• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI TENTANG PEMBELAJARAN CETAK SARING DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN KRIYA TEKSTIL SMK NEGERI 9 SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STUDI TENTANG PEMBELAJARAN CETAK SARING DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN KRIYA TEKSTIL SMK NEGERI 9 SURAKARTA"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

i

STUDI TENTANG PEMBELAJARAN CETAK SARING DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN KRIYA TEKSTIL

SMK NEGERI 9 SURAKARTA

SKRIPSI

Oleh :

ASLAM HARIYADI K 3208025

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA Januari 2013

(2)

ii

(3)

iii

STUDI TENTANG PEMBELAJARAN CETAK SARING DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN KRIYA TEKSTIL

SMK NEGERI 9 SURAKARTA

Oleh: Aslam Hariyadi

K 3208025

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Seni Rupa

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA Januari 2013

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi ABSTRACT

Aslam Hariyadi, A STUDY ON SILK-SCREENING LEARNING IN ELEVEN GRADER OF TEXTILE WORK SKILL PROGRAM OF SMK NEGERI 9 SURAKARTA. Research Paper, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University, January 2013.

The objective of this research is to describe the silk-screening learning process in Eleven Grade of Textile Work Skill Program of SMK Negeri 9 Surakarta, viewed from the learning objective, material, method, media, evaluation, and result of learning.

This research was taken place in SMK Negeri 9 Surakarta from February to July 2012. This study used a descriptive qualitative approach and a single embedded case study research. The data sources used were: 1) informant, 2) place and event, 3) document and archive. The sampling technique used was purposive sampling. Techniques of collecting data used were: interview, observation, and documentation. The data validating test was done using source triangulation and informant review. The data analysis was conducted using data reduction, data display, conclusion drawing and verification with an interactive model of analysis. The result of research showed that: The objective of learning was make the students capable of: 1) explaining and understanding the signs of occupational health and safety (K3), 2) explaining and understanding type, characteristic, and function of tools and materials used, 3) explaining and understanding the definition of design, 4) explaining and understanding the elements of design, 5) explaining and understanding the principles of design, 6) explaining and understanding the design samples corresponding to the guidelines, 7) developing silk-screening design for t-shirt, scarf, and handkerchief, 8) explaining and understanding the method of preparing diapositive, 9) diapositive from the made design, 10) explaining and understanding the procedure of printing process, 11) performing the printing process correctly (corresponding to the procedure), 12) explaining and understanding the procedure casting process, 13) performing the casting process correctly (corresponding to the procedure), 14) performing the color fixation activity correctly (corresponding to the procedure), 15) preparing the packaging, stitching, accessories, frame, and work identity label. The learning materials included: 1) signs of occupational health and safety (K3), 2) type, characteristic and function of tools and materials used, 3) silk-screening design preparation, 4) diapositive preparation, 5) printing (afdruk) process, 6) casting process, 7) color fixation, and 8) packaging. The learning methods used were: lecturing, debriefing and discussion, instruction (assignment administration), demonstration, and teaching in group methods. The learning medias used were: audio and visual media, material collections, three-dimension object, learning source such as book or module, and special room in textile workshop. The evaluation was done using written test, oral test, and by observing the practice occurring. The learning achievement of silk-screening was that 94% of students achieved the minimum passing criteria (KKM) score.

Keywords: Skill Program, Textile Work, silk-screening learning.

(7)

vii ABSTRAK

Aslam Hariyadi, STUDI TENTANG PEMBELAJARAN CETAK SARING DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN KRIYA TEKSTIL SMK NEGERI 9 SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Januari 2013.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan tentang: proses pembelajaran cetak saring di Kelas XI Program Keahlian Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta, dilihat dari tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan hasil belajar.

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 9 Surakarta pada bulan Februari sampai Juli 2012. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan jenis penelitian studi kasus tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan adalah: 1) informan, 2) tempat dan peristiwa, 3) dokumen dan arsip. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah: wawancara, observasi, dan dokumentasi. Uji validitas data dilakukan melalui: triangulasi sumber dan review informan. Analisis data yang digunakan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi dengan model analisis interaktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Tujuan pembelajaran agar peserta didik mampu: 1) menjelaskan dan memahami rambu-rambu tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3), 2) menjelaskan dan memahami jenis, sifat dan fungsi dari alat serta bahan yang digunakan, 3) menjelaskan dan memahami pengertian desain, 4) menjelaskan dan memahami unsur-unsur desain, 5) menjelaskan dan memahami prinsip-prinsip desain, 6) menjelaskan dan memahami contoh-contoh

desain yang sesuai pedoman, 7) membuat desain cetak saring untuk t-shirt, syal,

dan sapu tangan, 8) menjelaskan dan memahami cara membuat diapositif, 9) membuat diapositif dari desain yang telah dibuat, 10) menjelaskan dan memahami langkah-langkah proses afdruk, 11) melakukan proses afdruk dengan benar (sesuai prosedur), 12) menjelaskan dan memahami langkah-langkah proses pencetakan, 13) melakukan proses mencetakan dengan benar (sesuai prosedur), 14) melakukan kegiatan fiksasi warna dengan benar (sesuai prosedur), 15) membuat kemasan, jahitan, assesoris, bingkai, dan label identitas karya. Materi pembelajaran: 1) rambu-rambu tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3), 2) jenis, sifat, dan fungsi dari alat dan bahan yang digunakan, 3) pembuatan desain cetak saring, 4) pembuatan diapositif, 5) proses afdruk, 6) proses pencetakan, 7) fiksasi warna, 8) pengemasan. Metode pembelajaran yang digunakan: metode ceramah, metode tanya jawab dan diskusi, metode instruksi (pemberian tugas), metode demonstrasi, dan metode mengajar beregu. Media pembelajaran yang

digunakan: media audio dan visual, material collections, benda tiga dimensi,

sumber pembelajaran berupa buku atau modul, dan ruang khusus di bengkel tekstil. Evaluasi yang digunakan melalui test tertulis, test lisan, dan melakukan observasi saat praktik berlangsung. Hasil belajar cetak saring adalah 94% peserta didik telah mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM).

Kata kunci: Program Keahlian, Kriya Tekstil, pembelajaran cetak saring.

(8)

viii MOTTO

Waktu-waktu yang berlalu melindas karya-karya manusia,

tetapi mereka tidak menghapuskan impian-impiannya,

juga tidak melemahkan dorongan-dorongan kreatifnya.

Dorongan-dorongan ini tetap ada karena merupakan bagian dari Jiwa Abadi,

walau tersembunyi atau tidur sesekali,

seperti matahari di malam hari dan bulan di waktu fajar.

(Kahlil Gibran)

(9)

ix

PERSEMBAHAN

Teriring rasa syukurku kepada Mu, kupersembahkan karya ini untuk:

Ibu dan Bapakku Tercinta

Terima kasih atas kasih sayang sejati yang telah kalian berikan kepadaku.

Doa yang tiada terputus, kerja keras tiada henti, dan pengorbanan tiada

terbatas untukku sehingga membuatku bangga memiliki kalian berdua.

Saudara-saudara dan Teman-temanku Tersayang

Terima kasih atas kebersamaan dan kerjasama kalian selama ini.

Amandita Ririn Ayuningtyas (alm.)

Terima kasih telah menjadi sahabat yang selalu menemani dan

menyanyangiku.

Almamaterku Tercinta

(10)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah

memberikan ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendaknya, penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul

CETAK SARING DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN KRIYA .

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan

Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas

Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesainya skripsi ini tidak terlepas

dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan berbagai pihak. Karena itu, penulis

menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

3. Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Seni

Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. Edi Kurniadi, M.Pd., selaku Pembimbing I yang selalu memberikan

motivasi, pengarahan, dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Endang Widiyastuti, S.Pd, M.Pd., selaku Pembimbing II yang selalu

memberikan motivasi, pengarahan, dan bimbingan dalam penyusunan skripsi

ini.

6. Drs. Tatuk Heryanto, MM., selaku Kepala SMK Negeri 9 Surakarta yang telah

memberikan kesempatan dan tempat guna mengambil data dalam penelitian

ini.

