KHOTIMAH DKI JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
BAGUS PRATAMA
NIM. 6661091652
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Bagus Pratama NIM. 6661091652 Judul Skripsi. Kualitas Pelayanan Pembinaan dan Bimbingan Mantan Penyandang Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul Khotimah DKI Jakarta. Pembimbing I Maulana Yusuf, M.Si. pembimbing II Titi Stiawati, M.Si.
Penelitian ini membahas mengenai kualitas pelayanan pembinaan dan bimbingan mantan penyandang narkoba di panti sosial pamardi putra khusnul khotimah DKI Jakarta. Dimana dalam melayani klien masih terdapat kendala yang membuat klien kurang puas terhadap pelayanan yang diberikan. Seperti kurangnya fasilitas peralatan montir mobil, motor, las dan elektronik, kurangnya Counsellor Addict dalam memberikan pelayanan terhadap klien, kurangnya koordinasi dari petugas panti dengan keluarga dalam memberikan dukungan kepada panti khususnya kepada anak, kualitas sumber daya manusia yang dimiliki belum semuanya mempunyai kemampuan berkomunikasi, mengidentifikasi masalah, dan menganalisis masalah dari klien. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui sejauh mana Kualitas Pelayanan Pembinaan dan Bimbingan Mantan Penyandang Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul Khotimah DKI Jakarta ditinjau dari dimensi Tangibles, Reliability,
Responsiveness, Assurance, dan Emphaty. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Data didapatkan dengan cara penyebaran kuesioner yang disebar kepada 134 responden. Responden dari penelitian ini adalah pengguna jasa layanan panti sosial pamardi putra khusnul khotimah DKI Jakarta. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Service Quality (SERVQUAL). Hasil dari penelitian ini adalah klien kurang puas dengan pelayanan yang diberikan oleh pihak panti. Hal itu dapat dilihat dari skor SERVQUAL pada kelima dimensi yaitu dimensi
Tangibles dengan skor SERVQUAL (-1,67), dimensi Reliability (-1,72), dimensi
Responsiveness (-1,66), dimensi Assurance (-1,64), dimensi Emphaty (-1,67). Saran yang peneliti berikan adalah memperbaiki sarana dan prasarana yang ada, menambah jumlah petugas, meningkatkan kinerja pegawai, Kualitas Sumber Daya Manusia perlu ditingkatkan dengan memberikan pelatihan, dan peningkatan disiplin terhadap petugas.
Bagus Pratama NIM. 6661091652 Thesis title Service Quality Training and Guidance Ex The Drugs in Social Institutions Pamardi Putra Khusnul Khotimah DKI Jakarta. The First Advisor Maulana Yusuf, M.Si. The Second Advisor Titi Stiawati, M.Si.
This research discussed the issue of the quality of service Training and Guidance Ex The Drugs in Social Institutions Pamardi Putra Khusnul Khotimah DKI Jakarta. Where in serve there are clients that have been made not satisfied to the client. As of a utility in providing skills training to clients as equipment the car and a mechanic motorcycle welding and electronic, less Counsellor Addict in providing services to clients, less of coordination from officer with family in providing support to institutions, especially to children, quality of its human resources yet they have the ability to communicate, identification of problems and analysis problems from clients. The Purpose of this research is to know about the quality of service Training and Guidance Ex The Drugs in Social Institutions Pamardi Putra Khusnul Khotimah DKI Jakarta review of the dimension of Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance, and Emphaty. Methods used in this research is a method of descriptive quantitativ. Data obtained with a questionaire, in a scattering manner a questionaire distributed to 134 of respondents. Respondents of this research is users of the service of Training and Guidance Ex The Drugs in Social Institutions Pamardi Putra Khusnul Khotimah DKI Jakarta. Engineering analysis used in this research is a technique analysis service quality. The result of this research is clients less satisfied with the services provided by the institution. It can be seen from a score servqual on the fifth dimension namely dimension of Tangibles that has a score sevqual (-1,67), dimensions reliability (-1,72), dimensions Responsiveness (-1,66), dimensions Assurance (-1,64), dimensions Emphaty (-1,67). Suggestion that can be researchers give you is improving facilities and existing infrastructure, increasing the number of officers, improve the employee performance, the quality of human resources needs to be improved by providing training, and increase in discipline against the officers.
” Kegagalan adalah cara TUHAN mengajarkan kamu
tentang pantang menyerah, kesabaran, kerja keras dan percaya diri”
“FIGHT TO GET YOUR DESIRE”
Karya Tulis ini kupersembahkan kepada :
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillahirobbil’alamin penulis
panjatkan kehadirat ALLAH SWT karena ridho, rahmat, karunia dan kasih
sayang-Nya yang melimpah sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi besar Muhammad S.A.W
Penyusunan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan
judul “Kualitas Pelayanan Pembinaan dan Bimbingan Mantan Penyandang Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul Khotimah DKI Jakarta”.
Penulisan Skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya bimbingan,
bantuan, nasehat, saran, dan perhatian berbagai pihak. Pada kesempatan ini
merupakan suatu kebanggaan bagi penulis untuk menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
3. Bapak Kandung Sapto Nugroho, M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus
Dosen Pembimbing Akademik.
4. Ibu Mia Dwiana, M.Ikom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Bapak Gandung Ismanto, MM., Wakil Dekan Bidang III Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Ibu Rahmawati, M.Si., Ketua Prodi Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Ibu Ipah Ema Jumiati, M.Si., Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Bapak Maulana Yusuf, M.Si., Pembimbing I skripsi. Terima kasih atas
kebaikannya dan waktu yang telah diberikan kepada penulis dalam
memberikan arahan dan bimbingan untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Ibu Titi Stiawati, M.Si., Pembimbing II skripsi. Terima kasih atas
kebaikannya dan waktu yang diberikan kepada penulis dalam memberikan
arahan dan bimbingan untuk menyelesaikan skripsi ini.
10.Ibu Yeni Widyastuti, M.Si., sebagai ketua sidang yang telah memberikan
kritik dan sarannya kepada penulis.
11.Ibu Rina Yulianti, M.Si., sebagai anggota penguji dalam sidang yang telah
12.Ayahanda Bambang S.B.U dan Ibunda Hj. Siti Rohati S.E, atas cinta kasih
yang tulus tak terhingga dan sekaligus merupakan motivator tebesar dalam
menyelesaikan skripsi kepada penulis.
13.Adik-adikku Zhanu Setio Aji, dan M. Ridho Rosiandi terima kasih atas
doa dan motivasinya kepada penulis.
14.Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul Khotimah Dki Jakarta yang telah
membantu serta memberikan data untuk pengerjaan dan kelengkapan
skripsi ini.
15.Teman-teman satu kelas ANE C 2009, Ratih Permitasari, Rikhnawati,
Elisa Tanini, Rizki Panji Prakoso, Lutfi Hardiansyah, Doni Winarno, Ari
Hardiawan, M. Irsyad Mahdi dan Yan Adi Seprian. Terimakasih atas
kebersamaan dan motivasi yang begitu besar.
16.M. Arif Santoso, Tri Tunggal Jati, Adnan Lubis yang menjadi
pembimbing tambahan dan motivator buat penulis, terima kasih atas
kebaikan dan motivasi yang kalian berikan.
17.Teman-teman seperjuangan, Kiswanto, Sapei Abdullah, Imron Rosyadi,
Rizki Fani, Fauji Widjaya, Sandy Kurniawan, Jagis Ramadhan, Sughron
Jazila Siregar, Nendy R, Rendi Purnama terima kasih atas pengalaman
perjalanannya yang begitu berkesan.
18.Teman-teman Civil Society yang selalu memberikan masukan terhadap
penulis, terima kasih atas kebersamaan, kebaikan dan motivasi yang telah
19.Teman-teman TRX Acmad Ridwan, Amma Shahab, Arief Santosa, Eko
Purnomo, Fanze Suhendar, Hafidh Aulia Muhammad, M. Zakaria, M.
