• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dalam Pengembangan Promosi Kegiatan Ekowisata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dalam Pengembangan Promosi Kegiatan Ekowisata"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE

PANGRANGO (TNGGP) DALAM PENGEMBANGAN

PROMOSI KEGIATAN EKOWISATA

ERNAWATI EKO HARTONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dalam Pengembangan Promosi Kegiatan Ekowisata adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2008

Ernawati Eko Hartono

(3)

ABSTRACT

ERNAWATI EKO HARTONO. The Strategy of Mount Gede Pangrango National Park in Developing Ecotourism Promotion Under direction of RINEKSO SOEKMADI dan E.K.S. HARINI MUNTASIB.

Mount Gede Pangrango National Park has a high potential ecotourism site to be promoted. In this case, promotion of ecotourism in Mount Gede Pangrango aims to attract both tourists and partners to devote in ecotourism activities. The purposes of this research are to evaluate recent strategies of ecotourism promotion and to map new strategies of Mount Gede Pangrango National Park in promoting ecotourism. The mapping of these promotion strategies is based on SWOT analysis.

Ecotourism promotion in Mount Gede Pangrango National Park has acquired four components of promotion mix which are advertising, personal selling, public relation, and promotion selling, but has not used all promotion media and has not done promotions gradually. Promotion has not been effectively accepted by public. Data shows 71% visitors get information word of mouth, 14% from printed media, 11% from school/work place, and 4% from internet.

The result of this SWOT analysis puts promotion in second quadrant, namely stability strategy. Stability strategy is consolidation strategy for reducing weaknesses and maintaining recent market. Stability aims to maintain such condition by using opportunities and restore weaknesses. This strategy leads to a project opening opportunities for private sectors to work on ecotourism, doing cooperation with airports and airlines services, tourism bureaus, mass media, hotels, and also uses an appropriate promotion media for introducing Mount Gede Pangrango National Park.

Based on the exposed analysis, strategic ecotourism promotions can be conducted are : using the website of TNGGP by preparing interesting information, cooperation with tourism bureaus by setting or planning tourism packages, cooperation with airport, cooperation with mass media, doing direct mailing promotions, maintaining infrastructures which provides information on ecotourism,

raising ticket’s prize, giving courses to human resources, developing new potential

tourism sites.

(4)

RINGKASAN

ERNAWATI EKO HARTONO. Strategi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dalam Pengembangan Promosi Kegiatan Ekowisata. Dibimbing oleh RINEKSO SOEKMADI dan E.K.S. HARINI MUNTASIB.

TNGGP mempunyai potensi ekowisata yang cukup tinggi yaitu keindahan alam (gunung, panorama alam); gejala alam (kawah, air panas, air terjun); keutuhan (udara sejuk, kenyamanan); keanekaragaman hayati (tumbuhan dan satwa); keunikan alam (danau, rawa pegunungan, padang rumput edelweis), dan situs budaya. Potensi ekowisata yang dimiliki TNGGP harus dikenalkan kepada publik melalui kegiatan promosi.Promosi kegiatan ekowisata di TNGGP dilakukan selain untuk menarik pengunjung yang akan menikmati keindahan alam TNGGP juga menarik mitra berinvestasi dalam kegiatan ekowisata

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap kegiatan promosi yang telah dilakukan dan menyusun strategi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) untuk pengembangan promosi kegiatan ekowisata.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2008 bertempat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat, dengan menggunakan metode non experimental yaitu deskriptif eksploratif, observasi dan studi pustaka. Pengambilan sampel pengunjung dan mitra menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah pengunjung aktual 100 orang (diasumsikan sebagai ekoturis), yang diambil dari Pintu masuk Cibodas 60 orang, Gunung Puteri 15 orang dan Bodogol 25 orang. Selainpengunjung aktual dilakukan juga wawancara terhadap pengunjung potensial sebanyak 30 orang. Analisis dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis SWOT (Strengths, Weaknesesses, Opportunities, Threats).

Promosi kegiatan ekowisata di TNGGP secara keseluruhan sudah mencakup keempat komponen bauran promosi, yaitu periklanan, penjualan secara pribadi, hubungan masyarakat dan promosi penjualan, tetapi belum semua media promosi digunakan dan belum secara rutin promosi dilakukan. Sebanyak 75% keatas pengunjung tidak pernah melihat/mendengar media promosi yang digunakan TNGGP untuk mempromosikan wisata. Promosi yang belum dilakukan adalah melalui email, siaran pers, presentasi penjualan, pemasangan billboard dan promosi mengenai program-program wisata.

Promosi masih dirasakan kurang oleh masyarakat umum, karena sebesar 71% pengunjung memperoleh informasi ekowisata TNGGP dari cerita teman/saudara, 14% memperoleh informasi melaui media cetak, 11% dari sekolah/tempat kerja dan 4% dari media elektronik

(5)

media promosi yang tepat untuk mempromosikan ekowisata di TNGGP baik kepada pengunjung maupun mitra-mitra.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dipaparkan maka rencana strategis kegiatan promosi ekowisata yang dapat dilakukan adalah :

1. Menggunakan website TNGGP dengan menyiapkan informasi yang menarik

2. Kerjasama dengan Biro Perjalanan Wisata dengan membuat paket-paket wisata

3. Kerjasama dengan bandara, kerjasama dengan media massa 4. Melakukan promosi secara direct mailing yang intensif 5. Peningkatan pemeliharaan sarana dan prasarana

6. Mengadakan pelatihan kepada SDM terkait promosi

7. Mengembangkan potensi wisata yang belum dikembangkan

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

STRATEGI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE

PANGRANGO (TNGGP) DALAM PENGEMBANGAN

PROMOSI KEGIATAN EKOWISATA

ERNAWATI EKO HARTONO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Strategi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dalam Pengembangan Promosi Kegiatan Ekowisata.

Nama : Ernawati Eko Hartono

N R P : E051060441

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc.F Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas ridho dan anugerah Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Strategi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dalam Pengembangan Promosi Kegiatan Ekowisata.

Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang paling tulus penulis sampaikan kepada:

1. Departemen Kehutanan, yang telah memberikan izin dan kesempatan

melanjutkan pendidikan S2 di Institut Pertanian Bogor

2. Kepala Pusat Informasi Kehutanan beserta staff yang mendukung penulis

sehingga dapat menyelesaikan pendidikan dengan lancar

3. Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc.F (ketua komisi pembimbing) dan Prof. Dr.

E.K.S. Harini Muntasib, MS (anggota komisi) atas curahan pemikiran, waktu, kesabaran dalam memberikan arahan, bimbingan hingga selesainya penulisan tesis ini

4. Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS selaku penguji luar komisi pada ujian sidang tesis

yang telah menyediakan waktunya, memberikan koreksi, masukan dan saran untuk penyempurnaan tesis ini

5. Prof. Dr. Imam wahyudi, MS selaku Ketua Program Studi IPK

6. Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango beserta staff atas

dukungan selama melaksanakan penelitian

7. Ayahanda dan Ibunda, Om Nano, Tante Nova, Dik Radith, Dian, Dik Desy dan

Enna atas segala doa dan pengorbanannya, secara khusus buat suami tercinta Yudi Ariyanto, SH, MT. yang dengan sabar dan penuh pengertian mendampingi dan mendukung penuh dalam penyelesaian studi ini, serta putraku tersayang Irham Erdiyanto Ramadhan yang memberikan semangat dan inspirasi pada setiap kejenuhan yang datang menghampiri.

8. Teman-teman IPK angkatan 2006 : Eka, Susi, Arida, Apri, Henti, Ratih, Anti,

(12)

terima kasih atas, kebersamaan, kekompakan dan kerjasama dalam suka dan duka selama studi dan semoga ini terus berlanjut kedepannya

9. Laboratorium Rekreasi Alam dan Ekowisata IPB, Mba Eva, Mba Resti, Mba

Yun, Mba Tri.

Akhir kata mudah-mudahan tesis ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2008

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Sragen, Jawa Tengah pada tanggal 7 Januari 1980 sebagai putri pertama dari tiga bersaudara dari ayah Edy Suhartono dan ibu Sulasmi. Menamatkan pendidikan sekolah dasar di SDN Bendungan I Sragen tahun 1992, kemudian menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 1 Sragen tahun 1995 dan lulus dari SMA Negeri 1 Sragen tahun 1998, hingga pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui undangan PMDK dan akhirnya lulus sebagai Sarjana Kehutanan pada tahun 2002.

Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil Departemen

Kehutanan sebagai Staf Penyaji dan Pengolah Data Pusat Informasi Kehutanan, Sekretariat Departemen Kehutanan, Jakarta sampai sekarang. Penulis menempuh studi S2 pada Sekolah Pascasarjana IPB program studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan melalui sponsor dari Departemen Kehutanan.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian

(14)

DAFTAR ISI

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.5. Kerangka Pemikiran ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Ekowisata ... 7

2.2. Taman Nasional ... 9

2.3. Strategi ... 10

2.4. Promosi ... 11

2.5. Segmentasi Pasar ... 18

2.6. Produk Wisata ... 19

2.7. Wisatawan ... 20

III. METODE PENELITIAN ... 22

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.2. Batasan Penelitian ... 22

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 22

3.4. Tahapan Penelitian ... 24

3.5. Analisis Data ... 26

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 32

4.1. Sejarah dan Status Kawasan ... 32

4.2. Kondisi Fisik Kawasan ... 32

4.3. Kondisi Biologis... 35

4.4. Potensi Wisata ... 37

4.5. Kondisi Masyarakat Sekitar ... 38

4.6. Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB) ... 38

4.7. Sarana dan Prasarana Wisata ... 39

4.8. Struktur Organisasi ... 39

4.9. Pengunjung TNGGP ... 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

5.1. Promosi yang Telah Dilaksanakan ... 46

5.2. Evaluasi Terhadap Promosi Yang Sudah Dilaksanakan ... 59

5.3. Segmentasi Pasar ... 62

5.5. Peran Mitra-mitra TNGGP dalam Promosi...65

5.6. Kebijakan Pengembangan Ekowisata ... 66

5.7. Potensi Wisata yang perlu Dipromosikan... 68

(15)

VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1. Simpulan... 87

6.2. Saran... 87

(16)

DAFTAR TABEL

1. Bentuk media dari setiap komponen bauran promosi ... 15

2. Jenis data primer yang digunakan dalam penelitian ... 22

3. Jenis data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ... 23

4. Matriks SWOT ... 27

5. Rangkuman matriks internal ... 29

6. Rangkuman matriks eksternal... 29

7. Informasi pintu masuk wisata ke kawasan TNGGP ... 34

8. Jumlah pengunjung dan jenis kunjungan (tahun 2000-Juni 2008) ... 41

9. Bahan promosi cetakan mengenai TNGGP ... 45

10. Potongan harga di wisma tamu, asrama dan tiket rombongan ke air terjun ... 49

11. Beberapa situs di internet mengenai TNGGP ... 51

12. Jumlah wisatawan dan retribusi tempat rekreasi di tiga kabupaten ... 54

13. Penilaian pengunjung terhadap komponen bauran promosi ... 57

14. Penilaian pengunjung terhadap sarana dan prasarana TNGGP ... 58

15. Segmentasi pasar TNGGP berdasarkan aspek demografis ... 63

16. Segmentasi pasar TNGGP berdasarkan aspek geografis ... 64

17. Segmentasi pasar TNGGP berdasarkan aspek psikografi ... 64

18. Formulasi strategi promosi ekowisata di TNGGP ... 80

19. Faktor strategis internal terhadap promosi ekowisata di TNGGP ... 82

20. Faktor strategis eksternal terhadap promosi ekowisata di TNGGP ... 83

(17)

DAFTAR GAMBAR

1. Konseptual pengembangan ekowisata ... 5

2. Kerangka pemikiran ... 6

3. Bauran pemasaran ... 11

4. Kedudukan promosi terhadap permintaan ... 12

5. Pengaruh promosi terhadap permintaan ... 13

6. Efektivitas dari setiap komponen bauran promosi ... 16

7. Model matriks Grand Strategy ... 29

8. Peta lokasi penelitian... 33

9. Persentase jumlah pengunjung TNGGP berdasarkan pintu masuk ... 42

10. Komposisi pengunjung TNGGP berdasarkan tujuan kedatangannya ... 43

11. Struktur organisasi balai TNGGP ... 44

12. Beberapa sampul buku mengenai kegiatan ekowisata di TNGGP ... 47

13. Beberapa leaflet tentang TNGGP ... 47

14. Persentase komposisi topik tulisan mengenai TNGGP ... 50

15. Website TNGGP ... 52

16. Bahan promosi Kab. Cianjur, Bogor, Sukabumi ... 53

17. Beberapa biro perjalanan wisata ... 55

18. Persentase sumber informasi obyek wisata di TNGGP ... 57

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Panduan wawancara pengunjung aktual ... 92

2. Panduan wawancara pengunjung potensial ... 93

3. Panduan wawancara dengan pengelola TNGGP ... 94

4. Daftar judul pemberitaan TNGGP di media massa ... 95

5. Guntingan beberapa media cetak mengenai TNGGP ... 96

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu dari lima Taman Nasional yang pertama kali diumumkan di Indonesia pada tahun 1980 oleh Menteri Pertanian dan ditetapkan dengan SK Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982 meliputi luas 15.196 ha. Pada tahun 2003 melalui SK Menteri Kehutanan No. 174/KPTS-II/2003 dilakukan perluasan dari 15.196 ha menjadi 21.975 ha. Perluasan dilakukan mengingat kawasan disekitar TNGGP merupakan habitat dan daerah jelajah beberapa jenis satwa langka dan dilindungi seperti Surili, Owajawa, Macan Tutul dan beberapa jenis burung yang perlu dilindungi dan dilestarikan.

Departemen Kehutanan telah menunjuk 21 Taman Nasional sebagai Taman Nasional Model, dan salah satunya adalah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Sebagai Taman Nasional Model, diharapkan suatu saat TNGGP menjadi taman nasional yang mandiri, yang mampu mengelola secara langsung Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan pemasukan yang sah, sehingga dapat dikelola secara lestari, efektif dan efisien. Berbagai kegiatan telah dilakukan oleh Balai TNGGP dalam upaya menuju kemandiriannya. Terdapat tiga hal penting yang merupakan fokus perencanaan berkaitan dengan keberadaan TNGGP sebagai taman nasional model yaitu ekowisata, pendidikan konservasi dan penelitian.

(20)

wisata minat khusus (alternative tourism). Pada wisatawan minat khusus, wisatawan menginginkan perjalanan yang lebih bermakna, berkualitas dan menambah pengalaman hidupnya serta memperoleh pengetahuan baru.

TNGGP mempunyai potensi ekowisata yang tinggi antara lain keindahan alam (gunung, panorama alam, dll); gejala alam (kawah, air panas, air terjun, dll); keutuhan (udara sejuk, kenyamanan, dll); keanekaragaman hayati (tumbuhan dan satwa); keunikan alam (danau, rawa pegunungan, padang rumput edelweis, dll), situs budaya. Potensi ekowisata yang dimiliki TNGGP harus dikenalkan kepada publik melalui kegiatan promosi. Promosi merupakan bagian dari bauran pemasaran (Marketing Mix). Menurut Kotler (1997) promosi merupakan usaha pengkomunikasian informasi dari produsen kepada konsumen sedemikian rupa agar menarik minat konsumen untuk membeli barang/jasa yang ditawarkan produsen. Promosi kegiatan ekowisata di TNGGP dilakukan selain untuk menarik pengunjung yang akan menikmati keindahan alam TNGGP juga menarik mitra berinvestasi dalam kegiatan ekowisata.

Pertumbuhan ekowisata yang diduga lebih pesat dari wisata lainnya, terutama selama beberapa tahun terakhir ini membuat promosi ekowisata menjadi penting, karena negara yang tidak mempromosikan atraksi alamnya kemungkinan besar akan kehilangan kesempatan dalam pasar ekowisata yang terus tumbuh (Durst&Ingram 1998 diacu dalam Fennel 1999). Berdasarkan laporan World Travel Tourism Council (WTTC) tahun 2004, pertumbuhan rata-rata ekowisata sebesar 10% per tahun. Angka tersebut lebih tinggi dibanding pertumbuhan rata-rata per tahun untuk pariwisata pada umumnya yaitu sebesar 4,6% per tahun.

(21)

1.2. Perumusan Masalah

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan kawasan pelestarian alam yang kaya dengan obyek wisata baik itu flora, fauna, ekosistem, budaya, dan sudah lama dikunjungi wisatawan. TNGGP memiliki berbagai fungsi yaitu fungsi perlindungan dan pelestarian, fungsi pendidikan, pengetahuan dan kebudayaan, serta fungsi rekreasi dan pariwisata, dengan demikian jenis wisata yang paling sesuai untuk dikembangkan di taman nasional adalah ekowisata. Ekowisata merupakan bentuk pariwisata yang dilakukan di daerah/kawasan alami yang menitikberatkan pada lingkungan, pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal dan adanya penghargaan terhadap budaya masyarakat lokal.

Kawasan TNGGP yang memiliki potensi sumberdaya alam yang menjanjikan diharapkan dapat diusahakan kegiatan ekowisata sehingga mengatasi berbagai permasalahan kawasan yang dihadapi pengelola. Pengembangan ekowisata di TNGGP bukan merupakan hal yang baru tetapi sampai saat ini masih mengalami banyak masalah, dari aspek pengelolaan, SDM, sarana dan prasarana, keterlibatan masyarakat lokal, maupun pengunjung. Berbagai kegiatan telah dilakukan oleh TNGGP untuk mengembangkan kegiatan ekowisata, salah satunya adalah melalui kegiatan promosi.

Keberhasilan pengembangan ekowisata pada kawasan taman nasional sangat bergantung pada upaya promosi yang dilakukan oleh pengelola, karena dengan promosi orang akan tahu dan akhirnya akan datang untuk mengujungi. Menurut Charty (1981) konsumen tidak akan membeli suatu produk/jasa apabila mereka tidak pernah mendengar atau mengalami produk/jasa tersebut. Sehingga informasi mengenai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan segala potensinya harus sampai kepada orang-orang yang memang berminat dengan wisata yang bersifat khusus ini.

(22)

sebagian kecil masyarakat dan belum mencapai kelompok dalam masyarakat yang diharapkan menjadi konsumen dari kegiatan ekowisata di TNGGP.

Selain itu pelaksanaan promosi yang telah dilakukan selama ini belum didukung oleh mitra-mitra yang diharapkan dapat berinvestasi dalam pengembangan kegiatan ekowisata. Selama ini kegiatan promosi yang dilaksanakan masih sangat kurang dan belum mempertimbangkan strategi bauran promosi sehingga masih kurang mengenai sasaran, maka diperlukan strategi promosi yang tepat.

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Melakukan evaluasi terhadap kegiatan promosi yang telah dilakukan

2. Menyusun strategi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dalam pengembangan promosi kegiatan ekowisata.

1.4. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengelola Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dalam melaksanakan promosi kegiatan ekowisata.

1.5. Kerangka Pemikiran

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebagai Taman Nasional Model yang diharapkan menjadi TN Mandiri, dituntut untuk dapat mengembangkan sumber-sumber ekonomi yang dapat memberikan masukan dana bagi penyelenggaraan pengelolaan secara mandiri. Pengembangan ekowisata dipandang sebagai langkah tepat untuk mencapai tujuan tersebut.

(23)

Potensi ekowisata di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango berupa keindahan alam, gejala alam, keanekaragaman hayati, keunikan alam dan situs budaya merupakan daya tarik yang dapat ditawarkan kepada masyarakat. Upaya untuk mengenalkan ekowisata harus didukung dengan ketersediaan informasi yang akurat, komunikatif dan mudah didapat. Berbagai informasi dan atraksi ekowisata perlu ditampilkan dengan visualisasi yang menarik dalam kemasan yang sederhana dan mudah dimengerti. Promosi merupakan jalan keluar untuk masalah diatas, karena dengan promosi dapat menyampaikan informasi tentang kegiatan wisata yang ditawarkan.

Untuk mengetahui strategi promosi yang tepat digunakan analisis pendekatan SWOT. Secara detail kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 2.

SUPPLY DEMAND

SUPRA&INFRA STRUKTUR

PENGEMBANGAN EKOWISATA

(24)

“Supply” “Demand”

“Supra&Infra Struktur”

Gambar 2 Kerangka pemikiran. POTENSI

EKOWISATA di TNGGP

Pengunjung

Aktual Potensial

evaluasi

Sarpras

Analisis SWOT

TN MODEL-TN MANDIRI

Mitra-mitra Taman Nasional

Strategi Promosi Ekowisata

Kebijakan

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekowisata

Kegiatan wisata alam mencakup banyak kegiatan, dari kegiatan menikmati pemandangan dan kehidupan liar yang relatif pasif hingga kegiatan fisik yang menguras tenaga seperti wisata petualangan yang mengandung resiko. Kegiatan wisata alam ini dapat bersifat konsumtif atau non-konsumtif serta dapat bersifat berkelanjutan maupun tidak berkelanjutan. Hanya sedikit jenis kegiatan wisata yang memberikan sumbangan posistif terhadap upaya pelestarian alam. Jenis wisata yang sedikit inilah yang kemudian membentuk ekowisata (Goodwin, 1996).

Ekowisata diperkenalkan pertama kali oleh Ceballos-Lascurain (1983) yang mendefinisikan bahwa ekowisata sebagai kunjungan ke daerah-daerah yang masih bersifat alami yang relatif masih belum terganggu dan terpolusi dengan tujuan spesifik untuk belajar, mengagumi dan menikmati pemandangan alam dengan tumbuhan satwa liarnya serta budaya (baik masa lalu maupun sekarang) yang ada ditempat tersebut.

Sepuluh tahun kemudian Ceballos-Lascurain (1993) meninjau ulang batasan

yang dirumuskan dengan menambahkan ”untuk mempromosikan konservasi, dampak

negatif yang diakibatkan oleh pengunjung rendah dan masyarakat terlibat secara

ekonomi dalam penyelenggaraannya”. Hingga tahun 1999, Fennel (2001) mengkaji

bahwa terdapat 85 batasan pengertian ekowisata yang menghasilkan definisi ekowisata dengan 6 unsur, yaitu : konservasi, edukasi, etika, pembangunan berkelanjutan, dampak dan local benefit.

Pengertian baru ekowisata hasil olahan yang dikaji dari 45 pakar, terdiri dari 31 pakar mancanegara dan 14 pakar nasional, mengindikasikan bahwa ada tiga kelompok konsep ekowisata, yaitu :

(26)

2. Tahun 1991-2000 menekankan pada : mengurangi dampak negatif lingkungan,

penghasilan masyarakat lokal, perjalanan kerja yang bertanggung jawab dan budaya.

3. Tahun 2001-2005 menitikberatkan pada : mengurangi dampak negatif lingkungan, sustainable development, dan penghasilan masyarakat lokal. (Hengky, 2006)

Menurut Linberg (1993) definisi ekowisata adalah perjalanan bertanggungjawab ke wilayah-wilayah alami yang melindungi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Boo (1990) mendefinisikan ekowisata sebagai perjalanan wisata alam yang mendorong usaha pelestarian dan pembangunan berkelanjutan, memadukan pelestarian dengan pembangunan ekonomi dan memberikan dana yang lebih banyak untuk taman-taman, membuka lapangan kerja baru bagi penduduk setempat dan pendidikan lingkungan bagi para pengunjung.

Ekowisata dapat dipandang sebagai suatu strategi baru untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan yang mendorong pemeliharaan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang sekaligus bermanfaat bagi masyarakat setempat. Dengan demikian ekowisata adalah bentuk wisata yang gejalanya terlihat dalam bentuk perjalanan yang tidak mengganggu lingkungan alam sebagai sumber apresiasi dan kekaguman (Mardjuka, 1995).

Perhatian terhadap ekowisata yang semakin berkembang disebabkan karena adanya perubahan permintaan dan pilihan wisatawan dalam berwisata. Menurut Kusler (1991) fenomena ini timbul karena beberapa hal sebagai berikut :

Peningkatan ketertarikan terhadap lingkungan, spesies-spesies flora dan fauna yang unik dan langka serta ciri-ciri alam lainnya

Ketidakpuasan terhadap keramaian yang terjadi di pusat-pusat wisata tradisional

Keinginan untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru

(27)

Obyek ekowisata yang diinginkan oleh ekowisatawan sangat bervariasi, dari keadaan alam yang masih sangat asli sampai yang sudah mendapat sedikit campurtangan manusia dalam bentuk pembangunan yang sederhana selaras dengan alam. Saat ini, tempat seperti ini di Indonesia hanya dapat ditemui di kawasan yang dilindungi milik negara/pemerintah. Di luar negeri kawasan seperti ini ada yang merupakan milik perorangan/swasta.

Kusler (1991) menyatakan bahwa untuk pengembangan ekowisata perlu didukung oleh peningkatan sarana dan prasarana seperti jalan, penginapan, transportasi kerjasama pemerintah dengan pihak swasta serta promosi dan publikasi oleh berbagai instansi terkait.

2.2. Taman Nasional

Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya mendefinisikan Taman Nasional sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.

