• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pancasila dan Transformasi Religiositas Sipil di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pancasila dan Transformasi Religiositas Sipil di Indonesia"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

i

PANCASILA DAN TRANSFORMASI

RELIGIOSITAS SIPIL DI INDONESIA

DISERTASI

OLEH:

TEDI KHOLILUDIN 7 6 2 0 0 8 0 0 3

Promotor:

Prof. John A. Titaley, Th.D

Prof. Ir. Kutut Suwondo

Dr. David Samiyono MTS, MSLS

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis

menyatakan bahwa disertasi ini tidak berisi materi

yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau

diterbitkan. Demikian juga disertasi ini tidak berisi

satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi

yang terdapat dalam referensi yang dijadikan sebagai

bahan rujukan.

Deklarator

(5)

iv

MOTTO

“. . . call Him Allah, call Him Jehovah, call Him Ahura Mazda, call Him Isvara,

names are many but He is one. We see the Sun from different places, but He

stands the same unchanging Light in heaven, shining on all alike

(6)

ABSTRAK

Nama : Tedi Kholiludin NIM : 762008003

Prodi : Program Doktor Sosiologi Agama

Judul : Pancasila dan Transformasi Religiositas Sipil di Indonesia

Latar Belakang utama penelitian ini adalah kenyataan bahwa Indonesia adalah negara majemuk yang dibingkai dengan Pancasila. Pancasila diharapkan dapat menjaga keragaman bangsa Indonesia baik agama, etnis maupun budayanya. Tentu saja diperlukan sebuah formulasi pemahaman yang tepat terhadap Pancasila agar ia dapat tetap bisa memerankan fungsinya dalam menjaga keragaman itu. Di sisi lain, ekspresi keberagamaan bangsa Indonesia juga harus dalam kerangka menjaga keragaman agama tersebut. Pemahaman terhadap Pancasila sebagai cita-cita bersama pada gilirannya berhadapan dengan kekayaan religiositas masyarakat. Dari latar belakang itu, muncul tiga pertanyaan penelitian. (i) Apakah manifestasi dari cita-cita bersama dalam konstitusi bangsa Indonesia merefleksikan apa yang disebut sebagai ide religiositas sipil dan apa yang membedakannya dengan agama sipil? (ii) Bagaimana ekspresi religiositas sipil yang dijabarkan dalam sebuah masyarakat yang pluralis dari sudut pandang agama? (iii) Sebagai dasar negara, bagaimana Pancasila dipahami, kaitannya dengan transformasi religiositas sipil dalam menghadapi kemajemukan identitas primordial bangsa Indonesia?

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni data yang disajikan dalam bentuk verbal bukan dalam bentuk angka. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan peneliti menggunakan metode library research atau studi kepustakaan yaitu usaha untuk memperoleh data dengan cara mendalami, mencermati, menelaah dan mengidentifikasi pengetahuan yang ada dalam kepustakaan (sumber bacaan, buku referensi atau hasil penelitian lain. Selain dengan menggunakan sumber kepustakaan, penulis juga melakukan penggalian data melalui wawancara kepada informan yang terkait dengan tema penelitian.

Berdasarkan penelaahan yang telah dilakukan maka ada tiga kesimpulan yang didapatkan. Pertama, berbeda halnya dengan konsep agama sipil yang telah terformulasikan secara sistematis, gagasan tentang religiositas sipil masih merupakan bahasan baru yang belum pernah dikaji secara komprehensif. Kajian tentang religiositas sipil dalam karya ini diturunkan dari ide agama sipil. Bellah menuturkan bahwa agama sipil merupakan dimensi keagamaan yang bersifat publik

(public religious dimension). Dimensi keagamaan yang bersifat publik itu dapat kita

cermati dalam keyakinan, simbol dan ritualnya. Jika kita mencermati apa yang oleh Bellah sampaikan tentang pengertian civil religion ini, maka tuturan tentang ekspresi agama sipil itu sesungguhnya koheren dengan dimensi religiositas. Menggambarkan tentang apa yang disebut religiositas itu sendiri tidaklah mudah. Religiositas merupakan konsep yang kompleks. Religiositas sinonim dengan kata

religiousness, orthodoxy, faith, belief, piousness, devotion, dan holiness. Religiositas

(7)

vi

adalah ekspresi dari apa yang diyakini itu dalam kehidupan keseharian yang itu bisa dilihat dari pola, tindakan, tingkah laku yang sesuai dengan apa yang mereka yakini itu. religiositas sipil hendak penulis maknai sebagai kesadaran bahwa kehadiran mereka dalam satu bangsa itu harus menghargai sesamanya, menyadari adanya identitas kebudayaan dan agama yang plural, membangun masyarakat beradab yang tercermin dalam sikap dan perilaku mereka di kehidupan keseharian.

Kedua, simbol-simbol kenegaraan dalam perspektif agama sipil biasanya

dilakukan dengan menelaah terhadap formasi negara itu. Hal tersebut dimulai dengan menyisir dasar negara, simbol-simbol negara seperti bendera kebangsaan, hingga ritus-ritus kenegaraan yang menjadi sumber integrasi bagi seluruh komponen warga negara.

Perspektif religiositas sipil tidak hanya melihat dinamika simbolik dalam formasi negara. Religiositas sipil berusaha untuk memotret model keberagamaan seperti apa yang yang memungkinkan segala perbedaan di di masyarakat bisa dirawat dan dihargai. Penulis mengajukan teorema seperti yang disinggung, Cobb, yakni transformasi, atau tepatnya religiositas sipil. Prinsip dasar dari transformasi adalah dalam komitmennya yang kuat terhadap keberimanannya, seseorang haruslah terbuka kepada yang lain. Orientasi keberagamaan tidak hanya sekedar beromantisme pada sejarah kejayaan sebuah agama di masa silam. Agama harus menjadi living values yang senantiasa berdialektika dengan realitas, termasuk di dalamnya keyakinan-keyakinan yang berbeda. Keterbukaan terhadap tradisi lain bukan sekedar membuka diri tetapi mengakui bahwa ada praktek atau ajaran yang baik dan penting untuk diderivasi dari tradisi keagamaan yang lain. Religiositas sipil yang transformatif inilah yang harus dikembangkan dalam kehidupan berbangsa

dengan menjadikan Pancasila sebagai milestone. Prinsip dasar dari transformasi

sangat berharga dalam melakukan transformasi agama-agama dalam kontes keindonesiaan.

Ketiga, untuk dapat menjamin keberlangsungan kehidupan yang plural, baik

dari sisi agama maupun budaya, maka Pancasila harus dipahami dalam kerangka kesadaran bersama tentang keharusan menjaga pluralitas, kemajemukan. Penulis

menyebut bahwa Pancasila itu sebagai milestone bangsa Indonesia. Titik tonggak

yang mengawali komitmen akan menjaga keutuhan bangsa dengan segala kekayaan perbedaan yang terkandung di dalamnya. Titik inilah yang merupakan kisah

bersama saat mereka yang berbeda itu menyepakati satu janji untuk hidup dalam

(8)

KATA PENGANTAR

Kajian terhadap Pancasila selalu menjadi tema menarik di berbagai disiplin ilmu sosial. Studi ini memotret Pancasila dari aspek sosiologis dengan menyandarkan pada diskursus agama sipil. Bahasan Pancasila dari sudut pandang agama sipil bukan sesuatu yang betul-betul baru. Ada beberapa kajian yang sudah mencoba memaparkan hal tersebut. Karya ini ada dalam kerangka melanjutkan diskusi tersebut, tetapi dengan memperluas cakupan diskursus, tidak hanya agama sipil tetapi religiositas sipil.

Penulis memahami bahwa Pancasila yang ditawarkan Soekarno di sidang BPUPKI-PPKI ada dalam latar belakang yang sangat spesifik, yakni tarikan kepentingan untuk mencari dasar bagi sebuah negara. Dasar negara itu, diharapkan bisa mengayomi keragaman identitas primordial bangsa Indonesia; agama, suku, ras, budaya dan bahasa.

Khusus terhadap keragaman agama, Soekarno memberikan fondasi beragama dalam konteks Indonesia. Soekarno misalnya menyebut bahwa dalam beragama, bangsa Indonesia hendaknya menganut prinsip tiada egoisme-agama. Inilah hakikat dari toleransi beragama. Soekarno juga menyinggung kata berTuhan sendiri-sendiri, . Bangsa Indonesia, kata Soekarno hendaknya masing-masing meyakini Tuhan sesuai dengan interpretasinya, keyakinannya. Tidak ada pemaksaan dalam menghayati makna ketuhanan disini. Masing-masing individu memiliki hak yang sama dalam memaknai Yang Kuasa sesuai dengan persepsinya. Prinsip kebebasan beragama karenanya harus tetap berada dalam kerangka menghormati keyakinan keagamaan orang lain. Toleransi beragama merupakan sikap sejati bangsa Indonesia, yang oleh Soekarno disebut, berTuhan secara

kebudayaan. Diatas segala ragam ekspresi keberagamaan bangsa Indonesia itu,

prinsip semua buat semua adalah bingkai universalnya. Manifestasi

keberagamaan bangsa Indonesia mestilah dibangun di atas fondasi persatuan bangsa Indonesia.

Pemahaman terhadap Pancasila seperti inilah yang hendak penulis gambarkan dalam karya ini. Pertanyaan selanjutnya adalah keberagamaan seperti apa yang bisa bersesuaian dengan interpretasi Pancasial seperti yang penulis gambarkan?

Penulis, mengutip Cobb, mengenalkan prinsip beragama yang disebut transformasi atau tepatnya transformasi religiositas sipil. Prinsip dasar dari transformasi adalah dalam komitmennya yang kuat terhadap keberimanannya, seseorang haruslah terbuka kepada yang lain. Orientasi keberagamaan tidak hanya sekedar beromantisme pada sejarah kejayaan sebuah agama di masa silam. Agama harus menjadi living values yang senantiasa berdialektika dengan realitas, termasuk di dalamnya keyakinan-keyakinan yang berbeda. Keterbukaan terhadap tradisi lain bukan sekedar membuka diri tetapi mengakui bahwa ada praktek atau ajaran yang baik dan penting untuk diderivasi dari tradisi keagamaan yang lain. Religiositas sipil yang transformatif inilah yang harus dikembangkan dalam kehidupan berbangsa

(9)

viii

sangat berharga dalam melakukan transformasi agama-agama dalam kontes keindonesiaan.

Hampir 5 tahun lamanya penulis bergulat dengan teori-teori besar dalam kajian sosiologi agama di program doktoral dan satu tahun di program master. Dari pikiran Karl Marx, Max Weber dan Emile Durkheim, diskusi difokuskan pada persoalan agama dan negara yang kemudian disempitkan menjadi wacana agama sipil. Agar memiliki kontribusi terhadap realitas masyarakat dimana kita berpijak, maka Pancasila dijadikan sebagai unit analisis.

Dengan langkah yang serba tergopoh-gopoh, akhirnya penulis sekarang berada di ujung cerita. Dalam langkah yang serba terbatas ini, izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Prof John Titaley yang tidak hanya menjadi promotor tetapi juga teman diskusi yang hangat. Banyak pikiran briliannya yang penulis transformasikan dalam studi ini. Kepada Dr. David Samiyono, penulis juga haturkan terima kasih.

Kalaulah penulis harus bersedih, itu karena salah satu promotor, Prof Ir. Kutut Suwondo tidak sempat menikmati karya akhir ini. Prof Kutut meninggal sebelum karya ini selesai penulis rampungkan. Padahal, masih banyak hal yang ingin penulis gali dari guru besar yang terkenal sebagai peneliti tekun itu.

Penghargaan tiada tara penulis sampaikan kepada Harjanto K.Halim MSc, Direktur PT. Marimas dan Ketua Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata (Kopi Semawis). Tanpanya bantuannya, saya tidak mungkin bisa menyelesaikan studi Master dan Doktoral. Juga kepada donatur lainnya, Pak Sudamek dan lain-lain.

Tak lupa penulis haturkan terima kasih pula pada Dr. H. Abu Hafsin MA sekeluarga baik dalam kapasitasnya sebagai teman diskusi maupun sebagai orang tua penulis di Semarang. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman di Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA), komunitas kecil tempat penulis berdiskusi dan bertukar ide. Kepada Munif Ibnu, terima kasih telah mengedit karya ini. Juga kepada Dessy Meigawati, teman hidup penulis yang setia dalam duka dan suka.

(10)

DAFTAR ISI

BAB II. AGAMA SIPIL DAN RELIGIOSITAS SIPIL: KAJIAN TEORITIK A. Formulasi Awal Agama Sipil: JJ. Rousseau dan Durkheim (16) A.1 Agama Sipil dalam Pandangan Rousseau (16) A.2 Teori Agama Sipil Durkheim (23) A.3 Perbandingan Rousseau dan Durkheim (28) B. Agama Sipil Amerika: Robert N. Bellah (30) C. Agama Sipil Pasca Bellah: Shank dan Coleman (47) D. Agama Sipil, Agama Politik dan Nasionalisme (52) E. Agama Sipil dan Transformasi Religiositas Sipil (58) BAB III. AGAMA, NEGARA DAN SEKULARISME A. Beberapa Pengertian Tentang Agama (70) B. Agama Sebagai Fenomena Sosial: Konsepsi Marx, Weber dan

Durkheim (77)

(11)

x

BAB IV. PANCASILA, AGAMA SIPIL DAN LAPISAN BUDAYA

A. Yang Maha Kuasa di Alinea Tiga: Kajian Terhadap

Pembukaan UUD 1945 (113)

B. Pancasila Sebagai Agama Sipil: Integrasi, Legitimasi

dan Suara Kenabian (126)

C. Pancasila dalam Analisis Budaya (142) D. Pancasila, Nasionalisme dan Tiga Lapis Budaya (150)

BAB V. NARASI-NARASI TENTANG PANCASILA: DARI SOEKARNO, SOEHARTO HINGGA GUS DUR

A. Tentang Ideologi dan Identitas Naratif (161) B. Narasi Pancasila di Era Soekarno (166) C. Narasi Pancasila di Era Soeharto (177) D. Narasi Pancasila Gus Dur: Theologizing Pancasila (191)

BAB VI. PANCASILA DAN TRANSFORMASI RELIGIOSITAS SIPIL: SEBUAH ANALISIS

A. Pancasila sebagai Milestone Pluralitas Bangsa Indonesia:

Sebuah Proses Transformasi (202) B. Transformasi Pancasila dalam Religiositas Sipil:

Merawat Pluralisme, Menjamin Kebebasan Beragama (211) C. Transformasi Pancasila dalam Religiositas Sipil:

Teori Sekularisasi, Privatisasi dan Pasar (211) D. Pancasila Sebagai Kekuatan Integratif:

Peluang dan Tantangan (230)

AGAMA SIPIL DAN GERAKAN NASIONALISME (1900-1947): STUDI TENTANG GERAKAN TEOSOFI

A. Peranan Elit Jawa, Pergerakan Kebangsaan dan

Identitas Pribumi Baru (258)

B. Teosofi dalam Konteks Indonesia:

Ide dan Perkembangannya (275)

C. Gerakan Teosofi dan Pengaruhnya terhadap

Pergerakan Nasional (295)

D. Teosofi Sebagai Agama Sipil Gerakan Kebangsaan (309)

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Bersama dengan konsep palemahan dan pawongan , ketiganya menjadi unsur dari konsep Tri Hita Karana, yaitu gagasan yang memberikan arti penting bagi keberadaan hubungan yang

Dengan adanya Pendidikan Religiositas yang merupakan salah satu bentuk komunikasi iman, baik antarsiswa yang seagama maupun siswa yang berbeda agama

Judul Skripsi : Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Boyolali.. Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang ditulis ini

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis dapat menyajikan tulisan tesis yang berjudul: Kemanusiaan Pancasila Perspektif Sukarno.. Penulis menyadari segala

Asia Timur Raya ini, yang berkebetulan dengan saat memuncaknya perjuangan pergerakan.. kemerdekaan bangsa Indonesia dan pergerakan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia

negara tidak demikian.Keempat , pada kondisi yang tidak bisa membentuk Agama Sipil menjadi begitu berbeda dengan yang lainnya, maka fungsi agama sipil dibentuk

Penulis berharap dengan adanya sistem ini dapat menerapkan metode feng shui. dengan mudah dan tidak mengalami kesulitan, namun penulis menyadari bahwa

Cara hidup seperti di atas, yang terdapat dalam proses ritual Tulude menurut penulis ketika berdiri pada identitas sebagai bangsa Indonesia, maka di