Fachri Afifi, M. Yudiansyah, Yuri Iswaridzki Djafar terima kasih atas
kebersamaannya selama ini.
Penulis menyadari masih banyak terjadi kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun guna untuk lebih baik lagi di masa depan.
Serang, Januari 2015
Penulis
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS………. 1.2Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah... 1.3Rumusan Masalah... 1.4Tujuan Penelitian... 1.5Manfaat Penelitian Teoritis dan Praktis... 1.6Sistematika Penulisan...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN,
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Lokasi Penelitian………...
3.4 variabel Penelitian……... 3.4.1 Definisi Konsep………... 3.4.2 Definisi Operasional... 3.5 Instrumen Penelitian………... 3.5.1.1 Uji Validitas………
3.5.1.2 Uji Realibilitas……….
3.5.1.3 Jenis Sumber Data……….
3.5.1.4 Teknik Pengumpulan Data………
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian……….. 3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data……...………….
5.1 Kesimpulan………
5.2 Saran……….
DAFTAR PUSTAKA...
LAMPIRAN...
DAFTAR RIWAYAT HIDUP………
Tabel 1.2 Penghuni Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul Khotimah Tahun 2012-2014... Jumlah Pegawai Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul
Khotimah………....
Instrumen Penelitian………... Skor Item Instrumen Penelitian... Waktu Pelaksanaan Penelitian...
Skor SERVQUAL Dimensi Tangibles………
Skor SERVQUAL Dimensi Reliability………..
Skor SERVQUAL Dimensi Responsiveness………..
Skor SERVQUAL Dimensi Assurance………..
Skor SERVQUAL Dimensi Emphaty………
Skor Total SERVQUAL………
Hasil Uji Validitas Komponen Persepsi……….
Gambar 3.1 Gambar 4.1
Diagram Cartesius………...
Struktur Organisasi Panti Sosial
Pamardi Putra Khusnul Khotimah………..
56
Diagram 4.3
Diagram Cartesius Dimensi Tangibles………
Informasi yang Akurat Mengenai
Jadwal Pelatihan………..
Klien Mendapatkan Pelatihan Sesuai Jadwal………. Tidak Pernah Terjadi Kesalahan
Dalam Pemberitahuan Jadwal………. Petugas Ramah Saat Memberikan Pelatihan………..
Klien Mendapatkan Pelatihan
Sesuai Kebutuhan………
Diagram Cartesius Dimensi Reliability………..
Pihak Panti Tanggap
Terhadap Keluhan Klien……….
Petugas Sigap Membantu Klien yang
Mempunyai Daya Tanggap Lemah……… Petugas Memahami Kebutuhan Klien………
Diagram Cartesius Dimensi Responsiveness………..
Diagram 4.23 Diagram 4.24 Diagram 4.25
Diagram 4.26
Diagram 4.27
Diagram 4.28 Diagram 4.29
Diagram Cartesius Dimensi Assurance……….
Petugas Mudah ditemui Oleh Klien……….. Petugas Meluangkan Waktu
Untuk Berkomunikasi dengan Klien……….
Petugas Memberikan motivasi
Kepada Klien……….
Petugas Memberikan Perhatian
Kepada Klien………
Diagram Catesius Dimensi Emphaty………
Diagram Two-Dimensional
Differencial Plane……….
109 111
112
114
115 118
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebagai ibu kota negara, Jakarta telah mengalami pembangunan fisik dan
ekonomi yang berjalan pesat menjadi suatu kota metropolitan. Namun pada sisi
lain, Jakarta juga terkena dampak dari arus globalisasi yang saat ini melanda
bangsa Indonesia dan membawa pengaruh di berbagai aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara. Perubahan-perubahan yang terjadi begitu cepat tersebut ternyata
juga memacu semakin bertambahnya permasalahan sosial yang beranekaragam
polanya sejalan dengan perkembangan masyarakat, jadi walaupun masyarakat
berkembang semakin modern tidak berarti masalah sosial akan menjadi hilang.
Sementara itu, perubahan dan kemajuan teknologi yang semakin pesat tidak
jarang mengantarkan sebagian masyarakat yang tidak memiliki kesiapan untuk
menerima dan menyesuaikan dengan nilai-nilai baru menjadi tertinggal dalam
perkembangan zaman. Masyarakat tersebut dengan tidak disadari menjadi
kelompok yang secara tidak sengaja menjadi terpinggirkan oleh keadaan karena
dianggap mengganggu ketentraman dan ketertiban umum dengan perilakunya
Kesejahteraan sosial adalah sebuah sistem yang meliputi program dan
pelayanan yang membantu orang agar dapat memenuhi kebutuhan sosial,
ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang sangat mendasar untuk memelihara
masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup. Untuk menjamin kesejahteraan
masyarakat diperlukan sistem yang mengatur penyelenggaraan pelayanan
pembinaan terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial. Pelayanan
pembinaan yang memadai dapat membantu masyarakat terutama penyandang
masalah kesejahteraan sosial dalam melaksanakan fungsi sosialnya. Oleh karena
itu, pelayanan pembinaan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat
menjalankan pembinaan dan pelatihan terhadap penyandang masalah
kesejahteraan sosial secara terpusat pada kebutuhan, harapan serta nilai-nilai
pelanggan sebagai titik tolak penyediaan pelayanan yang harus dapat dipenuhi
agar dapat memberikan kepuasaan kepada msayarakat sebagai pengguna jasa.
Pelayanan organisasi harus memiliki standar pelayanan atau kualitas
pelayanan yang baik untuk dapat memberikan kepuasaan kepada pengguna jasa
layanan. Kualitas pelayanan merupakan standar yang harus diupayakan apabila
organisasi ingin memberikan kontribusi yang optimal pada pemakai jasa layanan.
Pengguna jasa akan mempunyai perasaan dimudahkan dan dilayani segala
keperluan dan penyelesaian permasalahan yang dirasakan oleh masyarakat.
Kualitas ini meliputi aktivitas kegiatan yang harus dilalui oleh pekerja untuk
tersebut merupakan metode, prosedur maupun sistem yang ada sebagai satu
kesatuan untuk menghasilkan layanan yang memuaskan.
Peraturan mengenai permasalahan sosial tercakup dalam Undang-Undang
No.11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial yang tertuang dalam pasal 1 ayat 2
bahwa penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu,
dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga
negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan
perlindungan sosial.
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang,
keluarga, kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau
gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga tidak dapat
terpenuhi kebutuhan hidup baik jasmani, rohani dan sosial secara memadai dan
wajar. Hambatan, kesulitan dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan,
ketelantaran, kecacatan, keterbelakangan, keterasingan/keterpencilan. Salah satu
penyandang masalah kesejahteraan sosial adalah korban penyalahgunaan
narkotika, seseorang terutama yang berusia antara 15-30 tahun yang pernah
menyalahgunakan narkotika atau zat adiktif lainnya, termasuk minuman keras
pada taraf coba-coba atau sampai mengalami ketergantungan fisik oleh dokter
Penyalahgunaan narkotika dikalangan masyarakat luas mengisyaratkan
kepada kita untuk peduli dan memperhatikan secara lebih khusus untuk
menanggulanginya, karena bahaya yang ditimbulkan dapat mengancam
keberadaan generasi muda yang kita harapkan kelak akan menjadi pewaris dan
penerus perjuangan bangsa dimasa yang akan datang. Dalam Undang-Undang
No.35 tahun 2009 tentang Narkotika yang tertuang dalam pasal 1 ayat 1 bahwa
narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Efek penggunaan dari
mengkonsumsi narkoba dapat dilihat secara umum, misalnya kematian langsung,
kanker, gangguan hati, ketergantungan terhadap obat-obat terlarang, pemalas,
menjadi bodoh, tidak kreatif, pendiam, suka melawan, dan kurang nafsu makan.