(11)

xi

7. Dra. Ties Setyaningsih, M.Pd, MM, selaku Wakil Kepala Bidang Kurikulum

SMK Negeri 9 Surakarta yang telah memberikan kesempatan dan tempat guna

mengambil data serta bimbingan dalam penelitian ini.

8. Rivi Rumianto, S.Pd., selaku Kepala Program Keahlian Kriya Tekstil SMK

Negeri 9 Surakarta yang telah memberikan kesempatan dan tempat guna

mengambil data serta bimbingan dalam penelitian ini.

9. Joko Agus Pambudi, S.Sn., Drs. Budi Susanto, dan Drs. Purwanto Joko

Sulistyono, selaku guru (team teaching) mata pelajaran cetak saring di Kelas XI Program Keahlian Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta yang telah

memberikan bimbingan dan bantuan dalam penelitian ini.

10.Para siswa Kelas XI Program Keahlian Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta

yang telah berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini.

11.Berbagai pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak

mungkin disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena

keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini

bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan berbagai pihak.

Surakarta, 23 Januari 2013

Penulis

(12)

xii A. Latar Belakang Masalah ... 1

(13)

xiii

3. Program Keahlian dan Program Keahlian Kriya Tekstil ... 23

(14)

xiv

5. Pembelajaran Cetak Saring ... 40

B. Kerangka Berpikir ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 43

1. Pendekatan Penelitian ... 43

2. Jenis Penelitian ... 44

C. Data dan Sumber Data ... 45

1. Informan ... 46

2. Tempat dan Peristiwa ... 47

3. Dokumen dan Arsip ... 47

D. Teknik Pengambilan Sampel (Cuplikan) ... 48

(15)

xv

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi ... 55

H. Prosedur Penelitian ... 56

1. Tahap Pra Lapangan ... 56

2. Tahap Observasi Lapangan ... 56

3. Tahap Analisis Data ... 57

4. Tahap Penyusunan Laporan ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58

B. Pelaksanaan Pembelajaran Cetak Saring ... 62

1. Tujuan Pembelajaran Cetak Saring ... 62

a. Pertemuan Pertama ... 62

b. Pertemuan Kedua sampai Ketujuh ... 63

c. Pertemuan Kedelapan sampai Ketiga Belas ... 64

d. Pertemuan Keempat Belas dan Kelima Belas ... 66

e. Pertemuan Keenam Belas sampai Kedelapan Belas ... 66

f. Pertemuan Kesembilan Belas ... 66

g. Pertemuan Kedua Puluh ... 66

2. Materi Pembelajaran Cetak Saring ... 67

a. Rambu-rambu tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ... 70

b. Jenis, Sifat, dan Fungsi dari Alat serta Bahan yang Digunakan ... 71

c. Pembuatan Desain Cetak Saring ... 72

d. Pembuatan Diapositif ... 77

e. Proses Afdruk ... 85

(16)

xvi

f. Proses Pencetakan ... 98

g. Fiksasi Warna ... 109

h. Pengemasan ... 110

3. Metode Pembelajaran cetak saring ... 110

a. Metode Ceramah ... 110

b. Metode Tanya Jawab dan Diskusi... 112

c. Metode Instruksi (Pemberian Tugas) ... 113

d. Metode Demonstrasi ... 115

e. Metode Mengajar Beregu (Team Teaching) ... 116

4. Media Pembelajaran Cetak saring ... 117

a. Media Audio dan Visual... 118

b. Material Collections ... 120

c. Benda Tiga Dimensi ... 121

d. Sumber Pembelajaran yang Berupa Buku atau Modul ... 122

e. Ruang Khusus yang Telah Disediakan di Bengkel Tekstil .. 123

5. Evaluasi Pembelajaran Cetak Saring ... 124

C. Penilaian Hasil Karya Cetak Saring ... 128

1. Hasil Karya Kelompok 1 ... 129

D. Hasil Belajar Cetak Saring ... 140

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A.Simpulan ... 143

B. Implikasi ... 147

C. Saran ... 147

(17)

xvii

DAFTAR PUSTAKA ... 149

LAMPIRAN ... 153

(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Proses Eksekusi Cetak Saring ... 25

2.2. Screen ... 26

2.3. Rakel ... 27

2.4. Meja Afdruk ... 29

2.5. Meja Gambar ... 29

2.6. Mengeringkan Screen Menggunakan Kipas Angin ... 31

2.7. Penyemprotan Air pada Screen Menggunakan Hand Sprayer ... 31

2.8. Palet ... 32

2.9. Setrika ... 32

2.10. Kuas ... 34

2.11. Merk Dagang Bahan Coating (Obat Peka Cahaya) ... 38

2.12. Pembersihan Screen Menggunakan Sabun Colet ... 39

4.1 Pintu Gerbang SMK Negeri 9 Surakarta ... 58

4.2. Bengkel Tekstil ... 61

4.3. Fasilitas di Bengkel Tekstil ... 62

4.4. Desain pada Kertas Gambar Karya Eka Maryana ... 64

4.5. Diapositif pada Mika Karya Eka Maryana... 65

4.6. Guru Melakukan Kegiatan Motivasi dan Apersepsi ... 68

4.7. Kegiatan Elaborasi: Peserta Didik Melakukan Proses Pencetakan ... 69

4.8. Guru Melakukan Kegiatan Penutup ... 70

4.9. Alat dan Bahan untuk Membuat Desain Motif ... 73

4.10. Peserta Didik Mendesain di Ruang Desain ... 74

4.11. Desain Alternatif Peserta Didik yang Menjiplak Karakter Kartun Hello Kitty ... 75

4.12. Desain Alternatif Peserta Didik yang Mengembangkan Desain-desain yang Telah Ada ... 76

4.13. Desain yang telah Dipindahkan ke Kertas Gambar dan Diwarnai Karya Endah Puspitosari ... 77

(19)

xix

4.14. Klise Diapositif pada Mika Karya Eva Wahyu Wulandari ... 78

4.15. Opaque Ink ... 79

4.16. Pen Kodok ... 79

4.17. Meja Gambar ... 80

4.18. Staples ... 81

4.19. Tempat Air Mineral yang Dimanfaatkan sebagai Palet ... 81

4.20. Bedak ... 82

4.21. Pembuatan Klise Diapositif ... 83

4.22. Desain dan Diapositif Karya Putri Cahya Suci ... 84

4.23. Peserta Didik Mengkonsultasikan Diapositif kepada Guru ... 85

4.24. Peserta Didik Bergegas Membentuk Kelompok ... 87

4.25. Bagian Outline dari Desain Motif pada Diapositif Karya Melati Woro AW ... 88

4.26. Bagian Outline dari Desain Motif pada Diapositif Karya Putri Cahya Suci ... 88

4.27. Screen Siap Pakai ... 89

4.28. Busur ... 90

4.29. Ulano TZ ... 91

4.30. Hair dryer ... 91

4.31. Hand sprayer ... 92

4.32. Busa, Triplek, dan Kain Hitam ... 93

4.33. Peserta Didik Memisahkan Klise Diapositif dari Kertas Desain ... 94

4.34. Proses Afdruk Menggunakan Meja Afdruk ... 96

4.35. Peserta Didik Dibimbing Guru Saat Mencuci Screen yang Telah Diafdruk ... 97

4.36. Peserta Didik Menyemprot Screen dengan Hand Sprayer ... 97

4.37. Peserta Didik Dibimbing oleh Guru Saat Mengeringkan Screen ... 98

4.38. Kain Putih ... 99

4.39. Klise Negatif ... 100

4.40. Binder NF dan NF Medium SP ... 101

4.41. Pigmen Warna ... 101

(20)

