• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Planktonologi di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Praktikum Planktonologi di Indonesia"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Plankton adalah makhluk (tumbuhan atau hewan) yang hidupnya mengapung atau melayang di dalam air yang kemampuan renangnya (kalaupun ada) sangat terbatas hingga hanyut terbawa arus. Plankton berbeda dengan nekton yang merupakan hewan yang berkemampuan aktif berenang bebas tidak tergantung pada arus, misal ikan, cumi-cumi. Lain pula dengan benthos yang merupakan biota yang hidupnya melekat, menancap, merayap atau meliang didasar laut, misalnya bintang laut, kerang, teripang (Nontji, 2008).

Plankton adalah benda hidup berukuran kecil yang melayang di dalam air, baik air laut maupun air tawar. Plankton dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah golongan tumbuhan berdinding sel yang melayang bebas dalam air, karena merupakan tumbuhan fitoplankton disebut sebagai mikroalga. Fitoplankton merupakan bagian dari rantai makanan yaitu sebagai produktivitas primer. Zooplankton adalah hewan yang bisa melawan arus atau melayang dalam air dan memiliki ukuran antara 0,1-0,3 mm (Kuncoro, 2004).

(2)

1.2 TUJUAN

1.2.1 Pengamatan Komponen Ekologi Perairan

Tujuan dari praktikum lapang Planktonologi tentang pengamatan ekologi kolam adalah agar praktikan dapat mengetahui komponen ekologi, baik biotik ataupun abioti yang mempengaruhi plankton dan kehidupannya.

1.2.2 Pengambilan Sampel Plankton

Tujuan dari praktikum lapang Planktonologi tetang pengambilan sampel adalah agar praktikan mampu mengetahui penentuan lokasi untuk pengambilan sampel plankton, serta memahami cara pengyimpanan sampel plankton.

1.2.3 Identifikasi plankton

Tujuan dari praktikum Laboratorium Planktonologi tentang peng-identifikasian plankton adalah menambah pengetahuan praktikan mengenai bagian-bagian mikroskop serta mampu menguasai tata cara mengidentifikasian plankton.

1.3TEMPAT DAN WAKTU

Pelaksanaan praktikum lapang Planktonologi yang pertama yaitu dilaksanakan di Sumber Sekar, Dau, Malang pada hari Minggu 18 Oktober 2015 pada pukul 07.00 – selesai.

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis dan Klasifikasi Plankton

2.1.1 Pengertian Plankton

Menurut Nontji (2008), Plankton adalah makhluk (tumbuhan dan hewan) yang hidupnya mengapung, mengambang , atau melayang di dalam air yang kemampuan renangnya (kalaupun ada) sangat terbatas hingga selalu terbawa hanyut oleh arus. Istilah “Plankton” diperkenalkan oleh Victor Hensen tahun 1887, yang berasal dari bahasa yunani,”Planktos” yang berarti menghanyut atau mengembara.

Menurut Horne dan Goldman (1994) dalam Musthafa (2013), Plankton merupakan organisme akuatik yang berukuran mikroskopik, hidupnya bergerak di air, pergerakannya lemah, dan lebih ditentukan oleh arus dan angin. Plankton terdiri atas fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton bersifat autotrof dan menjadi produsen primer perairan yang menyediakan energy bagi organisme akuatik lain. Sedangkan zooplankton bersifat heterotrof, yang memerkukan peranan dari makhluk hidup lain untuk memenuhi kebutuhan energinya.

2.1.2 Pengelompokan Plankton a. Berdasarkan ukuran

Menurut Sieburth (1978) dalam Nontji (2008), dengan kemajuan teknik penyaringan yang dapat lebih baik memilah-milah partikel yang sangat halus, penggolongan plankton berdasarkan ukuranya yaitu Megaplankton (20-200cm),Makroplankton (2-20cm), Mesoplankton (0,2-2mm), Mikroplankton (20-200

μm

¿

,Nanoplankton (2-20

μm

¿, Pikoplankton (0,2-2

μm

¿

,

Femtoplankton lebih kecil dari 0,2

μm.

(4)

yang dapat dilihat dengan mata telanjang, biasanya berukuran 1 mm – 10 mm. Mikroplankton merupakan plankton yang berukuran 0,075mm sampai kurang dari 1mm. Nannoplankton, berukuran antara 5

μ

m sampai kurang dari 0,075 mm, yang hampir seluruhnya berupa bakteri dan flagellate autotrof. Sedangkan Ultraplankton, merupakan pakan flagellata-flagellata paling kecil dengan ukuran dibawah 5

μ

m.

b. Berdasarkan asal

Menurut Herawati (1989), berdasarkan asalnya plankton dibedakan menjadi:

1. Autogenik : Plankton yang berasal dari perairan itu sendiri. 2. Allogenik : Plankton yang berasal dari perairan lain.

Berdasarkan asal – usulnya menurut Sova (2006), plankton dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Autoplankton yaitu plankton yang berasal dari perairan itu sendiri.

2. Alloplankton yaitu plankton yang berasal dari luar habitat tersebut.

c. Berdasarkan Siklus Hidup

Menurut Wiadnyana dan Wagey (2004) dalam Asriyana dan Yuliana (2012), menurut batasan daur hidup plankton digolongkan menjadi holoplankton (plankton yang seluruh daur hidupnya sebagai plankton) dan meroplankton (plankton yang hanya sebagian daur hidupnya terutama stadia larva hidup sebagai plankton). Sebagai contoh copepod, pada saat larva hidup sebagai plankton dan masa dewasa hidup sebagai hewan pelagic.

(5)

Beranjak dewasa ia akan berubah menjadi nekton. Yakni hewan yang aktif berenang bebas (Nontji.2008).

d. Berdasarkan Habitat

Menurut Hapsari (2010), berdasarkan habitatnya plankton dibedakan menjadi 2 yaitu Haliplankton dan Limnoplankton. Haliplankton yaitu plankton hidupnya di air laut. Dan Limnoplankton adalah plankton yang hidup di air tawar.

Plankton berdasarkan habitat hidupnya terdiri atas plankton oseanik yang hidp di lautan lepas atau di luar paparan benua. Plankton neritik yang hidup di perairan paparan benua. Dan limnoplankton hidup di air tawar (Sawestri et al.,2012)

e. Berdasarkan Jenis Makanan

Menurut Luthfia (2013), plankton dibagi menjadi dua golongan, yaitu fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani). Plankton tersebut mempunyai peranan penting dalam perairan karena plankton menjadi bahan makanan bagi organisme lain. Zooplankton adalah plankton hewani yang bergerak aktif yang di pengaruhi oleh produksi fitoplankton.

Menurut Nontji (2008), plankton dibagi menjadi dua yaitu fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton merupakan tumpuan bagi semua kehidupan dilaut karena sebagai rantai makanan. Fitoplankton akan dimakan oleh zooplankton. Zooplankton akan dimakan oleh ikan kecil yang pada gilirannya akan dimakan pula oleh ikan yang lebih besar lagi.

2.1.3 Ciri dan klasifikasi Fitoplankton a. Divisi Chlorophyta

Menurut Nuraeni (2012), ciri – ciri phylum chlorophyta antara lain, yaitu :

1. Bewarna hijau, karena mengandung kloroplas (plastid yang bewarna hijau) dengan butir-butir pirenoid ditengahnya yang berfungsi dalam fotosintesis untuk menghasilkan amilum (pati).

(6)

Menurut Kasrina (2012), filum chlorophyta terdiri dari 2 ordo, 5 famili, 17 genus dan 29 spesies :

1. Phylum : Chlorophyta

2. Class : Chlorophyceae

3. Ordo : Zygnematales dan Chlorococcales 4. Family :

a. Desmidiaceae

Genus : Closterium Spesies : C. Moniliferum b. Mesotaeniaceae

Genus : Netrium Spesies : N. Digitus c. Scenedesmaceae

Genus : Scenedesmus Spesies : S. Acuminatus d. Zygnemataceae

Genus : Spirogyra Spesies : Spirogyra sp e. Hidrodictyaceae

Genus : Pediastrum Spesies : P. Boryanum b. Divisi Cyanophyta

Menurut Nuraeni (2010), divisi cyanophyta atau kelas cyanophyceae dibagi menjadi 3 ordo, yaitu :

1. Ordo Chroococcalesa

Memiliki bentuk tunggal atau kelompok, warna hijau kebiruan serta umumnya membentuk selaput lendir pada cadas atau tembok yang basah. Famili choococcaceae, jenis-jenisnya yaitu :

- Choococcusturgidus - Gleocapsasanguinea 2. Ordo Chamasiphonales

Memiliki sel tunggal, koloni berbentuk benang, mempunyai spora. Famili chamasiphonaceae, contohnya :

(7)

3. Ordo Hormogonales

Sel-selnya merupakan koloni berbentuk benang.Benang-benang itu melekat pada substratnya, tidak bercabang, jarring memiliki percabangan sejati, serta lebih sering mempunyai percabangan semu.

Ganggang biru adalah ganggang bersel tunggal atau berbentuk benang dengan struktur tubuh yang masih sederhana. Warna biru kehijauan, autrotrof. Inti dan kromatofora tidak ditemukan. Dinding selnya mengandung pektin, hemiselulosa, dan selulosa, yang kadang-kadang berupa lender, oleh sebab itu ganggang ini juga dinamakan ganggang lender (Myxophyceae). Pada bagian pinggir plasmanya terkandung zat warna klorofil a, karotenoid, dan dua macam kromaprotein yang larut dalam air yaitu fikosianin yang berwarna biru dan fikoeritrin yang berwarna merah. Perbandingan macam-macam zat warna itu amat labil, oleh sebab itu warna ganggang tidak tetap, kadang-kadang tampak kemerah-merahan, kadang-kadang kebiru-biruan. Gejala ini dianggap sebagai suatu penyesuaian diri terhadap sinar (adaptasi kromatik). Ganggang biru umumnya tidak bergerak. Diantara jenis-jenis yang berbentuk benang dapat mengadakan gerakan merayap yang meluncur pada alas yang basah. Bulu cambuk tidak ada, gerakan itu mungkin sekali karena adanya kontraksi tubuh dan diabntu dengan pembentukan lender. Cyanophyceae dibedakan dalam tiga bangsa yaitu bangsa Chroococcales, Chamaesiphonales, dan Hormogonales (Tjitrosoepomo, 2005 dalam Utami, 2012)

c. Chrysophyta

Menurut Musthafa (2013), klasifikasi Chrysophyta sebagai berikut :

Divisi : Chrysophyta Class : Bacillariophyceae

Ordo :

(8)

c. Penales Famili :

a. Chaetoceraceae b. Fragilariaceae c. Centrales d. Coscinodisceae e. Melosiraceae f. Rhizosoleniaceae g. Thallassiosiraceae h. Naviculaceae i. Surirellaceae j. Nitzschiaceae k. Tabellariaceae

Genus :

a. Tabellaria b. Diatoma c. Nitzschia d. Surirella e. Stauroneis f. Navicula g. Gyrosigma h. Cymbela i. Synedra j. Skeletonema k. Rhizosolenia l. Melosira m. Cycotella Spesies :

a. Tabellaria fenestrate b. Tabellaria frocculosa c. Diatoma valgare d. Diatoma alongatum e. Nitzschia actinastroides f. Nitzchia brebisonnii

(9)

h. Stauroneiss spp i. Gyrosigma attenuatum j. Navicula placentula k. Cymbella parva l. Synedra avinis m. Synedra acus n. Skeletonema spp o. Rhizosolenia delicatula p. Melosira ambigua q. Melosira granulate r. Cycotella kutzingiana

Menurut Kemdiknat (2010), Klasifikasi dari salah satu divisi Chrysophyta:

Kingdom : Viridiplantae Phylum : Chrysophyta Class : Diatomphyceae Ordo : Bacillaria Family : Bacillariceae Genus : Bacillaria Spesie : Bacillaria sp d. Rhodophyta

Menurut Wiratmaja (2011), alga merah merupakan kelompok alga yang jenis-jenisnya memiliki berbagai bentuk dan variasi warna. Salah satu indikasi dari alga merah adalah terjadi perubahan warna dari warna aslinya menjadi ungu atau merah apabila alga tersebut terkena panas atau sinar matahari secara langsung. Alga merah merupakangolongan alga yang mengandung karaginan dan agar yang bermanfaat dalam industri kosmetik dan makanan.Adapun ciri-cirinya:

a. Bentuk thalli ada yang silindris (Gelidium latifolium),pipih (Gracillaria folifera) dan lembaran (Dictyopteris sp.).

(10)

c. Sistem percabangan thalli ada yang sederhana, kompleks, dan juga ada yang berselang - seling.

d. Mengandung pigmen fotosintetik berupa karotin,xantofil, fikobilin, dan r-fikoeritrin penyebab warna merah serta klorofil a dan d

Klasifikasi alga merah berdasarkan data molekulerbaru terbagi menjadi 2 subkelas: Bangiophycidae dengan 3-4 ordo dan Florideophycidae dengam 14 ordo.

Eucheuma spinosum tergolong dalam kelas alga merah (Rhodophyceae) berbentuk thallus silindris, permukaan licin, warna coklat tua hijau-coklat, hijau kuning atau merah-ungu. Ciri khusus secara morfologis, jenis ini memiliki duriduri yang tumbuh berderet melingkar. Eucheuma spinosum mengandung karagenan merupakan polisakarida, suatu senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium dan magnesium atau kalsium sulfat dengan galaktosa dan kopolimer 3,6 anhidrogalaktosa (Dhiharmi et al., 2011)

e. Divisi Dinoflagelata

Ketersediaan nutrien dan perubahan rasionya di perairan dapat menyebabkan perubahan kelimpahan fitoplankton dan komposisi spesiesnya, sehingga ketika kadar N menjadi terlalu rendah di perairan, maka dominasi jenis-jenis Diatom dapat digantikan oleh jenis-jenis yang bersifat heterotrofik, seperti blue-green algae atau Dinoflagellata (Domingues et al., 2005 dalam Thoha dan Arief, 2013).

2.1.4 Ciri dan klasifikasi Zooplankton a. Filum Rotifera

Menurut Anitha dan George (2006), klasifikasi rotifera adalah sebagai berikut:

(11)

Genus : Branchionus pallas

Menurut Smet, (2005) dalam Fontaneto (2013), klasifikasi rotifera adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Rotifera Class : Monogononta Order : Ploima

Family : Lepadellidae Genus : Colurella Spesie : Colurella sp.

C. adriarica

Menurut Pejler and Berzinš, (1993) dalam Fontaneto (2010), Rotifera Bdelloid berkutat pada dasar perairan lotic dan lentic, serta dalam film air tipis sekitar partikel tanah atau lumut. Banyak bdelloids bisa berenang, tetapi secara umum hanya kadang-kadang dan untuk jarak pendek, sehingga beberapa spesies dapat sesekali ditemukan sebagai sampel plankton.

Menurut Lahope et al., (2013), Bentuk lorika luas bulat telur, lebarnya sekitar empat-perlima darl panjang, margin anterior bertepatan. Sinus sangat dalam dan berbentuk V, dibulatkan posterior. Tidak ada duré frontal hadir tapi dua segitiga, katup akut terbentuk antara sénus anterior dan tepi lorika. Segmen posterior agak kecil dan memproveksikan jauh melampaui lempeng dorsal. Kaki panjang dan ramping, sekitar sepertiga dari panjang total, paralel-sisi untuk setengah dani panjang dan meruncing secara bertahap ke titik akut.

b. Filum Arthropoda (daphnia dan copepod) 1. Daphnia sp

Menurut Saputra (2011), klasifikasi Dhapnia sp adalah: Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda Subfilum : Crustacea Klas : Branchiopoda

(12)

Famili : Daphniidae Subgenus : Daphnia

Ctenodaphnia Spesis : Pulex

Magna

Menurut Pangkey (2009), terdapat berbagai macam ukuran untuk Daphniidae, tergantung pada spesisnya. Moina yang baru menetas mempunyai ukuran sedikit lebih besar dari Artemia yang baru menetas dan dua kali lebih besar dari ukuran rata-rata rotifer dewasa. Daphnia yang baru menetas berukuran dua kali lebih besar dari Moina. Biasanya Daphnia berukuran 0,1 – 3 mm. Daphnia memiliki fase seksual dan aseksual. Pada kebanyakan perairan populasi Daphnia lebih didominasi oleh Daphnia betina yang bereproduksi secara aseksual. Pada kondisi yang optimum, Daphnia betina dapat memproduksi telur sebanyak 100 butir, dan dapat bertelur kembali setiap tiga hari. Daphnia betina dapat bertelur hingga sebanyak 25 kali dalam hidupnya, tetapi rata-rata dijumpai Daphnia betina hanya bisa bertelur sebanyak 6 kali dalam hidupnya. Daphnia betina akan memulai bertelur setelah berusia empat hari dengan telur sebanyak 4 – 22 butir. Pada kondisi buruk jantan dapat berproduksi, sehingga reproduksi seksual terjadi. Telur-telur yang dihasilkan merupakan telur-telur dorman (resting eggs). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan hal ini adalah kekurangan makanan, kandungan oksigen yang rendah, kepadatan populasi yang tinggi serta temperatur yang rendah.

2. Copepoda

Menurut Saputra (2011), klasifikasi copepoda adalah sebagai berikut:

(13)

Class : Malacostraca Order :Isopoda

Amphipoda Euphausiacaea Mysidiacea Class : Maxillopoda Subclass : Copepoda Order : Calanoida

Harpacticoida

Menurut Kabata, (1975) dalam Saputra (2011), lebih daripada 2000 Copepoda bersifat parasit pada ikanl aut dan ikan air tawar, tetapi ada juga yang memiliki nilai ekonomis sebagai makanan ikan. SeranganCopepoda dapat mengakibatkan luka yang serius dan berakibat fatal. Parasit Copepoda yang menyerang ikan dikelompokkan menjadi dua, yaitu Poeclostomatida dan Siphonostomatoida.

Menurut Boehler (2012), setiap Copepoda mulai hidup sebagai telur, yang dibawa oleh perempuan dalam satu atau dua kantung telur (lihat di bawah). Setelah reproduksi seksual, telur dibuahi (zigot) berkembang di dalam kantung telur menjadi embrio, yang menetas sebagai nauplius (pl: nauplii) larva. Nauplius sedikit beruang kemiripan ke copepoda dewasa.

3. Filum Insect (Insect air)

Menurut Maramis et al. (2011), pengklasifikasian insecta dapat dibedakan menjadi:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta

Ordo : Ephemeroptera Odonata

(14)

Trichoptera Coleoptera Famili : Heptagenidae

Baetiidae Caenidae Agrionidae Coenaagrionidae Gerridae

Pyralidae Cerapatoginade Chironimidae Hydropsychidae Polycentropodidae Philopatomidae Elmidae

Genus : Heptagenia Rhitrogena Baetis Caenis Hydropsyhe

(15)

2.2 Parameter Kualitas Air dan factor yang mempengaruhi kehidupan plankton (Fitoplankton dan Zooplankton)

2.2.1 Suhu

Penurunan salinitas dan pH serta naiknya suhu menyebabkan tingkat bioakumulasi semakin besar karena ketersediaan logam berat tersebut semakin meningkat. Suhu dan salinitas merupakan parameter-parameter fisika yang penting untuk kehidupan organisme di perairan laut dan payau. Parameter ini spesifik di perairan estuaria (Hutagalung, 1991 dalam Arisandy et al., 2012).

Kenaikan suhu di atas kisaran toleransi organisme dapat meningkatkan laju metabolism. Seperti pertumbuhan, reproduksi dan aktifitas organisme. Kenaikan laju metabolisme dan aktifitas ini berbeda untuk spesies, proses dan level atau kisaran suhu (Erlangga, 2007 dalam Arisandy et al., 2012).

2.2.2 pH

pH adalah bervariasi dan dipengaruhi oleh suhu, alkalinitas, oksigen terlarut dan adanya berbgai kation dan anion, serta jenis stadium suatu organisme. Tinggi rendahnya pH periaran dipengaruhi oleh konsentrasi karbonat terlarut, bikarbonat serta CO2 bebas yang pada dasarnya menjadi buffer alami dalam suatu perairan. Sejauh ini perubahan pH yang terjadi masih dapat ditolerir oleh ikan, berkisar antara 6,5-8,2 (Ecenfelder, 2003 dalam Pratiwi, 2010).

(16)

kisaran pH 4-5 tingkat keasaman mematikan dan tidak ada reproduksi. Pada kisaran pH 5-6,5 pertumbuhan lambat ,6,5-9 baik untuk reproduksi dan ph 9 merupakan tingkat aklinitas yang mematikan (Affrianto dan Evi, 1992).

2.2.3 Kecerahan

Kecerahan adalah perkiraan kemampuan penetrasi sinar matahari kedalam perairan. Tinggi rendahnya kecerahan akan mempengaruhi kegiatan fotosintesis dan produktifitas perairan atau kesuburan perairan. Kecerahan yang baik untuk ikan patin adalah 30-45 cm. kecerahan atau kekeruhan disebabkan oleh partikel-partikel bahan organic maupun anorganik seperti, lumpur, sampah, polutan, hasil dekomposisi bahan organic dan plankton ( Mahyudin, 2010).

Kecerahan pada suatu perairan dipengaruhi oleh zat-zat yang terlarut dalam perairan, sehingga berhubungan dengan penetrasi sinar matahari. Semakin tinggi kecerahan, maka intensitas cahaya yang masuk ke dalam suatu perairan semakin besar (Nybakken,1988 dalam Zahidin, 2008). Kecerahan berlawanan dengan kekeruhan yang juga disebabkan adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikrooganisme lainnya. Akibat kekeruhan yang tinggi dapat mengganggu sistem pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, dan dapat menghambat penerasi cahaya ke dalam air (Effendi, 2003 dalam Zahidin, 2008).

2.2.4 DO

(17)

Berkurangnya oksigen terlarut mengakibatkan masalah pada kehidupan hewan makrobenthos. Demikian pula berkurangnya oksigen terlarut biasanya dikaitkan dengan tingginya bahan organik yang masuk ke perairan. Besarnya kandungan oksigen terlarut sangat dipengaruhi oleh laju fotosintesis, respirasi, temperatur, salinitas, dan dekomposisi (Odum, 1971 dalam Zahidin, 2008).

2.2.5 CO2

Karbondioksida adalah komponen yang umum yang ada diudara maupun diair. Gas ini dapat diperoleh dari hasil respirasi dan penguraian bahan organik. Meningkatnya konsentrasi gas ini dalam keadaan tertutup selama mengangkut ikan merupakan suatu masalah utama didaerah tropis. Pengaruh gas karbondioksida dalam perairan sangat dipengaruhi oleh oksigen terlarut pada perairan tersebut ( Affrianto dan Evi, 1992).

CO2 merupakan salah satu gas yang memiliki efek rumah kaca yaitu gas yang menyerap panas dan dilepaskan oleh cahaya matahari. Meskipun keberadaan karbondioksida diudara sangat kecil, namun keberadaan karbondioksida diperairan jumlahnya banyak karena karbondioksida memiliki kelarutan yang sangat tinggi. Salah satu pembentuk kabrondioksisa dalam perairan adalah ion bikarbonat/ HCO3 (Jefriess dan Mils, 1996 dalam Sudarmadji, 2013).

2.2.6 Nitrat

(18)

mengubah amonia menjadi nitrit, lalu menjadi nitrat. Jika kadar nitrat dalam air cukup tinggi maka akan menyebabkan menurunkan kualitas suatu perairan, sehingga tumbuhan tumbuhan yang berada diperairan akan subur. (Boyd, 1988 dalam Purwanta, 2010).

Nitrit menunjukkan jumlah zat nitrogen yang hanya sebagian saja mengalami oksidasi dan merupakan suatu tingkat peralihan dalam memproses perubahan zat organik menjadi bentuk yang tetap. Nitrit akan diubah menjadi amoniak dalam perairan anoxic. Perairan yang banyak mengandung akumulasi pupuk sering menyebabkan pencemaran nitrit. Perairan yang tercemar biasanya mengandung nitrit hingga 2 mg/L (Goldman dan Horne,1983 dalam Suriadarma, 2011).

2.2.7 Phospat

Kadar fosfor yang dipekenankan bagi minuman yang layak dibuat minum adalah 0,2mg/liter dalam bentuk fosfat. Kadar phospat pada perairan alami sekitar 0,0005-0,02 mg/liter P-PO4, sedangkan pada air tanah biasanya sekitar 0,02 mg/liter P-PO4 (UNSECO/ WHO/ UNEP, 1992). Kadar fosfor dalam orthoposfat jarang melebihi 0,1 mg/liter pada perairan eutroph. Kadar fosfat dalam periran alami melebihi 1 mg/ Liter ( Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Berdasarkan kadar orthophospat, perairan dibedakan menjadi tiga, yaitu oligotropik memiliki kadar orthophospat 0,003-0,01 mg/ liter, mesotropik memiliki kadar orthophospat 0,003-0,013-0,03 mg/ liter dan eutropik memiliki kadar orthophospat 0,033-0,1 mg/ liter (Vollenweider, 1975 dalam Effendi, 2003).

2.2.8 TOM

(19)

perairan. Sampel air laut untuk pengukuran konsentrasi senyawa nitrogen diambil bersamaan dengan untuk sampel oksigen, kemudian dialirkan ke dalam botol polietilen untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium. Sedimen laut untuk pengukuran konsentrasi. Total Organic Matter(TOM) diambil dengan menggunakan grab Van Veen yang mampu mengambil sampel sedimen sedalam kira-kira 8 cm dari permukaan dasar laut ( Susana, 2009).

2.3 Kelimpahan Plankton (Fitoplankton dan zooplankton) 2.3.1 Indeks Keragaman

Menurut Iswanto (2015), Indeks keanekaragaman plankton dihitung berdasarkan rumus Shannon-Wiever (H’) berikut ini: H' = -pi ln pi

Dimana:

H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiever (H’) Pi = ni/N, jumlah jenis ke-i per jumlah total seluruh jenis ln = Logaritma natural

Indeks keanekaragaman spesies adalah ukuran kekayaan komunitas dilihat dari jumlah spesies dalam suatu kawasan, berikut jumlah individu dalam tiap spesies. Indeks keanekaragaman spesies dianalisis dengan menggunakan formula Shannon-Wiener (Usman et al.,2013)

Dimana :

H’ : Indeks keanekaragaman spesies ni :Jumlah individu dalam spesies ke-i N : Jumlah total individu

Keterangan :

H’< 1 : Keanekaragaman rendah dan keadaan komunitas rendah 1<H’<3: Keanekaragaman sedang dan keadaan komunitas

sedang

(20)

2.3.2 Indeks Dominasi

Dominansi spesies adalah penyebaran jumlah individu tidak sama dan ada kecenderungan suatu spesies mendominasi. Untuk mengetahui indeks dominan dalam suatu habitat digunakan rumus di bawah ini (Odum, 1994 dalam Usman, 2013).

Dimana :

C : Indeks dominan spesies

ni : Jumlah individu setiap spesies i N: Jumlah total individu seluruh spesies Keterangan :

C< 0,50 : Dominasi rendah 0,50<C<0,75 : Dominasi sedang 0,75<C<1 : Dominasi tinggi

Berdasarkan Odum (1971) dalam Madinawati (2010), dominansi hasil perhitungan adalah sebagai berikut : D mendekati 0 tidak ada jenis yang mendominasi dan D mendekati 1 terdapat jenis yang mendominasi.

(21)

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Pengukuran Kualitas Air a. Suhu

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran suhu adalah sebagai berikut:

- Thermometer Hg : digunakan untuk mengukur suhu diperairan

- Stopwacth : untuk menghitung waktu pengukuran suhu

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum planktonologi pada pengukuran suhu adalah sebagai berikut:

- Air kolam : sebagai sampel yang diukur suhunya b. pH

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran pH adalah sebagai berikut:

- Kotak standart pH : sebagai indicator pembanding nilai pH yang diperoleh

- Stopwatch : untuk menghitung waktu

- Botol air mineral : sebagai wadah air kolam

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran pH adalah sebagai berikut:

- Air kolam : sebagai sampel yang diukur pHnya

- pH paper : untuk mengukur pH air kolam

- Kertas label : untuk menandai botol air mineral c. Kecerahan

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran kecerahan adalah sebagai berikut:

- Secchi disk : untuk mengukur kecerahan pada suatu perairan

- Tali tampar : sebagai alat bantu untuk memegang secchi disk

- Penggaris : untuk mengukur panajng d1 dan d2

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran kecerahan adalah sebagai berikut:

- Air kolam : sebagai sampel yang diukur kecerahannya

(22)

d. DO

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran DO adalah sebagai berikut:

- Botol DO : sebagai wadah pengambilan dan menyimpan air sampel perairan

- Pipet tetes : untuk mengambil larutan dalam skala kecil - Botol film : sebagai wadah dari plankton yang terjaring

planktonet

- Buret : sebagai wadah larutan titrasi - Statif : sebagai penyangga biuret

- Corong : untuk memudahkan memasukkan air sampel atau larutan

Na

2

S

3

O

3

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran DO adalah sebagai berikut :

- Air kolam :sebagai sampel yang diukur DOnya - MnSO4 : untuk mengikat oksigen

- NaOH + KI : membentuk endapan coklat dan melepaskan

I

2 - H2SO4 :untuk pengkondisian asam dan melarutkan

endapan coklat

- Amylum : untuk pengondisian basa dan indicator warna ungu

- Na2S2O3 : sebagai larutan titran untuk mengikat

O

2 - Aquades : untuk membersihkan alat-alat yang sudah

dibersihkan

- Kertas label : untuk menandai sampel dan larutan

e. CO2

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran adalah CO2 sebagai berikut:

- Botol air mineral 600 mL : sebagai wadah mengambil dan menyimpan air sampel

- Erlenmeyer 100ml : sebagai wadah air sampel yang akan ditetesi larutan

(23)

larutan pp

- Statif : sebagai penyangga buret - Gelas ukur 25 mL : untuk mengukur volume air

- Pipet tetes : untuk pengambilan pp dalam skala kecil Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran CO2 adalah sebagai berikut:

- Air kolam : sebagai sampel ang diamato kadar

CO

2nya - Indikator PP : sebagai indicator warna pink dan suasana

basa

- Na2CO3 : sebagai larutan titrasi dan mengikat

CO

2 - Kertas label : untuk menandai sampel dan larutan

f. Nitrat Nitrogen

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran Nitrat Nitrogen adalah sebagai berikut:

- Hot plate : untuk memanaskan air sampel - Gelas ukur 25 mL : untuk tempat air sampel

- Cawan porselen : untuk wadah menguapkan sampel zat hingga diperoleh kristal

- Pipet tetes : tempat mengambil larutan NH4OH dalam skala kecil

- Pipet volume 10 mL : untuk mengambil larutan NH4OH dengan bantuan bola hisap

- Bola hisap : untuk membantu dalam pengambilan larutan

- Cuvet : sebagai tempat menyimpan larutan - Rak cuvet : sebagai tempat untuk meletakkan cuvet - Washing bottle : sebagai wadah aquades

- Spatula : untuk menghomogenkan larutan dengan sampel

- Spektrofotometer : untuk mengatur kadar nitrat berdasarkan panjang gelombang

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran nitrat nitrogen adalah sebagai berikut:

(24)

- Asam fenol disulfonik : untuk melarutkan kerak nitrat di cawan porselen

- NH4OH : untuk melarutkan kerak lemak dan suplay H+

- Aquades : sebagai pelarut

- Kertas label : untuk menandai sampel dan larutan - Kertas saring : untuk menyaring sampel (nitrat) g. Orthofosfat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran adalah Orthofosfat sebagai berikut :

- Beaker glass 250ml : sebagai wadah larutan sementara

- Pipet tetes : untuk mengambil larutan dalam skala kecil - Gelas ukur 50 ml : untuk mengukur air sampel

- Erlenmeyer 50 ml : wadah untuk menghomogenkan air sampel dengan larutan

- Cuvet : sebagai tempat larutan terakhir - Spektrofotometer : untuk mengatur kadar orthofosfat

berdasarkan panjang gelombang - Rak cuvet : tempat meletakkan cuvet

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran Orthofosfat adalah sebagai berikut :

- Air kolam : sebagai sampel yang akan diukur kadar phosfatnya

- SnCl2 : sebagi indicator warna biru

- Amonium molybdate : mengikat phospat dan membentuk amnium fosfomolybdate

- Kertas label : untuk member tanda cuvet agar tidak tertukar

h. TOM (Total Organic Matter)

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran TOM adalah sebagai berikut:

- Erlenmeyer 100ml : sebagai wadah air sampel

- Pipet tetes : untuk mengambil larutan dalam skala kecil - Buret : sebagai wadah larutan titrasi

(25)

- Thermometer Hg : untuk mengukur suhu - Hot plate : untuk memanaskan sampel

- Pipet volume 10ml : untuk mengambil larutan H2SO4 dan KMNO4 dengan volume tertentu

- Bola hisap : untuk mempermudah penambilan larutan - Gelas ukur 25ml : sebagai tempat mengukur volume air

sampel

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum planktonologi p ada pengukuran CO2 adalah sebagai berikut :

- Air kolam : sebagai sampel yang diukur TOM nya - KMNO4 : sebagai oksidator dan pengikat bahan

organik

- H2SO4 : sebagai pengoksidasi asam dan biokatalisator

- Na-oxalate : sebagai reduktor - Aquades : sebagai pelarut

- Tissue : untuk membantu mengangkat Erlenmeyer setelah dipanaskan

3.1.2 Pengambilan Sampel Plankton

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran pengambilan sampel plankton adalah sebagai berikut :

- Botol film : sebagai wadah air sampel plankton - Plankton net : untuk mengambil atau menyaring sampel

plankton

- Cool box : untuk menyimpan air sampel plankton pada botol film

- Ember 5 L : untuk mengambil air sampel ke planktonnet

- Pipet tetes : untuk mengambil larutan dalam skala kecil Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran pengambilan sampel plankton adalah sebagai berikut: - Air kolam : sebagai sampel yang diamati planktonnya - Lugol : sebagai preservasi atau pengawet

(26)

- Kertas label : member tanda pada botol film 3.1.3 Pembuatan Preparat dan Pengamatan Plankton

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pembuatan preparat dan pengamatan plankton adalah sebagai berikut:

- Pipet tetes : untuk membantu mengambil larutan dalam skala kecil

- Botol film : sebagai wadah penyimpanan air sampel

- Botol semprot (washing bottle) : sebagai wadah aquades - Objek glass : sebagai tempat objek saat

pengamatan dibawah mikroskop - Cover glass : sebagai penutub objek glass - Mikroskop binokuler : untuk mengamati objek yang

berukuran mikroskopis

- Buku Presscot, Davis, Shirrota : sebagai acuhan atau pedoman dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasikan plankton yang diamati

- Nampan : sebagai tempat alat dan bahan - Alat tulis : untuk menulis mengenai plankton

yang diambil

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pembuatan preparat dan pengamatan plankton adalah sebagai berikut:

- Air sampel plankton : sebagai sampel yang diamati planktonnya

- Aquades : untuk mengkalibrasi objek - Tissue : untuk mengeringkan objek dan

(27)

3.2 Prosedur Kerja 3.2.1 Suhu

Pada praktikum Planktonologi, langkah pertama pengukuran suhu adalah menyiapkan alat dan bahan. Selanjutnya thermometer Hg dicelupkan di kolam dengan cara membelakangi matahari agar tidak mempengaruhi suhu yang ada di dalam kolam dan jangan tersentuh tangan. Tunggu kurang lebih 2 menit.Kemudian melakukan pembacaan thermometer Hg. Usaha kan masih ada di perairan. Lalu catat hasilnya dengan skala

° C

.

3.2.2 pH

Pada praktikum Planktonologi, langkah pertama pengukuran pH adalah menyiapkan alat dan bahan. Selanjutnya pH paper dicelupkan ke dalam kolam dan didiamkan selama beberapa menit.Lalu diangkat dan kibas-kibaskan pH paper hingga setengah kering. Setelah itu dicocokkan dengan kotak standar pH. Dan dicatahasilnya

3.2.3 Kecerahan

Pada praktikum Planktonologi, langkah pertama pengukuran kecerahan adalah menyiapkan alat dan bahan. Kemudian masukkan secchi disk di perairan hingga tak tampak pertama kali. Tandai dengan karet gelang dan dicatat sebagai D1. Kemudian masukkan secchi disk hingga tak tampak sama sekali. Lalu ditarik perlahan-lahan sampai tampak pertama kali. Tandai dengan karet gelang dan dicatat sebagai D2. Setelah itu ukurpanjang D1 dan D2. Kemudian dihitung dengan rumus berikut dan dicatathasilnya.