Dampak penyalahgunaan narkoba antara lain, merusak hubungan kekeluargaan,
menurunkan kemampuan belajar, ketidakmampuan membedakan mana yang baik
dan buruk, perubahan perilaku menjadi asocial, merosotnya produktivitas kerja,
gangguan kesehatan bahkan kematian.
Pada tahun 2012-2013 jumlah remaja yang meninggal akibat kecanduan
narkoba tiap tahun kian meningkat. Khususnya di Provinsi DKI Jakarta, 20% dari
4 juta pemakai narkoba adalah anak di bawah usia 18 tahun atau remaja. Bahkan,
3 dari 10 anak di Jakarta terlibat penggunaan narkoba sekaligus terlibat produksi
yang sangat besar pada tatanan sosial keluarga dan masyarakat . Korban
penyalahgunaan narkoba sebagai individu pada hakekatnya mempunyai potensi
yang dapat dikembangkan.
Panti sosial adalah lembaga kesejahteraan sosial yang memiliki tugas dan
fungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memberdayakan
penyandang masalah kesejahteraan sosial kearah kehidupan normatif secara fisik,
mental dan sosial dan pekerja sosial fungsional adalah pegawai negeri sipil yang
diberi tugas, tanggung jawab, wewenang secara penuh sebagai pejabat yang
berwenag untuk melakukan pelayanan kesejahteraan sosial di lingkungan instansi
pemerintah maupun pada badan/organisasi sosial lainnya.
Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta telah melaksanakan rehabilitasi mantan
penyandang narkoba melalui sistem panti. Sesuai dengan peraturan Gubernur
Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta No.78 Tahun 2010 tentang
pembentukan organisasi dan tata kerja Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul
Khotimah mempunyai tugas pokok yaitu; Dinas Sosial selaku Unit Pelaksana
Teknis (UPT) dari Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul Khotimah dalam
pelaksanaanya menyelenggarakan kegiatan Rehabilitasi Sosial korban
penyalahgunaan narkoba yang meliputi: Identifikasi dan Assesment, bimbingan
dan pelatihan serta penyaluran dan bina lanjut. Dalam pembinaan lanjut, yang
terpenting adalah kerjasama dan koordinasi dengan Dinas Sosial dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) lokal. Disamping itu, pemberdayaan sumber-sumber
pekerja sosial dalam mengembangkan jejaring dan negosiasi diharapkan dapat
diterapkan secara signifikan.
Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul Khotimah berdiri sejak tahun 1973
dengan nama Unit Rehabilitasi Sosial Korban NAPZA berlokasi di Jl. Fatmawati,
Cilandak Jakarta Selatan dibawah naungan Departemen Sosial. Pada tahun 1975
berpindah ke Jl. S. Parman Kav. 57 Slipi Jakarta Barat dengan nama Panti
Rehabilitasi Korban Narkotika Wisma Khusnul Khotimah. Dalam
perkembangannya pada tahun 1979 nama panti berubah menjadi Panti Sosial
Pamardi Putra Khusnul Khotimah. Tahun 1994 lokasi berpindah ke Babakan
Pocis III Serpong Tangerang. Dengan adanya likuidasi Departemen Sosial tahun
1999 PSPP Khusnul Khotimah dialihkan ke Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta
dibawah Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta.
Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul Khotimah merupakan panti
rehabilitasi mantan penyandang narkoba yang dikhususkan untuk laki-laki. Panti
Sosial Pamardi Putra Khusnul Khotimah dihuni oleh masyarakat yang terjaring
razia atau hasil penertiban oleh SATPOL PP maupun Dinas Sosial Provinsi DKI
Jakarta baik diwilayah Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, dan Jakarta
Barat. Masyarakat yang terjaring razia oleh Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta
berasal dari berbagai profesi seperti: anak jalanan, anak punk, dan anak sekolah
yang kedapatan sedang mengkonsumsi narkoba maupun minuman keras.
Selanjutnya mereka yang terjaring razia dibina dan dibimbing dalam panti selama
pelayanan dan rehabilitasi sosial di Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul Khotimah
dilakukan dengan berbagai macam tahapan. Adapun tahapan dalam proses
pelayanan dan rehabilitasi sosial sebagai berikut:
1. Identifikasi dan Assesment. Pada tahapan ini pihak panti sosial
melaksanakan penerimaan terhadap calon klien atau penghuni panti
dalam rangka pemenuan pelayanan penyelenggaraan kesejahteraan
sosial selama dipanti sosial dan melakukan penelaahan dan
pengungkapan masalah dan potensi dalam rangka melihat potret
diri calon klien atau penghuni panti berkaitan dengan kebutuhan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
2. Bimbingan dan Pelatihan. Pada tahapan ini pihak panti sosial
melakukan pembinaan dan pelatihan dalam rangka perlindungan
dan rehabilitasi terhadap klien atau penghuni panti agar dapat
membentuk karakter klien atau penghuni panti agar mampu
mengembangkan kemampuan yang dimiliki.
3. Penyaluran dan after care/bina lanjut. Pada tahapan ini pihak panti
sosial melakukan penyaluran terhadap klien atau penghuni panti
setelah mengikuti pelayanan di panti sosial dan melakukan
pembinaan lanjut dalam rangka memonitor perkembangan klien
atau penghuni panti saat dan setelah kembali ke keluarga atau
berada dalam panti/instansi/lembaga rujukan.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, peneliti memfokuskan untuk
meneliti pembinaan dan bimbingan terhadap klien atau penghuni panti.
Pembinaan dan bimbingan terhadap klien atau penghuni panti sangat berpengaruh
terhadap proses rehabilitasi di dalam panti. Para penghuni panti biasanya
ditampung di sebuah lingkungan khusus selama beberapa waktu sampai klien siap
secara mental dan rohani kembali ke lingkungannya semula. Hal ini terjadi karena
sebagian besar para penderita umumnya putus sekolah dan tidak mempunyai
kemampuan intelejensia yang memadai. Akibatnya, banyak di antara mereka
menjadi rendah diri setelah keluar dari rumah rehabilitasi.
Pembinaan dan Bimbingan terhadap mantan penyandang narkoba
memegang peran vital, dimana penderita ditumbuhkan kembali rasa kepercayaan
diri pada penderita, menumbuhkan semangat dan keyakinan bahwa dia akan
sembuh dan kembali normal, bersosialisasi dengan masyarakat dan
lingkungannya. Paling utama adalah pembinaan mental spiritual, keimanan dan
ketakwaan, serta kepekaan sosial kemasyarakatan. Karena, pelayanan pembinaan
dan bimbingan dapat membentuk karakter klien atau penghuni panti agar mampu
mengembangkan kemampuan yang dimiliki.Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul
Khotimah melakukan pembinaan dalam rangka perlindungan dan rehabilitasi
terhadap mantan penyandang narkoba. Adapun proses pelayanan pembinaan dan
1. Pembinaan Fisik. Bimbingan fisik bertujuan untuk memelihara dan mewujudkan kesehatan dan kebugaran dari klien atau penghuni panti.
2. Mental spiritual. Bimbingan mental spiritual bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan menumbuhkan kebiasaan berprilaku sesuai kaidah-kaidah keagamaan
3. Psikologis. Konsultasi psikologis bertujuan untuk mengatasi gangguan emosional dan perilaku klien atau penghuni panti yang menyimpang, serta memperoleh dukungan keluarga guna menunjang proses pelayanan sosial.
4. Bimbingan orang tua dan keluarga. Konsultasi keluarga ditujukan bagi keluarga klien atau penghuni panti guna meningkatkan peran aktif dalam memberikan perhatian, motivasi dan dukungan.
5. Ketrampilan: montir mobil, motor, las dan elektronika. Pelatihan keterampilan kerja bertujuan memberikan bekal keterampilan agar klien atau penghuni panti mampu berwirausaha atau bekerja. 6. Mix farming. Bimbingan rekreasi bertujuan untuk
menumbuhkembangkan suasana kebersamaan, kegembiraan dan keceriaan serta pengenalan lingkungan.
