BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sirosis Hati 2.1.1 Definisi
Kata sirosis berasal dari kata kirrhos yang merupakan bahasa Yunani, yang berarti oranye atau kuning kecoklatan, dan osis, berarti kondisi. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826.20,21 Definisi sirosis berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah suatu proses difus yang ditandai dengan fibrosis dan perubahan arsitektur hati normal menjadi
struktur nodul abnormal yang tidak memiliki organisasi lobular yang normal.22 Sirosis hati adalah penyakit hati yang menahun yang difus yang ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi
tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.23 Banyak bentuk kerusakan hati yang ditandai fibrosis. Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan
berlebihan matriks ekstraselular (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan)
dalam hati. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel. Namun
pada sebagian besar penderita sirosis, proses fibrosis biasanya tidak reversibel.21 Progresifitas kerusakan hati ini dapat berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai beberapa tahun.20,21,24
2.1.2 Epidemiologi
Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000
kematian per tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian
utama yang kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh
kematian di AS. Banyak penderita yang meninggal pada dekade keempat atau
kelima kehidupan mereka akibat penyakit ini.20,21 Setiap tahun, 2000 kematian tambahan dikaitkan dengan kegagalan hati fulminan (KHF). KHF disebabkan
asetaminofen), racun (misalnya Amanita phalloides, yellow death cap mushroom),
hepatitis autoimun, penyakit Wilson, atau berbagai etiologi lainnya. Penyebab
kriptogenik bertanggung jawab atas sepertiga dari kasus fulminan. Penderita
dengan sindrom KHF memiliki tingkat kematian 50-80% kecuali mereka
memperoleh transplantasi hati.21
Menurut WHO, pada tahun 2000 sekitar 170 juta umat manusia menderita sirosis hati. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi manusia di dunia
dan setiap tahunnya kejadian baru sirosis hati bertambah 3-4 juta orang.22 Angka prevalensi penyakit sirosis hati di Indonesia, secara pasti belum diketahui, namun
dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia berdasarkan
diagnosis klinis saja didapati prevalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal
penyakit dalam umumnya berkisar antara 3,6-8,4% di Jawa dan Sumatera,
sedangkan di Sulawesi dan Kalimantan di bawah 1%. Secara keseluruhan rata-rata
prevalensi sirosis adalah 3,5% seluruh penderita yang dirawat di bangsal penyakit
dalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh penderita penyakit hati yang dirawat.
Kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita
dengan perbandingan 2,1 : 1 dan usia rata-rata 44 tahun (rentang usia 13-88 tahun)
dengan kelompok terbanyak antara usia 40-50 tahun.25
2.1.3 Etiologi dan patogenesis
Terdapat banyak penyebab sirosis hati, beberapa diantaranya jarang
terjadi, bahkan muncul di masa kecil (misalnya air minum dari pipa tembaga).
Sirosis merupakan penyakit yang diperoleh atau berbasis genetika. Penentuan
etiologi pada tindakan diagnosis dini harus selalu menjadi prioritas, karena dapat
membantu pengobatan dan juga prognosis. Dengan menggabungkan data klinis
biokimia, histologi, dan epidemiologi penyebab sirosis sebagian besar dapat
ditentukan. Pada masa lalu penyakit hati alkohol merupakan penyebab sirosis
yang paling menonjol di Amerika Serikat. Akhir-akhir ini hepatitis C mulai
meningkat jumlahnya sebagai penyebab utama hepatitis kronik maupun sirosis
secara nasional. Di Indonesia, banyak penelitian menunjukkan bahwa hepatitis B
alkoholik.25 Banyak kasus sirosis kriptogenik ternyata disebabkan penyakit perlemakan hati non-alkoholik (non-alcoholic fatty liver disease, NAFLD). Bila kasus-kasus sirosis kriptogenik diteliti, ternyata banyak penderita menunjukkan
satu atau lebih faktor resiko klasik NAFLD seperti : obesitas, diabetes, dan hipertrigliseridemia. Diduga steatosis berkurang pada beberapa hati penderita,
sementara fibrosis hatinya justru berkembang dengan progresif. Ini yang membuat
diagnosis histologi dari NAFLD menjadi sulit.21,24,26 Sepertiga orang Amerika mempunyai NAFLD, sekitar 2-3% orang Amerika menunjukkan steatosis non-alkoholik (non-alcoholic steatohepatitis, NASH), yang deposisi lemaknya dalam hepatosit mengalami komplikasi berupa peradangan atau inflamasi hati dan
fibrosis. Diperkirakan 10% penderita NASH dikemudian hari berkembang menjadi sirosis. NAFLD dan NASH telah diperkirakan akan menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat utama pada dekade mendatang.21,24
Penyebab utama sirosis di Amerika Serikat adalah hepatitis C (26%),
penyakit hati alkoholik (21%), hepatitis C plus penyakit hati alkoholik (15%),
kriptogenik (18%), hepatitis B yang bersamaan hepatitis D (15%), dan penyebab
lain (5%).21,27 Penyebab lain penyakit hati menahun dan sirosis : hepatitis autoimun, sirosis bilier primer, sirosis bilier sekunder (berhubungan dengan
obstruksi saluran empedu ekstrahepar menahun), kolangitis sklerosing primer,
hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi α-1 antitripsin, penyakit
granulomatosa (contoh : sarkoidosis),penyakit glycogen storage type IV, hepatitis imbas obat (contoh : metotreksat, α-metildopa, amiodaron), obstruksi aliran vena (contoh: sindrom Budd-Chiari, penyakit veno-oklusif), gagal jantung kanan kronik dan regurgitasi trikuspid.21,26,27
Terjadinya fibrosis hati menggambarkan kondisi ketidakseimbangan antara
produksi matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Sel-sel stelata yang
berada dalam ruangan perisinusoidal merupakan sel penting untuk memproduksi
matriks ekstraseluler. Beberapa faktor dapat dilepas atau diproduksi oleh sel-sel
hepatosit, sel-sel Kupfer, dan endotel sinusoid pada saat terjadi kerusakan hati.
stelata yang aktif untuk memproduksi kolagen tipe I.20,21 Peningkatan deposisi kolagen dalam ruang Disse (ruang antara hepatosit dan sinusoid) dan pengurangan
ukuran fenestra endotel akan menimbulkan kapilarisasi sinusoid. Sel-sel stelata
yang aktif juga mempunyai sifat konstriksi. Kapilarisasi dan konstriksi sinusoid
oleh sel-sel stelata dapat memicu terjadinya hipertensi portal.20,21,28
Tabel 2.1 Etiologi Sirosis Hati.20
Etiology Diagnostic evaluation
Infection
Hepatitis B HBsAg, anti-HBs, anti-HBc, HBV DNA
Hepatitis C Anti-HCV, HCV RNA
Hepatitis D Anti-HDV
Toxins
Alcohol History, AST/ALT ratio, liver biopsy
Cholestasis
Primary biliary cirrhosis AMA, IgM, liver biopsy Secondary biliary cirrhosis MRCP, ERCP, liver biopsy Primary sclerosing
cholangitis
MRCP, ERCP, liver biopsy
AutoImmune
Autoimmune hepatitis ANA, IgG level smooth muscle antibodies, liver -kidney microsomal antibodies, liver biopsy
Vascular
Cardiac cirrhosis Echocardiogram, liver biopsy Budd-chiari syndrome CT, USG, MRI/MRA
Sinusoidal obstruction synd- rome
History of offending drug use, liver biopsy
Metabolic
Hemochromatosis Iron studies, HFE gene mutation, liver biopsy Wilson disease Serum and urinary copper, ceruloplasmin, slit
lamp eye examination, liver biopsy
Cryptogenic Exclude NASH, drugs
virus; AST, aspartate aminotransferase; CT, computed tomography; ERCP, endoscopic retrograde cholangiopancreatography; HBsAg, hepatitis B surface antigen; IgG, immunoglobulin G; IgM, immunoglobulin M; MRA, magnetic resonance angiography; MRCP, magnetic resonance cholangiopancreatography; MRI, magnetic resonance imaging; NASH, nonalcoholic steatohepatitis; US, ultrasonography
2.1.4 Manifestasi klinis
Keluhan subjektif dari penderita sirosis bersifat non karakteristik dan
ambigu. Kelelahan dikeluhkan sekitar 60-80% penderita, gangguan tidur
(mungkin disebabkan oleh gangguan irama melatonin), keluhan gangguan saluran
cerna (50-60%), dan gangguan mental kadang dikeluhkan oleh penderita.29
Beberapa keluhan dan gejala yang sering timbul pada sirosis antara lain
adalah: kulit berwarna kuning, rasa mudah lelah, nafsu makan menurun, gatal,
mual, penurunan berat badan, nyeri perut dan mudah berdarah (akibat penurunan
produksi faktor-faktor pembeku darah).20,21,30 Myelopati hepatis dengan
paraparesis spastic jarang terjadi, umumnya terdapat pada tahap lanjut dari sirosis. Gejala dari neuropati perifer juga terjadi. Kadang terjadi meteorismus dan
pada beberapa kasus timbul asites. Takikardia, hipotensi, dan murmur sistolik
yang menunjukkan sirkulasi hiperdinamik juga dapat terjadi. Spider naevi
menunjukkan gangguan yang signifikan pada sirkulasi sistemik dan pulmoner.
Murmur dapat terdengar pada area umbilical (sindroma Cruveilhier-Baumgarten). Laki-laki dapat menampakkan gejala feminisasi, sedangkan wanita menunjukkan
gejala hipogonadisme.29
Penderita sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat
komplikasi dari sirosis hati tersebut. Pada beberapa penderita, komplikasi ini
dapat menjadi gejala pertama yang membawa penderita pergi ke dokter. Penderita
sirosis dapat tetap dalam kondisi kompensata selama bertahun-tahun sebelum
berubah menjadi dekompensata. Sirosis dekompensata dapat dikenal dari
timbulnya bermacam komplikasi, seperti ikterus, perdarahan varises, asites, atau
ensefalopati. Ikterus terjadi karena kegagalan fungsi hati, dan pengobatan
terhadap komplikasi ini biasanya mengecewakan, kecuali penderita mendapat
Sesuai dengan konsensus Baveno IV, sirosis hati dapat diklasifikasikan
menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, asites dan
perdarahan varises: stadium 1 (tidak ada varises, tidak ada asites), stadium 2 (ada
varises tanpa asites), stadium 3 (asites dengan atau tanpa varises), dan stadium 4
(perdarahan dengan atau tanpa asites). Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam
kelompok sirosis kompensata, sementara stadium 3 dan 4 dalam kelompok sirosis
dekompensata.11
2.1.5 Diagnosis
Satu-satunya tes diagnosis sirosis hati yang paling akurat adalah biopsi
hati. Namun biopsi hati dapat menimbulkan komplikasi serius meskipun sangat
jarang. Diagnosis kemungkinan sirosis dapat dibuat berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium rutin, maupun pemeriksaan
pencitraan. Bila diagnosis sirosis dapat ditegakkan, pemeriksaan lain dikerjakan
untuk menentukan beratnya sirosis serta ada tidaknya komplikasi. Pemeriksaan
lain juga dapat dibuat untuk menentukan penyakit dasar yang menyebabkan
sirosis seperti: ANA (Anti-nuclear antibody), ASMA (Anti-smooth muscle antibody), AMA (Anti-mitochondrial antibody) yang juga dapat ditemukan pada darah penderita hepatitis autoimun atau sirosis bilier primer.11,20,21,27,30 Penilaian atau klasifikasi tingkat keparahan sirosis diukur dengan menggunakan skor Child-Pugh.13
Tabel 2.2 Klasifikasi Child-Pugh20
Skor
1 2 3
Parameter
Asites tidak ada ringan sedang/berat
Ensefalopati tidak ada ringan/sedang sedang/berat
Bilirubin (mg/dl) < 2,0 2-3 > 3,0
Albumin (mg/L) > 3,5 2,8-3,5 < 2,8
Tabel 2.2 Lanjutan Skor total Kelas Child Pugh
5-6 A
7-9 B
10-15 C
2.2 Varises Esofagus 2.2.1 Definisi
Penderita sirosis hati yang memiliki varises esofagus yang besar akibat
hipertensi portal beresiko 25-35% mengalami perdarahan serta 15-20 % beresiko
kematian pada setiap episode perdarahan. Tingkat kematian bergantung kepada
keadaan umum penderita dan beratnya perdarahan.20 Varises esofagus merupakan kolateral portosistemik yang terbentuk setelah adanya dilatasi saluran pembuluh
darah vena mulai dari distal esofagus akibat hipertensi portal. Varises esofagus
sering terjadi pada 2-5 cm distal dari esofagus.31
2.2.2 Patofisiologi
Pada sirosis, hipertensi portal terinisiasi melalui peningkatan resistensi
vaskular intrahepatik dan kemudian diperberat oleh perubahan pada sirkulasi
sistemik dan splanknik yang meningkatkan aliran portal. Peningkatan resistensi
vaskular intrahepatik tidak hanya disebabkan oleh faktor mekanikal (seperti:
jaringan fibrosis dan nodul-nodul regeneratif yang mendistorsi arsitektur
pembuluh darah hepar), tetapi juga oleh komponen dinamis reversibel yang
dimediasi oleh peningkatan tonus vaskular disebabkan oleh kontraksi aktif
miofibrolast di sekitar sinusoid hepatik dan dalam septa fibrous. Komponen
dinamik ini (menyumbang sekitar 30% pada peningkatan resistensi vaskular
intrahepatik) menggambarkan gangguan fungsional dari sirkulasi hepar akibat dari
endogen (terutama NO/nitric oxide).32,33,34,35 Sel stelata memiliki sifat kontraktil yang dapat dimodulasi oleh substansi vasoaktif antara lain NO dan endothelin
yang dapat meningkatkan resitensi intrahepatik dan aliran darah terutama pada
sinusoidal.36 Angiogenesis juga telah menunjukkan pengaruh terhadap hipertensi portal melalui studi-studi yang menggambarkan pengaturan peningkatan tekanan
portal, sirkulasi hiperdinamik, neovaskularisasi splanchnic, dan kolateralisasi
portosistemik yang diregulasi oleh VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) dan PDGF (Platelet derived Growth Factor).37
Pada sirosis, gradien portosistemik dinilai dengan mengukur WHVP
(Wedged Hepatic Venous Pressure) atau pengukuran tekanan sinusoid hepar dan dikurangi dengan FHVP (Free Hepatic Venous Pressure)/tekanan bebas vena hepatika atau tekanan vena cava inferior intraabdominal sehingga akan didapat
HVPG (Hepatic Venous Pressure Gradient). Nilai normal HVPG adalah 3-5 mmHg.13 Nilai HVPG ≥ 10 mmHg sudah menggambarkan hipertensi portal yang
signifikan secara klinis dan ≥ 12 mmHg untuk terjadinya perdarahan varises akut, dan perubahan nilai HVPG yang terjadi setiap waktu memiliki nilai prediksi untuk perkembangan varises esofagogastrik, resiko perdarahan variseal, perkembangan
komplikasi hipertensi portal non-variseal (asites, sindrom hepatorenal, dan
ensefalopati), dan mortalitas.38,39,40,41,42 Pengukuran satu kali sangat bermanfaat dalam menentukan prognosis sirosis kompensata dan dekompensata, sedangkan
pengukuran berulang sangat berguna untuk monitor respon terhadap terapi
farmakologi dan progresi penyakit hati. Pada penderita sirosis didapati
peningkatan resistensi intrahepatik dan peningkatan aliran darah splanchnic. Faktor awal yang berperan yaitu peningkatan resistensi intrahepatik sementara
peningkatan aliran darah splanchnic merupakan fenomena sekunder untuk
mempertahankan atau memperburuk peningkatan hipertensi portal dan
Chronic Liver
Schematic representation of the pathophysiology of portal hypertension, HBV; hepatitis B virus, HCV; hepatitis C virus, HSC; hepatic stellate cell, RAA; renin-angiotensin aldosteron, SNS; sympathetic nervous system, ROS; radical oxugen species
Gambar 2.1 Patogenesis Hipertensi Portal 43
2.2.3 Epidemiologi
Varises dan perdarahan varises merupakan komplikasi sirosis yang
diakibatkan langsung dari hipertensi portal. Penderita dengan sirosis dan varises
gastroeseofageal memiliki nilai HVPG setidaknya 10-12 mmHg. Varises gastroesofageal tampak pada sekitar 50% penderita sirosis.13 Pada saat sirosis pertama kali didiagnosis, varises tampak pada 30-40% penderita stadium
kompensata dan pada 60% penderita stadium dekompensata.39 Pada penderita sirosis tanpa varises saat pemeriksaan endoskopi pertama kali, insidensi tahunan
ukuran kecil hingga menjadi besar masih kontroversial, namun menunjukkan
angka laju progresi varises yang berkisar antara 5-30% per tahun.44,45,46,47 Perdarahan varises pertama memiliki angka insidensi sekitar 4% per tahun, dan
resiko ini meningkat menjadi 15% per tahun pada penderita dengan varises
ukuran medium sampai besar. Insidensi perdarahan ulang berkisar antara 30-40%
pada 6 minggu pertama.46
Tabel 2.3 Epidemiologi Varises Esofagus dan Korelasinya dengan Tingkat Keparahan Penyakit Hati 10
2.2.4 Perjalanan alamiah varises esofagus
Pada penderita sirosis yang belum mengalami varises berarti tekanan
portalnya belum cukup tinggi untuk menyebabkan varises. Seiring bertambahnya
tekanan portal, penderita akan memiliki progresi mengalami varises yang kecil.
Bertambahnya waktu dan sejalan dengan peningkatan sirkulasi hiperdinamik,
aliran darah yang melalui varises akan meningkat sehingga meningkatkan tekanan
pada dinding varises. Perdarahan varises disebabkan ruptur terjadi ketika
Epidemiology
At the time of diagnosis, approximately 30% of cirrhotic patents have esophageal varices, reaching 90% after approximately 10 years
Bleeding from esophageal varices is associated with a mortality rate of at least 20% at 6 weeks, although bleeding ceases spontaneously in up to 40% of patient
Variceal hemorrhage is the most common fatal complication of cirrhosis
Correlation between the presence of varices and the severity of liver disease
Child-Pugh A patients: 40% have varices
Child-Pugh C patients: 85% have varices
Some patients may develop varices and hemorrhage early in the course of the disease, even in the absence of cirrhosis
bertambahnya ketegangan maksimal pada dinding varises.10 Diameter pembuluh darah merupakan salah satu penentu tekanan variseal. Pada tekanan yang sama,
pembuluh darah dengan diameter besar akan ruptur sedangkan pembuluh darah
dengan diameter kecil tidak akan ruptur. Selain diameter pembuluh darah, salah
satu penentu tekanan pada dinding varises adalah tekanan di dalam varix yang berkaitan langsung dengan HVPG. Oleh karena itu, penurunan HVPG seharusnya memicu penurunan tekanan pada dinding varises sehingga mengurangi resiko
ruptur. Perdarahan varises tidak akan terjadi ketika HVPG diturunkan menjadi < 12 mmHg, dan resiko perdarahan ulang juga menurun secara signifikan dengan
penurunan lebih dari 20% nilai awal.13 Faktor lain yang juga sangat konsisten dengan progresi varises adalah klasifikasi keparahan penyakit hati berdasarkan
skor Child-Pugh, dan tampilan red wale marks (didefinisikan sebagai venula yang membesar dan memanjang pada permukaan varises) pada saat pemeriksaan
endoskopi awal.13,45,48
2.2.5 Diagnosis
Pemeriksaan esophagogastroduodenoscopy (EGD) merupakan gold standar dalam mendiagnosis varises.13 Konsensus saat ini menyatakan bahwa setiap penderita sirosis seharusnya menjalani skrining varises dengan endoskopi
pada saat diagnosis. Tujuan dari skrining varises esofagus adalah untuk
mendeteksi penderita yang memerlukan terapi profilaksis. Pemeriksaan endoskopi
sebaiknya diulang setelah 2-3 tahun kemudian setelah endoskopi pertama pada
penderita tanpa varises. Berdasarkan angka laju progresi besar varises yang
berkisar 10-15 % per tahun, endoskopi sebaiknya diulang setiap 2 tahun pada
penderita dengan varises yang kecil. Pada penderita dengan sirosis yang
dekompensata atau tampak red wale marks pada endoskopi, interval pemeriksaan endoskopi tiap 1 tahun sangat direkomendasikan.11,12,13,45,46,47
Tabel 2.4 Guideline Diagnosis Varises Esofagus 10
1. A screening esophagogastroduodenoscopy (EGD) for diagnosis og esophageal and gastric varices is recomended when a diagnosis of cirrhosis is has been made
2. Surveilance endoscopies are recommended on the basic of the level of cirrhosis and the presence and size of the varices
Pasien with: Repeated EGD
Compensated cirrhosis No varices Every 2-3 years Small varices Every 1-2 years Decompensated cirrhosis Yearly interval
3. Progression of gastrointestinal varices can be determined on the basis of the size classification at the same time of EGD. In the practice, the recommendations for medium-sized varices in the three-size classificationare the same as for large varices in the two-size classification:
Sized of varix Two-sized classification Three-sied classification Small < 5 mm Minimally elevated vein
Telah lama diketahui bahwa gambaran varises secara endoskopi sangat
krusial untuk memprediksi penderita mana yang memiliki resiko tinggi untuk
perdarahan varises dan juga yang mana akan memiliki keuntungan dari terapi.
Oleh sebab itu dibutuhkan sistem yang divalidasi untuk klasifikasi gambaran
varises esofagus secara endoskopi. Pada tahun 1981, Beppu dkk. telah
mengklasifikasikan varises esofagus berdasarkan gambaran endoskopi, dimana
karakteristik dari varises yang terjadi diklasifikasikan dalam 3 tingkatan yaitu F1,
F2 dan F3.49
Tabel 2.4 Lanjutan
Medium - Turtous vein occupying less than one-third of the esophageal lumen
Large > 5 mm Occupying more than one-third of the esophageal lumen
4. Variceal hemorrhage is diagnosed on the basis of one of the following findings on endoscopy:
Active bleeding from a varix
“white nipple” overlying a varix Clots overlying a varix
Varices with no other potential source of bleeding
Tabel 2.5 Derajat Varises Esofagus dengan Pemeriksaan Endoskopi 49
Beppu’s Endoscopic Grades for Esophageal Varices
Grade Characteristics of Varices
F1 Small and straight
F2 Moderately sized, tortuous, and occupying less than one third of the lumen
F3 Large, coiled, and occupying one third or more of the lumen
Pada tahun 2004 Japanese Research Society for Portal Hypertension juga telah merancang sistem klasifikasi yang baru untuk menggambarkan varises
esofagus, sistem ini menggambarkan varises berdasarkan ukuran, bentuk, dan
warna.50
Tabel 2.6 Sistem Klasifikasi Varises Esofagus (Japanese Research Society for Portal Hypertension)50
Form (F) Shape and size
F0: lesions asuming no varicose appearance F1: straight small-calibered varices
F2: moderately enlarge, beady varices
F3: markedly enlarge, nodular, or tumor-shaped varices
Red color sign (RC)
Red wale marking, cherry Red spot, hematocytic spot RC0: absent
RC1: small in number and localized RC2: intermediated between 1 and 3 RC3: large in number and circumferetial
Dengan menggunakan endoskopi didapatkan gambaran varises esofagus
berdasarkan ukuran dan bentuk.
Derajat varises esofagus; gambar 1 dan 2. Varises esofagus ukuran kecil (F1); gambar 3 dan 4. Varises esofagus ukuran besar (F2 dan F3)
Gambar 2.3 Varises Esofagus dengan Endoskopi 50
2.2.6 Diagnosis varises esofagus non-endoskopi
Pemeriksaan gold standart untuk menegakkan diagnosis varises esofagus adalah dengan menggunakan endoskopi, namun pemeriksaan endoskopi secara
periodik dan berkala sangatlah mahal dan tidak semua pusat pemberi pelayanan
kesehatan terutama di daerah yang memiliki fasilitas endoskopi, serta adanya
keterbatasan kompetensi dari seorang dokter untuk melakukan pemeriksaan
endoskopi, sehingga dibutuhkan pemeriksaan non–invasive marker yang berhubungan dengan hipertensi portal, yang dapat mengidentifikasi ukuran varises
Berdasarkan konsep bahwa perkembangan hipertensi portal akibat dari
fibrosis hati yang merupakan faktor kontribusi penting terhadap peningkatan
resistensi hepatik, serum non–invasive marker dari fibrosis hati telah diuji sebagai prediktor varises esofagus pada penderita sirosis dengan hasil yang menjanjikan.
Beberapa tes yang sebelumnya divalidasi sebagai prediktor fibrosis hati seperti:
Lok Score, APRI, Fib-4, dan Forns index, juga dapat digunakan untuk memprediksi adanya varises esofagus.18,51 Penelitian mengenai beberapa pemeriksaan serum non-invasive marker dalam memprediksi adanya varises esofagus pada penderita sirosis hati yang telah dipublikasikan mendapatkan
bahwa Lok Score merupakan pemeriksaan non-invasive terbaik dalam memprediksi adanya varises esofagus dan varises esofagus berukuran besar. Lok score dengan nilai cut-off >0.62 dan >0.796 memiliki sensitivitas (76.16% dan 76.92%) dalam memprediksi adanya varises esofagus dan varises esofagus yang
berukuran besar. namun penelitian tersebut tidak mengikutsertakan AIAG Score.51
Tabel 2.7 Lanjutan
APRI, Aspartate aminotransferase (AST)-to-platelet ratio index; FIB-4, Fibrosis-4; SD, Standart deviation; EV, Esophageal varices; Sen, sensitivity; Spe, spesivisity; CI, Confident interval; +LR, positive likehood ratio; –LR; negative likehood ratio; PPV, Positive predictive value; NPV, negative predictive value; AUROC, Area under receiver operating characteristic.
Tabel 2.8 Akurasi Serum Non-invasive Marker dalam Mendeteksi Adanya Varises Esofagus Berukuran Besar 51
2.3 AIAG Score
AIAG Score merupakan non-invasive marker untuk fibrosis hati, pertama kali dikemukakan oleh Sheng-di Wu dkk, dengan menggunakan variabel umur
penderita, INR, Albumin dan kadar GGT. AIAG Score belum pernah dilakukan sebagai prediktor varises esofagus pada penderita sirosis hati.19
Rumus untuk menghitung AIAG Score: (Sheng-di Wu, 2011)
Pada penelitian Sheng-di Wu, dkk dinyatakan cut-off value dari AIAG Score dibandingkan dengan beberapa marker serum lain adalah sebagai berikut:
Tabel 2.9. Sensitifitas, spesitifitas, predictive value, and likehood ratio pada beberapa model dengan cut-off yang berbeda.19
Low cut-off point High cut-off point Optimal cut-off point
APRI; Aspartate aminotransferase (AST)-to-platelet ratio index,FIB-4; Fibrosis-4, AIAG; Age-INR-Albumin-GGT, sen; sensitivity, Spe; spesivisity, +LR; positive likehood ratio. –LR; negativr likehood ratio, PPV; Positive predictive value. NPV; negative predictive value.
P = -7 + 0.03 x Age (year) + 9 x INR - 0.08 x Albumin (g/L) + 0.004 x GGT (U/L)
Hasil penelitian adalah sebagai berikut: Menurut Sheng-di Wu, dkk dalam
memprediksi significant fibrosis, AUROCs adalah 0.72 (AIAG Score), 0.77 (APRI), 0.87 (Fib-4 index), 0.70 (Forn’s index).
Pada penelitian Sheng-di Wu dinyatakan AIAG Score mempunyai AUROC
yang lebih baik dibandingkan prediktor fibrosis hati yang ada (APRI, Forns’
Index, dan Fib-4 Index) dalam memprediksi fibrosis akibat hepatitis B dan mempunyai performa diagnostik yang lebih baik karena dapat mengidentifikasi
fibrosis pada penderita hepatitis B kronis, khususnya laki-laki dengan kadar ALT