur’an memberikan hujjah dan bukti penjelasan tentang prinsip-prinsip Islam yang menjadi intisari dakwah.Den-gan redaksi yang jelas dan akurat pokok agama Islam memberi pe-tunjuk kepada orang Islam tentang kekuasaan Allah, agar manusia menjadi masyarakat yang ideal di dunia. Sebagai agama universal yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, persamaan hak dan mengakui adanya keragaman latar belakang budaya dan ke-majemukan, Islam menganut multikulturalisme.

Multikultural menurut Islam adalah sebuah aturan Tuhan (sunnatullah) yang tidak akan berubah, juga tidak mungkin dila-wan atau diingkari. Setiap orang akan menghadapi kemajemukan di manapun dan dalam hal apapun. Ungkapan ini menggambar-kan bahwa Islam sangat menghargai multikultural karena Islam adalah agama yang dengan tegas mengakui perbedaan setiap in-dividu untuk hidup bersama dan saling menghormati satu dengan yang lainnya.

SUATU IRONI

Allah SWT. menciptakan manusia dengan bermacam-ma-cam perbedaan supaya bisa saling berinteraksi mengenal antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan bangsa dan suku tentu akan melahirkan bermacam budaya yang ada di masyarakat.

(34)

27 Maju Bersama Pendidikan ~ M. Tamin

Berangkat dari perbedaan tersebut maka setiap budaya akan mempunyai norma atau standard-standard tingkah laku yang terdapat di dalam masyarakat bermacam-macam. Sedikit banyak norma-norma itu berlainan antara satu individu atau ke-lompok dengan individu atau keke-lompok yang lain, karena sistem nilai dan keyakinan yang berkembang di dalam masyarakat-ma-syarakat tertentu, ditinjau dari sudut kebudayaan, memisahkan masyarakat-masyarakat itu dari masyarakat-masyarakat yang lain sehingga berkembang corak nilai-nilai dan keyakinan yang berbeda-beda. Ini menjadi sebuah kenyataan yang melatarbe-lakangi timbulnya bermacam perbedaan dan keragaman budaya.

Pada prosesnya interaksi yang berlangsung baik secara in-dividu maupun kelompok ternyata banyak menimbulkan masalah tersendiri. Permasalahan yang muncul di tengah-tengah kehidu-pan mempunyai latar belakang yang beraneka ragam. Orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya, semisal pemuka agama, tokoh masyarakat bahkan birokrasi pemerintah telah berupaya dengan berbagai cara agar tercipta harmonisasi kehidupan baik dalam tataran mikro ataupun makro melalui saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan yang ada. Upaya-paya terse-but melalui banyak cara yang ditempuh seperti bentuk artikel dan dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.

Akan tetapi kenyataan yang terjadi di masyarakat ternyata belum sesuai dengan harapan. Acap kali terjadi gesekan-gesekan karena berasal dari sebuah perbedaan mengakibatkan perma-salahan yang tidak mudah untuk diselesaikan. Banyak faktor yang melatarbelakangi permasalahan yang muncul ke permukaan, menjadi konflik yang bermuara pada perbedaan individu ataupun

(35)

28 M. Tamin ~ Maju Bersama Pendidikan kelompok.

Bila kelompok kemasyarakatan yang obyektif mengalami disorganisasi sosial, manusia akan kehilangan bimbingan, kontrol sosial, dan sanksi sosial. Pola kehidupan banyak diwarnai keliaran dan konflik-konflik internal dan eksternal yang semakin intensif. Permasalahan atau konflik yang muncul berakibat menjadi se-buah tindakan yang terkadang membahayakan hidup dalam ber-bangsa dan bernegara yang memecah persatuan dan kesatuan.

Dalam lingkup keagamaan, menjadi konflik horisontal an-tar umat seagama ataupun beda agama (keyakinan). Konflik-kon-flik berlatar belakang agama pada saat sekarang intensitasnya se-makin meningkat. Dari konflik tersebut tidak sedikit melahirkan kelompok-kelompok yang bersikap radikal dan anarkhis.

Seringnya konflik dan permasalahan yang muncul dari sisi keagamaan dewasa ini menyebabkan merebaknya aksi-aksi terorisme, anarkhisme terhadap individu atau kelompok dan tempat-tempat ibadah yang akhirnya mengganggu perdamaian dan ketenangan masyarakat luas. Terkadang perilaku tersebut ti-dak hanya merugikan diri sendiri atau kelompoknya, bangsa dan negara juga turut dirugikan.

Kerusuhan demi kerusuhan yang terjadi juga menjadi se-buah bukti bahwa bangsa yang mayoritas beragama Islam ini be-lum atau bahkan tidak menghargai perbedaan, lebih suka memak-sakan kehendak diri atau kelompoknya sendiri.