Ditjen PHPA (1986) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip pokok pengertian taman nasional menurut IUCN adalah :

1. Kawasan taman nasional harus relatif cukup luas

2. Taman nasional harus memiliki sumberdaya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan atau binatang, ekosistem maupun gejala alam yang masih utuh dan alami

3. Satu atau beberapa ekosistem yang terdapat didalamnya secara materi/fisik tidak diubah oleh eksploitasi dan pendudukan manusia

(28)

5. Adanya kemungkinan pengembangan pariwisata sehingga dapat terbuka untuk

umum dengan persyaratan khusus untuk tujuan inspirasi, edukasi, kultural dan rekreasi.

MacKinnon et al. (1983) mendefinisikan taman nasional sebagai kawasan yang diperuntukkan bagi perlindungan kawasan alami dan pemandangan indah serta memiliki nilai bagi pemanfaatan ilmiah, pendidikan dan rekreasi.

Fungsi utama taman nasional adalah :

1. Menjaga keseimbangan ekosistem dan melindungi sistem penyangga kehidupan 2. Melindungi keanekaragaman jenis dan mengupayakan manfaat sebagai sumber

plasma nutfah

3. Menyediakan sarana penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan

4. Memenuhi kebutuhan sarana wisata alam dan melestarikan budaya setempat 5. Merupakan bagian dari pengembangan daerah setempat

Pengembangan pariwisata di taman nasional saat ini lebih dimaksudkan sebagai upaya mendukung misi konservasi hutan berikut keanekaragaman hayatinya. Pengembangan pariwisata hutan juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat lokal yang berdiam di dalam dan sekitar kawasan.

Dalam Pedoman Pengembangan Pariwisata Alam di Taman Nasional (Departemen Kehutanan, 2001) disebutkan bahwa pengembangan wisata alam di taman nasional terkait dengan sektor lainnya sehingga untuk menjamin kesinambungan pemanfaatan taman nasional untuk pariwisata para pengelola taman nasional diharapkan dapat membangun jejaring kerja maupun mempromosikan obyek daerah tujuan wisata alam. Pihak-pihak terkait tersebut adalah biro perjalanan wisata, tour operator, perhotelan dan sebagainya. Selain itu perlu juga mengidentifikasi peran dari pihak terkait dalam pelaksanaan pemanfaatan obyek wisata alam.

2.3. Strategi

(29)

merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumberdaya.

Learned et al. (1965) dalam Rangkuti (2006) mendefinisikan strategi merupakan alat untuk menciptakan keunggulan bersaing. Dengan demikian salah satu fokus strategi adalah memutuskan apakah bisnis tersebut harus ada atau tidak ada. Argyris (1985), Mintzberg (1979), Steiner dan Miner (1997) dalam Rangkuti (2006) menyatakan bahwa strategi adalah respon secara terus menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi.

2.4. Promosi

Promosi merupakan bagian dari bauran pemasaran (Marketing Mix). Menurut Kotler (1997) bauran pemasaran merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mencapai sasaran pemasaran. Alat-alat pemasaran dalam bauran pemasaran dikenal sebagai 4P, yaitu promosi (promotion), produk (product), harga (price) dan tempat (place). Pada Gambar 3 dapat dilihat struktur bauran pemasaran menurut Cooper et al. (1990).

Gambar 3 Bauran pemasaran.

Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapat perhatian, dimiliki atau digunakan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Reime & Hawkins (1997) dalam Heath et al. (1992) menyatakan bahwa dalam bidang wisata yang dimaksud produk adalah total spektrum dari berbagai

Produk Harga Promosi Tempat

(30)

pengalaman, akomodasi, sumberdaya alam dan sumber daya lainnya, pertunjukkan, transportasi, makanan dan minuman, rekreasi serta daya tarik lainnya.

Baud-Bovy (1982) dalam Heath (1992) menyatakan bahwa produk wisata adalah keseluruhan dari berbagai fasilitas dan pelayanan wisata disuatu daerah tertentu yang dimanfaatkan oleh wisatawan. Komponennya adalah sumberdaya daerah tujuan, fasilitas dan transport dari rumah ke tempat tujuan.

Komponen lain dari bauran pemasaran adalah harga. Tapi dalam bidang wisata tidak selalu harga yang lebih tinggi akan mengurangi jumlah permintaan karena ada wisatawan yang lebih mempertimbangkan aspek lain dari bauran pemasaran selain harga. Banyak wisatawan yang mau membayar lebih untuk wisata yang berkualitas. Unsur tempat dalam promosi bahwa tempat yang disediaan oleh penjual akan dipandang sebagai kemudahan memperoleh produk yang dibutuhkan pembeli.

Komponen lain dalam bauran pemasaran adalah promosi. Kotler (1997) menjelaskan bahwa promosi merupakan usaha pengkomunikasian informasi dari produsen kepada konsumen sedemukian rupa agar menarik minat konsumen untuk membeli barang atau jasa yang ditawarkan produsen atau penjual. Konsumen tidak akan membeli suatu produk/jasa apabila mereka tidak pernah mendengar atau mengalami tertang produk/jasa tersebut (Carthy, 1981). Adapun kedudukan promosi dalam sistem pemasaran dapat dilihat pada Gambar 4.

Riset Pemasaran

Konsumen

Komunikasi

Promosi

Tanggapan

Produk

Harga Distribusi

Tanggapan (waktu/usaha)

Produsen Konsumen

Bauran pemasaran yang ditawarkan

(31)

Fungsi promosi dalam strategi pemasaran terutama untuk mendorong transaksi. Menurut Luck dan Ferrel (1985) dalam Heath (1992) promosi mendorong pembeli dalam hal ini wisatawan pada suatu keputusan dengan memberikan aliran informasi yang dapat mempengaruhi pembeli. Dalam bidang pariwisata promosi juga berfungsi untuk membina hubungan yang efektif dengan para konsumen agar mereka memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang keberadaan suatu produk wisata. Promosi dapat mengembangkan nilai positif dari suatu produk wisata sehingga harga menjadi inelastis yang berarti produk lebih dapat bertahan terhadap kenaikan harga dan tidak perlu khawatir untuk menaikkan harga. Cooper et al. (1999) menggambarkan pengaruh promosi terhadap permintaan seperti tampak pada Gambar 5.

Gambar 5 Pengaruh promosi terhadap permintaan

Menurut Heath (1992) tujuan promosi wisata adalah : 1. Menarik turis ke kawasan wisata

2. Menjaga nilai kawasan sebagai daerah tujuan wisata

3. Menyampaikan informasi tentang kegiatan wisata yang ditawarkan 4. Membangun unit bisnis wisata yang saling mendukung

5. Memperbaiki informasi tidak tepat/tidak lengkap tentang kegiatan wisata yang ditawarkan

Q2 Q3 kuantitas

harga harga

Permintaan meningkat dengan semakin banyaknya perhatian

Permintaan menjadi semakin inelastis karena perbaikan imej

kuantitas Q2

Q1

(32)

Istilah strategi bauran yang dikenal dalam promosi merupakan metode kegiatan komunikasi yang digunakan perusahaan agar seseorang mau melakukan kegiatan pembelian atau pertukaran dalam pemasaran. Cooper et al. (1999) menyatakan terdapat empat komponen dalam bauran promosi yaitu :

a. Periklanan

Periklanan merupakan suatu cara yang tepat untuk memberitakan hasil produk kepada konsumen yang sama sekali belum mereka kenal, dengan tujuan menginformasikan, membujuk atau mengingatkan. Menurut Yoeti (1996), periklanan adalah setiap bentuk penyajian yang sifatnya tidak pribadi dan promosi daripada barang-barang dan jasa yang dipungut bayaran oleh sponsor. Tujuan periklanan dalam pemasaran jasa adalah untuk membangun kesadaran terhadap keberadaan jasa yang ditawarkan, untuk menambah pengetahuan konsumen tentang jasa yang ditawarkan, untuk membujuk calon customer untuk membeli atau menggunakan jasa tersebut, dan untuk membedakan diri perusahaan satu dengan perusahaan lain yang mendukung posisi jasa (Kotler, 1997).

b. Promosi Penjualan

Menurut Kotler (1997), promosi penjualan terdiri dari kumpulan kiat intensif yang beragam, kebanyakan berjangka pendek, yang dirancang untuk mendorong pembelian suatu produk/jasa tertentu yang lebih cepat dan lebih besar oleh konsumen. Promosi penjualan merupakan semua kegiatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan arus barang atau jasa dari produsen sampai pada penjualan akhirnya. Kiat promosi penjualan bagi konsumen dimaksudkan untuk mendorong pembelian yang lebih besar, sedang bagi tenaga penjualan untuk mendorong dukungan terhadap produk/jasa yang baru, dan mendorong lebih banyak lagi calon pelanggan.

c. Penjualan Pribadi

(33)

dapat secara langsung menyesuaikan penawaran penjualan dengan kebutuhan dan perilaku masing-masing calon pembeli. Selain itu, tenaga penjual juga dapat segera mengetahui reaksi calon pembeli terhadap penawaran penjualan, sehingga dapat mengadakan penyesuaian-penyesuaian di tempat pada saat itu juga. Penjualan pribadi mengharapkan terciptanya suatu kedekatan antara perusahaan dengan pembeli sehingga perusahaan akan lebih mudah untuk menawarkan produk/jasa.

d. Hubungan masyarakat

Perusahaan tidak hanya harus berhubungan secara konstruktif dengan pelanggan, pemasok dan penyalur, tetapi juga harus berhubungan dengan kumpulan kepentingan masyarakat yang besar. Hubungan masyarakat adalah berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan dan atau melindungi citra perusahaan atau produk individualnya, berhubungan dengan komunikasi massa, tanpa dipungut biaya atau diidentifikasikan sebagai bagian dari sponsor tertentu (Ray, 1982). Tabel 1 menyajikan bentuk media dari setiap komponen bauran promosi.

Tabel 1 Bentuk media dari setiap komponen bauran promosi

Periklanan Promosi Penjualan Hubungan Masyarakat

(34)

Gambar 6 Efektivitas dari setiap komponen bauran promosi

Penyusunan strategi promosi atau bentuk bauran promosi yang tepat harus memperhatikan faktor-faktor yang dapat berpengaruh dalam pemilihan strategi atau bentuk bauran tersebut. Menurut Stanton (1993) dan Kotler (1997) beberapa faktor yang mempengaruhi strategi bauran promosi adalah sebagai berikut :

1. Jumlah dana yang tersedia

Perusahaan yang memiliki dana besar kegiatan promosinya dapat lebih efektif dibanding perusahaan yang sumber dananya terbatas

2. Karakteristik produk

Produk wisata adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh wisatawan sejak meninggalkan tempat tinggalnya untuk berwisata sampai kembali ke tempat tinggalnya. Unsur-unsur produk wisata dapat berupa barang maupun jasa.

3. Karakteristik pasar

Karakteristik pasar sangat berpengaruh dalam penyusunan bauran promosi melalui empat hal, yaitu luas geografi pasar, konsentrasi pasar, jumlah jenis pembeli potensial dan jenis pelanggan.

4. Pelanggan

Terdapat dua hal yang harus diperhatikan, yaitu :

tahu faham yakin tindakan

Promosi penjualan Penjualan secara pribadi

Efektivitas

Hubungan masyarakat

(35)

a. Strategi yang ingin digunakan merupakan strategi mendorong atau menarik.

Strategi mendorong menggunakan wiraniaga dan promosi penjualan untuk melewati saluran-saluran, sedang strategi menarik menggunakan banyak dana untuk periklanan dan promosi kepada konsumen.

b. Tahap kesiapan membeli. Strategi promosi bervariasi dalam efektivitas biaya pada tahap-tahap kesiapan pembelian yang berbeda. Pada tahap kesadaran atau tahap awal proses keputusan, periklanan dan publisitas memegang peranan penting. Pada tahap pemesanan/pembelian, penjualan pribadi dan promosi penjualan lebih penting daripada periklanan dan publisitas.

5. Pesaing

Strategi promosi ditentukan dengan mempertimbangkan kegiatan promosi yang dilakukan pesaing juga menyesuaikan dengan tingkat persaingan yang ada dalam industri tersebut.

6. Tahap daur hidup produk

Pada tahap perkenalan, iklan dan publisitas memiliki efektivitas biaya yang tinggi, diikuti promosi perkenalan dan promosi langsung. Pada tahap pertumbuhan, semua komponen bauran promosi dapat diperlambat karena promosi akan berjalan dari mulut ke mulut. Pada tahap dewasa, promosi pengenalan, periklanan dan promosi langsung menjadi semakin bertambah penting secara berturut-turut. Sedang pada tahap kemunduran, promosi pengenalan harus diperkuat sedang iklan dan publisitas dikurangi.

7. Bauran pemasaran

Produk/jasa dengan harga yang tinggi pada umumnya dapat diidentikkan dengan pelayanan yang baik, dengan demikian promosi yang tepat adalah melalui periklanan. Dalam sistem pendistribusian langsung maka penggunaan promosi langsung merupakan hal yang tepat. Apabila saluran distribusinya panjang maka dalam berpromosi diperlukan iklan.

Heath (1992) mengemukakan bahwa dalam mengembangkan strategi promosi wisata langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

(36)

2. Mengenali tujuan promosi

3. Memperkirakan dana yang diperlukan untuk promosi

4. Memperkirakan bauran promosi dengan mempertimbangkan beberapa faktor yaitu faktor produk, faktor pasar, faktor wisatawan, faktor biaya, faktor bauran pemasaran.

2.5. Segmentasi Pasar

Pemasaran produk wisata sangat didasarkan pada pemahaman bahwa secara keseluruhan pangsa pasar adalah tersegmentasi. Segmentasi pasar merupakan konsep pokok yang mendasari strategi pemasaran suatu produk dan alokasi sumberdaya yang harus dilakukan dalam rangka mengimplementasikan program dan strategi pemasaran (Chandra, 2000). Sebuah produk wisata akan memiliki keunggulan kompetitif jika produk wisata tersebut menawarkan atribut-atribut determinan (yang penting dan dinilai unik oleh pasar/pengunjung). Untuk itu langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan analisis segmentasi pasar.

Menurut Irawan (1996), segmentasi pasar adalah tindakan membagi pasar menjadi lebih homogen hingga relatif mempunyai kebutuhan dan keinginan yang sama, dan mengelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu :

1. Segmentasi pasar berdasarkan aspek demografis yaitu membagi pasar ke dalam kelompok-kelompok yang didasarkan pada variabel-variabel demografis seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, pekerjaan dan agama.

2. Segmentasi pasar berdasarkan aspek geografis yaitu membagi pasar menjadi

unit-unit geografis, misalnya negara, propinsi, kabupaten, kota, dsb.

3. Segmentasi pasar berdasarkan aspek psikografis yaitu membagi pasar menurut gaya hidup, ciri kepribadian yang meliputi motivasi, frekuensi kunjungan dan bentuk kunjungan wisatawan.

2.6. Produk Wisata

(37)

produk menunjukkan suatu pengertian yang berkaitan dengan obyek fisik yang nyata dan biasanya kita menggunakan istilah produk dan jasa untuk membedakan antara benda nyata dengan obyek yang tidak berwujud. Obyek fisik merupakan alat untuk memberikan jasa (Kotler, 1997).

Menurut Kotler (1997), produk wisata adalah sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar agar orang tertarik perhatiannya, ingin memiliki, memanfaatkan dan mengkonsumsi untuk memenuhi keinginan dan mendapatkan kepuasan. Produk juga merupakan suatu rangkaian jasa yang juga mempunyai segi-segi yang bersifat sosial psikologis dan alam (Suwantoro, 1997).

Produk wisata bukanlah suatu produk yang nyata. Pada dasarnya produk wisata meliputi 3 (tiga) unsur yaitu alam, budaya, serta buatan. Produk wisata juga merupakan gabungan dari berbagai komponen seperti (Suwantoro, 1997) :

1) Atraksi suatu daerah tujuan wisata 2) Fasilitas yang tersedia

3) Aksesibilitas ke dan dari tujuan wisata

Menurut Suwantoro (1997) dan Suyitno (1999), ciri-ciri dari suatu produk wisata yang khas yang membedakan dengan produk pada umumnya adalah :

1) Hasil atau produk wisata tidak dapat dipindahkan.

2) Melibatkan konsumen (wisatawan) dalam proses produksinya.

3) Proses produksi dan konsumsi terjadi pada waktu dan tempat yang sama.

4) Produk wisata tidak menggunakan standar ukuran fisik atau tidak memiliki ukuran kuantitatif

5) Tidak berwujud atau intangible

6) Tidak tahan lama dan mudah kadaluwarsa (perishable)

7) Tidak dapat disimpan (unstorable)

8) Hasil atau produk wisata banyak tergantung pada tenaga manusia dan hanya sedikit yang menggunakan mesin.

9) Produk wisata merupakan usaha yang mengandung resiko besar

(38)

mengandung elemen dasar berupa atraksi, akses, kegiatan, pelayanan, SDM yang telah terlatih dan promosi. Atraksi yang dimaksud dapat berupa :

1. Estetika-geofisik, seperti : pegunungan, pemandangan, air terjun, formasi awan yang unik, kegiatan vulkano, formasi batu-batuan atau geologi, dsb.