(Sumber : Data UPT PSPP Khusnul Khotimah, 2013)
Adapun pendukung pelaksanaan kegiatan dari Panti Sosial Pamardi Putra
Tabel 1.1
Jenis Pelayanan Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul Khotimah
No Jenis Pelayanan
1. Pelayanan Konseling
2. Pelayanan Permakanan dan Gizi
3. Konsultasi Individu
4. Konsultasi Kelompok(Group Work)
5. Manajemen Kasus
6. Pelayanan Medis
7. Pelayanan Bimbingan Psikologis
8. Pelatihan Kehidupan Sehari-hari
9. Pelayanan Olahraga, Kesenian, dan Rekreasi
10. Mix Farming(berkebun/bercocok tanam)
11. Pelayanan Informasi
12. Kelompok Penyembuhan Diri Sendiri (Self Help)
13. Pelayanan Spiritual (Bimbingan Keagamaan)
14. Pelayanan Kunjungan (Home Visit)/bimbingan keluarga (Family
Support Group)
15. Monitoring dan Evaluasi Program Sumber : Data UPT PSPP Khusnul Khotimah, 2013
Pelaksanaan kegiatan diatas yang dilakukan oleh Panti Sosial Pamardi
Putra Khusnul Khotimah terhadap klien atau penghuni panti bertujuan untuk
memulihkan kondisi fisik, mental, spiritual, psikis sosial, dan sikap dari klien atau
penghuni panti.
Dari hasil observasi dan wawancara di dalam proses pelayanan pembinaan
dan bimbingan mantan penyandang narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra
Pertama, kurangnya fasilitas peralatan dalam memberikan pelatihan
keterampilan terhadap klien atau penghuni panti seperti peralatan montir mobil,
motor, las, dan elektronik. Fasilitas tersebut tidak cukup untuk memenuhi jumlah
klien atau penghuni panti, sehingga banyak dari klien yang tidak mendapatkan
pelatihan keterampilan setiap minggunya. Hal ini disebabkan karena jumlah
penghuni panti setiap tahunnya bertambah. Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul
Khotimah hanya mampu menampung 200 orang klien atau penghuni panti.
Sedangkan jumlah klien atau penghuni panti sudah mencapai 202 orang dan bisa
bertambah lagi jumlahnya. Berikut jumlah penghuni panti dari tahun 2012-2014:
Tabel 1.2
Jumlah Penghuni Panti Tahun 2012-2014
No Tahun Jumlah
1 2012 175 Orang
2 2013 150 Orang
3 2014 202 Orang
Sumber : Data UPT PSPP Khusnul Khotimah
Pada tabel di atas terlihat bahwa penghuni panti dari tahun 2012-2014
jumlahnya fluktuatif. Pendanaan yang diperlukan untuk pelaksanaan pelayanan
sosial dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi
DKI jakarta. (Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Samsudin bagian
Kedua, kurangnya tenaga Counsellor Addict, dimana tenaga Counsellor
Addict yang tersedia tidak mencukupi untuk memberikan pelayanan dan
pembinaan terhadap penghuni panti. Jumlah Counsellor Addict hanya berjumlah
11 orang, dimana setiap Counsellor Addict harus menangani 10 orang klien.
Berarti Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul Khotimah kekurangan 9 orang untuk
Counsellor Addict.Hal tersebut dapat dilihat melalui tabel berikut:
Tabel 1.3
Jumlah Pegawai Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul Khotimah
No Jenis Pegawai Jumlah
1. Pegawai Tetap 16orang
2. Pramu Sosial 15orang
3. Instruktur Keterampilan 4orang
4. Counsellor Addict 11orang
5. Psikolog 1orang
6. Dokter 1orang
7. Petugas Medis 1orang
8. Perawat Medis 1orang
9. Pembina Rohani Islam 2orang
10. Pembina Rohani Kristen 1orang
11. Pembina Kesenian 2orang
12. Instruktur Olahraga 2orang
13. Pembina Kedisiplinan 1orang
14. Pembina Kadarkum 1orang
Jumlah 60orang
Sumber : Data UPT PSPP Khusnul Khotimah 2013
Berdasarkan jumlah pegawai pada tabel di atas kurang mencukupi untuk
melaksanakan pembinaan terhadap klien atau penghuni Panti Sosial Pamardi Putra
Khusnul Khotimah. Misalnya saja pegawai Counsellor Addict yang hanya
orang klien atau penghuni panti. ini berarti panti sosial pamardi putra khusnul
khotimah kekurangan 9 pegawai Counselor Addict. (Berdasarkan hasil wawancara
dengan Bapak Samsudin bagian Kasubag Tata Usaha yang dilakukan peneliti pada
tanggal 20 maret 2014).
Ketiga, kurangnya koordinasi dari petugas panti dengan orang tua dalam
memberikan dukungan kepada panti khususnya kepada anak. Anak ingin
mengikuti pelatihan, tetapi orang tua tidak mengijinkan atau sebaliknya. Sehingga
pada saat anak sedang menjalani pembinaan dan bimbingan di panti orang tua
terlalu khawatir sehingga anak diambil pada saat pelatihan. (Berdasarkan hasil
wawancara dengan Bapak Samsudin bagian Kasubag Tata Usaha yang dilakukan
peneliti pada tanggal 20 maret 2014).
Keempat, Kualitas sumber daya manusia yang dimiliki belum semuanya
mempunyai kemampuan berkomunikasi, mengidentifikasi masalah dari klien atau
penghuni panti, dan menganalisis masalah dari klien atau penghuni panti. Hal ini
menyebabkan klien atau penghuni panti tidak dapat melaksanakan fungsi
sosialnya dengan baik karena tidak adanya pemahaman yang baik dari petugas
terhadap kebutuhan klien atau penghuni panti. (Berdasarkan hasil wawancara
dengan Bapak Samsudin bagian Kasubag Tata Usaha yang dilakukan peneliti pada
tanggal 20 maret 2014).
Berdasarkan permasalahan di atas penulis tertarik untuk melakukan
Penyandang Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul Khotimah DKI
Jakarta”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka “Kualitas Pelayanan
Pembinaan dan Bimbingan Mantan Penyandang Narkoba di Panti Sosial Pamardi
Putra Khusnul Khotimah DKI Jakarta” dapat disimpulkan identifikasi masalahnya
yaitu:
1. Kurangnya fasilitas peralatan dalam memberikan pelatihan keterampilam
terhadap klien atau penghuni panti seperti peralatan montir mobil, motor,
las, dan elektronik.
2. Kurangnya Counsellor Addict (pembimbing klien/penghuni panti) dalam
memberikan pelayanan terhadap klien atau penghuni panti.
3. Kurangnya koordinasi dari petugas panti dengan orang tua dalam
memberikan dukungan kepada panti khususnya kepada anak.
4. Kualitas sumber daya manusia yang dimiliki belum semuanya
mempunyai kemampuan berkomunikasi, mengidentifikasi masalah, dan
menganalisis masalah dari klien atau penghuni panti.
1.3 Batasan Masalah
Setelah mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi dalam program
pembinaan mantan penyandang narkoba ini, kemudian untuk memudahkan
peneliti dalam melakukan penelitian, peneliti melakukan pembatasan terhadap
Pelayanan Pembinaan dan Bimbingan Mantan Penyandang Narkoba di Panti
Sosial Pamardi Putra Khusnul Khotimah DKI Jakarta”.
1.4 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada maka rumusan masalah
penelitian ini adalah:
Bagaimana Kualitas Pelayanan Pembinaan dan Bimbingan Mantan Penyandang
Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul Khotimah DKI Jakarta?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini penulis ingin mengetahui Kualitas Pelayanan
Pembinaan dan Bimbingan Mantan Penyandang Narkoba di Panti Sosial Pamardi
Putra Khusnul Khotimah DKI Jakarta .