HAKIKAT PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM ISLAM 1. Pengertian Pendidikan Multikultural

(36)

29 Maju Bersama Pendidikan ~ M. Tamin

metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengeta-huan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.

Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Dalam kata tersebut terkandung sebuah pengakuan akan kehidupan manusia yang mempunyai kebudayaan beraneka ragam dengan segala keuni-kannya.

Maka pendidikan multikultural merupakan wahana yang paling tepat untuk membangun kesadaran multikulturalisme. Me-lalui pendidikan multikultural tersebut yang terintegrasi dalam kurikulum maka pemahaman masyarakat terhadap setiap per-bedaan yang ada menjelma menjadi sebuah perilaku untuk sal-ing menghargai dan menghormati keragaman identitas dalam kerangka penciptaan harmonisasi kehidupan.

Berdasarkan konflik-konflik yang terjadi maka keberadaan pendidikan multikultural sangat diperlukan. Pendidikan multikul-tural adalah strategi pendidikan yang diterapkan pada semua jenis mata pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada diri siswa seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas sosial, ras, kemampuan, dan umur agar pros-es belajar menjadi lebih efektif dan mudah Hal tersebut sekaligus juga untuk melatih dan membangun karakter siswa agar terbiasa bersikap demokratis, humanis dan pluralis dalam lingkungannya. Selanjutnya akan terbentuk masyarakat bangsa yang lebih berbu-daya dengan banyak keanekaragaman.

(37)

30 M. Tamin ~ Maju Bersama Pendidikan 2. Pendidikan Multikultural dalam Islam.

Keberadaan dan asal manusia yang multikultural menjadi sebuah kekayaan ilmu pengetahuan bagi ummat Islam untuk di-kaji lebih mendalam. Perbedaan-perbedaan yang ada di sekitar kehidupan manusia telah tertulis dalam al-Qur’anul Karim seb-agaimana Allah SWT. telah berfirman:

Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguh-nya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesung-guhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. al-Hujurat (49): 13).

Kurangnya pemahaman dan penerapan secara praktis firman Allah SWT. dalam QS. al-Hujurat (49): 13 tersebut menye-babkan orang Islam terjebak dalam hal-hal yang merugikan. Hal tersebut menjadi penyebab terjadinya konflik yang tidak pernah berhenti.

Maka konsep pedidikan multikultural perlu secara terus-menerus untuk disampaikan kepada masyarakat melalui berbagai forum atau media. Hal tersebut bertujuan agar tumbuh dalam diri setiap orang kesadaran hidup dalam sebuah bangsa yang mem-punyai keragaman budaya, pada akhirnya bisa saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan.

(38)

31 Maju Bersama Pendidikan ~ M. Tamin

sesuai dan diterima untuk kebutuhan kontemporer adalah bahwa orang-orang dari berbagai kebudayaan yang beragam secara per-manen hidup berdampingan satu dengan yang lainnya; banyak versi multikulturalisme menekankan pentingnya belajar tentang kebudayaan-kebudayaan lain, mencoba memahami mereka se-cara penuh dan empatik; multikul-turalisme mengimplikasikan suatu keharusan untuk mengapresiasi kebudayaan-kebudayaan lain, dengan kata lain menilainya positif. Multikulturalisme mun-cul kapan dan dimanapun ketika perdagangan dan kaum diaspora yang hidup darinya menjadi penting, dan ini menghendaki sal-ing adaptasi (mutual adaption) sehsal-ingga semua kelompok mem-peroleh kemajuan dari pertukaran yang sifatnya material dan manufaktural maupun kultural berupa gagasan-gagsan dari ber-bagai penjuru dunia.

Karekteristik pendidikan multikultural tersebut meliputi tujuh komponen, yaitu belajar hidup dalam perbedaan, memban-gun tiga aspek mutual (saling percaya, pengertian, dan menghar-gai), terbuka dalam berfikir, apresiasi dan interdependensi, serta resolusi konflik dan rekonsiliasi nirkekerasan.

Dari beberapa karakteristik tersebut, diformulasikan den-gan ayat-ayat al-Qur‘an sebagai dalil, bahwa konsep pendidikan multikultural ternyata selaras dengan ajaran-ajaran Islam dalam mengatur tatanan hidup manusia di muka bumi ini, terutama sekali dalam konteks pendidikan:

a. Karakteristik belajar hidup dalam perbedaan

Pendidikan selama ini lebih diorientasikan pada tiga pilar pendidikan, yaitu menambah pengetahuan, pembekalan

(39)

32 M. Tamin ~ Maju Bersama Pendidikan ampilan hidup (life skill), dan menekankan cara menjadi “orang” sesuai dengan kerangka berpikir peserta didik. Realitasnya dalam kehidupan yang terus berkembang, Ketiga pilar tersebut kurang berhasil menjawab kondisi masyarakat yang semakin mengglobal.