2. Ekological-biological, seperti berbagai jenis makhluk hidup, bagian-bagiannya, behaviour-nya, dsb.

3. Sejarah-budaya, seperti konstruksi masyarakatnya, kehidupan budayanya, cerita-cerita rakyat atau mitos, dsb.

4. Rekreasional. Hal ini mencakup berbagai atraksi yang dibangun oleh manusia untuk tujuan entertaiment, seperti museum, teater, kebun binatang, shopping mall, dsb. Namun sumberdaya ini lebih disarankan untuk lokasi di luar kawasan konservasi bukan diareal kawasan konservasi.

Sedangkan menurut Medlik dalam Spillane (2000), produk wisata terdiri dari atraksi wisata di daerah tujuan, fasilitas yang tersedia dan kemudahan-kemudahan pencapaian daerah tujuan wisata dari pasar-pasar sumber wisatawan.

2.7. Wisatawan

Menurut Lindberg (1991) dalam Fennel 1999, ekowisatawan dikelompokkan menjadi 4 atas dasar klasifikasi yang lebih menekankan pada dedikasi, waktu, apa yang diinginkan ekowisatawan dari perjalanan ekowisata, kemana dan dengan cara apa mereka melakukan perjalanan. Keempat tipe dasar ekowisata tersebut adalah : 1) Hard-core nature tourists (ekowisatawan kelas berat) : yaitu ilmuwan, peneliti,

atau peserta program perjalanan yang dirancang untuk pendidikan, pembersihan sampah, atau tujuan lain yang hampir sama.

2) Dedicated nature tourists (ekowisatawan berdedikasi) : orang-orang yang melakukan perjalanan khusus untuk melihat kawasan perlindungan dan yang ingin memahami alam dan budaya lokal.

(39)

4) Casual nature tourists (ekowisatawan biasa) : orang yang mendapatkan

(40)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Waktu yang diperlukan untuk penelitian ini adalah 3 bulan, yaitu bulan Februari-April 2008.

3.2. Batasan Penelitian

Wisata yang dikembangkan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan jenis wisata yang sesuai dengan Peratuan Pemerintah No.18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam dan pengelolaannya diarahkan kepada wisata berkelanjutan (sustainable tourism). Jenis wisata yang ada di TNGGP terdiri dari dua yaitu wisata alam massal dan wisata minat khusus (ekowisata). Wisata yang dimaksud dalam penelitian ini adalah wisata minat khusus yaitu ekowisata.

3.3. Metode Pengumpulan Data

(41)

Tabel 2 Jenis data primer yang digunakan dalam penelitian

1 Program-program kegiatan promosi ekowisata yang sudah dan akan dilaksanakan oleh

2 Permasalahan promosi yang dihadapi dan solusi yang telah diupayakan

3 Persepsi pengunjung terhadap : - Upaya promosi ekowisata - Sarana dan prasarana ekowisata

Observasi lapangan Pengunjung potensial : 30

sebagai modal dalam kegiatan pengembangan kegiatan promosi

6 Kebijakan pengelolaan ekowisata di TNGGP Pengelola TNGGP dan instansi terkait

Panduan wawancara 7 Keberadaan promosi dan kendala-kendala

yang dihadapi

Pengelola TNGGP Studi pustaka

8 Identifikasi exiting mitra TNGGP Pengelola TNGGP Studi Pustaka

Tabel 3 Jenis data sekunder yang digunakan dalam penelitian

Data Sekunder Keterangan iklim, curah hujan, suhu, topografi dan tanah.

Pengelola TNGGP Studi pustaka

2. Kondisi biologis, terdiri : data flora dan fauna Pengelola TNGGP, hasil penelitian terdahulu

Studi pustaka

3. Pengelolaan ekowisata di TNGGP terdiri : pelayanan yang diberikan, kebijakan yang berlaku, jumlah pegawai, kualitas SDM, fasilitas, sarana dan prasarana, bagan organisasi, dll.

Pengelola TNGGP Studi pustaka

4. Aksesibilitas meliputi : jarak tempuh, penggunaan alternatif kendaraan, kondisi jalan

Pengelola TNGGP Studi pustaka

5. Jumlah pengunjung dan fluktuasi pengunjung 6 (lima) tahun terakhir

Pengelola TNGGP Studi pustaka

6. Rencana pengembangan ekowisata yang akan dilakukan

(42)

3.4. Tahapan Penelitian

Ada beberapa tahap penelitian yang dilakukan yaitu :

3.4.1. Tahap pemilihan responden dan nara sumber

3.4.1.1. Pemilihan responden

Pengambilan sampel responden pengunjung dilakukan dengan purposive sampling. Pengambilan secara purposive ini diartikan sebagai pengambilan responden sesuai dengan keadaan yang dikehendaki (Nazir, 1983). Jumlah responden terdiri dari pengunjung aktual sebanyak 100 (seratus) orang dan pengunjung potensial sebanyak 30 (tiga puluh) orang.

Pengunjung aktual adalah pengunjung yang saat penelitian dilaksanakan sedang berada atau berwisata di TNGGP dan diasumsikan sebagai ekoturis. Pengambilan data dari pengunjung aktual dilakukan di tiga pintu masuk Cibodas sebagai pintu utama 60 (enam puluh) responden, pintu masuk Bodogol 25 (dua puluh lima), pintu masuk Gunung Puteri 15 (lima belas) responden. Pengambilan data ini didasarkan pada jumlah pengunjung yang masuk di masing-masing pintu dimana sebagian besar masuk dari pintu utama Cibodas sehingga proporsi sampel terbesar diambil pada pengunjung yang masuk dan atau turun lewat pintu Cibodas.

Pengunjung potensial adalah pengunjung yang saat penelitian dilaksanakan tidak berada atau tidak berwisata di TNGGP akan tetapi berpotensi untuk melakukan perjalanan wisata ke TNGGP. Pengambilan data pengunjung potensial ini dilakukan pada kelompok-kelompok yang berpotensi atau yang menjadi segmen pasar ekowisata seperti peneliti, anak sekolah, mahasiswa, PNS, pegawai swasta, pecinta alam.

3.4.1.2. Narasumber.

(43)

3.4.1.3. Mitra-mitra TNGGP

Pengumpulan data dari mitra-mitra TNGGP dilakukan pada kegiatan-kegiatan wisata dengan melakukan wawancara. Mitra-mitra yang dimaksud antara lain Departemen Perhubungan, Pengelola Bandara, Pengelola Maskapai Penerbangan, Biro Perjalanan Wisata, Pengusaha Hotel dan Wartawan.

3.4.2. Tahap pengumpulan data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan melalui pengamatan langsung dilapangan dan wawancara mendalam. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, publikasi ilmiah, perundang-undangan dan bentuk publikasi lainnya yang terkait dengan penelitian. Pada tahap ini diharapkan diperoleh data yang terkait dengan kegiatan-kegiatan promosi ekowisata yang telah dilakukan.

Sedangkan untuk tahapan pengumpulan data dari narasumber maupun pengunjung dilakukan melalui proses wawancara mendalam. Pengambilan data melalui wawancara ini didasarkan pada alasan bahwa peneliti dapat menggali informasi selengkap mungkin, baik yang tampak maupun tersembunyi. Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara penanya dengan si penjawab, dengan menggunakan alat yang dinamakan panduan wawancara. Panduan wawancara akan merujuk pada obyek penelitian. Metode yang dipilih merupakan wawancara terstruktur dengan menetapkan panduan mengenai aspek-aspek yang diperlukan dengan membatasi skope dan memperluas pertanyaan.

Data yang diambil dari pengunjung meliputi : data sosiodemografi (asal kota, umur, pendidikan, pekerjaan, frekuensi kunjungan dan sumber informasi wisata) serta data psikografi pengunjung (persepsi pengunjung terhadap kondisi fasilitas wisata dan kegiatan pengelolaan, saran-saran pengunjung terhadap pengembangan obyek wisata serta bentuk pengembangan kegiatan promosi ekowisata yang diinginkan).

3.4.3. Pengolahan data

(44)

dimengerti dan ditafsirkan, serta menyusun, memanipulasi dan menyajikan supaya menjadi suatu informasi (Kusmayadi & Sugiarto 2000 : 179). Selain metode analisis deskriptif juga digunakan metode pendekatan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat) untuk menentukan strategi promosi.

3.5. Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan cara tabulasi data dan kemudian dianalisis sesuai dengan jenis data dan tujuan penelitian. Analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut :

3.5.1. Analisis potensi ekowisata yang perlu untuk dipromosikan

Analisis dilakukan dengan mengidentifikasi dan mendeskripsikan obyek-obyek wisata pada tiap pintu, kemudian mengelompokkan jenis wisata menjadi dua yaitu wisata massal dan wisata minat khusus. Langkah selanjutnya adalah membuat suatu pengembangan obyek-obyek wisata yang belum dikembangkan oleh TNGGP untuk dijadikan wisata minat khusus.

3.5.2. Analisis Pengunjung

Analisis dilakukan terhadap karakteristik pengunjung serta saran-saran mereka kegiatan promosi ekowisata di TNGGP. Data yang diperoleh dari pengunjung ini kemudian dibuat dalam bentuk tabulasi dan diuraikan secara deskriptif, sehingga diperoleh hasil akhir berupa bahan pemikiran untuk pengembangan kegiatan promosi ekowisata di TNGGP.

3.5.3. Analisis mitra-mitra TNGGP

Analisis terhadap mitra-mitra TNGGP adalah analisis terhadap keberadaan dan peranserta mitra terhadap promosi ekowisata.

3.5.4. Sintesis

Menurut Eriyatno (2007) sintesis pada intinya merupakan suatu cara berpikir suatu sikap, suatu pendekatan, cara untuk melakukan yang diikuti dengan tindakan untuk mencapai sasaran akhir, untuk menghasilkan materi/substansi. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan pendekatan sistem yang mempunyai karakteristik integrasi, interdisiplin, saling terkait, imajinatif dan menyeluruh.

(45)

pemerintah baik kebijakan di tingkat regional maupun nasional (supra dan infra struktur).

3.5.5. Analisis strategi pengembangan

Untuk merumuskan arahan strategi pengembangan promosi ekowisata digunakan pendekatan SWOT. Menurut Rangkuti (2000), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi. Adapun matriks SWOT disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Matriks SWOT

Faktor Eksternal

Faktor Internal

Kekuatan (strenghts) Kelemahan (weaknesses)

Peluang (opportunities) SO WO

Ancaman (threaths) ST WT

Dalam analisis SWOT, Rangkuti (2000) menggunakan matriks yang akan menghasilkan 4 (empat) set kemungkinan alternatif dari suatu strategi, yaitu ;

Strategi SO : Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mendapatkan peluang yang sebesar-besarnya

Strategi ST : Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang mungkin timbul.

Strategi WO : Berusaha mendapatkan keuntungan dan kesempatan yang ada dengan meminimalkan kelemahan yang ada

(46)

Faktor internal yang mempunyai kekuatan terhadap promosi ekowisata di TNGGP dan kelemahannya akan dikaji di lapangan, begitu pula dengan faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang mempengaruhi kegiatan promosi. Selanjutnya dari analisis ini diperoleh suatu strategi pengembangan promosi yang sesuai dengan harapan untuk mendukung konservasi kawasan dan mendukung kesejahteraan masyarakat lokal secara berkelanjutan.

Formulasi strategi ini disusun berdasarkan analisis yang diperoleh dari penerapan model SWOT dengan tahapan sebagai berikut :

a. Penentuan faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) didalam kegiatan promosi ekowisata

b. Penentuan faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) didalam kegiatan promosi ekowisata

c. Perumusan alternatif strategi pengembangan promosi ekowisata

Untuk pengisian tabel, baik tabel internal maupun tabel eksternal (Tabel 5 dan Tabel 6) dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

a. Melakukan pengisian didalam kolom 1 (berbagai peluang dan ancaman

atau kekuatan dan kelemahan)

b. Melakukan pembobotan pada kolom 2, dengan skala mulai dari 1.0 (paling penting) sampai 0.0 (tidak penting). Semua bobot jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1.00.

c. Melakukan penetapan skor (scooring) pada kolom 3, dimulai dari nilai 0-4 d. Pada kolom 4 akan diperoleh nilai tertimbang yang merupakan hasil

perkalian nilai dengan bobot.

e. Memberikan komentar atau catatan pada kolom 5 mengenai alasan dipilihnya faktor tersebut.

(47)

yang berkepentingan (pengelola) akan memanfaatkan posisi yang kuat atau mengatasi kendala yang ada.

Tabel 5 Rangkuman matriks internal

Faktor Internal Bobot Skor Nilai

Tertimbang

Keterangan

1 2 3 4 5

1. Kekuatan

2. Kelemahan

Jumlah

Tabel 6 Rangkuman matriks eksternal

Faktor Eksternal Bobot Skor Nilai

Tertimbang

Keterangan

1 2 3 4 5

1. Peluang

2. Ancaman

Jumlah

Gambar 7 Model matriks Grand Strategy.

Berbagai Peluang

Berbagai Ancaman

Kekuatan Internal Kelemahan Internal

(48)

Makna masing-masing sel dalam konteks pengembangan ekowisata adalah sebagai berikut :

a. Sel I : Growth (pertumbuhan)

Strategi pertumbuhan didesain untuk mencapai pertumbuhan, baik dalam penjualan, asset, profit atau kombinasi ketiganya (Freddy Rangkuti, 2001:43). Pertumbuhan dalam ekowisata adalah pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan (frekuensi kunjungan dan asal daerah wisatawan), asset (objek dan daya tarik wisata, prasarana dan sarana pendukung), pendapatan (retribusi masuk dan jumlah yang dibelanjakan). Pertumbuhan dalam ekowisata terbagi dua, yaitu :

Rapid Growth Strategy (strategi pertumbuhan cepat), adalah strategi meningkatkan laju pertumbuhan kunjungan wisatawan dengan waktu lebih cepat (tahun ke 2 lebih besar dari tahun ke 1 dan selanjutnya), peningkatan kualitas yang menjadi faktor kekuatan untuk memaksimalkan pemanfaatkan semua peluang.

Stable Growth Strategy (strategi pertumbuhan stabil), adalah strategi mempertahankan pertumbuhan yang ada (kenaikan yang stabil, jangan sampai turun).

b. Sel II : Stability (Stabilitas)

Strategi stabilitas adalah strategi konsolidasi untuk mengurangi kelemahan yang ada, dan mempertahankan pangsa pasar yang sudah dicapai (oka A. Yoeti, 1996:144). Stabilitas diarahkan untuk mempertahankan suatu keadaan dengan berupaya memanfaatkan peluang dan memperbaiki kelemahan. Strategi stabilitas terbagi dua, yaitu :

Agressive Maintenance strategy (strategi perbaikan agresif), adalah strategi konsolidasi internal dengan mengadakan perbaikan-perbaikan berbagai bidang. Perbaikan faktor-faktor kelemahan untuk memaksimalkan pemanfaatan peluang

(49)

c. Sel III : Survival (Bertahan)

Turn around strategy (strategi memutar balik), adalah strategi yang membalikkan kecenderungan-kecenderungan negatif sekarang, yang paling umum tertuju pada pengelolaan.

Guirelle strategy (strategi merubah fungsi), adalah strategi merubah fungsi yang dimiliki dengan fungsi lain yang bener-benar berbeda.

d. Sel IV : Diversifikasi

Strategi penganekaragaman adalah strategi yang membuat keanekaragaman terhadap objek dan daya tarik wisata dan mendapatkan dana investasi dari pihak luar. Strategi penganekaragaman dibagi dua, yaitu :

Diversifikasi concentric strategy (strategi diversifikasi konsentrik), adalah diversifikasi objek dan daya tarik wisata sehingga dapat meminimalisir ancaman.

(50)

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Sejarah dan Status Kawasan

Pemeritah Hindia Belanda pada tahun 1889 menetapkan Kebun Raya Cibodas dan areal hutan diatasnya seluas 240 ha sebagai contoh flora pegunungan pulau jawa sekaligus sebagai cagar alam. Kemudian dengan SK Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 33 tanggal 11 Juni 1919 kawasan tersebut diperluas hingga areal hutan di sekitar air terjun Cibeureum. Kemudian berdasarkan SK Gubernur Jenderal 11 Juli 1919 kawasan ini bertambah luas dengan penambahan hutan lindung di lereng Gunung Gede Pangrango di sekitar desa Cimungkat seluas 56 ha. Berikutnya melalui SK Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.7 tanggal 5 Januari 1925 kawasan puncak Gunung Gede Pangrango, Gunung Gemuruh, Gunung Pangrango, daerah sungai Cibodas, dan sungai Ciwalen yang keseluruhannya meliputi 1040 ha ditetapkan sebagai cagar alam.