1.6 Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian yang telah dikemukakan di atas,
penelitian ini diharapkan akan membawa manfaat. Manfaat yang diperoleh dari
penelitian ini berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Ilmu Administrasi Negara.
Dimana dalam penelitian ini khusus membahas tentang permasalahan
sosial masyarakat yang erat kaitannya dengan ilmu psikologi sosial,
sosiologi, administrasi. Serta untuk mengembangkan teori baru
2. Secara Praktis
Secara praktis, bagi Dinas yang bersangkutan diharapkan penelitian
ini dapat menjadi sumbangan pemikiran terkait efektivitas
pelaksanaan program pembinaan dan bimbingan mantan penyandang
narkoba di panti sosial dinsos Dki Jakarta. Bagi penulis, diharapkan
penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan dan penguasaan
ilmu-ilmu yang pernah diperoleh peneliti selama mengikuti
pendidikan di program studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Selain
itu karya peneliti dapat dijadikan bahan informasi dan referensi bagi
pembaca dan peneliti selanjutnya.
1.7 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah mengapa peneliti mengambil judul penelitian tersebut, lalu identifikasi masalah, tinjauan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
teori, lalu membuat kerangka berfikir yang menggambarkan alur pemikiran peneliti sebagai kelanjutan dari deskripsi teori dan kemudian hipotesis penelitian yang merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian mencakup beberapa uraian penjelasan mengenai metode penelitian, instrumen penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengolahan dan analisis data dan tempat serta waktu penelitian tersebut dilaksanakan.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Pada bab ini dipaparkan mengenai deskripsi objek penelitian mencakup lokasi penelitian, struktur organisasi dan lain sebagainya yang berhubungan dengan objek penelitian. Kemudian pada bab ini menjelaskan deskripsi data yang telah diolah dari data mentah dengan mempergunakan teknik analisis data. Lalu memaparkan mengenai pengujian hipotesis, interpretasi hasil penelitian, kemudian pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data.
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Memuat data referensi (literatur lainnya) yang dipergunakan dalam penelitian.
LAMPIRAN
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Pengertian tinjauan pustaka menurut Black dan Champion (2009:296)
merupakan gambaran yang menyeluruh dari setiap proyek penelitian. Tinjauan
pustaka digunakan sebagai peninjauan kembali pustaka (laporan penelitian, dan
sebagainya) mengenai masalah yang berkaitan dengan penelitian.Berikut adalah
beberapa pustaka yang relevan dalam penelitian Kualitas Pelayanan Pembinaan
dan Bimbingan Mantan Penyandang Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra
Khusnul Khotimah Dki Jakarta.
2.1.1 Konsep Organisasi Publik
Menurut Winardi (2004:44) apabila kita ingin mempelajari
organisasi (khususnya teori organisasi) maka kita perl mempelajari
strukturnya, prosesnya, dan perilaku dari organiasi itu sendiri, karena
apabila kita memperhatikan kondisi sekeliling kita maka dapat dikatakan
bahwa manusia hidup dalam masyarakat senantiasa dipengaruhi oleh
penduduk, institute pendidikan, rumah sakit, kantor yang berkenaan
dengan pekerjaan kita, dan sebagainya.
Organisasi menurut Stephen Robbin dalam Achmad Sobirin
(2007:5) adalah:
“Organisasi adalah unit sosial yang senaja didirikan untuk jangka
waktu yang relatif lama, beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja bersama-sama dan terkoordinasi, dan didirikan untuk mencapai tujuan bersama atau satu set tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya”
Bennis dalam Miftah Thoha (2007:3) merumuskan ada tiga
dimensi pokok dalam mendiskusikan teori organisasi yang tidak bisa
diabaikan. Ketiga dimensi itu antara lain dimensi teknis, dimensi konsep,
dan dimensi manusia. Jika ketiga dimensi itu berinteraksi, maka akan
mampu menimbulkan suatu kegiatan organisasi yang efektif. Dimensi
teknis menekankan pada kecakapan yang dibutuhkan untuk menggerakan
organisasi. Dimensi ini berisikan keahlian-keahlian birokrat atau manajer
di bidang teknis yang diperlukan menggerakan organisasi misalnya
keahlian komputer, pemasaran, engineering dan lain sebagainya. Dimensi
kedua adalah dimensi konsep yang merupakan motor penggerak dari
dimensi pertama dan amat erat hubunganya dengan dimensi ketiga yakni
dimensi manusia. Jika birokrat dalam bekerja hanya mengandalkan pada
dimensi pertama dan mengabaikan dimensi kedua, atau bahkan
tidak respektif terhadap faktor pendukung utama organisasi yakni manusia
pekerja. Oleh karena itu, organisasi-organisasi merupakan proses-proses
dinamik yang dalam tata susunan mereka mencakup aneka macam
subproses. Tetapi, apapun sudut pandang kita tentang organisasi tetap sang
individulah yang menjadi komponen inti dari suatu organisasi.
Terdapat 13 karakteristik organisasi publik menurut Stewart dalam
Kusdi (2009:44) yaitu:
1. Target atau sasaran yang tidak terdefinisi secara jelas.
2. Harapan-harapan yang beragam dan acap kali bersifat artificial dan politis.
3. Tuntutan dari berbagai pihak yang berbeda.
4. Tuntutan dari badan-badan yang mengucurkan anggaran. 5. Penerimaan jasa, yaitu masyarakat, tidak memberikan
kontribusi secara langsung melainkan melalui ekanisme pajak. 6. Sumber anggaran yang berbeda-beda.
7. Anggaran yang diterima mendahului pelayanan yang diberikan. 8. Ada pengaruh dari perubahan politik.
9. Tuntutan dan arah yang harus dipatuhi dari pusat. 10.Batasan-batasan yang ditetapkan oleh undang-undang.
11.Larangan atau pembatasan untuk melakukan usaha-usaha yang menghasilkan laba.
12.Larangan atau pembatasan untuk menggunakan anggaran diluar tujuan yang secara formal telah ditetapkan.
13.Tingkat sensitivitas terhadap tekanan kelompok masyarakat.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa organisasi
sebagai satu kesatuan sosial dari kelompok manusia yang saling
berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi
2.1.2 Kualitas Pelayanan Publik
Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan
bervariasi, mulai dari yang kontekstual hingga yang lebih strategis.
Definisi kovensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik
langsung dari suatu produk, seperti kinerja (performance); keandalan
(reliability); mudah dalam penggunaan (ease of use); estetika (esthetics);
dan sebagainya.
Sedangkan dalam definisi strategis, kualitas adalah segala sesuatu
yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the
needs of customers). Berdasarkan pangertian kualitas, baik yang
kovensional maupun strategis oleh Gaspersz dalam Sampara Lukman
mengemukakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu pada pengertian
pokok :
1. Kualitas terdiri atas sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung, maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan memberikan kepuasan atas penggunaan produk.
2. Kualitas terdiri atas segala sesuatu yang bebas dan kekurangn atau kerusakan.
Sementara itu Valerie A. Zeithaml, A. Parasuraman, dan Leorard
L. Berry (1990: 23) menyatakan bahwa dalam menilai kualitas jasa/
pelayanan, terdapat sepuluh ukuran kualitas jasa/ pelayanan, yaitu Ten
Dimension of SERVQUAL (SERVice QUALity) :
2. Responsivioness,yang merupakan kemampuan atau kesiapan sumber daya manusia dalam memberikan jasa layanan yang dibutuhkan pelanggan.
3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan atau lembaga memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar memberikan jasa tertentu.
4. Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. 5. Courtsey, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan
keramahan yang dimiliki petugas.
6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami.
7. Credibility,yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya.
8. Security, yaitu aman dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. 9. Understanding/knowing the costumer, yaitu usaha untuk
memahami kebutuhan pelanggan.