Maka dari itu diperlukan satu pilar strategis yaitu belajar saling menghargai akan perbedaan, sehingga akan terbangun re-lasi antara personal dan intra personal. Dalam terminologi Islam, realitas akan perbedaan tak dapat dipungkiri lagi, sesuai dengan Q.S. Al-Hujurat (49): 13 yang menekankan bahwa Allah SWT men-ciptakan manusia yang terdiri dari berbagai jenis kelamin, suku, bangsa, serta interprestasi yang berbeda-beda.

b. Karakteristik membangun tiga aspek mutual

Ketiga hal tersebut yaitu membangun saling percaya (mu-tual trust), memahami saling pengertian (mu(mu-tual understanding), dan menjunjung sikap saling menghargai (mutual respect). Tiga hal ini sebagai konsekuensi logis akan kemajemukan dan kehege-monikan, maka diperlukan pendidikan yang berorientasi kepada kebersamaan dan penanaman sikap toleran, demokratis, serta ke-setaraan hak.

Implementasi menghargai perbedaan dimulai dengan si-kap saling menghargai dan menghormati dengan tetap menjun-jung tinggi rasa persatuan dan persaudaraan. Hal tersebut dalam Islam lazim disebut tasamuh (toleransi).

Ayat-ayat al-Qur’an yang menekankan akan pentingnya saling percaya, pengertian, dan menghargai orang lain, diantaran-ya adiantaran-yat diantaran-yang menganjurkan untuk menjauhi berburuk sangka dan mencari kesalahan orang lain yaitu Q.S. al-Hujurat (49): 12 :

(40)

33 Maju Bersama Pendidikan ~ M. Tamin

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesala-han orang lain dan janganlah sebahagian kamu meng-gunjing sebahagian yang lain.

c. Karakteristik terbuka dalam berpikir.

Pendidikan seyogyanya memberi pengetahuan baru ten-tang bagaimana berfikir dan bertindak, bahkan mengadopsi dan beradaptasi terhadap kultur baru yang berbeda, kemudian dire-spons dengan fikiran terbuka dan tidak terkesan eksklusif. Peser-ta didik didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir sehingga tidak ada kejumudan dan keterkekangan dalam berfikir. Penghargaan al-Qur’an terhadap mereka yang mempergunakan akal, bisa dijadikan bukti representatif bahwa konsep ajaran Is-lampun sangat responsif terhadap konsep berfikir secara terbuka. d. Karakteristik apresiasi dan interdependensi

Karakteristik ini mengedepankan tatanan sosial yang care (peduli), dimana semua anggota masyarakat dapat saling menun-jukan apresiasi dan memelihara relasi, keterikatan, kohesi, dan keterkaitan sosial yang rekat, karena bagaimanapun juga manusia tidak bisa survive tanpa ikatan sosial yang dinamis. Konsep seperti ini banyak termaktub dalam al-Qur’an, salah satunya Q.S. al-Maid-ah (5): 2 yang menerangkan betapa pentingnya prinsip tolong me-nolong dalam kebajikan, memelihara solidaritas dan ikatan sosial (takwa), dengan menghindari tolong menolong dalam kejahatan.

(41)

34 M. Tamin ~ Maju Bersama Pendidikan Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertak-walah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Q.S. al-Maidah (5): 2).

Redaksi ayat tersebut mengisyaratkan bahwa tolong me-nolong yang dapat mengantarkan manusia, baik sebagai individu atau kelompok, kepada sebuah tatanan masyarakat yang kokoh dalam bingkai persatuan dan kebersamaan adalah tolong me-nolong dalam hal kebaikan, kejujuran dan ketaatan.

e. Karakteristik resolusi konflik dan rekonsiliasi nirkekerasan

Konflik dalam berbagai hal harus dihindari, dan pendidi-kan harus mengfungsipendidi-kan diri sebagai satu cara dalam resolusi konflik. Adapun resolusi konflik belum cukup tanpa rekonsiliasi, yakni upaya perdamaian melalui sarana pengampunan atau me-maafkan (forgiveness). Pemberian ampun atau maaf dalam rekon-siliasi adalah tindakan tepat dalam situasi konflik komunal.

Dalam ajaran Islam, seluruh umat manusia harus mengedepankan perdamaian, cinta damai dan rasa aman bagi se-luruh makhluk. Juga secara tegas al-Qur’an menganjurkan untuk memberi maaf, membimbing kearah kesepakatan damai dengan cara musyawarah, duduk satu meja dengan prinsip kasih sayang.

Hal tersebut terdapat dalam Q.S. asy-Syuura (42): 40 yang berbunyi :

(42)

35 Maju Bersama Pendidikan ~ M. Tamin

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesung-guhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang lalim.

Apabila terjadi perselisihan, maka Islam menawarkan jalur perdamaian melalui dialog untuk mencapai mufakat. Hal ini tidak membedakan ras, warna kulit, etnik, kebudayaan dan bah-kan agama.

Kesadaran terhadap kehidupan yang multikultural pada akhirnya akan menjelma menjadi suatu kesatuan yang harmonis yang memberi corak persamaan dalam spirit dan mental. Untuk memperoleh keberhasilan bagi terealisasinya tujuan mulia yaitu perdamaian dan persaudaraan abadi di antara orang-orang yang pada realitasnya memang memiliki agama dan iman berbeda, perlulah kiranya adanya keberanian mengajak pihak-pihak yang berkompenten melakukan perubahan-perubahan di bidang pen-didikan terutama sekali melalui kurikulumnya yang berbasis ke-anekaragaman.

Paradigma tentang pendidikan multikultural dan upaya-upaya untuk penerapannya di Indonesia kini mendapat perhatian yang semakin besar karena relevansi dan urgensinya yang tinggi. Pengembangan pendidikan multikultural tersebut diharapkan dapat mewujudkan masyarakat multikultural, yaitu suatu ma-syarakat yang majemuk dari latar belakang etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai tekad dan cita-cita yang sama dalam membangun bangsa dan negara.

(43)

36 M. Tamin ~ Maju Bersama Pendidikan buah keniscayaan dalam hidup. Kehidupan yang tenang dan da-mai diantara bermacam perbedaan dalam bermasyarakat perlu disosialisasikan agar benar-benar terwujud, salah satunya me-lalui pendidikan multikultural.

Pendidikan multikultural pada dasarnya tidak berten-tangan dengan ajaran Islam, khususnya al-Qur’an yang menjadi sumber hukum agama Islam. Keanekaragaman yang ada justru menjadi kekayaan intelektual untuk dikaji, sebagaimana beberapa ayat al-Qur’an yang menjelaskan hal tersebut.

Dengan pendidikan multikultural diharapkan setiap indi-vidu atau kelompok bisa menerima dan menghargai setiap perbe-daan, hidup berdampingan dengan damai dan tenang walaupun berbeda-beda. Sehingga terbentuk sebuah negara dan bangsa yang damai dan sejahtera.***

DAFTAR PUSTAKA

Baidhawy, Zakiyuddin, Pendidikan Agama Berwawasan Multikul-tural, cet. ke-1, Jakarta: Erlangga, 2005.

Fahmi, Asma Hasan, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, cet. ke-1, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Faisal, Sanapiah, Sosiologi Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, tt.

Kartono, Kartini, Hygiene Mental, cet. ke-7, Bandung: Mandar Maju, 2000.

Mahfud, Choirul, Pendidikan Multikultural, cet. ke-1, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

(44)

37 Maju Bersama Pendidikan ~ M. Tamin

Suparta, Mundzier, Islamic Multicultural Education: Sebuah Re-fleksi atas Pendidikan Agama Islam di Indonesia, cet. ke-1, Jakarta: Al-Ghazali Center, 2008.

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan, cet. ke-7, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002.

Yaqin, Ainul, Pendidikan Multikultural; Cross-Cultural Understand-ing untuk Demokrasi dan Keadilan, cet. ke-1, Yogyakarta: Pilar Media, 2005.

(45)
(46)

39 Maju Bersama Pendidikan ~ Dahlan

MORAL BURUK YANG DI TUNJUKKAN BANGSA

K

ONDISI kehidupan bersama masyarakat dalam Negara Bangsa sedang mengalami krisis multidimensi yang akut. Berbagai problem sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan terus mendera bangsa ini. Reformasi tahun 1998 yang semula di-harapkan membukan jalan baru bagi masa depan Indonesia yang lebih baik belum memperlihatkan tanda-tanda yang menggembi-rakan.

Alih-alih dapat memulihkan kondisi traumatik era pemer-intahan orde baru yang sarat dengan citra dan praktik-praktik kekuasaan sentralistik, otoriter dan ademokratik, reformasi yang

[4]

Pendidikan Ber-Asrama dalam

Menanamkan Karakter Bangsa

DAHLAN

(47)

40 Dahlan ~ Maju Bersama Pendidikan sudah berlangsung selama 13 tahun itu malahan menunjukkan wajah yang semakin muram. Sejumlah perubahan fundamental dalam struktur kenegaraan dan tata kelola pemerintahan desen-tralistik, dalam rangka demokratisasi yang lebih luas dan substan-sial, belum mampu melahirkan kondisi kehidupan kebangsaan yang dicita-citakan. Reformasi birokrasi yang dicanangkan sejak awal reformasi seakan-akan hanya menghasilkan perubahan De-partemen menjadi Kementerian.