D

1+

D

2

2

3.2.4 DO

(28)

gelembung dan tidak terjadi pencampuran dengan kandungan lain sambil dihomogenkan. Lalu tutup botol berisi sampel. Jika menutup harus di dalam perairan. Kemudian buka tutup botol DO yang telah berisi air sampel.Tambahkan 2 ml MnSO4dan 2 ml NaOH + KI.MnSO4 berfungsi untuk mengikat O2 yang ada di dalam perairan. Sedangkan NaOH+KI digunakan untuk melepas I2 dan membentuk endapan coklat. Setelah itu diamkan beberapa saat. Lalu buang air bening di atas endapan coklat tadi.Lalu air sampel ditetesi H2SO4 yang berfungsi sebagai pengkondisian asam dan melarutkan endapan coklat. Kemudian dihomogenkan. Setelah itu tambah kan jadi 3 tetes amylum yang berfungsi sebagai pengkondisian basa dan indikator warna ungu. Kemudian dihomogenkan lagi. Lalu titrasi dengan Na2S2O3 0,025 N. Lalu titrasi sampai air sampel bening pertama kali dan dicatat volume awal dan akhir titran . Kemudian dimasukkan rumus sebagai berikut:

DO

=

V titran× N titran×

volume botol DO

8

−4

×

1000

3.2.5 Karbondioksida

Pada praktikum Planktonologi, langkah pertama pengukuran karbon dioksida adalah menyiapkan alat dan bahan. kemudian ambil air kolam sebagai sampel dan masukkan ke dalam gelas ukur sebanyak 2 ml. Lalu air sampel dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Tambahkan 3 tetes indikator pp yang berfungsi sebagai indikator warna pink dan suasan basa. Jika air sampel langsung berwarna pink maka kadar karbondoksida= 0. Jika tidak membentuk warna pink, titrasi dengan Na2CO3. Yang berfungsi sebagai larutan titrasi serta untuk mengikat oksigen. Titrasi sampai air sampel berwarna pink pertama kali. catat volume awal dan volume akhir dari titran. Kemudian hitung dengan rumus:

(29)

3.2.6 Nitrat nitrogen

Pada praktikum Planktonologi, langkah pertama pengukuran nitrat nitrogen adalah menyiapkan alat dan bahan. Kemudian ambil air sampel sebanyak 25 ml dan dituangkan ke dalam cawan porselen. Lalu dipanaskan dengan hot plate hingga membentuk kerak. Lalu didinginkan beberapa saat. Lalu tambahkan 0,5 ml (11 tetes) asam fenoldisulfonik yang berfungsi untuk melarutkan kerak nitrat di cawan. Kemudian homogenkan. Setelah itu encerkan dengan cara menambah 2,5 ml aquades. Lalu air sampel dituangkan ke beaker glass. Lalu tambahkan NH4OH yang berfungsi untuk melarutkan kerak lemak dan indikator basa sampai berwarna kekuningan. Lalu encerkan lagi dengan aquades dan dimasukkan ke dalam cuvet. Kemudian dihitung dengan spektofotometer sesuai panjang gelombangnya dan didapat hasilnya.

3.2.7 Orthophospat

Pada praktikum Planktonologi, langkah pertama pengukuran Orthophospat adalah menyiapkan alat dan bahan. Kemudian ukur air sampel sebanyak 25ml dengan gelas ukur. Lalu tambahkan 2ml ammonium molybdate yang berfungsi untuk mengikat fosfat dan membentuk ammonium fofsomolybdate. Lalu homogenkan. Tambahkan 5 tetes larutan SnCl2 yang berfungsi sebagai indikator warna biru. Lalu dihomogenkan lagi. Masukkan air sampel tersebut ke dalam cuvet. Kemudian diukur kadar fosfat menggunakan spektrofotometer berdasarkan panjang gelombbangnya dan didapat hasilnya.

3.2.8 TOM

(30)

akhir titran sebagai nilai x. Lalu catat volume titran aquades sebagai y=0,2. Dan dihitung dengan rumus sebagai berikut.

3.2.9 Pengambilan Sampel Plankton

Pada praktikum Planktonologi, langkah pertama pengambilan sampel plankton adalah menyiapkan alat dan bahan. Kemudian kalibrasi planktonet dengan cara dicelupkan di perairan kolam. Lalu pasang botol film pada ujung plankton net dan diikat dengan karet gelang. Setelah itu ambil sampel air dengan ember 25 L. Kemudian saring sampel air dengan planktonet hingga konsentrasi, secara perlahan-lahan plankton akan masuk dan terapung pada botol film. Lalu teteskan 3-4 lugol untuk mengawetkan plankton yang ada dalam botol film tersebut. Setelah itu disimpan pada lemari es dengan suhu

4

°C

Prosedurpembuatanpreparatdanpengamatan plankton 1. Pembuatan preparat

Pada praktikum Planktonologi, langkah pertama pembuatan preparat adalah menyiapkan alat dan bahan. Langkah kedua objek glass dan cover glass Dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan aquades dan dilap dengan tissue secara searah. Lalu tetesi objek glass dengan sampel plankton daribotol film sebanyak satu tetes.Kemudian tutuplah objek glass dengan cover glass secara perlahan-lahan dengan kemiringan45

° C

. Jika masih terdapat gelembung padapreparat, ulangi kembali cara tadi dengan hati-hati.

2. Pengamatan Plankton

(31)

Langkah awam dalam skema kerja prosedur pencarian luas bidang pandang yaitu meletakkan preparat di atas meja mikroskop. Sebelum diperjelas, dengan memutar pengatur cahaya dan bukan diafragma, pilih perbesaran yang diharapkan. Lalu cari focus dengan memutar pemutar kasar dan pemutar halus sampai preparat terlihat jelas, untuk perbesaran 1000x gunakan minyak emercy agar tidak terjadi gesekan dan memperjelas objek. Cari luas bidang pandang dengan rumus

D=D1-D2

LBP=

1

4

D2

Dimana : D= diameter D1= jarak 1(mm) D2 = jarak 2 (mm)

LBP = LuasBidang Pandang

Cara ditetapkannya D dengan cara lingkaran yang tampak pada mikroskop digeser dari titik tengah sampai pojok atas di lingkaran yang tampak pada mikroskop.

4. Perhitungan Plankton dibawah Mikroskop

(32)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pengamatan

4.1.1 Data Tabel Pengamatan Praktikum Kualitas Air Parameter Pukul 08.10 WIB

Suhu (0C) 280C Kecerahan (cm) 26

pH 8

DO (mg/l) 6,01

CO2 (mg/l) 43,9472

Warna Kolam Hijau

Nitrat 0,2 ppm

Fosfat 0,19 ppm

TOM 6,32 ppm

(33)

33 Bidang

Pandang

Gambar Jumla h

(34)

AIR LAUT

2 88 Kingdom :

Plantae

Filum :

Chrysophyta

Kelas :

Xanthophyce ae

Ordo :

Vauchetales

Famili :

Tribonemace ae

Genus :

Tribonema Spesies : Tribonema sp.

1 18 Kingdom :

Plantae

Filum :

Chrysophyta

Kelas :

Bacillarto

Ordo :

Centrales

Famili :

Chaetroceroc eae

Genus :

Chaetoceros Spesies : haetoceros sp.

(35)

AIR TAWAR

Phylum Genus N D N(sel/L) Pi KR

(%) H H’

Charophyta mougeotia 1 1 11859,83

8 1 100% 0 0

4.2.1 Deskripsi Stasiun Pengamatan (Gambar Kolam)

(36)

tersebut adalah hijau.Warna hijau pada kolam mengidentifikasikan adanya blooming alga di perairan.Kedalaman kolam tersebut kurang dari satu meter.

Menurut Watabe et al., (1983) dalam Bimantara (2015), teknologi dasar kolam buatan dilakukan untuk mempersempit ruang gerak ikan yang akan dibudidayakan sehingga asupan energi yang diperoleh ikan dapat dimanfaatkan untuk mempercepat proses pertumbuhan. Efektivitas penggunaan pakan dan konversinya menjadi pertumbuhan (produksi daging) paling tinggi dengan penggunaan dasar kolam buatan. Pakan yang diberikan selama budidaya lebih lanjut sedikit dibandingkan perlakuan yang lain. Akumulasi penghematan pakan ini akan berpengaruh pada biaya produksi.

4.2.2 Hubungan Parameter Kualitas Air Terhadap Kelimpahan Plankton

a. SUHU

Pada Praktikum Planktonologi tentang pengukuran suhu kolam yang dilaksanakan pada pukul 08.10 WIB diperoleh suhu sebesar 28˚C. Kisaran nilai ini merupakan kisaran yang baik untuk pertumbuhan plankton.

Menurut Nykbaten, (1992) dalam Utomo (2013), salah satu faktor yang sangat penting dalam penyebaran organisme plankton adalah temperatur. Suhu atau temperatur yang baik bagi pertumbuhan ikan berkisar antara 21-26˚C masih dalam toleransi deviasi 3. Suhu yang semakin rendah dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan ikan.

b. pH

(37)

Menurut Effendi, (2003) dalam Suryanto (2011), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Alga akan memanfaatkan karbondioksida hingga batas pH tidak memungkinkan lagi bagi alga untuk tidak menggunakan karbondioksida (sekitar 10-11), karena pH itu karbondioksida bebas tidak dapat ditemukan. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya nitrifikasi akan berakhir bila pH rendah.

c. Kecerahan

Pada Praktikum lapang Planktonologi, dilakukan pengambilan sampel yang dilakukan disalah satu kolam Sumber Sekar,Dau, Malang, Jawa Timur. Pengukuran kecerahan diperoleh hasil kecerahan 26cm. Adanya hubungan antara kecerahan dan Plankton adalah semakin tinggi nilai kecerahan suatu perairan, maka semakin tinggi pula tingkat plankton di perairan. Kecerahan perairan menentukan jumlah fitoplankton dan zooplankton yang menentukan stratifikasi air.

Menurut Yuliana, (2007) dalam Devi (2013), semakin tinggi daya tembus dari cahaya matahari kedalam kolam air akan menyebabkan semakin tinggi kecerahan perairan tersebut. Pengaruh ekologis dan kecerahan akan menyebabkan penurunan penetrasi cahaya kedalam perairan yanf selanjutnya akan menurunkan fotosintesis dan produktivitas primer fitoplankton. Fitoplankton sangat berpengaruh pada kecerahan yang masuk ke dalam perairan.

d. DO

Pada Praktikum lapang Planktonologi, dilakukan pengambilan sampel yang dilakukan disalah satu kolam Sumber Sekar,Dau, Malang, Jawa Timur. Pengukuran DO diperairan diperoleh hasil 6,01 ppm. Plankton mampu berfotosintesis dan dapat menghasilkan makanannya sendiri dengan menghasilkan DO. Nilai DO pada suatu perairan tersebut merupakan nilai yang optimal karena DO kisaran 5-7 ppm. Semakin tinggi DO suatu perairan maka kelimpahan plankton semakin tinggi.

(38)

dijumpai ikan yang beragam suatu perairan. DO dihasilkan fitoplankton pada proses fotosintesis karena fitoplankton dapat menbuat makanan itu sendiri.

e. CO2

Pada Praktikum lapang Planktonologi, dilakukan pengambilan sampel yang dilakukan disalah satu kolam Sumber Sekar,Dau, Malang, Jawa Timur. Pengukuran CO2 diperoleh hasil sebesar 43,9472 ppm. Hubungan CO2 dengan plankton adalah CO2 merupakan senyawa organik yang dimanfaatkan oleh plankton khususnya fitoplankton untuk melakukan fotosintesis. Semakin rendah nilai CO2 , maka jumlah plankton disuatu perairan semakin melimpah. Namun apabila disuatu perairan memiliki nilai CO2 lebih dari 12mg/l dikatakan sebagai perairan yang kurang baik.

Menurut Wardoyo (1981), naiknya kadar karbondioksida bebas selalu diiringi oleh kadar oksigen terlarut. Apabila kadar CO2 bebas di perairan tinggi maka kadar oksigen terlarut akan rendah dan juga sebaliknya. Karbondioksida bebas yang ada di perairan akan meningkat jumlahnya pada malam hari.

f. Nitrat

Pada Praktikum lapang Planktonologi, dilakukan pengambilan sampel yang dilakukan disalah satu kolam Sumber Sekar,Dau, Malang, Jawa Timur. Pengukuran Nitrat diperoleh hasil sebesar 0,2 ppm. Nitrat sangat berpengaruh terhadap kelangsungan plankton untuk karena nitrat dapat menghasilkan nutrien yang bermanfaat untuk pertumbuhan. Kadar nitrat pada perairan sangat rendah yaitu sekitar 0,01 mg/liter.

Menurut Notodarmojo, (2005) dalam Kamsuri et a l ., (2013), nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrigen diperairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan Alga. Nitrat merupakan salah satu sumber utama nitrogen di perairan. Kadar nitrat pada perairan lebih dari 5mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan.

(39)

Pada Praktikum lapang Planktonologi, dilakukan pengambilan sampel yang dilakukan disalah satu kolam Sumber Sekar,Dau, Malang, Jawa Timur. Pengukuran Fosfat yang dilakukan, didapatkan hasil sebesar 0,19 ppm .Fosfat sangat berguna dalam pertumbahan organisme dan merupakan faktor yang menentukan produktivitas dalam air. Fosfat juga dapat dijadikan sebagai parameter kimia untuk mendeteksi pencemaran air.

Menurut Hutagalung dan Rozak, (1948) dalam Girsang et al. (2013), fosfat adalah bahan makanan utama yang digunakan oleh semua organisme. Untuk pertumbuhan dan sumber energi. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam pembentukan protein dan membantu proses metabolisme sel suatu organisme. Dalam senyawa organis,e, fosfat dapat berupa gula fosfat dan hasil oksidasinya, nekloprotein dan fosfoprotein.

h. TOM

Pada Praktikum lapang Planktonologi, dilakukan pengambilan sampel yang dilakukan disalah satu kolam Sumber Sekar,Dau, Malang, Jawa Timur. Pengukuran TOM yang dilakukan, didapatkan hasil sebesar 6,32 ppm. TOM merupakan bahan organik terlarut yang menggambarkan kandungan bahan organik terlarut disuatu perairan. Dalam pengujian TOM yang kita gunakan kalium permanganut (KMnO2) dipakai sebagai oksidator penentuan konsumsi oksigen untuk mengoksidasi bahan organik.

Menurut Zulkifli et al. (2009), kandungan bahan organik yang tinggi akan mempengaruhi tingkat keseimbangan perairan. Tingginya kandungan bahan organik akan mempengaruhi kelimpahan organisme tertentu yang tahan terhadap tingginya kandungan bahan organik tersebut sehingga yang tahan terhadap tingginya kandungan bahan organik tersebut sehingga dominasi dapat terjadi.

(40)

menetukan jumlah fitoplankton dan zooplankton yang berpengaruh pada stratifikasi air. Sedangkan Do diperoleh hasil 6.01, dimana hasil tersebut merupakan nilai optimal karena kirasan DO antara 6-7 dan semakin tinggi DO maka semakin rendah CO2 sedangkan plankton semakin melimpah. Dalam pengukuran nitrat diperoleh hasil 0.2 ppm. Kadar nitrat pada perairan yang lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaranan tropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Pengukuran orthofosfat didapatkan hasil 0.19 ppm, fungsi fosfat adalah bahan makanan utama yang digunakan oleh semua organisme untuk pertumbuhan dan sumber energy.

4.2.3 Kelimpahan Plankton

4.2.3.1 Tingkat Kesuburan Perairan Berdasarkan : A. Kelimpahan Plankton

Berdasarkan kelimpahan fitoplankton, perairan kolam yang dijadikan sampel dapat dikatakan subur karena jumlah utamanya adalah Phylum Chlorophyta yang cukup banyak. Sehingga mampu menghasilkan bahan organic.

Perhitungan kelimpahan fitoplankton dilakukan dengan menggunakan metode sapuan dengan bantuan mikroskop. Kelimpahan fitoplankton dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (APHA, 1989 dalam Sari, 2012)

Keterangan:

N= kelompahan plankton A= luas cover glass B= luassapuan

C= volume air yang tersaring D= volume air yang diamati E= air yang disaring

n= jumlah organisme yang tertangkap

N =

A

B

X

C

D

X

(41)

P= jumlahsapuan yang diamati B. Kelimpahan Plankton

Pada praktikum planktonologi,materi pengamatan plankton yang dilakukan dengan menggunakan mikroskop,hasil pengamatan menunjukkan bahwa ditemukan zooplankton genus arthropoda,sehingga tingkat kesuburan perairan dapat dikatakan cukup baik

Menurut Nikolsky, (1963) dalam Herdiyanto et al. (2012), kelimpahan crustacean yang tinggi diperairan tersebut menunjukkan bahwa suatu perairan tersebut dapat mendukung kehidupan ikan dengan baik .banyak ikan yang mana siklus hidupnya mengalami fase memakan makanan yang berasal dari kelas crustaceae

Menurut Odum, (1971) dalam Hasan et al. (2013) , zooplankton yang beridentifikasi selama penelitian memiliki kelimpahan lebih sedikit disbandingkan dengan fitoplankton ini disebabkan oleh perbedaan laju pertumbuhan yaitu meskipun zooplankton memakan fitoplankton tetapi untuk mencapai populasi yang melimpah,membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan fitoplankton hal ini disebabkan zooplankton mempunyai siklus reproduksi yang lebih panjang disbanding fitoplankton.

4.2.4 Indeks Dominasi

Menurut Odum, (1996) dalam Sari et al . (2013), indeks dominasi yang didapat dalam air tawar yaitu sebesar 0,332ind/l dan yang di air laut 0,717 ind/l. Indeks dominasi dalam suatu habitat digunakanrumus dibawah ini :

C =

i=1

n

¿¿

Keterangan :

(42)

N = Total individu seluruh spesies

Menurut Simpson, (1949) dalam Madinawati (2010), dominasi jenis planton dapat dihitung sebagai berikut :

D =

¿

2

N

2

×

100 %

Keterangan :

D = indeks dominasi

ni = jumlah individu jenis ke-1 N = jumlah total individu

4.2.5 Indeks Keragaman

Indeks keragaman plankton dalam praktikum planktonologi adalah sebesar 0,667 ind/ml untuk fitoplanton dari 1,097 ind/l untuk zooplankton.

Menurut Odum, (1996) dalam Gustarisane, (2011) dalam Liwutang (2013), kisaran nilai indeks keragaman 0-1 menunjukkan bahwa daerah tersebut terdapat tekanan ekologis yang tinggi dan indeks keragaman spesies dengan sebaran individu tidak merata dan kestabilan kominitas rendah.kisaran1-3 menunjukkan indeks keragaman yang sedang dan kestabilan komunitas sedang,sedangkan nilai keragaman >3 menunjukkan keadaan suatu daerah yang mengalami tekanan ekologis rendah dan indeks keragaman spesies tinggi dengan sebaran individu tinggi dengan kestabilan komunitas tinggi

Distribusi dan komposisi jenis plankton dapat diketahui dengan menghitung indek of general diversity (H’) menggunakan metode Shannon wlever (Pole,1974 dan Bengen, 1999 dalam Madinawati, 2010)

H =

i=1 ¿

pi h pi

Keterangan :

(43)

Pi : Proporsi kelimpahan dan jenis plankton ke-1 (Ni/N) ni : jumlah individu jenis planton ke-1

N : jumlah total individu plankton

Kisaran total indeks keragaman yang diklarifikasikan sebagai berikut (Modifikasi Wilhm dan Donris, 1968 dalam Madinawati, 2010)

H’<2,3016 : keragaman rendah 2,3024<H’<6,9078 : keragaman sedang H’>6,9078 : keragaman tinggi

4.2.6 Klasifikasi Perairan

Berdasarkan hasil praktikum planktonologi diperoleh indeks keragaman (H’) sebesar 0,667 ind/ml untuk fitoplankton dan 1,097 ind/l untuk zooplankton. Hal tersebut menunjukkan bahwa perairan tersebut tingkat kesuburannya oligotrofik.

Menurut William dan Daris, (1968) dalam Madinawati (2010), kisaran indeks keragaman yang diklasifikasikan sebagai berikut :

H’ < 2,3026 : Keragaman rendah 2,3026 < H’ < 6,9078 : Keragaman sedang H’ > 6,9078 : Keragaman tinggi

Menurut Landner, (1976) dalam Suryanto (2011), perairan dibagi berdasarkan kelimpahan fitoplankton, yaitu :

1. Perairan Oligotrofik merupakan perairan yang tingkat kesuburannya rendah dengan kelimpahan fitoplankton berkisar antara 0-2000 ind/ml

2. Perairan Mesotrofik merupakan perairan yang tingkat kesuburannya sedang dengan kelimpahan fitoplankton berkisar antara 2000-15.000 ind/ml

(44)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

a. Plankton adalah organism yang berukuran mikroskopis, hidupnya melayang-layang dan mengikuti arus

b. Berdasarkan jenis plankton ada 2 yaitu, Fitoplankton dan Zooplankton c. Berdasarkan asalnya plankton dibedakan menjadi 2 yaitu, Autogenik dan

(45)

d. Ukuran plankton yaitu mikroplankton, makroplankton, nanoplankton, dan ultraplankton

e. Phylum dari Phytoplankton anatara lain:

- Phylum Chlorophyta

- Phylum Cyanophyta

- Phylum Rhadophyta

f. Phylum dari Zooplankton antara lain:

- Phylum Rotifera

- Phylum anthopoda

- Phylum Copepoda

g. Parameter kualitas air dan factor yang mempengaruhi kehidupan plankton adalah sebagai berikut:

- Suhu

- PH

- Kecerahan

- DO

- Nitrat

- CO2

- Phospat

- TOM

h. Berdasarkan hasil praktikum planktonologi diperoleh hasil suhhu sebesar 280C kisaran nilai ini merupakan kisaran suhu yang baik untuk pertumbuhan plankton karena suhu optimal bagi pertumbuhan plankton adalah 200C-300C

i. Berdasarkan hasil praktikum planktonologi diperoleh hasil pH sebesar 8. Hal ini menunjukkan bahwa kisaran tersebut baik dalam suatu perairan, karena sebagian besar biota akuatik sensitive terhadap perubahan pH & menyukai nilai pH sekitar 7-8,5

j. Berdasarkan hasil praktikum planktonologi kecerahan air kolam sebesar 26cm. Hasil kecerahan suatu perairan dipengaruhi oleh kekeruhan yang disebabkan oleh adanya bahan organic dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut.

(46)

metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energy untuk pertumbuhan dan pembiakan.

l. Berdasarkan hasil praktikum kadar CO2 air kolam sebesar 43,947 ppm. Kenaikan kadar karbondioksida bebas diiringin oleh kadar oksigen terlarut m. Pada pengukuran nitrat saat praktikum planktonologi diperoleh nilai sebesar 0,2 ppm. Kisaran nilai tersebut air kolam tergolong mesotrofik karena nilai 0,0-1,0 mg/l termasuk oligotrofik (kurang tersubur), 1,0-5,0 mg/l termasuk mesotrofik (kesuburan sedang), dan > 5,0 mg/l termasuk eutrofik (kesuburan tinggi)

n. Pada pengukuran phospat saat praktikum planktonologi di peroleh hasil sebesar 0,19 ppm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kondisi perairan dalam kondisi baik.

o. Pada praktikum planktonologi total bahan organic (TOM) air kolam sebesar 6,32 ppm.

5.2 Saran

Pada praktikum planktonologi, praktikan harus berhati-hati dalam melaksanakan praktikum agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Para asisten praktikum perlu melakukan pembekalan terhadap praktikum terlebih dahulu.

Pemaksimalan sarana dan prasarana praktikum perlu ditingkatkan agar diperoleh hasil praktikum yang maksimal dan akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Affrianto,E. dan Evi L.1992.Pengendaian Hama dan Penyakit.Yogyakarta : Kanisius

Anitha,P.S. and Rani Mary George.2006.The Taxonomy of Brachiounus plicatilis spesies complex (Rotifera : Monogononta) from the Southern Kerala (India) with

(47)

Arisandy, et al..2012. Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) dan Gambaran Histologi pada Jaringan Avicennia marina(forsk.) Vierh di Perairan Pantai Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan, 1(1),15-25.

Asriyana dan Yuliana.2012.Produktivitas Perairan.Jakarta:Bumi Aksara

Bimantara, A. Y. T. Adiputra dan S. Hudaidah. 2015. Aplikasi Dasar Kolam Buatan pada Pembesaran Lele Masamo (Clarias sp.) Skala Super Intensif dengan Penambahan Probiotik dan Vitamin C. C. Jurnal Rekayasa da Teknologi Budidaya Perairan 3(2).

Boehler, Jakob and Kenneth A. Krieger. 2012. Taxonomic Atlas of the Copepods. Division of Wildlife 2514 Cleveland Road East Huron, Ohio 44839 Diharmi,A.2011.Karakteristik Komposisi Kimia Rumput Laut Merah

(Rhodophyceae) Eucheuma spinosum Yang Di Budidayakan Dari Perairan Nusa Penida,Takalar dan Sumenep. Berkala Perikanan Terubuk. Universitas Riau. Riau. Vol 39 No 2 (61)

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolahan Sumber Daya dan Lingkunagn Perairan. Yogyakarta : Kanisius.

Fontaneto, Diego. 2013. Rotifera Bdelloidea. Imperial College London, Division of Biology, Silwood Park Campus, Ascot Berkshire, SL57PY :United Kingdom

Gesang, P. Muslim dan A. Safriadi. 2013. Sebaran Nitratdan Fosfat Secara Horizontal di Perairan Pantai. Kecamatan Tuju, Semarang. Tahun 2012 dan 2013. JURNAL oseanografi. 2(4) 406-415.

Goldman, CR. Dan A. J. Hoine. 1983. Lymnologi MC Braw Hill International Book Company Auction.

Hassan, Z. I. N. Syawa Liludin dan W. Lili. 2013. Struktur Komunitas Plankton di Situasanti Kabupaten Bandung. Jawa Barat. Jurnal Akuatik. 4(1) 80-88.

Herawati.1989.Planktonologi.Universitas Brawijaya:Malang

Herdiyanto, R. H. Suherman dan R.S. Pertama. 2012. Kajian Produktivitas Primer Fitoplankton di Waduk Sanguling. Desa Banjar. dalam Kaitannya dengan Kegiatan Perikanan. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(4) 51-59.

(48)

4(3):9323-17858

Kamsuri, A. T. N. P. L. Pangemanan dan R. A. Tumbol. 2013. Kelayakan Lokasi Budidaya Ikan di Danau Tondano di Tinjau dari Parameter Fisika Kimia Air.

Kasrina.2012.Ragam Jenis Mikroalga di Air Rawa Kelurahan Bentiring Permai Kota Bengkulu Sebagai Alternatif Sumber Belajar SMA.Vol X(1) hal 30-40

Kemdiknat.2010.Pengantar Ekologi Tropika.Bandung:ITB Kuncoro,Eko Budi.2004.Akuarium Laut.Yogyakarta:Kanisius

Lahope, Hety B., StenIy WuIIur, Joice Rimper, Henneke Pangkey.2013. Minute Rotifer Dari Perairan Estuari Sulawesi Utara Dan Potensinya Sebagai Pakan Larva Ikan. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis . Universitas Sam Ratulangi: Manado

Liwutang, Y. E. E. B. Majinseta dan S. F. Tamanampu. 2013. Kepadatan dan Keanekaragaman Fitoplankton di Perairan Sekitar Keadaan Reklamasi Pantai Manado. Jurnal Ilmiah Plankton. 1(3) 109-117.

Luthfia.2013.Keanekaragaman Zooplankton di Perairan Sungai Pulau Telo Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas. Jurnal Wahana Bio.X.Desember Madinawati.2010.Kelimpahan dan Keanekaragaman Plankton di Perairan

Laguna Desa Tologano Kecamatan Banawa Selatan. Media Litbang Sulawesi Tengah.

Mahajoeno,Edwi., Manan Efendi dan Ardiansyah. 2001. Keanekaragaman Larva Insekta pada Sungai-sungai Kecil Di Hutan Jobolarangan. Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta. II(2). Hal 133-139

Mahyudin, K. 2010. Panduan Lengkap Agribisnis Patin. Bogor : PT Niaga Swadaya.

Maramis, R.T.D. dan Henny V.G. Makal. 2011. Keanekaragaman Jenis Dan Kelimpahan Populasi Serangga Air Sebagai Indikator Biologis Cemaran Air Pada Das Di Langowan. Euglena. FP UNSRAT: Manado XVII(2)

Musthafa,H.2013.Kemelimpahan dan Keanekaragaman Jenis Plankton Di Sub Gas Gajahwong Yogyakarta.[SKRIPSI].Universitas Islam Negeri Yogyakarta.Yogyakarta

(49)

Nuraeni,E.2012.Panduan Praktikum Chlorophyta Mata Kuliah Botany Crytogame Hal 1

Nontji,Anugrah.2008.Plankton Laut.Jakarta:LIPI Press

Pratiwi, Y.. 2010. Penentuan tingkat pencemaran limbah industri tekstil berdasarkan nutrition value coeficient bioindikator. Jurnal Teknologi, 3(2) , 129-137.

Purwanta,J.2010. Kajian kualitas air kolam ikan bawal Pada kelompok pembudidaya ikan (kpi) mina mulya Tempelsari, maguwoharjo, depok, sleman, D.i.yogyakarta. Surakarta : Universitas Surakarta.

Sari, P. N. R. M. Putra dan Yulianti. 2013. Diversity of Phytoplankton in the Tanjung Ritos Labe Buluh China Village Siak Hulu Slit. Regncy Kumpas Refency Riau Province 1-12

Saputra, La Ode Ali Rasyid. 2011. Deteksi Morfologi Dan Molekuler Parasit Anisakis Spp Pada Ikan Tongkol (Auxis Thazard). Skripsi. FPIK Universitas Hasanuddin. Makassar

Sawestri, Sefi dan Ahmad Farid.2012. “Kajian Dampak Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir(Pltn) Terhadap Kelimpahan Organisme Plankton”. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir.V.ISSN 1979-1208

Sudarmadji. 2013. Ekologi Lingkungan Kawasan Karst Indonesia: Menjaga Asa kelestarian kawasan karst indonesia. Yogyakarta : deepublish.

Suriadarma, A. 2011. ampak beberapa parameter faktor fisik kimia terhadap kualitas lingkungan perairan wilayah pesisir karawang -Jawa Barat. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 21(2), 21-36.

Suryanto, A. M. 2011. Kelimpahan dan Komposisi Fitoplankton Solerejo Kecamatan Nyantang Kabupaten Malang. Jurnal Kelautan. 4(2) 34-39. Susana, T. 2009. Tingkat Keasaman (pH) dan Oksigen Terlarut Sebagai

Indikator Kualitas Perairan Sekitar Muara Sungai Cisadane. Jurnal Teknologi Lingkungan , 5(2), 33-39.

Tatanfindato, F. O. Katesunan dan R. Rumpas. 2013. Studi Parameter Fisika Air pada Budidaya Ikan di Danau Tondano. Desa Paleloon. Kabupaten Minahasa. 1(2) 8-19.

(50)

Trisnawaty, F. H. Emivarti dan L. O. A. Afu. 2013. Hubungan Kadar Logam Berat Merkuri (Hg) pada Sedimen dengan Struktur Komunitas Makrobenthos. di Perairan Sungaijani Ik. Kecamatan Raowatu Kabupaten Bomtana. Jurnal Minalaut Indonesia 3(12) 68-80.

Utami,Suci.2012.Perbedaan Keanekaragaman Jenis Fitoplankton Di Daerah Sekitar Keramba dan Sekitar Warung Apung Rawa Jambor

Hubungannya Dengan Kualitas Perairan. [SKRIPSI]. FMIPA. Universitas Negeri Yogyakarta.Yogyakarta

Utomo, Y. B. Priyono dan S. Ngabekti. 2013. Saprebitas Perairan Sungai Juwana Berdasarkan Bioindikator Plankton. UNNES Jurnal of Lifescience. 2(1) 28-30.

Usman, Muh. Shabir .Janny D. Kusen, Joice R.T.S.L Rimper.2013. Struktur Komunitas Plankton Di Perairan Pulau Bangka Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Pesisir Laut dan Pesisir.Vol2(1)

Wardoyo, S. T. H. 1981. Kriteria Kualitas Air untuk Keperluan Perikanan dan Pertanian. PPLH - PUSDI - PSL –Institut Pertanian Bogor. 44 Halaman Wiratmaja.2011.Pembuatan Etanol Generasi Kedua dengan Memanfaatkan

Limbah Rumput Laut Eucheuma cottonii Sebagai Bahan Baku. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin.Kampus Bukit Jimbaran Bali.Vol 5(1) halaman 76-77

Zahidin. 2008. Kajian kualitas air di muara sungai pekalongan ditinjau dari indeks keanekaragaman makrobenthos dan indeks saprobitas plankton. Semarang : Universitas Diponegoro

LAMPIRAN

(51)

d e f

g h i

j k l

m n

Keterangan :

a,b,c = Pengukuran Kecerahan menggunakan secchi disk d,e = Mengambil air sampel

f,g = Penyaringan air sampel menggunakan plankton net h = Pengukuran Suhu

(52)

m,n = Pengukuran CO2

LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Perhitungan Parameter Kualitas Air

Pengamatan dilaksanakan pada pukul 08.10 WIB A. Kecerahan

(53)

Ditanya : d = ?

Jawab : d =

d

1+

2

d

2

:

23,5+28

2

=26

cm

B. DO(oksigen terlarut) Diketahui :

V1=14,1 ml Vtitran = V2-V1 V2=21,5 ml

N(titran)=0,025N

Ditanya : DO = ?

Jawab : DO =

V

(

titran

Vbotol DO

)

× N

(

titran

−4

)

×

8

×

1000

=

7,4

×

0,025

250−4

×

8

×

1000

=

148

246

=6,01 ppm C. CO2 (karbondioksida)

Diketahui : V(titran) = 1,1 ml : N(titran)= 0,0454 N : Vair sampel = 25 ml Ditanya : CO2 = ?

Jawab : CO2=

V

(

titran

)

× N

Vair sampel

(

titran

)

×

22

×

1000

:

1,1

×

0,0454

25

×

22

×

1000

:

1098,68

25

: 43,9472

2. Perhitungan Kelimpahan Plankton di Air Tawar

A. Filum Arthropoda

(54)

=

(

106

88

)

2

=

400

×

33

0,196

×

22

1

×

5

×

25

1

=(0,830)2 =

13.200

1,113

×

88

=0,6889 = 1043665,768

Pi =

N

¿

=

106

88

=0,830 KR =

N ×

¿

100 %

H’ = -

ϵ

piInpi

=

106

88

×

100 %

=-(0,830)In(0,830) =0,830

×

100 %

=0,22311 =83%

B. Filum Chrysophyta Genus Chaetoceros

D =¿ N(sel/L) =

l× v × p ×w xn

t × v

=

(

18

106

)

2

=

400

×

33

0,196

×

22

1

×

5

×

25

1

=(0,169)2 =

13.200

1,113

×

88

=0,028561 = 1043665,768

Pi =

N

¿

=

106

18

=0,169 KR =

N ×

¿

100 %

H’ = -

ϵ

piInpi

=

106

18

×

100 %

=-(0,169)In(0,169) =16,9%

=0,44427

H =H’Tribonema + H’Chaetoceros =0,2231 + 0,44427

=0,66738

Gambar

GambarJumla

Referensi

Dokumen terkait

Percobaan yang dilakukan pada praktikum kali ini yaitu menghitung tara panas listrik, kenaikan suhu yang dihasilkan dari pemberian arus listrik sebesar 1 ampere dan 2 ampere pada

Dari bentuk lissajous yang kami dapat dari praktikum ternyata tedapat beda fase antara keduanya yaitu sebesar 36 0.. Maka dari sini setelah dilakukan penggambaran secara

Hasil validasi pedagogik diperoleh jumlah skor sebesar 116 dengan rata-rata skor sebesar 4,00 menyatakan bahwa draft buku petunjuk praktikum larutan asam basa berbasis

Suhu tanah merupakan hasil dari keseluruhan radiasi yang merupakan kombinasi emisi panjang gelombang dan aliran panas dalam tanah. Suhu tanah juga disebut

Dari hasil yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa beras yang menjadi bahan dari praktikum ini memiliki kualitas yang kurang baik karena tidak sesuai

Proses penyamakan merubah kulit mentah yang memiliki warna putih menjadi coklat, kulit yang tipis menjadi lebih tebal, meningkatkan suhu kerut 15 0 C - 20 0 C

Jika suhu &amp;0 0 C dan konsentrasi garam '%, bakteri gram negati$e akan tumbuh #ang men#ebabkan tekstur pada produk menjadi

Kelayakan kit praktikum berdasarkan aspek kepraktisan menunjukkan bahwa hasil observasi guru diperoleh persentase rata-rata sebesar 86,8% dengan kriteria sangat baik dan