10.Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, dapat berupa fasilitas fisik, peralatan yang digunakan dan penampilan fisik karyawan.
Namun, dalam perkembangan selanjutnya dalam penelitian
dirasakan adanya dimensi mutu pelayanan yang saling tumpang tindih satu
dengan yang lainnya yang dikaitkan dengan kepuasan pelanggan. Menurut
Zeithaml, Berry dan Parasuraman (1990: 23) telah melakukan berbagai
penelitian terhadap beberapa jenis jasa, sehingga selanjutanya dimensi
tersebut difokuskan menjadi 5 dimensi (ukuran) kualitas jasa/ 47
pelayanan yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi
kualitas pelayanan yaitu :
konsistensi pelayanan merupakan sebuah kondisi yang hendaknya hadir dalam setiap penyelengaraan pelayanan.
2. Responsiveness, Responsiveness is willingness to help customers and to provide prompt service. Dimensi Responsiveness adalah kesediaan untuk membantu pengguna layanan dan menyelenggarakan pelayanan tepat waktu. Hal ini merujuk kepada ketanggapan dari petugas pelayanan akan meningkatkan rasa kenyamanan pengguna layanan. Meskipun organisasi publik tidak menghadapi masalah dengan kekhawatiran akan kehilangan pelanggan akan tetapi dalam Negara demokrasi, masyarakat atau warga Negara adalah fokus perhatian dari penyelenggaraan pemerintahan.
3. Assurance, Assurance is knowledge and courtesy of employees and their ability to inspire trust and confidence. Dimensi assurance adalah Pengetahuan dan keramahan petugas pemberi layanan serta kemampuan mereka untuk menginspirasi kepercayaan dan kenyamanan bagi pengguna layanan. Aspek ini merupakan salah satu yang paling diharapkan oleh pelanggan. Petugas yang ramah akan menjadi salah satu faktor determinan bagi pengguna layanan untuk memberikan penilaian yang baik atas pelayanan yang disajikan. Kemudian kepercayaan diri pelanggan juga akan meningkat manakala petugas layanan tidak saja mampu menjelaskan prosedur layanan melainkan filosofi dari aturan prosedur tersebut. Hal lain yang penting adalah cara penyampaian pendapat atau penjelasan yang disampaikan petugas layanan. Semakin ramah dan sopan penyampaian penjelasan atau pendapat petugas pelayanan maka akan semakin baik penerimaan pengguna layanan yang disajikan.
4. Emphaty, Emphaty is caring, individualized attention the form provides its. Dimensi emphaty adalah kepedulian dan perhatian terhadap pengguna layanan secara individual yang diberikan oleh pihak penyelenggara pelayanan.
Menurut Zeithaml, Berry dan Parasuraman dalam Agus Dwiyanto
(2005: 148) menjelaskan 5 dimensi pengukuran kualitas pelayanan yang
didasarkan pada indikator-indikator:
1. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan telah yang dijanjikan.
2. Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
3. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keragu-raguan.
4. Empathy, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yan baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan.
5. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.
Dimensi kualitas yang dikemukakan oleh Zeithaml,Berry dan
Parasuraman tersebut berpengaruh pada harapan pelanggan dan kenyataan
yang mereka terima. Jika kenyataannya pelanggan menerima pelayanan
melebihi harapannya, maka pelanggan akan mengatakan pelayanannya
berkualitas dan jika kenyataannya pelanggan menerima pelayanan kurang
atau sama dari harapannya, maka pelanggan akan mengatakan
pelayanannya tidak berkualitas atau tidak memuaskan. Berdasarkan pada
konsepsi tersebut Zeithaml, Berry dan Parasuraman (1985: 48)
menyimpulkan tiga kondisi yang mengekspresikan kepuasan pengguna
1. Saat harapan pelanggan lebih rendah dari persepsi terhadap pelayanan yang diperoleh, maka hal tersebut menjadi kejutan yang menyenangkan bagi pengguna layanan.
2. Pada saat harapan pelanggan sesuai dengan persepsi terhadap pelayanan yang diperoleh maka pelanggan akan merasa puas. 3. Pada saat harapan pelanggan lebih besar daripada persepsi terhadap
pelayanan yang diperoleh maka pelanggan akan merasa tidak puas terhadap pelayanan.
Sementara itu, Zeithaml, Parasuraman & Berry dalam Ratminto
dan Winarsih(2005: 81) mengemukakaan bahwa manajemen pelayanan
yang baik tidak bisa diwujudkan karena adanya lima gap yaitu:
1. Gap 1 (gap persepsi manajemen). Ini terjadi apabila terdapat perbedaan antara harapan-harapan konsumen dengan persepsi manajemen terhadap harapan-harapan konsumen. Misalnya harapan konsumen adalah mendapatkan pelayanan yang terbaik, tidak menjadi soal meskipunharganya mahal. Sebaliknya manajemen memiliki persepsi bahwakonsumen menghrapkan harga yang murah meskipun kualitasnya agak rendah.
2. Gap 2 (gap persepsikualitas). Gap persepsi kualitas akan terjadi apabila terdapat perbedaan antara persepsi manajemen tentang harapan-harapan konsumen dengan spesifikasi kualitas pelayanan yang dirumuskan.
3. Gap 3 (gap penyelenggara pelayanan). Gap ini lahir jika pelayanan yang diberikan berbeda dengan spesifikasi kulitas pelayanan yang telah dirumuskan. Misalnya spesifikasi pelayanan menyatakan bahwa jam keberangkatan kereta api maksimal terlambat tiga menit. Akan tetapi yang senyatanya terjadi, kereta api terlambat setengah jam.
4. Gap 4 (gap komunikasi pasar). Gap 4 lahir sebagai akibat dari adanya perbedaan antara pelayanan yang diberikan dengan komunikasi eksternal terhadap konsumen.
Selanjutnya Zeithaml, Berry dan Parasuraman dalam Ratminto &
Winarsih (2005: 84) mengidentifikasi sebab-sebab terjadinya gap.
Misalnya, gap 1 (gap persepsi manajemen) atau adanya perbedaan antara
harapan konsumen dengan persepsi manajemen terhadap
harapan-harapan konsumen, terjadi karena faktor-faktor sebagai berikut:
1. Kurangnya riset pemasaran dan tidak dimanfaatkannya riset pemasaran.
2. Kurang efektifnya komunikasi ke atas di dalam organisasi penyelenggara pelayanan.
3. Terlalu banyaknya tingkatan manajemen.
Gap 2 (Gap persepsi kualitas) atau perbedaan antara persepsi
manajemen tentang harapan-harapan konsumen dengan spesifikasi kualitas
pelayanan yang dirumuskan disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini:
1. Lemahnya komitmen manajemen terhadap kualitas peayanan. 2. Tidak tepatnya persepsi tentang feasibilitas.
3. Tidak tepatnya standarisasi pelayanan. 4. Kurang tepatnya perumusan tujuan.
Gap 3 (gap penyelenggaraan pelayanan) yaitu perbedaan pelayanan
yang diberikan dengan spesifikasi kualitas pelayanan yang telah
dirumuskan, timbul karena:
1. Adanya ketidakjelasan peran 2. Adanya konflik peran
3. Tidak cocoknya karakteristik pekerja dengan pekerjaan 4. Tidak cocoknya teknologi dengan karakteristik pekerjaan 5. Tidak tepatnya sistem pengawasan
6. Lemahnya kontrol.
Gap 4 (gap komunikasi pasar) atau adanya perbedan antara
pelayanan yang diberikan dengan komunikasi eksternal terhadap
konsumen terjadi karena faktor-faktor:
1. Kurangnya komunikasi horizontal.
2. Adanya kecenderungan untuk mengobral janji.
Sedangkan gap 5 (gap kualitas pelayanan) atau perbedaan
pelayanan yang diharapkan oleh konsumen dengan pelayanan yang
senyatanya diterima atau dirasakan oleh konsumen, terjadi sebagai akibat
dari akumulasi empat macam gap tersebut diatas.
Berdasarkan penelitiannya tersebut Zeithaml, Berry, dan
Parasuraman mengidentifikasi bahwa fokus pengukuran kualitas pelayanan
adalah gap kelima yaitu kesenjangan antara pelayanan yang dirasakan dan
pelayanan yang diharapkan oleh pengguna layanan. Oleh karenanya,
pengukuran kualitas pelayanan (measuring service quality) pada
prinsipnya adalah memperoleh skor kesenjangan berdasarkan selisih antara
persepsi (P) dan ekspektasi (E) pengguna layanan atas pelayanan yang
disajikan oleh penyelenggara pelayanan. Sehingga munculah rumus Q
(Kualitas Pelayanan) = (P) Persepsi – E (Ekspektasi).
Zeithaml, Berry, dan Parasuraman (1990: 12) mengembangkan
sebuah pengukuran multiple-item dengan22 pernyataan/ item instrument
yang disebut item SERVQUALuntuk mengukur 5 dimensi/ indikator dari
dan tangibles). Instrumen SERVQUAL ini terbagi menjadi 2 bagian yaitu
item ekspektasi dan item persepsi. 22 pernyataan/ item instrumen dalam
survey mewakili dan menggambarkan 5 dimensi kualitas pelayanan.
Penggunaan 22 pernyataan/ item instrumen adalah untuk menilai
ekspektasi dan persepsi customer (pelanggan) terhadap kualitas pelayanan.
Prosedur ini dihasilkan dari perbaikan item pengukuran (“SERVQUAL”)
dengan 22 item yang tersebar diantara 5 dimensi/ indikator kualitas
pelayanan.
2.1.3 Teori Keejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial menurut Suparlan dalam Suud adalah
keadaan sejahtera pada umumnya, yang meliputi keadaan jasmani,
rohaniah dan social dan bukan hanya perbaikan dan pemberantasan
keburukan sosial tertentu saja, jadi merupakan suatu keadaan dan kegiatan.
Sedangkan, menurut Midgley dalam Suud, suatu keadaan
sejahtera secara social tersusun dari tiga unsur yaitu sebagai berikut:
1. Setinggi apapun masalah-masalah sosial dikendalikan. 2. Seluas apa kebutuhan-kebutuhan dipenuhi,
3. Setinggi apa kesempatan untuk maju tersedia.
Tiga unsur tersebut berlaku bagi individu-ibdividu,
keluarga-keluarga, dan kelompok-kelompok dan bahkan seluruh masyarakat agar
masyarakat dapat mencapai tujuan hidupnya yaitu menciptakan keluarga
kondisi sejahtera, yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk
kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makan,
pakaian, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan.Berbeda dengan
Suharto yang menyatakan bahwa pengertian kesejahteraan sosial juga
menunjuk kepada segenap aktivitas pengorganisasian dan pendistribusian
pelayanan sosial bagi kelompok masyarakat, terutama kelompok yang
kurang beruntung.
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Pasal 1 tentang
Kesejahteraan Sosial, Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya
kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga Negara agar dapat hidup
layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan
fungsi sosialnya. Pasal tersebut menjelaskan bahwa untuk terpenuhinya
kebutuhan hidup, baik secara materil maupun spiritual mereka harus
mempunyai kemampuan untuk bekerja dan mengembangkan diri supaya
mereka mampu hidup layak dan dapat diterima di tengah masyarakat.
Menurut Sumarnonugroho, kesejahteraan sosial mempunyai
fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi penyembuhan dan pemulihan (kuratif/remedial dan
rehabilitative)
Dalam hal ini meliputi langkah-langkah untuk mencegah agar jangan sampai timbul masalah sosial baru, juga langkah-langkah untuk memelihara fungsionalitas seseorang maupun masyarakat.
3. Fungsi pengembangan (promotif, developmental)
Untuk mengembangkan kemampuan orang maupun masyarakat agar dapat lebih meningkatkan fungsionalitas mereka sehingga dapat hidup secra produktif.
4. Fungsi penunjang (suportif)
Fungsi ini menopang usaha-usaha lain agar dapat lebih berkembang.Meliputi kegiatan-kegiatan yang dapat memperlancar keberhasilan program-program lainnya seperti bidang kesehatan, kependudukan dan keluarga berencana, pendidikan, pertanian dan sebagainya.
Dari beberapa pengertian di atas, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa kesejahteraan sosial adalah terpenuhinya kebutuhan material
seseorang sehingga orang tersebut mampu hidup dengan layak dan mampu
mengembangkan diri serta dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
2.1.3.1 Pengertian Pekerja Sosial
Pekerja sosial adalah sebagai orang yang memiliki kewenangan
keahlian dalam menyelenggarakan berbagai pelayanan sosial (Budhi
Wibhawa, 2010:52).Pekerja sosial adalah seseorang yang mempunyai
kompetensi profesional dalam pekerjaan sosial yang diperolehnya melalui
pendidikan formal atau pengalaman praktek di bidang pekerjaan
sosial/kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintah dan
melaksanakan tugas profesional pekerjaan sosial (Kepmensos
No.10/HUK/2007).
Menurut Budhi Wibhawa pekerja sosial sebagai penyandang
1. Memahami, menguasai, dan menghayati serta menjadi figure pemegang nilai-nilai sosio-kultural dan filsafat masyarakat. 2. Menguasai sebanyak dan sebaik mungkin berbagai prespektif
teoritis tentang manusia sebagai makhluk sosial.
3. Menguasai dan secara kreatif menciptakan berbagai metode pelaksanaan tugas profesionalnya.
4. Memiliki mental wirausaha.
Berdasarkan Kepmensos NO.8/HUK/1981, pekerja sosial terdiri
dari sebagai berikut:
1. Pekerja sosial fungsional, yaitu pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang secara penuh sebagai pejabat yang berwenang untuk melakukan pelayanan kesejahteraan sosial di lingkungan instansi pemerintah maupun pada badan/organisasi sosial lainnya. Pekerja sosial fungsional dikelompokan menjadi dua, yaitu: a) pekerja sosial fungsional tingkat ahli, yaitu pekerja sosial yang mempunyai kualifikasi profesional yang kelebihannya dan fungsinya mensyaratkan kejujuran ilmu pengetahuan, metodologi dan teknis evaluasi di bidang pelayanan kesejahteraan sosial, b) pekerja sosial fungsional tingkat terampil, yaitu pekerja sosial yang memiliki kualifikasi teknik pelaksanaan tugas dan fungsinya mensyaratkan penguasaan pengetahuan teknis dan prosedur kerja di bidang pelayanan kesejahteraan sosial.
2. Pekerja sosial kecamatan, yaitu pegawai negeri sipil di lingkungan Departemen Sosial dan ditempatkan di wilayah kecamatan dengan tugas membimbing, membina dan mengawasi pelaksanaan program kesejahteraan sosial di lingkungan kecamatannya.
3. Pekerja sosial masyarakat, yaitu warga masyarakat yang atas dasar rasa kesadaran dan tanggung jawab sosial serta disorong oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial secara sukarela, mengabdi di bidang kesejahteraan sosial. 4. Pekerja sosial professional, yaitu seseorang yang bekerja, baik
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pekerja sosial
adalah suatu profesi pertolongan kemanusiaan yang tujuan utamanya
adalah membantu keberfungsian sosial baik individu, keluarga maupun
kelompok kerja.
2.1.4 Konsep Panti Sosial
Panti adalah rumah atau tempat (kediaman), sedangkan sosial
adalah berkenaan dengan masyarakat atau perlunya ada komunikasi dalam
suatu usaha menunjang pembangunan ini serta memperhatikan
kepentingan umum. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka. 2007)
Dinas Sosial di setiap provinsi mempunyai beberapa Unit
Pelaksana Teknis yaitu suatu unit yang merupakan bagian dari
pemerintahan provinsi ke daerah kabupaten dan kota guna melaksanakan
tugas-tugas provinsi. Untuk setiap Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
memiliki peranan atau tugas sebagai panti sosial yaitu memberikan
perlindungan, pelayanan, dan rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah
kesejahteraan sosial.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa panti sosial
adalah lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab memberikan
pelayanan pengganti dalam pemenuhan kebutuhan fisik, mental, dan sosial
pada anak asuhnya, sehingga mereka memperoleh kesempatan yang luas,
2.1 Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan
beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah
penulis baca diantaranya :
1. Penelitian (skripsi) Fisip Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang
dilakukan oleh Sarah Neri Suriani Tahun 2011, dengan judul
Kualitas Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Baja Kecamatan
Cibodas Kabupaten Tangerang, pada penelitian tersebut peneliti
menggunakan 5 indikator yang terdapat pada teori Parasuraman: (1)
Reability (2) Responsiveness (3) Assurance (4) Emphaty (5)
Tangibles. Metodelogi dalam penelitian ini menggunakan metode
deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Adapun hasil penelitian
dari Kualitas Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Baja Kecamatan
Cibodas Kabupaten Tangerang adalah terdapat kesenjangan
Persepsi dan Ekspetasi responden atas pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh petugas Puskesmas Baja Kecamatan Cibodas
Kota Tangerang. Oleh karenanya, Kualitas Pelayanan Kesehatan di
Puskesmas Baja Kecamatan Cibodas Kota Tangerang tidak
memuaskan bagi responden.
2. Penelitian (skripsi) Fisip Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang
dilakukan Oleh Tri Tunggal Jati Tahun 2014, dengan judul Kualitas
tersebut peneliti menggunakan 5 indikator yang terdapat pada teori
Parasuraman: (1) Reability (2) Responsiveness (3) Assurance (4)
Emphaty (5) Tangibles. Metodelogi dalam penelitian ini
menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.
Adapun hasil dari penelitian tentang Kualitas Pelayanan
Transjakarta Busway di DKI Jakarta adalah penumpang kurang
puas dengan pelayanan yang diberikan oleh pihak Transjakarta
Busway karena masi buruknya armada fisik yang digunakan, tidak
sterilnya jalur busway yang dilalui, masih terjadinya tindak pidana
pencurian dan pelecehan seksual, serta jarak kedatangan bus yang
tidak stabil.
Dari kedua penelitian diatas terdapat persamaan dan perbedaan
terhadap penelitian yang sedang peneliti lakukan. Persamaan peneliti
dengan penelitian terdahulu diatas adalah tujuan penelitian, dimana
peneliti ingin mengetahui antara Ekspetasi dan Persepsi pengguna layanan
terhadap bentuk pelayanan yang diberikan. Adapun perbedaan peneliti
dengan penelitian terdahulu diatas adalah jenis pengguna layanan dimana
pada penelitian diatas pengguna layanannya yaitu pengguna layanan
busway transjakarta dan pengguna layanan kesehatan (puskesmas).
Sedangkan jenis pengguna layanan yang peneliti lakukan adalah pengguna
2.2 Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana
teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai
masalah yang penting. Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan
secara teoritis pertautan antar variabel yang akan diteliti. Dalam penelitian
ini peneliti memfokuskan penelitian pada Kualitas Pelayanan Pembinaan
dan Bimbingan Mantan Penyandang Narkoba di Panti Sosial Pamardi
Putra Khusnul KhotimahDKI Jakarta.
1. Namun, banyak permasalahan yang terjadi dilapangan yang merupakan
input dalam penelitian ini, dimana permasalahan yang terdapat dalam
pembinaan dan bimbingan mantan penyandang narkoba di panti sosial
pamardi putra khusnul khotimah, yaitu: (1) Kurangnya fasilitas peralatan
dalam memberikan pelatihan keterampilam terhadap klien atau penghuni
panti seperti peralatan montir mobil, motor, las, dan elektronik. (2)
Kurangnya Counsellor Addict dalam memberikan pelayanan terhadap
klien atau penghuni panti. (3) Kurangnya koordinasi dari petugas panti
dengan orang tua dalam memberikan dukungan kepada panti khususnya
kepada anak. (4) Kualitas sumber daya manusia yang dimiliki belum
semuanya mempunyai kemampuan berkomunikasi, mengidentifikasi
masalah, dan menganalisis masalah dari klien atau penghuni panti.
Penelitian mengenai Kualitas Pelayanan Pembinaan dan Bimbingan
Khotimah DKI Jakarta menggunakan teori Kualitas Pelayanan menurut
Parasuraman, Zeithaml dan Berry dalam Fandy Tjiptono (2012:174) yaitu:
(1) Tangibles, Tangibles yaitu fasilitas fisik, perlengkapan dan penampilan petugas pelayanan
(2) Reliability, Dimensi Reliability adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan secara handal dan akurat.
(3) Responsiveness, Dimensi Responsiveness adalah kesediaan untuk membantu pengguna layanan dan menyelenggarakan pelayanan tepat waktu.
(4) Assurance, Dimensi assurance adalah Pengetahuan dan keramahan petugas pemberi layanan serta kemampuan mereka untuk menginspirasi kepercayaan dan kenyamanan bagi pengguna layanan.
(5) Emphaty, Dimensi emphaty adalah kepedulian dan perhatian terhadap pengguna layanan secara individual yang diberikan oleh pihak penyelenggara pelayanan.
Selanjutnya, variabel-variabel tersebut dianalisis sesuai dengan
fokus penelitian dan hasilnya akan menggambarkan keberhasilan atau
kegagalan dari pelaksanaan pembinaan dan bimbingan mantan penyandang
narkoba dipanti sosial dinsos Dki Jakarta. Bila digambarkan maka
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Berfikir
Sumber: Peneliti 2015 Identifikasi Masalah:
1. Kurangnya fasilitas peralatan dalam memberikan pelatihan keterampilam terhadap klien atau penghuni panti seperti peralatan montir mobil, motor, las, dan elektronik.
2. Kurangnya Counsellor Addict dalam memberikan pelayanan terhadap klien atau penghuni panti.
3. Kurangnya koordinasi dari petugas panti dengan orang tua dalam memberikan dukungan kepada panti khususnya kepada anak.
4. Kualitas sumber daya manusia yang dimiliki belum semuanya mempunyai kemampuan berkomunikasi, mengidentifikasi masalah, dan menganalisis masalah dari klien atau penghuni panti.
5.
Dimensi Kualitas Pelayanan menurut Parasuraman :
1. Bukti langsung (Tangible) 2. Keandalan (Reliability)
3. Daya Tanggap (Responsiveness) 4. Jaminan (Assurance)
5. Empati (Emphaty)
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang
akan diteliti dan kemudian akan dibuktikan kebenarannya melalui
penelitian. Berdasarkan kerangka berfikir diatas, maka hipotesis yang
peneliti kemukakan adalah :
“Ketika Harapan Pengguna layanan Panti Sosial Pamardi
Putra Khusnul Khotimah DKI Jakarta lebih besar dari pada
persepsi yang didapat, maka pengguna layanan Panti tersebut akan
merasa tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian sangat erat dengan tipe penelitian yang digunakan,
karena tiap-tiap dan tujuan penelitian yang didesain memiliki konsekuensi pada
pilihan metode penelitian yang tepat, guna mencapai tujuan penelitian tersebut.
Metode penelitian oleh Mikkelsen (1999:313) didefinisikan sebagai alat untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu dan untuk menyelesaikan masalah
ilmu atau praktis.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif. Dengan metode deskriptif karena penelitian ini hanya menggunakan
satu variabel dengan tidak membandingkan atau menghubungkan dengan
variabel lain.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian menjelaskan substansi materi kajian penelitian
yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini ruang lingkup penelitian adalah
bagian rehabilitasi narkoba, khususnya pelayanan pembinaan dan bimbingan