xx

4.42. Rakel ... 102

4.43. Mangkuk Plastik dan Sendok Plastik ... 103

4.44. Lakban ... 103

4.45. Setrika dan Meja Setrika ... 104

4.46. Peserta Didik Membagi Kain yang Disediakan ... 105

4.47. Peserta Didik Menyetrika Kain yang akan Dicetak ... 105

4.48. Peserta Didik Mencampurkan Bahan Cetak kedalam Mangkuk Plastik ... 106

4.49. Merekatkan Lakban pada Pinggir Screen ... 107

4.50. Peserta Didik Menuangkan Bahan Cetak ke Screen ... 107

4.51. Peserta Didik Menyaput Bahan Cetak ... 108

4.52. Peserta Didik Membersihkan Screen setelah Proses Cetak Selesai ... 109

4.53. Guru Menggunakan Metode Ceramah ... 111

4.54. Peserta Didik Melakukan Diskusi Kelompok ... 112

4.55. Guru Membimbing Peserta Didik Ketika Memberikan Tugas Mendesain ... 114

4.56. Bapak Rivi Rumianto, S.Pd. Mendemonstrasikan Proses Afdruk ... 115

4.57. Guru Mendemonstrasikan Cara Mencuci Screen yang Telah Selesai Diafdruk ... 116

4.58. Guru Menggunakan Poster sebagai Media Pembelajaran ... 119

4.59. Material Collections yang Digunakan oleh Guru ... 121

4.60. Sumber Pembelajaran Cetak Saring ... 122

4.61. Pompa Air dan Bak untuk Mencuci ... 123

4.62. Hasil Karya kelompok 1... 130

4.63. Hasil Karya Kelompok 2 ... 131

4.64. Hasil Karya Kelompok 3 ... 133

4.65. Hasil Karya Kelompok 4 ... 134

4.66. Hasil Karya Kelompok 5 ... 136

4.67. Hasil Karya Kelompok 6 ... 137

4.68. Hasil Karya Kelompok 7 ... 139

(21)

xxi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1. Aspek dan Bobot Penilaian Hasil Karya Peserta Didik ... 125

4.2. Penilaian Hasil Karya Kelompok 1 ... 130

4.3. Penilaian Hasil Karya Kelompok 2 ... 132

4.4. Penilaian Hasil Karya Kelompok 3 ... 133

4.5. Penilaian Hasil Karya Kelompok 4 ... 135

4.6. Penilaian Hasil Karya Kelompok 5 ... 136

4.7. Penilaian Hasil Karya Kelompok 6 ... 138

4.8. Penilaian Hasil Karya Kelompok 7 ... 139

(22)

xxii

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

2.1. Fungsi Media dalam Proses Pembelajaran ... 19

2.2. Kerangka Berpikir ... 41

3.1. Model Analisis Interaktif ... 56

(23)

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

01. Hasil Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran Cetak Saring 1 ... 154

02. Hasil Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran Cetak Saring 2 ... 158

03. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik 1 ... 161

04. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik 2 ... 165

05. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik 3 ... 168

06. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik 4 ... 171

07. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik 5 ... 174

08. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik 6 ... 178

09. Surat Izin Penelitian ... 181

10. Surat Izin Menyusun Skripsi ... 182

11. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 183

12. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 184

(24)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

pendidik untuk menciptakan situasi agar peserta didik belajar. Proses

pembelajaran menyebabkan perubahan, perkembangan, dan kemajuan pada diri

peserta didik, baik dalam aspek fisik-motorik, intelek, sosial-emosional, maupun

sikap dan nilai. Konsep pembelajaran menurut Corey (1986: 195) dalam (Sagala,

dalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja

dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam

kondisi-Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan

pembelajaran peserta didik. Salah satu lingkungan belajar tersebut adalah sekolah.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal karena proses pembelajarannya

diadakan di suatu tempat tertentu dan mempunyai jenjang pendidikan.

Jenjang pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dimulai dari tingkat

Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah

Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah

Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan

(SMA/MA/SMK/MAK), dan Perguruan Tinggi.

SMK sebagai salah satu jenjang pendidikan merupakan lembaga

pendidikan yang memberikan pengalaman dan mempersiapkan peserta didik

untuk bekerja di dunia usaha. SMK mendidik peserta didik agar menguasai

keahlian produktif standar, nilai-nilai ekonomi dan membentuk etos kerja yang

tinggi, budaya industri yang berorientasi kepada standar mutu, mandiri, produktif,

dan kompetitif.

(25)

Berbagai SMK mempunyai program keahlian yang berbeda-beda.

Lembaga pendidikan menengah kejuruan yang mempersiapkan tenaga terampil

dalam bidang seni rupa murni atau seni kriya/kerajinan di kota Surakarta adalah

SMK Negeri 9 Surakarta. Output dari pendidikan SMK Negeri 9 Surakarta

diharapkan mampu menciptakan tenaga-tenaga terpelajar yang terampil serta

memiliki pengetahuan di lingkup bidang seni rupa murni atau seni kriya, dengan

demikian diharapkan pula mampu melaksanakan pekerjaan tertentu dan terjun

langsung ke masyarakat sesuai dengan keterampilannya. SMK Negeri 9 Surakarta

membuka beberapa program keahlian yang dapat dipilih dan ditempuh oleh

peserta didik yang disesuaikan dengan bakat, minat, dan kemampuan mereka.

Salah satu program keahlian tersebut adalah Program Keahlian Kriya Tekstil.

Pendidikan di program keahlian kriya tekstil bertujuan untuk menghasilkan

desainer atau kriyawan tekstil yang terampil, produktif, dan profesional yang

berorientasi kepada pemenuhan pasar ekspor.

Pengetahuan dasar tentang tekstil perlu dikuasai oleh siswa SMK Jurusan Seni Rupa dan Kerajinan sebagai suatu landasan pengetahuan dalam mempelajari berbagai keterampilan kerajinan tekstil. Dengan landasan pemahaman yang baik, proses pelatihan keterampilan akan menjadi lebih mudah dan juga untuk mengantisipasi perkembangan berbagai teknik baru dalam kerajinan tekstil (Budiyono, Sudibyo, Widarwati., Herlina, Sri., Handayani, Sri., Parjiyah., Pudiastuti, Wiwik., et al., 2008: 1).

Program Keahlian Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta memiliki

beberapa mata pelajaran produktif kriya tekstil yang terdiri dari cetak saring,

batik, batik cap, ikat celup, makrame, jahit perca, jahit aplikasi, jahit tindas, kristik

dan sulam, tenun, dan tapestri. Mata pelajaran tersebut wajib ditempuh oleh

peserta didik dengan batas ketuntasan minimal 75.00. Guntur Nusantara (2007:

iii) dalam (Budiyono,

sablon atau screen printing merupakan bagian dari ilmu grafika terapan yang

bersifat praktis. Cetak saring dapat diartikan kegiatan cetak mencetak dengan

menggunakan kain gasa/kasa yang biasa disebut screen

Pelaksanaan pembelajaran cetak saring di kelas XI Program Keahlian

Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta diawali dengan teori pengantar praktek

selama beberapa pertemuan. Teori pengantar praktek ini menjelaskan kepada

(26)

peserta didik mengenai segala sesuatu tentang cetak saring, antara lain: pengertian

cetak saring, sejarah cetak saring, alat dan bahan yang diperlukan dalam

pelaksanaan proses cetak saring, contoh-contoh produk cetak saring, pembuatan

desain untuk cetak saring, dan proses pelaksanaan cetak saring. Melalui teori

pengantar praktek ini, peserta didik mendapatkan gambaran mengenai

pelaksanaan proses cetak saring yang nantinya akan mereka praktekkan. Output

yang diharapkan dari proses pembelajaran cetak saring ini adalah peserta didik

mempunyai keterampilan membuat karya atau produk kriya tekstil yang

menggunakan teknik cetak saring dengan desain-desain yang mereka ciptakan

sesuai kreativitas yang dimilikinya. Outcome yang ingin dicapai setelah peserta

didik lulus dan terjun ke masyarakat, diharapkan mereka mampu bekerja didunia

industri percetakan, khususnya yang memanfaatkan teknik cetak saring. Mereka

dapat pula membuka lapangan kerja sendiri (usaha mandiri) sehingga mampu

menunjang program pemerintah dalam hal penyediaan lapangan kerja yang

sekaligus mengurangi tingkat pengangguran di masyarakat.

Proses pembelajaran cetak saring di kelas XI Program Keahlian Kriya

Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta ternyata mengalami berbagai masalah belajar.

Masalah belajar tersebut berasal dari dalam dan luar diri peserta didik. Masalah

yang berasal dari diri peserta didik adalah kurangnya kreativitas dan percaya diri

dalam mendesain. Tidak sedikit dari mereka yang mencontoh desain-desain yang

sudah ada, misalnya gambar-gambar dari cover buku tulis dan buku gambar,

tempat pensil, wallpaper telepon genggam, bahkan dari internet. Faktor yang

berasal dari luar diri peserta didik adalah suasana di tempat pembelajaran yang

kurang mendukung proses pembelajaran, sehingga menyebabkan konsentrasi

peserta didik terganggu saat menerima meteri pembelajaran dari guru. Ini

dikarenakan semua proses pembelajaran untuk mata pelajaran produktif kriya

tekstil, baik kelas X, XI, maupun XII Program Keahlian Kriya Tekstil

dilaksanakan di bengkel tekstil secara bersamaan.

Cetak saring mudah dikembangkan menjadi industri kecil yang mandiri

karena: peralatannya selain mudah didapat dengan harga murah juga mudah

(27)

sederhana, proses pengerjaannya dapat dilakukan tanpa memerlukan ruang

khusus, dapat mengerjakan pesanan dalam jumlah banyak maupun sedikit, serta

dapat dicetak diatas segala bahan dasar dan warna.

Banyak orang mulai merasakan betapa berat dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk cetak-mencetak yang dilakukan dengan mesin

cetak pada percetakan offset. Oleh karena itu, orang mulai mengalihkan

perhatiannya ke arah mencetak dengan screen. Walaupun demikian,

sebenarnya hal ini bukanlah semata-mata karena adanya krisis ekonomi itu

saja, tetapi dibalik itu ada faktor lain yang mendukung penggunaan screen

printing sebagai alternatif percetakan secara offset. Faktor tersebut antara lain adalah kualitas cetakan yang dihasilkan mendekati kualitas percetakan

dengan mesin offset. Biaya yang rendah serta dapat dilakukan sendiri tanpa

peralatan yang mahal merupakan faktor lain yang menjadi perhatian orang. Disamping itu, faktor lain yang perlu diingat adalah bahwa menyablon dapat dilakukan pada berbagai jenis bahan yang terkadang tidak dapat

dilakukan dengan mesin offset (Sandjaja, 2006: 15-16).

Berdasarkan uraian tersebut, menarik dan penting bagi penulis untuk

ANG PEMBELAJARAN

CETAK SARING DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN KRIYA TEKSTIL

us diangkat sebagai judul skripsi.

Alasan yang mendorong penulisan skripsi ini adalah untuk mengungkapkan

gejala-gejala kesenjangan sosial yang terdapat di lapangan, yaitu mulai dari input

atau kondisi peserta didik itu sendiri, proses atau pelaksanaan pembelajaran,

sampai dengan hasil belajar peserta didik setelah menempuh mata pelajaran cetak

saring, apakah sesuai dengan tujuan dalam kurikulum atau tidak. Hasil dari

penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar pengembangan

pembelajaran kriya tekstil, khususnya cetak saring maupun untuk penelitian lebih

lanjut.

B. Rumusan Masalah

Tujuan dari pembelajaran cetak saring di kelas XI Program Keahlian Kriya

Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta adalah menghasilkan output yang mempunyai

keterampilan membuat karya atau produk kriya tekstil yang menggunakan teknik

cetak saring serta outcome yang dibutuhkan oleh masyarakat di dunia industri dan

(28)

mampu membuka usaha mandiri, khususnya yang memanfaatkan teknik cetak

saring.

Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana proses pembelajaran cetak saring di Kelas XI Program Keahlian Kriya

Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta, dilihat dari tujuan pembelajaran, materi

pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, evaluasi pembelajaran,

dan hasil belajar?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan tentang: proses

pembelajaran cetak saring di Kelas XI Program Keahlian Kriya Tekstil SMK

Negeri 9 Surakarta, dilihat dari tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode

pembelajaran, media pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan hasil belajar.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan

bagi ilmu pengetahuan yang selalu mengalami kemajuan sesuai dengan

perkembangan zaman, khususnya dalam bidang pembelajaran cetak saring.

2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengenalkan serta

mengembangkan pengetahuan tentang pembelajaran cetak saring bagi para

(29)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran

a. Pengertian Pembelajaran

Pengertian pembelajaran dikemukakan oleh Nasution dalam

(Sugihartono, Fathiyah, Setiawati, Harahap, dan Nurhayati, 2007: 80)

bahwa embelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau

mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan

anak didik sehingga terjadi proses belajar. Lingkungan dalam pengertian

ini tidak hanya ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga,

perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan

.

Kegiatan pembelajaran memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar anak didik, anak didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencepaian tujuan pembelajaran. Pengalaman belajar ini dapat diwujudkan melalui penggunaan strategi

pembelajaran yang bervariasi dan terpusat pada anak didik (student

centred) (Djamarah, 2010: 324).

Pembelajaran dalam perspektif behaviorisme merupakan proses

pembentukan hubungan antar rangsangan (stimulus) dan balasan (respon)

yang menghasilkan perubahan perilaku berupa kebiasaan melalui proses

pelaziman. Menurut perspektif aliran kognitif, pembelajaran merupakan

proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan

pengetahuan sesuai persepsi peserta didik. Adapun menurut perspektif

konstruktivisme, pembelajaran merupakan usaha pemberian kepada

peserta didik untuk memilih bahan pelajaran serta cara mempelajarinya

sesuai minat dan kemampuan yang dimilikinya (Suprijono, 2009: 17-40).

Berkaitan dengan pembelajaran dalam perspektif konstruktivisme,

seorang ahli menyimpulkan bahwa:

(30)

...aliran ini menegaskan bahwa pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil konstruksi kognitif dalam diri seseorang; melalui pengalaman

yang diterima lewat pancaindra, yaitu indra penglihatan,

pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa. Dengan demikian aliran ini menolak adanya transfer pengetahuan yang dilakukan dari seseorang kapada orang lain, dengan alasan pengetahuan bukan barang yang bisa dipindahkan, sehingga jika pembelajaran ditujukan untuk mentransfer ilmu, perbuatan itu akan sia-sia saja. Sebaliknya, kondisi ini akan berbeda jika pembelajaran ini ditujukan untuk menggali pengalaman (Suwarno, 2009: 58).

Pengertian lain tentang pembelajaran juga dikemukakan oleh

Muhaimin (1996) dalam (Riyanto, 2009: 131) bahwa lajaran

adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar. Kegiatan pembelajaran

akan melibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan

efisien . Pengertian serupa juga dikemukakan oleh Sugihartono, et al.

(2007: 81) yang medefinisikan pengertian pembelajaran erupakan

suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk

menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan

sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat

melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil

optimal .

Berbagai pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan

dengan hasil yang optimal. Kegiatan belajar dan mengajar dalam

pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kegiatan

belajar dan mengajar merupakan suatu proses. Belajar terjadi saat ada

interaksi antara individu dan lingkungan, baik lingkungan fisik yang

berupa buku, alat-alat peraga, dan alam sekitar maupun lingkungan sosial.

Mengajar merupakan proses mengatur dan mengorganisasikan lingkungan

serta membimbing dan membantu peserta didik sehingga mereka

(31)

b. Tujuan Pembelajaran

Berkaitan dengan tujuan pembelajaran, Sardiman berpendapat bahwa

Dalam kegiatan belajar-mengajar dikenal adanya tujuan pengajaran, atau

yang sudah umum dikenal dengan tujuan instruksional. Bahkan ada juga

yang menyebut Tujuan Pembelajaran (2007: 68). Secara lengkap definisi

mengenai tujuan pembelajaran dikemukakan oleh Hamalik (2003: 109)

uatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai

oleh siswa setelah berlangsung pengajaran . Hasil pencapaian tersebut

berupa peserta didik yang secara bertahap terbentuk watak, kemampuan

berpikir, dan keterampilan teknologinya. Tujuan pembelajaran merupakan

tujuan paling awal dan sekaligus sebagai dasar untuk mencapai jenjang

tujuan berikutnya, yaitu tujuan kurikuler, tujuan institusional, hingga

akhirnya terwujud tujuan pendidikan nasional yang bersifat abstrak dan

normatif. Berkaitan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional,

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta

memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional .

Tujuan pembelajaran bermanfaat sebagai dasar untuk: menyusun

instrumen tes (pre-tes dan pos-tes), merancang strategi instruksional,

menyusun spesifikasi dan memilih media yang cocok, serta melaksanakan

proses belajar. Tujuan pembelajaran penting artinya dalam rangka: untuk

menilai pembelajaran, untuk membimbing peserta didik belajar,

merupakan kriteria untuk merancang pelajaran dan menjadi semacam

media untuk berkomunikasi dengan rekan-rekan pendidik lainnya

(Hamalik, 2003: 113).

Menurut taksonomi yang disusun oleh Benyamin S. Bloom dan

Krathwool beserta timnya, tujuan pembelajaran diklasifikasikan menjadi

tiga domain, dan kemudian dipecah lagi menjadi beberapa tingkat yang

lebih khusus. Taksonomi yang sangat dikenal di Indonesia ini, terdiri dari:

1) domain kognitif, 2) domain afektif, dan 3) domain psikomotor. (Yamin,

(32)

2009: 26-27). Secara singkat pembahasan masing-masing domain tersebut

adalah sebagai berikut:

1) Domain Kognitif

Pendekatan-pendekatan kognitif tentang belajar memusatkan pada

proses memperoleh konsep, sifat dari konsep, dan bagaimana konsep itu

disajikan dalam struktur kognitif. Tujuan-tujuan kognitif adalah

tujuan-tujuan yang berorientasi pada kemampuan berpikir atau intelektual

(Sagala, 2009: 156-157).

Domain kognitif terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar

yang berbeda-beda. Keenam tingkatan tersebut adalah: (1) Tingkat

pengetahuan (knowledge), tingkatan ini mengacu pada kemampuan

mengenal dan mengingat materi yang sudah dipelajari. (2) Tingkat

pemahaman (comprehension), tingkatan ini mengacu pada kemampuan

untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah diketahui dan memaknai

arti dari materi yang dipelajari. (3) Tingkat aplikasi (application), tingaktan ini mengacu pada kemampuan menggunakan atau

menerapkan pengetahuan atau ide-ide umum, metode-metode,

prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya kedalam situasi yang

baru dan konkret, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul

dalam kehidupan sehari-hari. (4) Tingkat analisa (analysis), tingkatan ini mengacu pada kemampuan mengkaji atau menguraikan bahan

kedalam komponen-komponen yang lebih sepesifik dan mampu

memahami hubungan-hubungan antar komponen tersebut. (5) Tingkat

sintesa (synthesis), tingkatan ini mengacu pada kemampuan

memadukan berbagai konsep atau komponen sehingga membentuk

suatu pola struktur yang baru. (6) Tingkatan evaluasi (evaluation),

tingkatan ini mengacu pada kemampuan memberikan penilaian

terhadap gejala atau peristiwa berdasarkan norma-norma atau

(33)

merupakan tingkat terendah, dan tingkat evaluasi merupakan tingkat

tertinggi dalam domain kognitif (Seifert, 2012: 151-152).

2) Domain Afektif

Domain afektif merupakan tujuan pembelajaran yang

berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati

(attitude) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap

sesuatu. Perumusan tujuan pembelajaran pada domain afektif, tidak

berbeda jauh dengan domain kognitif namun dalam mengukur hasil

belajarnya jauh lebih sukar karena menyangkut kawasan sikap dan

apresiasi (Yamin, 2008: 39). Berkaitan dengan hal tersebut, seorang ahli

berpandangan bahwa:

Hasil belajar afektif tidak dapat dilihat bahkan diukur seperti halnya dalam bidang kognitif. Guru tidak dapat langsung mengetahui apa yang bergejolak dalam hati anak, apa yang dirasakannya atau dipercayainya. Yang dapat diketahui hanya ucapan verbal serta kelakuan non verbal sepaerti ekspresi pada wajah, gerak gerik tubuh sebagai indikator apa yang terkandung dalam hati siswa (Nasution, 1999: 69).

Domain ini terdiri dari lima tingkatan, yaitu: (1) Tingkat

menerima (reeceiving), yaitu proses pembentukan sikap dan perilaku

dengan cara membangkitkan kesadaran adanya stimulus tertentu. (2)

Tingkat tanggapan (responding), mengacu pada partisipasi aktif peserta

didik dalam memperlihatkan reaksi terhadap norma-norma tertentu. (3)

Tingkat penilaian (valuing), tingkat ini mengacu pada kecenderungan

menerima, menghargai dan memberikan nilai suatu norma tertentu

dengan mempromosikan diri sesuai dengan penilaian itu. (4) Tingkat

organisasi (organization), tingkat ini mengacu pada proses

membentukan konsep tentang suatu nilai dan menyusun suatu sistem

nilai pada diri peserta didik. (5) Tingkat karakteristik

(characterization), tingkatan ini mengacu pada proses mewujudkan

nilai-nilai dalam diri sendiri sehingga nilai-nilai atau sikap itu

seolah-olah telah menjadi ciri-ciri pelakunya. Tingkat menerima merupakan

(34)

tingkat terendah, dan tingkat karakteristik merupakan tingkat tertinggi

dalam domain afektif (Sagala, 2009: 159).

Berdasarkan kelima tingkatan yang dirumuskan Bloom dan

Krathwool tersebut, Romiszowski mengelompokkan domain afektif

menjadi dua tipe perilaku, yaitu: (1) Riflek yang terkondisi (reflexive

conditional), merupakan reaksi kepada stimulus khusus tertentu yang

dilakukan secara spontan, dan (2) Sukarela (voluntary), merupakan aksi

dan reaksi yang terencana untuk mengarahkan ke tujuan tertentu dengan

cara membiasakan melalui latihan-latihan (Hamdani, 2011: 153).

3) Domain Psikomotor

Domain psikomotor adalah domain yang berkaitan dengan

keterampilan (skill), yang berhubungan dengan anggota tubuh atau

tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Hasil

belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan

afektif. Domain psikomotor terdiri dari empat tingkatan, namun jika

dilihat dari segi taksonomi, keempat urutan tersebut tidak bertingkat

seperti pada domain kognitif dan afektif (Yamin, 2009: 37).

Pengelompokan tingkat domain psikomotor adalah sebagai

berikut: (1) Gerakan seluruh badan (grass body movement), merupakan

perilaku peserta didik dalam suatu kegiatan yang memerlukan gerakan

fisik secara menyeluruh. (2) Gerakan yang terkoordiansi (coordination

movements), merupakan gerakan yang dihasilkan dari perpaduan antara

fungsi indera manusia dengan salah satu anggota badan. (3)

Komunikasi nonverbal (nonverbal communication), merupakan hal-hal

yang berkenaan dengan komunikasi menggunakan simbol atau isyarat.

(4) Kecakapan berbicara (speech behaviour), merupakan hal-hal yang

berhubungan dengan koordinasi gerakan tangan atau anggota badan

lainnya dengan ekspresi muka dan kemampuan berbicara (Hamdani,

(35)

c. Materi Pembelajaran

Bahan ajar atau materi pembelajaran (intructional materials)

merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pembelajaran karena

menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran. Jenis materi

pembelajaran diklasifikasikan menjadi tiga bidang, yaitu: pengetahuan

(kognitif), afektif (sikap atau nilai), dan psikomotor (keterampilan)

(Hamalik, 2003: 139).

Materi pembelajaran dari aspek kognitif (pengetahuan) terdiri dari

fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Materi fakta berkatitan dengan:

nama-nama objek, peristiwa sejarah, nama orang, dan lain sebagainya.

Materi konsep berkaitan dengan: pengertian, definisi, ciri khusus,

komponen atau bagian suatu benda atau objek. Materi prinsip berkatian

dengan: dalil, rumus, adagium, pastulat, teorema, atau hubungan antar

konsep yang menggambarkan hubungan sebab akibat. Materi prosedur

adalah materi yang berkaitan dengan langkah-langkah secara sitematis atau

berurutan dalam mengerjakan suatu tugas. Materi afektif (sikap dan nilai)

adalah materi yang berkatian dengan sikap atau nilai peserta didik,

misalnya: nilai kejujuran, kasih sayang, tolong menolong, semagat belajar,

semangat bekerja, kedisiplinan, dan lain sebagainya Materi psikomotor

(keterampilan) menunjuk kepada tindakan-tindakan jasmaniah peserta

didik (Hamdani, 2011: 120-121).

Penyajian materi didalam kurikulum tidak langsung menunjuk pada pokok bahasan/materi tertentu, tetapi disajikan dalam bentuk kompetensi. Jika penyajian kurikulum langsung menunjuk pada pokok bahasan/materi tertentu, tanpa memberikan peluang untuk guru memilih materi pembelajaran, maka guru hanya akan terpaku pada materi tersebut dan tidak berpikir untuk materi lain yang sejenis. Dengan disajikan dalam bentuk kompetensi yang harus dicapai, maka akan memberikan keleluasaan dan kreativitas guru dalam mengajar sehingga memberikan kesempatan kepada guru untuk memilih materi pembelajaran yang relevan (Hidayatullah, 2007: 25).

Pemilihan materi pembelajaran oleh pendidik harus memperhatikan

beberapa kriteria sebagai berikut: 1) Materi pembelajaran sejalan dengan

(36)

kriteria tujuan instruksional, 2) Materi pembelajaran dapat dijabarkan

secara spesifik. 3) Materi pembelajaran relevan dengan kebutuhan siswa.

4) Materi pembelajaran sesuai dengan kondisi masyarakat. 5) Materi

pembelajaran mengandung segi-segi etik. 6) Materi pembelajaran tersusun

dalam ruang lingkup dan urutan yang sistematis dan logis. 7) Materi

pembelajaran bersumber dari buku yang baku, pribadi pendidik yang ahli,

dan masyarakat (Harjanto, 2008: 222-224).

d. Metode Pembelajaran

Pengertian metode pembelajaran menurut Sugihartono, et al. (2007:

81) yaitu Metode pembelajaran berarti cara yang dilakukan dalam proses

pembelajaran sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal . Pendapat

serupa juga dikemukakan oleh Hamdani bahwa:

Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru untuk menyampaikan pelajaran kepada siswa. Karena penyampaian itu berlangsung dalam interaksi edukatif, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran (2011: 80).

Pemilihan metode pembelajaran hendaknya di dasarkan atas

beberapa pertimbangan yaitu: tujuan pembelajaran, karakteristik mata

pelajaran, kemampuan peserta didik, dan kemampuan pendidik (Tim

Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2007: 125).

Secara umum, metode pembelajaran dapat dibagi menjadi metode pasif dan metode aktif. Metode pasif yaitu metode pembelajaran satu arah dari dosen ke mahasiswa. Metode ini merupakan metode

pembelajaran tradisional yang sering disebut dengan lecturing.

Metode aktif mendorong mahasiswa untuk aktif berdiskusi di dalam kelas (Jogiyanto, 2009: 23).

Metode pembelajaran yang dikhususkan untuk pendidikan seni rupa,

biasa disebut metode pembelajaran seni rupa. Menurut pendapat

Sukmadinata yang dikutip oleh Fikry menyatakan bahwa metode

pembelajaran seni rupa dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1) Metode

(37)

kelompok, menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi; b)

pembelajaran berbuat, menggunakan metode pemberian tugas dan resitasi.

2) Metode pembelajaran praktek, yang terdiri dari pembelajaran praktek di

sekolah dan di lingkungan kerja. Metode praktek dalam pembelajaran seni

rupa salah satunya adalah metode ekspresi bebas (free expression) (2012: 3).

1) Metode Ceramah

Pendapat mengenai metode ceramah dikemukakan oleh

Sugihartono, et al. etode ceramah merupakan metode

penyampaian materi dari guru kepada siswa dengan cara guru

menyampaikan materi melalui bahasa lisan baik verbal maupun

nonverbal 2007: 81). Lebih lanjut lagi Hamdani (2011) menjelaskan

bahwa Metode ceramah berbentuk penjelasan konsep, prinsip, dan

fakta yang ditutup dengan tanya jawa

156).

Metode caramah yang dalam bahasa inggris disebut istilah

leaturing method atau telling method ialah suatu cara lisan

penyajian bahan pelajaran yang dilakukan oleh seseorang (guru) kepada orang lain (pelajar atau mahasiswa) untuk mencapai

tujuan pengajaran. Istilah lecturing berasal dari bahasa Yunani

Legere yang berarti to teach (mengajar). Dari kata Legere

ditimbulkan kata lecture yang artinya memberi kuliah dengan

kata-kata atau memberi kuliah dengan penuturan. Dari kata

lecture ditimbulkan/dimunculkan lagi kata lecture yaitu cara

penyajian bahan dengan lisan. Istilah telling berasal dari kata to

tell yang artinya menyatakan sesuatu kepada orang lain,

selanjutnya berarti menyajikan keterangan-keterangan kepada orang lain agar ia mengerti apa yang disajikan itu (Suradji, 2011: 11).

Keuntungan metode ceramah adalah dapat disajikan kepada

peserta didik dalam jumlah besar, dapat dipakai oleh pendidik sebagai

pengantar, mudah untuk diulang kembali jika peserta didik belum jelas,

sangat efektif dan lebih mengena, waktu penyampaian materi terbatas

sedangkan materi yang akan disampaikan masih banyak (Sulistyo,

Sunarmi, & Widodo, 2011: 108).

(38)

Kelemahan metode ceramah adalah peran serta peserta didik

dalam proses pembelajaran rendah karena yang aktif adalah pendidik,

kurang berhasil untuk meningkatkan pikiran, perhatian dan motivasi

peserta didik sulit diukur, materi yang disampaikan bisa menjadi tidak

fokus karena pembicaraan pendidik yang melantur dan kurang memadai

untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam upaya mengubah karakter

peserta didik (Yamin, 2009: 65).

2) Metode Tanya Jawab

Pandangan mengenai metode tanya jawab dikemukakan oleh

Sugihartono, et al. (2007) Metode tanya jawab merupakan cara

penyajian materi pelajaran melalui bentuk pertanyaan yang harus

dijawab oleh anak didik 82). Definisi tersebut ditambahkan lagi

oleh Sulistyo, et al. b

ngantuk yang terjadi pada diri peserta didik dalam ceramah/kuliah,

maka pendidik harus menciptakan kehidupan interaksi belajar mengajar

tersebut yakni dengan teknik tanya jawab (dialog). Tanya jawab dapat

terjadi dari murid kepada pendidik atau sebaliknya 1: 108).

Kelebihan metode tanya jawab adalah: dapat memperoleh

sambutan yang lebih aktif dibandingkan dengan metode ceramah yang

cenderung bersifat menolong, sebagai pengukur sampai sejauh mana

peserta didik mengerti dan memahami materi pembelajaran yang

disampaikan oleh pendidik, memberikan kesempatan kepada peserta

didik untuk mengemukakan pendapat yang ada dan dapat dibawa

kearah suatu diskusi (Hamdani, 2011: 156).

Kelemahan metode tanya jawab adalah: peserta didik merasa

takut dan panik untuk menjawab pertanyaan dari pendidik, terlalu

menyita waktu sehingga tidak semua peserta didik mendapatkan giliran,

dan tidak cocok untuk mencapai tujuan pembelajaran pada ranah afektif

dan psikomotor. Berkaitan dengan hal tersebut, Yamin mengemukakan

(39)

menimbulkan penyimpangan dari pokok persoalan. Lebih-lebih jika

kelompok siswa memberikan jawaban atau mengajukan pertanyaan

yang dapat menimbulkan masalah baru dan menyimpang dari pokok

: 68).

3) Metode Diskusi

Definisi mengenai metode diskusi dikemukakan oleh

Suryosubroto (2002: 179) bahwa:

dimana guru memberi kesempatan kepada para siswa (kelompok-kelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun

Definisi tersebut ditambahkan oleh Roestiyah (2008: 5) yang

lam diskusi ini proses interaksi antara dua

atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman,

informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif

Kelebihan metode diskusi adalah: suasana kelas menjadi hidup

karena peserta didik mengarahkan perhatian dan pikirannya kepada

masalah yang sedang didiskusikan, dapat mempertinggi prestasi

kepribadian masing-masing peserta didik, hasil diskusi mudah dipahami

dan dilaksanakan bersama karena peserta didik ikut serta secara aktif

dalam diskusi, peserta didik dilatih untuk mematuhi peraturan-peraturan

dan tata tertib dalam suatu diskusi sebagai pengalaman berharga bagi

kehidupan sesungguhnya kelak di masyarakat, dan melatih peserta didik

untuk menerima dan menghargai pendapat orang lain (Suparman, 2010:

150-151).

Kelemahan metode diskusi adalah: menyita waktu lama dan

jumlah peserta didik harus sedikit, mempersyaratkan peserta didik

memiliki latar belakang yang cukup mengenai topik atau masalah yang

didiskusikan, tidak tepat bila digunakan pada tahap awal proses

(40)

pembelajaran, dan apatis bagi peserta didik yang tidak terbiasa

berbicara dalam forum (Yamin: 2008: 80-81).

4) Metode Ekspresi Bebas (Free Expression)

Pendapat mengenai metode ekspresi bebas diungkapkan oleh

Sobandi bahwa metode ini pada dasarnya adalah suatu cara untuk

membelajarkan peserta didik agar dapat mencurahkan isi hatinya

kedalam bentuk karya seni rupa. Proses penciptaan seni dalam metode

ini dimulai dari: a) penentuan tema, yaitu isi ungkapan yang akan

disampaikan, b) media, yaitu bahan dan alat yang dipilih dan digunakan

oleh peserta didik dalam mewujudkan bentuk ungkapan seni, c) gaya

ungkapan, yaitu ungkapan seni yang sifatnya sangat individual sehingga

setiap peserta didik akan menghasilkan karya seni yang berbeda-beda,

dan d) bentuk kegiatan menggambar, apakah berbentuk sketsa atau

lukisan (2009: 13-15).

Metode ekspresi bebas merupakan pengembangan dari pandangan

Victor Lowenfield yang menganjurkan agar setiap pendidik haruslah

mampu mengembangkan kreasi peserta didiknya, sehingga metode ini

sering disebut dengan metode ekspresi kreatif. Metode ini dapat

diterapkan dalam menggambar dekoratif, mendesain benda-benda

kerajinan, menggambar reklame, dan lain sebagainya (Fikry, 2012: 3).

5) Metode Demonstrasi

Pandangan mengenai metode demonstrasi diungkapkan oleh

Sugihartono, et al. Metode demonstrasi merupakan metode

pembelajaran dengan cara memperlihatkan suatu proses atau cara kerja

suatu benda yang berkatitan dengan bahan pelajaran (2007: 83).

Kelebihan metode demonstrasi adalah: perhatian peserta didik

dapat dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap penting oleh pendidik

sehingga hal penting tersebut dapat diamati secara teliti, membimbing

peserta didik ke arah berpikir yang sama dalam satu saluran pikiran

(41)

melalui metode ceramah, persoalan-persoalan yang menimbulkan

pertanyaan dapat diperjelas saat proses demonstrasi berlangsung,

memberi motivasi yang besar kepada peserta didik untuk mengikuti

proses pembelajaran, dapat memperoleh pengalaman langsung dan

mengembangkan kecakapan peserta didik (Sagala, 2009: 211).

Kelemahan metode demonstrasi adalah: kurang efektif untuk

kelas yang jumlah peserta didiknya banyak, tidak semua hal dapat

didemonstrasikan, bila alat yang digunakan untuk demonstrasi terlalu

kecil maka tidak dapat dilihat oleh peserta didik sekelas, bila suatu alat

dibawa kedalam kelas untuk didemonstrasikan kadang-kadang terjadi

proses yang berlainan dengan proses dalam situasi nyata, serta bila

waktu yang tersedia sedikit biasanya demonstrasi berlangsung secara

bertahap (Yamin, 2009: 66-67).

6) Metode Pemberian Tugas dan Resitasi

Pandangan mengenai metode pemberian tugas dan resitasi

menurut Sugihartono et al. (2007: 84) adalah

dan resitasi merupakan metode pembelajaran melalui pemberian tugas

an dilengkapi oleh Sagala (2009)

bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar murid

melakukan kegiatan belajar, kemudian harus dipertanggung jawabkan

(hlm. 219).

Kelebihan metode pemberian tugas dan resitasi antara lain:

pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari hasil belajar yang

berhubungan dengan minat atau bakat akan lebih meresap dan tahan

lama, peserta didik berkesempatan memupuk rasa tanggung jawab,

mandiri, kreatif, disiplin, jujur, dan berinisiatif, tugas yang diberikan

dapat membina kebiasaan peserta didik untuk mencari dan mengelola

informasi yang didapatnya, metode ini dapat membuat peserta didik

bergairah dalam belajar apabila di lakukan dengan berbagai variasi;

(42)

sedangkan kelemahannya antara lain: peserta didik seringkali

melakukan penipuan diri dimana mereka hanya meniru hasil pekerjaan

orang lain atau bahkan menyuruh orang lain untuk mengerjakan

tugasnya, apabila pemberian tugas terlalu sering dan tugas yang

diberikan juga terlalu sukar maka ketegangan mental peserta didik

dapat terpengaruh, dan pendidik sukar memberikan tugas yang sesuai

dengan karakter masing-masing peserta didik (Sagala, 2009: 219).

e. Media Pembelajaran

Pengertian mengenai media pembelajaran dikemukakan oleh Sanaky

Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi dan

digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran 2009: 3). Pendapat

serupa juga dikemukakan oleh Anitah (2008:

pembelajaran adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat

menciptakan kondisi yang memungkinkan pembelajar menerima

pengeta

Fungsi media pembelajaran dalam proses pembelajaran adalah

sebagai pembawa informasi dari sumber (pendidik) menuju penerima

(peserta didik) (Hamdani, 2011: 246).

Bagan 2.1. Fungsi Media dalam Proses Pembelajaran (Hamdani, 2011: 246)

Media pembelajaran mempunyai kontribusi dalam meningkatkan

mutu dan kualitas pembelajaran. Kontribusi media pembelajaran menurut

Kemp, dkk. (1985) yang dikutip oleh Uno antara lain: 1) Penyajian materi Media / Pesan

Guru Siswa

(43)

pembelajaran menjadi lebih standar. 2) Kegiatan pembelajaran menjadi

lebih menarik. 3) Kegiata belajar dapat menjadi lebih interaktif. 4) Waktu

yang dibutuhkan untuk pembelajaran dapat dikurangi. 5) Kualitas belajar

dapat ditingkatkan. 6) Pembelajaran dapat disajikan dimana dan kapan saja

sesuai dengan yang diinginkan. 7) Meningkatkan sifat positif peserta didik

dan proses belajar menjadi lebih baik. 8) Memberikan nilai positif bagi

pendidik (2007: 116).

Media pembelajaran bila dilihat dari sudut pandang yang luas,

klasifikasinya adalah sebagai berikut: (1) Bahan yang mengutamakan

kegiatan membaca atau dengan menggunakan simbol-simbol kata dan visual

(bahan-bahan cetakan dan bacaan). (2) alat-alat audiovisual: (a) media

proyeksi (overhead projektor glide, film, dan LCD), (b) media non proyeksi

(papan tulis, poster, papan tempel, kartun, papan panel, komik, bagan,

diagram, gambar, grafik, dan lain-lain, (c) benda tiga dimensi antara lain

benda tiruan, diorama, boneka, topeng, lembaran balik, peta, globe,

pameran, dan museum sekolah. (3) Media yang menggunakan teknik atau

masinal, yaitu: slide, film strif, film rekaman, radio, televisi, video, VCD,

laboratorium elektronik, perkakas otoinstruktif, ruang kelas otomatis, sistem

interkomunikasi, komputer, dan internet. (4) Kumpulan benda-benda

(material collections) yaitu berupa peninggalan sejarah, dokumentasi,

bahan-bahan yang memiliki sejarah jenis kehidupan, mata pencaharian,

industri, perbankan, perdagangan, pemerintahan, agama, kebudayaan,

politik dan lain-lain. (5) Contoh-contoh kelakuan, perilaku pendidik

(Sanaky, 2009: 9-12).

f. Evaluasi Pembelajaran

Pengertian mengenai evaluasi pembelajaran dikemukakan oleh

Dimyati dan Mudjiono Evaluasi pembelajaran merupakan suatu

proses untuk menentukan jasa, nilai atau manfaat kegiatan pembelajaran

melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran (2006: 221).

Sebagai alat penilaian hasil pencapaian tujuan dalam pengajaran, evaluasi harus dilakukan secara terus menerus. Evaluasi tidak hanya

(44)

sekedar menentukan angka keberhasilan belajar. Tetapi yang lebih

penting adalah sebagai dasar untuk umpan balik (feed back) dari

proses interaksi edukatif yang dilaksanakan (Muhammad Ali (1992: 113) dalam (Djamarah, 2010: 245)).

Fungsi dan tujuan evalasi pembelajaran adalah untuk: menentukan

angka kemajuan atau hasil belajar peserta didik, menempatkan peserta didik

kedalam situasi pembelajaran yang tepat dan serasi dengan tingkat

kemampuan, minat, dan karakteristik yang mereka miliki, mengenal latar

belakang peserta didik yang berguna bagi pendidik sebagai upaya

memberikan bimbingan untuk mengatasi kesulitan belajar yang mereka

hadapi, dan sebagai umpan balik bagi pendidik yang berguna untuk

memperbaiki proses pembelajaran (Hamalik, 2003: 211-212).

Evaluasi merupakan kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan telah tercapai. Karena itu didalam menyusun evaluasi hendaknya memperhatikan secara seksama rumusan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan harus dapat mengukur sejauhmana proses pembelajaran telah dilaksanakan (Aunurrahman, 2009: 209).

Jenis evaluasi pembelajaran berdasarkan sasarannya adalah sebagai

berikut: (1) Evaluasi konteks, yaitu evaluasi yang digunakan untuk

mengukur konteks program. (2) Evaluasi input, yaitu evaluasi yang

digunakan untuk mengetahui input, baik sumber daya maupun strategi yang

digunakan. (3) Evaluasi proses, yaitu evaluasi yang ditujukan untuk melihat

proses pelaksanaan pembelajaran. (4) Evaluasi produk, yaitu evaluasi yang

diarahkan untuk melihat hasil program yang dicapai sebagai dasar untuk

menentukan keputusan akhir. (5) Evaluasi outcome, yaitu evaluasi yang

diarahkan untuk melihat hasil belajar peserta didik setelah lulus dan terjun

ke masyarakat (Hamdani, 2011: 304-305).

Pembelajaran bukan hanya menekankan pada aspek hasil (product),

(45)

kognitif, afektif, maupun aspek psikomotor (Hidayatullah, 2007: 26).

Kriteria keberhasilan belajar siswa meliputi aspek kognitif, afektif

dan aspek psikomotor. Aspek kognitif berhubungan erat dengan kecerdasan

dan intelektual peserta didik. Aspek afektif berhubungan erat dengan sikap

dan nilai peserta didik terhadap proses pembelajaran. Aspek psikomotor

berhubungan erat dengan tindakan-tindakan jasmaniah peserta didik

2008: 99).

2. Kriya Tekstil

Mengutip pendapat Ahmad A.K. Muda (2003: 327 dan 528) yang

dirangkum dalam (Marlina dan Kar Kriya

tekstil (sic) adalah karya kerajinan tangan dari barang-barang hasil tenunan

gagasan, ide, pikiran, perasaan, apresiasi, dan ciptaan manusia yang memiliki

nilai estetik, yang diwujudkan dalam bentuk benda melalui proses kegiatan

(2010: 1). Pandangan

serupa juga dikemukakan oleh Budiyono et al. bahwa kriya tekstil memiliki arti

yang sangat luas dan mencakup berbagai jenis kain yang dibuat dengan cara

ditenun, diikat, dipres dan berbagai cara lain yang dikenal dalam pembuatan

kain (2008: 1).

Tekstil merupakan benda yang bersifat lembut dan luwes dengan intuisi rasa, ungkapan warna dan unsur psikologis yang akhirnya menghadirkan keindahan. Di samping itu, tekstil memerlukan pertimbangan teknis, perhitungan matematis, rasional, ekonomis dan efisien yang akhirnya menghasilkan kekuatan bahan. Dengan demikian pada tekstil terdapat unsur seni dan teknologi. (Rizali, 2006: 33).

Panitia Pameran KIAS 1990-1991 dalam buku Perjalanan Seni Rupa

Indonesia dari Zaman Prasejarah hingga Masa Kini (1990) mengemukakan

Melalui tekstil terungkaplah latar belakang kebudayaan, gambaran

suka duka, kemahiran berseni, kemampuan bertukang, adat serta susunan alam

(46)

lingkungan suatu bangsa. Bahkan tekstil menunjukkan tingkat sosial melalui

susunan warna dan ragam hi (hlm. 201).

Pada kriya tekstil terdapat dua metode pemberian rupa dan warna, yaitu

desain struktur dan desain permukaan. Desain struktur adalah pemberian rupa

dan warna pada saat tekstil ditenun sedangkan desain permukaan adalah

pemberian rupa dan warna diatas permukaan tekstil setelah ditenun (Rizali,

2006: 34).

Jenis produk kriya tekstil dibagi menjadi dua kelompok, yaitu benda

hias dan benda pakai, atau dapat juga merupakan perpaduan dari keduanya. Hal

ini sesuai pendapat Marlina dan Karmila yang menyatakan bahwa:

Jenis produk kriya tekstil dibagi menjadi dua kelompok yaitu : benda hias dan benda pakai atau perpaduan dari keduanya. Jenis produk yang termasuk dalam benda hias diantaranya : hiasan dinding, sarung bantal

kursi, produk kriya yang termasuk benda pakai diantaranya: bad cover,

sarung bantal, tirai, tutup aqua galon, tutup kulkas, taplak meja makan, tutup tudung saji, dll (2010: 1).

3. Program Keahlian dan Program Keahlian Kriya Tekstil

Menurut isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

ujuan program keahlian merupakan kristalisasi dari

kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik untuk dapat

bekerja sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)

atau standar kompetensi kerja lain yang dijadikan acuan dan berlaku di dunia

kerja serta untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi

sesuai dengan program keahliannya .

Program keahlian kriya tekstil atau yang biasa disebut sebagai Jurusan

Kriya Tekstil adalah sebuah program keahlian atau jurusan yang

mempersiapkan peserta didik agar mempunyai ketrampilan membuat karya

atau produk kriya tekstil. Hal ini sesuai pendapat Rohmandani (2011) yang

atu jurusan di dalam suatu

Sekolah Menengah Kejuruan yang memuat tentang kerajinan tangan seseorang

yang memiliki nilai estetik sehingga hasil karya yang telah dibuat dapat laku di

Gambar

Gambar                                                                                                         Halaman
Tabel                                                                                                            Halaman
Gambar 2.1. Proses Eksekusi Cetak Saring (Sandjaja, 2006: 126)
Gambar 2.2. Screen (K. Arifien, 2011: 3)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada hubungan hasil menggambar ornamen terhadap hasil desain batik siswa kelas XI Kria Tekstil SMK Negeri 1 Laguboti dan

KOMPETENSI AKUNTANSI DAN PENGALAMAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN AKUNTANSI SMK BATIK 2 SURAKARTA TAHUN AJARAN 201

Hasil pembelajaran seni grafis cetak saring, siswa Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 2 Pati dapat mengaplikasikan pemahaman materi yang dijelaskan oleh guru dalam proses

scientific pada pembelajaran dasar kekriyaan kelas X.B Program Keahlian Desain dan Produksi Kriya Keramik di SMK Negeri 5 Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode

Bagaimana evaluasi pelaksanaan pembelajaran akuntansi keuangan pada siswa kelas XI program keahlian akuntansi SMK Batik 2 Surakarta tahun ajaran

Judul Skripsi : PENGEMBANGAN VIDEO TUTORIAL SENI LUKIS DENGAN MEDIA ASAP PADA MATA PELAJARAN LUKIS MODERN DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN SENI LUKIS SMK NEGERI 9 SURAKARTA

Sebagai salah satu bentuk penerapan prinsip demand driven, maka dalam pengembangan kurikulum SMK program keahlian seni rupa dan desain produksi kriya harus

PENGEMBANGAN STANDAR PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI (PRAKERIN) SISWA SMK PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK PEMESINAN DI WILAYAH SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan