• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIPERSENSITIVITAS DENTIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HIPERSENSITIVITAS DENTIN"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

Patofisiologis Hipersensitivitas Dentin dan Manajemen Hipersensitivitas Dentin

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Louis Nasio Marpaung NIM : 170600182

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(2)
(3)

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 29 April 2021

TIM PENGUJI

KETUA : Rehulina Ginting, drg., M.Si.

ANGGOTA : Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc, M.Kes Yendriwati, drg., M.Kes., Sp.OF

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Pertama penulis menyampaikan rasa terimakasih yang begitu besar kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Meman Marpaung dan Ibunda Taruli Rumondang Lumban Tobing yang tidak kenal lelah dalam mencurahkan perhatian, doa, dukungan, semangat, motivasi, dan kasih sayang yang tiada henti-hentinya bagi penulis. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Rehulina Ginting, drg., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan, saran, dan ilmu yang sungguh luarbiasa bermanfaatnya kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp. RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.kes selaku Ketua Departemen Biologi Oral yang telah memberikan saya izin menyelesaikan skripsi saya di Departemen Biologi Oral dan sebagai dosen penguji yang memberikan masukan dalam memperbaiki sekaligus menyempurnakan skripsi ini.

3. Yendriwati, drg., M.kes., Sp.OF selaku dosen penguji yang memberikan saran dan masukan guna memperbaiki sekaligus menyempurnakan skripsi ini.

4. Seluruh staf pengajar Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dengan memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bu Ngaisah dan Bu Dani selaku staf Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dengan memberikan arahan, dukungan, dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

(5)

6. Armia Syahputra, drg., Sp.Perio (K) selaku dosen pembimbing akademis yang telah membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis selama menjalani pendidikan akademis.

7. Debora Lovelissa Simbolon, Febe Mawar Napitupulu dan Fatin Nabillah Mohd Razuan selaku senior yang telah membantu dan memberi masukan selama penulisan skripsi

8. Sahabat-sahabat penulis yaitu Yuda, Luqman, Bram, Octa, Boy Irwin, Jeremia, Benny, Rafli, Kristo, David Jones, David Jordan dan Nina Melody yang telah memberikan semangat, dukungan, doa dan motivasi tiada henti kepada penulis selama penulisan skripsi.

9. Teman-teman Fakultas Kedokteran Gigi yang menyelesaikan skripsi di departemen Biologi Oral yaitu, Abram, Clarinta, Dwita, Nesia, Yessica, Pija, Tengku Rizki, Ula, Yudha dan teman-teman yang lainnya yang telah membantu dan membagi informasi dalam menyelesaikan skripsi.

Dengan kerendahan hati penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang berguna bagi pengembangan Ilmu Kedokteran Gigi di Indonesia. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan sumbangan wawasan yang berguna untuk fakultas, pengembangan ilmu, dan bermanfaat kepada masyarakat.

Medan, 29 April 2021 Penulis,

(Louis Nasio Marpaung) NIM : 170600182

(6)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN ... … HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... …

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR BAGAN ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

BAB 2 STRUKTUR-MORFOLOGI-ANATOMI GIGI ... 4

2.1 Struktur-Morfologi-Anatomi Enamel ... 4

2.1.1 Garis Inkremental ... 6

2.1.2 Dentinoenamel Junction... 8

2.2 Struktur-Morfologi-Anatomi Dentin... 10

2.2.1 Klasifikasi Dentin... 15

2.2.2 Garis Inkremental ... 17

2.3 Struktur-Morfologi-Anatomi Sementum ... 18

2.3.1 Klasifikasi Sementum ... 19

2.3.2 Cementoenamel Junction ... 20

2.4 Struktur-Morfologi-Anatomi Pulpa ... 21

2.4.1 Zona dan Sel Pulpa... 23

2.4.2 Fungsi Pulpa... 24

2.4.3 Saraf Pulpa ... 25

BAB 3 PATOFISIOLOGIS HIPERSENSITIVITAS DENTIN ... 27

3.1 Nosiseptor... 27

3.2 Etiologi Hipersensitivitas Dentin ... 29

3.2.1 Proses Demineralisasi dan Remineralisasi ... 31

3.3 Mekanisme Teori Hipersensitivitas Dentin... 34

BAB 4 MANAJEMEN HIPERSENSITIVITAS DENTIN... 37

4.1 Perawatan Restorasi ... 37

4.1.1 Glass Ionomer Cement (GIC) ... 37

4.1.2 Resin Komposit ... 38

4.2 Perawatan Desensitisasi ... 39

(7)

Perawatan yang dilakukan Dokter Gigi di klinik (In-office) ... 39

Perawatan Sendiri di Rumah (At-home) ... 39

Sikat Gigi ... 42

Jenis Sikat Gigi... 42

Waktu dan Freukensi Penyikatan Gigi ... 43

Electrical Pulp Test ... 44

Peran Dokter Gigi ... 46

BAB 5 KESIMPULAN ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Serat Tomes ... 6

2. Cross-striations ... 7

3. Neonatal Line ... 8

4. Dentinoenamel Junction... 8

5. Enamel Spindle ... 9

6. Enamel Tuft dan Enamel Lamellae ... 9

7. Tubulus Dentin ... 12

8. Dentin Peritubular dan Intertubular ... 13

9. Predentin ... 14

10. Prosesus Odontoblas ... 15

11. Dentin Primer ... 16

12. Dentin Sekunder dan Primer ... 16

13. Normal dan Resparative Dentin ... 17

14. Garis Von Ebner ... 17

15. Sementum Aseluler ... 20

16. Sementum Seluler ... 20

17. Cementoenamel Junction ... 21

18. Zona Pulpa ... 23

19. Abrasi ... 29

20. Atrisi ... 30

21. Abfraksi ... 30

22. Erosi ... 31

23. Karies Gigi ... 31

24. Resesi Gingiva ... 33

25. Amelogenesis Imperfecta ... 34

(9)

26. Teori Transduksi ... 34

27. Teori Persyarafan Langsung ... 35

28. Teori Hidrodinamik ... 35

29. Sikat Gigi Manual ... 43

30. Sikat Gigi Elektrik... 43

31. Electrical Pulp Test ... 45

(10)

Bagan

DAFTAR BAGAN

Halaman

1. Struktur Enamel ... 5

2. Struktur Dentin ... 11

3. Struktur Sementum ... 19

4. Struktur Pulpa ... 22

5. Mekanisme Nosiseptor ... 28

(11)

BAB I PENDAHULUAN

Hipersensitivitas dentin secara awam dikenal masyarakat dengan istilah gigi ngilu. Hipersensitivitas dentin secara klinis didefinisikan sebagai rasa sakit singkat dan tajam akibat dari rangsangan termal, taktil, osmotik atau kimiawi berupa makanan asam, manis, udara panas, dingin dan tekanan sehingga memberikan dampak pada kehidupan sehari-hari yaitu gangguan pada saat berbicara, makan serta minum.1,2 Hipersensitivitas dentin dapat terjadi bagi semua gigi tetapi kasus yang paling banyak terjadi pada gigi molar pertama dan daerah yang paling rentan pada daerah bukal bagian servikal.2,3,4 Hipersensitivitas dentin terjadi akibat tubulus dentin yang terbuka oleh beberapa faktor seperti abrasi, atrisi, abfraksi, erosi, karies, resesi gingiva dan amelogenesis imperfecta. 3,5

Menurut Bahsi.E et al tahun 2012 secara epidemiologi hipersensitivitas dentin dapat terjadi pada semua kelompok usia tetapi 30% dari populasi mengalami hipersensitivitas dentin pada umur 20 sampai 30 tahun.3 Prevalensi hipersensitivitas dentin berkisar 4-74% di dunia dengan jumlah tertinggi di Nigeria 68% dan jumlah 27% di Indonesia .4

Patofisiologi terjadinya hipersensitivitas dentin dimulai dengan rangsangan termal, taktil, osmotik dan kimiawi berupa makanan asam, manis, udara panas, dingin serta tekanan mengakibatkan tubulus dentin terbuka, cairan pada tubulus dentin bergerak kearah pulpa yang menstimulasi terminal serabut saraf pulpa yang terletak di dalam dinding saluran tubulus sehingga menyebabkan nyeri akut sementara terutama saraf Aδ yang menyebabkan nyeri tajam dan terlokalisasi. Serabut aferen Aδ melepaskan amino glutamat ditangkap oleh reseptor nerve cranial ke 5 di trigerminal V masuk ke medulla spinalis di radices posteriors nervi spinalis berakhir di lapisan superfisial corny griseum posterius. Akson-akson menyilang ke sisi kontralateral medulla spinalis lalu naik menuju thalamus dan diteruskan ke gyrus sensorius postcentralis yang membuat rasa nyeri kepada penderita.7 Ada 3 teori yang

(12)

menjelaskan tentang mekanisme hipersensitivitas dentin tetapi teori yang dipercaya hingga saat ini ialah teori hirodinamik. Teori hidrodinamik dinyatakan oleh Brainstorm bahwa adanya rangsangan mekanis, termal, dan kimiawi membuat pergerakan cairan yang menyebabkan respon nosiseptor yang berasal dari saraf alfa delta.5,6

Tingkat sensitivitas gigi dapat diturunkan dengan beberapa cara menurut Andriani (2019) gigi sensitif secara tidak langsung akan menimbulkan masalah lain, seperti terganggunya pembersihan gigi dan mulut yang akhirnya akan menyebabkan kelainan lebih lanjut sehingga gigi sensitif perlu dirawat serta penting melihat faktor - faktor apa saja yang menjadi penyebab gigi sensitif ini sehingga dapat mencegah keparahan gigi sensitif yang lebih lanjut.8 Penatalaksanaan hipersensitivitas dentin dapat dibagi berdasarkan perawatan hipersensitivitas dentin yang disebabkan kavitas dengan perawatan hipersensitivitas tanpa disebabkan kavitas. Perawatan hipersensitivitas dentin oleh kavitas dengan bahan restorasi seperti GIC dan resin komposit sedangkan perawatan tanpa kavitas dengan desensitisasi. Perawatan desensitisasi dibagi 2 yaitu perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi di klinik (In- Office) yaitu dengan menggunakan berbagai obat untuk mengurangi hipersensitivitas dentin.9,10

Perawatan hipersensitivitas dentin juga dapat dilaksanakan di rumah (At Home) dengan cara penggunaan pasta gigi desensitisasi. Menurut Grossman (1935) agen desensitasi yang ideal harus tidak menimbulkan iritasi pada pulpa, relatif tidak menimbulkan rasa sakit, mudah diaplikasikan, cepat bereaksi, efektif secara permanen dan tidak mengubah warna struktur gigi.5,6,9 Bahan pasta gigi desensitisasi yang sering digunakan adalah arginin, fluoride, potassium monophosphate, potassium salts, stronsium salts dan zinc chloride.5,6,9

Beberapa penelitian tentang fluoride, arginin dan zinc chloride. Penelitian tentang bahan fluoride juga telah dilakukan. Menurut Abdillah (2016) fluoride dapat berpengaruh dalam penurunan diameter tubulus dentin.11 Telah dilakukan penelitian tentang arginin menurut Karol (2013) menyatakan bahwa pasta gigi desensitisasi mengandung arginin secara signifikan menurunkan tingkat sensitivitas gigi pada penderita hipersensitivitas dentin dibanding dengan pasta gigi mengandung kalium.12

(13)

Arginin bekerja dengan cara mengendapkan bahan kalsium dan fosfat membentuk sumbatan dan menutup tubulus dentin.12 Penelitian juga dilakukan pada zinc chloride.

Menurut Gottlieb (2015) bahwa zinc chloride dapat digunakan dalam mengontrol tingkat sensitivitas gigi.13

Berdasarkan hipersensitivitas dentin yang telah dijelaskan diatas maka penulis ingin menjelaskan morfologi, faktor etiologi, mekanisme, dan perawatan pada hipersensitivitas dentin.

(14)

BAB 2

STRUKTUR-MORFOLOGI-ANATOMI GIGI

Gigi merupakan bagian tubuh yang terdiri atas empat jaringan yaitu enamel, dentin, sementum dan pulpa. Enamel, dentin dan sementum merupakan jaringan keras sedangkan pulpa merupakan jaringan lunak. Enamel sebagai struktur pelindung di bagian terluar gigi dan sementum sebagai struktur pelindung pada bagian akar gigi.

Struktur-Morfologi-Anatomi Enamel

Enamel merupakan lapisan terluar gigi yang menutupi mahkota dan merupakan jaringan yang paling keras. Enamel memiliki ketebalan maksimum 2,5 mm terletak di ujung cups dan tepi insisal serta yang paling tipis terletak di bagian tepi servikal berdasarkan struktur anatomi enamel.14 Enamel terdiri dari susunan batang-batang berbentuk prisma yang dipisahkan oleh substantia interprismatica. Prisma enamel berbentuk kunci dengan diameter 3–6μ dan tinggi 4μ. Terlihat bagian kepala kepala/badan tersusun dalam 1 batang prisma, beberapa kelompok prisma transversal dan sisanya secara longitudinal.

Enamel memiliki dua garis yaitu garis Hunter Schreger dan garis Retzius. Garis Hunter Schreger dari permukaan dentin serta tidak sampai permukaan enamel. Garis ini disebabkan oleh prisma enamel yang terpotong melintang sehingga menimbulkan garis yang berselang gelap terang. Garis Retzius disebabkan terjadinya perubahan metabolisme garam-garam kapur pada waktu pembentukan enamel. Garis ini dimulai dari dentinoenameljunction hingga membentuk lengkungan ke arah perifer berakhir kembali pada dentinoenamel junction pada sisi yang lain. Garis membentuk suatu alur pada sekeliling permukaan enamel yang berjalan horizontal disebut perikymata. Alur ini menunjukkan kurangnya kalsifikasi enamel.14

Permukaan enamel memiliki ketebalan sekitar 30 mikron enamel yang terdapat di permukaan disebut sebagai enamel yang kurang berstruktur atau enamel aprismatik karena tidak memiliki enamel. Enamel yang kurang berstruktur ini ditemukan di semua

(15)

gigi desidui dan sebagian besar gigi permanen serta paling sering terlihat di daerah serviks. Lapisan enamel tidak berstruktur juga terlihat di sekitar dentoenamel junction.

Permukaan enamel sangat termineralisasi, kandungan fluor pada permukaan enamel banyak sehingga mampu menahan inisiasi dan penyebaran karies.,15,17Enamel juga tersusun atas garis inkremental, komposisi, dentinoenamel junction dan lapisan permukaan enamel. (Bagan 1)

Bagan 1. Struktur enamel14

Enamel terdiri dari 96% bahan anorganik, 3% air, dan 1% bahan organik.

Kandungan anorganik enamel terdapat kalsium fosfat kristal hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) tersubstitusi dengan ion karbonat yang ditemukan di tulang, tulang rawan, dentin, dan sementum. Kalsium hidrosiapatit berbentuk kristal dengan lebar 70 nm dan tebal 25 nm dan meluas ke seluruh lebar jaringan, bentuknya seragam serta teratur.14

Kandungan mineral yang tinggi membuat enamel menjadi sangat keras disertai dengan organisasi strukturalnya yang kompleks memungkinkan enamel menahan gaya mekanis yang diterapkan selama fungsi gigi.15 Pembentukan kalsium hidroksiapatit merupakan proses yang lambat, biasanya melibatkan beberapa zat yang berbeda, ini

(16)

membuat susunan struktural dan stoikiometri ion pada pembentukan awal berbeda dengan kalsium hidroksiapatit pada pembentukan akhir.14,15

Serat Tomes terdapat pada enamel yang merupakan perpanjangan dari odontoblas berbentuk tabung. Serat Tomes ditemukan oleh John Tomes pada tahun 1852. Diameter tabung serat Tomes akan semakin menyempit seiring bertambahnya usia. Serat tomes merupakan tabung yang diisi dengan cairan sehingga membuat bakteri dari infeksi dapat terbawa. Komposisi cairannya merupakan cairan serosa yang mengandung kalium dan garam.16 Serat Tomes berfungsi untuk mengisi cairan pada tubulus dentin yang didapat dari shrinkage serat (Gambar 1).

Garis Inkremental menunjukkan pertumbuhan enamel seperti cincin tahunan pada pohon terletak di bagian melintang enamel, garis inkremental dibentuk dari perubahan diameter proses Tomes . Garis-garis incremental merupakan hasil dari ritme diurnal atau 24 jam, ritme metabolik ameloblas yang menghasilkan matriks enamel, terdiri dari masa kerja sekretori aktif yang diikuti oleh masa istirahat tidak aktif selama perkembangan gigi. Dengan demikian, setiap pita pada batang enamel menunjukkan pola kerja / istirahat ameloblas yang umumnya terjadi selama rentang waktu seminggu

Gambar 1. Serat Tomes16

Garis Inkremental

Selama perkembangan, enamel terbentuk secara ritmis, periode aktivitas bergantian dengan periode istirahat. Ini terkait dengan sedikit perubahan pada enamel yang mengakibatkan munculnya garis-garis inkremental. Ada dua jenis garis inkremental: Periode pendek (Cross-striations) dan Periode panjang (Enamel striae).17

(17)

A. Cross-striations: Bersifat diurnal, terbentuk setiap 24 jam. Cross-striations muncul sebagai garis yang melintasi prisma enamel pada sisi bagian dalam yang mengikuti axis gigi dengan jarak sekitar 4 μm (Gambar 2).

Gambar 2. Cross-striations18

B. Enamel striae: Terbentuk secara mingguan dan terlihat di bagian longitudinal mahkota sebagai garis menonjol yang membentang dari prisma enamel ke permukaan Periodik pembentukan enamel striae dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah cross-striations antara striae enamel berturut-turut, rata-rata 7 hari (kisaran 6-10). Enamel striae di bagian tengah enamel berjarak sekitar 25–35 μm. Pada bagian servikal enamel, enamel terbentuk lebih lambat dan cross-striations mungkin hanya berjarak sekitar 2 μm, jarak striae lebih rapat.17

C. Neonatal line: Pada gigi sulung dan molar pertama permanen, enamel disimpan sebagian sebelum erupsi dan sebagian lagi setelah erupsi. Garis inkremental yang memisahkan enamel yang disimpan sebelum erupsi (enamel prenatal) dan enamel yang disimpan setelah lahir (enamel post natal) menjadi menonjol karena terganggunya formasi yang terjadi pada saat erupsi karena perubahan lingkungan yang mendadak.

Garis inkremental yang ditekankan ini disebut garis neonatal (Gambar 3). Enamel prenatal lebih homogen daripada enamel postnatal, mungkin karena lingkungan yang lebih stabil dan suplai nutrisi yang baik.17

(18)

Gambar 3. Neonatal line17

Dentinoenamel junction

Dentinoenamel junction merupakan pertemuan antara enamel dan dentin yang meningkatkan kontak dari keduanya. Ciri-ciri yang ditemukan pada dentinoenamel junction yaitu terdapat enamel spindle dan adanya percabangan dari tubulus dentin. Proses odontoblas meluas sampai dentinoenamel junction kecuali jika terdapat rangsangan yang membuat pergerakan cairan pada tubulus dentin. Hilangnya isi tubulus dentin mengakibatkan adanya dead tract yang membuat masuknya udara pada tubulus15,,16,17. Terdapat juga enamel spindle, enamel tuft dan enamel lamella di dalam dentinoenamel junction (Gambar 4).16,17

Gambar 4. Dentinoenamel junction16

A. Enamel Spindle: Struktur yang berbentuk spindle yang panjangnya dari dentinoenamel junction ke enamel hingga jarak 10 micro. Struktur ini merupakan proses odontoblas pada matriks enamel terjadi karena beberapa proses odontoblas menembus antara sel ameloblas sebelum pembentukan enamel dan terperangkap di dalam matriks. Pada bagian longitudinal matriks organik hilang dan digantikan oleh udara maka membuat enamel spindle terlihat gelap (Gambar 5). Enamel spindle lebih

(19)

banyak ditemukan di bagian insisal untuk memperbaiki perlekatan antara enamel dan dentin.16,17

Gambar 5. Enamel Spindle17

B. Enamel Tufts: Struktur hipokalsifikasi yang memanjang dari dentinoenamel junction ke enamel, dengan jarak sekitar 1/5 atau 1/3 dari ketebalan enamel.15 Enamel tuft terbentuk akibat adanya terjadi gangguan perkembangan saat enamel belum terbentuk. Gangguan awal yang terjadi ini menyebabkan adanya terjadi kepatahan lalu inilah yang membentuk enamel tuft. Bagian dasarnya ini tampak seperti rumput, oleh karena itu diberi nama enamel tuft (Gambar 6). Struktur enamel tuft ini mengandung lebih banyak kandungan organik.14,15,17

Gambar 6. Enamel Tufts dan Enamel Lamellae17

C. Enamel Lamellae: Struktur hipokalsifikasi yang memanjang dari permukaan enamel ke arah dentinoenamel junction dengan jarak yang bervariasi.

Enamel lamellae merupakan celah pada permukaan enamel yang dapat dilihat (Gambar 6).15 Struktur ini dapat diidentifikasi dengan baik sebagai struktur seperti daun di bagian transversal enamel dan terlihat lebih banyak di bagian servikal gigi daripada

(20)

Struktur-Morfologi-Anatomi Dentin

Dentin merupakan pembentuk utama struktur gigi dan meluas keseluruhan panjang gigi. Bagian mahkota dentin ditutupi oleh enamel dan di bagian akar oleh sementum.14,15 Dentin merupakan jaringan keras tetapi juga elastis yang tersusun dari tubulus-tubulus kecil tersusun sejajar dalam matriks kolagen.14,15,16. Perbedaan ini dapat dilihat pada radiografi dentin tampak lebih radiolucent (lebih gelap) dari enamel dan lebih radiopaque (lebih terang) daripada pulpa karena cahaya dapat dengan mudah menembus yang tipis, enamel sangat termineralisasi dan dapat ditembus oleh warna dentin kekuningan di bawahnya mahkota gigi juga mengalami pewarnaan yang sama.

Enamel bersifat semitranslusen sehingga dentin yang berada dibawahnya memberikan warna kekuningan.14,15,17 Dentin terdiri dari tubulus dentin, garis inkremental, predentin, dentin primer dan dentin sekunder (Bagan 2).

bagian koronal. Lamellae enamel dapat dikelompokkan berdasarkan waktu perkembangan, menjadi lamellae pra-erupsi atau pasca erupsi.14,17

Berdasarkan penjelasan tentang enamel diatas bahwa enamel tidak dapat membuat terjadinya hipersensitivitas dentin meskipun terdapat serat tomes karena fungsi serat tomes bukan menjadi saraf sensori melainkan menghasilkan cairan pada tubulus dentin. Enamel berperan sebagai struktur pelindung dentin.14,17

(21)

Bagan 2. Struktur dentin14

Komposisi dentin terdiri dari 70% anorganik, 20% organik dan 10% air, komponen anorganik berupa kristal kalsium hidroksiapatit yang memberikan sifat keras pada dentin. Kristal yang berukuran lebih kecil dari enamel, memiliki lebar sekitar 35 nm dan tebal sekitar 10 nm, komponen organik dentin terdiri dari fibril kolagen.15,17 Kolagen yang membuat dentin lebih kuat. Serat ini terdiri lebih dari 90%

dari matriks organik dan terutama adalah kolagen tipe I (dengan tipe III dan tipe V yang sangat kecil) mereka memiliki diameter rata-rata sekitar 100 nm.14

Secara mikroskopis dentin terdiri dari berbagai struktur diantaranya tubulus dentin, intertubular dentin, peritubular dentin, predentin, dan prosesus odontoblas

A. Tubulus Dentin

Dentin disusun oleh tubulus-tubulus kecil yang merupakan tubulus dentin yaitu kanal-kanal yang memanjang dari dentinoenamel junction sampai ke daerah pulpa dan membentuk jaringan untuk difusi nutrisi ke seluruh dentin. Tubulus dentin mengikuti jalur berbentuk S dari permukaan luar dentin ke sekeliling pulpa pada dentin koronal.

Kelengkungan berbentuk S ini paling sedikit terlihat di bawah tepi insisal lalu tubulus berjalan lurus pada dentin bagian akar.15 Semakin mendekati pulpa jumlah tubulus dentin semakin padat, sebaliknya semakin mendekati DEJ semakin berkurang jumlah kepadatannya. Jumlah tubulus dentin 15.000/mm2 – 20.000/mm2 pada daerah DEJ,

(22)

sedangkan yang mendekati pulpa 45.000/mm2 – 65.000/mm2. Ukuran diameter rata- rata pada daerah dekat DEJ sekitar 0,5 sampai 0,9 μm tapi pada daerah pulpa mencapai 2 sampai 3 μm. Perbandingan antara dentin yang berada pada permukaan luar dengan dentin yang berada pada permukaan dalam adalah 5:1 sehingga tubulus-tubulus memiliki jarak yang lebih jauh antara satu dengan yang lain pada daerah garis permukaan luar, sementara pada daerah permukaan dalam jarak antar tubulus lebih dekat.16

Struktur tubulus dentin memiliki diameter sekitar 2,5 um di dekat pulpa 1,2 um pada bagian tengah dentin dan 900 nm pada dentinoenamel junction. Tubulus dentin pada daerah yang berdekatan dengan pulpa memiliki diameter yang lebih besar (3-4 µm) dan lebih kecil pada permukaan luar (1 µm). Jumlah tubulus dentin pada bagian koronal gigi premolar dan molar berkisar dari 59.000 hingga 76.000 per milimeter persegi pada permukaan pulpa. 14,15,17

Tubulus dentin memiliki cabang lateral di seluruh dentin dimana tubulus ini diisi oleh kanalikuli atau mikrotubulus terdapat cairan berupa albumin, transferrin serta tenascin. Tubulus yang terletak dekat dengan puncak akar dan tepi insisal bentuknya lebih lurus.Beberapa tubulus dentin memanjang sampai beberapa millimeter pada dentinoenamel junction yang disebut dengan enamel spindle dan terdapat lebih banyak tubulus pada mahkota daripada akar. Cabang lateral proses odontoblast dapat dilihat di sepanjang dentin, mahkota dan akar. Tubulus dentin terletak didalam dentin dan dilindungi oleh enamel (Gambar 7) Cabang lateral ini dikenali dengan kanalikuli, cabang sekunder atau mikrotubulus dan berdiameter kurang dari 1µm . Didalam tubulus dentin terdapat prosesus odontoblast, dentin intertubular, dan dentin peritubular.14,16,17

Gambar 7. Tubulus Dentin18

(23)

B. Dentin Intertubular

Dentin intertubular memiliki luas permukaan yang lebih kecil sedangkan tubulus yang diisi dengan cairan pulpa menempati lebih banyak luas permukaan.

Matriks kolagen dentin intertubular diisi dengan kristalit hidroksiapatit kaya karbonat berukuran submikrometer hingga nanometer. Luas permukaan dentin intertubular berbanding terbalik dengan tubulus dentin yaitu ketika luas permukaan tubulus dentin meningkat maka luas permukaan dentin intertubular menurun. Tubulus dentin bercabang di sepanjang jalurnya, hal ini terutama terlihat dentinoenamel junction.

Percabangan terminal berlebihan dan tubulus dentin juga tampak melingkar dengan dikelilingi oleh dentin intertubular (Gambar 8). 14,15,17

Gambar 8. Gambar Dentin Peritubular dan Intertubular15 C. Dentin Peritubular

Merupakan jaringan mineral yang mengelilingi tubulus dentin pada bagian koronal terdiri dari kristal apatit yang bergabung dengan sejumlah kolagen. Susunan kristal apatit sangat mirip dengan dentin intertubular. Dentin Peritubular berfungsi dalam memberikan sifat kaku pada Dentin peritubular terdapat di sekitar tubulus dentin (Gambar 8). Pada bagian yang mengalami demineralisasi, dentin peritubular hilang, karena tidak memiliki kerangka kolagen, dan tubulus dikembalikan ke ukuran aslinya.15

D. Predentin

Predentin mulai terbentuk pada tahap bell stage dan terbentuk selama hidup.

Predentin berfungsi untuk membentuk dentin bagian dalam yang berdekatan dengan odontoblast layer berada pada pulpa serta dilapisi oleh zona matriks dentin yang tidak termineralisasi, 4 μm predentin terkalsifikasi setiap dentin primer terbentk. Lebar

(24)

predentin dapat bervariasi dari 10 hingga 40 μm.15 Predentin terletak pada bagian tengah gigi (Gambar 9).14,17 Predentin mengandung kolagen tipe I yang memiliki rangka organik yang dibutuhkan saat mineralisasi. Protein non-kolagen seperti dekorin dan biglycan mengatur matriks dan mencegah mineralisasi yang kurang sempurna.

Perubahan seperti itu mencakup hilangnya inhibitor untuk nukleasi mineral dan proses protein untuk fungsi baru. Kehadiran metaloproteinase matriks menunjukkan bahwa pemrosesan proteolitik terjadi saat predentin diubah. Bagian depan mineralisasi dapat menunjukkan garis bentuk bulat atau linier, yang menunjukkan dua proses mineralisasi yang berbeda.14,17

Gambar 9. Predentin 15

E. Prosesus Odontoblas

Prosessus odontoblas memiliki diameter terbesar pada daerah disekitar pulpa (3-4µm) meruncing 1µm sekitar dentin dengan jumlah odontoblas kisaran 59.000 sampai 76.000 per milimeter persegi pada dentin koronal, dengan jumlah yang lebih sedikit di bagian akar dentin (Gambar 10). Mahkota gigi yang berkembang sempurna, badan sel odontoblas berbentuk kolumnar dengan diameter kira-kira 7µm dan panjangnya 50 µm.15

Prosesus odontoblas mengandung vesikel, mikrotubulus, dan filamen perantara. Organel utama yang terkait dengan sintesis protein terdapat dalam badan sel odontoblas tetapi tidak meluas ke dalam prosesus. Membran protein yang disebut lamina limitans dapat terlihat melapisi dinding tubulus dentin.15,19

(25)

Gambar 10. Prosesus odontoblast15

Klasifikasi Dentin

Dentinogenesis atau proses pembentukan dentin dimulai dari odontoblast membentuk matrik kolagen yang bergerak dari dentino enamel junction (DEJ) ke arah pulpa. Dentin memiliki struktur formasi dan protektif pada pulpa yang dibentuk saat proses dentinogenesis, odontoblast membentuk bagian dentin primer, sekunder, dan Dentin primer merupakan dentin terbentuk pertama sedangkan dentin sekunder terbentuk setelah gigi erupsi dan dentin tersier terbentuk ketika ada respon trauma pulpa

A. Dentin Primer

Dentin yang pertama kali terbentuk dari proses pembentukan gigi sampai gigi tersebut erupsi merupakan bagian terbesar dari gigi. Dentin primer merupakan lapisan dentin terluar yang tipis dengan ketebalan sekitar 20 μm (Gambar 11).14,15 Dentin primer melekat pada dentinoenamel junction serta meluas sekitar 150 μm hingga interglobular dentin berfungsi dalam membentuk badan gigi dengan fibril kolagennya berada pada dentinoenamel junction dengan diameter 0.1 -0,2 μm. Dentin primer tidak

(26)

mengandung dentin fosfoprotein dan terdapat percabangan tubulus dentin yang cukup besar di wilayah ini.15,19

Gambar 11. Dentin Primer15

B. Dentin Sekunder

Dentin sekunder mulai terbentuk setelah perkembangan akar selesai, sekitar 3 tahun setelah gigi tumbuh. Dentin sekunder memiliki struktur tubular yang kurang teratur, sebagian besar dari dentin primer. Perbandingan mineral dengan bahan organik sama dengan dentin primer. Dentin sekunder tidak diendapkan secara merata di sekitar tepi ruang pulpa, terutama di gigi molar. Deposisi yang lebih besar dari dentin sekunder menyebabkan pengurangan asimetris dalam ukuran dan bentuknya, strukturnya sangat mirip dengan dentin primer. Peningkatan odontoblas saat pembentukan dentin sekunder terus berlanjut bersama dengan deposisi yang lebih lambat membuat dentin sekunder sedikit kurang teratur dibandingkan dentin primer (Gambar 12).14,15,19

Gambar 12. Dentin sekunder dan dentin primer15

(27)

C. Dentin Tersier

Dentin yang terbentuk sebagai reaksi terhadap berbagai rangsangan, seperti atrisi, karies, atau prosedur restoratif gigi. Dentin tersier dapat terbentuk dengan cepat tetapi dengan susunan dan tubulus yang tidak teratur dan membuat sel masuk kedalam (Gambar 13 B sampai E) fibroblast dan pembuluh darah pada dentin tersier sebaliknya susunannya terbentuk lambat jika rangsangan sedikit bentuknya lebih teratur dibandingkan dengan dentin primer dan sekunder (Gambar 13 A) dentin reparatif lebih menyerupai tulang disebut osteodentin (Gambar 13 C) dentin reparative terlihat berbagai kombinasi (Gambar 13 E).14,15,19

Gambar 13. Normal dan reparatif dentin : A. Normal dentin, B to E, Reparative dentin, B. decrease in number of tubules, C. cell inclusions, D. irregular and twited tubules, E. combination of types15

Garis Inkremental

Dentin memiliki garis inkremental yang berjarak secara teratur memiliki dua jenis jangka pendek (short period) dan jangka panjang (long period). Tanda yang terdapat dalam periode pendek disebut garis Von Ebner dilihat sebagai pita gelap dan terang secara bergantian, masing-masing menampilkan ritme pembentukan dentin terletak sekitar 3 μm terpisah (Gambar 14). Diantara masing-masing garis periode panjang ada 6-10 pasang garis periode pendek.18

Berdasarkan penjelasan tentang dentin diatas bahwa jika terdapat rangsangan yang langsung terkena dentin maka membuat tubulus dentin terbuka. Cairan pada

(28)

tubulus dentin bergerak menstimulasi terminal serabut saraf pulpa terletak di dinding saluran tubulus membuat nyeri akut sementara.18

Gambar 14. Garis von ebner18

Struktur-Morfologi-Anatomi Sementum

Jaringan termineralisasi yang menutupi seluruh permukaan akar. Menurut Denton, sementum pertama kali didemonstrasikan secara mikroskopis oleh Fraenkel dan Raschkow (1835) dan Retzius (1836), dan sejak itu menjadi bagian dari pengetahuan umum dalam kedokteran gigi. Sementum berfungsi sebagai pendukung gigi dengan serat utama periodontal dan tulang alveolar.20 Sementum disebut sebagai jaringan mirip tulang namun, sementum bersifat avaskular yang tidak mengalami remodeling dinamis dan bertambah tebal seiring berjalannya waktu. Sementum berwarna kuning pucat dengan permukaan kusam, lebih lembut dari dentin.

Permeabilitas bervariasi dengan usia dan jenis sementum, sementum seluler lebih permeabel daripada aseluler.20

Komposisi kimiawi sementum terdiri atas 65% bahan anorganik, 23% bahan organik dan 12% air (Bagan 3). Komponen anorganik yaitu hidroksiapatit, kristalnya tipis dan mirip dengan yang ada di tulang. Bahan lainnya dapat ditemukan di dalam hidroksiapatit dan substitusi terutama ditemukan di permukaan luar sementum.

Fluorida merupakan substitusi ionik yang paling umum, dan ditemukan dalam kadar yang lebih tinggi di sementum aseluler daripada di sementum seluler. Kalsifikasi

(29)

sementum mungkin dimulai oleh dentin akar dan sekitar serat kolagen yang ditemukan di sementum.14,20

Matriks organik yaitu kolagen menyumbang 90% dari matriks organik, sebagian besar kolagen tipe I dengan sisanya kolagen tipe III terutama pada serat ekstrinsik Sharpey. Matriks non-kolagen menyumbang 10% dari matriks organik.

Molekul non-kolagen penting yang ditemukan di sementum adalah proteoglikan dekorin dan biglycan sialoprotein tulang (BSP), osteonektin, osteopontin, tenascin dan fibronektin dan mungkin terdapat glikoprotein spesifik sementum yang disebut cementum attachment protein (CAP) yang mendorong perlekatan sel mesenkim ke matriks ekstraseluler.20

Bagan 3. Struktur sementum14

Klasifikasi Sementum

Sementum terdiri dari sementum aseluler dan seluler. Sementum aseluler merupakan sementum yang terbentuk pertama. Sementum seluler memiliki lapisan presementum sedangkan sementum aseluler tidak ada

A. Sementum aseluler

Sementum aseluler adalah sementum yang pertama terbentuk dan biasanya menutupi 2/3 serviks gigi (Gambar 15) .Sementum aseluler terbentuk lebih lambat dari sementum seluler tetapi, lebih banyak termineralisasi daripada sementum seluler dan

(30)

biasanya tidak memiliki lapisan precementum. Serat ligamen periodontal terdapat pada sementum aseluler dan masuk sebagai serat Sharpey.20

Gambar 15. Sementum aseluler20

B. Sementum Seluler

Sementum seluler ditemukan daerah apikal dan interradikuler berada pada bagian atas sementum aseluler. Sementum seluler mengandung sementosit. Ruang yang ditempati sementosit di sementum seluler disebut lakuna serta saluran yang memanjang adalah kanalikuli. Kanalikuli yang berdekatan dihubungkan dengan proses bagian dalam bersatu. Sementosit relatif tidak aktif, karena rasio inti mereka rendah selulernya hilang pada bagian dasar sehingga udara dan debris mengisi rongga untuk memberikan tampilan gelap yang terlihat dalam cahaya. 20

Gambar 16. Sementum seluler20

Cementoenamel Junction

Cementoenamel junction (CEJ) merupakan batas anatomis antara mahkota dan permukaan akar dan didefinisikan sebagai daerah antara sementum dengan enamel di daerah serviks gigi. Cementoenamel junction berfungsi sebagai daerah anatomi penting untuk pengukuran kedalaman dengan cara probing pada pocket dan level perlengkatan

(31)

(Clinical Attachment Level) untuk dokter gigi.21 Ada 4 tipe pada cementoenamel junction (Gambar 17) yaitu:

1. Tipe I: Sementum tumpang tindih enamel dengan jarak pendek (Gambar 17 A), terlihat pada 60% dari semua gigi. Terjadi ketika epitel enamel berdegenerasi di daerah serviks sehingga membuat sementum langsung bertemu dengan enamel.21

2. Tipe II: Pada tipe II ujung cementoenamel junction bertemu dengan ujung enamel. Dalam hal ini, sementum dan enamel bertemu pada bagian bawah. Tipe 2 terdapat pada 30% gigi (Gambar 17 B).21

3. Tipe III: Tidak ada kontak antara enamel dan sementum sehingga dentin merupakan bagian luar permukaan akar. Tipe ini terlihat pada 10% gigi. Tipe II terjadi ketika epitel enamel di bagian serviks akar terlambat karena terdapat pemisahannya dari dentin. Pada tipe ini tidak terdapat cementoenamel junction (Gambar 17 C).21

4. Tipe IV: Ketika diamati dengan mikroskop tipe IV terlihat enamel tumpang tindih dengan sementum. Tipe ini terlihat pada sekitar 1,6% gigi [(Gambar 17 D).21

Gambar 17. Tipe Cementoenamel junction20

Sementum merupakan struktur pelindung dentin pada bagian akar ketika sementum telah hilang yang disebabkan oleh resesi gingiva maka dapat membuat terjadi hipersensitivitas dentin.

Struktur-Morfologi-Anatomi Pulpa

Pulpa adalah adalah jaringan ikat lunak yang menempati bagian tengah gigi.

Ruang yang ditempati adalah rongga pulpa, yang terbagi menjadi bagian koronal

(32)

(ruang pulpa) dan bagian radikuler (saluran akar). Ruang pulpa sesuai dengan bentuk umum mahkota anatomi ruangan itu meluas menjadi tanduk pulpa, yang terutama menonjol di bawah cusp bukal gigi premolar dan puncak mesiobuccal gigi molar. Cusp mereka sangat penting dalam restorasi gigi. Saluran akar berakhir di foramen apikal tempat pulpa dan ligamen periodontal bertemu dengan saraf serta pembuluh darah utama.

Gigi yang sedang berkembang memiliki foramen apikal besar serta terletak di tengah, setelah gigi menyelesaikan perkembangannya diameter foramen apikal menjadi lebih kecil dan posisinya lebih eksentrik. Ukuran dari 0,3 hingga 0,6 um, dengan diameter yang lebih besar terjadi di akar palatal molar rahang atas dan akar distal molar mandibula merupakan ciri khas foramen apikal lengkap. Foramen terletak di ujung akhir dari akar tetapi terletak sedikit lebih oklusal (0,5 sampai 0,75 mm) dari apeks. Pulpa terdiri dari sel dan saraf (Bagan 3). 22

Bagan 4. Struktur Pulpa14

Pulpa gigi terdiri dari 75% air dan 25% bahan organik. Pulpa memiliki ekstraseluler matriks yang berfungsi mengontrol aktivitas sel-sel di dalamnya. Susunan kompleks dari kolagen dan proteoglikan serta glikoprotein terkait untuk menstabilkan struktur pulpa namun, sifat molekul organik di dalamnya memungkinkannya untuk memengaruhi migrasi, proliferasi, adhesi, diferensiasi, dan fungsi sel.22 Kolagen pulpa merupakan kombinasi dari tipe I (60%) dan III (40%). Fibril kolagen berdiameter

(33)

sekitar 50 nm dan membentuk serat tipis yang tersebar secara tidak teratur di seluruh jaringan. Sejumlah kecil kolagen tipe IV hadir di membran basal pembuluh darah.14

Zona dan Sel Pulpa

Pulpa gigi merupakan jaringan ikat yang menyokong dentin, secara histologis pulpa gigi dapat dibagi menjadi 4 zona (Gambar 18) yaitu:

1. Zona odontoblas, yaitu bagian pulpa dengan sel-sel odontoblas yang terletak pada bagian tepi pulpa.19

2. Cells free zone, zona yang terdapat dibawah zona odontoblas dengan jumlah sel yang relatif sedikit.19

3. Cells rich zone, memiliki kepadatan sel yang tinggi dan dapat terlihat dengan jelas pada pulpa koronal gigi berdekatan dengan cells free zone. Terdapat beberapa sel yaitu fibroblast, sel induk dan sel perlindungan.19

4. Zona inti pulpa merupakan zona yang letaknya paling dalam, bagian tengah pulpa serta terdapat banyak pembuluh darah dan syaraf.19

Gambar 18. Zona pulpa19

Terdapat beberapa sel yang terletak pada cell rich zone yaitu fibroblas, defence cells dan sel induk.

(34)

A. Fibroblas

Jenis sel yang paling umum di dalam pulpa gigi adalah fibroblas yang membentuk kehilangan jaringan di seluruh bagian jaringan, morfologi mereka sangat bervariasi.

Fungsi utamanya terkait dengan pengembangan dan pemeliharaan matriks ekstraseluler yang menyediakan kerangka dan dukungan untuk odontoblas dan elemen neurovaskular pulpa. Karena perubahan matriks ini tidak terlalu cepat, fibroblas pulpa menunjukkan organel intraseluler terkait dalam jumlah sedang seperti retikulum endoplasma, bahan Golgi, atau mitokondria.19

B. Sel induk / progenitor (Stem/progenitor cells)

Populasi sel induk terdapat di dalam pulpa untuk menggantikan fibroblas pulpa terdapat populasi sel progenitor sebagai respons terhadap gangguan dan dapat menghasilkan dentin tersier. Odontoblas dapat berdiferensiasi pada awal selama perkembangan gigi jika mendapat sinyal dari sel epitel.19

C. Sel Perlindungan (Defence cells)

Terdapat beberapa sel yang berfungsi sebagi perlindungan bagi pulpa seperti limfosit, makrofag, dan sel mast yang terdapat di pulpa gigi yang sehat selain itu, sel penyedia antigen dendritik juga merupakan komponen penting dari pulpa gigi normal.

Mereka memiliki panjang 50 μm dan memiliki sejumlah percabangan.14 Sel ini hadir terutama di bagian tepi pulpa gigi dan di sekitar saraf dan pembuluh darah. Sel-sel memulai respon imun primer dan bermigrasi, dengan antigen yang terperangkap, ke kelenjar getah bening dan menyebabkan pembelahan limfosit-T lalu diferensiasi.19

Fungsi Pulpa

Beberapa fungsi pulpa dalam menjaga vitalitas gigi adalah sebagai berikut:

A. Fungsi induktif, yaitu berperan pada tahap awal pertumbuhan gigi. Pulpa dalam papilla dental berinteraksi dengan epitelium oral menginisiasi pembentukan gigi.22

B. Fungsi formatif, sel dalam pulpa yaitu odontoblas berfungsi membentuk dentin yang mengelilingi dan memberikan perlindungan pada pulpa.22

(35)

C. Fungsi protektif, yaitu pulpa bertangung jawab terhadap stimulus seperti rangsang panas, dingin, tekanan, maupun prosedur preparasi dengan membentuk dentin sklerotik.22

D. Fungsi nutritif, yaitu pulpa membawa oksigen dan nutrisi untuk perkembangan dan berfungsinya gigi.22

E. Fungsi reparatif, yaitu pulpa berfungsi merespon karies gigi maupun jejas pada gigi dengan membentuk dentin reaksioner ataupun dentin reparative.22

Saraf Pulpa

Pulpa gigi memiliki suplai saraf yang banyak, saraf-saraf ini sekitar 25% adalah aferen bermielin yang badan sel terdapat di ganglion trigeminal. Saraf mielin ini 90%

yaitu serat Aδ dengan diameter 1–6 μm, dengan sisanya adalah kelompok Aß yang memiliki diameter 6-12 μm. Serabut saraf Aδ terletak di daerah perbatasan dentin- pulpa, dan bila terstimulasi maka akan terasa rasa sakit yang tajam sebaliknya, serabut saraf C terdistribusi di seluruh kamar pulpa, pada saat saraf ini mencapai badan sel odontoblas, membuat terjadinya kehilangan sel Schwann. Sebagian besar serat C tidak bermielin juga aferen dan sisanya adalah eferen simpatis vasokonstriktor yang memberi otot halus arteriol.19

Rangkaian saraf pusat bergerak di pulpa akar yang berhubungan dengan pembuluh darah. Beberapa serat juga meninggalkan rangkaian yang berada pada akar dan berjalan ke bagian tepi, sebagian besar melanjutkan ke bagian koronal pulpa lalu menyebar dengan banyak bercabang cabang berakhir di daerah odontoblastik. Mahkota terdapat pleksus saraf yang berada di bawah odontoblas disebut pleksus Raschkow.

Pleksus ini tidak terlihat sampai setelah gigi erupsi. Cabang dari pleksus masuk ke lapisan odontoblas dan membentuk pleksus marginal diantara lapisan odontoblas dan predentin. Cabang lain berlanjut ke dentin untuk ikut dalam proses odontoblas di tubulus dentin.14

Banyaknya saraf dengan pleksus saraf yang besar, membuat banyak neuropeptide di pulpa gigi termasuk peptida yang dihasilkan kalsitonin, zat P, neuropeptida Y dan polipeptida vasoaktif. Molekul-molekul ini memiliki peran penting

(36)

pada pembuluh darah dan proses inflamasi serta dalam mengontrol aliran aktivitas sensorik secara terpusat, sehingga membantu mempertahankan homeostasis pulpa.19

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa pulpa merupakan tempat saraf-saraf yang menyebabkan nyeri jika hipersensitifitas terjadi. Hipersensitivitas dentin yang tidak dirawat akan menjalar hingga pulpa dan membuat saraf-saraf menjadi mati (nekrosis).

(37)

BAB 3

PATOFISIOLOGI HIPERSENSITIVITAS DENTIN

Hipersensitivitas dentin didefinisikan sebagai nyeri ringan dan tajam yang timbul dari permukaan dentin yang terbuka sebagai reaksi terhadap stimulus yang berasal dari termal, taktil, osmotik atau kimiawi.3,5,6 Nyeri yang terjadi berbeda dari nyeri yang dapat dihasilkan dari kondisi klinis seperti gigi retak, gigi fraktur atau restorasi yang retak pada gigi.6 Hipersensitivitas ini terjadi bagi semua orang dari semua kelompok usia, sekitar 8 sampai 30% dari populasi orang dewasa yang mengalami hipersensitivitas dentin terjadi pada umur antara 20 sampai 30 tahun.

Beberapa kasus yang terjadi dilaporkan bahwa sekitar 60-98% dari pasien memiliki riwayat penyakit periodontal dan kasus yang paling banyak terjadi pada gigi molar pertama dan daerah yang paling banyak terkena di bukal pada bagian servical.3,4

Nosiseptor

Nosiseptor merupakan ujung saraf bebas dan merespons secara khusus terhadap panas, tekanan intens atau bahan kimia iritan, tetapi tidak terhadap rangsangan yang tidak berbahaya seperti pemanasan, pendinginan, atau sentuhan ringan. Serabut saraf yang menginervasi daerah puncak muncul dari badan sel di ganglion trigeminal. Ada tiga kelas utama nosiseptor: termal, mekanis dan polimodal:

1. Nosiseptor termal yang aktif pada suhu ekstrem >45° C dan <5° C, bagian ini dipersarafi oleh serat Aδ yang melakukan impuls sekita 5-30 ms.14

2. Nosiseptor mekanis yang aktif ketika mengalami tekanan yang kuat dan dipersarafi oleh serat Aδ.14

3. Nosiseptor Polimodal yang aktif ketika mengalami rangsangan mekanis, kimiawi atau termal (panas dan dingin) dipersarafi oleh serat Aδ atau serat C yang tidak bermyielin dengan kecepatan konduksi sekitar 0,5-2 ms.14

Sebagian besar bagian tubuh adalah mungkin menimbulkan dua sensasi berbeda. Ketika nyeri tajam, cepat, langsung dirasakan seketika, dan diikuti dengan

(38)

rasa sakit yang lebih lama, terkadang seperti rasa terbakar serta nyeri kedua yang lambat. Rasa sakit yang cepat telah dikaitkan dengan stimulasi nosiseptor yang dipersarafi oleh serat Aδ, dan nyeri lambat telah dikaitkan dengan stimulasi nosiseptor yang dipersarafi oleh serat C. Ketika rusak, jaringan melepaskan agen inflamasi, bahan kimia yang berdampak pada pembuluh darah dan saraf jaringan. Efeknya pada pembuluh darah menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Efek pada saraf adalah merangsang saraf nosiseptor yang langsung berakhir, atau untuk membuat rangsangan serat nosiseptor. Di antara bahan kimia tersebut adalah ion K+, ion H+, serotonin, prostaglandin, adenosine, noradrenaline dan berbagai sitokin.14,15(Bagan 5)

Bagan 5. Mekanisme nosiseptor14

Mekanisme nyeri dimulai pada saat terdapat rangsangan lalu tubulus dentin terbuka sehingga membuat pergerakan cairan yang terdapat di tubulus dentin bergerak kearah pulpa yang menstimulasi terminal serabut saraf pulpa yang terletak di dalam dinding saluran tubulus, sehingga menyebabkan nyeri akut sementara terutama saraf Aδ yang menyebabkan nyeri tajam, sementara dan terlokalisasi.7 Lalu serabut aferen Aδ melepaskan amino glutamat ditangkap oleh reseptor nerve cranial ke 5 di trigerminal lalu masuk ke medulla spinalis di radices posteriors nervi spinalis dan berakhir di lapisan superfisial corny griseum posterius. Akson-akson langsung menyilang ke sisi kontralateral di medulla spinalis dan naik menuju thalamus lalu

(39)

diteruskan ke gyrus sensorius postcentralis sehingga membuat rasa nyeri kepada penderita. Serabut-serabut nyeri seperti terbakar dan bekerja lambat menstimulus neuron tingkat kedua tractus spinothalamicus lateralis di cornu grisea posterior medullae spinalis.7

Etiologi Hipersensitivitas Dentin

Berbagai faktor dikaitkan dengan hipersensitivitas dentin seperti resesi gingiva, abrasi, dan kebiasaan pasien. Ketika dentin dalam kondisi normal dilapisi oleh enamel dan sementum maka tidak akan peka terhadap rangsangan eksternal, tetapi dentin mulai menunjukkan hipersensitivitas ketika struktur pelindung (enamel dan sementum) hilang sehingga tubulus dentin terbuka.6 Penyebab terjadinya hipersensitivitas dentin adalah hilangnya enamel gigi pada mahkota atau resesi gingiva yang menyebabkan paparan pada akar. Hipersensitivitas dentin karena hilangnya struktur enamel dapat terjadi seperti preparasi pada gigi dan juga karena beberapa kondisi termasuk abrasi, atrisi, abfraksi, erosi, karies, resesi gingiva dan amelogenesis imperfecta (Gambar 19- Gambar 25).23,24

Abrasi adalah keausan pada permukaan gigi yang umumnya di bagian servikal permukaan bukal dan fasial (Gambar 19). Disebabkan adanya gesekan benda-benda asing, misalnya sikat gigi yang kasar dan pasta gigi. 23,24

Gambar 19. Abrasi24

Atrisi adalah keausan di permukaan insisal atau oklusal gigi karena faktor mekanis sebagai akibat terjadi pergerakan fungsional atau parafungsional dari

(40)

mandibula (Gambar 20). Atrisi tidak dapat membuat hipersensitivitas dentin jika hanya terjadi ada permukaan enamel dan tidak sampai dentin.23,24

Gambar 20. Atrisi24

Abfraksi secara klinis mirip abrasi, merupakan kerusakan di bagian servikal gigi yang disebabkan oleh kekuatan oklusi eksentrik yang menyebabkan terjadi cekungan yang tajam, biasanya karena pasien mengalami maloklusi (Gambar 21).

Berdasarkan penjelasan diatas maka abfraksi juga tidak dapat menyebabkan hipersensitivitas dentin jika hanya terjadi cekungan yang tidak dalam dengan tidak mengenai dentin.23,24

Gambar 21. Abfraksi17

Erosi adalah hilangnya struktur permukaan gigi karena faktor kimia misalnya konsumsi makanan serta minuman asam dan penggunaan etsa pada gigi (Gambar 22).

Erosi menyebabkan penurunan pH saliva di dalam rongga mulut sehingga terjadi demineralisasi enamel yang menyebabkan terpaparnya dentin ion ini akan merusak hidroksiapatit enamel gigi yang menyebabkan terurainya ion kalsium dan fosfat. Erosi tidak dapat membuat hipersensitifitas dentin jika demineralisasi tidak sampai membuat porositas tetapi jika sudah terjadi porositas maka dapat membuat hipersensitivitas dentin.

(41)

Gambar 22. Erosi23

Karies gigi merupakan penyakit yang ditandai oleh demineralisasi pada permukaan gigi oleh asam yang disebabkan oleh metabolisme bakteri (Gambar 23).

Karies merupakan penyakit yang paling umum terjadi dan masih menjadi penyebab utama dalam kehilangan gigi. Efek karies ini menyebabkan kerusakan enamel dan dentin sehingga membuat bakteri masuk hingga ke pulpa. Mengakibatkan terjadinya pulpitis akut dan periodontitis, infeksi ini dapat menyebar hingga keseluruh daerah periapikal dan rahang.26

Gambar 23. Karies gigi23

Proses Demineralisasi dan Remineralisasi

Demineralisasi merupakan proses hilangnya kandungan mineral pada enamel.

Kandungan mineral yang tinggi pada enamel membuat enamel menjadi rentan terhadap proses demineralisasi oleh asam. Demineralisasi akan terjadi bila pH dari rongga mulut berada di bawah pH kritis hidroksiapatit (pH= 5,5) pH berperan pada proses demineralisasi karena pH yang rendah akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen Proses demineralisasi juga tergantung pada substansi gigi yaitu enamel dan dentin, konsentrasi asam, frekuensi dan durasi gigi terpapar oleh asam. Proses demineralisasi

(42)

akan dimulai pada saat rongga mulut dalam keadaan asam Hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2 dan Flouroapatit (Ca10(PO4)6F2) yang merupakan mineral dari enamel gigi akan larut menjadi Ca2+, PO4 -9, dan OH-. Ion H+ akan bereaksi dengan gugus PO4-9 dan F- atau OH- yang akan membentuk HSO4- , H2SO4- , HF atau H2O, sedangkan yang kompleks terbentuk CaHSO4, CaPO4 dan CaHPO4.23,25

Kalsium merupakan komponen utama dalam struktur gigi dan demineralisasi enamel terjadi akibat lepasnya ion kalsium dari enamel gigi, maka pengaruh asam pada enamel gigi merupakan reaksi penguraian. Demineralisasi yang terus-menerus akan membentuk porositas pada permukaan enamel. Saliva yang mengandung kalsium dan fosfat dengan konsentrasi yang cukup dapat melindungi enamel dari proses enamel yang mengalami demineralisasi lebih peka terhadap panas, dingin, tekanan, serta rasa sakit dibanding enamel normal.23,.25

Remineralisasi merupakan proses penempatan kembali mineral-mineral yang telah larut setelah proses demineralisasi. Proses ini akan terjadi bila pH dari rongga mulut sudah kembali normal dan terdapat ion kalsium serta ion fosfat dengan konsentrasi yang tinggi dalam rongga mulut. Ion kalsium dan ion fosfat akan membentuk hidroksiapatit dan menutup kembali ruangan dari kristal yang sudah demineralisasi. Bahan yang paling sering digunakan untuk meningkatkan proses remineralisasi adalah flour, kalsium, bahan-bahan bioaktif seperti bioglass dan kalsium silikat.

Remineralisasi oleh flour dimulai dengan bergabungnya ion flour dengan kalsium yang akan membentuk fluoroapatit. Pembentukan fluoroapatit dapat mengurangi kelarutan dari hidroksiapatit. Erosi dan Karies dikatakan sebagai demineralisasi sebagian enamel atau dentin akibat asam yang berasal dari ekstrinsik maupun intrinsik secara klinis dapat berkombinasi dengan abrasi atau abfraksi.23,25

Resesi gingiva adalah penurunan tinggi tepi gingiva/ marginal gingiva ke arah apikal hingga ke bawah cementoenamel junction (Gambar 24). Resesi gingiva merupakan penyebab hipersensitivitas dentin yang paling sering terjadi.23,24

Gambar

Gambar 1. Serat Tomes 16
Gambar 2. Cross-striations 18
Gambar 4. Dentinoenamel junction 16
Gambar 5. Enamel Spindle 17
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kekerasan dentin saluran akar setelah direndam pada EDTA dan H3PO4 selama 1 menit.. Penelitian ini dilakukan untuk

SEM (Scanning Electron Microscope) adalah alat yang digunakan untuk melihat morfologi dentin tertier dan struktur tubulus dentin pada dentin tertier dengan skala yang lebih besar

Variasi dari ketebalan dan komposisi smear layer pada permukaan saluran akar disebabkan oleh anatomi saluran akar, sifat jaringan dentin (usia pasien, nektrotik/vitalnya

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kekerasan dentin saluran akar setelah direndam pada EDTA dan H 3 PO 4 selama 1

Gingiva merupakan bagian terluar jaringan periodontal yang tampak secara klinis melekat pada prosesus alveolaris dan gigi. Gingiva berfungsi melindungi akar

Apakah terdapat perbedaan distribusi dentin tersier yang terbentuk pada gigi penyirih puncak pulpa bagian bukal (bukomesial dan bukodistal), bagian lingual (linguomesial

Dalam kondisi ini kekerasan enamel atau dentin lebih rendah dibanding dengan gigi normal, sehingga akibatnya derajat keausan gigi akan lebih gampang terjadi meskipun

Terjadinya resesi gingiva yang lebih sedikit pada bagian rahang atas terkait dengan karakteristik mukosa keratin yang lebih luas dan tebal pada rahang atas daripada rahang bawah yang