Pada akhirnya pada tanggal 6 Maret 1980 Menteri Pertanian melaui SK Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982 menetapkan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan luas 15.196 ha meliputi cagar alam Cibodas, cagar alam Cimungkat, cagar alam Gunung Gede Pangrango dan areal hutan alam dilerengnya serta Taman Hutan Wisata Situ Gunung. Untuk meningkatkan luas kawasan konservasi, pada tahun 2003 melalui SK Menteri Kehutanan No. 174/KPTS-II/2003 dilakukan perluasan dari 15.196 ha menjadi 21.975 ha. Perluasan dilakukan mengingat kawasan disekitar TNGGP merupakan habitat dan daerah jelajah beberapa jenis satwa langka dan dilindungi seperti Surili, Owa jawa, Macan Tutul dan beberapa jenis burung yang perlu dilindungi dan dilestarikan.

4.2. Kondisi Fisik Kawasan

4.2.1. Lokasi, Batas Kawasan dan Aksesibilitas

(51)

Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur. TNGGP mempunyai luas 21.975 Ha dengan batas-batasnya adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Wilayah Kabupaten Cianjur dan Bogor; Sebelah Barat : Wilayah Kabupaten Sukabumi dan Bogor; Sebelah Selatan : Wilayah Kabupaten Sukabumi;

Sebelah Timur : Wilayah Kabupaten Cianjur.

Sumber : Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, tahun 2004 Gambar 8 Peta lokasi penelitian.

(52)

Tabel 7 Informasi pintu masuk wisata ke kawasan TNGGP

Sumber : Balai TNGGP

4.2.2. Topografi dan Geologi

Kawasan TNGGP merupakan rangkaian gunung berapi, terutama Gunung Gede (2958 m dpl) dan Gunung Pangrango (3019 m dpl). Topografi bervariasi mulai dari landai hingga bergunung dengan kisaran ketinggian antara 700 m dan 3000 m dpl. Jurang dengan kedalaman sekitar 70 m banyak dijumpai didalam kedua kawasan tersebut. Sebagian besar kawasan TNGGP merupakan dataran tinggi tanah kering dan sebagian kecil merupakan daerah rawa, terutama di daerah sekitar Cibeureum yaitu Rawa Gayonggong.

Pada bagian selatan kawasan yaitu daerah Situgunung, memiliki kondisi lapangan yang berat karena terdapatnya bukit-bukit (seperti bukit masigit) yang memiliki kemiringan lereng sekitar 20-80 %. Kawasan Gunung Gede yang terletak di bagian timur dihubungkan Gunung Pangrango oleh punggung bukit yang berbentuk

Pintu Masuk/

Cibodas Jakarta-Ciawi/Bogor-Puncak-Cibodas 103 2,5 - Telaga Biru - Air terjun Cibeureum - Pendakian ke Puncak

Gn.Gede dan Gn.Pangrango Bandung-Cianjur-Cipanas-Cibodas 90 3

Gunung Putri Jakarta-Ciawi/Bogor-Puncak-Cipanas-Gn.Putri

115 2,5 - Bumi Perkemahan Bobojong - Pendakian ke Puncak Gn.Gede

dan Gn.Pangrango Bandung-Cianjur-Cipanas-Gn.Putri 93 3,5

Selabintana Jakarta-Ciawi/Bogor-Sukabumi-Selabintana 156 3,5 - Bumi Perkemahan Pondok Halimun

- Air terjun Cibeureum Bandung-Cianjur-Sukabumi-Selabintana 92 3,5

Situgunung Jakarta-Ciawi/Bogor-Cisaat-Situgunung 135 3,5 - Telaga Situgunung - Air terjun Sawer

Bandung-Cianjur-Sukabumi-Cisaat-Situgunung

161 4

Bodogol Jakarta-Ciawi/Bogor-Cicurug-Bodogol 61 2 - Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol

- Air terjun Cipadaranten dan Air terjun Cisuren

Bandung-Cianjur-Puncak-Ciawi/Bogor-Cicurug-Bodogol

125 4,5

(53)

tapal kuda, sepanjang ± 2500 meter dengan sisi-sisinya yang membentuk lereng-lereng curam berlembah menuju dataran Sukabumi, Bogor dan Cianjur.

4.2.3. Tanah

Menurut Peta Tanah Tinjau Propinsi Jawa Barat skala 1:250.000, jenis tanah di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terdiri dari

a. Jenis tanah regosol dan litosol, terdapat pada lereng-lereng pegunungan yang lebih tinggi, berasal dari lava dan batuan hasil kegiatan gunung berapi.

b. Jenis tanah asosiasi andosol dan regosol, pada lereng-lereng pegunungan yang lebih rendah

c. Jenis tanah latosol coklat, pada lereng-lereng yang lebih bawah lagi

4.3.4. Iklim

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim di kawasan ini termasuk tipe A dengan nilai Q antara 5-9. Kawasan TNGGP terletak didaerah terbasah di Pulau Jawa dengan curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 3000 – 4200 mm. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober-Mei dengan curah hujan lebih dari 400mm. Juni-September merupakan bulan kering rata-rata curah hujan 100mm.

4.3.5. Hidrologi

Kawasan TNGGP merupakan daerah tangkapan dan pemasok air yang sangat penting bagi daerah sekitarnya. Debit air yang dihasilkannya yaitu sekitar 8 milyar liter per tahun atau setara dengan 12 trilyun rupiah. Tidak kurang dari 1.075 sungai dan anak sungai yang mendistribusikan air di tiga Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Ciliwung, DAS Citarum dan DAS Cimandiri terdapat di dalam kawasan ini.

4.3. Kondisi Biologis

Terdapat lima tipe ekosistem di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yaitu : 1. Ekosistem Sub Montana terdapat pada ketinggian 1000-1500 mdpl

(54)

4. Ekosistem Kawah 5. Ekosistem Alun-alun

4.3.1. Flora

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat tidak kurang dari 1500 jenis lumut hidup di kawasan pelestarian ini. Pada tahun 1859 Meijr seorang ahli biologi dari Belanda menemukan sekitar 900 jenis tumbuhan berbunga. Kato biologiawan dari Jepang menaksir kekayaan tumbuhan paku di kawasan ini sekitar 400 jenis. Liem peneliti dari Phillipina mengungkapkan bahwa kawasan ini ditumbuhi tidak kurang dari 120 jenis lumut kerak.

Tidak kalah menariknya adalah komposisi dan struktur tumbuhan. Bila kita masuk di kawasan ini bisa menikmati perubahan paling tidak tiga tipe hutan, yaitu tipe Sub Montana (1000 s/d 1400 m dpl), Montana (1500 s/d 2400 m dpl.) dan Sub Alpin (2400 s/d 3019 m dpl.).

Bunga abadi atau edelweis (Anaphalis javanica), banyak digemari sebagai lambang keberhasilan pendakian dan lambang keabadian. Raflesia (Rafflesia rochussenii), banyak mengundang rasa penasaran orang karena langka dan unik serta endemik.

Misteri keunikan bunga sembilan tahun (Strobilanthus cernua) sampai sekarang belum terungkap, bunga ini hanya hidup dan berbunga sembilan tahun sekali. Kantong semar (Nephentes gymnamphora) yang dikenal sebagai “Pembunuh Berdarah Dingin” unik dengan kantung penjebak serangga menggelantung diujung

daun. Perut (Balanophora spp.), Kiaksara (Macodes petola), Pinang Jawa (Pinanga javana), Paku Sutra (Diksonia blumei) dan beberapa jenis lain sudah langka, unik dan menarik.

4.3.2. Fauna

Gambar

Gambar 4  Kedudukan promosi dalam sistem pemasaran.
Tabel 1 Bentuk media dari setiap komponen bauran promosi
Gambar 6  Efektivitas dari setiap komponen bauran promosi
Tabel 2 Jenis data primer yang digunakan dalam penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengkajian Terhadap Strategi Promosi Kegiatan Ekowisata di Taman Nasional Gunung Halimun Maya

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi sejarah pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat di area Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, mengidentifikasi

Jika dievaluasi secara cermat dan mendalam, maka dapat dikatakan bahwa program kerja yang telah dibuat oleh pihak pengelola Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Pengkajian Terhadap Strategi Promosi Kegiatan Ekowisata di Taman Nasional Gunung Halimun Maya

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap 8 anggota marga Piper yang tumbuh di kawasan Hutan Wisata Alam Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesies tumbuhan paku yang berada di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat yang dilakukan pada tanggal 3 -

Untuk melihat sejauh mana minat partisipan berkunjung kembali ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, maka dilakukan pra penelitian dengan menyebar kuisioner kepada 30

Hasil penelitian menunjukkan spesies dalam famili Arecaceae ditemukan di Resort PTN Selabintana-Seksi PTN Wilayah III-Bidang PTN Wilayah II Sukabumi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango