i
STUDI TENTANG PEMBELAJARAN CETAK SARING DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN KRIYA TEKSTIL
SMK NEGERI 9 SURAKARTA
SKRIPSI
Oleh :
ASLAM HARIYADI K 3208025
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA Januari 2013
ii
iii
STUDI TENTANG PEMBELAJARAN CETAK SARING DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN KRIYA TEKSTIL
SMK NEGERI 9 SURAKARTA
Oleh: Aslam Hariyadi
K 3208025
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Seni Rupa
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA Januari 2013
iv
v
vi ABSTRACT
Aslam Hariyadi, A STUDY ON SILK-SCREENING LEARNING IN ELEVEN GRADER OF TEXTILE WORK SKILL PROGRAM OF SMK NEGERI 9 SURAKARTA. Research Paper, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University, January 2013.
The objective of this research is to describe the silk-screening learning process in Eleven Grade of Textile Work Skill Program of SMK Negeri 9 Surakarta, viewed from the learning objective, material, method, media, evaluation, and result of learning.
This research was taken place in SMK Negeri 9 Surakarta from February to July 2012. This study used a descriptive qualitative approach and a single embedded case study research. The data sources used were: 1) informant, 2) place and event, 3) document and archive. The sampling technique used was purposive sampling. Techniques of collecting data used were: interview, observation, and documentation. The data validating test was done using source triangulation and informant review. The data analysis was conducted using data reduction, data display, conclusion drawing and verification with an interactive model of analysis. The result of research showed that: The objective of learning was make the students capable of: 1) explaining and understanding the signs of occupational health and safety (K3), 2) explaining and understanding type, characteristic, and function of tools and materials used, 3) explaining and understanding the definition of design, 4) explaining and understanding the elements of design, 5) explaining and understanding the principles of design, 6) explaining and understanding the design samples corresponding to the guidelines, 7) developing silk-screening design for t-shirt, scarf, and handkerchief, 8) explaining and understanding the method of preparing diapositive, 9) diapositive from the made design, 10) explaining and understanding the procedure of printing process, 11) performing the printing process correctly (corresponding to the procedure), 12) explaining and understanding the procedure casting process, 13) performing the casting process correctly (corresponding to the procedure), 14) performing the color fixation activity correctly (corresponding to the procedure), 15) preparing the packaging, stitching, accessories, frame, and work identity label. The learning materials included: 1) signs of occupational health and safety (K3), 2) type, characteristic and function of tools and materials used, 3) silk-screening design preparation, 4) diapositive preparation, 5) printing (afdruk) process, 6) casting process, 7) color fixation, and 8) packaging. The learning methods used were: lecturing, debriefing and discussion, instruction (assignment administration), demonstration, and teaching in group methods. The learning medias used were: audio and visual media, material collections, three-dimension object, learning source such as book or module, and special room in textile workshop. The evaluation was done using written test, oral test, and by observing the practice occurring. The learning achievement of silk-screening was that 94% of students achieved the minimum passing criteria (KKM) score.
Keywords: Skill Program, Textile Work, silk-screening learning.
vii ABSTRAK
Aslam Hariyadi, STUDI TENTANG PEMBELAJARAN CETAK SARING DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN KRIYA TEKSTIL SMK NEGERI 9 SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Januari 2013.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan tentang: proses pembelajaran cetak saring di Kelas XI Program Keahlian Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta, dilihat dari tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan hasil belajar.
Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 9 Surakarta pada bulan Februari sampai Juli 2012. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan jenis penelitian studi kasus tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan adalah: 1) informan, 2) tempat dan peristiwa, 3) dokumen dan arsip. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah: wawancara, observasi, dan dokumentasi. Uji validitas data dilakukan melalui: triangulasi sumber dan review informan. Analisis data yang digunakan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi dengan model analisis interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Tujuan pembelajaran agar peserta didik mampu: 1) menjelaskan dan memahami rambu-rambu tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3), 2) menjelaskan dan memahami jenis, sifat dan fungsi dari alat serta bahan yang digunakan, 3) menjelaskan dan memahami pengertian desain, 4) menjelaskan dan memahami unsur-unsur desain, 5) menjelaskan dan memahami prinsip-prinsip desain, 6) menjelaskan dan memahami contoh-contoh
desain yang sesuai pedoman, 7) membuat desain cetak saring untuk t-shirt, syal,
dan sapu tangan, 8) menjelaskan dan memahami cara membuat diapositif, 9) membuat diapositif dari desain yang telah dibuat, 10) menjelaskan dan memahami langkah-langkah proses afdruk, 11) melakukan proses afdruk dengan benar (sesuai prosedur), 12) menjelaskan dan memahami langkah-langkah proses pencetakan, 13) melakukan proses mencetakan dengan benar (sesuai prosedur), 14) melakukan kegiatan fiksasi warna dengan benar (sesuai prosedur), 15) membuat kemasan, jahitan, assesoris, bingkai, dan label identitas karya. Materi pembelajaran: 1) rambu-rambu tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3), 2) jenis, sifat, dan fungsi dari alat dan bahan yang digunakan, 3) pembuatan desain cetak saring, 4) pembuatan diapositif, 5) proses afdruk, 6) proses pencetakan, 7) fiksasi warna, 8) pengemasan. Metode pembelajaran yang digunakan: metode ceramah, metode tanya jawab dan diskusi, metode instruksi (pemberian tugas), metode demonstrasi, dan metode mengajar beregu. Media pembelajaran yang
digunakan: media audio dan visual, material collections, benda tiga dimensi,
sumber pembelajaran berupa buku atau modul, dan ruang khusus di bengkel tekstil. Evaluasi yang digunakan melalui test tertulis, test lisan, dan melakukan observasi saat praktik berlangsung. Hasil belajar cetak saring adalah 94% peserta didik telah mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM).
Kata kunci: Program Keahlian, Kriya Tekstil, pembelajaran cetak saring.
viii MOTTO
Waktu-waktu yang berlalu melindas karya-karya manusia,
tetapi mereka tidak menghapuskan impian-impiannya,
juga tidak melemahkan dorongan-dorongan kreatifnya.
Dorongan-dorongan ini tetap ada karena merupakan bagian dari Jiwa Abadi,
walau tersembunyi atau tidur sesekali,
seperti matahari di malam hari dan bulan di waktu fajar.
(Kahlil Gibran)
ix
PERSEMBAHAN
Teriring rasa syukurku kepada Mu, kupersembahkan karya ini untuk:
Ibu dan Bapakku Tercinta
Terima kasih atas kasih sayang sejati yang telah kalian berikan kepadaku.
Doa yang tiada terputus, kerja keras tiada henti, dan pengorbanan tiada
terbatas untukku sehingga membuatku bangga memiliki kalian berdua.
Saudara-saudara dan Teman-temanku Tersayang
Terima kasih atas kebersamaan dan kerjasama kalian selama ini.
Amandita Ririn Ayuningtyas (alm.)
Terima kasih telah menjadi sahabat yang selalu menemani dan
menyanyangiku.
Almamaterku Tercinta
x
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah
memberikan ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendaknya, penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul
CETAK SARING DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN KRIYA .
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesainya skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan berbagai pihak. Karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Seni
Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Drs. Edi Kurniadi, M.Pd., selaku Pembimbing I yang selalu memberikan
motivasi, pengarahan, dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Endang Widiyastuti, S.Pd, M.Pd., selaku Pembimbing II yang selalu
memberikan motivasi, pengarahan, dan bimbingan dalam penyusunan skripsi
ini.
6. Drs. Tatuk Heryanto, MM., selaku Kepala SMK Negeri 9 Surakarta yang telah
memberikan kesempatan dan tempat guna mengambil data dalam penelitian
ini.
xi
7. Dra. Ties Setyaningsih, M.Pd, MM, selaku Wakil Kepala Bidang Kurikulum
SMK Negeri 9 Surakarta yang telah memberikan kesempatan dan tempat guna
mengambil data serta bimbingan dalam penelitian ini.
8. Rivi Rumianto, S.Pd., selaku Kepala Program Keahlian Kriya Tekstil SMK
Negeri 9 Surakarta yang telah memberikan kesempatan dan tempat guna
mengambil data serta bimbingan dalam penelitian ini.
9. Joko Agus Pambudi, S.Sn., Drs. Budi Susanto, dan Drs. Purwanto Joko
Sulistyono, selaku guru (team teaching) mata pelajaran cetak saring di Kelas XI Program Keahlian Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta yang telah
memberikan bimbingan dan bantuan dalam penelitian ini.
10.Para siswa Kelas XI Program Keahlian Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta
yang telah berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini.
11.Berbagai pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak
mungkin disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan berbagai pihak.
Surakarta, 23 Januari 2013
Penulis
xii A. Latar Belakang Masalah ... 1
xiii
3. Program Keahlian dan Program Keahlian Kriya Tekstil ... 23
xiv
5. Pembelajaran Cetak Saring ... 40
B. Kerangka Berpikir ... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 43
1. Pendekatan Penelitian ... 43
2. Jenis Penelitian ... 44
C. Data dan Sumber Data ... 45
1. Informan ... 46
2. Tempat dan Peristiwa ... 47
3. Dokumen dan Arsip ... 47
D. Teknik Pengambilan Sampel (Cuplikan) ... 48
xv
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi ... 55
H. Prosedur Penelitian ... 56
1. Tahap Pra Lapangan ... 56
2. Tahap Observasi Lapangan ... 56
3. Tahap Analisis Data ... 57
4. Tahap Penyusunan Laporan ... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58
B. Pelaksanaan Pembelajaran Cetak Saring ... 62
1. Tujuan Pembelajaran Cetak Saring ... 62
a. Pertemuan Pertama ... 62
b. Pertemuan Kedua sampai Ketujuh ... 63
c. Pertemuan Kedelapan sampai Ketiga Belas ... 64
d. Pertemuan Keempat Belas dan Kelima Belas ... 66
e. Pertemuan Keenam Belas sampai Kedelapan Belas ... 66
f. Pertemuan Kesembilan Belas ... 66
g. Pertemuan Kedua Puluh ... 66
2. Materi Pembelajaran Cetak Saring ... 67
a. Rambu-rambu tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ... 70
b. Jenis, Sifat, dan Fungsi dari Alat serta Bahan yang Digunakan ... 71
c. Pembuatan Desain Cetak Saring ... 72
d. Pembuatan Diapositif ... 77
e. Proses Afdruk ... 85
xvi
f. Proses Pencetakan ... 98
g. Fiksasi Warna ... 109
h. Pengemasan ... 110
3. Metode Pembelajaran cetak saring ... 110
a. Metode Ceramah ... 110
b. Metode Tanya Jawab dan Diskusi... 112
c. Metode Instruksi (Pemberian Tugas) ... 113
d. Metode Demonstrasi ... 115
e. Metode Mengajar Beregu (Team Teaching) ... 116
4. Media Pembelajaran Cetak saring ... 117
a. Media Audio dan Visual... 118
b. Material Collections ... 120
c. Benda Tiga Dimensi ... 121
d. Sumber Pembelajaran yang Berupa Buku atau Modul ... 122
e. Ruang Khusus yang Telah Disediakan di Bengkel Tekstil .. 123
5. Evaluasi Pembelajaran Cetak Saring ... 124
C. Penilaian Hasil Karya Cetak Saring ... 128
1. Hasil Karya Kelompok 1 ... 129
D. Hasil Belajar Cetak Saring ... 140
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A.Simpulan ... 143
B. Implikasi ... 147
C. Saran ... 147
xvii
DAFTAR PUSTAKA ... 149
LAMPIRAN ... 153
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Proses Eksekusi Cetak Saring ... 25
2.2. Screen ... 26
2.3. Rakel ... 27
2.4. Meja Afdruk ... 29
2.5. Meja Gambar ... 29
2.6. Mengeringkan Screen Menggunakan Kipas Angin ... 31
2.7. Penyemprotan Air pada Screen Menggunakan Hand Sprayer ... 31
2.8. Palet ... 32
2.9. Setrika ... 32
2.10. Kuas ... 34
2.11. Merk Dagang Bahan Coating (Obat Peka Cahaya) ... 38
2.12. Pembersihan Screen Menggunakan Sabun Colet ... 39
4.1 Pintu Gerbang SMK Negeri 9 Surakarta ... 58
4.2. Bengkel Tekstil ... 61
4.3. Fasilitas di Bengkel Tekstil ... 62
4.4. Desain pada Kertas Gambar Karya Eka Maryana ... 64
4.5. Diapositif pada Mika Karya Eka Maryana... 65
4.6. Guru Melakukan Kegiatan Motivasi dan Apersepsi ... 68
4.7. Kegiatan Elaborasi: Peserta Didik Melakukan Proses Pencetakan ... 69
4.8. Guru Melakukan Kegiatan Penutup ... 70
4.9. Alat dan Bahan untuk Membuat Desain Motif ... 73
4.10. Peserta Didik Mendesain di Ruang Desain ... 74
4.11. Desain Alternatif Peserta Didik yang Menjiplak Karakter Kartun Hello Kitty ... 75
4.12. Desain Alternatif Peserta Didik yang Mengembangkan Desain-desain yang Telah Ada ... 76
4.13. Desain yang telah Dipindahkan ke Kertas Gambar dan Diwarnai Karya Endah Puspitosari ... 77
xix
4.14. Klise Diapositif pada Mika Karya Eva Wahyu Wulandari ... 78
4.15. Opaque Ink ... 79
4.16. Pen Kodok ... 79
4.17. Meja Gambar ... 80
4.18. Staples ... 81
4.19. Tempat Air Mineral yang Dimanfaatkan sebagai Palet ... 81
4.20. Bedak ... 82
4.21. Pembuatan Klise Diapositif ... 83
4.22. Desain dan Diapositif Karya Putri Cahya Suci ... 84
4.23. Peserta Didik Mengkonsultasikan Diapositif kepada Guru ... 85
4.24. Peserta Didik Bergegas Membentuk Kelompok ... 87
4.25. Bagian Outline dari Desain Motif pada Diapositif Karya Melati Woro AW ... 88
4.26. Bagian Outline dari Desain Motif pada Diapositif Karya Putri Cahya Suci ... 88
4.27. Screen Siap Pakai ... 89
4.28. Busur ... 90
4.29. Ulano TZ ... 91
4.30. Hair dryer ... 91
4.31. Hand sprayer ... 92
4.32. Busa, Triplek, dan Kain Hitam ... 93
4.33. Peserta Didik Memisahkan Klise Diapositif dari Kertas Desain ... 94
4.34. Proses Afdruk Menggunakan Meja Afdruk ... 96
4.35. Peserta Didik Dibimbing Guru Saat Mencuci Screen yang Telah Diafdruk ... 97
4.36. Peserta Didik Menyemprot Screen dengan Hand Sprayer ... 97
4.37. Peserta Didik Dibimbing oleh Guru Saat Mengeringkan Screen ... 98
4.38. Kain Putih ... 99
4.39. Klise Negatif ... 100
4.40. Binder NF dan NF Medium SP ... 101
4.41. Pigmen Warna ... 101
xx
4.42. Rakel ... 102
4.43. Mangkuk Plastik dan Sendok Plastik ... 103
4.44. Lakban ... 103
4.45. Setrika dan Meja Setrika ... 104
4.46. Peserta Didik Membagi Kain yang Disediakan ... 105
4.47. Peserta Didik Menyetrika Kain yang akan Dicetak ... 105
4.48. Peserta Didik Mencampurkan Bahan Cetak kedalam Mangkuk Plastik ... 106
4.49. Merekatkan Lakban pada Pinggir Screen ... 107
4.50. Peserta Didik Menuangkan Bahan Cetak ke Screen ... 107
4.51. Peserta Didik Menyaput Bahan Cetak ... 108
4.52. Peserta Didik Membersihkan Screen setelah Proses Cetak Selesai ... 109
4.53. Guru Menggunakan Metode Ceramah ... 111
4.54. Peserta Didik Melakukan Diskusi Kelompok ... 112
4.55. Guru Membimbing Peserta Didik Ketika Memberikan Tugas Mendesain ... 114
4.56. Bapak Rivi Rumianto, S.Pd. Mendemonstrasikan Proses Afdruk ... 115
4.57. Guru Mendemonstrasikan Cara Mencuci Screen yang Telah Selesai Diafdruk ... 116
4.58. Guru Menggunakan Poster sebagai Media Pembelajaran ... 119
4.59. Material Collections yang Digunakan oleh Guru ... 121
4.60. Sumber Pembelajaran Cetak Saring ... 122
4.61. Pompa Air dan Bak untuk Mencuci ... 123
4.62. Hasil Karya kelompok 1... 130
4.63. Hasil Karya Kelompok 2 ... 131
4.64. Hasil Karya Kelompok 3 ... 133
4.65. Hasil Karya Kelompok 4 ... 134
4.66. Hasil Karya Kelompok 5 ... 136
4.67. Hasil Karya Kelompok 6 ... 137
4.68. Hasil Karya Kelompok 7 ... 139
xxi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1. Aspek dan Bobot Penilaian Hasil Karya Peserta Didik ... 125
4.2. Penilaian Hasil Karya Kelompok 1 ... 130
4.3. Penilaian Hasil Karya Kelompok 2 ... 132
4.4. Penilaian Hasil Karya Kelompok 3 ... 133
4.5. Penilaian Hasil Karya Kelompok 4 ... 135
4.6. Penilaian Hasil Karya Kelompok 5 ... 136
4.7. Penilaian Hasil Karya Kelompok 6 ... 138
4.8. Penilaian Hasil Karya Kelompok 7 ... 139
xxii
DAFTAR BAGAN
Bagan Halaman
2.1. Fungsi Media dalam Proses Pembelajaran ... 19
2.2. Kerangka Berpikir ... 41
3.1. Model Analisis Interaktif ... 56
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
01. Hasil Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran Cetak Saring 1 ... 154
02. Hasil Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran Cetak Saring 2 ... 158
03. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik 1 ... 161
04. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik 2 ... 165
05. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik 3 ... 168
06. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik 4 ... 171
07. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik 5 ... 174
08. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik 6 ... 178
09. Surat Izin Penelitian ... 181
10. Surat Izin Menyusun Skripsi ... 182
11. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 183
12. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 184
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
pendidik untuk menciptakan situasi agar peserta didik belajar. Proses
pembelajaran menyebabkan perubahan, perkembangan, dan kemajuan pada diri
peserta didik, baik dalam aspek fisik-motorik, intelek, sosial-emosional, maupun
sikap dan nilai. Konsep pembelajaran menurut Corey (1986: 195) dalam (Sagala,
dalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja
dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam
kondisi-Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
pembelajaran peserta didik. Salah satu lingkungan belajar tersebut adalah sekolah.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal karena proses pembelajarannya
diadakan di suatu tempat tertentu dan mempunyai jenjang pendidikan.
Jenjang pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dimulai dari tingkat
Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan
(SMA/MA/SMK/MAK), dan Perguruan Tinggi.
SMK sebagai salah satu jenjang pendidikan merupakan lembaga
pendidikan yang memberikan pengalaman dan mempersiapkan peserta didik
untuk bekerja di dunia usaha. SMK mendidik peserta didik agar menguasai
keahlian produktif standar, nilai-nilai ekonomi dan membentuk etos kerja yang
tinggi, budaya industri yang berorientasi kepada standar mutu, mandiri, produktif,
dan kompetitif.
Berbagai SMK mempunyai program keahlian yang berbeda-beda.
Lembaga pendidikan menengah kejuruan yang mempersiapkan tenaga terampil
dalam bidang seni rupa murni atau seni kriya/kerajinan di kota Surakarta adalah
SMK Negeri 9 Surakarta. Output dari pendidikan SMK Negeri 9 Surakarta
diharapkan mampu menciptakan tenaga-tenaga terpelajar yang terampil serta
memiliki pengetahuan di lingkup bidang seni rupa murni atau seni kriya, dengan
demikian diharapkan pula mampu melaksanakan pekerjaan tertentu dan terjun
langsung ke masyarakat sesuai dengan keterampilannya. SMK Negeri 9 Surakarta
membuka beberapa program keahlian yang dapat dipilih dan ditempuh oleh
peserta didik yang disesuaikan dengan bakat, minat, dan kemampuan mereka.
Salah satu program keahlian tersebut adalah Program Keahlian Kriya Tekstil.
Pendidikan di program keahlian kriya tekstil bertujuan untuk menghasilkan
desainer atau kriyawan tekstil yang terampil, produktif, dan profesional yang
berorientasi kepada pemenuhan pasar ekspor.
Pengetahuan dasar tentang tekstil perlu dikuasai oleh siswa SMK Jurusan Seni Rupa dan Kerajinan sebagai suatu landasan pengetahuan dalam mempelajari berbagai keterampilan kerajinan tekstil. Dengan landasan pemahaman yang baik, proses pelatihan keterampilan akan menjadi lebih mudah dan juga untuk mengantisipasi perkembangan berbagai teknik baru dalam kerajinan tekstil (Budiyono, Sudibyo, Widarwati., Herlina, Sri., Handayani, Sri., Parjiyah., Pudiastuti, Wiwik., et al., 2008: 1).
Program Keahlian Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta memiliki
beberapa mata pelajaran produktif kriya tekstil yang terdiri dari cetak saring,
batik, batik cap, ikat celup, makrame, jahit perca, jahit aplikasi, jahit tindas, kristik
dan sulam, tenun, dan tapestri. Mata pelajaran tersebut wajib ditempuh oleh
peserta didik dengan batas ketuntasan minimal 75.00. Guntur Nusantara (2007:
iii) dalam (Budiyono,
sablon atau screen printing merupakan bagian dari ilmu grafika terapan yang
bersifat praktis. Cetak saring dapat diartikan kegiatan cetak mencetak dengan
menggunakan kain gasa/kasa yang biasa disebut screen
Pelaksanaan pembelajaran cetak saring di kelas XI Program Keahlian
Kriya Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta diawali dengan teori pengantar praktek
selama beberapa pertemuan. Teori pengantar praktek ini menjelaskan kepada
peserta didik mengenai segala sesuatu tentang cetak saring, antara lain: pengertian
cetak saring, sejarah cetak saring, alat dan bahan yang diperlukan dalam
pelaksanaan proses cetak saring, contoh-contoh produk cetak saring, pembuatan
desain untuk cetak saring, dan proses pelaksanaan cetak saring. Melalui teori
pengantar praktek ini, peserta didik mendapatkan gambaran mengenai
pelaksanaan proses cetak saring yang nantinya akan mereka praktekkan. Output
yang diharapkan dari proses pembelajaran cetak saring ini adalah peserta didik
mempunyai keterampilan membuat karya atau produk kriya tekstil yang
menggunakan teknik cetak saring dengan desain-desain yang mereka ciptakan
sesuai kreativitas yang dimilikinya. Outcome yang ingin dicapai setelah peserta
didik lulus dan terjun ke masyarakat, diharapkan mereka mampu bekerja didunia
industri percetakan, khususnya yang memanfaatkan teknik cetak saring. Mereka
dapat pula membuka lapangan kerja sendiri (usaha mandiri) sehingga mampu
menunjang program pemerintah dalam hal penyediaan lapangan kerja yang
sekaligus mengurangi tingkat pengangguran di masyarakat.
Proses pembelajaran cetak saring di kelas XI Program Keahlian Kriya
Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta ternyata mengalami berbagai masalah belajar.
Masalah belajar tersebut berasal dari dalam dan luar diri peserta didik. Masalah
yang berasal dari diri peserta didik adalah kurangnya kreativitas dan percaya diri
dalam mendesain. Tidak sedikit dari mereka yang mencontoh desain-desain yang
sudah ada, misalnya gambar-gambar dari cover buku tulis dan buku gambar,
tempat pensil, wallpaper telepon genggam, bahkan dari internet. Faktor yang
berasal dari luar diri peserta didik adalah suasana di tempat pembelajaran yang
kurang mendukung proses pembelajaran, sehingga menyebabkan konsentrasi
peserta didik terganggu saat menerima meteri pembelajaran dari guru. Ini
dikarenakan semua proses pembelajaran untuk mata pelajaran produktif kriya
tekstil, baik kelas X, XI, maupun XII Program Keahlian Kriya Tekstil
dilaksanakan di bengkel tekstil secara bersamaan.
Cetak saring mudah dikembangkan menjadi industri kecil yang mandiri
karena: peralatannya selain mudah didapat dengan harga murah juga mudah
sederhana, proses pengerjaannya dapat dilakukan tanpa memerlukan ruang
khusus, dapat mengerjakan pesanan dalam jumlah banyak maupun sedikit, serta
dapat dicetak diatas segala bahan dasar dan warna.
Banyak orang mulai merasakan betapa berat dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk cetak-mencetak yang dilakukan dengan mesin
cetak pada percetakan offset. Oleh karena itu, orang mulai mengalihkan
perhatiannya ke arah mencetak dengan screen. Walaupun demikian,
sebenarnya hal ini bukanlah semata-mata karena adanya krisis ekonomi itu
saja, tetapi dibalik itu ada faktor lain yang mendukung penggunaan screen
printing sebagai alternatif percetakan secara offset. Faktor tersebut antara lain adalah kualitas cetakan yang dihasilkan mendekati kualitas percetakan
dengan mesin offset. Biaya yang rendah serta dapat dilakukan sendiri tanpa
peralatan yang mahal merupakan faktor lain yang menjadi perhatian orang. Disamping itu, faktor lain yang perlu diingat adalah bahwa menyablon dapat dilakukan pada berbagai jenis bahan yang terkadang tidak dapat
dilakukan dengan mesin offset (Sandjaja, 2006: 15-16).
Berdasarkan uraian tersebut, menarik dan penting bagi penulis untuk
ANG PEMBELAJARAN
CETAK SARING DI KELAS XI PROGRAM KEAHLIAN KRIYA TEKSTIL
us diangkat sebagai judul skripsi.
Alasan yang mendorong penulisan skripsi ini adalah untuk mengungkapkan
gejala-gejala kesenjangan sosial yang terdapat di lapangan, yaitu mulai dari input
atau kondisi peserta didik itu sendiri, proses atau pelaksanaan pembelajaran,
sampai dengan hasil belajar peserta didik setelah menempuh mata pelajaran cetak
saring, apakah sesuai dengan tujuan dalam kurikulum atau tidak. Hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar pengembangan
pembelajaran kriya tekstil, khususnya cetak saring maupun untuk penelitian lebih
lanjut.
B. Rumusan Masalah
Tujuan dari pembelajaran cetak saring di kelas XI Program Keahlian Kriya
Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta adalah menghasilkan output yang mempunyai
keterampilan membuat karya atau produk kriya tekstil yang menggunakan teknik
cetak saring serta outcome yang dibutuhkan oleh masyarakat di dunia industri dan
mampu membuka usaha mandiri, khususnya yang memanfaatkan teknik cetak
saring.
Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana proses pembelajaran cetak saring di Kelas XI Program Keahlian Kriya
Tekstil SMK Negeri 9 Surakarta, dilihat dari tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, evaluasi pembelajaran,
dan hasil belajar?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan tentang: proses
pembelajaran cetak saring di Kelas XI Program Keahlian Kriya Tekstil SMK
Negeri 9 Surakarta, dilihat dari tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode
pembelajaran, media pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan hasil belajar.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
bagi ilmu pengetahuan yang selalu mengalami kemajuan sesuai dengan
perkembangan zaman, khususnya dalam bidang pembelajaran cetak saring.
2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengenalkan serta
mengembangkan pengetahuan tentang pembelajaran cetak saring bagi para
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Pengertian pembelajaran dikemukakan oleh Nasution dalam
(Sugihartono, Fathiyah, Setiawati, Harahap, dan Nurhayati, 2007: 80)
bahwa embelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau
mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan
anak didik sehingga terjadi proses belajar. Lingkungan dalam pengertian
ini tidak hanya ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga,
perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan
.
Kegiatan pembelajaran memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar anak didik, anak didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencepaian tujuan pembelajaran. Pengalaman belajar ini dapat diwujudkan melalui penggunaan strategi
pembelajaran yang bervariasi dan terpusat pada anak didik (student
centred) (Djamarah, 2010: 324).
Pembelajaran dalam perspektif behaviorisme merupakan proses
pembentukan hubungan antar rangsangan (stimulus) dan balasan (respon)
yang menghasilkan perubahan perilaku berupa kebiasaan melalui proses
pelaziman. Menurut perspektif aliran kognitif, pembelajaran merupakan
proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan
pengetahuan sesuai persepsi peserta didik. Adapun menurut perspektif
konstruktivisme, pembelajaran merupakan usaha pemberian kepada
peserta didik untuk memilih bahan pelajaran serta cara mempelajarinya
sesuai minat dan kemampuan yang dimilikinya (Suprijono, 2009: 17-40).
Berkaitan dengan pembelajaran dalam perspektif konstruktivisme,
seorang ahli menyimpulkan bahwa:
...aliran ini menegaskan bahwa pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil konstruksi kognitif dalam diri seseorang; melalui pengalaman
yang diterima lewat pancaindra, yaitu indra penglihatan,
pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa. Dengan demikian aliran ini menolak adanya transfer pengetahuan yang dilakukan dari seseorang kapada orang lain, dengan alasan pengetahuan bukan barang yang bisa dipindahkan, sehingga jika pembelajaran ditujukan untuk mentransfer ilmu, perbuatan itu akan sia-sia saja. Sebaliknya, kondisi ini akan berbeda jika pembelajaran ini ditujukan untuk menggali pengalaman (Suwarno, 2009: 58).
Pengertian lain tentang pembelajaran juga dikemukakan oleh
Muhaimin (1996) dalam (Riyanto, 2009: 131) bahwa lajaran
adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar. Kegiatan pembelajaran
akan melibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan
efisien . Pengertian serupa juga dikemukakan oleh Sugihartono, et al.
(2007: 81) yang medefinisikan pengertian pembelajaran erupakan
suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan
sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat
melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil
optimal .
Berbagai pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan
dengan hasil yang optimal. Kegiatan belajar dan mengajar dalam
pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kegiatan
belajar dan mengajar merupakan suatu proses. Belajar terjadi saat ada
interaksi antara individu dan lingkungan, baik lingkungan fisik yang
berupa buku, alat-alat peraga, dan alam sekitar maupun lingkungan sosial.
Mengajar merupakan proses mengatur dan mengorganisasikan lingkungan
serta membimbing dan membantu peserta didik sehingga mereka
b. Tujuan Pembelajaran
Berkaitan dengan tujuan pembelajaran, Sardiman berpendapat bahwa
Dalam kegiatan belajar-mengajar dikenal adanya tujuan pengajaran, atau
yang sudah umum dikenal dengan tujuan instruksional. Bahkan ada juga
yang menyebut Tujuan Pembelajaran (2007: 68). Secara lengkap definisi
mengenai tujuan pembelajaran dikemukakan oleh Hamalik (2003: 109)
uatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai
oleh siswa setelah berlangsung pengajaran . Hasil pencapaian tersebut
berupa peserta didik yang secara bertahap terbentuk watak, kemampuan
berpikir, dan keterampilan teknologinya. Tujuan pembelajaran merupakan
tujuan paling awal dan sekaligus sebagai dasar untuk mencapai jenjang
tujuan berikutnya, yaitu tujuan kurikuler, tujuan institusional, hingga
akhirnya terwujud tujuan pendidikan nasional yang bersifat abstrak dan
normatif. Berkaitan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional,
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional .
Tujuan pembelajaran bermanfaat sebagai dasar untuk: menyusun
instrumen tes (pre-tes dan pos-tes), merancang strategi instruksional,
menyusun spesifikasi dan memilih media yang cocok, serta melaksanakan
proses belajar. Tujuan pembelajaran penting artinya dalam rangka: untuk
menilai pembelajaran, untuk membimbing peserta didik belajar,
merupakan kriteria untuk merancang pelajaran dan menjadi semacam
media untuk berkomunikasi dengan rekan-rekan pendidik lainnya
(Hamalik, 2003: 113).
Menurut taksonomi yang disusun oleh Benyamin S. Bloom dan
Krathwool beserta timnya, tujuan pembelajaran diklasifikasikan menjadi
tiga domain, dan kemudian dipecah lagi menjadi beberapa tingkat yang
lebih khusus. Taksonomi yang sangat dikenal di Indonesia ini, terdiri dari:
1) domain kognitif, 2) domain afektif, dan 3) domain psikomotor. (Yamin,
2009: 26-27). Secara singkat pembahasan masing-masing domain tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Domain Kognitif
Pendekatan-pendekatan kognitif tentang belajar memusatkan pada
proses memperoleh konsep, sifat dari konsep, dan bagaimana konsep itu
disajikan dalam struktur kognitif. Tujuan-tujuan kognitif adalah
tujuan-tujuan yang berorientasi pada kemampuan berpikir atau intelektual
(Sagala, 2009: 156-157).
Domain kognitif terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar
yang berbeda-beda. Keenam tingkatan tersebut adalah: (1) Tingkat
pengetahuan (knowledge), tingkatan ini mengacu pada kemampuan
mengenal dan mengingat materi yang sudah dipelajari. (2) Tingkat
pemahaman (comprehension), tingkatan ini mengacu pada kemampuan
untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah diketahui dan memaknai
arti dari materi yang dipelajari. (3) Tingkat aplikasi (application), tingaktan ini mengacu pada kemampuan menggunakan atau
menerapkan pengetahuan atau ide-ide umum, metode-metode,
prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya kedalam situasi yang
baru dan konkret, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul
dalam kehidupan sehari-hari. (4) Tingkat analisa (analysis), tingkatan ini mengacu pada kemampuan mengkaji atau menguraikan bahan
kedalam komponen-komponen yang lebih sepesifik dan mampu
memahami hubungan-hubungan antar komponen tersebut. (5) Tingkat
sintesa (synthesis), tingkatan ini mengacu pada kemampuan
memadukan berbagai konsep atau komponen sehingga membentuk
suatu pola struktur yang baru. (6) Tingkatan evaluasi (evaluation),
tingkatan ini mengacu pada kemampuan memberikan penilaian
terhadap gejala atau peristiwa berdasarkan norma-norma atau
merupakan tingkat terendah, dan tingkat evaluasi merupakan tingkat
tertinggi dalam domain kognitif (Seifert, 2012: 151-152).
2) Domain Afektif
Domain afektif merupakan tujuan pembelajaran yang
berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati
(attitude) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap
sesuatu. Perumusan tujuan pembelajaran pada domain afektif, tidak
berbeda jauh dengan domain kognitif namun dalam mengukur hasil
belajarnya jauh lebih sukar karena menyangkut kawasan sikap dan
apresiasi (Yamin, 2008: 39). Berkaitan dengan hal tersebut, seorang ahli
berpandangan bahwa:
Hasil belajar afektif tidak dapat dilihat bahkan diukur seperti halnya dalam bidang kognitif. Guru tidak dapat langsung mengetahui apa yang bergejolak dalam hati anak, apa yang dirasakannya atau dipercayainya. Yang dapat diketahui hanya ucapan verbal serta kelakuan non verbal sepaerti ekspresi pada wajah, gerak gerik tubuh sebagai indikator apa yang terkandung dalam hati siswa (Nasution, 1999: 69).
Domain ini terdiri dari lima tingkatan, yaitu: (1) Tingkat
menerima (reeceiving), yaitu proses pembentukan sikap dan perilaku
dengan cara membangkitkan kesadaran adanya stimulus tertentu. (2)
Tingkat tanggapan (responding), mengacu pada partisipasi aktif peserta
didik dalam memperlihatkan reaksi terhadap norma-norma tertentu. (3)
Tingkat penilaian (valuing), tingkat ini mengacu pada kecenderungan
menerima, menghargai dan memberikan nilai suatu norma tertentu
dengan mempromosikan diri sesuai dengan penilaian itu. (4) Tingkat
organisasi (organization), tingkat ini mengacu pada proses
membentukan konsep tentang suatu nilai dan menyusun suatu sistem
nilai pada diri peserta didik. (5) Tingkat karakteristik
(characterization), tingkatan ini mengacu pada proses mewujudkan
nilai-nilai dalam diri sendiri sehingga nilai-nilai atau sikap itu
seolah-olah telah menjadi ciri-ciri pelakunya. Tingkat menerima merupakan
tingkat terendah, dan tingkat karakteristik merupakan tingkat tertinggi
dalam domain afektif (Sagala, 2009: 159).
Berdasarkan kelima tingkatan yang dirumuskan Bloom dan
Krathwool tersebut, Romiszowski mengelompokkan domain afektif
menjadi dua tipe perilaku, yaitu: (1) Riflek yang terkondisi (reflexive
conditional), merupakan reaksi kepada stimulus khusus tertentu yang
dilakukan secara spontan, dan (2) Sukarela (voluntary), merupakan aksi
dan reaksi yang terencana untuk mengarahkan ke tujuan tertentu dengan
cara membiasakan melalui latihan-latihan (Hamdani, 2011: 153).
3) Domain Psikomotor
Domain psikomotor adalah domain yang berkaitan dengan
keterampilan (skill), yang berhubungan dengan anggota tubuh atau
tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Hasil
belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan
afektif. Domain psikomotor terdiri dari empat tingkatan, namun jika
dilihat dari segi taksonomi, keempat urutan tersebut tidak bertingkat
seperti pada domain kognitif dan afektif (Yamin, 2009: 37).
Pengelompokan tingkat domain psikomotor adalah sebagai
berikut: (1) Gerakan seluruh badan (grass body movement), merupakan
perilaku peserta didik dalam suatu kegiatan yang memerlukan gerakan
fisik secara menyeluruh. (2) Gerakan yang terkoordiansi (coordination
movements), merupakan gerakan yang dihasilkan dari perpaduan antara
fungsi indera manusia dengan salah satu anggota badan. (3)
Komunikasi nonverbal (nonverbal communication), merupakan hal-hal
yang berkenaan dengan komunikasi menggunakan simbol atau isyarat.
(4) Kecakapan berbicara (speech behaviour), merupakan hal-hal yang
berhubungan dengan koordinasi gerakan tangan atau anggota badan
lainnya dengan ekspresi muka dan kemampuan berbicara (Hamdani,
c. Materi Pembelajaran
Bahan ajar atau materi pembelajaran (intructional materials)
merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pembelajaran karena
menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran. Jenis materi
pembelajaran diklasifikasikan menjadi tiga bidang, yaitu: pengetahuan
(kognitif), afektif (sikap atau nilai), dan psikomotor (keterampilan)
(Hamalik, 2003: 139).
Materi pembelajaran dari aspek kognitif (pengetahuan) terdiri dari
fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Materi fakta berkatitan dengan:
nama-nama objek, peristiwa sejarah, nama orang, dan lain sebagainya.
Materi konsep berkaitan dengan: pengertian, definisi, ciri khusus,
komponen atau bagian suatu benda atau objek. Materi prinsip berkatian
dengan: dalil, rumus, adagium, pastulat, teorema, atau hubungan antar
konsep yang menggambarkan hubungan sebab akibat. Materi prosedur
adalah materi yang berkaitan dengan langkah-langkah secara sitematis atau
berurutan dalam mengerjakan suatu tugas. Materi afektif (sikap dan nilai)
adalah materi yang berkatian dengan sikap atau nilai peserta didik,
misalnya: nilai kejujuran, kasih sayang, tolong menolong, semagat belajar,
semangat bekerja, kedisiplinan, dan lain sebagainya Materi psikomotor
(keterampilan) menunjuk kepada tindakan-tindakan jasmaniah peserta
didik (Hamdani, 2011: 120-121).
Penyajian materi didalam kurikulum tidak langsung menunjuk pada pokok bahasan/materi tertentu, tetapi disajikan dalam bentuk kompetensi. Jika penyajian kurikulum langsung menunjuk pada pokok bahasan/materi tertentu, tanpa memberikan peluang untuk guru memilih materi pembelajaran, maka guru hanya akan terpaku pada materi tersebut dan tidak berpikir untuk materi lain yang sejenis. Dengan disajikan dalam bentuk kompetensi yang harus dicapai, maka akan memberikan keleluasaan dan kreativitas guru dalam mengajar sehingga memberikan kesempatan kepada guru untuk memilih materi pembelajaran yang relevan (Hidayatullah, 2007: 25).
Pemilihan materi pembelajaran oleh pendidik harus memperhatikan
beberapa kriteria sebagai berikut: 1) Materi pembelajaran sejalan dengan
kriteria tujuan instruksional, 2) Materi pembelajaran dapat dijabarkan
secara spesifik. 3) Materi pembelajaran relevan dengan kebutuhan siswa.
4) Materi pembelajaran sesuai dengan kondisi masyarakat. 5) Materi
pembelajaran mengandung segi-segi etik. 6) Materi pembelajaran tersusun
dalam ruang lingkup dan urutan yang sistematis dan logis. 7) Materi
pembelajaran bersumber dari buku yang baku, pribadi pendidik yang ahli,
dan masyarakat (Harjanto, 2008: 222-224).
d. Metode Pembelajaran
Pengertian metode pembelajaran menurut Sugihartono, et al. (2007:
81) yaitu Metode pembelajaran berarti cara yang dilakukan dalam proses
pembelajaran sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal . Pendapat
serupa juga dikemukakan oleh Hamdani bahwa:
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru untuk menyampaikan pelajaran kepada siswa. Karena penyampaian itu berlangsung dalam interaksi edukatif, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran (2011: 80).
Pemilihan metode pembelajaran hendaknya di dasarkan atas
beberapa pertimbangan yaitu: tujuan pembelajaran, karakteristik mata
pelajaran, kemampuan peserta didik, dan kemampuan pendidik (Tim
Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2007: 125).
Secara umum, metode pembelajaran dapat dibagi menjadi metode pasif dan metode aktif. Metode pasif yaitu metode pembelajaran satu arah dari dosen ke mahasiswa. Metode ini merupakan metode
pembelajaran tradisional yang sering disebut dengan lecturing.
Metode aktif mendorong mahasiswa untuk aktif berdiskusi di dalam kelas (Jogiyanto, 2009: 23).
Metode pembelajaran yang dikhususkan untuk pendidikan seni rupa,
biasa disebut metode pembelajaran seni rupa. Menurut pendapat
Sukmadinata yang dikutip oleh Fikry menyatakan bahwa metode
pembelajaran seni rupa dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1) Metode
kelompok, menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi; b)
pembelajaran berbuat, menggunakan metode pemberian tugas dan resitasi.
2) Metode pembelajaran praktek, yang terdiri dari pembelajaran praktek di
sekolah dan di lingkungan kerja. Metode praktek dalam pembelajaran seni
rupa salah satunya adalah metode ekspresi bebas (free expression) (2012: 3).
1) Metode Ceramah
Pendapat mengenai metode ceramah dikemukakan oleh
Sugihartono, et al. etode ceramah merupakan metode
penyampaian materi dari guru kepada siswa dengan cara guru
menyampaikan materi melalui bahasa lisan baik verbal maupun
nonverbal 2007: 81). Lebih lanjut lagi Hamdani (2011) menjelaskan
bahwa Metode ceramah berbentuk penjelasan konsep, prinsip, dan
fakta yang ditutup dengan tanya jawa
156).
Metode caramah yang dalam bahasa inggris disebut istilah
leaturing method atau telling method ialah suatu cara lisan
penyajian bahan pelajaran yang dilakukan oleh seseorang (guru) kepada orang lain (pelajar atau mahasiswa) untuk mencapai
tujuan pengajaran. Istilah lecturing berasal dari bahasa Yunani
Legere yang berarti to teach (mengajar). Dari kata Legere
ditimbulkan kata lecture yang artinya memberi kuliah dengan
kata-kata atau memberi kuliah dengan penuturan. Dari kata
lecture ditimbulkan/dimunculkan lagi kata lecture yaitu cara
penyajian bahan dengan lisan. Istilah telling berasal dari kata to
tell yang artinya menyatakan sesuatu kepada orang lain,
selanjutnya berarti menyajikan keterangan-keterangan kepada orang lain agar ia mengerti apa yang disajikan itu (Suradji, 2011: 11).
Keuntungan metode ceramah adalah dapat disajikan kepada
peserta didik dalam jumlah besar, dapat dipakai oleh pendidik sebagai
pengantar, mudah untuk diulang kembali jika peserta didik belum jelas,
sangat efektif dan lebih mengena, waktu penyampaian materi terbatas
sedangkan materi yang akan disampaikan masih banyak (Sulistyo,
Sunarmi, & Widodo, 2011: 108).
Kelemahan metode ceramah adalah peran serta peserta didik
dalam proses pembelajaran rendah karena yang aktif adalah pendidik,
kurang berhasil untuk meningkatkan pikiran, perhatian dan motivasi
peserta didik sulit diukur, materi yang disampaikan bisa menjadi tidak
fokus karena pembicaraan pendidik yang melantur dan kurang memadai
untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam upaya mengubah karakter
peserta didik (Yamin, 2009: 65).
2) Metode Tanya Jawab
Pandangan mengenai metode tanya jawab dikemukakan oleh
Sugihartono, et al. (2007) Metode tanya jawab merupakan cara
penyajian materi pelajaran melalui bentuk pertanyaan yang harus
dijawab oleh anak didik 82). Definisi tersebut ditambahkan lagi
oleh Sulistyo, et al. b
ngantuk yang terjadi pada diri peserta didik dalam ceramah/kuliah,
maka pendidik harus menciptakan kehidupan interaksi belajar mengajar
tersebut yakni dengan teknik tanya jawab (dialog). Tanya jawab dapat
terjadi dari murid kepada pendidik atau sebaliknya 1: 108).
Kelebihan metode tanya jawab adalah: dapat memperoleh
sambutan yang lebih aktif dibandingkan dengan metode ceramah yang
cenderung bersifat menolong, sebagai pengukur sampai sejauh mana
peserta didik mengerti dan memahami materi pembelajaran yang
disampaikan oleh pendidik, memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengemukakan pendapat yang ada dan dapat dibawa
kearah suatu diskusi (Hamdani, 2011: 156).
Kelemahan metode tanya jawab adalah: peserta didik merasa
takut dan panik untuk menjawab pertanyaan dari pendidik, terlalu
menyita waktu sehingga tidak semua peserta didik mendapatkan giliran,
dan tidak cocok untuk mencapai tujuan pembelajaran pada ranah afektif
dan psikomotor. Berkaitan dengan hal tersebut, Yamin mengemukakan
menimbulkan penyimpangan dari pokok persoalan. Lebih-lebih jika
kelompok siswa memberikan jawaban atau mengajukan pertanyaan
yang dapat menimbulkan masalah baru dan menyimpang dari pokok
: 68).
3) Metode Diskusi
Definisi mengenai metode diskusi dikemukakan oleh
Suryosubroto (2002: 179) bahwa:
dimana guru memberi kesempatan kepada para siswa (kelompok-kelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun
Definisi tersebut ditambahkan oleh Roestiyah (2008: 5) yang
lam diskusi ini proses interaksi antara dua
atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman,
informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif
Kelebihan metode diskusi adalah: suasana kelas menjadi hidup
karena peserta didik mengarahkan perhatian dan pikirannya kepada
masalah yang sedang didiskusikan, dapat mempertinggi prestasi
kepribadian masing-masing peserta didik, hasil diskusi mudah dipahami
dan dilaksanakan bersama karena peserta didik ikut serta secara aktif
dalam diskusi, peserta didik dilatih untuk mematuhi peraturan-peraturan
dan tata tertib dalam suatu diskusi sebagai pengalaman berharga bagi
kehidupan sesungguhnya kelak di masyarakat, dan melatih peserta didik
untuk menerima dan menghargai pendapat orang lain (Suparman, 2010:
150-151).
Kelemahan metode diskusi adalah: menyita waktu lama dan
jumlah peserta didik harus sedikit, mempersyaratkan peserta didik
memiliki latar belakang yang cukup mengenai topik atau masalah yang
didiskusikan, tidak tepat bila digunakan pada tahap awal proses
pembelajaran, dan apatis bagi peserta didik yang tidak terbiasa
berbicara dalam forum (Yamin: 2008: 80-81).
4) Metode Ekspresi Bebas (Free Expression)
Pendapat mengenai metode ekspresi bebas diungkapkan oleh
Sobandi bahwa metode ini pada dasarnya adalah suatu cara untuk
membelajarkan peserta didik agar dapat mencurahkan isi hatinya
kedalam bentuk karya seni rupa. Proses penciptaan seni dalam metode
ini dimulai dari: a) penentuan tema, yaitu isi ungkapan yang akan
disampaikan, b) media, yaitu bahan dan alat yang dipilih dan digunakan
oleh peserta didik dalam mewujudkan bentuk ungkapan seni, c) gaya
ungkapan, yaitu ungkapan seni yang sifatnya sangat individual sehingga
setiap peserta didik akan menghasilkan karya seni yang berbeda-beda,
dan d) bentuk kegiatan menggambar, apakah berbentuk sketsa atau
lukisan (2009: 13-15).
Metode ekspresi bebas merupakan pengembangan dari pandangan
Victor Lowenfield yang menganjurkan agar setiap pendidik haruslah
mampu mengembangkan kreasi peserta didiknya, sehingga metode ini
sering disebut dengan metode ekspresi kreatif. Metode ini dapat
diterapkan dalam menggambar dekoratif, mendesain benda-benda
kerajinan, menggambar reklame, dan lain sebagainya (Fikry, 2012: 3).
5) Metode Demonstrasi
Pandangan mengenai metode demonstrasi diungkapkan oleh
Sugihartono, et al. Metode demonstrasi merupakan metode
pembelajaran dengan cara memperlihatkan suatu proses atau cara kerja
suatu benda yang berkatitan dengan bahan pelajaran (2007: 83).
Kelebihan metode demonstrasi adalah: perhatian peserta didik
dapat dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap penting oleh pendidik
sehingga hal penting tersebut dapat diamati secara teliti, membimbing
peserta didik ke arah berpikir yang sama dalam satu saluran pikiran
melalui metode ceramah, persoalan-persoalan yang menimbulkan
pertanyaan dapat diperjelas saat proses demonstrasi berlangsung,
memberi motivasi yang besar kepada peserta didik untuk mengikuti
proses pembelajaran, dapat memperoleh pengalaman langsung dan
mengembangkan kecakapan peserta didik (Sagala, 2009: 211).
Kelemahan metode demonstrasi adalah: kurang efektif untuk
kelas yang jumlah peserta didiknya banyak, tidak semua hal dapat
didemonstrasikan, bila alat yang digunakan untuk demonstrasi terlalu
kecil maka tidak dapat dilihat oleh peserta didik sekelas, bila suatu alat
dibawa kedalam kelas untuk didemonstrasikan kadang-kadang terjadi
proses yang berlainan dengan proses dalam situasi nyata, serta bila
waktu yang tersedia sedikit biasanya demonstrasi berlangsung secara
bertahap (Yamin, 2009: 66-67).
6) Metode Pemberian Tugas dan Resitasi
Pandangan mengenai metode pemberian tugas dan resitasi
menurut Sugihartono et al. (2007: 84) adalah
dan resitasi merupakan metode pembelajaran melalui pemberian tugas
an dilengkapi oleh Sagala (2009)
bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar murid
melakukan kegiatan belajar, kemudian harus dipertanggung jawabkan
(hlm. 219).
Kelebihan metode pemberian tugas dan resitasi antara lain:
pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari hasil belajar yang
berhubungan dengan minat atau bakat akan lebih meresap dan tahan
lama, peserta didik berkesempatan memupuk rasa tanggung jawab,
mandiri, kreatif, disiplin, jujur, dan berinisiatif, tugas yang diberikan
dapat membina kebiasaan peserta didik untuk mencari dan mengelola
informasi yang didapatnya, metode ini dapat membuat peserta didik
bergairah dalam belajar apabila di lakukan dengan berbagai variasi;
sedangkan kelemahannya antara lain: peserta didik seringkali
melakukan penipuan diri dimana mereka hanya meniru hasil pekerjaan
orang lain atau bahkan menyuruh orang lain untuk mengerjakan
tugasnya, apabila pemberian tugas terlalu sering dan tugas yang
diberikan juga terlalu sukar maka ketegangan mental peserta didik
dapat terpengaruh, dan pendidik sukar memberikan tugas yang sesuai
dengan karakter masing-masing peserta didik (Sagala, 2009: 219).
e. Media Pembelajaran
Pengertian mengenai media pembelajaran dikemukakan oleh Sanaky
Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi dan
digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran 2009: 3). Pendapat
serupa juga dikemukakan oleh Anitah (2008:
pembelajaran adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat
menciptakan kondisi yang memungkinkan pembelajar menerima
pengeta
Fungsi media pembelajaran dalam proses pembelajaran adalah
sebagai pembawa informasi dari sumber (pendidik) menuju penerima
(peserta didik) (Hamdani, 2011: 246).
Bagan 2.1. Fungsi Media dalam Proses Pembelajaran (Hamdani, 2011: 246)
Media pembelajaran mempunyai kontribusi dalam meningkatkan
mutu dan kualitas pembelajaran. Kontribusi media pembelajaran menurut
Kemp, dkk. (1985) yang dikutip oleh Uno antara lain: 1) Penyajian materi Media / Pesan
Guru Siswa
pembelajaran menjadi lebih standar. 2) Kegiatan pembelajaran menjadi
lebih menarik. 3) Kegiata belajar dapat menjadi lebih interaktif. 4) Waktu
yang dibutuhkan untuk pembelajaran dapat dikurangi. 5) Kualitas belajar
dapat ditingkatkan. 6) Pembelajaran dapat disajikan dimana dan kapan saja
sesuai dengan yang diinginkan. 7) Meningkatkan sifat positif peserta didik
dan proses belajar menjadi lebih baik. 8) Memberikan nilai positif bagi
pendidik (2007: 116).
Media pembelajaran bila dilihat dari sudut pandang yang luas,
klasifikasinya adalah sebagai berikut: (1) Bahan yang mengutamakan
kegiatan membaca atau dengan menggunakan simbol-simbol kata dan visual
(bahan-bahan cetakan dan bacaan). (2) alat-alat audiovisual: (a) media
proyeksi (overhead projektor glide, film, dan LCD), (b) media non proyeksi
(papan tulis, poster, papan tempel, kartun, papan panel, komik, bagan,
diagram, gambar, grafik, dan lain-lain, (c) benda tiga dimensi antara lain
benda tiruan, diorama, boneka, topeng, lembaran balik, peta, globe,
pameran, dan museum sekolah. (3) Media yang menggunakan teknik atau
masinal, yaitu: slide, film strif, film rekaman, radio, televisi, video, VCD,
laboratorium elektronik, perkakas otoinstruktif, ruang kelas otomatis, sistem
interkomunikasi, komputer, dan internet. (4) Kumpulan benda-benda
(material collections) yaitu berupa peninggalan sejarah, dokumentasi,
bahan-bahan yang memiliki sejarah jenis kehidupan, mata pencaharian,
industri, perbankan, perdagangan, pemerintahan, agama, kebudayaan,
politik dan lain-lain. (5) Contoh-contoh kelakuan, perilaku pendidik
(Sanaky, 2009: 9-12).
f. Evaluasi Pembelajaran
Pengertian mengenai evaluasi pembelajaran dikemukakan oleh
Dimyati dan Mudjiono Evaluasi pembelajaran merupakan suatu
proses untuk menentukan jasa, nilai atau manfaat kegiatan pembelajaran
melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran (2006: 221).
Sebagai alat penilaian hasil pencapaian tujuan dalam pengajaran, evaluasi harus dilakukan secara terus menerus. Evaluasi tidak hanya
sekedar menentukan angka keberhasilan belajar. Tetapi yang lebih
penting adalah sebagai dasar untuk umpan balik (feed back) dari
proses interaksi edukatif yang dilaksanakan (Muhammad Ali (1992: 113) dalam (Djamarah, 2010: 245)).
Fungsi dan tujuan evalasi pembelajaran adalah untuk: menentukan
angka kemajuan atau hasil belajar peserta didik, menempatkan peserta didik
kedalam situasi pembelajaran yang tepat dan serasi dengan tingkat
kemampuan, minat, dan karakteristik yang mereka miliki, mengenal latar
belakang peserta didik yang berguna bagi pendidik sebagai upaya
memberikan bimbingan untuk mengatasi kesulitan belajar yang mereka
hadapi, dan sebagai umpan balik bagi pendidik yang berguna untuk
memperbaiki proses pembelajaran (Hamalik, 2003: 211-212).
Evaluasi merupakan kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan telah tercapai. Karena itu didalam menyusun evaluasi hendaknya memperhatikan secara seksama rumusan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan harus dapat mengukur sejauhmana proses pembelajaran telah dilaksanakan (Aunurrahman, 2009: 209).
Jenis evaluasi pembelajaran berdasarkan sasarannya adalah sebagai
berikut: (1) Evaluasi konteks, yaitu evaluasi yang digunakan untuk
mengukur konteks program. (2) Evaluasi input, yaitu evaluasi yang
digunakan untuk mengetahui input, baik sumber daya maupun strategi yang
digunakan. (3) Evaluasi proses, yaitu evaluasi yang ditujukan untuk melihat
proses pelaksanaan pembelajaran. (4) Evaluasi produk, yaitu evaluasi yang
diarahkan untuk melihat hasil program yang dicapai sebagai dasar untuk
menentukan keputusan akhir. (5) Evaluasi outcome, yaitu evaluasi yang
diarahkan untuk melihat hasil belajar peserta didik setelah lulus dan terjun
ke masyarakat (Hamdani, 2011: 304-305).
Pembelajaran bukan hanya menekankan pada aspek hasil (product),
kognitif, afektif, maupun aspek psikomotor (Hidayatullah, 2007: 26).
Kriteria keberhasilan belajar siswa meliputi aspek kognitif, afektif
dan aspek psikomotor. Aspek kognitif berhubungan erat dengan kecerdasan
dan intelektual peserta didik. Aspek afektif berhubungan erat dengan sikap
dan nilai peserta didik terhadap proses pembelajaran. Aspek psikomotor
berhubungan erat dengan tindakan-tindakan jasmaniah peserta didik
2008: 99).
2. Kriya Tekstil
Mengutip pendapat Ahmad A.K. Muda (2003: 327 dan 528) yang
dirangkum dalam (Marlina dan Kar Kriya
tekstil (sic) adalah karya kerajinan tangan dari barang-barang hasil tenunan
gagasan, ide, pikiran, perasaan, apresiasi, dan ciptaan manusia yang memiliki
nilai estetik, yang diwujudkan dalam bentuk benda melalui proses kegiatan
(2010: 1). Pandangan
serupa juga dikemukakan oleh Budiyono et al. bahwa kriya tekstil memiliki arti
yang sangat luas dan mencakup berbagai jenis kain yang dibuat dengan cara
ditenun, diikat, dipres dan berbagai cara lain yang dikenal dalam pembuatan
kain (2008: 1).
Tekstil merupakan benda yang bersifat lembut dan luwes dengan intuisi rasa, ungkapan warna dan unsur psikologis yang akhirnya menghadirkan keindahan. Di samping itu, tekstil memerlukan pertimbangan teknis, perhitungan matematis, rasional, ekonomis dan efisien yang akhirnya menghasilkan kekuatan bahan. Dengan demikian pada tekstil terdapat unsur seni dan teknologi. (Rizali, 2006: 33).
Panitia Pameran KIAS 1990-1991 dalam buku Perjalanan Seni Rupa
Indonesia dari Zaman Prasejarah hingga Masa Kini (1990) mengemukakan
Melalui tekstil terungkaplah latar belakang kebudayaan, gambaran
suka duka, kemahiran berseni, kemampuan bertukang, adat serta susunan alam
lingkungan suatu bangsa. Bahkan tekstil menunjukkan tingkat sosial melalui
susunan warna dan ragam hi (hlm. 201).
Pada kriya tekstil terdapat dua metode pemberian rupa dan warna, yaitu
desain struktur dan desain permukaan. Desain struktur adalah pemberian rupa
dan warna pada saat tekstil ditenun sedangkan desain permukaan adalah
pemberian rupa dan warna diatas permukaan tekstil setelah ditenun (Rizali,
2006: 34).
Jenis produk kriya tekstil dibagi menjadi dua kelompok, yaitu benda
hias dan benda pakai, atau dapat juga merupakan perpaduan dari keduanya. Hal
ini sesuai pendapat Marlina dan Karmila yang menyatakan bahwa:
Jenis produk kriya tekstil dibagi menjadi dua kelompok yaitu : benda hias dan benda pakai atau perpaduan dari keduanya. Jenis produk yang termasuk dalam benda hias diantaranya : hiasan dinding, sarung bantal
kursi, produk kriya yang termasuk benda pakai diantaranya: bad cover,
sarung bantal, tirai, tutup aqua galon, tutup kulkas, taplak meja makan, tutup tudung saji, dll (2010: 1).
3. Program Keahlian dan Program Keahlian Kriya Tekstil
Menurut isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
ujuan program keahlian merupakan kristalisasi dari
kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik untuk dapat
bekerja sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)
atau standar kompetensi kerja lain yang dijadikan acuan dan berlaku di dunia
kerja serta untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
sesuai dengan program keahliannya .
Program keahlian kriya tekstil atau yang biasa disebut sebagai Jurusan
Kriya Tekstil adalah sebuah program keahlian atau jurusan yang
mempersiapkan peserta didik agar mempunyai ketrampilan membuat karya
atau produk kriya tekstil. Hal ini sesuai pendapat Rohmandani (2011) yang
atu jurusan di dalam suatu
Sekolah Menengah Kejuruan yang memuat tentang kerajinan tangan seseorang
yang memiliki nilai estetik sehingga hasil karya yang telah dibuat dapat laku di