• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SUMBERDAYA SETU BABAKAN UNTUK PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DKI JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN SUMBERDAYA SETU BABAKAN UNTUK PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DKI JAKARTA"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

DKI JAKARTA

ARIEF SYAICHU NUR ALAM

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa sripsi yang berjudul:

Kajian Sumberdaya Setu Babakan untuk Pengelolaan dan Pengembangan Ekowisata DKI Jakarta

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2009

Arief Syaichu Nur alam C24051450

(3)

iii

RINGKASAN

Arief Syaichu Nur Alam. C2401450. Kajian Sumberdaya Setu Babakan untuk Pengelolaan dan Pengembangan Ekowisata DKI Jakarta. Di bawah bimbingan Achmad Fahrudin dan M. Mukhlis Kamal.

Setu Babakan terletak di kawasan perkampungan yang ditetapkan Pemerintah Jakarta sebagai tempat pelestarian dan pengembangan Budaya Betawi. Setu Babakan merupakan situ alam dengan luas 20 hektar dan kawasan ini merupakan kawasan wisata air dan budaya yang memiliki potensi lingkungan alam yang asri. Pemanfaatan Setu Babakan oleh masyarakat sekitar maupun pengelola objek wisata membawa dampak bagi perairan situ itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekowisata Setu Babakan yang meliputi sumberdaya alam perairan dan sekitarnya serta sumberdaya manusia, mengidentifikasi lembaga-lembaga yang terkait dalam pengelolaan kawasan, mengidentifikasi kesesuaian dan daya dukung kawasan dan menentukan alternatif strategi dalam pengelolaan dan pengembangan Setu Babakan secara optimal. Analisis data yang digunakan adalah analisis potensi wisata, kesesuaian wisata, daya dukung kawasan dan SWOT. Penelitian ini berlangsung sejak bulan Mei sampai Juli 2009 di Setu Babakan.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa potensi wisata Setu Babakan mencakup kualitas air, pemandangan alam dan budaya yang terdapat di sekitar kawasan. Berdasarkan analisis kesesuaian wisata yang dibagi ke dalam 8 lokasi, kegiatan memancing dapat dilakukan di lokasi satu, bersepeda air di lokasi dua dan berperahu di lokasi tiga. Lokasi empat, enam, dan delapan dapat digunakan untuk duduk santai, lokasi lima untuk kegiatan foto dan shooting. Pada bagian lokasi tujuh dapat dibuat sarana untuk kegiatan flying fox.

Daya dukung kawasan Setu Babakan sebesar 1.047 orang/hari. Pada lokasi satu, jumlah maksimum wisatawan yang dapat ditampung sebesar 398 orang/hari. Pada lokasi dua, daya dukung kawasan sebesar 134 orang/hari. Maksimum 211 wisatawan/hari dapat ditampung di lokasi tiga untuk berperahu. Kegiatan duduk santai di lokasi empat, enam dan delapan memiliki nilai daya dukung kawasan total sebesar 263 orang/hari. Lokasi lima dapat menampung wisatawan sebanyak 10 orang/hari. Adapun jumlah wisatawan yang dapat ditampung oleh lokasi yang potensial untuk flying fox adalah 32 orang/hari.

Tiga prioritas utama strategi alternatif pengelolaan kawasan Setu Babakan adalah mempertahankan kondisi tipikal perkampungan Betawi yang ada di kawasan Setu Babakan sebagai corak budaya dan lingkungan yang asri dengan konsep lestari dan terletak di lokasi yang strategis di DKI Jakarta; memaksimalkan fungsi kawasan sebagai objek wisata yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta mencegah terjadinya eksploitasi kawasan yang tidak memperhatikan daya dukung; dan membuka peluang kebutuhan masyarakat akan tempat wisata dan kestrategisan lokasi kawasan di dalam Kota Jakarta dan lingkungan yang serasi dengan budaya.

(4)

iv

KAJIAN SUMBERDAYA SETU BABAKAN UNTUK

PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DKI

JAKARTA

Arief Syaichu Nur Alam C24051450

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

iv

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Kajian Sumberdaya Setu Babakan untuk Pengelolaan dan Pengembangan Ekowisata DKI Jakarta

Nama Mahasiswa : Arief Syaichu Nur Alam Nomor Pokok : C24051450

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui Pembimbing I

Dr. Ir. Achmad Fahrudin, MS. NIP 19640327 198903 1 003

Pembimbing II

Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc NIP 132084932

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,

Dr.Ir.Yusli Wardiatno, M.Sc NIP.19660728 199103 1 002

(6)

v

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

"Kajian Sumberdaya Setu Babakan untuk Pengelolaan dan Pengembangan Ekowisata DKI Jakarta". Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam memberikan bimbingan, dukungan, masukan dan arahan sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan baik. Penulis berusaha untuk melakukan yang terbaik dalam penyusunan skripsi ini, tetapi penulis juga menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat di dalamnya. Semoga skripsi ini berguna dan dapat menjadi bahan rujukan bagi penelitian lebih lanjut.

Bogor, Desember 2009

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ayah dan Ibu serta ke dua adikku tercinta sebagai hadiah kecil yang tidak sebanding dengan doa, waktu, kesabaran, dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Achmad Fahrudin, MS dan Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah bersabar dalam membimbing penulis, memberikan banyak masukan, arahan, nasehat dan saran untuk penulis. 2. Ir. Gatot Yulianto, M.Si selaku penguji tamu dalam sidang skripsi dan Dr.Ir.

Yunizar Ernawati, MS selaku dosen penguji dari program studi yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat berarti untuk penulis.

3. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku pembimbing akademik yang telah memberikan nasihat selama menjalani perkuliahan.

4. Pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah dan Pemerintah Kotamadya Jakarta Selatan yang telah memberikan informasi dan kerjasamanya.

5. Para staf Tata Usaha MSP terutama Mba Widar, Bagian Produktivitas dan Lingkungan (terutama Bu Siti, Bu Ana, Bu Wulan, Kak Budi) serta seluruh civitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

6. Teman-teman Asisten Mata Kuliah Oceanografi Umum 08/09 dan 09/10 7. Mohammad Irfan, Rofiqul Umam, Muhammad Rizki, Nur Azifah Cakra

Dewi, Steven, Garna, Satria Indra, Wahyu, Agus Tarmuji dan teman-teman MSP (Febrianti, Rezkita, Silfia, Eris, Moro, Agustina, Rahmah, Avie, Agustiawan, Gita, Bonit, dan teman-teman 42 lainnya) atas doa, bantuan, dukungan, kesabaran, kerjasama dan semangatnya kepada penulis selama masa perkuliahan hingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Maret 1987, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Supardi Johan dan Ibunda Dedeh Kurniasih. Pendidikan formal yang pernah dijalani oleh penulis berawal dari TK Aisyiah II Kukusan (1993), SD Muhammadiyah 01 Kukusan (1999), SMP 85 Jakarta (2002), dan SMA 97 Jakarta (2005). Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama selama 1 tahun, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Oceanografi Umum (2008/2009 dan 2009/2010). Penulis juga aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) periode 2007/2008 dan 2008/2009 sebagai staff divisi Kewirausahaaan, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEM FPIK) periode 2008/2009 sebagai staff divisi PPSDM, dan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM KM IPB) sebagai staff Kementrian Budaya Olahraga dan Seni di tahun 2009 dan menjadi ketua pelaksana Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) 2009.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul “Kajian Sumberdaya Setu Babakan untuk Pengelolaan dan

Pengembangan Ekowisata DKI Jakarta”.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 2 1.3. Tujuan ... 3 1.4. Manfaat ... 3 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4 2.1. Definisi Situ ... 4

2.2. Karakteristik Sumberdaya dan Lingkungan Situ ... 4

2.3. Pemanfaatan Situ dan Permasalahan yang Ditimbulkan ... 7

2.4. Ekowisata Sebagai Alternatif Pengelolaan Situ ... 10

3. METODE PENELITIAN ... 13

3.1. Kerangka Pikir Penelitian ... 13

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.3. Alat dan Bahan ... 15

3.4. Jenis dan Pengumpulan Data ... 17

3.4.1. Data primer ... 17

3.4.1.1. Observasi dan pengambilan sampel air ... 18

3.4.1.2. Wawancara ... 22

3.4.2. Data sekunder ... 22

3.5. Analisis Data ... 23

3.5.1. Analisis sumberdaya ... 23

3.5.2 Analisis kesesuaian ... 23

3.5.3. Analisis daya dukung ... 24

3.5.4. Analisis SWOT ... 25

3.5.4.1. Identifikasi faktor internal dan eksternal ... 26

3.5.4.2. Penentuan bobot setiap variabel ... 26

3.5.4.3. Penentuan peringkat ... 27

3.5.4.4. Penyusunan analisis strategi ... 29

3.5.4.5. Penentuan posisi strategi yang akan dijalankan ... 29

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1. Keadaan umum Setu Babakan ... 31

4.1.1. Luas dan letak ... 31 viii

(10)

4.1.2. Topografi dan hidrologi ... 31

4.2. Kondisi Fisika-Kimia-Biologi Setu Babakan ... 32

4.2.1. Kualitas air ... 32

4.2.1.1. Parameter fisika ... 34

4.2.1.2. Parameter kimia ... 35

4.2.1.3. Parameter mikrobiologi bakteri ... 37

4.2.2. Karakteristik sumberdaya alam Setu Babakan ... 38

4.2.2.1. Fitoplankton dan zooplankton ... 38

4.2.2.2. Tumbuhan air dan ikan di Setu Babakan ... 40

4.2.2.3. Vegetasi di sekitar Setu Babakan ... 41

4.2.2.4. Potensi Setu Babakan bagi kegiatan ekowisata . .. 42

4.3. Keadaan Sosial dan Ekonomi Penduduk di Kelurahan Serengseng Sawah ... 44

4.3.1. Jumlah dan umur penduduk ... 44

4.3.2. Mata pencaharian penduduk ... 45

4.3.3. Pola penggunaan lahan ... 46

4.4. Kesesuaian Wisata di Setu Babakan ... 47

4.4.1. Kunjungan wisatawan ke kawasan perkampungan budaya Betawi Setu Babakan ... 47

4.4.2. Analisis kesesuaian wisata ... 49

4.5. Daya Dukung Kawasan ... 54

4.6. Karakteristik Sosial Ekonomi ... 57

4.6.1. Karakteristik masyarakat sekitar ... 57

4.6.1.1. Data pribadi masyarakat sekitar ... 57

4.6.1.2. Pengetahuan masyarakat sekitar terhadap Setu Babakan ... 60

4.6.1.3. Persepsi, aspirasi, dan harapan masyarakat sekitar terhadap pengembangan kawasan Setu Babakan ... 61

4.6.2. Karakteristik wisatawan ... 64

4.6.2.1. Data pribadi wisatawan ... 65

4.6.2.2. Motivasi wisatawan berkunjung ke kawasan Setu Babakan ... 68

4.6.2.3. Persepsi wisatawan ... 70

4.6.2.4. Aktifitas wisatawan di kawasan Setu Babakan .... 74

4.6.2.5. Keterlibatan wisatawan dalam menjaga kelestarian lingkungan Setu Babakan ... 76

4.6.3. Instansi-instansi terkait ... 77

4.7. Tata Ruang Kawasan ... 80

4.7.1. Analisis kebijakan penataan kawasan Setu Babakan ... 80

4.7.3. Hubungan dengan objek wisata lainnya ... 83

4.8. Strategi Pengelolaan Kawasan untuk Ekowisata ... 83

4.8.1. Penentuan kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang kawasan Setu Babakan ... 84

4.8.2. Analisis dan penilaian faktor internal dan eksternal ... 88

4.8.3. Pembuatan matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan matriks External Factor Evaluation (EFE) ... 90

4.8.4. Pembuatan matriks SWOT ... 90 ix

(11)

4.8.5. Pembuatan tabel rangking alternatif strategi ... 91

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

5.1. Kesimpulan ... 95

5.2. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96

LAMPIRAN ... 100

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komponen, jenis, sumber dan cara pengambilan data ... 17

2. Penilaian bobot faktor strategi internal dan eksternal ... 27

3. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) ... 28

4. Matriks analisis SWOT ... 29

5. Kualitas air Setu Babakan ... 33

6. Jumlah dan sebaran umur penduduk Kelurahan Serengseng Sawah ... 38

7. Mata pencaharian penduduk Kelurahan Serengseng Sawah ... 45

8. Pola penggunaan lahan di Kelurahan Serengseng Sawah ... 46

9. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Tahun : 2004-2008 ... 48

10. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan setiap Hari/Bulan pada Januari-Juli Tahun : 2009 ... 48

11. Kesesuaian wisata Setu Babakan ... 54

12. Daya dukung kawasan Setu Babakan ... 56

13. Tingkat kepentingan faktor internal kawasan Setu Babakan ... 89

14. Tingkat kepentingan faktor eksternal kawasan Setu Babakan ... 89

15. Penilaian bobot faktor strategis internal kawasan Setu Babakan ... 89

16. Penilaian bobot faktor strategis eksternal kawasan Setu Babakan ... 89

17. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) kawasan Setu Babakan ... 90

18. Matriks External Factor Evaluation (EFE) kawasan Setu Babakan ... 90

19. Matriks SWOT ... 91

20. Perangkingan alternatif strategi ... 92

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 14

2. Peta lokasi penelitian ... 16

3. Diagram analisis SWOT untuk strategi pengelolaan dan pengembangan (Rangkuti 2006) ... 29

4. Rumah adat Betawi . .... ... 44

5. Peta kesesuaian wisata di Setu Babakan . ... 53

6. Komposisi jenis kelamin masyarakat di sekitar kawasan Setu Babakan ... 58

7. Kelompok umur masyarakat di sekitar kawasan Setu Babakan ... 58

8. Tingkat pendidikan masyarakat di sekitar kawasan Setu Babakan ... 59

9. Jenis pekerjaan masyarakat di sekitar kawasan Setu Babakan ... 59

10. Tingkat pendapatan perbulan masyarakat di sekitar kawasan Setu Babakan ... 60

11. Pengetahuan masyarakat sekitar akan adanya kawasan Setu Babakan 61

12. Aspirasi, persepsi dan harapan masyarakat sekitar terhadap pengembangan kawasan wisata air Setu Babakan (1) ... 62

13. Aspirasi, persepsi dan harapan masyarakat sekitar terhadap pengembangan kawasan wisata air Setu Babakan (2) ... 64

14. Komposisi jenis kelamin wisatawan ... 65

15. Kelompok umur wisatawan ... 65

16. Kelompok asal wisatawan ... 66

17. Tingkat pendidikan wisatawan ... 66

18. Jenis pekerjaan wisatawan ... 67

19. Tingkat pendapatan per bulan wisatawan ... 67

20. Biaya yang dikeluarkan wisatawan ... 68

21. Motivasi wisatawan ... 69

22. Persepsi wisatawan (1) ... 71

23. Persepsi Wisatawan terhadap fasilitas dan lingkungan di kawasan Setu Babakan ... 72

24. Persepsi wisatawan (2) ... 73

25. Persepsi wisatawan (3) ... 74 xii

(14)

26. Aktivitas wisatawan (1) ... 75 27. Aktivitas wisatawan (2) ... 76 28. Keterlibatan wisatawan dalam menjaga kelestarian lingkungan

Setu Babakan ... 77 29. Master plan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ... 82 30. Diagram mengenai posisi analisis SWOT untuk strategi pengelolaan

dan pengembangan kawasan Setu Babakan ... 94

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Gambar lokasi penelitian ... 101

2. Alat dan bahan yang digunakan untuk pengamatan kualitas air ... 102

3. Kuisioner untuk wisatawan ... 104

4. Kuisioner untuk masyarakat sekitar ... 107

5. Panduan wawancara dengan pihak pengelola kawasan Setu Babakan ... 109

6. Panduan wawancara dengan instansi terkait ... 109

7. Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air ... 110

8. Matriks kesesuaian lahan untuk ekowisata perairan tawar kategori wisata danau ... 112

9. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata ... 113

10. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luasan area kegiatan (Lt) ... 113

11. Kelimpahan plankton di Setu Babakan ... 114

12. Vegetasi di sekitar Setu Babakan ... 115

13. Lokasi penelitian untuk kesesuaian wisata Setu Babakan ... 116

14. Indeks kesesuaian wisata di kawasan Setu Babakan ... 118

15. Kategori kesesuaian wisata di masing-masing lokasi Setu Babakan ... 122

16. Peta kesesuaian memancing di Setu Babakan ... 123

17. Peta kesesuaian sepeda Air di Setu Babakan ... 124

18. Peta kesesuaian perahu kayu di Setu Babakan ... 125

19. Peta kesesuaian duduk santai di Setu Babakan ... 126

20. Peta kesesuaian photo dan shooting di Setu Babakan ... 127

21. Peta kesesuaian Flying fox di Setu Babakan ... 128

22. Peta daya dukung kawasan di Setu Babakan ... 129

23. Karakteristik masyarakat di sekitar kawasan Setu Babakan berdasarkan jumlah contoh sebanyak 30 orang ... 130

24. Karakteristik wisatawan kawasan wisata Setu Babakan berdasarkan jumlah contoh yang diwawancarai sebanyak 30 orang ... 134

25. Daerah tujuan wisata di Jakarta ... 140

(16)

1

1. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Situ atau setu yang sering dikenal warga Betawi adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami atau buatan; sumber airnya berasal dari mata air, air hujan, dan/atau limpasan air permukaan. Situ memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan secara ekologis maupun secara ekonomis. Secara ekologis situ dapat dimanfaatkan sebagai habitat bagi berbagai jenis tumbuhan dan hewan, daerah resapan air, sumber air bagi kehidupan, pengendali banjir, pengatur iklim mikro, dan sebagainya. Secara ekonomis situ dapat dijadikan sebagai lahan perikanan, penghasil berbagai jenis sumberdaya alam bernilai ekonomis, penghasil energi, sarana wisata dan olah raga (Puspita et al. 2005). Saat ini banyak situ di Indonesia yang dijadikan objek wisata sebagai kegiatan dalam memanfaatkan potensi sumber daya alam, salah satunya adalah Setu Babakan yang terletak di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Setu Babakan yang memiliki luas sekitar 20 hektar terletak di kawasan perkampungan yang ditetapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai tempat pelestarian dan pengembangan Budaya Betawi. Kawasan ini mempunyai luas wilayah sekitar 289 hektar dan didiami setidaknya 3.000 kepala keluarga (Anton 2008). Setu Babakan memiliki potensi wisata yang merupakan perpaduan objek wisata alam dan objek wisata budaya. Perkampungan yang terletak di selatan Kota Jakarta ini merupakan salah satu objek wisata yang menarik bagi wisatawan yang ingin menikmati suasana khas pedesaan atau menyaksikan budaya Betawi asli secara langsung. Di perkampungan ini, masyarakat Setu Babakan masih mempertahankan budaya dan cara hidup khas Betawi; seperti memancing, bercocok tanam, berdagang, membuat kerajinan tangan, dan membuat makanan khas Betawi. Ditambah lagi sejak tahun 2004 oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta daerah ini dijadikan Kawasan Cagar Budaya Betawi yang menyimpan keistimewaan khususnya bagi warga Jakarta untuk melihat dari dekat berbagai kesenian dan budaya Betawi yang ada hingga saat ini.

Pengelolaan dan pengembangan Setu Babakan sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian alamnya dalam memanfaatkan situ tersebut baik oleh pihak

(17)

pengelola, masyarakat sekitar, maupun wisatawan. Upaya pengelolaan yang optimal suatu kawasan wisata memerlukan informasi mengenai karakteristik dan potensi dari perairan itu sendiri. Dengan adanya informasi tersebut dapat mencari alternatif pengelolaan yang akan dilakukan untuk dapat mempertahankan kelestarian sumberdaya dan fungsi ekosistem perairan tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Setu Babakan merupakan situ alam yang menjadi daya tarik wisata yang dimiliki Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Kawasan ini merupakan kawasan wisata budaya yang memiliki potensi lingkungan alam yang asri, bahkan dapat dikatakan sudah semakin sulit ditemukan di tengah keramaian Kota Jakarta sekarang ini.

Pemanfaatan Setu Babakan oleh masyarakat sekitar maupun pengelola objek wisata membawa dampak bagi perairan situ itu sendiri. Sebagai contoh kerusakan lingkungan seperti pencemaran perairan setu yang menyebabkan penurunan kualitas air dan terjadinya pendangkalan situ terkait dengan keberadaan aktivitas penduduk setempat. Pengelolaan Setu Babakan sampai saat ini masih kurang optimal, karena melibatkan banyak unit lintas sektoral Pemda DKI. Contohnya untuk pengembangan budaya ditangani Dinas Kebudayaan, pembangunan dan pemeliharan taman menjadi tanggung jawab Dinas Pertamanan, jalan dan danau Setu Babakan dikelola Dinas Pekerjaan Umum, pengembangan agrobisnis ditangani Dinas Pertanian dan Kehutanan, sedangkan pengembangan dan promosi pariwisata oleh Dinas Pariwisata. Bisa dibayangkan, betapa panjangnya jalur birokrasi yang harus ditempuh untuk menetapkan satu keputusan. Tak cukup dengan rumitnya koordinasi antardinas itu, kerumitan itu masih ditambah dengan lemahnya koordinasi antara Pemda Provinsi DKI dan Pemda Kotamadya Jakarta Selatan (Ely 2009).

Ekowisata merupakan perpaduan antara wisata alam, budaya dan pendidikan dengan karakteristik yang spesifik, yaitu kepeduliannya pada kegiatan konservasi alam dan kepentingan ekonomi serta keberlangsungan budaya masyarakat setempat (Agustin 2007). Dengan ekowisata maka berbagai kepentingan dapat dipadukan dengan baik untuk meningkatkan ekonomi masyarakat sekaligus juga memperhatikan keseimbangan lingkungannya. Kegiatan ekowisata di Kecamatan Jagakarsa khusunya Setu Babakan belum berkembang luas, padahal objek wisata ini

(18)

memiliki potensi lingkungan alam yang asri dan sangat menarik yang sangat sulit ditemukan ditengah hiruk pikuknya kota Jakarta, sehingga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai daerah ekowisata.

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui potensi ekowisata Setu Babakan yang meliputi sumberdaya alam perairan dan sekitarnya serta sumberdaya manusia.

2. Mengidentifikasi lembaga-lembaga yang terkait dalam pengelolaan Setu Babakan.

3. Mengidentifikasi kesesuaian wisata dan daya dukung kawasan Setu Babakan. 4. Menentukan alternatif strategi dalam pengelolaan dan pengembangan Setu

Babakan secara optimal.

1.4. Manfaat

Penelitian ini memberikan informasi mengenai potensi kawasan wisata Setu Babakan, sumberdaya yang dimiliki, analisis dampak yang timbul maupun strategi pengelolaannya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perencanaan dan pengelolaan Setu Babakan kearah wisata air yang berkelanjutan oleh pihak yang berkepentingan seperti pengelola dan pemerintah daerah Kotamadya Jakarta Selatan.

(19)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Situ

Situ termasuk kedalam ekosistem lahan basah. Lahan basah adalah salah satu ekosistem terpenting karena memiliki nilai ekonomi dan keragaman hayati biota darat dan air yang sangat tinggi, pengatur fungsi hidrologi dan iklim mikro suatu kawasan, dan menjadi tempat berkembang biak berbagai jenis tumbuhan dan hewan yang penting. Keunikan dan nilai penting ekosistem lahan basah terutama karena sifat pasang surutnya. Berbagai jenis hewan termasuk burung, ikan dan udang berkembang biak mengikuti siklus pasang surut. Sifat pasang surut ini pula yang membuat lahan basah kaya akan makanan untuk berbagai jenis hewan (Myers 1996). .Danau-danau kecil dan dangkal di daerah Jawa Barat dikenal dengan nama situ sedangkan dalam dialek Betawi dikenal dengan nama setu. Menurut Puspita et al. (2005) situ merupakan salah satu ekosistem perairan tergenang yang umumnya berair tawar dan berukuran relatif kecil. Situ adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan.

Situ buatan yaitu situ yang berasal dari dibendungnya suatu cekungan (basin), sedangkan situ alami yaitu situ yang terbentuk secara alami karena kondisi topografi yang memungkinkan terperangkapnya sejumlah air (Suryadiputra 2003). Sumber air situ alami berasal dari mata air, air hujan dan/atau limpasan air permukaan. Situ alami juga terbentuk akibat kegiatan alamiah, seperti bencana alam, kegiatan vulkanik maupun tektonik. Situ alami membutuhkan penanganan yang lebih intensif agar dapat bermanfaat dan tidak hilang akibat pendangkalan, penyempitan, pencemaran dan hilangnya beragam fungsi situ.

2.2. Karakteristik Sumberdaya dan Lingkungan Situ

Menurut Wulandari (2006) ada 4 struktur utama danau atau situ, yaitu struktur fisika, kimia, biologi dan watershed. Pada struktur fisika terdapat penzonaan berdasarkan kedalaman yaitu zona litoral dan pelagik. Organisme yang menghuni zona tersebut harus teradaptasi untuk berenang, tersuspensi, ataupun mengambang. Massa airnya memiliki struktur temperatur alami khas yang tidak bergantung pada bentuk basin (cekungan) danau atau situ.

(20)

Nilai temperatur suatu perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam satu hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman dari badan air. Perubahan temperatur berpengaruh terhadap proses fisik, kimia dan biologi badan air. Kisaran temperatur optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20o-30oC (Effendi 2003). Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid/TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi berdiameter>1µm yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 µm (Effendi 2003).

Distribusi zat-zat kimiawi, terutama nutrient dalam air danau merupakan unsur utama kedua struktur danau. Komponen vertikal struktur kimiawi danau umumnya bersifat musiman dan tergantung pada keberadaan lapisan air yang terstabiliusasi oleh kerapatan. Komponen horizontal dapat berlangsung sepanjang tahun dan dipengaruhi oleh tepian danau (Wulandari 2006).

Struktur kimiawi perairan bisa menjadi faktor pembatas dalam perairan, dan parameter kimia yang dapat menjadi faktor pembatas tersebut diantaranya: Dissolved Oxygen (DO), Biochemical Oxygen Demand (BOD), pH, Nitrogen total (N-total) dan Fosfor total (P-total) (Effendi 2003).

Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO) adalah gas oksigen terlarut dalam air. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air dan difusi udara (APHA. 1992 in Effendi, 2003). Sumber oksigen terlarut bisa berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan sebagian besar merupakan hasil sampingan aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novotny & Olem 1994). Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (Biochemical Oxygen Demand/BOD) merupakan gambaran secara tak langsung kadar bahan organik adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air, dan diukur pada suhu 20o selama 5 hari keadaan tanpa cahaya (Davis & Cornwell 1991 in Effendi 2003).

Mackereth et al. (1989) in Effendi (2003) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. pH hanya menggambarkan ion hydrogen (Tebbut 1992). Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai

(21)

alkalinitas dan semakin sedikit kadar karbondioksida bebas. Larutan asam (pH rendah) bersifat korosif. Nilai pH dapat menunjukkan kualitas perairan sebagai lingkungan hidup, walaupun perairan itu tergantung pula dari berbagai faktor lain.

Nitrogen merupakan faktor pembatas kedua setelah Fosfor yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan fitoplankton. Walaupun diperlukan dalan jumlah yang kecil, fosfor merupakan faktor pembatas bagi tumbuhan dan fitoplankton serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Fosfor berada dalam jumlah yang kecil di perairan akibat sumber fosfor yang jauh lebih sedikit dibandingkan nitrogen (Goldman & Horne 1983).

Unsur utama ketiga struktur danau adalah struktur biologis. Organisme di danau meliputi plankton (zooplankton dan fitoplankton), fungi, virus, nekton (berenang, termasuk ikan), neuston (hidup di permukaan air), pleuston (mengapung dan terombang-ambing oleh air), makrofit akuatik (tumbuhan tingkat tinggi), perifiton (tumbuhan atau hewan mikroskopik atau nyaris mikroskopik yang melekat pada makrofit akuatik), alga yang melekat, bentos, epibentos (hidup dan bergerak di dasar danau), infauna (meliang di baewah permukaan lumpur), pasammon (hidup di pasir). Selain itu ada juga yang disebut aufwuchs, yaitu keseluruhan komunitas organisme mikroskopik melekat yang terdiri atas alga, bakteri, fungi, protozoa, dan metazoa kecil (Wulandari 2006).

Parameter biologi yang dianalisis untuk menduga kualitas perairan adalah dengan melihat kelimpahan plankton dan bakteri E. coli, kemudian keberadaan tanaman air, ikan dan vegetasi yang ada di sekitar kawasan perairan. Menurut Basmi (1999) kelimpahan plankton sering dan umum digunakan sebagai indikator biologis untuk menduga kualitas perairan. Skala dan frekuensi perubahan struktur fisik danau, penetrasi cahaya, dan ketersediaan nutrisi berkaitan erat dengan ekologi fitoplankton (Souza 2008).

Sedangkan Eschericia coli adalah salah satu bakteri patogen yang tergolong Coliform dan hidup secara normal di dalam kotoran manusia maupun hewan sehingga E. coli digunakan sebagai bakteri indikator pencemaran air yang berasal dari kotoran hewan berdarah panas. E. coli merupakan bakteri fecal dari genus

(22)

Escherichia, familia Enterobacteriaceae yang mampu hidup dalam saluran manusia dan hewan berdarah panas. Bakteri ini bersifat fakultatif aerobik (Feliatra 2002).

Tanaman air yang umumnya banyak dijumpai di perairan danau adalah eceng gondok. Eceng gondok merupakan salah satu tumbuhan air yang berpotensi menjadi gulma. Keberadaan eceng gondok yang tumbuh subur diperairan dapat menyulitkan laju transportasi di perairan dan mengganggu perikanan. Tebal lapisan enceng gondok bisa mencapai 1 meter lebih, dan menjadi tempat perkembangan nyamuk malaria dan sumber penyakit lainnya. Perairan yang tertutup lapisan eceng gondok, kandungan oksigennya sangat rendah dan mendekati nol meskipun di permukaan (Masifwa et al. 2001).

Watersheed sama pentingnya dengan unsur-unsur fisika, kimia, dan biologis suatu danau. Ukuran, kemiringan, komposisi geologis, dan iklim cekungan drainage suatu danau mempengaruhi identitas dan kualitas mineral-mineral yang terlarut dalam danau dan sendimen-sendimen yang menumpuk di dalamnya. Perbandingan ukuran area drainage dengan luas permukaan sangatlah penting pada banyak danau karena danau yang area drainage-nya lebih besar biasanya tingkat kesuburannya lebih tinggi. Eutrofikasi biasanya mempengaruhi rasio permukaan danau/watershed (Wulandari 2006).

2.3. Pemanfaatan Situ dan Permasalahan yang Ditimbulkan

Menurut Roemantyo et al. (2003) situ memiliki fungsi yang sangat penting, fungsi utama situ adalah sebagai penampung, penyimpan, atau penyedia air. Fungsi situ selain sebagai penampung dan penyedia air, situ juga memiliki fungsi tempat konservasi lahan. Apabila situ dikelola dengan baik maka hal itu dapat meningkatkan fungsi lahan tersebut sebagai tempat rekreasi, wisata alam, kolam ikan dan untuk pengairan sawah atau kebun secara optimal.

Gangguan antropogenik dapat mengubah siklus hidrologi alam dan menyebabkan fluktuasi air ketingkat ekstrim yang dapat melebihi kemampuan adaptasi fisiologis atau perilaku dari banyak organisme. Pedalaman danau kecil sangat rentan terhadap perubahan dalam input air, karena setiap gangguan dari kegiatan penggunaan lahan dapat mempengaruhi seluruh ekosistem danau (Cot et al. 2008).

(23)

Menurut Ubaidillah & Maryanto (2003) situ-situ menghadapi permasalahan yang sangat kompleks yang mencakup permasalahan aspek kelembagaan, aspek hukum, aspek fisik hidrologis, aspek tata ruang dan aspek sosial kemasyarakatan. a. Aspek kelembagaan

Permasalahan aspek kelembagaan antara lain meliputi:

1. Belum adanya keberpihakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam upaya konservasi situ

2. Belum adanya pembagian tugas pengelolaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

3. Kurangnya keterpaduan pelaksanaan program pengelolaan situ

4. Keterbatasan kapasitas dan kemampuan kelembagaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

5. Lemahnya pengawasan dan pengendalian pemanfaatan situ

6. Lemahnya kampanye publik tentang manfaat dan fungsi situ, baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah

b. Aspek hukum

Permasalahan aspek hukum antara lain meliputi:

1. Kekosongan hukum sebagai implikasi berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

2. Belum adanya legalitas penguasaan atas situ 3. Belum adanya jaminan kepastian hukum 4. Lemahnya penegak hukum

c. Aspek fisik hidrologis

Permasalahan aspek fisik hidrologis antara lain meliputi: 1. Menurunnya kualitas perairan

2. Pendangkalan

3. Penutupan perairan oleh gulma 4. Longsor lahan

5. Terputusnya saluran suplai air situ d. Aspek tata ruang

Permasalahan aspek tata ruang antara lain meliputi:

(24)

2. Tidak jelasnya batas daerah penguasaan situ

3. Belum adanya rencana detail kawasan dan rencana teknis kawasan e. Aspek sosial kemasyarakatan

Permasalahan aspek sosial kemasyarakatan antara lain meliputi: 1. Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan manfaat situ 2. Rendahnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan situ

3. Pemanfaatan situ oleh masyarakat yang tidak memperhatikan keberlanjutan fungsi

Kawasan Setu Babakan mempunyai aspek sosial, budaya, ekonomi, dan geografi dengan corak ragam yang khas. Dengan letak kawasan yang berada di wilayah pemukiman maka memerlukan pembinaan dan pengembangan lingkungan hidup yang didasarkan pada keadaan daya dukung dan daya tampung lingkungan, sehingga akan meningkatkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan ekosistem setu, yang berarti juga meningkatkan ketahanan ekosistem setu.

Pembangunan memanfaatkan secara terus-menerus sumberdaya alam guna meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Sementara itu, ketersediaan sumber daya alam terbatas dan tidak merata, baik dalam jumlah maupun dalam kualitas, sedangkan permintaan akan sumberdaya alam tersebut makin meningkat sebagai akibat meningkatnya kegiatan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat dan beragam (Yusuf 2008).

Di pihak lain, daya dukung lingkungan hidup dapat terganggu dan daya tampung lingkungan hidup dapat menurun. Kegiatan pembangunan yang makin meningkat mengandung risiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup itu akan merupakan beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya (Yusuf 2008).

Situ dapat tercemar oleh beberapa hal, misalnya pestisida, pupuk, sedimentasi berlebihan, sampah akibat aktivitas manusia, limbah cair, limbah radioaktif, panas buangan dan lain-lain. Pemanfaatan situ untuk kegiatan budaya ikan dengan system keramba jarring apung juga dapat menyebabkan pencemaran. Hal itu diakibatkan oleh kurangnya perhatian pada daya tampung limbah ke perairan. Sebagai akibatnya,

(25)

degradasi lingkungan pun terjadi, terutama ketika terjadi umbalan (up welling). Ikan-ikan yang hidup di situ dapat mengalami kematian massal. Selain itu, penumpukan limbah organik dari proses budidaya akan mempercepat proses eutrofikasi (Wulandari 2006).

Hal yang perlu dicatat adalah bahwa situ atau danau yang berukuran lebih kecil kemungkinan tingkat pencemarannya lebih besar dari pada situ atau danau yang lebih besar. Hal itu disebabkan danau yang lebih besar tingkat pengenceran dan pelarutannya limbahnya juga tinggi. Keberadaan arus juga dapat mengeluarkan limbah dari dalam danau dengan cukup cepat (Wulandari 2006).

2.4. Ekowisata Sebagai Alternatif Pengelolaan Situ

Beragam definisi Ekowisata yang diberikan oleh banyak ahli dan praktisi. Namun demikian pada dasarnya memiliki konsistensi di dalam isinya, yaitu konsep keberlanjutan. Beberapa negara bahkan mendifinisikan ekowisata secara berbeda, yang disesuaikan dengan karakteristik setempat, dengan kata kunci konservasi dan pelibatan masyarakat. Pada beberapa negara memilih fokus pada konservasi alam dan budaya, sementara pada beberapa negara lain, lebih menfokuskan kegiatan ekowisatanya pada pelibatan dan pemberdayaan masyarakat (Conservation International 2006).

Secara konseptual ekowisata dapat didefinisikan sebagai konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat. Sementara ditinjau dari segi pengelolaannya, ekowisata dapat didefinisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam dan secara ekonomi berkelanjutan, yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat (Conservation International 2006).

Ekowisata juga diyakini beberapa pihak memiliki kemampuan untuk membangun pariwisata yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, jika ekowisata dikembangkan dan dikelola berdasarkan prinsip-prinsip yang dikandungnya. Hal-hal yang mendukung penyataan tersebut adalah: (1) Ekowisata sangat bergantung pada

(26)

kualitas sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya; (2) Ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya; (3) Ekowisata memprioritaskan partisipasi masyarakat, sebagai salah satu prinsip dalam mencapai keberlanjutan (Wall 1997).

Beberapa aspek yang perlu diperhatikan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijaksanaan pengembangan ekowisata, yang penting diantaranya adalah cara-cara pengelolaan, pengusahaan, penyediaan prasarana dan sarana yang diperlukan. Atas dasar itu, sifat dan jenis kegiatan yang dilakukan juga harus disesuaikan dengan kawasan ekowisata. Satu hal yang tidak pernah dilupakan adalah masalah pelestarian lingkungan hidup yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan ekowisata.

Adapun daerah-daerah yang biasanya dijadikan kawasan ekowisata di luar negeri maupun dalam negeri (Yoeti 2000) adalah :

1. Daerah atau wilayah yang diperuntukan sebagai kawasan pemanfaatan berdasarkan rencana pengelolaan pada kawasan seperti Taman Wisata Pegunungan, Taman Wisata Danau, Taman Wisata Pantai atau Taman Wisata Laut.

2. Daerah atau zona pemanfaatan pada Kawasan Taman Nasional seperti Kebun Raya Bogor, Hutan Lindung, Cagar Alam atau Hutan Raya.

3. Daerah pemanfaatn untuk Wisata Berburu berdasarkan rencana pengelolaan Kawasan Taman Perburuan.

Ketiga jenis daerah atau lokasi pengembangan ekowisata tersebut merupakan lokasi yang boleh dan dapat dimanfaatkan secara intensif untuk pengembangan sarana dan prasarana untuk aktivitas ekowisata. Setu Babakan termasuk dalam daerah yang dapat dijadikan kawasan ekowisata karena diperuntukan sebagai kawasan pemanfaatan berdasarkan rencana pengelolaan pada kawasan Taman Wisata Danau, dan Setu Babakan juga berada pada kawasan Cagar Budaya.

Kriteria lain dalam pengembangan lokasi ekowisata harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut (Yoeti 2000) :

1. Kelayakan pasar dan kapasitas pengunjung

2. Tersedianya aksebilitas yang memadai ke daerah tersebut.

(27)

4. Dapat mendukung pengembangan wilayah lain di daerah tersebut.

5. Member peluang bagi pembangunan kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan bagi masyarakat setempat.

6. Mempunyai kemungkinan besar untuk saling mendukung pengembangan pariwisata di daerah setempat.

7. Dapat saling mendukung bagi pengembangan pelestarian kawasan danau bagi daerah tersebut.

Agar kelestarian alam tetap terjaga dan tidak mengganggu habitat mahluk hidup lain serta memberikan kenyamanan bagi wisatawan maka diperlukan adanya daya dukung lingkungan dan daerah kesesuai wisata. Selain itu, perencanaan dan pengembangan wisata haruslah memperhatikan daya dukung berdasarkan tujuan wisata. Daya dukung lingkungan pada area wisata adalah jumlah individu maksimum yang dapat diakomodir pada suatu area dengan tidak mempengaruhi atau merusak lingkungan yang ada dan dapat memberikan suatu kepuasan bagi pengunjung juga bagi masyarakat setempat (Libosada 1998 in Maryadi 2003).

Daya dukung lingkungan pariwisata dipengaruhui oleh dua faktor utama, yaitu tujuan wisatawan dan faktor lingkungan biofisik lokasi pariwisata. Sedangkan daya dukung badan air yang digunakan untuk pariwisata dipengaruhi oleh luas dan volume badan air serta pergerakan air. Penentuan daya dukung juga dikaitkan dengan fasilitas akomodasi, pembangunan sarana rekreasi yang dibangun di tempat wisata (Soemarwoto 2004).

(28)

3. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian yang akan dilaksanakan dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian ini diawali dengan mengidentifikasi kondisi ekologi Setu Babakan. Setu Babakan termasuk ke dalam situ alami, memiliki luas sekitar 20 hektar terletak di kawasan perkampungan yang ditetapkan Pemerintah Jakarta sebagai tempat pelestarian dan pengembangan budaya Betawi. Setu Babakan termasuk situ di Jakarta Selatan yang diperuntukan sebagai daerah resapan air bagi kawasan Jakarta secara keseluruhan. Hal ini didukung dengan keberadaan potensi air tanah dan daerah hijau yang ada di Kelurahan Serengseng Sawah.

Indentifikasi selanjutnya adalah dengan mengidentifikasi potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia kawasan Setu Babakan. Sumberdaya alam meliputi lingkungan fisik dan lingkungan biologi perairan Setu Babakan dan sekitarnya (termasuk keindahan alam dan kualitas perairannya). Sumberdaya manusia meliputi masyarakat sekitar, pengunjung dan instansi-instansi yang terkait dalam pengelolaan kawasan Setu Babakan.

Upaya pengembangan kawasan Setu Babakan dapat menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap kondisi lingkungan fisik, biologi perairan, kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. Dampak positif dari pengembangan pariwisata di Setu Babakan diantaranya meningkatkan perekonomian masyarakat dengan membuka kesempatan usaha, menciptakan lapangan pekerjaan serta adanya penataan wilayah di sekitarnya menjadi lebih indah sehingga menarik bagi wisatawan. Namun pengembangan kawasan wisata yang melebihi daya dukung dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan seperti terjadinya pencemaran air, pendangkalan dan akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan ekosistem perairan. Selain itu, dampak negatif ini dapat saja meluas hingga pada akhirnya menurunkan jumlah wisatawan yang datang dan bahkan menurunkan pendapatan masyarakat. Oleh karena itu, untuk menekan berbagai dampak negatif tersebut, perlu diketahui daya dukung lingkungan perairan Setu Babakan dan sekitarnya yang akan dikembangkan sebagai objek pariwisata berwawasan lingkungan.

(29)

Pengelolaan kawasan Setu Babakan dapat dilakukan dengan mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi. Keseluruhan aspek tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT sehingga diperoleh alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan Setu babakan secara berkelanjutan.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Sumberdaya perairan

kawasan Setu Babakan

Instansi-instansi terkait Masyarakat dan pengunjung Lingkungan fisik Lingkungan biologi

Daya dukung Analisis

SWOT Kesesuaian wisata

Strategi pengelolaan dan pengembangan kawasan

Setu Babakan Kondisi ekologis Setu

(30)

Penelitian dilaksanakan di kawasan Setu Babakan yang termasuk dalam wilayah Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan, DKI Jakarta (Lampiran 1) dan peta lokasi dapat dilihat pada Gambar 2. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juli 2009.

Pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama diawali dengan membuat perencanaan dan menentukan metode pengumpulan analisa data. Tahap kedua yaitu pengumpulan data dan informasi-informasi mengenai kawasan berupa studi literatur dan studi lapang. Tahap ketiga yaitu melakukan pengolahan data dan analisis sesuai dengan metode analisis yang telah ditentukan.

3.3. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan antara lain : a. Kondisi biofisik kawasan Setu Babakan.

Kamera digital untuk mengambil foto keadaan lapang dan alat tulis untuk mencatat data. Bahan yang digunakan adalah peta lokasi Setu Babakan, beberapa dokumen yang berkaitan dengan Setu Babakan dan studi pustaka yang mendukung penelitian.

Alat dan bahan untuk analisis kualitas air adalah termometer lingkungan, kertas lakmus, botol sampel, pipet tetes, alat suntik 10 ml, botol BOD, reagent (KI alkalis, Amylum, MnSO4), H2SO4, Thiosulfat dan aquades. Sedangkan alat

untuk mengambil contoh air adalah van Dorn water sampler dan alat untuk mengukur kedalaman adalah tali tambang berskala yang diberi pemberat. Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kualitas air dapat dilihat pada lampiran 2.

b. Kondisi sosial ekonomi.

Alat yang digunakan untuk mengamati aspek sosial-ekonomi adalah alat tulis (untuk mencatat data). Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah,kuesioner, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Setu Babakan dan literaturliteratur yang mendukung penelitian.

(31)

16 Ga mbar 2. P eta loka si p ene li ti an 16

(32)

17

3.4. Jenis dan Pengumpulan Data

Komponen, jenis, sumber dan cara pengambilan data yang diperlukan dalam penelitian dapat dilihar pada Tabel 1.

Tabel 1. Komponen, jenis, sumber dan cara pengambilan data

3.4.1. Data primer

Data primer terdiri dari observasi dan pengambilan sampel air serta wawancara. Pengumpulan data primer dilakukan dengan :

No Komponen data Jenis data Sumber data

1. Keadaan Umum Situ Babakan

a. Luas dan Letak Primer dan Sekunder Responden dan Laporan

b. perbatasan dan aksesibiliti Sekunder Laporan

c. Visi dan Misi Pengembangan Perkampungan

Budaya Betawi Setu Babakan Sekunder Laporan

d. Kunjungan wisatawan ke Kawasan

Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Sekunder Responden dan laporan e. Sosial ekonomi penduduk kelurahan

Serengseng Sawah Sekunder Responden dan laporan

2. Karakteristik Sumberdaya Alam Setu Babakan a. Flora

- Vegetasi sekitar - Tumbuhan air - Plankton

Primer dan Sekunder Lapangan, Laporan b.Fauna

- Ikan

- Biota air lainnya

Primer dan Sekunder Lapangan, Laporan 3. Kualitas Air Setu Babakan

1. Parameter Fisika

a. Temperatur (0C) Primer Lapangan

b.Kecerahan (m) Primer Lapangan

c. Warna Primer Lapangan

d.TSS (mg/l) Primer Lapangan

2. Parameter Kimia

a. pH Primer Lapangan

b. DO (mg/l) Primer Lapangan

c. BOD (mg/l) Primer Laboratorium

d. NTotal (mg/l) Primer Laboratorium

e. PTotal (mg/l) Primer Laboratorium

3. Mikrobologi Bakteri

a. E. coli (jml/100 ml) Primer Laboratorium

4. Data Kesesuain Wisata Primer Lapangan

5. Data Daya Dukung Kawasan Primer Lapangan

6. Karakteristik sosial-ekonomi

a. Masyarakat sekitar Setu Babakan Primer Responden

b.Wisatawan Primer Responden

c. Instansi-instansi terkait Primer dan sekunder Laporan dan Responden 7. Tata Ruang Kawasan

a. Analisis Kebijakan Penataan Kawasan Setu Babakan

Primer dan sekunder Laporan dan

Responden b.Hubungan dengan objek wisata lainnya Primer dan sekunder Laporan dan Responden

(33)

3.4.1.1. Observasi dan pengambilan sampel air

Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi, yaitu meninjau langsung kondisi lokasi di lapangan dengan melakukan sampling pada beberapa parameter seperti kualitas air, tanaman air, biota (flora atau fauna), dan kondisi kawasan. Pengamatatan dan pengambilan sampel kualitas air dilakukan di musim kemarau pada tanggal 30 juni 2009 pukul 07.00 hingga pukul 10.00 sebanyak 2 kali di 3 titik pengambilan sampel (Gambar 2). Stasiun 1 mewakili daerah inlet, stasiun 2 yakni tengah badan situ mewakili sebagai daerah yang jarang dilalui, dan stasiun 3 mewakili daerah outlet. Kemudian ditambahkan dengan pengamatan ruang sekitar 50 meter dari kawasan situ, dimana di sekitar kawasan Setu Babakan terdapat penggunaan lahan seperti perumahan, fasilitas umum, rawa, dan kawasan hijau.

Pengamatan kualitas air dilakukan baik langsung di lapangan maupun di laboratorium. Pengambilan air contoh dilakukan secara vertikal, yaitu pada bagian permukaan dan dekat dasar perairan. Adapun parameter kualitas air yang diamati terdiri dari parameter fisika, kimia dan biologi.

a. Parameter fisika

Temperature (0C) diukur dengan menggunakan termometer dan langsung dilapangan.

Kecerahan (m) ditentukan dengan menggunakan secchi disk bertali skala, yaitu dengan murunkan secchi disk ke dalam air sampai tidak tampak lagi dan catat kedalamannya. Kemudian turunkan secchi disk sedikit lagi, dan perlahan-lahan tarik ke atas. Jika sudah mulai terlihat untuk pertamakalinya, catat kedalamannya. Selanjutnya menghitung rata-rata dari nilai kedalaman tersebut yang merupakan nilai dari kecerahan dan dinyatakan dalam meter (m).

Warna perairan ditentukan dengan cara visual berdasarkan indra penglihatan. Padatan tersuspensi (TSS) diukur dengan cara sebelumnya menimbang kertas filter millipore dengan porosity 0,45µm yang telah direndam dalam akuades selama 24 jam dan keringkan dalam oven 1050C selama 1 jam, kemudian pipet air sample sebanyak 100 ml, aduk dan saring dengan kertas filter millipore dengan menggunakan alat bantu vacuum pump. Selanjutnya ambil filter dari vacuum pump kemudian keringkan di dalam oven 1050C

(34)

ml sampel DO =

selama 1 jam. Dan terakhir timbang kertas saring yang sebelumnya telah didinginkan di dalam dalam dessikator.

b. Parameter kimia

pH diukur dengan menggunakan pH stik yaitu dengan cara pH stik dicelupkan ke dalam perairan kemudian dilihat perubahan warna yang terjadi dan dibandingkan dengan indikator pH.

Dissolve Oxygen (DO) di tentukan dengan metode titrasi, yaitu air sampel yang diambil dengan botol BOD ditambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml

NaOH+KI ke dalam air sampel, kemudian tutup dan aduk botol dengan cara membolak-balikkan botol. Biarkan beberapa saat hingga endapan coklat terbentuk di dasar botol BOD secara sempurna. Lalu tambahkan 1 ml H2SO4 pekat, aduk dengan cara yang sama hingga semua endapan terlarut. Ambil 25 ml air dari botol BOD dengan pipet mohr atau gelas ukur, masukkan ke dalam erlenmeyer dan usahakan jangan terjadi aerasi. Titrasi dengan Na2S2O3 hingga terjadi perubahan warna dari kuning tua kekuning muda,

kemudian tambahkan indikator amylum 2-3 tetes hingga terbentuk warna biru dan lanjutkan titrasi hingga warna biru hilang. Dan terakhir menghitung nilai DO dengan rumus :

ml titran x Normalitas thiosulfat x 8 x 1000 ml botol BOD – ml reagen terpakai

ml botol BOD

BOD diukur dengan cara mengmbil air sampel sebanyak 1-2 liter dari kedalaman yang dikehendaki. Kemudian encerkan air sampel 2-100 kali, tergantung tingkat kepekatan sampel, dengan menggunakan akuades dan selanjutnya tingkatkan kadar oksigen sampel dengan menggunakan aerator selama kurang lebih lima menit.

Nitrogen total (N-total) dapat diperoleh nilainya dengan cara menyaring air

sampel dengan menggunakan kertas saring. Kemudian pipet 5 ml air yang telah disaring, masukkan ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 0,5 ml Brucine dan aduk. Tambahkan 5 ml H2SO4 pekat (gunakan ruang asam) aduk dengan

menggunakan vibrofix, panaskan di hot plate selama 30 menit kemudian diamkan hingga dingin. Untuk pengukuran blanko, pipet 5 ml aquadest

(35)

masukkan ke dalam tabung reaksi, lakukan seperti di atas. Ukur absorban dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm, tentukan persamaan regresi berdasarkan larutan standar kemudian tentukan konsentrasinya berdasarkan kurva standar

Fosfor total (P-total) dapat diperoleh nilainya dengan cara mempipet air contoh

yang telah disaring sebanyak 50 ml kemudian tambahkan PP 1 tetes, jika berwarna merah muda tambahkan asam sulfat 1 N sampai berwarna bening. Selanjutnya tambahkan 0,5 gram K2S2O8 dan tambahkan 1 ml H2SO4 30%,

aduk. Panaskan di atas hot plate sampai volume air contoh berkurang menjadi setengah volume awal. Dinginkan. Tambahkan 1 tetes inidikator PP, atur pH menjadi sekitar 8,2-9,8 dengan menambahkan NaOH dengan indikator air contoh berwarna merah muda. Kemudian masukan ke dalam labu takar 50 ml, tambahkan aquades sampai batas tera. Pipet 25 ml air contoh ke dalam erlenmeyer, tambahkan mi reagen sebanyak 4 ml. Buat larutan blanko. Buat satu seri larutan standar PO4-P. Tentukan persamaan

regresi berdasarkan larutan standar. Tentukan konsentrasinya berdasarkan kurva standar.

c. Parameter biologi

Parameter biologi yang diukur adalah plankton (fitplankton dan zooplankton), bakteri E. coli., tanaman air, ikan dan vegetasi sekitar lokasi penelitian.

Plankton

Pengambilan sampel plankton dilakukan pada titik sampling parameter kualitas air dengan menggunakan plankton net sebanyak 30ml dengan 3 kali ulangan, setelah terlebih dahulu diidentifikasi dengan buku identifikasi plankton (Needham 1962) kemudian dianalisis dengan menggunakan metode sensus dan jumlah individu plankton per liter air dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

a A x cg V x u cg A x t V x n N

(36)

Keterangan :

N = Jumlah total fitoplankton (ind/l)

n = Jumlah rataan individu yang teramati (ind) u = Ulangan (3)

Vt = Volume air tersaring (30 ml)

Vcg = Volume air dibawah coverglass ( 1 ml)

Aa = Luas satu lapang pandang (20x50 mm2)

Acg = Luas coverglass/ SRC (20x50mm2)

Analisis selanjutnya adalah analisis kuantitatif indeks biologi fitoplankton yaitu perhitungan keragaman dari Shannon-Wiener (Odum1971). Indeks keragaman jenis:

H’ = -∑ Pi ln Pi; dimana

N ni Pi Keterangan :

H’ = Indeks keragaman jenis ni = Jumlah individu taksa ke-i N = Jumlah total individu Pi = Proporsi spesies ke-i Bakteri E. coli

Pengambilan sampel bakteri E. coli diambil hanya pada bagian permukaan perairan dengan botol steril pada titik pengambilan sampel kualitas air.. Analisis Perhitungan jumlah bakteri E. coli dilakukan di laboratorium dengan teknik MPN (Alcamo 1983 in Feliatra 2002).

Tanaman air, ikan dan vegetasi sekitar

Pengambilan data tanaman air dilakukan dengan pengamatan langsung di perairan Setu Babakan, tanaman air yang ditemukan langsung diidentifikasi dan dicatat. Untuk pengambilan data ikan diperoleh dengan cara wawancara terhadap 30 orang masyarakat yang sedang memancing dan menjala ikan di Setu Babakan serta pihak pengelola kawasan situ. Pengambilan data vegetasi sekitar dilakukan dengan pengamatan langsung ± 50 meter di sekitar kawasan Setu Babakan.

(37)

3.4.1.2. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang lokasi penelitian. Wawancara dilakukan dengan pihak yang terkait dengan penelitian, yaitu:

a. Wisatawan, yaitu dengan menyebarkan kuisioner yang bersifat semi terbuka (Lampiran 3) kepada responden seperti untuk mengetahui pendapatan, tingkat pendidikan, motivasi dan persepsi wisatawan terhadap Setu Babakan. Pemilihan responden ini dilakukan secara accidental sampling yaitu pengambilan contoh yang dilakukan tanpa perencanaan yang seksama dan responden yang dimintai informasi diperoleh secara kebetulan tanpa pertimbangan tertentu. Jumlah responden yang diambil sebanyak 30 orang.

b. Masyarakat sekitar kawasan, yaitu dengan menyebarkan kuisioner bersifat semi terbuka (Lampiran 4) kepada responden seperti untuk mengetahui aktivitas masyarakat di sekitar Setu Babakan, pendidikan, dan persepsi ekowisata. Pemilihan responden kepada masyarakat dilakukan secara purposive sampling yaitu teknik pengambilan responden yang digunakan apabila peneliti mempunyai pertimbangan tertentu dalam menetapkan responden sesuai dengan tujuan penelitinnya.

c. Pengelola kawasan wisata, lembaga atau pihak-pihak terkait juga dilakukan dengan metode purposive sampling (Lampiran 5 dan Lampiran 6).

3.4.2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, seperti dengan mempelajari buku-buku laporan, penelitian-penelitian sebelumnya, buku-buku penunjang, peta, dan sumber lainnya yang dapat dijadikan informasi pendukung. Cara pengumpulan dan pengambilan data dalam penelitian ini meliputi studi dokumen/literatur yang merupakan langkah awal dari data sekunder untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian dan memperoleh informasi data penunjang yang diperlukan dalam penelitian. Studi dokumen/literatur dapat berupa buku-buku, majalah-majalah, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tujuan penelitian yang akan dipelajari.

(38)

3.5. Analisis Data

3.5.1. Analisis sumberdaya

Analisis sumberdaya meliputi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia. Analisis sumberdaya alam meliputi kondisi kawasan, kualitas air, dan flora dan fauna yang terdapat di sekitar danau. Kondisi kawasan diperoleh melalui data primer yaitu melalui observasi dan wawancara dan juga data sekunder melalui pengumpulan literatur-literatur. Parameter kualitas air yang diukur meliputi parameter fisika, kimia dan mikrobiologi bakteri E. coli (Tabel 1), kemudian data kualitas air tersebut dibandingkan dengan baku mutu menurut PP No. 82 Tahun 2001 (Lampiran 7). Untuk flora yang hidup di Setu Babakan seperti tanaman air dilihat banyaknya jenis yang tumbuh disana dan kerapatannya. Untuk fauna seperti ikan dilihat banyaknya jenis ikan dan kelimpahannya.

Analisis sumberdaya manusia yaitu mencakup masyarakat sekitar kawasan wisata, pengunjung, pengelola dan instansi yang terkait. Analisis sumberdaya manusia dilakukan melalui wawancara dengan beberapa responden dan diberikan kuisioner seperti untuk mengetahui tingkat pendidikan, usia, pekerjaan, dan tingkat pemahaman kelestarian lingkungan.

3.5.2. Analisis kesesuaian

Kesesuaian mencakup kesesuaian sumberdaya atau potensi yang dikaitkan dengan luas areal bagi setiap peruntukan wisata. Setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai dengan kegiatan wisata yang dikembangkan. Persamaan yang digunakan untuk kesesuaian wisata adalah (Yulianda 2007):

IKW = Σ (Ni / Nmaks) x 100%

Keterangan :

IKW = Indeks Kesesuaian Wisata Ni = Nilai Parameter ke-i

Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata

Analisis kesesuaian diperoleh berdasarkan perkalian skor dan bobot dari setiap parameter. Kemudian dihitung tingkat persentase kesesuaian yang diperoleh

(39)

dengan menjumlahkan nilai dari seluruh parameter (Lampiran 8). Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan di Setu Babakan diantaranya adalah memancing, berperahu, duduk santai, dan pengambilan gambar untuk foto dan shooting dan flying fox.

3.5.2. Analisis daya dukung

Daya dukung lingkungan (carrying capacity) merupakan intensitas penggunaan maksimum terhadap sumberdaya alam juga membatasi pembangunan fisik yang dapat mengganggu kesinambungan pembangunan wisata tanpa merusak alam. Daya Dukung Kawasan (DDK) adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia yaitu dengan perhitungan menggunakan rumus (Yulianda 2007):

DDK = K x Lp / Lt x Wt/Wp Keterangan :

DDK = Daya Dukung Kawasan

K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu

Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari Wp = Waktu yang dihasilkan untuk setiap kegiatan tertentu

Pada kawasan Setu Babakan, daya dukung kawasan (DDK) adalah jumlah maksimum wisatawan yang secara fisik dapat ditampung di setiap lokasi sesuai peruntukannya dalam satu hari agar tidak menimbulkan kerusakan alam dan wisatawan dapat bergerak bebas serta tidak merasa terganggu oleh keberadaan wisatawan lain di lokasi tersebut. Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area (K) adalah jumlah wisatawan maksimum yang dapat ditampung oleh suatu sarana atau lokasi wisata dalam waktu yang bersamaan. Kondisi sarana atau lokasi yang digunakan harus dalam kondisi baik (layak pakai) sehingga masih dapat menampung wisatawan sesuai dengan nilai K yang telah ditetapkan. Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan (Lp) adalah luas atau panjang suatu area yang telah disediakan oleh pengelola agar wisatawan dapat melakukan kegiatan wisata yang ditetapkan di area tersebut. Unit area untuk kategori tertentu (Lt) adalah luas atau panjang suatu area yang dibutuhkan wisatawan agar dapat bergerak bebas

(40)

melakukan kegiatan wisata yang ditetapkan di area tersebut dan tidak merasa terganggu oleh keberadaan wisatawan lain. Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari (Wt) merupakan lamanya waktu kawasan Setu Babakan dibuka dalam satu hari yaitu sekitar 8 jam (jam 8.00-16.00). Waktu yang dihabiskan oleh wisatawan untuk melakukan satu jenis kegiatan (Wp) berbeda-beda bergantung kepada jenis kegiatan wisata. Selama melakukan kegiatan bersepeda air, wisatawan dapat mengabiskan waktu selama 0,5 jam (30 menit). Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk mengelilingi situ dengan perahu kayu, memancing, duduk santai, foto dan shooting dan flying fox dapat dilihat pada Lampiran 9.

Potensi ekologis (K) untuk kegiatan bersepeda air adalah dua orang yang berarti bahwa satu sepeda air dapat menampung dua orang wisatawan sekaligus dalam satu kali perjalanan. Unit area untuk kategori tertentu (Lt) untuk kegiatan bersepeda air adalah 15.000 m2 yang berarti bahwa luas lokasi yang dibutuhkan oleh satu sepeda air agar dapat bergerak bebas tanpa merasa terganggu oleh sepeda air lain adalah 15.000 m2. Potensi ekologis dan unit area untuk kategori tertentu (Lt) untuk kegiatan berperahu kayu, memancing, duduk santai, foto dan shooting, dan flying fox dapat dilihat pada Lampiran 10. Nilai unit area untuk kategori tertentu (Lt) dan waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu (Wp) diperoleh dari subjektifitas para pakar yang ahli dalam bidangnya.

3.5.4. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai factor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan dengan memaksimalkan kekuatan (Strengh), peluang (Opportunities), namun secara bersamaan meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threat). Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal (peluang dan ancaman) dengan faktor internal (kekuatan dan kelemahan). Kekuatan (Strenght) adalah unsur yang dimiliki kawasan wisata Setu Babakan yang bisa membantu pengelola mencapai keberhasilan. Kelemahan (Weakness) adalah unsur yang dimiliki oleh kawasan wisata yang bisa menyebabkan kinerja pengelola menjadi buruk atau menghambat untuk mencapai keberhasilan. Peluang (Oppurtunity) adalah unsure lingkungan yang berada di luar kendali pengelola yang berada di luar kendali pengelola yang menguntungkan pengelola. Ancaman (Threat) adalah unsur lingkungan yang berda di luar kendali pengelola

(41)

yang tidak menguntungkan dan dapat mengganggu atau menghalangi suatu kegiatan atau usaha di kawasan wisata. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT adalah:

3.5.4.1. Identifikai faktor internal dan eksternal

Penilaian fator internal (IFE) adalah untuk mengetahui sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dengan cara mendaftarkan semua kekuatan dan kelemahan. Alat untuk menganalisis faktor internal adalah matrik IFE yang meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dan juga memberikan dasar untuk mengidentifikasi dan mengevaluasihubungan antara area-area tersebut (David 2006). Penilaian faktor eksternal (EFE) adalah untuk mengetahui sejauh mana ancaman dan peluang. Alat yang digunakan untuk mengan alisis faktor eksternal adalah matriks EFE yang merangkum dan mengevaluasi hal-hal yang mempengaruhi yang berasal dari luar. Hasil dari kedua identifikasi fakor-faktor tersebut selanjutnya akan diberikan bobot peringkat (rating).

3.5.4.2. Penentuan bobot setiap variabel

Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor strategis internal dan eksternal kepada pihak pengelola. Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Penentuan bobot setiap variabel menggunakna skal 1,2 dan 3 (Kinner, T.C, 1991 in Agustin, 2007) yaitu :

1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Jika indikator sama penting dengan indikator vertikal

3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripa indikator vertikal

4 = Jika indikator faktor horizontal sangat penting daripada indikator faktor vertikal

Bentuk pembobotan faktor strategis internal dapat dilihat pada Tabel 2 Bentuk pembobotan faktor strategis eksternal sama dengan pembobotan pada faktor strategis internal.

Gambar

Gambar 1.  Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 1.  Komponen, jenis, sumber dan cara pengambilan data
Tabel 2.  Penilaian bobot faktor strategi internal dan eksternal
Tabel 4. Matriks analisis SWOT
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gangguan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan ketidak.

[r]

istilah yang digunakan untuk menggambarkan objek sangat tepat tetapi tidak beragam. 3) Pemakaian kata atau istilah kurang tepat tetapi beragam.Kekurangtepatan

1) Penelitian tahanan isolasi antar kumparan stator satu dengan yang lainnya. Penelitian isolasi ini digunakan untuk nenentukan antara kumparan dengan kumparan yang

- Gambaran diri : Klien merasa tidak nyaman dengan kondisi.. tubuhnya

MENURUT ORGANI SASI / BAGI AN ANGGARAN, UNI T ORGANI SASI , PUSAT,DAERAH DAN KEWENANGAN. KODE PROVINSI KANTOR PUSAT KANTOR

Penggunaan Metode Sugesti Imajinasi Berbasis Media Trailer Film dalam Pembelajaran Menulis Karangan Deskripsi.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatra Utara Medan khususnya Program Studi DIII Keperawatan Stambuk 2010 yang telah berpartisipasi