• Tidak ada hasil yang ditemukan

CARA GURU DALAM MENGENALKAN PENDIDIKAN SEKS ANAK USIA DINI DI TK KURNIA ILLAHI KECAMATAN RAMBATAN KABUPATEN TANAH DATAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "CARA GURU DALAM MENGENALKAN PENDIDIKAN SEKS ANAK USIA DINI DI TK KURNIA ILLAHI KECAMATAN RAMBATAN KABUPATEN TANAH DATAR"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

1

CARA GURU DALAM MENGENALKAN PENDIDIKAN SEKS ANAK USIA DINI DI TK KURNIA ILLAHI KECAMATAN

RAMBATAN KABUPATEN TANAH DATAR

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) pada Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini

Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan

FEBY ANDRIYANI NIM.14 109 029

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR

2020

(2)

2

(3)

3

(4)

4

(5)

i ABSTRAK

Feby Andriyani 14 109 029 Judul Skripsi “Cara Guru Dalam Mengenalkan Pendidikan Seks Anak Usia Dini Di Tk Kurnia Illahi Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar” Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.

Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah guru dalam mengenalkan pendidikan seks anak usia dini masih belum menjelaskan dengan baik dan masih menganggap tabu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara guru dalam mengenalkan pendidikan seks anak usia dini di Tk Kurnia Illahi Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif field research. Penelitian yang dilakukan melibatkan guru. Instrument utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa cara cara guru dalam mengenalkan pendidikan seks anak usia dini adalah guru menjelaskan bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh, guru menjelaskan sentuhan baik dan sentuhan buruk, dan guru menanamkan rasa malu kepada anak.

Kata kunci : Guru, Pendidikan seks, Anak usia dini

(6)

ii DAFTAR ISI COVER

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGESAHAN TIM PENGUJI

ABSTRAK. ... i

DAFTAR ISI. ... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus dan Sub Fokus Masalah ... 9

C. Pertanyaan Penelitian ... 10

D. Tujuan Penelitian... 10

E. Manfaat dan Luaran Penelitian ... 10

F. Defenisi Operasional ... 10

BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori ... 12

1. Tugas dan Peran Guru PAUD ... 12

a. Pengertian Guru ... 12

b. Peran Guru PAUD ... 14

2. Pendidikan Seks Anak Usia Dini ... 18

a. Pengertian Pendidikan ... 18

b. Pengertian Pendidikan Seks ... 20

c. Konsep Pendidikan Seks Untuk Anak Usia Dini ... 27

d. Tujuan Pendidikan Seks... 31

e. Pentingnya Pendidikan Seks ... 35

f. Pendidikan Seks Dalam Pandangan Islam ... 39

g. Hadits Tentang Pendidikan Seks Bagi Anak ... 42

3. Cara Guru Dalam Mengenalkan Pendidikan Seks Anak Usia Dini ... 43

B. Penelitian Yang Relevan ... 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 52

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 52

C. Instrumen Penelitian ... 53

D. Sumber Data ... 53

(7)

iii

E. Teknik Pengumpulan Data ... 54

F. Teknik Analisis Data ... 57

G. Teknik Penjaminan Keabsahan Data ... 57

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMABAHASAN A. Temuan Umum Penelitian ... 58

1. . Profil Sekolah ... 58

2. Sejarah Singkat Sekolah. ... 58

a. .. Visi Dan Misi Sekolah. ... 60

b. Tujuan Satuan Sekolah. ... 60

c. Data Pendidik Di Sekolah. ... 60

B. Temuan Khusus Penelitian. ... … 61

1. Cara Guru Mengenalkan Pendidikan Seks Anak Usia dini. ... 61

a. Menjelaskan Bagian Tubuh Yang Boleh Dan Tidak Boleh Disentuh. ... 61

b. Menjelaskan Sentuhan Baik Dan Sentuhan Buruk. ... 67

c. Menanamkan Rasa Malu Kepada Anak. ... 74

C. Pembahasaan Hasil Penelitian ... 77

1. Menjelaskan Bagian Tubuh Yang Boleh Dan Tidak Boleh Disentuh ... 77

2. Menjelaskan Sentuhan Baik Dan Sentuhan Buruk ... 78

3. Menanamkan Rasa Malu Kepada Anak ... 78

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan . ... 79

B. Implikasi . ... 79

C. Saran . ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(8)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

pendidikan adalah “usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang”. Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal, non formal dan informal (Redja Mudiyaharjo,2002:11).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan pengalaman belajar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan-kegiatan yang berlangsung di sekolah dan luar sekolah untuk mempersiapkan peserta didik dalam memainkan perannya yang tujuannya dikemudian hari dapat tercapai sesuai dengan perkembangan pendidikan yang telah berkembang saat ini sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak.

Menurut Fadlillah (2012:63-65) “ilmu pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi, salah satunya ialah PAUD yang membahas pendidikan untuk anak usia nol sampai delapan tahun”. Anak usia tersebut dipandang memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak usia di atasnya sehingga pendidikan untuk anak usia tersebut dipandang perlu untuk dikhususkan. Dengan demikian pendidikan pada intinya ialah suatu bentuk bimbingan dan pengembangan potensi peserta didik supaya terarah dengan baik dan mampu menjadi kepribadiannya dalam kehidupan sehari-hari.

Bentuk bimbingan dan pengembangan tersebut dilakukan secara sadar, terencana dan sistematis oleh orang dewasa kepada anak-anak (peserta didik), guna mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan.

(9)

Menurut pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan untuk anak usia dini perlu dikembangkan dengan baik sesuai dengan potensi yang dimiliki anak, guru bisa melakukan bimbingan kepada anak secara sadar, terencana dan sistematis. Agar tujuan dari pendidikan bisa tercapai dengan baik oleh anak. Apalagi saat sekarang ini pendidikan untuk anak usia dini sangat dipentingkan.

Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang diberikan pada anak usia nol sampai enam tahun yang dilakukan melalui rangsangan pendidikan, sebagaimana yang terdapat dalam UU No 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 14 yang menyatakan bahwa :

Pendidikan anak usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan pada anak sejak lahir sampai berusia enam tahun yang di lakukan melalui rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Menurut Sujiono (2011: 6) “pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu bentuk penyelanggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spritual), sosial emosional (sikap dan prilaku serta beragama), bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini”.

Pendidikan bagi anak usia dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh, pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan anak.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas disimpulkan bahwa pendidikan sangat dibutuhkan untuk perkembangan anak usia dini, dengan keunikan dan pertumbuhan anak usia dini, maka penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia dini disesuaikan dengan tahap perkembangannya.

Perkembangan tersebut dapat berupa perkembangan jasmani dan rohani anak.

oleh sebab itu, pendidikan sangat perlu diberikan kepada anak, karena dengan pendidikan yang diberikan anak akan menjadi manusia yang berguna bagi

(10)

nusa dan bangsanya. Pendidikan juga bisa diberikan kepada guru dan orangtua, pendidikan yang diberikan kepada guru dan orangtua ini bisa membantu anak untuk mengembangkan potensi dirinya.

Pengetahuan guru dan orangtua tidak dapat dipisahkan dalam suatu pembentukan konsep diri anak. Pengetahuan yang dimiliki orangtua akan membantu ketika memberikan pembelajaran pada anak. Orangtua menjadi lingkungan pertama yang akan berpengaruh besar terhadap langkah dalam perkembangan anak dan seharusnya orangtua harus masuk dalam tahap tersebut, maksudnya orangtua tidak hanya tahu tetapi sebaiknya benar-benar paham dan mampu mempraktikkan sesuai dengan seberapa banyak dan besar pengetahuan yang telah dimiliki orangtua.

Menurut Seto (2008:18), pada masa ini para guru dan orangtua atau pendidik harus memberikan perhatian mereka secara khusus dalam menstimulasi tumbuh kembang si anak. Termasuk yang terpenting di dalamnya adalah terkait dengan pertumbuhan biologisnya, di mana perkembangan seksual anak tidak berjalan atau jangan dibiarkan untuk berjalan dengan sendirinya. Sebab mereka membutuhkan bantuan, arahan dan segala perhatian khusus yang harapannya perkembangan seksual anak tidak salah arah dan berkembang secara normal sesuai dengan anak pada umumnya.

Maka pada masa ini para guru dan orangtua harus memiliki pemahaman agar bisa memberikan stimulasi yang tepat sehingga perkembangan seksual anak tidak salah arah dan berkembang secara normal sesuai dengan anak pada umumnya. Magdalena (2010:76) menyatakan bahwa

“hal ini menjadi penting untuk dilakukan karena penyesuaian pada masa sebelumnya berpotensi berkembang untuk masa berikutnya”. Hal ini berangkat dari tidak sedikit dari para pelaku pelecehan seksual yang dengan sadar melakukan tindak kejahatannya karena bawaan kelainan seksual yang dimilikinya.

Anak juga harus memahami hakikat orang lain (mahram) agar dapat membatasi pergaulan dengan orang lain secara bebas. Perihal ini juga menjadi salah satu bagian terpenting dikenalkannya orang-orang yang tidak boleh

(11)

dinikahi, karena pernikahan sedarah pada hakikatnya dilarang. Menutup aurat dan etika berhias atau berpakaian disampaikan kepada anak secara bertahap serta bersifat aplikatif. Sehingga anak akan terbiasa mempergunakan pakaian yang sopan dan menutup aurat serta berhias dengan tidak berlebihan.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan menumbuhkan rasa malu kepada anak sehingga anak terbiasa menjaga aurat dan pandangannya. Menutup aurat dan etika di sampaikan kepada anak secara bertahap dan bersifat aplikatif. Agar anak dapat mempergunakan pakaian yang menutup aurat.

Romdloni (2017:99) menyatakan bahwa “pendidikan seks adalah membimbing dan mengarahkan anak laki-laki dan perempuan semenjak kecil hingga remaja atau dewasa untuk mengenal tentang arti, fungsi dan tujuan naluri seks sehingga anak dalam perkembangannya dapat memahami dan menyalurkannya ke jalan yang benar”

Menurut Ningsih (2017: 15-21) cara pendidik dalam mengenalkan pendidikan seks kepada anak uisa 5-9 tahun ada tujuh yaitu dengan:

a. Mengenal perbedaan jenis kelamin

Menjelaskan kepada anak bahwa laki-laki memiliki alat kelamin yang diberi nama penis dan perempuan memilki alat kelamin yang diberi nama vagina. Menjelaskan bahwa anak laki-laki sama dengan ayahnya dan anak perempuan sama dengan ibunya. Menjelaskan bahwa pakaian anak laki-laki memakai celana panjang dan anak perempuan memakai rok atau gaun.

b. Menjelaskan kepada anak proses kelahiran bayi

Menejelaskan kepada anak bahwa ia lahir dari ibunya dengan bahasa yang mudah dimengerti.

c. Menanamkan rasa malu kepada anak

Menjelaskan kepada anak untuk mengganti pakaian di tempat yang tertutup seperti kamar mandi dan kamar tidur.

d. Menjelaskan bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh Menjelaskan kepada anak bahwa tubuhnya adalah milik pribadinya, sehingga tidak ada orang lain yang boleh menyentuh kecuali ibu dan dirinya sendiri. Bagian tubuh yang tidak boleh disentuh adalah bibir dan bagian yang tertutup baju dalam seperti dada, pantat, paha, dan penis atau vagina.

(12)

e. Menjelaskan sentuhan baik, membingungkan dan sentuhan buruk

Sentuhan baik itu menyentuh dari bahu keatas serta dari lutut kebawah. Sentuhan membingungkan itu, menyentuh badan dimulai dari bahu sampai keatas lutut, menyentuh dengan kasih sayang dan nafsu dimulai dengan menyentuh kepala, memeluk- meluk, lalu tangannya meraba dari bawah bahu sampai atas lutut. Sentuhan buruk itu, menyentuh bibir dan bagian tubuh yang tertutup baju dalam seperti dada, perut, paha dan penis atau vagina.

f. Mengajarkan kepada anak untuk berani mengatakan Tidak dan Berteriak meminta tolong kepada orang yang dipercayai.

Jika ada orang lain menyentuh bagian tubuh pribadinya atau menyuruhmu buka baju di depannya atau menunjukkan bagian tubuh pribadinya atau menunjukkan film atau foto telanjang, maka kamu harus berani mengatakan tidak dan lari serta berteriak minta tolong kepada orang yang dipercayai.

g. Tekanan pada anak untuk tidak menyimpan rahasia dari guru dan pendidik

Menjelaskan kepada anak apapun yang terjadi orangtua dan pendidik akan selalu siap membantu, sehingga jangan pernah merahasiakan apapun dari guru dan orang tua.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa cara pendidik seks kepada anak yaitu mengenal perbedaan jenis kelamin, menjelaskan kepada anak proses kelahiran bayi, menanamkan rasa malu kepada anak, menjelaskan bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh buruk, mengajarkan kepada anak untuk berani mengatakan tidak dan berteriak meminta tolong kepada orang yang di percayai, tekanan pada anak untuk menyimpan rahasia dari guru dan pendidik.

Menurut Aziz (2014:195) “dalam tidur dan bercengkerama dalam keluarga, etika bercengkerama tersebut disampaikan dengan melarang dan mengarahkan anak untuk tidak menyentuh bagian-bagian vital seperti kelamin, payudara, pinggul, dan sebagainya saat bermain”. Begitu pula ketika tidur, biasakan anak selalu menutup auratnya dengan sopan.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa materi pendidikan seks anak usia dini tidak boleh dianggap remeh dan disepelekan.

Sebab melalui pemberian materi pendidikan seks yang tepat dan sehat akan mengantarkan anak memiliki seperangkat pengetahuan yang membekali

(13)

dirinya untuk menjunjung tinggi seksualitas dan menjaga dirinya dari perilaku negatif yang berhubungan dengan masalah seks.

Kurniawan (2003: 12) menyatakan bahwa “kajian para pakar Islam bisa dikatakan sangat jarang menyentuh permasalahan tentang seks khususnya pada anak usia dini”. Hal ini terbukti dengan minimnya buku-buku yang membahas secara mendalam tentang pandangan Islam terhadap pendidikan seks di usia dini. Setidaknya, ada dua penyebab yang menyebabkan kajian tentang seks di usia dini kurang begitu diminati oleh para pakar. Pertama, adanya keyakinan sebagian ilmuan bahwa tidak pentingnya persiapan seksual bagi anak hingga mencapai usia pubertas.

Kedua, kepekaan moral terhadap tema ini dan keengganan masyarakatnya.

Kedua hal inilah yang menyebabkan minimnya kajian para pakar tentang pendidikan seks pada anak usia dini sehingga banyak keluarga muslim yang kurang begitu paham dalam masalah hukum-hukum dan kaidah- kaidah perilaku seks pada masa kanak-kanak.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pakar Islam sangat jarang menyentuh permasalahan tentang seks khususnya pada anak usia dini. Penyebab yang menyebabkan kajian tentang seks di usia dini kurang diminati oleh pakar yaitu adanya pandangan tentang tidak pentingnya persiapan seksual bagi anak hingga usia pubertas dan keengganan masyarakatnya. Sehingga banyak keluarga muslim yang kurang paham dalam masalah-masalah hukum dan perilaku seks pada anak.

Menurut Zubaedah (2016:60) “ada banyak anggapan yang salah kaprah dari orangtua dan bahkan sebagian pendidik di sekolah-sekolah bahwa pendidikan seks kurang pantas diberikan kepada anak usia dini”. Mereka meyakini bahwa pendidikan seks akan memberikan dampak negatif bagi perkembangan otak anak didik. Kebanyakan masyarakat secara umum menganggap bahwa pendidikan seks hanya menjelaskan tentang hubungan intim antara dua jenis manusia laki-laki dan perempuan.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa orangtua dan sekolah-sekolah banyak beranggapan bahwa pendidikan seks kurang pantas diberikan kepada anak usia dini. Mereka meyakini akan memberikan dampak negatif bagi perkembangan otak anak.

Menurut Hakiki (2015:20) “realitas kekerasan seksual yang dialami anak–anak sampai saat ini masihmenjadi masalah yang cukup besar di

(14)

Indonesia”. Lihat saja pemberitaan media cetak danelektronik mengenai kekerasan seksual pada anak dapat dijumpai setiap hari. Bentuk danmodus operandinya pun juga cukup beragam. Kekerasan seksual meliputi eksploitasi seksual komersial termasuk penjualan anak untuk tujuan prostitusi dan pornografi. Kekerasan seksual terhadap atau dengan sebutan lain perlakuan salah secara seksual bisa berupa hubungan seks, baik melalui vagina, penis, oral, dengan menggunakan alat, sampai dengan memperlihatkan alat kelaminnya, pemaksaan seksual, sodomi, oral seks, onani, pelecehan seksual, bahkan perbuatan incest.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kekerasan seksual kepada anak sampai saat ini masih masalah yang cukup besar di Indonesia. Seperti pemberitaan media cetak dan elektronik dapat dijumpai setiap hari. Kekerasan seksual terhadap anak bisa berupa hubungan seks, melalui vagina, penis dan oral.

Lukman (2008:73) menyatakan bahwa “bentuk lainnya adalah menyentuh alat kelamin korban atau memaksa korban untuk menyentuh alat kelaminnya, melibatkan anak-anak dalam pornografi, misalnya memperlihatkan gambar atau tulisan erotis dengan tujuan membangkitkan nafsu birahi, termasuk juga memperlihatkan kepada anak-anak alat-alat seperti kondom, gambar orang tanpa busana dan sebagainya”. Menurut Resna dan Darmawan (dalam Lukman, 2008:73) “tindakan penganiayaan seksual dapat dibagi atas tiga kategori yaitu perkosaan, incest, dan eksploitasi. Pada eksploitasi termasuk prostitusi dan pornografi”.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk lainnya adalah menyentuh alat kelamin korban atau memaksa korban menyentuh alat kelaminnya. Tujuannya untuk membangkitkan nafsu birahi dan tindakan penganiayaan seksual seperti pemerkosaan dan eksploitasi.

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di TK Kurnia Illahi Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar pada tanggal 16 juli 2019, permasalahan yang penulis temui adalah guru kurang memahami mengenai pendidikan seksual pada anak bahkan dianggap sangat tabu oleh gurunya,

(15)

karena menurut guru anak akan paham dengan sendirinya tentang seks tersebut.

Penulis melihat ketika anak sedang bermain dengan teman-temannya anak laki-laki dengan mudahnya memegang paha anak perempuan bahkan berani mencium anak perempuan tersebut, antara anak laki-laki dan perempuan tidak menjaga aurat sehingga anak tersebut tidak merasa malu antara lawan jenisnya sendiri. Guru juga menempelkan spanduk tentang larangan bagian tubuh yang boleh disentuh dan tidak boleh disentuh tetapi guru meletakkan di belakang lemari sehingga spanduk tersebut tidak terlihat oleh anak.

Ada beberapa anak perempuan membuka auratnya sewaktu sedang bermain ayunan seperti membuka jilbab dan ada beberapa anak perempuan yang mengangkat rok ke atas. Di sana terdapat beberapa anak laki-laki yang juga ikut main ayunan dengan tidak adanya pemahaman dari gurunya jadi anak-anak tersebut tidak merasa malu. Tidak hanya anak perempuan saja yang membiarkan auratnya terbuka, anak laki-laki juga demikian, seperti ada tiga orang anak laki-laki yang membiarkan resleting celananya terbuka meskipun sudah diberitahu oleh teman yang melihatnya.

Permasalahan lain yang penulis temui saat anak tidak begitu mengerti dengan pendidikan seks, seharusnya guru sudah memberikan pemahaman kepada anak tentang seks, seperti guru mengajarkan bagian tubuh yang tidak boleh dipegang dan yang boleh dipegang serta siapa saja yang boleh memegangnya, dan mengajarkan cara bermain antara anak laki-laki dan anak perempuan.

Seharusnya guru mengajak dan mengenalkan pendidikan seks kepada anak. Namun yang terlihat di lapangan, guru kurang memberikan pemahaman tentang pendidikan seks kepada anak seperti ada anak perempuan yang pergi ke WC laki-laki dan sebaliknya, dan di dalam proses belajar mengajar ada anak yang di saat dalam pembelajaran duduk berdekatan antara lawan jenisnya teman-teman yang lain ikut menertawakan sehingga anak tersebut merasa malu dengan lawan jenisnya dan ada anak yang sudah mengerti

(16)

tentang kata-kata yang seharusnya belum boleh mereka ucapkan seperti,

“pacaran, cinta-cinta, dan sayang”. Ada beberapa anak yang sudah mengerti tentang lagu zaman sekarang.

Adapun peneliti menanyakan kepada guru tersebut mengenai bagaimana cara mengenalkan pendidikan seks pada anak, salah satu guru yang berinisial “BN” menjawab, “anak akan mengerti soal seks dengan sendirinya”. Adapun disini peneliti memilih gurunya karena mempunyai peranan penting dalam penyampaian materi mengenai pendidikan seks dan mengajarkan pendidikan seks kepada anak usia dini sesuai dengan tingkatan usia. Disini penulis menanyakan kembali kepada guru tersebut adakah metode yang diajarkan kepada anak dalam pengenalan pendidikan seks seperti metode bernyanyi atau bermain peran dan lain-lain, guru tersebut menjawab,“untuk saat ini belum ada metode yang digunakan dalam pengenalan seks kepada anak”.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik mengambil judul“Cara Guru Dalam Mengenalkan Pendidikan Seks Anak Usia Dini Di Tk Kurnia Illahi Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar”.

B. Fokus dan Sub Fokus 1. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan kepada “Cara Guru Dalam Mengenalkan Pendidikan Seks Anak Usia Dini Di TK Kurnia Illahi Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar"

2. Sub Fokus

Berdasarkan uraian di latar belakang masalah terdapat sub fokus masalah sebagai berikut:

1. Bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh.

2. Sentuhan baik dan sentuhan buruk.

3. Menanamkan rasa malu kepada anak.

(17)

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fokus dan sub fokus penelitian di atas maka pertanyaan peneliti yaitu“ Bagaimanakah cara guru dalam mengenalkan pendidikan seks anak usia dini di TK Kurnia Illahi Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar?”.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, peneliti dapat menentukan tujuan penelitian adalah "Untuk Mengetahui cara guru dalam mengenalkan pendidikan seks anak usia dini di TK Kurnia Illahi Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar".

E. Manfaat dan luaran Penelitian 1. Manfaat penelitiaan

a. Sebagai bahan kajian bersama dan informasi baru dalam cara guru dalam mengenalkan pendidikan seks anak usia dini di TK Kurnia Illahi Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar.

b. Sebagai bahan evaluasi bagi pihak yang terkait untuk menilai Cara Guru Dalam Mengenalkan Pendidikan Seks Anak Usia Dini di TK Kurnia Illahi Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar.

c. Sebagai bahan pengembangan pengetahuan dan wawasan penulis dan pembinaan disiplin ilmu untuk penulis.

2. Luaran penelitian

Adapun luaran penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini adalah agar diterbitkan pada jurnal ilmiah dan bisa menambah khazannah perpustkaan IAIN Batusangkar.

F. Defenisi Operasional

Agar maksud dan arah peneliti ini jelas, maka perlu kiranya penulis memberikan defenisi Operasional dalam penelitian ini.

Romdloni (2017:99) menyatakan bahwa “pendidikan seks adalah membimbing dan mengarahkan anak laki-laki dan perempuan semenjak kecil hingga remaja atau dewasa untuk mengenal tentang arti, fungsi dan tujuan

(18)

naluri seks sehingga anak dalam perkembangannya dapat memahami dan menyalurkannya ke jalan yang benar”

Menurut Ningsih (2017:15-21) cara guru dalam mengenalkan pendidikan seks kepada anak uisa dini ialah mengenalkan perbedaan jenis kelamin, menanamkan rasa malu kepada anak.

(19)

12 BAB II KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Tugas Dan Peran Guru a. Pengertian Guru

Guru adalah pendidik yang mana guru sebagai panutan, tauladan bagi peserta didiknya. Oleh karena itu guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Menurut Jamil (2014:23) dikenal dengan al mu’alim atau al-ustadz dalam bahasa arab, yang bertugas memberikan ilmu dalam majlis taklim. Guru merupakan pekerjaan yang memerlukan keahlian kusus. Pekerjaan ini tida dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan pekerjaan sebagai guru

Guru adalah salah satu kompenen manusiawi dalam proses beajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Oleh karena itu guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan arus berperan serta secara aktif dan menepatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya paa suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu. Dalam rangka ini guru tidak semata-mata sebagai “pengajar” yang melakukan transfer of knowledge, tetapi juga sebagai “pendidik” yang melaukan transfer of values da sekaligus sebagai “pembimbing” yang memberikan pengarahan dan menuntun anak dalam belajar.

Berkaitan dengan ini, sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks didalam proses belajar mengajar dalam

(20)

13

usahanya untuk mengantarkan anak didiknya ke taraf yang di cita- citakan. Oleh karena itu, setiap rencana kegiatan guru harus dapat didudukan dan dibenarkan semata-mata demi kepentingan anak didik, sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya (Sardiman, 2011:125).

Seorang pendidik harus memperlihatkan bahwa ia mampu mandiri, tidak tergantung kepada orang lain ia harus mampu membentuk dirinya sendiri. Dia juga bukan saja dituntut bertanggung jawab terhadap anak didik, namun dituntut pula bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Tanggung jawab ini didasarkan atas kebebasan yang ada pada dirinya untuk memilih perbuatan yang terbaik menurutnya. Apa yang dilakukannya menjadi teladan bagi masyarakat.

Berdasarkan pengertian guru di atas maka tugas pendidik sebagai guru PAUD yaitu bertugas diberbagai jenis layanan baik pada jalur pendidikan formal maupun nonformal seperti, TK/RA,KB,TB dan bentuk lain sederajat. Pendidik PAUD pada jalur pendidikan formal terdiri atas guru an guru pendamping. Sedangkan pendidik PAUD pada jalur nonformal, terdiri atas guru, guru pendamping dan pengasuh (Fadilah,2012:80).

Sementara itu dalam peraturan pemerintah no 19 tahun 2005 dikatakan bahwa seorang guru haruslah memiliki 4 kompetensi yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Adapun untuk kompetensi guru PAUD di indonesia sudah dbuatkan standar tersendiri, diantaranya seorang guru PAUD hendaknya memiliki rasa seni (sense of art)dan berbagai bentuk disiplin agar dapat mengenali pembelajran yang sesuai dengan kebutuhan anak, selain itu seorang guru PAUD diharapkan memiliki pemahaman teori perkembangan dan implikasinya secara praktis terlebih lagi guru PAUD harus memahami bahwa anak belajar dalam bermain.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru PAUD adalah pendidik yang bertugas di berbagai jenis layanan baik

(21)

jalur formal maupun jalur nonformal dan guru harus memiliki 4 kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional serta guru hendaknya memiliki rasa seni dan berbagai bentuk disiplin agar dapat mengenali pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak.

b. Peran Guru PAUD

Menurut Wiyani (2015:30-34) “seorang guru PAUD pada kegiatan kesehariannya dalam bekerja secara profesional dapat melakukan beragam fungsi sekaligus (muti peran)”. Adapun peran dari guru tersebut adalah:

a. Guru PAUD sebagai pendidik. Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh sentral serta panutan (model) bagi murid dan lingkungannya. Oleh karena itu seorang guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup wibawa, tanggung jawab,mandiri dan disiplin.

b. Guru PAUD sebagai pengganti sementara ayah atau ibu. Anak usia dini dalam kesehariannya dikelas membutuhkan sosok pengganti sementara ayah atau ibu,untuk itu guru harus bisa berperan menjadi pengganti sementara ayah atau ibu selama berada di sekolah, namun harus tetap apat menjaga batas-batasnya demi untuk menjaga keprofesionalan seorang guru.

c. Guru PAUD sebagai teman, bersikap sebagai teman bagi anak usia dini sangat dibutuhkan karena akan mempelancar komunikasi antara guru dan murid. Sehingga anak usia dini tidak merasa berjarak dengan guru yang dapat memotivasi anak usia dini untuk bersemangat berangkat ke sekolah (karena akan bertemu dengan teman-temannya).

d. Guru PAUD sebagai pengajar. Guru PAUD membantu murid yang tumbuh dan berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahui dengan cara senantiasa memotivasi murid agar dapat mengembangkan potensinya.

(22)

e. Guru PAUD sebagai pengasuh adalah anak yang belum terbentuk kepribadiannya sehingga dibutuhkan guru yang mengerti menggunakan pola asuh yang tepat disaat dibutuhkan oleh anak didiknya.

f. Guru PAUD sebagai model dan teladan. Menjadi teladan merupakan sifat dasar dalam kegiatan pembelajaran selain itu sebagai model dan teladan berakibat bahwa guru senantiasa akan disorot tingkah lakunya baik oleh anak didik maupun lingkungannya.

g. Guru PAUD sebagai pribadi, jika kita memilih profesi guru PAUD maka sudah selayaknya kita memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Adapun kepribadian seorang guru PAUD yang diharapkan adalah kepribadian yang hangat selalu tersenyum, ceria, terbuka serta sabar.

h. Guru PAUD sebagai pesulap. Memiliki keterampilan sebagai pesulap dibutuhkan bagi anak usia dini. Oleh karena itu guru anak usia dini hendaknya melakukan kegiatan sulap sebagai variasi dalam kegiatan belajar mengajar, tujuannya adalah agar murid menjadi tidak bosan.

i. Guru PAUD sebagai penyanyi. Keterampilan bernyanyi memiliki referensi lagu-lagu anak serta yel-yel sangat dibutuhkan bagi seorang guru anak usia dini yang senantiasa membutuhkan suasana gembira dalam kegiatan belajar mengajar.

j. Guru PAUD sebagai pencerita. Bercerita adalah metode salah satu metode yang dibutuhkan bagi anak usia dini dalam menyampaikan pesan, nasehat tentang makna kehidupan.

k. Guru PAUD sebagai entertaiment. Guru PAUD memang dituntut serba bisa (multi peran) salah satunya adalah menjadi entertaiment, maka akan diperoleh nilai-nilai kreatif, inovatif dalam suasana yang menyenangkan dan gembira bagi anak usia dini.

(23)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran guru sangat penting dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pendidik yang profesional. Guru PAUD harus menggunakan semua perannya dalam mendidik anak didiknya di sekolah. Karena seorang pendidik menginginkan anak menjadi seseorang yang nantinya akan berguna bagi nusa dan bangsa.

Tanggung Jawab Seorang Guru PAUD Adalah Sebagai Berikut:

1) Menunjukkan perhatian kepada anak 2) Memiliki kepekaan terhadap individu anak

3) Mengembangkan hubungan yang alamiah dengan anak

4) Menggunakan otoritas orang dewasa secara bijaksana dalam membantu pertumbuhan anak

5) Merancang kegiatan yang bermakna bagi anak

6) Mengenalkan disiplin sebagai suatu pengalaman belajar bagi anak dan menemukan kesalahan sebagai peluang potensi pembelajaran.

7) Mengakui adanya kompetensi dalam diri anak

8) Mengorganisasi kurikulum yang berlandasan pada DAP.

9) Bekerjasama dengan orang tua dalam tanggung jawabnya terhadap perkembangan anak.

10) Memiliki dedikasi yang tinggi sebagai profesional dalam bidang pendidikan anak.

11) Mampu menyuarakan kebutuhan anak pada orang tua, pihak sekolah, pengelola dan masyarakat serta pembuat kebijakan.

Didukung Solehudin (2000:56) yang mengemukakan fungsi dari pendidikan anak usia dini pada prinsipnya ada lima yaitu:

1) Pengembangan potensi.

2) Penanaman dasar-dasar akidah dan keimanan.

3) Pembentukan dan pembiasaan perilaku-perilaku yang diharapkan.

4) Pengembangan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan.

(24)

5) Pengembangan motivasi dan sikap belajar yang positif.

Menurut Nugraha (2005:5-6)“karena fungsi tersebut saling terkait satu dengan yang lain dan sulit dipisahkan”. Dari rumusan tersebut nampak bahwa program pendidikan anak sejak usia dini sangat penting diperhatikan dan teramat besar manfaatnya. Kegiatan pengembangan adalah serangkaian aktivitas yang disediakan untuk memfasilitasi perkembangan dan belajar anak di TK yang secara umum kegiatan yang dapat dilakukan diantaranya menyediakan lingkungan kondusif bagi perkembangan dan belajar anak, mengarahkan perilaku anak dengan kegiatan mendidik, mengajar serta membantu memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi anak dengan bimbingan yang tepat.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa program pendidikan anak sejak dini sangat penting diperhatikan.

Untuk memfasilitasi perkembangan dan belajar anak di sekolah kegiatan yang dilakukan yaitu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan dan belajar anak.

Program pendidikan anak usia dini adalah program layanan pendidikan sekaligus pengembangan kepada anak usia dini secara holistik dan integrasi. Holistik artinya bukan hanya stimulasi atau rangsangan terhadap aspek pendidikan yang diberikan kepada anak usia dini, tetapi juga terhadap aspek gizi dan kesehatannya agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Terintegsai artinya bahwa layanan pendidikan dilaksanakan secara terpadu dengan berbagai layanan anak usia dini yang telah ada di masyarakat seperti posyandu, bina keluarga balita, dan berbagai layanan anak usia dini.

Berdasarkan dari beberapa penjelasan di atas bahwa guru PAUD harus bertanggung jawab dan bekerjasama dengan orang tua dalam tanggung jawabnya terhadap perkembangan anak, mengenalkan disiplin dan mencerdaskan kehidupan anak didik dan segala sikap,

(25)

tingkah laku juga perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik.

2. Pendidikan Seks Anak Usia Dini a. Pengertian Pendidikan

Menurut Hasbullah (2009:23-24) “meskipun barangkali sebagian di antara kita mengetahui tentang apa itu pendidikan, tetapi ketika pendidikan tersebut diartikan dalam satu batasan tertentu, maka terdapatlah bermacam-macam pengertian yang diberikan”.

Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalamnya masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau pengihidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.

Kenyataannya, pengertian pendidikan ini selalu mengalami perkembangan, meskipun secara esensial tidak jauh berbeda. Berikut ini akan dikemukakan sejumlah pengertian pendidikan yang diberikan oleh para ahli (pendidikan).

1) Langeveld

Pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu dalamnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditunjukkan kepada orang yang belum dewasa

(26)

2) John Dewey

Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundmental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.

3) J.J Rousseau

Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.

4) Driyarkara

Pendidikan ialah pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insani.

5) Carter V. Good Pendidikan ialah :

a) Seni, praktik, atau profesi sebagai pengajar

b) Ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip dan metode-metode mengajar, pengawasan dan bimbingan murid, dalam arti luas digantikan dengan istilah pendidikan

6) Ahmad D. Marimba

Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya ke pribadian yang utama.

7) KI Hajar Dewantara

Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang tertinggi-tingginya.

8) Menurut UU Nomor 2 Tahun 1989

(27)

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang.

9) Menurut UU No 20 Tahun 2003

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Menurut Hasbullah (2009:24) “dari beberapa pengertian pendidikan yang diberikan para ahli tersebut, meskipun berbeda secara redaksional, namun secara essensial terdapat kesatuan unsur- unsur atau faktor-faktor yang terdapat di dalamnya, yaitu bahwa pengertian pendidikan tersebut menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntutan atau pimpinan yang di dalamnya mengandung unsur-unsur seperti pendidik,anak didik,tujuandan sebaginya”.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya bimbingan dan arahan terhadap generasi muda yang meliputi pengetahuan dan nilai dalam rangka membentuk kepribadian mereka sebagai upaya penyiapan dalam menghadapi kehidupan yang efektif dan efisien yang selaras dengan masyarakat dan dapat beradaptasi dengan alam sekitarnya.

b. Pengertian Pendidikan Seks

Seks berarti jenis kelamin. Segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin disebut dengan seksualitas. Masters, Johnson, dan Kolodny (dalam Uyun, 2013:359-360) mengemukakan bahwa“seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, yaitu dimensi biologis, psikologis, sosial, dan kultural”.

1. Dimensi Biologis

(28)

Seksualitas berkaitan dengan anatomi dan fungsional alat reproduksi atau alat kelamin manusia, serta dampaknya bagi kehidupan fisik atau biologis manusia. Termasuk menjaga kesehatannya dari gangguan seperti penyakit menular seksual, infeksi saluran reproduksi, bagaimana memfungsikan seksualitas sebagai alat reproduksi sekaligus alat rekreasi secara optimal, serta dinamika munculnya dorongan seksual secara biologis.

2. Dimensi Psikologis

Seksualitas berkaitan erat dengan bagaimana manusia menjalani fungsi seksual sesuai dengan identitas jenis kelaminnya, dan bagaimana dinamika aspek-aspek psikologis (kognisi, emosi, motivasi, perilaku) terhadap seksualitas itu sendiri, serta bagaimana dampak psikologis dari beberapa fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.

3. Dimensi Sosial

Mengenai seksualitas dalam relasi antar manusia.

Bagaimana individu beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran sertafungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.

4. Dimensi Kultural dan Moral

Bagaimana nilai-nilai budaya dan moral mempunyai penilaian terhadap seksualitas. Moralitas agama menganggap bahwa seksualitas sepenuhnya adalah hak Tuhan, sehingga penggunaan dan pemanfaatannya harus dilandasi dengan norma- norma agama yang mengatur kehidupan seksualitas manusia secara lengkap.

Memberikan pendidikan seks terhadap anak sangatlah penting, karena tanpa pendidikan seks anak akan mudah terjerumus pada perbuatan asusila. Pendidikan seks merupakan bekal bagi anak dalam menata pergaulan di masyarakat. Dengan pemahaman seks, anak akan menyadari apa dan bagaimana

(29)

seharusnya ia berbuat baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, tetangga, maupun dalam lingkungan pergaulan yang lebih luas.

Untuk memberikan pendidikan seks, orangtualah yang paling berperan. Guru dan orangtua mempunyai banyak waktu yang luang untuk menanamkan nilai-nilai agama kepada anak. Mereka senantiasa berkumpul dan bergaul bersama anak sehingga dapat mengawasi secara ketat pergaulan anak-anaknya.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas yaitu dimensi biologis, psikologis, sosial dan cultural. Memberikan pendidikan seks terhadap anak sangatlah penting. Pendidikan merupakan bekal bagi anak dalam menata pergaulan di masyarakat. Guru dan orangtua harus memberikan nilai-nilai agama kepada anak.

Solihin (2015:58-59) menyatakan bahwa “perdebatan tentang penting atau tidaknya pendidikan seksualitas masih terjadi sampai detik ini”. Pro kontra itu melibatkan banyak pihak, mulai dari orangtua, praktisi pendidikan, psikolog, sosiolog, cendikiawan, sampai para ulama. Perlu atau tidaknya seksualitas diajarkan secara formal dan terencana kepada anak-anak usia dini.

Bagi kelompok yang pro pendidikan seksualitas sangat penting sebagai upaya membekali anak agar mereka tidak terjebak kepada perilaku menyimpang atau child sexual abuse. Sementara kelompok yang tidak setuju beralasan pendidikan seksualitas bagi anak tidak urgen dan tidak terlalu penting karena selain dianggap

"tabu" dan "kurang etis", hal itu justru bisa kontra produktif terhadap perkembangan kejiwaan anak yang bersangkutan.

Kelompok kedua ini biasanya lebih banyak datang dari kelompok agama.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks masih terjadi perdebatan sampai detik ini. Perlu

(30)

atau tidaknya pendidikan seks diajarkan secara formal dan terencana kepada anak usia dini.

Selanjutnya berikut ini akan dikemukakan pengertian seks, baik secara etimologi dan terminologi. Uraian tentang seks ini perlu dikedepankan karena selama ini seks sering kali didefenisikan secara tidak proporsional, sehingga seringkali hanya dipahami sebagai suatu aktifitas seksual antara pria dan wanita. Hal semacam inilah yang membuat pengertian seks menjadi sangat sempit dan dianggap sebagai hal yang “tabu” dan “kotor” untuk dibicarakan. Padahal seks mempunyai pengertian yang lebih luas dari pada hal tersebut.

Secara bahasa, pengertian seks adalah jenis kelamin, yakni manusia mempunyai dua jenis kelamin laki-laki dan perempuan, pengertiannya kerap hanya mengacu pada aktifitas biologis yang berhubungan dengan alat kelamin.

Justicia (2016:220) menyatakan bahwa“pendidikan seks bisa ditanamkan sejak dini saat anak mulai mengajukan pertanyaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas”. Misalnya saat anak bertanya mengapa organ tubuh laki-laki berbeda dengan perempuan atau mengapa anak laki-laki harus berdiri ketika buang air kecil berbeda dengan anak perempuan yang harus jongkok. Dari pertanyaan sederhana itu, guru dan orang tua bisa memulai menanamkan pendidikan seks mulai dari tingkat paling dasar mengenai organ tubuh dan fungsinya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks ditanamkan sejak dini di mulai pada saat ana bertanya tentang organ tubuh laki-laki dan perempuan. Dari pertanyaan sederhana tersebut guru dan orangtua bisa menanamkan pendidikan seks dari tingkat yang paling dasar seperti bagiantubuh dan fungsinya.

(31)

Pendidikan seks terhadap anak usia dini membutuhkan pendalaman terhadap materi agar tepat sesuai dengan kebutuhan, usia, dan tingkat pemahaman dan kedewasaan anak. Di samping itu, diperlukan strategi atau teknik penyampaian yang komunikatif–efektif. Sebagaimana petuah C.W. Longenecker kompetisi dalam mengarungi kehidupan tidak selamanya dimenangkan oleh orang yang kuat, tetapi seringkali diraih oleh orang yang berpikir untuk mengatur strategi. Selalu berpikir kreatif untuk mengatur strategi dalam rangka mencapai hidup yang lebih bahagia dan sejahtera.

Mukri (2015:8) menyatakan bahwa “pendidikan seks berarti proses pengajaran, penyadaran, dan pemahaman yang sehat tentang seks dari aspek kesehatan fisik, psikis dan spiritual”.

Dalam usaha menjaga anak terbebas dari kebiasaan yang tidak islami serta menutup segala kemungkinan ke arah hubungan seksual terlarang.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks merupakan proses pengajaran, penyandraan, dan pemahaman tentang seks. Untuk menjaga anak agar terbebasnya dari hubungan seksual yang terlarang.

Sholicha (2015:225) menyatakan bahwa “melalui pendidikan seks usia dini, anak-anak diarahkan pada perkembangan sikap dan pengetahuan tentang seks yang akan sangat berguna untuk membentengi diri mereka dari ancaman kekerasan seksual”. Pendidikan seks yang dimaksudkan adalah upaya pengajaran, penyadaran, pemberian informasi tentang masalah seksual. Informasi yang diberikan diantaranya adalah pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral, etika, komitmen, agama, agar tidak terjadi penyalahgunaan organ reproduksi tersebut.

(32)

Berdasarkan penadapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks anak usia dini anak-anak di arahkan pada perkembangan sikap dan pengetahuan tentang seks untuk membentengi diri anak dari ancaman kekerasan seksual.

Pengetahuan tentang organ tubuh agar tidak terjadi penyalahgunaan organ reproduksi oleh anak.

Sedangkan Romdloni (2017:99) menyatakan bahwa

“pendidikan seks adalah membimbing dan mengarahkan anak laki- laki dan perempuan semenjak kecil hingga remaja atau dewasa untuk mengenal tentang arti, fungsi dan tujuan naluri seks sehingga anak dalam perkembangannya dapat memahami dan menyalurkannya ke jalan yang benar”.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks membimbing dan mengarahkan anak semenjak kecil hingga dewasa untuk mengenal fungsi dan tujuan seks.

Hadiarni (2018:27) “pendidikan seksual merupakan informasi penting yang perlu didapatkan oleh anak”. Sebagai bagian dari pola asuh yang baik, orangtua perlu terlibat dalam pendidikan anak, termasuk memberikan pemahaman dan berdiskusi secara terbuka dengan si kecil tentang pendidikan seksual pada anak. Orangtua dahulu mungkin tidak pernah mengajak anak berdiskusi tentang seks dan anak merasa semua baik-baik saja. Namun situasi yang dihadapi anak sekarang jauh berbeda.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks sebagai pola asuh baik, orangtua perlu terlibat dalam pendidikan anak.Termasuk memberikan pemahaman dan berdiskusi secara terbuka dengan anak.

Gawshi sebagaimana dikutip Yusuf Madani (2003: 91) menyatakan bahwa “pendidikan seks adalah pemberian pengetahuan yang benar dan menyiapkannya untuk beradaptasi

(33)

secara baik dengan sikap-sikap seksual di masa depan kehidupannya”. Pemberian pengetahuan ini menyebabkan seseorang memperoleh kecenderungan logis yang benar terhadap masalah-masalah seksual dan reproduksi.

Abdul Aziz El-Qussy (dalam Aziz, 2014:187), menyatakan bahwa “pendidikan seks sebagai pemberian pengalaman yang benar kepada seseorang bertujuan agar seseorang dapat menyesuaikan diri dalam kehidupannya di masa depan”. Sebagai hasil dari pemberian pengalaman sehingga akan memperoleh sikap mental yang baik terhadap masalah seks dan masalah keturunan.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks adalah pemberian pengetahuan bertujuan agar anak dapat menyesuaikan diri di masa yang akan datang.

Ali Akbar (1996: 77-78) menyatakan bahwa “menguatkan bahwa pendidikan seks pada substansinya berisi adab seksual serta mengandung nilai-nilai akhlak yang luhur dan dapat dipertanggung jawabkan dari segi kesehatan”. Mahmud dkk (2013:205)

“pendidikan seks adalah penerangan yang bertujuan untuk membimbing serta mengasuh tiap laki-laki dan perempuan sejak dari anak-anak sampai dewasa, perihal kelamin umumnya dan kehidupan seks khusunya agar mereka dapat melakukan sebagaimana mestinya sehingga kehidupan berkelamin itu mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan manusia”.

Sedangkan menurut Sarwono (2011:234) “pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks”. Khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual, depresi, dan perasaan berdosa. Akan tetapi di pihak lain, ada pihak-pihak yang tidak setuju dengan pendidikan seks, karena dikhawatirkan dengan pendidikan seks,

(34)

anak-anak yang belum saatnya tahu tentang seks jadi mengetauinya dan karena dorongan keinginan tahu yang besar yang ada pada remaja, mereka jadi ingin mencobanya.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks adalah pendidikan yang bertujuan untuk memberikan informasi, penerangan , pembelajran, dan pengertian pendidikan seks itu sendiri sehingga ia dapat menyalurkan secara baik,benar dan sesuai dengan syariat agama.

Pendidikan seks pada anak usia dini merupakan upaya pemberian informasi atau pengetahuan kepada anak usia dini mengenai perbedaan laki-laki dan perempuan, bagian dan fungsi anggota tubuh, serta pentingnya menjaga anggota tubuh.

c. Konsep Pendidikan Seks Untuk Anak Usia Dini

Sholicha(2015:225) menyatakanbahwa“salah satu hal yang dapat dilakukan Taman Kanak-Kanak dalam membantu mengembangkan sikap, pengetahuan, ketrampilan dan daya cipta dalam menyesuaikan diri dengan lingkunganya adalah memberikan pendidikan seks usia dini kepada anak-anak”. Pendidikan seks usia dini merupakan sebuah tindakan preventif untuk mencegah terjadinya ancaman kekerasan seksual yang sewaktu-waktu akan datang dan kembali memakan korban di bawah umur. Melalui pendidikan seks usia dini, anak-anak diarahkan pada perkembangan sikap dan pengetahuan tentang seks yang akan sangat berguna untuk membentengi diri mereka dari ancaman kekerasan seksual.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa melalui pendidikan seks usia dini salah satunya dilakukan taman kanak-kanak anak di arahkan pada perkembangan sikap, pengetahuan tentang seks untuk mencegah terjadinya ancaman kekerasan seksual yang sewaktu-waktu akan datang dan kembali memakan korban di bawah umur.

(35)

Zubaidah (2016:60) menyatakan bahwa “Pendidikan seks yang diberikan kepada anak-anak haruslah sesuai dengan tingkat kemampuan mereka di dalam menyerap informasi tentang seks”.

Kesalahan di dalam memberikan pendidikan seks kepada anak- anak akan menyebabkan perilaku yang kurang baik bagi masa pertumbuhan sanganak. Oleh karena itu, perlu diketahui terlebih kapan pendidikan seks dimulai serta apa materi yang tepat diberikan kepada mereka sesuai dengan umur dan kematangan berfikir dari masing-masing anak-anak.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks haruslah sesuai dengan tingkat kemampuan anak dalam menyerap informasi tentang seks. Jadi, perlu kita ketahui kapan waktu yang tepat diberikan kepada anak sesuai dengan umur dan kematangan berfikirnya.

Rusli (2017:58) menyatakan bahwa “maka untuk menyempurnakan program pendidikan pada anak, setelah pengembangan rohani, akal dan jasmani maka pendidikan seks juga menjadi bagian terpenting yang tidak bisa dipisahkan”. Kemudian yang juga tidak kalah penting harus menjadi perhatian guru dan orangtua dalam mendidik anak tentang seks adalah dijelaskan dalam buku tarbiyatut tifli Fir ru’yah Al-islamiyah karya husein mazahiri menyebutkan larangan bagi pasangan suami istri untuk bersetubuh di depan anak. Karena dampak buruknya sangat besar bagi perkembangan anak. Beliau menyebutkan sebuah hadis yang artinya

“Hadis demi jiwaku yang berada di tangannya, Andaikan seorang laki-laki menggauli istrinya dan dirumah terdapat seorang anak (tidak tidur) melihat dan mendengar pembicaraan dan desah nafas keduanya, maka ia tidak beruntung selamanya. apabila ia remaja maka ia akan menjadi pezina apabila ia gadis maka ia menjadi pelacur”

(36)

Ternyata sikap dan perilaku orangtua terhadap anak sangat menentukan perkembangan anak, terutama dalam kehati-hatian orangtua dalam hal berhubungan suami istri, harus betul- betulterbebas dari lingkungan anak. Hadis di atas diakhiri dengan pernyataan Nabi bahwasanya seorang anak akan mengalami ketidak beruntungan apabila ia melihat dan mendengar orangtua mereka bersetubuh. Hal ini mungkin tak ubahnya dengan efek yang ditimbulkan anak yang pernah mengkonsumsi film porno diusia perkembangan mereka. Terbukti anak yang sudah pernah mengkonsumsi pornografi cenderung untuk sulit melepaskannya dari ingatan seperti itu. Bahkan mereka terdorong untuk melakukan hal yang sama dari tontonan film-film tersebut.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks juga bagian terpenting yang tidak bisa dipisahkan.

Seorang anak akan mengalami ketidak beruntungan apabila ia melihat orangtua mereka bersetubuh.

Menurut Hadiarni (2018:27-28)ada beberapa konsep pendidikan seks anak usia dini yaitu:

1) Menangkal efek buruk media dan lingkungan

Anak-anak makin mudah mendapatkan akses internet dan TV.

Hubungan pertemanannya lebih luas dan beragam. Membahas seks dapat melindungi anak dari efek negatif TV atau media informasi lainnya. Berikan juga anak pemahaman mengenai dunia pergaulan agar tidak terjerumus kepada hubungan seks bebas atau tindakan kriminal.

2) Membangun kepercayaan antara orangtua dengan anak

Membahas seks secara terbuka dengan anak justru memberi orangtua kesempatan untuk memberikan informasi yang sesuai dan akurat. Dengan begitu, anak tidak akan mencari- cari sumber sendiri yang belum tentu aman dan tepat. Selain itu, anak akan lebih percaya dan terbuka karena anak tahu bahwa orangtua dapat diajak bicara tentang hal yang paling pribadi sekalipun.

3) Mendukung perkembangan dan pemahaman anak

Mendiskusikan tentang seks membuat anak menyadari bahwa anak harus melindungi dan menghargai tubuhnya sendiri.

(37)

a) Jika dilakukan dengan cara yang tepat, anak akan menyadari bahwa tidak ada yang boleh memaksanya melakukan atau menerima perlakuan buruk pada tubuhnya.

b) Pemahaman yang tepat bisa membuat anak belajar untuk memilih, bersikap dan bertanggung jawab atas perbuatan.

c) Membicarakannya dengan baik-baik akan membuat anak pada nantinya mampu melihat dunia dan diri sendiri secara beradab dan lebih bijak menentukan pilihan-pilihan yang tepat.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa konsep pendidikan seks anak usia dini yaitu menangkal efek buruk media dan lingkungan, membangun kepercayaan antara orangtua dengan anak, dan mendukung perkembangan dan pemahaman anak.

Rusli (2017:59) menyatakan bahwa “maka saat inibukanlah hal yang aneh mendengar seorang pelajar sd sudah memperkosa pelajar tk dan sebagainya, dampakyang muncul akibat sering menonton film pornotermasuk dalam pendidikan seks bagi anak adalah, membiasakan anak menundukan pandangan dari melihat aurat orang lain dan memelihara aurat agar tidak terlihat oleh orang lain”.

Ternyata kebanyakan orang memahami sexsual sebatas istilah sex, padahal antara sex dengan sexsual merupakan hal yang berbeda.

Menurut Zawid (1994), kata sex sering digunakan dalam dua hal, yaitu aktivitas sexsual genital, dan sebagai label jender (jenis kelamin).

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dampak yang muncul akibat sering menonton film porno adalah membiasakan anak melihat aurat orang lain.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1991:893) “pengertian seks adalah jenis kelamin, seksual adalah berkenaan dengan perkara persetubuhan laki-laki dan perempuan, sedangkan seksualitas adalah sifat, atau peranan seks atau dorongan seks atau kehidupan seks”.

Pendidikan seks pada anak-anak bukan mengajarkan cara-cara berhubungn sex semata, melainkan lebih kepada upaya memberikan

(38)

pemahaman kepada anak sesuai dengan usianya, mengenai fungsi- fungsi alat seksual dan masalah naluri alamiah yang mulai timbul seperti bimbingan mengenai pentingnya menjaga dan memelihara organ intim mereka, disamping juga memberikan pemahaman tentang perilaku pergaulan yang sehat serta resiko-resiko yang dapat terjadi seputar masalah seksual. Dengan demikian diarapkan anak-anak dapat lebih melindungi diri dan terhindar dari bahasa child seksual abuse.

Menurut Gunarsa (2005:55) “Penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep pendidikan seks untuk anak usia dini itu adalah seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin dan memberikan pemahaman tentang perilaku pergaulan yang sehat serta resiko-resiko yang dapat terjadi seputar masalah seksual.

d. Tujuan Pendidikan Seks

Setidaknya ada beberapa alasan dan tujuan mengapa pendidikan seks penting diberikan kepada anak sejak usia dini menurut Choirudin (dalam Justicia, 2016:223), yaitu:

1. Memberikan pelajaran tentang peran jenis kelamin terutama tentang topik biologis seperti kehamilan, haid, pubertas, dll.

2. Memberikan pemahaman tentang bagaimana sikap dan cara bergaul dengan lawan jenis.

3. Mencegah terjadinya penyimpangan seksual.

4. Mampu membedakan mana bentuk pelecehan atau kekerasan seksual dan mana yang bukan.

(39)

5. Mencegah agar anak tidak menjadi korban atau bahkan pelaku–

pelecehan atau kekerasan seksual.

6. Menumbuhkan sikap berani untuk melapor apabila terjadi atau menjadi korban kekerasan seksual

Tujuan pendidikan seks menurut Utsman (1997), adalah memberikan informasi yang benar dan memadai kepada generasi muda sesuai kebutuhan untuk memasuki masa baligh (dewasa), menjauhkan generasi muda dilembah kesalahpahaman tentang seksual, mengatasi problem seksual, dan supaya generasi muda memahami batas hubungan dengan lawan jenis.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan seks diberikan kepada anak usia dini adalah memberikan informasi yang benar dan menjauhkan generasi muda memahami batas hubungan dengan lawan jenis.

Anggraini (2017) menyebutkan bahwa “pelaksanaan pendidikan seks bertujuan untuk membekali anak dan mengenalkan pada anak tentang kejahatan seksual agar anak dapat menghindarinya”.

Pelaksanaan pendidikan seks di sekolah sangat berarti, hal ini dikarenakan pendidikan seks di sekolah dapat dilakukan secara tematik terpadu dan berorientasi pada peserta didik. Selain itu, guru juga dapat menggunakan berbagai sumber dan media pembelajaran sehingga lebih dapat memahamkan anak dengan cara sederhana.

Pengetahuan guru yang baik tentang pendidikan seks merupakan bekal utama dalam melindungi anak dari ancaman kejahatan seksual.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan seks untuk membekali anak dan mengenalkan pada anak tentang kejahatan seksual. Guru juga dapat menggunakan berbagai sumber dan media pembelajaran dan beri pemahaman kepada anak dengan cara sederhana.

Menurut Rusmini (dalam Putriaji, 2018:113) “seorang psikolog pendidikan, seks bagi anak wajib diberikan orangtua sedini

(40)

mungkin”. Pendidikan seks wajib diberikan orangtua pada anaknya sedini mungkin. Tepatnya dimulai saat anak masuk play group (usia 3-4 tahun), karena pada usia dini anak sudah dapat mengerti mengenai organ tubuh mereka dan dapat pula dilanjutkan dengan pengenalan organ tubuh internal.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks wajib diberikan orangtua sedini mungkin dimulai saat anak masuk play group karena anak sudah dapat mengerti mengenai organ tubuhnya.

Menurut Romdloni (2017:101)“tujuan dari pendidikan seks itu sendiri adalah berusaha untuk mempersiapkan dan mengantar anak kearah kematangan psikologis dan memberikan pengertian mengenai proses kematangan dirinya, baik fisik maupun emosionalnya yang berhubungan dengan seks, sehingga dapat menyesuaikan diri dalam perannya sebagai laki-laki maupun perempuan yang bertanggung jawab di masyarakat”. Sedangkan pendapat Fathiyyah (2011:12)

“tujuan merupakan dunia cita-cita, yakni sesuatu yang ingin diwujudkan atau dihasilkan”. Dalam dunia pendidikan, tujuan merupakan salah satu faktor dari komponen pendidikan yang selalu menjadi dasar dalam melaksanakan apa yang telah direncanakan”.

Karena itu, dalam merencanakan pendidikan seks, terlebih dahulu harus dirumuskan apa tujuannya.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan seks untuk mempersiapkan dan mengantar anak kearah kematangan psikologis dan merupakan salah satu faktor dari komponen pendidikan yang selalu menjadi dasar yang telah direncanakan.

Menurut Al-Ghawshi (dalam Mukri, 2015:9-10) “memberikan pengetahuan yang tepat kepada anak untuk menghadapi persiapan beradaptasi secara baik dengan perilaku-perilaku seksual pada masa yang akan datang dengan maksud dapat mendorong anak melakukan

(41)

suatu kecenderungan yang logis dan benar dalam masalah-masalah seksual dan reproduksi”. Sedangkan menurut Sitanggang (2018:151)

“pendidikan seks bertujuan untuk mengenalkan anak tentang jenis kelamin dan cara menjaganya, baik dari sisi kesehatan, kebersihan, keamanan serta keselamatan”. Pendidikan seks penting diberikan melalui keluarga maupun kurikulum sekolah, karena merupakan “ peringatan, bagi orangtua bahwa penyalahgunaan seks telah menjadi masalah serius. Tingginya tindakan kriminal seperti pemerkosaan dan sodomi terhadap anak-anak perlu di atasi secepatnya.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa memberikan pengetahuan yang tepat kepada anak untuk beradaptasi dengan perilaku-perilaku seksual untuk mengenalkan anak jenis kelamin dan cara menjaganya.

Menurut Safita (2014), seorang psikolog pendidikan, seks bagi anak wajib diberikan orangtua sedini mungkin. Pendidikan seks wajib diberikan orangtua pada anaknya sedini mungkin. Tepatnya dimulai saat anak masuk play group (usia 3-4 tahun), karena pada usia dini anak sudah dapat mengerti mengenai organ tubuh mereka dan dapat pula dilanjutkan dengan pengenalan organ tubuh internal.

Menurut Utsman At-thawiil dalam bukunya ajaran islam tentang fenomena seksual menjabarkan tujuan dari pendidikan seksual adalah sebagai berikut :

1. Memberikan informasi yang benar dan memadai kepada generasi muda muslim sesuai dengan kebutuhannya ketika memasuki usia baligh.

2. Menjaukan mereka dari jurang kenistaan dan lembah kemesuman.

3. Mengatasi problemetika seksual para remaja melalui sudut pandang islam yang jauh dari hal-hal yang dapat menimbulkan rangsangan seksual.

(42)

4. Menampilkan keuniversalan, kesempurnaan, relevansi dan keampuhan islam dalam mengatasi problemetika yang dihadapi umat manusia di manapun adanya di segala zaman.

5. Memperkokoh manhaj (metode) Islam dalam memelihara kemuliaan diri, sehingga generasi muda muslim diharapkan mampu menjelma baaikan para Nabi dalam berakhlak dan para pendahulu mereka yang saleh dalam memelihara kesuciaan diri.

6. Agar para pemuda pemudi Islam dapat mengerti serta mampu membedakan antara yang dihalalkan dan yang diharamkan dalam hubungan dengan masalah seksual. (Utsman Ath-Thawiil, 1997:16-17)

Tujuan pendidikan seks itu adalah memberikan informasi kepada anak mengenai permasalahan seks, agar anak bisa jauh dari kemaksiatan, dan agar anak bisa mengatasi problematika seksual yang terjadi.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan seks itu sendiri adalah berusaha untuk mempersiapkan dan mengantar anak kearah kematangan psikologis dan memberikan pengertian mengenai proses kematangan dirinya, baik fisik maupun emosionalnya yang berhubungan dengan seks, sehingga akan membangun kepercayaan antara orangtua dan anak dalam menangkal efek buruk di dalam media dan lingkungan sekitar anak. Juga dapat menyesuaikan diri dalam perannya sebagai laki-laki maupun perempuan yang bertanggung jawab di masyarakat.

e. Pentingnya Pendidikan Seks

Menurut Justicia (2016:219) “pentingnya pendidikan seks pada anak usia dini adalah menjaga kesehatan tubuhnya dari orang-orang yang berniat buruk pada anak”. Wakil ketua KPAI Susanto menegaskan dengan pengetahuan tentang seks, anak mampu menolak, menghindar, mengadu kepada orang terdekat jika ada seseorang yang melakukan tindakan kejahatan seksual (Rezki

Gambar

Tabel III.1
Tabel IV. 3
Table IV.4
Table IV.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan dalam penulisan buku ini, yaitu bahwa

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling ( Penarikan sampel secara sengaja) yang artinya : penarikan sampel berdasarkan pendapat peneliti bahwa

Program komunikasi pemasaran Bank XYZ Syariah yang paling baik dan disadari penting oleh nasabah, diukur dari tingkat persepsi konsumen dan dihitung dengan analisis Descriptive

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari perancangan ini diperlukan feedback dari satelit sebagai pengontrol alat pada stasiun bumi yaitu dengan cara

Bank Umum Swasta Nasional Devisa periode triwulan I tahun 2010 sampai.. dengan triwulan II

Menurut al-Ghazali, kekalnya roh setalah mati tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam, hjadits – hadits menyebutkan pula bahwa roh-roh mausia merasakan adanya

Sementara pada kelompok perlakuan yaitu pasien yang diberikan tambahan suplemen ubiquinon diketahui nilai asam laktat cenderung menurun, tercatat penurunan yang terjadi adalah