Situasi paling fenomenal yang amat transparan adalah praktik-praktik korupsi yang endemik. Korupsi telah menyentuh hampir seluruh lapisan masyarakat dari atas sampai bawah. Se-tiap hari bangsa Indonesia disuguhi berita-berita di media masa berbagai modus korupsi dan suap-menyuap yang melibatkan para pengambil kebijakan publik-politik baik di pusat maupun daerah. Korupsi dan suap mengalami proses banalitas, menjadi kebiasaan yang dimaklumi (permisif) dan seakan-akan tidak di-anggap salah dan berdosa besar, Korupsi di manapun dan kapan-pun merupakan praktik penghimkapan-punan kekayaan/hak milik, atas dasar kekuasaan, demi keuntungan/kepentingan pribadi atau golongan melalui cara-cara perampasan atas hak-hak kesejahter-aan masyarakat. Tak dapat ditolak bahwa Korupsi telah mencip-takan kemiskinan dan penderitaan mereka. Meskipun telah ada aturan-aturan yang mengharamkan praktik ini, akan tetapi insti-tusi-institusi hukum tampaknya belum atau tidak mampu men-gatasi problem besar ini secara lebih signifikan. Dalam banyak kasus penanganan atasnya masih dikesankan tebang pilih dan ti-dak berkeadilan. Tekad dan janji para pemimpin negeri ini untuk menjadi pihak yang terdepan dalam pemberantasannya, belum

(48)

41 Maju Bersama Pendidikan ~ Dahlan

membuahkan hasil.

Di luar itu, kekerasan atas nama agama dan morali-tas acapkali terjadi. Negara seakan-akan dan acap kali terkesan membiarkan kekerasan itu berlangsung. Kelompok-kelompok keagamaan radikal acapkali memaksakan kehendaknya terhadap kelompok-kelompok lain melalui cara-cara kekerasan. Intoleransi antar agama tampak menonjol dan semakin meningkat. Warga bangsa pemeluk agama mayoritas seakan-akan bisa melakukan tindakan apa saja terhadap warga bangsa minoritas. Ini menun-jukkan bahwa jaminan atas kebebasan beragama dan berkeyaki-nan mengalami kemunduran.

Kerusuhan sosial dan konflik antar warga yang menelan banyak korban tak berdosa acap kali terjadi. Kriminalitas dan kejahatan kemanusiaan lainnya hampir terjadi setiap hari di ban-yak tempat. Kekerasan terhadap perempuan dan anak, eksploi-tasi seksual, pelacuran, perdagangan manusia (trafiking). Komnas Perempuan dalam siaran Persnya 23 September 2011 menyebut-kan sepanjang tahun 2010 ada 295.836 kasus kekerasan terhadap perempuan. 1/3 di antaranya adalah kekerasan seksual. Maka se-tiap hari ada 28 perempuan menjadi korban kekerasan seksual di Indonesia. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adik-tif lainnya memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat. Dalam beberapa hari terakhir, konflik antar suku dan atas nama agama yang menghancurkan infrastruktur sosial dan merenggut banyak korban manusia kembali terjadi di Ambon dan Papua. KEGAGALAN SISTEM PENDIDIKAN

(49)

42 Dahlan ~ Maju Bersama Pendidikan saja dari realitas Indonesia hari ini. Sejumlah tokoh menyebut situasi ini sebagai kegagalan berbangsa dan bernegara. Indone-sia dianggap sebagai Negara gagal. Berbagai pihak lalu mencoba menganalisis keadaan yang carut-marut ini dan mencari akar ma-salahnya, dengan perspektifnya masing-masing.

Pengamatan, pengkajian dan analisis pada umumnya me-nyimpulkan bahwa akar dari berbagai problem sosial, ekonomi dan politik kebangsaan tersebut adalah krisis moral atau rapuh-nya karakter bangsa. Indonesia tengah mengalami degradasi kara-kter kebangsaan. Karakara-kter Indonesia, yang sering disebut sebagai bangsa yang relegious, ramah, toleran, suka gotong royong dan se-jenisnya, kini telah hilang. Boleh jadi hal ini akibat belum siapnya Negara dan bangsa ini menghadapi gempuran arus globalisasi.

Pertanyaan krusialnya adalah dari mana krisis dan rapuh-nya karakter bangsa ini bersumber?. Jawaban umum atas pertan-yaan ini adalah Pendidikan. Ialah yang dalam segala zaman dan segala bangsa merupakan basis untuk menciptakan karakter bangsa dan peradaban manusia. Penanaman nilai-nilai kemanu-siaan, seperti ketulusan, kejujuran, disiplin, ketekunan, penghar-gaan terhadap hak-hak manusia dan lain-lain, sebagai tujuan pen-didikan mengalami proses marginalisasi yang demikian jauh.

Sejak beberapa waktu yang lampau, penyelenggaraan pen-didikan di negeri ini, lagi-lagi dalam banyak fakta, bukan dalam kerangka idealitas dan konseptualnya, lebih mengutamakan tun-tutan-tuntutan formalisme dan prosedural belaka. Pada sisi yang lain praktik pendidikan lebih memprioritaskan dimensi akal-ra-sional, dan mensubordinasi atau memarjinalkan dimensi pendi-dikan moral, budi pekerti atau dalam bahasa pesantren, “akhlaq”.

(50)

43 Maju Bersama Pendidikan ~ Dahlan

Pendidikan di negeri ini dibangun lebih dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan praktis-pragmatis, individualistik, berjang-ka pendek, mencari kerja dan kepentingan materi.

PESANTREN (ASRAMA) DAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

Pesantren (asrama) sebagai bagian dari komunitas bangsa juga tak lepas dari pengaruh-pengaruh dinamika nasional yang sedang berlangsung saat ini dan terperangkap dalam gelombang globalisasi dengan seluruh nilai positif dan negatifnya. Dalam situasi belakang ini, Pesantren (asrama) juga sedang menghadapi gerakan ideologi keagamaan transnasional.

Meski demikian, pesantren secara umum, paling tidak sampai hari ini, masih tetap eksis, baik secara institusional, tradi-si-tradisi dan karakter-karakter yang dimilikinya. Dengan kata lain, sergapan globalisasi terhadap pesantren, yang tak bisa di-hindarkan itu, sesungguhnya tidaklah menyentuh elemen ideolo-gisnya, melainkan hanya pada penggunaan tekonologi, ilmu pen-getahuan, ekonomi dan mungkin, politik. Lagi-lagi paling tidak sampai hari ini.

Pesantren (asrama) acap dipahami secara sterotipe seb-agai sebuah lembaga pendidikan Islam tradisional, ortodoks dan konservatif. Kendatipun pernah dianggap demikian oleh seba-gian orang, akan tetapi realitas yang berjalan hingga dewasa ini menunjukkan bahwa Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tetap survive dan masih tetap diminati oleh banyak anggota masyarakat. Ketika dewasa ini banyak orang tua yang kebingun-gan mencari lembaga pendidikan alternatif untuk membentengi

(51)

44 Dahlan ~ Maju Bersama Pendidikan dirinya dari pengaruh-pengaruh negatif modernisme dan global-isasi, maka satu dari sekian jawabannya adalah pendidikan model pesantren ini.

Sampai hari ini pesantren memang masih dianggap atau dikenal sebagai lembaga pendidikan yang sangat ketat dalam memproteksi para santrinya dari pengaruh-pengaruh produk mo-dernitas yang buruk, terutama pergaulan bebas, kenakalan, nar-koba, dan lain-lain.

Abdurrahman Wahid (Gus Dur), seorang kiyai dan cendekiawan terkemuka Indonesia dalam penelitiannya yang tajam menyebut pesantren (asrama) sebagai subkultur. Ini meru-pakan tesis Gus Dur yang sangat terkenal. Dalam penjelasan argu-mentatifnya Gus Dur mengemukakan bahwa pesantren (asrama), berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya, memiliki paling ti-dak tiga elemen utama yang layak untuk menjadikannya sebagai sebuah subkultur. Yaitu : (1) pola kepemimpinan pesantren yang mandiri dan tidak terkooptasi oleh negara, (2) kitab-kitab rujukan umum yang selalu digunakan yang diambil dari berbagai abad, (dalam terminologi pesantren dikenal dengan kitab klasik atau Kitab Kuning) dan (3) sistem nilai (value system) yang dianut.

Tiga komponen utama ini bukanlah unsur-unsur yang ter-pisah, melainkan saling terkait. Kiyai adalah pemimpin, penjaga dan pengarah unsure-unsur yang lainnya, sekaligus juga penga-mal pertama atas kandungan “Kitab kuning”, sebuah buku agama yang pada umumnya diproduksi sekitar abad pertengahan. Kand-ungannya sarat dengan pandangan-pandangan keagamaan yang beragam dan nilai-nilai moral ketuhanan (spiritualisme).

(52)

45 Maju Bersama Pendidikan ~ Dahlan

dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dalam komunitas Pesantren di bawah pengawasan dan bimbingan ketat Kiyai sepanjang hari dan sepanjang malam. Kiyai adalah tokoh sentral dan pemegang otoritas tunggal atas nasib pesantren. Hubungan antara kiyai dan santri diibaratkan bagaikan hubungan ayah dan anak. Kiyai adalah ayah dan pengasuh para santri dan kemudian komunitas sosial di sekitarnya. Sementara hubungan antar para santri bagaikan hubungan antar saudara dalam sebuah keluarga besar. Hubungan di antara kiyai dan santri dan antar para santri begitu akrab dan menyatu.

Keakraban ini sangat dimungkinkan mengingat kiyai dan santri hidup dalam satu lingkungan (tempat tinggal). Pendikan Pesantren boleh dikatakan berlangsung selama 24 jam. Sepan-jang waktu tersebut kehidupan para santri sepenuhnya diarahkan untuk mempelajari kitab suci al-Qur’an, mendalami ilmu pen-getahuan, beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan serta memperkuat dasar-dasar moralitas keagamaan yang luhur yang populer disebut al-Akhlaq al-Karimah.

Tradisi dan pola hidup pesantren tersebut dalam reali-tasnya tidak hanya dianut oleh para santrinya semata, melainkan juga masyarakat di sekitarnya. Interaksi antara pesantren dan masyarakatnya yang berlangsung secara intensif pada gilirannya membentuk pola relasi budaya, sosial dan keagamaan di kalangan mereka. Posisi kyai dalam komunitas pesantren dan masyarakat demikian besar dan sentral. Kyai dipandang sebagai figur ideal di mata para santri dan komunitas sekitarnya.

Di samping penguasaan dan kedalamannya atas keilmu-wan Islam, Kyai juga diyakini sebagai pewaris Nabi. Ini

(53)

46 Dahlan ~ Maju Bersama Pendidikan guhnya menjadi sebuah kekuatan untuk kemajuan pembangunan dan transformasi sosial. Maka sering dikatakan orang bahwa kiyai adalah agen perubahan sosial. Pengaruh kekuasaan moral kiyai memang jarang dapat diketahui orang-orang yang tidak pernah menjadi santri. Geertz dengan mengutip penilaian Pangeran Aria Ahmad Djajadiningrat mengatakan: “…Orang yang tidak pernah menjadi siswa dalam suatu pesantren… nyaris tidak dapat me-nyadari betapa besar kekuasaan moral seorang ulama atas ma-syarakat.”

PESANTREN DAN EKSISTENSI NEGARA BANGSA

Dengan pandangan hidup kyai dan nilai-nilai yang dia-nut pesantren sebagaimana sudah diurai serba singkat di atas, maka pesantren dalam momen-moment sejarah berbangsa dan bernegara, selalu tampil untuk ikut memberi sumbangannya bagi eksistensi Negara dan bangsa. Pada periode pra kolonial (kera-jaan), pesantren menjadi pusat dakwah penyebaran Islam tanpa kekerasan dan pemaksaan. Ini adalah era paling mengesankan dalam proses Islamisasi di Indonesia. Di era penjajahan kolonial, pesantren menjadi salah satu pusat heroisme pergerakan perla-wanan rakyat. Para Kyai dan Pesantren dalam banyak peristiwa memimpin perjuangan untuk kemerdekaan bangsa dari tirani penjajahan.

Di era kemerdekaan, pesantren di bawah kepemimp-nan Kyainya, juga terlibat dalam perdebatan-perdebatan yang panjang dan melelahkan, bersama tokoh-tokoh yang lain, dalam perumusan bentuk dan ideologi Negara Bangsa (Nasionalisme). Kyai pesantren yang terlibat dalam persetujuan atas Pancasila

(54)

47 Maju Bersama Pendidikan ~ Dahlan

dan UUD 1945 sebagai ideologi dan konstitusi Negara Indonesia adalah K.H. A. Wahid Hasyim. Kiyai Wahid Hasyim juga menyetu-jui penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta: “dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Jauh sebelum kemerdekaan Negara ini, para Kyai Pesantren telah memandang bahwa Negara bangsa adalah sah dan eksisten-sinya wajib dipertahankan atas dasar agama. Dalam muktamar yang dihadiri ribuan Ulama/Kyai pesantren itu diajukan sebuah pertanyaan: Wajibkah kaum muslimin mempertahankan kawasan Kerajaan Hindia-Belanda, yang dipimpin oleh orang non muslim?. Jawaban mereka adalah bahwa mempertahankan Negara adalah wajib berdasarkan aturan agama. Ini didasarkan argument bahwa Kerajaan Hindia-Belanda memberikan jaminan kebebasan bagi kaum muslimin untuk menjalankan ajaran Islam dan bahwa ka-wasan ini (Nusantara) pernah berdiri Kerajaan-kerajaan Islam. Para Kyai merujuk pandangan ini pada kitab “Bughayah al-Mus-tarsyidin”.

Pada era Orde Baru, dalam muktamar NU ke 27 di Situ-bondo, tahun 1984, para Kiyai pesantren, mengukuhkan keputu-san Alim Ulama tahun 1983 yang memjutuskan untuk menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas dan menetapkan Negara Ke-satuan Republik Indonesia sebagai bentuk Negara final dalam Is-lam.

K.H. Ahmad Siddiq, konseptor utama keputusan Muktamar 1984 ini, dalam makalahnya yang disampaikan pada Muktamar di atas mengatakan bahwa “Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencermink-an pmencermink-andmencermink-angmencermink-an Islam tentmencermink-ang ke-Esa-mencermink-an Allah, ymencermink-ang dikenal pula dengan sebutan Tauhid” dan bahwa “pencantuman anak kalimat

(55)

48 Dahlan ~ Maju Bersama Pendidikan “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa” pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, menunjukkan kuatnya wawasan ke-agamaan dalam kehidupan bernegara kita sebagai bangsa”. K.H. Ahmad Siddiq pada akhirnya menyimpulkan: “Dengan demikian, Republik Indonesia adalah bentuk upaya final seluruh nasion ter-istimewa kaum Muslimin untuk mendirikan negara di wilayah Nusantara. Para Kyai/ulama dalam NU meyakini bahwa peneri-maan Pancasila ini dimaksudkan sebagai perjuangan bangsa un-tuk mencapai kemakmuran dan keadilan sosial. (Muktamar Situ-bondo, 1984).

MORAL SEBAGAI VISI DAN MISI PESANTREN (ASRAMA)

Definisi tentang pesantren (asrama) di atas sebenarnya telah menggambarkan bahwa Pesantren sejak awal didirikan dini-atkan dalam rangka mendidik, melatih dan menanamkan nilai-ni-lai luhur kepada santrinya tentang moral dan spiritualitas. Beber-apa nilai moralitas yang selalu ditekankan dalam ajaran-ajaran di pesantren adalah keikhlasan (al-Ikhlash), kemandirian (al-I’timad ‘ala al-Nafs), kesederhanaan hidup (al-Iqtishad), asketis (al-Zuhd), menjaga diri (al-Wara’), dan lain-lain. Zamakhsyari Dhofir dalam disertasinya menulis mengenai tujuan pesantren sebagai berikut:

Tujuan pendidikan tidak semata-mata untuk mem-perkaya pikiran santri dengan pelajaran-pelajaran agama, tetapi untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiri-tual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah-laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan para

(56)

49 Maju Bersama Pendidikan ~ Dahlan

santri untuk hidup sederhana dan bersih hati. Setiap santri diajarkan agar menerima etik agama di atas etik-etik yang lain. Tujuan pendidikan pesantren bu-kanlah untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian (ibadah) kepada Tuhan.

Maka, tak dapat disangkal bahwa orientasi ajaran seperti ini pada gilirannya sangat memengaruhi pandangan, pemikiran dan sikap hidup para santri. Aktifitas kehidupan sehari-hari mere-ka banyak diliputi praktik-praktik moralitas sufisme tersebut. Ori-entasi hidup semacam ini di satu sisi dapat membentuk karakter-karakter kesalehan individual, akan tetapi pada sisi lain, dimensi nalar-intelektual-rasional, seringkali kurang memperoleh tempat yang signifikan di pesantren, bahkan seringkali dihindari. Ini bo-leh jadi merupakan kelemahan pesantren, tetapi ia adalah sebuah pilihan dengan seluruh konsekuensinya.

Sejumlah penelitian terhadap pesantren memang men-emukan bahwa dalam kenyataannya bidang fiqh (hukum Islam), menjadi pelajaran dominan dan faktor penting dalam memben-tuk tradisinya. Namun segera dikemukakan bahwa dalam kajian yang lebih mendalam ditemukan bahwa fiqh yang dipelajari di pesantren pada umumnya adalah fiqh yang diwarnai oleh pikiran-pikiran sufisme. Para peneliti menyebutnya “Fiqh Sufistik”.

Referensi

Dokumen terkait

Dari data yang didapat pelajaran komputer di sekolah ini tidak diberikan melalui mata pelajaran pada umumnya, melainkan pembelajaran berupa les tambahan dan

Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar atau

Sepakbola telah menadi olahraga nomor satu di Indonesia, Pontianak sebagai salah satu ibukota provinsi yang sedang berkembang juga memiliki tim sepakbola Persipon (Persatuan

memberikan kontribusi 10% terhadap literasi keuangan terhadap perilaku pengelolaan utang. Melihat hasil diatas dapat disimpulkan bahwa semakin sedang literasi keuangan

Hasil analisis gugus fungsi dengan FTIR menunjukkan bahwa penambahan H 2 O 2 tidak menimbulkan gugus fungsi baru dalam geopolimer, ditandai dengan adanya pita yang menunjukkan

Dari jajak pendapat responden pada Taman Menteng, Jakarta Pusat, diperoleh hasil yang cukup mengejutkan, yaitu bahwa pada waktu sore mereka mendapatkan suhu udara agak

terpotong di sebelah kiri (disebut juga titik terpotong kiri) dan titik b adalah titik terpotong kanan (disebut juga titik ter- potong kanan). Menurut [3],

Sejalan dengan Hudak & Gallo, Roy (1992) juga mengemukakan bahwa pemberian informasi yang disertai dengan penerapan prinsip-prinsip komunikasi terapetik