• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - CETAK PROFIL KESEHATAN REVISI 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - CETAK PROFIL KESEHATAN REVISI 1"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 merupakan salah satu bentuk dokumentasi tahunan dari produk Sistem Informasi Kesehatan yang dapat memberikan gambaran perkembangan situasi kesehatan khususnya di Wilayah Administratif Provinsi Jawa Barat dan juga merupakan investasi informasi untuk kebutuhan di masa yang akan datang.

Instrumen dasar untuk penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat mengacu kepada Pedoman Penyusunan Profil Kesehatan Tahun 2010 yang diterbitkan oleh Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang memuat berbagai indikator, variabel yang berkaitan dengan Program Pembangunan Kesehatan.

Mekanisme penyusunan Profil Kesehatan melibatkan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Rumah Sakit dan Lintas Sektor antara lain BPS, BKKBN, melalui kegiatan pertemuan pemutakhiran data profil, validasi data profil secara berjenjang.

Indikator-indikator yang ditampilkan pada Profil Kesehatanantara lain Indikator Derajat Kesehatan, Upaya Kesehatan, Sumber Daya Kesehatan. Indikator Derajat Kesehatan merupakan indikatoroutcome meliputimortalitas dan morbiditas serta Angka Harapan Hidup. Indikator Upaya Kesehatan merupakan indikator output hasil kegiatan Pelayanan Kesehatan Dasar maupun Rujukan. Indikator Sumber Daya Kesehatan merupakan indikator input yang merupakan syarat pokok dalam pelaksnaan pembangunan kesehatan.

Secara umum dalam penyusunan profil kesehatan ini dilakukan analisis deskripsif, analisis komperatif antar Kabupaten, Kota dan Provinsi. Untuk melihat trend tahunan suatu indikator tertentu dilakukan analisis kecenderungan. Secara terbatas dilakukan juga analisis hubungan antar faktor risiko denganoutputatauoutcome.

Untuk mempermudah dalam analisis, variabel indikator yang tersedia pada tabel profil kesehatan ini, disajikan melalui tampilan tabel, gambar yang disesuaikan dengan tujuan analisis seperti grafik garis, grafik batang, dan peta.

Profil Kesehatan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan informasi baik sektor kesehatan sendiri maupun sektor non kesehatan, terutama dalam proses manajemen yang meliputi perencanaan, penggerakan, pengendalian dan monitoring serta evaluasi pembangunan kesehatan. Untuk itu dilakukan desiminasi informasi melalui distribusi Buku Profil Kesehatan ke berbagai unit/sektor yang berkaitan dengan Bidang Kesehatan seperti Kemenkes.RI, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, antar Dinas Kesehatan Provinsi, Bappeda.

(2)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 2  Banyaknya data yang harus dikumpulkan,

 Banyaknya sumber data yang menyebabkan mekanisme pengelolaan data dan infromasi menjadi berbeda.

 Pemahaman definisi operasional yang berbeda, sehingga menghasilkan data menjadi berbeda.

 Belum semua variabel, indikator kesehatan yang dibutuhkan tersedia dalam sistem pencatatan dan pelaporan rutin Sektor Kesehatan, seperti angka kematian bayi (AKB) dan angka Kematian Ibu (AKI) .

(3)

BAB II

VISI MISI PEMBANGUNAN KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT

Visi Pembangunan Jawa Barat Tahun 2005-2025 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2008 adalah “Dengan Iman dan Taqwa, Provinsi Jawa Barat Termaju di Indonesia”. Visi tersebut diwujudkan melalui 5 (lima) misi pembangunan yaitu : 1. Mewujudkan kualitas Kehidupan Masyarakat yang berbudaya Ilmu dan Teknologi, Produktif

dan Berdaya Saing

2. Meningkatkan Perekonomian yang Berdaya Saing dan Berbasis Potensi Daerah 3. Mewujudkan Lingkungan Hidup yang Asri dan Lestari

4. Mewujudkan Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik 5. Mewujudkan Pemerataan Pembangunan yang Berkeadilan

Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan tantangan dan peluang serta budaya yang hidup dalam masyarakat, maka visi Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2013 adalah “Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera”.

Agar visi tersebut dapat diwujudkan dan dapat mendorong effektifitas dan effisiensi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki, ditetapkan misi Provinsi Jawa Barat sebagai berikut : 1. Mewujudkan Sumber Daya Manumur Jawa Barat yang produktif dan ber Daya Saing 2. Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Regional ber Basis Potensi Lokal

3. Meningkatkan Ketersediaan dan Kualitas Infrastuktur Wilayah

4. Meningkatkan Daya Dukung dan Daya tampung Lingkungan untuk Pembangunan berkelanjutan

5. Meningkatkan Effektifitas Pemerintahan Daerah dan Kualitas Demokrasi

Dinas Kesehatan sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkepentingan untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan fenomena penting aktual yang belum dapat diselesaikan pada periode 5 tahun sebelumnya khususnya aksesibilitas dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat.

(4)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 4 A. VISI DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT.

Dengan mempertimbangkan kesesuaian dan keterkaitan dengan Visi dan Misi Departemen Kesehatan serta Visi Pembangunan dan Visi Pemerintah Provinsi Jawa Barat maka telah disusun Visi Pembangunan Kesehatan Jawa Barat yaitu :Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup Sehat”.

Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup Sehat adalah sikap dan kondisi dimana masyarakat Jawa Barat tahu, mau dan mampu untuk mengenali, mencegah, dan mengatasi permasalah kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan akibat penyakit, bencana, lingkungan dan perilaku yang buruk , serta mampu memenuhi kebutuhannya untuk lebih meningkatkan kesehatannya dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri.

Dalam mewujudkan visi pembangunan kesehatan tersebut maka telah dirumuskan Visi Dinas Kesehatan Jawa Barat sebagai berikut : “Akselerator Pencapaian Masyarakat

Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup Sehat”.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat harus mempunyai pengetahuan, kemampuan, kemauan, motivasi, etos kerja yang tinggi, dan menguasai teknologi untuk menjadi pendorong, penggerak, fasilitator dan advokator untuk terjadinya akselerasi pembangunan kesehatan di Jawa Barat yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat termasuk swasta, sehingga Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup Sehat dapat segera tercapai, dan masyarakat Jawa Barat menjadi Sehat.

B. MISI DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT.

Dalam mengantisipasi kondisi dan permasalahan yang ada serta memperhatikan tantangan kedepan dengan memperhitungkan peluang yang dimiliki, untuk mencapai Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup Sehat, maka rumusan Misi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat telah ditetapkan dalam 4 (empat) Misi yaitu :

1. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas 2. Mengembangkan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan

3. Meningkatkan Sistem Surveilance dalam Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

4. Menjamin ketersediaan sumber daya manumur dan fasilitas pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau dan berkualitas.

Adapun Tujuan dan Sasaran dari tiap Misi tersebut adalah sebagai berikut :

Misi 1 : Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas

Tujuan : Meningkatkan upaya kesehatan yang mampu mendukung akses dan memberdayakan masyarakat untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang berkualitas

(5)

Berbasis Masyarakat serta mendorong masyarakat untuk memilih tempat pelayanan yang tepat.

2. Meningkatnya upaya untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang komprehensif bagi ibu maternal, bayi, balita, anak sekolah/remaja, umur produktif dan umur lanjut.

3. Meningkatnya upaya untuk meningkatkan status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil dan balita.

4. Meningkatnya perlindungan masyarakat terhadap ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan dan penggunaan obat, produk pangan, produk farmasi yang berbahaya serta tidak memenuhi syarat.

5. Meningkatnya upaya untuk menyiapkan dan melaksanakan penanggulangan masalah kesehatan pada saat dan pasca bencana serta antisipasi pemanasan global

6. Meningkatnya upaya untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat.

Misi 2 : Mengembangkan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan. Tujuan : Meningkatkan ketersediaan pembiayaan, kebijakan dan

pedoman, hukum, system informasi, pemahaman public yang positif tentang kesehatan, dan diikutinya standard mutu sarana, prasarana dan peralatan kesehatan

Sasaran : 1. Meningkatnya Kualifikasi Rumah Sakit, Rumah Sakit khusus dan UPTD Provinsi sebagai Center Of Excellent tingkat Nasional/Internasional

2. Meningkatnya Kualitas dan Akuntabilitas Manajemen Pelayananan dan Pembangunan Kesehatan meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan kesehatan yang evidence base didukung data yang akurat. 3. Terwujud dan dipatuhinya berbagai kebijakan dan regulasi

kesehatan yang pro rakyat, mengutamakan kenyamanan dan keamanan klien/pasien serta petugas.

4. Terwujudnya pemahaman public yang posistif tentang pembangunan kesehatan global, nasional dan local

5. Meningkatnya pelayanan kesehatan diberbagai tatanan sesuai dengan standar mutu.

(6)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 6 Misi 3 : Meningkatkan Sistem Surveilans dalam Upaya Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit

Tujuan : Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit.

Sasaran : 1. Meningkatnya peran dan komitmen pemerintah daerah, jejaring kerja LS/LP dan kemitraan dengan masyarakat termasuk swasta dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit

2. Meningkatnya perlindungan, penatalaksanaan kasus, pengendalian factor resiko serta terselenggaranya system surveillance dan kewaspadaan dini KLB/Wabah secara berjenjang.

3. Meningkatnya upaya untuk mengembangkan sentra regional untuk rujukan penyakit, pelatihan penanggulangan penyakit, kesiap siagaan KLB/Wabah dan bencana maupun kesehatan matra.

4. Mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat dan menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan.

Misi 4 : Menjamin ketersediaan sumber daya manumur dan fasilitas pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau dan berkualitas.

Tujuan : Meningkatkan jumlah, jenis , mutu dan penyebaran tenaga serta kesehatan, dan pemberdayaan profesi kesehatan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan.

Sasaran : 1. Meningkatnya ketersedian tenaga kesehatan yang professional dan kompeten di semua sarana pelayanan kesehatan

2. Meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana pelayananan kesehatan pemerintah dan swasta yang terjangkau dan berkualitas

C. KEBIJAKAN DAN PROGRAM

Dalam rangka mencapai Visi dan Misi yang telah dirumuskan dan dijelaskan tujuan dan sasarannya, maka untuk memperjelas cara untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut melalui strategi pembangunan kesehatan yang terdiri atas Kebijakan dan Program sebagai berikut:

Kebijakan 1: Meningkatkan pelayanan kesehatan terutama Ibu dan Anak, yang dilaksanakan melalui program-program sebagai berikut :

(7)

Kebijakan 2 : Mengembangkan sistem kesehatan, yang dilaksanakan melalui program-program sebagai berikut :

1. Program Manajemen Pelayanan Kesehatan

2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan Kebijakan 3 : Meningkatkan upaya pencegahan, pemberantasan dan pengendalian

penyakit menular serta tidak menular, yang dilaksanakan melalui program-program sebagai berikut :

1. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Kebijakan 4 : Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Tenaga Kesehatan, yang

dilaksanakan melalui program-program sebagai berikut : 1. Program Sumber Daya Kesehatan

Dalam upaya menjawab tantangan dan isu strategis dalam program pembangunan kesehatan Jawa Barat maka dilakukan upaya penajaman terhadap kegiatan sebagai berikut :

1. Peningkatan Persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten di fasilitas kesehatan untuk meningkatkan Angka Harapan Hidup (UHH), menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)

2. Intensitas dan penyebaran penyakit

(8)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 8

BAB III

GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK

A. GAMBARAN UMUM DAN KEPENDUDUKAN 1. Gambaran Umum Wilayah

Provinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 5050’ – 7050’ Lintang Selatan dan 104048’ – 108048’ Bujur Timur, dengan batas wilayah di sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Banten, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah di sebelah Selatan dibatasi oleh Samudera Indonesia, sedangkan di daerah Utara adalah Laut Jawa.

Luas wilayah Provinsi Jawa Barat sebesar 37.116,54 kilometer persegi atau sekitar 27,82% dari luas wilayah Pulau Jawa dan Madura atau 1,85% dari luas wilayah Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Indonesia di sebelah barat Pulau Jawa.

Kondisi geografis yang strategis ini merupakan keuntungan bagi daerah Jawa Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Kawasan utara merupakan daerah berdatar rendah, sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit

pantai serta dataran tinggi bergunung-gunung ada di kawasan tengah

.

Kondisi topografi Jawa Barat, dibedakan atas wilayah pegunungan curam (9,5%) yang terletak di bagian Selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut, wilayah lereng bukit yang landai (36,48 %) yang terletak di bagian Tengah dengan ketinggian 10-1.500 m dpl., dan wilayah daratan landai (54,02%) yang terletak di bagian Utara dengan ketinggian 0-10 m dpl. Jawa Barat memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata berkisar 17,40-30,70 C dengan kelembaban udara 73-84%.

Jawa Barat beriklim tropis dengan curah hujan tinggi, rata-rata curah hujan dalam sebulan adalah 161 milimeter dan 7 hari hujan.Iklim demikian menunjang adanya lahan subur yang berasal dari endapan vulkanis serta banyaknya aliran sungai menyebabkan sebagian besar dari luas tanah yang ada dipergunakan sebagai lahan pertanian. Suhu 90C di Puncak Gunung Pangrango dan 340C di Pantai Utara, curah hujan rata-rata 2.000 mm per tahun, namun di beberapa daerah pegunungan antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun

Pemerintah Provinsi Jawa Barat terdiri dari 18 kabupaten dan 9 kota, mencakup sekitar 626 Kecamatan, 3.232 Perkotaan dan 2.659 Perdesaan dan dibagi menjadi 5 Koordinator Wilayah yaitu :

(9)

• Wilayah Purwakarta terdiri dari Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Karawang.

• Wilayah Cirebon terdiri dari Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majelengka, Kabupaten Kuningan.

• Wilayah Priangan Timur terdiri dari Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten Tasikmalaya Kota Tasikmalaya, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Pangandaran.

• Wilayah Priangan Barat terdiri dari Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Garut, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat.

2. Pertumbuhan Penduduk.

Berdasarkan Estimasi Penduduk Tahun 2012, Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat adalah 44.548.431 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 22.666.168 jiwa (50,88%) dan penduduk perempuan adalah 21.882.263 (49,12%). Kenaikan Penduduk Provinsi Jawa Barat kurun waktu tahun 2010-2012 terdapat peningkatan jumlah penduduk sekitar 3,47%.

Gambar III. A. 1

Jumlah Penduduk Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2000 – 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Sex Ratio di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah 103,06, artinya komposisi laki-laki lebih banyak dibandingkan komposisi perempuan, dengan pengertian ada 103 hingga 104 orang laki-laki diantara 100 orang perempuan.

Rasio jenis kelamin tiga tertinggi di Jawa Barat adalah Kabupaten Cianjur (107,14), Kabupaten Karawang (106,39) dan Kabupaten Indramayu (106,14), sedangkan rasio jenis kelamin tiga terendah berada di Kabupaten Ciamis (98,09), Kota Banjar (98,35) dan Kabupaten Tasikmalaya (99,41).

(10)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 Barat pada tahun 2012 masih termasuk dalam

ana median umurnya berada pada umur 26,86 tah engetahui komposisi penduduk Provinsi Jawa dan jenis kelamin berikut digambarkan piramida

Gambar III. A. 2

iramida Penduduk Provinsi Jawa Barat Tahun 20

i penduduk menengah tersebut sesuai dengan uk terbesar di Jawa Barat yang berkisar ada pada kurun waktu 2005 – 2012, seperti terlihat dalam g

Gambar III. A. 3

tase Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Um Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2012

eban ketergantungan penduduk di Provinsi Jawa B % mengalami penurunan menjadi 52,0% pada tahu 100 penduduk usia produktif di Jawa Barat men

k usia belum/ tidak produktif.

008 2009 2010 2011

28,49 29,73 29,25 29,25

66,03 65,25 66,09 66,09

5,48 5,02 4,66 4,66

>= 65 Thn 15-64 Thn 0-14 Th

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 10 m kategori penduduk tahun.

a Barat berdasarkan ida penduduk seperti

2012

n gambaran proporsi da kelompok umur gambar dibawah ini.

k Umur di

Barat dari tahun 2010 hun 2012 yang artinya enanggung sekitar 52

2012 28,39 66,87 4,73

(11)

Laju Pertum

rtumbuhan Penduduk (LPP) Provinsi Jawa Barat ng terus menurun. Pada periode 2005 – 2006, LPP

%, periode berikutnya mengalami penurunan seh 12 mengalami fluktuasi menjadi 1,66 tahun 2012 (1,19% tahun 2012). Kondisi tersebut menunjukan rovinsi Jawa Barat relatif cukup baik.

Gambar III. A. 4

ju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Jawa Bar Periode tahun 2005 – 2012

r : Bapeda dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Gambar III. A. 5

ju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kabupaten/Ko Di Provinsi Jawa Barat Periode Tahun 2000-201

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

rtumbuhan Penduduk per Kabupaten/Kota period a 0,40% – 4,69%. LPP terendah terjadi di Kab g tertinggi di Kabupaten Bekasi. Proporsi Kabupate ari angka Jawa Barat sebesar 65,39%.

abupaten Bekasi mencapai 4,69 persen/tahun, m hun, Kota Bekasi 3,48 persen/tahun dan Ko

Nilai LPP tersebut jauh di atas LPP Nasio aupun LPP Jawa Barat sebesar 1,89 persen/tahun

K

05 - 2006 2006-2007 2007-2008 2000-2010 2011

at dari tahun ke tahun P Provinsi Jawa Barat ehingga pada periode 2 dan lebih tinggi dari n upaya pengendalian

Barat

n/Kota 010

iode tahun 2000-2010 abupaten Majalengka aten/Kota dengan LPP

(12)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 12 Sedangkan proporsi kabupaten/kota dengan LPP < 1% sebesar 30,77% yaitu Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Tasikmalayan, Kabupaten Subang dan Kota Cirebon. Secara rinci dapat dilihat pada Gambar III.A.5 .

3. Persebaran dan Kepadatan Penduduk

Luas wilayah yang tidak seimbang di antara Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat berdampak pula pada persebaran penduduk yang berakibat menjadi kompleknya masalah kependudukan di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor memiliki jumlah penduduk terbesar yaitu 11,08% dari jumlahpenduduk Jawa Barat, disusul dengan Kabupaten Bandung sebesar 7,38%. Sedangkan daerah yang memiliki penduduk terkecil adalah Kota Banjar yanghanya sebesar 0,41% dari total penduduk Jawa Barat

Pada tahun 2012 Kabupaten Bogor (5.122.473 jiwa) merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar sekitar 11,2% dari penduduk Jawa Barat. Kabupaten/Kota lainnya dengan jumlah penduduk tertinggi adalah Kabupaten Bandung (3,3 juta jiwa atau 7,42%), Kabupaten Bekasi (2,79 juta jiwa atau 6,26%), Kabupaten Garut (2,48 juta atau 5,57%) dan Kota Bandung (2,46 juta jiwa atau 5,53%). Sementara itu ada 3 (tiga) wialyah yang mempunyai penduduk paling sedikit adalah Kota Banjar (180.030 jiwa atau 0,40%), Kota Cirebon (302.772 jiwa atau 0,68%) dan Kota Sukabumi (308.508 jiwa atau 0,69%, dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar III. A. 6

Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

(13)

dan Wilayah Priangan Barat ( Kabupaten/Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi). Kemungkinan disebabkan oleh karena daerah tersebut merupakan daerah pusat industri yang menjadi daerah tujuan utama para migran.

Kepadatan penduduk di Provinsi Jawa Barat menunjukkan perubahan dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan dari 972 orang per kilometer persegi pada tahun 2000 menjadi 1.130 orang perkilometer persegi di tahun 2005, pada tahun 2010 menjadi 1.160 perkilometer perseginya.dan tahun 2012 naik kembali menjadi 1.200, dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel III. A.1

Kepadatan Penduduk di Provinsi Jawa BaratTahun 2007-2012

Tahun Kepadatan Penduduk Per

kilometer persegi

Keterangan Sumber Data

2007 1.167 Suseda

2008 1.187 Suseda

2009 1.233 Suseda

2010 1.160 Sensus

2011 1.182 Estimasi

2012 1.200 Estimasi

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat

Kepadatan penduduk yang paling tinggi terdapat di Kota Bandung yaitu 14.634 jiwa per kilometer persegi, diikuti oleh Kota Cimahi sebesar 13.608 jiwa per kilometer persegi. Kabupaten yang paling jarang penduduknya adalah Kabupaten Ciamis dengan kepadatan penduduk sebesar 565 per kilometer persegi.

3. Angka Kelahiran Kasar (CBR= Crude Birth Rate) dan Angka Kesuburan (TFR = Total Fertility Rate)

(14)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 14 Tabel III. A. 2

Angka Kelahiran Kasar (CBR) dan Angka Kesuburan Total (TFR) Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2000, 2005 – 2010, 2012

Tahun Total Fertility Rate (TFR) Angka Kesuburan Total

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, BKKBN Provinsi Jabar, SDKI 2012

B. GAMBARAN SOSIAL EKONOMI

1. Laju Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan perhitungan PDRB atas dasar harga konstan 2000, rata–rata Laju Pertumbuhan ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat tahun 2012 relatif meningkat. Pada

2012 Laju pertumbuhan ekonomi (LPE), sebesar 6,2 %

,

dengan laju inflasi antara 4,9 -6%. Sektor yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tertinggi adalah Sektor Kontruksi, Industri, Perdagangan, sedangkan kontribusi yang paling kecil diberikan oleh Sekror Keuangan, Persewaan dan Jasa.

PDRB atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2012, mengalami peningkatan sebesar 6,21% dari tahun 2011 sebesar Rp. 343,11 trilyun menjadi Rp. 364,41 trilyun tahun 2012, sebagian besar digunakan untuk konsumsi rumah tangga sebesar 59,08%, ekspor sebesar 36,30% dan pembentukan modal tetap bruto 19,20%. Sedangkan pertumbuhan nilai PDRB menurut penggunaan, konsumsi Pemerintah mengalami kenaikan sebesar 10,58%. Dari sisi lapangan usaha, perekonomian Jawa Barat didominasi oleh peranan tiga sektor utama yakni sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan Hotel & Restoran dan sektor Pertanian.

Besarnya pendapatan yang diperoleh/diterima rumah tangga dapat mengambarkan kesejahteraan suatu masyarakat. Namun demikian data pendapatan yang akurat sulit diperoleh, sehingga dalam survey/ kegiatan Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) didekati melalui pengeluaran rumah tangga. Berdasarkan BPS Provinsi Jawa Barat Tahun 2012, Pola rata-rata pengeluaran per-kapita rumah tangga di Provinsi Jawa Barat menunjukan sebanyak 58,64% pengeluaran rumah tangga.

2. Penduduk Miskin

(15)

dan transportasi. Perubahan batas kemiskinan di Provinsi Jawa Barat setiap tahunnya sesuai dengan ukuran pendapatan per kapita menurut nilai mata uang rupiah yang sedang berlaku, Garis kemiskinan Jawa Barat bulan September 2012 sebesar Rp.242.104,- atau mengalami peningkatan sebesar 7,01%, apabila dibandingkan dengan garis kemiskinan bulan September 2012 (Rp. 226.097,-).

Jawa Barat masih menghadapi masalah kemiskinan yang antara lain ditandai oleh masih tingginya proporsi penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2012 sebanyak 4.421.484 orang atau 9,89% dari jumlah penduduk Jawa Barat dan mengalami penurunan dari tahun 2011 yang mencapai angka 10,57%. Tingkat kemiskinan ini dipandang sebagai ketidak-mampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan dibawah Garis Kemiskinan. Dalam kurun waktu setahun terakhir penduduk miskin yang tinggal di daerah pedesaan naik sebesar 0,07%, sedangkan di daerah perkotaan turun sebesar 0,17 %.

Untuk daerah perkotaan garis kemiskinan sebesar Rp. 249.170,- atau naik 4,17% dari kondisi Maret 2012 (Rp. 239.189. Garis kemiskinan di daerah perdesaan sedangkan garis kemiskinan di daerah perdesaan mengalami peningkatan yang lebih tinggi yaitu 5,52% menjadi sebesar Rp. 228.577,- dibandingkan dengan kondisi Maret 2012 sebesar Rp. 216.610,-.

Gambar III. B. 1

Tingkat Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota (%), di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

(16)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 16 masyarakat dilakukan secara berkelanjutan dengan disertai upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat melaksanakan perilaku hidup sehat.

Jumlah masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan Rawat Jalan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 sebanyak 46,9,2% (Lampiran Tabel 56). Apabila dibandingkan dengan tahun 2010 (42,3%) mengalami peningkatan sebesar 4,6 poin. Sedangkan Jumlah masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan Rawat Inap di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 sebanyak 2,1% (Lampiran Tabel 56).

3. Tingkat Pendidikan

Ukuran atau indikator untuk melihat kualitas sumber daya manusia (SDM) terkait dengan pendidikan antara lain pendidikan yang ditamatkan dan Angka Melek Huruf (AMH). Capaian Tingkat Pendidikan untuk indikator Angka Melek Huruf (AMH) pada Tahun 2012 sebesar 96,97% dan terjadi peningkatan capaian AMH Tahun 2012 terhadap Tahun 2007 sebesar 1,65%. Persentase AMH penduduk berusia 15 tahun ke atas sebesar 96,97% yang berarti dari setiap 100 penduduk usia 15 tahun ke atas ada 96-97 orang yang melek huruf. Penduduk dikatakan melek huruf jika dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya.

Capaian Rata-rata Lama Sekolah (RLS) pada Tahun 2012 sebesar 8,15 tahun (angka perkiraan BPS Jawa Barat, 6 Maret 2013),Tahun 2008 sebesar 7,50 tahun (LKPJ 2008), sedangkan capaian RLS Tahun 2007 sebesar 7,50 tahun. Dengan demikian capaian RLS Tahun 2012 terhadap Tahun 2007 terjadi peningkatan sebesar 0,65 tahun.

Berdasarkan Susenas 2012, AMH penduduk usia 15 tahun ke atas perempuan (94,10%) lebih rendah dibandingkan laki-laki (97,33%). AMH penduduk usia 15 tahun ke atas di daerah perdesaan (92,75%) lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan (97,28%). Rendahnya AMH penduduk usia 15 tahun ke atas disebabkan oleh rendahnya AMH penduduk usia 45 tahun ke atas. AMH penduduk usia 45 tahun ke atas sebesar 88,09 persen. AMH penduduk usia 45 tahun ke atas perempuan (83,46 persen) lebih rendah dibandingkan laki-laki (92,67 persen).

(17)

Kualitas SDM dapat dilihat dari pendidikan yang ditamatkan.Gerakan wajib belajar 9 tahun mentargetkan pendidikan yang ditamatkan minimal tamat SMP. Persentase penduduk usia 5 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah sebesar 7,22 persen, tidak/belum tamat SD 17,87 persen, tamat SD/MI/sederajat 35,51 persen dan tamat SMP/MTs/sederajat sebesar 16,29 persen. Kualitas SDM daerah perdesaan lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan. Pada gambar Persentase penduduk penduduk laki-laki berpendidikan tertinggi yang ditamatkan pada jenjang SD di daerah perkotaan sebesar 26,11% dan di perdesaan sebesar 49,26%. Dan yang berpendidikan tertinggi SMP ada 21,64% penduduk laki-laki di daerah perkotaan dan di perdesaan sebesar 19,61%. Secara rinci dapar dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar III. B. 2

Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012.

4. Status Pembangunan Manusia

Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat berdasarkan penghitungan BPS dapat dilihat dalam Gambar III.B.4. Secara umum pembangunan manusia di Jawa Barat selama periode 2008 - 2012 mengalami peningkatan sebesar 2,03 poin. Hal ini berhubungan langsung dengan perbaikan beberapa indikator sosial ekonomi. Misalnya, angka melek huruf dewasa terus meningkat seiring dengan meningkatnya program pemerintah dalam pengentasan buta aksara.

Indeks Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012, mencapai 72,67 poin, dan naik 0,67 poin apabila dibandingkan dengan tahun 2010 (72,00 poin), akan tetapi pencapaian Indeks Kesehatan tersebut belum mencapai target (73,40).

Persentase Penduduk Laki-laki Persentase Penduduk Perempuan

(18)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

b)    Indeks Kesehata

- Angka Harapa

c)      Indeks Daya be

Uraian

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 Gambar III. B. 3

mbangan IPM di Provinsi Jawa Barat Tahun 200

pencapaian Indeks Pembangunan Manusia 80 ta 9 Tahun 2008 Tentang RPJPD Provinsi Jabar gambar dibawah ini.

Gambar III. B. 4

io IPM 80 di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2

Tabel III. B.1

Capaian IPM Jawa Barat tahun 2007-2012

2008 2009 2010 2

71,1 71,6 72,2 7

Harapan Hidup 67,8 68,0 68,2 6

-ikan

80,21

80,35

81,14

81,67

7,5

7,5

7,72

7,95

k Huruf (%)

95,32

95,53

95,98

96

atan

71

71,33

71,67

72

pan Hidup

67,6

67,8

68

68,2

beli

60,93

61,66

62,1

62,57

ian

Tahun

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 18 2008 – 2012

0 tahun 2015, sesuai bar Tahun 2005-2025

(19)

Gambar III. B. 5

Indeks Pembangunan Manusia dan Angka Harapan Hidup Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011

Beberapa kabupaten kota capaian IPM berada diatas rata-rata capaian IPM Jawa Barat yaitu Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, Kota Cirebon, Kota Sukabumi,Kota Bogor, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bandung. Sedangkan kabupaten kota lainya berada dibawah rata-rata IPM Jawa Barat dengan capaian terendah berada di WKPP III dan WKPP IV yaitu Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon Dan Kabupten Cianjur.

Indeks Pendidikan Provinsi Jawa Barat tahun 2012 mencapai 82,75 atau naik 1,08 point dari tahun 2010. Beberapa komponennya yaitu rata-rata lama sekolah (RLS) mencapai 8,20 tahun atau naik 0,25 tahun, angka melek huruf (AMH) mencapai 96,48% atau naik 0,48%, APK SD/MI mencapai 119,06% atau naik 1,88%, APK SMP/MTs mencapai 94,03% atau naik 0,06%, serta APK SMA/SMK/MA mencapai 59,56% atau naik 2,06%. Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa berbagai program yang telah kita canangkan tentunya tidak akan berhasil dengan optimal jika tidak diiringi dengan sinergitas dan dukungan yang penuh dari segenap stakeholders pembangunan pendidikan, khususnya untuk meningkatkan pemerataan akses pendidikan.

(20)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 20 Gambar III. B. 6

Peta Angka Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Kesehatan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011

Sumber : BPS Jawa Barat

Apabila dibandingkan antara Kabupaten/Kota, dari gambar diatas terlihat bahwa ada 13 Kabupaten/Kota yang Indeks Kesehatannya diatas angka Jawa Barat (72,34) dan 13 Kabupaten/Kota dibawah angka Jawa Barat. Apabila dibandingkan per Kabupaten/Kota ternyata yang tertinggi terdapat di Kota Depok (79,95) dan yang terendah terdapat di Kabupaten Cirebon (66,95).

C. GAMBARAN LINGKUNGAN FISIK

Faktor terbesar yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah lingkungan. Gambaran beberapa faktor risiko lingkungan yang dapat disajikan dibawah ini antara lain Cakupan Rumah Sehat, Cakupan Jamban Sehat, Cakupan Keluarga dengan Sumber Air Minum Terlindung, Angka Bebas Jentik dan Cakupan Pengawasan Tempat Tempat Umum Pengolahan Makanan (TTUPM).

Dalam pembahasan indikator penyehatan lingkungan ini baru dilakukan analisis deskriftip dan dilakukan secara partial, belum dilakukan upaya untuk menghubungkan faktor risiko denganoutcomepenyakitnya.

1. Angka Bebas Jentik (ABJ)

Salah satu indikator keberhasilan pengendalian penyakit bersumber binatang yang berkaitan dengan upaya kesehatan lingkungan adalah pemantauan faktor risiko penyakit demam berdarah dengue (DBD), yakni Angka Bebas Jentik (ABJ).

(21)

yang ketika diperiksa tinggi nilai ABJ disua wilayah tersebut.. S penularan DBD di kesehatan, yaitu rum mempunyai tempat

sa tidak terdapat jentik nyamukaedes aegeptypen uatu wilayah maka semakin rendah risiko terjadiny t.. Sebaliknya semakin rendah nilai ABJ maka se

di wilayah tersebut. Nilai rujukan ABJ yang am ikatorHouse Index).

Gambar III. C. 1

ka Bebas Jentik (ABJ) Menurut Kabupaten Kota Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

enularan DBD di Provinsi Jawa Barat masih rela asih dibawah nilai standar 95%. Tahun 2012 ABJ 0%. Dari 26 kabupaten kota hanya Kota Cimahi da iatas 95%.

rkan risiko ABJ di Jawa Barat untuk wilayah adm ang merupakan kabupaten yang mempunyai ABJ tinggi ada di Kabupaten Garut yakni 94.1%. Sedan

ota Sukabumi merupakan kota dengan ABJ terend gi ada di Kota Cimahi dengan angka 96.4%.

sehat adalah bangunan rumah tinggal yang umah yang mempunyai jamban sehat, mempunya at pembuangan sampah, mempunyai sarana pe asi rumah yang baik, memiliki kepadatan hunian

ntai rumah yang tidak terbuat dari tanah.

merupakan tempat aktifitas dan tempat berlindung rumah yang dapat mengurangi/ menghilangkan ris it.

gambaran capaian Cakupan Rumah Sehat menuru 2012.

elatif tinggi, mengingat J Provinsi Jawa Barat i dan Kota Banjar yang

dministrasi kabupaten, J paling rendah yakni dangkan untuk wilayah ndah yakni 88.7% dan

(22)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 Cakup

Cakupan Ru kabupaten kota (50 Sehat tertinggi untuk cakupan tertinggi dic

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 Gambar III. C. 2

upan (%) Rumah Sehat Menurut Kabupaten Kota Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Gambar III. C. 3

Sebaran Cakupan (%) Rumah Sehat Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

n Rumah Sehat Provinsi Jawa Barat adalah 62.8 0 %) cakupannya lebih tinggi dari cakupan provin tuk wilayah kabupaten terdapat di Indramayu (92.4 dicapai oleh Kota Bekasi (89.5%). Sedangkan untu

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 22 Kota

(23)

wilayah kabupaten te

terdapat di Bandung Barat (38.7%) dan untuk wila ngan cakupan hanya 57.8 %.

tinggi Cakupan Rumah Sehat disuatu wilayah, m ni rumah tersebut menjadi sakit.

at dari sebaran Cakupan Rumah Sehat di Jawa B bar peta diatas menunjukan bahwa Cakupan Rum t (kecuali Tasikmalaya) relatif lebih rendah dibandi agian Utara Jawa Barat (kecuali Bekasi).

Sehat adalah tempat buang air besar yang kons ehatan, antara lain pembuangannya tinjanya m

rkan pencatatan dan pelaporan kabupaten kota Jawa Barat tahun 2012 adalah 73.0 %, seperti

Gambar III. C. 4

pan (%) Jamban Sehat Menurut Kabupaten Kota Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

las kabupaten kota (57.7 %) di Jawa Barat Cakupa dari cakupan provinsi. Cakupan Jamban Sehat ter at di Subang (100 %) dan untuk kota cakupan te 9.8%). Sedangkan untuk cakupan terendah wilayah

) dan wilayah kota terdapat di Kota Cimahi deng

ta, Cakupan Jamban erti diperlihatkan oleh

Kota

(24)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 4. Cakupan Keluarga d

Alternatif m sangat bervariasi. M PDAM untuk meme keluarga yang bersu biologis, kimia dan fis

Gambaran Barat dapat dilihat pa

Cakupan (%) Ke

Cakupan K Sebanyak 18 kabupa lebih tinggi dari caku

Cakupan wilayah kabupaten te oleh Kota Bogor (9 terdapat di Karawan cakupan 66.0 %.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 a dengan Air Minum Terlindung

if masyarakat untuk mendapatkan sumber air mi . Masyarakat perkotaan sebagian besar sudah

menuhi kebutuhan sumber air minum. Sedang bih bervariasi dari mulai yang menggunakan sumur n sampai yang memanfaatka badan air seperti d

maksud sumber air bersih yang terlindung adalah rsumber dari sarana air bersih yang telah memenu

fisik (Permenkes).

an Cakupan Keluarga Dengan Air Minum Terlindu t pada gambar dibawah ini..

Gambar III. C. 5

Keluarga dengan Air Minum Terlindung Kabupa Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

n Keluarga dengan Sumber Air Minum Terlindun upaten kota Cakupan Keluarga dengan Sumber A kupan provinsi.

n Keluarga dengan Sumber Air Minum Terlind terdapat di Ciamis (99.8 %) dan untuk kota cakup (99.4%). Sedangkan untuk cakupan terendah wang (47.4 %) dan untuk wilayah kota terdapat di K

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 24 minum di Jawa Barat h menggunakan jasa ngkan masyarakat di ur gali, sumur pompa, i danau, sungai untuk

yang tidak terlindung. ndung dan memenuhi , mata air relatif tidak

ah sumber air minum enuhi persyaratan baik

dung di Provinsi Jawa

paten Kota

ung sebesar 84.3 %. r Air Bersih Terlindung

(25)

5. Tempat Tempat Umu Dalam upa penularan / sumber Beberapa TTU yang yang menjadikan se kesehatan serta be

Umum Pengolahan Makanan (TUPM)

paya mengurangi risiko Tempat Tempat Umum (T ber penyakit, maka dilakukan pemantauan terha ng rutin dilakukan pemantauan oleh kabupaten ko MakanP pasar dan Tempat Umum Pengolahan Ma

Gambar III. C. 6

Cakupan (%) TUPM Menurut Kabupaten Kota Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

rkan pencatatan pelaporan kabupaten kota di J tat 128,680 TUPM, dimana sebanyak 72.028 buah engawasan dan pemeriksaan. Hal itu berarti bahw ang belum dilakukan pengawasan dan pemeriksaa % TUPM yang sudah diperiksa, hanya 72,3

rti secara keseluruhan baru 40.5 % TUPM yan annya seperti bagaimana kualitas air bers ahnya, bagaimana cara pembuangan sampahnya, d penyimpanan makanannya.

AKU MASYARAKAT Bersih dan sehat (PHBS)

naan Program Perilaku Hidup Bersih dan Seh n tidak langsung berpengaruh terhadap penang lui pencegahan terjadinya kesakitan maupun

logan “Lebih Baik Mencegah daripada Mengoba tuk pengalaman belajar bagi perorangan, kelua

meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku hid seseorang atau keluarga dapat turut menangani berperan-aktif dalam mewujudkan kesehatan ma

(TTU) menjadi tempat rhadap TTU tersebut. kota antara lain Hotel,

akanan (TUPM).

i Jawa Barat selama ah (56%) diantaranya hwa masih terdapat 44

aan.

(26)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 26 mencakup tatanan Rumah Tangga, Sekolah, Tempat Kerja, Tempat Umum dan Sarana Kesehatan.

Walaupun masih dibawah target nasional, namun persentase cakupan Rumah Tangga Ber PHBS dari tahun ke tahun menunjukan adanya peningkatan dimana pada periode tahun 2008-2012 mengalami kenaikan dari 32,13% menjadi 47,4% tahun 2012. Untuk perbandingan antar Kabupaten/Kota lebih rinci dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar III. D. 1

Persentase Rumah Tangga Ber- Perilaku Bersih dan Sehat (PHBS) menurut Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

Dari gambar diatas terlihat bahwa Kabupaten/Kota yang mempunyai Persentase Rumah Tangga Ber- Perilaku Bersih dan Sehat (PHBS) tertinggi terdapat di Kota Cirebon (91,15%) dan terendah di Kabupaten Cianjur (24,67%).

Indikator PHBS di tatanan rumah tangga mencakup aspek-aspek sebagai beriktu yaitu : ibu bersalin oleh tenaga kesehatan, pemberian ASI untuk balita, adanya jaminan pemeliharaan kesehatan, aktivitas fisik setiap hari, tidak merokok, makan dengan gizi berimbang, ketersediaan air bersih, adanya jamban, tingkat kepadatan hunian, lantai rumah bukan dari tanah, bebas jentik.

Hasil Riset kesehatan daerah di Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Barat tahun 2007 menunjukkan persentase keluarga PHBS yang tinggal di perkotaan lebih baik (45,1%) dibandingkan dengan di pedesaan (31,1%). Berdasarkan tingkat pengeluaran per-kapita keluarga, semakin sejahtera tingkat sosial ekonomi keluarga semakin besar proporsi pencapaian keluarga bersih dan sehat.

(27)

merokok dan tinggal di tempat yang tidak terlalu padat hunian. Ketersediaan air bersih, jamban dan lantai mengurangi risiko kejadian penyakit berbasis lingkungan, seperti diare, penyakit kulit, dll. Hingga saat ini penyakit Infeksi saluran Pernafasan dan Diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang cukup besar di Jawa Barat.

Hasil Susenas 2012, persentase penduduk 10 tahun keatas yang merokok di Jawa Barat sebanyak 29,38%, yang terdiri dari umur 10-17 tahun sebanyak 2,93%, umur 18-24 tahun sebanyak 26,36% dan diatas 25 tahun sebanyak 37,68%. Hal ini menunjukkan bahwa Perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat masih merupakan tantangan berat.

2. Umur Perkawinan Pertama

Umur perkawinan pertama mempunyai pengaruh yang besar terhadap tinggi rendahnya tingkat fertilitas, karena pangjangnya masa reproduksi berkaitan dengan umur pertama kali perempuan melakukan pernikahan. Makin muda usia perempuan pada perkawinan pertama maka kecenderungan untuk memiliki anak lebih banyak semakin tinggi.

Hal ini berkaitan antara usia perempuan saat perkawinan pertama dengan faktor risiko ibu melahirkan. Semakin muda usia perkawinan pertama, semakin besar risiko yang dihadapi bagi keselamatan kesehatan ibu maupun bayi, secara mental perempuan muda yang cepat menikah umumnya sangat rentan perceraian karena emosi yang belum stabil dan belum siap untuk menjalankan rumah tangga serta belum siap menerima pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan. Demikian pula dengan semakin tua usia perkawinan pertama, maka risiko yang dihadapi semakin tinggi baik pada masa kehamilan maupun pada masa melahirkan.

Pada periode tahun 2007-2012 telah dapat dilihat lebih nyata bahwa usia perkawinan pertama pada perempuan kurang dari 15 tahun cenderung menurun dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, dari 23,53% tahun 2007 menjadi 15,72% tahun 2012, disisi lain usia perkawinan diatas 19 tahun cenderung mengalami peningkatan.

Tabel III. D. 1

Penduduk Perempuan berusia 10 tahun ke atas yang pernah menikah Menurut usia perkawinan pertama di Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 – 2012

Usia Perkawinan Pertama

2007

2008

2009

2010

2011

2012

1.

< 15 tahun

22,83

23,53

20,46

16,45

15,89

15,72

2.

16 - 18 Tahun

38,72

38,39

37,84

36,75

35,91

36,41

3.

19 – 24 tahun

31,54

30,53

33,91

36,47

38,99

38,28

4.

> 25 tahun

6,91

7,55

7,79

12,07

9,21

9,60

(28)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 28 Perkawinan umur pertama sangat muda (10-15 Tahun) banyak terjadi pada perempuan di daerah perdesaan, pendidikan rendah, status ekonomi termiskin dan kelompok petani/nelayan/buruh. Semakin tinggi persentase umur perkawinan pertama pada umur dini semakin kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan dapat menunda umur perkawinan pertama pada umur dini.

Apabila dibandingkan per Kabupaten/Kota rata-rata umur perkawinan pertama dibawah kurang 15 tahun ternyata terdapat 12 Kabupaten/Kota diatas rata-rata umur perkawinan pertama di Jawa Barat dan yang tertinggi di Kabupaten Sukabumi (28,3%) dan terendah di Kota Cimahi (5,0%). Secara rinci dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar III. D. 2

Persentase Umur Perkawinan Pertama Kurang Sama Dengan 15 Tahun Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

(29)

S

didasarkan pada p sensus penduduk proyeksi. Untuk itu akselerasi peningk

64,63 66,

2000 2005

BAB IV

SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Hidup Waktu Lahir (E0)

Harapan Hidup Waktu Lahir (E0) (UHH) adalah s n yang digunakan sebagai salah satu dasar dalam anusia (IPM). UHH mencerminkan lamanya usia hidup. Indikator ini dipandang dapat menggambark pa faktor yang mempengaruhi UHH antara lai grafis. Di Provinsi Jawa Barat angka UHH dipe

i Sensus Penduduk yang dilaksanakan setiap 1 ap tahun melalui proyeksi.

Gambar IV. A.1

an Hidup Waktu Lahir (Eo) (UHH) di Provinsi Jaw Tahun 2000, 2005 s/d 2012

gan angka UHH Waktu Lahir (Eo) dengan a perubahan UHH Waktu Lahir dari tahun ke tah

k yang dilaksanakan setiap 10 tahun dan asums balita

dibandingkan per-kabupaten/kota ternyata ada 1 Jawa Barat dan 13 Kabupaten/Kota diatas angka J Depok (73,22 tahun) dan terendah Kabupaten Cir at dilihat pada Gambar IV A. 1.

atan angka UHH Waktu Lahir di Provinsi Jawa Bar keberhasilan dalam upaya pembangunan keseha sih terdapat kesenjangan antara angka UHH de itu, diperlukan adanya upaya kegiatan terobosan

gkatan UHH di Provinsi Jawa Barat yang lebih jelas 66,47 67,40

67,60 67,80 68,00 68,20 6

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

salah satu indikator am menghitung Indeks sia seorang bayi baru arkan taraf hidup suatu lain adalah ekonomi, iperoleh secara tidak 10 tahun sekali dan

awa Barat

n Proyeksi Estimasi tahun serta dari hasil msi tingkat penurunan

13 Kabupaten/ Kota an baru dalam rangka las dan tepat sasaran,

68,40 68,60

(30)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 30 kegiatan tersebut dapat dilaksanakan melalui Program Pendanaan Kompetisi (PPK) IPM.

Gambar IV. A. 2

Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) (UHH) diperinci menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011

2. Kematian

a. Kematian Bayi

Angka kematian yang terjadi dalam suatu wilayah dapat menggambarkan derajat kesehatan, maupun hal lain misalnya rawan keamanan atau bencana alam. Pada dasarnya penyebab kematian ada yang langsung dan tidak langsung, walaupun dalam kenyataannyaterdapat interaksi dari berbagai faktor yang mempengaruhi terhadap tingkat kematian di masyarakat.

Berbagai faktor yang berkaitan dengan penyebab kematian maupun kesakitan antara lain dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi, kualitas lingkungan hidup, upaya pelayanan kesehatan dan lain-lain. Di Provinsi Jawa Barat beberapa faktor penyebab kematian dan kesakitan perlu mendapat perhatian khusus diantaranya yang berhubungan dengan kematian ibu dan bayi yaitu besarnya tingkat kelahiran dalam masyarakat, umur masa paritas, jumlah anak yang dilahirkan serta penolong persalinan.

Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) merupakan indikator yang sangat sensitif terhadap kwalitas dan pemanfaatan pelayanan kesehatan terutama yang berhubungan dengan perinatal, juga merupakan tolok ukur pembangunan sosial ekonomi masyarakat menyeluruh.

(31)

menurun menjadi 36 26 per 1000 kelahiran hidup. dan tahun 2012 AKB di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan menjadi 30 per 1000 kelahiran hidup.

Gambar berikut memetakan AKB (BPS 2010) per Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2009. Tampak bahwa di daerah Pantura, yaitu Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon, serta di daerah Pansel yaitu Kabupaten Garut, merupakan daerah dengan AKB masih tinggi.

Gambar IV. A. 3

Angka Kematian Bayi di Provinsi Jawa Barat Tahun 1994, 1997, 2002, 2007 dan 2012

Sumber : SDKI dan BPS Jawa Barat.

Gambar IV. A. 4

Peta Angka Kematian Bayi (AKB)

Menurut Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2010

Gambar IV. A. 5

Angka Kematian Bayi (AKB) Per 1.000 Kelahiran Hidup Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

89,0 61,0

44,0

39,0 38,5 37,0 36,3

30,0

-20,0 40,0 60,0 80,0 100,0

(32)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 32 Sementara data mengenai jumlah kematian bayi di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 sebanyak 4.803 dari 931.906 kelahiran hidup, 5 besar Kabupaten dengan angka kematian bayi tertingggi terdapat di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Tasikmalaya, Kab. Indramayu, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Garut, secara rinci dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar IV. A. 6

Jumlah Kematian Bayi Menurut Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, tahun 2012

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan penyebab kematian perinatal (0-6 hari) terbanyak adalah gangguan pernafasan (35,9 %), prematuritas (32,4 %) dan sepsis (12,0%) sedangkan pada usia 29 hari -< 1 tahun adalah Diare (31,4%), Pneumonia (23,8 %) dan Meningitis/Encephalitis (9,3%).

b. Kematian Balita

(33)

Sementa Barat tahun 2012 dengan angka k Kabupaten Tasi rincinya dapat dili

Jumlah Ke

Sumb

Gambar IV. A. 7

Angka Kematian Balita per 1.000 kelahiran h di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008

entara data mengenai Jumlah kematian Anak Bal 012 sebanyak 364 dari 931.906 kelahiran hidup, kematian Anak Balita tertingggi terdapat di K asikmalaya, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten

dilihat pada tabel dibawah ini. Gambar IV. A. 8

h Kematian Anak Balita Menurut Kabupaten/Ko Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

mber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, tahun 2012

hidup

alita di Provinsi Jawa p, 5 besar Kabupaten i Kabupaten Cirebon, n Majalengka. Untuk

(34)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 34 c. Kematian Ibu / Maternal

Indikator Angka Kematian Ibu Maternal atau Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR) menunjukan jumlah kematian ibu karena kehamilan, persalinan dan masa nifas pada setiap 1000 kelahiran hidup dalam satu wilayah pada kurun waktu tertentu. Sampai saat ini AKI diperoleh dari survei – survei terbatas seperti yang tercantum pada Tabel berikut ini.

Tabel IV. A. 1

Angka Kematian Ibu / Maternal per 100.000 kelahiran hidup di Provinsi Jawa Barat

AKI berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan sewaktu ibu melahirkan dan masa nifas.

Beberapa determinan penting yang mempengaruhi AKI secara langsung antara lain, status gizi, anemia pada kehamilan, keadaan tiga terlambat dan empat terlalu. Faktor mendasar penyebab kematian ibu maternal adalah tingkat pendidikan ibu, kesehatan lingkungan fisik maupun budaya, keadaan ekonomi keluarga dan pola kerja rumah tangga. Adanya pandangan masyarakat bahwa ibu hamil, melahirkan dan menyusui adalah proses alami, menyebabkan ibu maternal tidak diperlakukan secara khusus, seperti dibiarkan dan membiarkan diri untuk bekerja berat, makan dengan gizi dan porsi yang kurang memadai.

Survey yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 menunjukan bahwa AKI Provinsi Jawa Barat sebesar 321,15 per 100.000 kelahiran hidup dengan pembagian perkelompok wilayah. Pada umumnya kematian ibu terjadi pada saat melahirkan (60,87%), waktu nifas (30,43%) dan waktu hamil (8,70%). Hal ini sejalan dengan data mengenai jumlah kematian ibu maternal dari laporan sarana pelayanan kesehatan. Ditinjau dari sudut pendidikannya, maka diduga terdapat korelasi yang kuat antara pendidikan perempuan dengan besarnya Angka Kematian ibu, seperti di daerah Pantura dimana AKI-nya tinggi dimana ternyata perempuan berumur 10 tahun keatas yang tidak bersekolah mencapai 15,53%.

Penelitian / Survei Tahun AKI

Penelitian & pencatatan di 12 RS 1977 – 1980 370

Penelitian UNPAD si Ujungberung 1978 – 1980 170

SKRT 1980 150

UNPAD di Kab Sukabumi 1982 450

SKRT 1986 450

SKRT 1992 425

SDKI 1994 390

SKRT 1995 373

BPS Provinsi Jawa Barat 2003 321,15

SDKI 2007 228

(35)

Tabel IV. A. 2

Banyaknya Kelahiran dan Angka Kematian Ibu Di Provinsi Jawa Barat, tahun 2003

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Survey AKI 2003.

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2012 jumlah kematian ibu maternal yang terlaporkan sebanyak 818 orang (87,99/100.000 kelahiran hidup), tertinggi terdapat di Kabupaten Sukabumi dan Cirebon dan terendah di Kota Cirebon dan Kota Bandung.

Gambar IV. A. 9

Jumlah Kematian Ibu Maternal di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

Penelitian tahun 2003 yang dilakukan oleh BPS, tidak mengungkapkan penyebab kematian ibu maternal itu sendiri tetapi pola penyebab kematian pada persalinan tercantum pada tabel IV.A.2.8. Penyebab kematian secara langsung pada persalinan dengan komplikasi adalah perdarahan, pre-eklamsia dan eklamsia, infeksi jalan lahir serta emboli, robekan jalan lahir, septik aborsi. Penyebab tidak langsung tingginya AKI adalah faktor pendidikan ibu yang rendah, status gizi ibu yang kurang serta terlalu muda usia ibu pada saat hamil.

No Kelompok Wilayah Banyaknya

Kelahiran AKI

1 Bodebek (Kab. Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kab.

Bekasi, Kota Bekasi) 191.106 296.17

2 Bandung Raya (Kab. Bandung, Kota Bandung, Kota

Cimahi) 133.250 237.15

3 Sukabumi – Cianjur (Kab. Sukabumi, Kota Sukabumi,

Kab. Cianjur) 96.934 364.17

4

Priangan Timur (Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kota Banjar, Kab. Sumedang)

150.992 319.88

5 Pantura (Kab. Karawang, Kab. Purwakarta, Kab.

Subang) 72.016 411.02

6 Cirebon (Kab. Cirebon, Kota Cirebon, Kab. Indramayu,

Kab, Majalengka, Kab. Kuningan). 120.773 366.80

(36)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 Penye

Berdasar ibu maternal dikla tinggi) dan lain-la eklampsia. Data

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 Tabel IV. A. 3

yebab Kematian Pada Persalinan Secara Langsu Tidak Langsung di Provinsi Jawa Barat

arkan laporan dari fasilitas kesehatan, penyebab iklasifikasikan menjadi Perdarahan, infeksi, eklam -lain. Perdarahan merupakan penyebab paling uta ta penyebab kematian ibu maternal di provinsi Ja

antum pada Gambar dibawah ini. Gambar IV. A. 10

Kematian Ibu Maternal di Provinsi Jawa Barat, Ta

ar

Kematian Kasar (Crude Death Rate) dapat m status kesehatan masyarakat, kondisi ke

cara tidak langsung menggambarkan kondisi lingku AKK menjadi dasar penghitungan laju pertam laian yang diberikan secara kasar dan tidak langsun ut BPS Provinsi Jawa Barat, perkiraan tingkat ke rempuan berkisar sebesar 20,59 dan laki-laki 20,19.

JAWA TENGAH UJUNG BERUNG TANJ

SA

1986– 1987 1978 – 1980 19

(%) (%) (%

K LANGSUNG ANTARA LAIN :

N PEREMPUAN

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 36 sung dan

ab langsung kematian mpsia (tekanan darah utama, diikuti dengan Jawa Barat dari tahun

Tahun 2003-2008

t digunakan sebagai kesehatan di dalam gkungan ekonomi, fisik rtambahan penduduk, sung.

(37)

Kecenderungan penurunan AKK di Provinsi Jawa Barat dari tahun 1971 hingga 1995 dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar IV. A. 11

Angka Kematian Kasar Nasional dan Provinsi Jawa Barat Tahun 1971 – 1995

B. MORBIDITAS

1. Gambaran Umum Masalah Kesehatan

Menurut SUSENAS tahun 2012 Persentase Penduduk Jawa Barat yang sakit sebesar 14,01% dan terjadi penurunan dari tahun 2011 (14,01%). Hal ini dibawah angka Nasional sebesar 14,49%.

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/ Kota tahun 2012, Pola penyakit penderita rawat jalan usia bayi (neonatal dan < 1 tahun) di Puskesmas menunjukkan urutan terbanyak penyakit yang ditemukan adalah penyakit saluran pernafasan mencakup infeksi saluran pernafasan atas akut (42,47%), serta penyakit Diare dan Gastroenteritis (13,47 %). Hal yang sama ditemukan pada pasien rawat jalan di RS, Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut ( 6,76 % ) serta Tukak lambung dan Gastritis ( 10,14 % ) masih mendominasi.

Untuk menggambarkan besaran permasalahan faktor risiko mana yang dominan mempengaruhi status kesehatan masyarakat Jawa Barat tahun 2012, dilakukan perbandingan pola penyakit yang terjadi dengan pendekatan Teori HL Bloom. Apakah faktor risiko pola penyakit tersebut disebabkan genetik, pelayanan, perilaku atau karena faktor lingkungan.

Untuk menggambarkan Pola penyakit secara umum di Jawa Barat tahun 2012, dapat di diketahui dengan gambaran sepuluh besar penyakit rawat inap rumah sakit pada semua golongan umur, seperti terlihat pada gambar berikut ini.

1971-1980 (BPS)

1980-1995 (SUPAS)

1985-1990 (SUPAS)

1990-1995 (ESTIMASI)

NASIONAL 16,7 9,1 7,9 7,5

JAWA BARAT 13,57 11,32 9,2 8,4

(38)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 38 Gambar IV. B. 1

Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Semua Golongan Umur di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Proporsi sepuluh besar penyakit mencakup 32,28 % dari seluruh penderita penyakit (100 %) yang di rawat di rumah sakit. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa pola penyakit yang diderita penduduk Jawa Barat 2012 sangat bervariatif, karena masih terdapat 62,72 % penderita dengan berbagai variasi penyakit.

Berdasarkan jenis penyakit terbanyak rawat inap RS untuk semua golongan umur ketahui bahwa sepuluh besar penyakit sebagian besar didominasi oleh jenis penyakit infeksi (80 %) dengan faktor risiko perilaku dan lingkungan, yaitu demam tifoid dan paratifoid, diare dan gastroenteritis, infeksi usus, pneumonia, demam berdarah, dan tuberculosis dengan proporsi kumulatif penyakit infeksi mencapai 21.69%. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa permasalahan kesehatan di Jawa Barat masih erat kaitannya dengan perilaku masyarakat dan kualitas lingkungan dalam mendukung status kesehatan masyarakat.

Untuk mengetahui gambaran lebih rinci tentang pola penyakit di Jawa Barat maka gambar dibawah ini bisa memberikan gambaran tentang sepuluh besar penyakit rawat inap RS untuk golongan umur dibawah 1 tahun, golongan umur 1 tahun sampai dengan 4 tahun, golongan umur 5 tahun sampai dengan 14 tahun, golongan umur 15 tahun sampai dengan 44 tahun dan golongan umur diatas 45 tahun.

Secara umum pola penyakit pada semua golongan umur berbeda dengan pola penyakit pada golongan umur dibawah 1 tahun. Proporsi sepuluh besar penyakit pada golongan umur dibawah 1 tahun mencapai 85.53 % dari seluruh penderita penyakit (100 %) yang rawat inap di rumah sakit.

(39)

mengindikasikan bahwa pola penyakit tersebut berkaitan erat dengan faktor risiko lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan. Pola penyakit pada golongan umur dibawah 1 tahun di Jawa Barat dapat dilihat berikut ini.

Gambar IV. B. 2

Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur < 1 Tahun di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Gambaran pola penyakit pada golongan umur balita yaitu 1 tahun sampai dengan 4 tahun dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar IV. B. 3

Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur 1 – 4 Tahun di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Jenis penyakit terbanyak pada sepuluh besar penyakit pada golongan umur 1 tahun sampai dengan 4 tahun adalah jenis penyakit infeksi sebesar 78,14 %. Sedangkan penyakit non infeksi sebesar 21,86%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dominan permasalahan pola penyakit pada 1 tahun sampai dengan 4 tahun masih berkaitan dengan perilaku dan lingkungan.

(40)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 40 Gambar IV. B. 4

Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur 5 - 14 Tahun di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Frekwensi Kumulatif sepuluh besar penyakit pada golongan umur 5 tahun sampai 14 tahun mencapai 60,57%. Berarti ada sekitar 39,43% terdistribusi pada penyakit penyakit diluar sepuluh besar.

Pola penyakit pada golongan umur 5 tahun sampai dengan 14 tahun, berdasarkan jenis penyakitnya sebagian besar disebabkan penyakit infeksi (80%) dan penyakit non infeksi 20%. Proporsi kumulatif penyakit infeksi mencapai 45.65 %. Sedangkan penyakit non infeksi hanya 12.61 %. Hal ini mengindikasikan bahwa pola penyakit pada golongan umur 5 tahun sampai dengan 14 tahun berkaitan dengan perilaku dan kondisi lingkungan.

Untuk mengetahui pola penyakit rawat inap di rumah sakit untuk golongan umur 15 tahun sampai dengan 45 tahun, dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar IV. B. 5

Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur 15 - 45 Tahun di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

(41)

penyulit kehamilan dan persalinan, ketuban pecah dini, perawatan ibu berkaitan dengan janin dan ketuban dan masalah persalinan serta abortus. Gambaran pola penyakit ini cukup mengindikasikan adanya permasalahan pada pelayanan kesehatan khususnya pada kelompok risiko wanita usia subur, selain permasalahan penyakit infeksi.

Frekwensi Kumulatif sepuluh besar penyakit pada golongan umur 15 tahun sampai 44 tahun mencapai 36,83%. Berarti masih terdapat 63,17% frekwensi penyakit terdistribusi pada kelopok penyakit diluar sepuluh besar.

Perbandingan jenis penyakit pada golongan umur 15 tahun sampai dengan 44 tahun antara penyakit infeksi dan non infeksi adalah sama yakni 50 %. Frekwensi kumulatif antara penyakit infeksi dan non infeksi pada kelompok sepuluh besar adalah 27.30 % dan 11.71 %.

Untuk mengetahui pola penyakit rawat inap di rumah sakit untuk golongan umur diatas 45 tahun, dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar IV. B. 6

Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur >45 Tahun di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Pola penyakit pada golongan umur diatas 45 tahun, mengidentifikasi adanya adanya penyakit generative seperi hipertensi, ginjal dan diabetes selain adanya penyakit infeksi yang selalu ditemukan pada seluruh golongan umur. Proporsi sepuluh besar penyakit pada golongan umur diatas 45 tahun hanya mencapai 34,91%.

Berdasarkan jenis penyakit yang masuk kedalam sepuluh besar penyakit golongan umur diatas 45 tahun, maka jenis penyakit non infeksi lebih dominan dibanding penyakit infeksi yaitu 70 % dengan 30 %. Meskipun kalau dilihat dari proporsi kumulatif sepuluh besar penyakit pada golongan umur diatas 45 tahun ini masih lebih tinggi penyakit infeksi (23.5%) dibanding penyakit non infeksi (9,6%).

(42)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 42 Pola penyakit rawat jalan di Puskesmas didominasi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (22,42%), Penyakit Sistem Pencernakan (15,47%), Penyakit Kulit Dan Jaringan Subkutan (13,32%) dan Penyakit Sistem Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat (10,30%) merupakan penyakit terbanyak yang ditemukan.

Pada penderita rawat jalan usia pralansia dan lansia di puskesmas maupun di Rumah Sakit, Penyakit Sistem Muskuloskeletal Dan Jaringan Ikat, Penyakit Sistem Pencernakan, Penyakit Sistem Pembuluh Darah yang menjadi penyakit terbanyak yang ditemui dan penyakit yang rawat inap terutama Diabetes Melitus, Hipetensi dan Strok. Penyakit degeneratif yang erat kaitannya dengan gaya hidup, mencakup pola makan yang kurang berimbang serta sedikitnya aktifitas olah raga juga menjadi mayoritas masalah kesakitan di masyarakat.

2. Gambaran Penyakit Menular

Gambaran beberapa penyakit menular yang berjangkit di provinsi Jawa Barat, antara lain sebagai berikut:

Gambaran beberapa penyakit menular yang berjangkit di provinsi Jawa Barat, antara lain sebagai berikut:

a. Penyakit Menular Bersumber Binatang 1) Malaria

Penyakit Malaria di Provinsi Jawa Barat masih terfokus di Jawa Barat bagian Selatan, terutama di Kabupaten Sukabumi, Garut, Ciamis, dan Tasikmalaya. Kasus Malaria yang ditemukan dan dilaporkan di kabupaten lainnya biasanya merupakan kasus malaria impor.

Indikator keberhasilan Pengendalian Penyakit Malaria digunakan indikator Annual Parasite Index(API). Berikut gambaran API Malaria di Provinsi Jawa Barat 1997-2012.

Gambar IV. B. 7

(43)

Rera

Rerata API di Jawa Barat periode 1997-2012 sebe endekati standar indikator API yaitu 1 per 1000. pada tahun 2003 sebesar 3.71 per 1000. Sedangka

2000 yaitu 0.36 per 1000. Bila dilihat berdasarkan 0.

ada tahun 2003 terjadi peningkatan API sebesar 000 pada tahun 2002 menjadi 3,71 pada tahun 2

sd 2004 antara lain di sebabkan adanya peruba ikan sistem pencatatan pelaporan (diantaranya ada Dibandingkan API tahun 2011 dengan API tahun n sebesar 0.20, yaitu dari 0.54/ 1000 tahun 2011

.

Gambar IV. B. 8

Annual Parasite Index (API)Malaria Kabupaten di Provinsi Jawa Barat, 2012

bandingan API antar kabupaten endemis di Jawa tu Kabupaten Garut mempunyai nilai API tertingg edangkan yang terendah terjadi di Kabupaten .1/1000 penduduk. Berdasarkan perbanding i bahwa permasalahan Malaria di Kabupaten Garu

n dengan di Kabupaten Tasikmalaya.

dilakukan analisis berdasarkan wilayah administra empat kabupaten endemis Malaria tersebut, tidak wilayah endemis. Hanya 34 kecamatan tertentu

an Malaria. Tampak didalam gambar diatas berwarna merah atau merah tua berarti wilayah te

an Malaria. Secara geografis ada kesamaan bah camatan endemis Malaria merupakan wilayah ya at diketahui pula bahwa vektor penular Malaria di an adalahAnopheles Sundaicus.

besar 0.99 per 1000. 0. Kontribusi terbesar kan API terkecil terjadi an modus API berkisar

ar 2.67 per 1000, dari n 2003. Kenaikan API bahan pola surveilans danya bantuan ADB). un 2012 telah terjadi 11 menjadi 0.70/ 1000

en Endemis

wa Barat pada tahun nggi dengan 2.5/1000 ten Tasikmalaya yaitu ngan tersebut bisa arut 25 kali lebih besar

(44)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 Gambar IV. B. 9

Sebaran API/1000 Malaria di Kecamatan En di Provinsi Jawa Barat, 2012

rdarah Dengue (DBD)

us Demam Berdarah Dengue di Provinsi Jawa Bar n dilaporkan sebanyak 19.739 orang, dengan dunia (Case Fatality Rate0.85%). Ini berarti terjadi banding dengan tingkat fatalitas tahun 2011, yaitu

di 0.85% tahun 2012.

itu pula dengan angka kejadian DBD tahun 2012 un 2011 terjadi peningkatan sebesar 13.3, yaitu /100 ribu.

skipun angka kejadian DBD tahun 2012 mempun t, namun angka tersebut masih lebih rendah dari s ula hanya dengan CFR yang masih berada di bawa

Gambar IV. B. 10

Angka Kejadian per 100.000 danCase Fatality Ra

di Provinsi Jawa Barat, 2000 – 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 44 Endemis

Barat pada tahun 2012 gan 167 diantaranya di peningkatan CFR 2 itu dari 0.42 % tahun

12, bila dibandingkan itu dari 31.9/100 ribu

punyai kecenderungan ri standar 50/100.000. wah 1%.

Gambar

Gambar  III. A. 2
Gambar III. A. 4
Gambar III. A. 6
Gambar  III. B. 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa keberhasilan Direktorat Kesehatan Hewan pada tahun 2012 antara lain swasembada Vaksin AI, pembebasan Rabies di pulau Jawa dan tetap dapat dipertahankannya

Data penelitian dari BPS dapat diambil hipotesis jika TPT di Ibukota DKI Jakarta masih menyentuh angka yang cukup tinggi jika dibanding dengan berbagai provinsi yang ada di

Memenuhi pertumbuhan kebutuhan listrik khususnya untuk jaringan pulau Jawa-Madura-Bali, di Kabupaten Jepara dibangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Tanjung Jati B

Hipotesis pertama untuk penelitian adalah variasi permukaan laut di perairan Pulau Jawa yang dapat diidentifikasi berdasarkan data satelit altimetri dan pasang

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)Kota Tangerang Tahun 2016 III-21 komposit IPM, yang merupakan indeks gabungan dari indeks kesehatan (Angka Harapan Hidup),

pada Penduduk Umur ≥18 tahun, di Indonesia sebesar 34,11%, Jawa Barat sebesar 39,60% RISKESDAS 2018, Kota Cimahi sebesar 67,88%, Puskesmas Cipageran sebesar 66,6 % Profil Tahun 2018,

Prevalensi insomnia pada lansia tahun 2014 di Indonesi sekitar 10% artinya kurang lebih 28 juta dari total 238 juta penduduk indonesia menderita insomnia, Di pulau jawa dan bali

syariah di pulau Jawa, yang berisi “analisis faktor-faktor yang memotivasi masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan syariah ternyata untuk masyarakat Jawa Barat dan Jawa Timur yang