• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan RME dengan Teori Bruner Kelas IV SD N 1 Mrisi Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan RME dengan Teori Bruner Kelas IV SD N 1 Mrisi Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1.1. Hakikat Belajar

Belajar adalah proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai

akibat pengalaman (R.Gagne dalam Ahmad Susanto 2013: 1). Belajar adalah

suatu aktivitas psikis berupa interaksi dengan lingkungan yang menyebabkan

perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap (Winkel dalam

Suyono 2011: 15). Menurut Edworl L Walker (dalam Totok Santoso, 1988: 1) mengatakan bahwa ”belajar adalah perubahan perbuatan sebagai akibat dari pengalaman.

Aktivitas belajar antara lain mengamati, membaca, meniru, mencoba

sendiri, menyimak dan mengikuti arahan (Spears dalam Baharuddin 2010: 13-14).

Selanjutnya prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan Soekanto dan Winataputra

(dalam Baharuddin 2010: 16) :

a. Siswa adalah subjek belajar, untuk itu siswa harus bertindak aktif.

b. Siswa belajar sesuai perkembangan kognitif, bahasa dan emosionalnya.

c. Penguatan yang diberikan selama proses belajar dapat mendorong siswa

belajar dengan baik.

d. Penguasaan setiap langkah yang dilakukan siswa membuat proses belajar

lebih berarti.

e. Motivasi belajar siswa akan meningkat apabila diberi tanggung jawab dan

kepercayaan penuh atas belajarnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan. Belajar adalah serangkaian

aktivitas atau kegiatan yang menimbulkan perubahan pengetahuan, pemahaman,

(2)

2.1.2. Hasil Belajar

Sudjana (2009:22) mengemukakan “Hasil belajar adalah kemampuan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman dari proses belajar mengajar”. Sedangkan menurut (Oemar Hamalik 2006:30, dalam Indra 2009) “Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti”.

Berhubungan dengan kegiatan belajar di sekolah W.S. Winkel (dalam Tarry 2010) mengemukakan bahwa “Hasil belajar adalah prestasi belajar berdasarkan kemampuan internal yang diperoleh sesuai dengan tujuan

instuksional.Hasil belajar itu mengacu pada tujuan instruksional dari pelajarandan

tujuan instruksional itu merupakan tolak ukur yang terus dicapai oleh siswa”.

Hasil belajar menurut Gagne dan Briggs 1979 ( dalam Suprihatiningrum,

2013:37) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat

perbuatan belajar yang diamati melalui penampilan siswa (learner’s

performance). Hal ini dipertegas oleh Reigeluth 1983 ( dalam Suprihatiningrum,

2013 : 37) yang mengatakan bahwa hasil belajar adalah suatu penampilan

(performance) yang diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang

telah diperoleh.Selanjutnya hasil belajar ditentukan dengan pemberian evaluasi.

Menurut Hamalik (2011: 145) evaluasi pengajaran berfungsi menentukan hasil

urutan pengajaran berkaitan dengan penguasaan tujuan pembelajaran yang harus

dicapai siswa.

Hasil belajar hendaknya mencakup tiga aspek (Sudjana, 2011: 22) :

a. ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual meliputi

pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi dan kreasi.

b. ranah afektif, berkenaan dengan sikap meliputi aspek penilaian, partisipasi,

penilaian, organisasi dan internalisasi.

c. ranah psikomotorik, menunjukkan adanya kemampuan fisik seperti gerakan

refleks, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, ketepatan,

(3)

Faktor yang mempengaruhi hasil belajar (Wasliman dalam Ahmad

Susanto 2013: 12-13)

a. Faktor internal, merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta

didik,yang mempengaruhi kemampuan belajarnya.Faktor internal ini

meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap,

kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.

b. Faktor eksternal, merupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik

yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan hasil belajar adalah

kemampuan yang di miliki individu melalui sebuah proses aktivitas belajar untuk

mencapai sebuah tujuan.Hasil belajar mencakup aspek kognitif, afektif,

psikomotorik dan terdapat faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor

internal dan eksternal . Dalam penelitian ini kegiatan pembelajaran mencakup 3

aspek tersebut, namun indikator keberhasilan difokuskan pada ranah kognitif dan

afektif. Data diperoleh dari minat dan hasil belajar siswa.

2.1.3. Minat

Minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan

mengenang beberapa aktifitas.seseorang yang berminat terhadap suatu aktifitas

akan memperhatikan aktifitas itu secara konsisten dengan rasa senang (Syaiful

Bahri Djamarah, 2008 : 166).

Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau

aktifitas,tanpa ada yang menyuruh.Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan

suatu hubungan antara diri sendiri dengan susuatu di luar diri.Semakin kuat atau

dekat hubungan tersebut, semakin besar minat (Slameto dalam Syaiful Bahri

Djamarah, 2008 : 191).

Gagne ( dalam Ahmad Susanto, 2013 : 60) membedakan sebab timbulnya

minat pada diri seseorang kepada dua macam, yaitu minat spontan dan minat

terpola.Minat spontan, yaitu minat yang timbul secara spontan dari dalam diri

seseorang tanpa dipengaruhi oleh pihak luar.adapun minat terpola adalah minat

yang timbul sebagai akibat adanya pengaruh dari kegiatan kegiatan yang

(4)

Elizabeth Hurlock (dalam Ahmad Susanto, 2013 : 62) menyebutkan ada

tujuh ciri minat,yang masing – masing dalam hal ini tidak dibedakan antara cirri

minat secara spontan maupun terpola sebagaimana yang dikemukakan oleh

gagne.Ciri – cirri ini sebagai berikut :

a. Minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental. Minat

di semua bidang berubah selama terjadi perubahan fisik dan mental.

b. Minat tergantung pada kegiatan belajar. Kesiapan belajar merupakan salah

satu penyebab meningkatnya minat seseorang.

c. Minat tergantung pada kesempatan belajar. Kesempatan belajar

merupakan faktor yang sangat berharga, sebab tidak semua orang dapat

menikmatinya.

d. Perkembangan minat mungkin terbatas. Keterbatasan ini mungkin

dikarenakan keadaan fisik yang tidak memungkinkan.

e. Minat dipengaruhi budaya. Budaya sangat mempengaruhi, sebab jika

budaya sudah mulai luntur mungkin minat juga ikut luntur.

f. Minat berbobot emosional. Minat berhubungan dengan perasaan,

maksudnya bila suatu objek dihayati sebagai sesuatu yang sangat berharga,

maka akan timbul perasaan senang yang akhirnya dapat diminatinya.

g. Minat berbobot egosentris, artinya jika seseorang senang terhadap sesuatu,

maka akan timbul hasrat untuk memilikinya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan minat adalah rasa suka dan

ketertarikan seseorang untuk melakukan aktifitas atau sesuatu tanpa ada yang

menyuruh.Minat timbul bukan karena ada paksaan.Dengan timbulnya minat yang

tinggi dalam belajar maka pembelajaran yang dilakukan dapat tercipta dengan

baik.Ketertarikan seseorang dalam memgikuti pemebelajaran sangat berpengaruh

besar pada hasil belajar yang dicapai.

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Minat belajar

Seseorang akan berminat dalam belajar manakala ia dapat merasakan

manfaat terhadap apa yang dipelajari,baik untuk masa kini maupun masa yang

akan datang dan dirasakan ada kesesuaian dengan kebutuhan yang sedang

(5)

tumbuh berkembangnya minat maupun sebaliknya mematikan minat belajar

adalah sebagai berikut :

1) Faktor Internal

Faktor internal adalah factor yang berada dalam diri siswa antara lain :

a) Kematangan

Kematangan dalam diri siswa dipengaruhi oleh pertumbuhan mentalnya.

Mengajarkan sesuatu pada siswa dapat dikatakan berhasil jika taraf pertumbuhan

pribadi telah memungkinkan dan potensi

b) Latihan dan Ulangan

Oleh karena telah terlatih dan sering mengulangi sesuatu, maka kecakapan

dan pengetahuanyang dimiliki siswa dapat menjadi semakin dikuasai. Sebaliknya

tanpa latihan pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki dapat hilang atau

berkurang. Oleh karena latihan dan seringkali mengalami sesuatu, maka seseorang

dapat timbul minatnya pada sesuatu.

c) Motivasi

Motivasi merupakan pendorong bagi siswa untuk melakukan sesuatu.

Motivasi dapat mendorong seseorang, sehingga akhirnya orang itu menjadi

spesialis dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu. Tidak mungkin seseorang mau

berusaha mempelajari sesuatu dengan sebaik-baiknya jika ia tidak mengetahui

betapa penting dan faedahnya hasil yang akan dicapai dari belajarnya bagi dirinya.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah factor yang berasal dari luar diri siswa, antara lain:

a) Faktor Guru

Seorang guru mestinya mampu menumbuhkan dan mengembangkan minat

diri siswa. Segala penampilan seseorang guru yang tersurat dalam kompetensi

guru sangat mempengaruhi sikap guru sendiri dan siswa.

Kompetensi itu terdiri dari kompetensi personal yaitu kompetensi yang

berhubungan dengan kepribadian guru dan kompetensi professional yaitu

kemampuan dalam penguasaan segala seluk beluk materi yang menyangkut

(6)

pengajaran. Hal demikian ini dapat menarik minat siswa untuk belajar, sehingga

mengembangkan minat belajar siswa.

b) Faktor Metode

Minat belajar siswa sangat dipengaruhi metode pengajaran yang

digunakan oleh guru. Menarik tidaknya suatu materi pelajaran tergantung pada

kelihaian guru dalam menggunakan metode yang tepat sehingga siswa akan

timbul minat untuk memperhatikan dan tertarik untuk belajar

c) Faktor Materi Pelajaran

Materi pelajaran yang diberikan atau dipelajari bila bermakna bagi diri

siswa, baik untuk kehidupan masa kini maupun masa yang akan dating

menumbuhkan minat yang besar dalam belajar. (Hamalik , 2006 : 30-32).

Berbagai faktor tersebut saling berhubungan erat dan dapat pula bersama-sama

mempengaruhi minat belajar siswa.

2.1.4.1 Indikator Minat Belajar

Menurut Safari (2005 : 111) definisi konsep minat belajar adalah pilihan

kesenangan dalam melakukan kegiatan dan dapat membangkitkan gairah

seseorang untuk memenuhi kesediaanya dalam belajar. Minat belajar adalah skor

siswa yang diperoleh dari tes minat belajar yang mengukur aspek : (1) kesukaan,

(2) ketertarikan, (3) perhatian, dan (4) keterlibatan. Dari definisi operasional

tersebut dapat disusun kisi-kisi sebagai berikut ini :

1.Kesukaan

a. Gairah siswa saat mengikuti pelajaran matematika

b. Respon siswa saat mengikuti palajaran matematika

2.Ketertarikan

a. Perhatian saat mengikuti pelajaran matemtika di sekolah

b. Konsentrasi siswa saat mengikuti pelajaran matematika

3.Perhatian

a. Keterlibatan siswa dsaat mengikuti pelajaran matematika

b. Kemauan siswa untuk mengerjakan tugas, bertanya kepada yang lebih

mampu jika belum memahami materi dan mencari buku penunjang

(7)

4. Keterlibatan

a. Kesadaran tentang belajar di rumah

b. Langkah siswa setelah ia tidak masuk sekolah

c. Kesadaran siswa untuk mengisi waktu luang

d. Kesadaran siswa untuk bertanya

e. Kesadaran untuk mengikuti les pelajaran matematika

2.1.4.2 Meningkatkan Minat Belajar Siswa

Dalam Sardiman ( 2008 : 95 ) cara membangkitkan minat adalah sebagai

berikut :

a. Membangkitkan adanya suatu kebutuhan.

b. Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau.

c. Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

d. Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar

2.1.5 Hakikat Matematika

Menurut Hudojo (2003:24), “Matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir”. Sedangkan menurut James yang dikutip oleh Erman Suherman (dalam Putra:2013) menyatakan bahwa “Matematika adalah

ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang

berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri”. Dalam pembelajaran Matematika, guru harus berhati-hati dalam menanamkan konsep-konsep

Matematika karena cara berfikir siswa SD masih dalam tahap operasi konkret.

Menurut Johnson dan Myklebust (dalam Abdurrahman, 2003: 252)

"Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk

mengekspresikan hubunganhubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi

teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir". Sedangkan menurut Paling (dalam Hadi Muttaqin Hasyim: 2009) menyatakan bahwa: ”Matematika adalah suatu cara untuk menemukan suatu jawaban terhadap masalah yang dihadapi

manusia, suatu cara menggunakan pengetahuan tentang menghitung dan yang

paling penting adalah memikirkan dalam manusia itu sendiri dalam melihat dan

(8)

Selanjutnya Soedjadi (2000: 11) menyatakan bahwa ada beberapa definisi

atau pengertian Matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya, yaitu

sebagai berikut:

a) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisisr secara

sistematik

b) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi

c) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan

dengan bilangan.

d) Matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang

ruang dan bentuk.

e) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logic

f) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Simpulan hakikat Matematika dari pendapat yang dipaparkan oleh ahli di

atas adalah suatu ilmu pengetahuan yang berfungsi mengembangkan cara berfikir

seseorang dalam mempelajari bentuk, besaran, dan konsep-konsep yang

berhubungan satu dengan yang lainnya dengan bahasa simbolis untuk menemukan

suatu jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia dalam kehidupan

seharihari.

2.1.6. Realistic Mathematics Education (RME)

Pendekatan RME merupakan teori pembelajaran yang dikembangkan dari

pendapat Frudenthal (dalam Wijaya, 2012: 20) bahwa matematika merupakan

aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Menurut pendekatan ini, kelas

matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru ke siswa,

melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui

eksplorasi masalah-masalah nyata. Siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif,

tetapi harus diberi kesempatan menemukan kembali ide dan konsep matematika di

bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali dikembangkan melalui

penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata (Hadi dalam Aisyah, 2007 : 7.3).

Dunia nyata diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar matematika,

seperti kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun

(9)

penting daripada hasil, dalam pendekatan matematika realistik digunakan istilah

matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata.

1. Prinsip RME

Prinsip RME menurut Gravemeijer (dalam Supinah, 2009: 72-74) :

a. Guided Re-invention atau menemukan kembali secara seimbang.

Siswa diberi kesempatan melakukan matematisasi masalah kontekstual

dibantu guru. Siswa didorong membangun sendiri pengetahuan yang akan

diperolehnya. Pembelajaran dimulai dengan masalah kontekstual atau situasi yang

bisa dibayangkan siswa, selanjutnya melalui aktivitas siswa diharapkan dapat

ditemukan sifat, deinisi, teorema atau aturan oleh siswa sendiri.

b. Didactical phenomenology atau fenomena didaktik

Dalam pembelajaran matematika, masalah kontekstual dijadikan sebagai

sarana utama mengawali pembelajaran sehingga memungkinkan siswa dengan

caranya sendiri mencoba memecahkannya. Dalam memecahkan masalah, siswa

diharapkan melangkah ke arah matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal.

De lange (dalam Supinah, 2009: 73) menyebutkan proses matematisasi horisontal

meliputi proses atau langkah-langkah informal yang dilakukan siswa dalam

menyelesaikan suatu masalah (soal), membuat model, skema, menemukan

hubungan dan lain-lain. Sedangkan matematisasi vertikal antara lain meliputi

proses menyatakan suatu hubungan dengan suatu formula (rumus), membuktikan

ketaraturan, membuat berbagai model, merumuskan konsep baru, melakukan

generalisasi dan sebagainya.

c. Self-developed models atau model dibangun sendiri oleh siswa.

Ketika mengerjakan masalah kontekstual, siswa mengembangkan suatu

model. Model diharapkan dibangun sendiri oleh siswa, baik dalam proses

matematisasi horisontal ataupun vertikal. Kebebasan yang diberikan untuk

memecahkan masalah secara mandiri atau kelompok, dengan sendirinya

memungkinkan munculnya berbagai model pemecahan masalah buatan siswa.

Dalam pembelajaran matematika realistik diharapkan terjadi urutan situasi

nyata” → ”model dari situasi itu” → ”model kearah formal” → ”pengetahuan

(10)

2. Karakteristik RME

Karekteristik RME menurut Marpaung (2010 : 1) adalah :

a. Murid aktif, guru aktif

Aktif yang dimaksud adalah aktif berbuat (kegiatan tubuh) dan aktif

berpikir (kegiatan mental). Dalam pembelajaran matematika, salah satu tugas

guru adalah mendorong siswa berpartsipasi aktif berbuat dan berpikir selama

proses pembelajaran. Dalam pembelajaran baik siswa maupun guru mempunyai

tanggung jawab. Siswa bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya, guru

bertanggung jawab pada penciptaan kondisi belajar yang memungkinkan siswa

belajar dengan baik.

b. Pembelajaran dengan menyajikan masalah kontekstual/realistik.

Masalah kontekstual/realistik adalah masalah yang berkaitan dengan dunia

nyata (real) atau situasi yang dapat dibayangkan siswa. Hal ini tentunya sesuai

tingkat perkembangan kognitif siswa, di mana menurut Piaget, usia siswa SD

berada pada tahap operasional konkret.

c. Siswa diberi kesempatan menyelesaikan masalah dengan cara sendiri.

Permasalahan yang diberikan hendaknya permasalahan terbuka, yang

mempunyai lebih dari satu cara penyelesaian. Siswa harus berlatih menemukan

cara sendiri dalam menyelesaikan masalah. Guru tidak perlu mengajari siswa

bagaimana cara menyelesaikan masalah, namun dalam keadaan tertentu guru

dapat membantu siswa dengan memberikan sedikit informasi sebagai petunjuk

yang dapat dipilih siswa untuk dilalui.

d. Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.

Guru perlu menumbuhkan sikap dan motivasi siswa dalam belajar. Salah

satunya dengan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menghargai

anak-anak sebagai manusia.

e. Siswa dapat menyelesaikan masalah secara individu atau dalam kelompok

kecil maupun besar.Dengan belajar bersama akan terjadi interaksi dan saling

(11)

f. Pembelajaran bisa di dalam kelas atau di luar kelas.

Rasa bosan dapat mengurangi ketertarikan berbuat sesuatu, termasuk

untuk berpikir. Untuk itu perlu adanya variasi yang meliputi variasi gaya

mengajar, variasi penggunaan media dan variasi pembelajaran.

g. Guru mendorong terjadinya interaksi siswa

Siswa perlu belajar mengemukakan idenya kepada orang lain, supaya

mendapat masukan berupa informasi melalui refleksi yang dapat digunakan untuk

memperbaiki atau meningkatkan kualitas pemahannya.

h. Siswa bebas memilih modus representasi ketika menyelesaikan suatu masalah.

Pemahaman siswa dapat diamati dari kemampuannya menggunakan

berbagai modus representasi (enaktif, ikonik, simbolik) untuk membantunya

menyelesaikan masalah. Dalam pembelajaran matematika, sebelum diajak ke

level formal, siswa diberi waktu berbuat dengan menggunakan media konkret.

i. Guru bertindak sebagai fasilitator

Selama kegiatan pembelajaran, guru tidak bertugas mengajari siswa,

namun memfasilitasi siswa dalam belajar. Guru bertugas memberi motivasi dan

arahan agar siswa dapat mencari strategi sendiri untuk menyelesaikan masalah.

j. Jangan memarahi siswa jika siswa melakukan kesalahan dalam menyelesaikan

masalah.

Agar siswa tetap termotivasi selama kegiatan pembelajaran, ketika siswa

melakukan kesalahan, guru jangan memberi hukuman yang menimbulkan efek

negatif bagi siswa, namun tetap memberi motivasi agar siswa memiliki sikap

positif dalam belajar.

3. Peran Guru

Menurut Hadi (dalam Aisyah, 2007 : 7.6) peran guru dalam pendekatan

matematika realistik dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Guru berperan sebagai fasilitator belajar.

b. Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif.

c. Guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif memberi

(12)

d. Guru harus secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan masalah-masalah

dari dunia nyata.

e. Guru harus secara aktif mengaitkan kurikulum matematika dengan dunia nyata,

baik fisik maupun sosial.

4. Konsepsi RME

Konsepsi RME tentang siswa, guru, dan pembelajaran matematika :

a. Konsepsi RME tentang siswa :

1) Memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang

mempengaruhi belajar selanjutnya.

2) Memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk

dirinya sendiri.

3) Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan meliputi penambahan,

kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan penolakan.

4) Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari

seperangkat ragam pengalaman.

b. Konsepsi RME tentang guru

1) Guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran.

2) Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif.

3) Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif terlibat

pada proses pembelajaran.

4) Guru tidak terpancang pada materi yang ada di dalam kurikulum, tetapi aktif

mengaitkan kurikulum dengan dunia real, baik fisik maupun sosial.

c. Konsepsi RME tentang pembelajaran matematika

1) Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang real bagi

siswa.

2) Permasalahan yang diberikan harus diarahkan sesuai tujuan yang ingin

dicapai dalam pembelajaran.

3) Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara

informal terhadap persoalan/permasalahan yang diajukan.

4) Pembelajaran berlangsung secara interaktif (Hadi dalam Supinah, 2009 :

(13)

5. Langkah-langkah RME

Secara operasional, menurut Suharta (dalam Suarjana, 2007: 941-942)

terdapat empat langkah dalam pendekatan RME :

a. Pengenalan

Guru memberikan masalah kontekstual kepada siswa, dan memberi waktu

yang cukup untuk memahami masalah serta meminta siswa mengungkapkan

makna masalah dengan kalimat sendiri. Guru mendorong siswa agar berani dan

mau menyampaikan pendapatnya.

b. Eksplorasi

Siswa bekerja secara individual, berpasangan ataupun dalam kelompok

kecil. Siswa membuat terkaan dan mengembangkan strategi-strategi pemecahan

masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan informal ataupun

pengalaman formal. Pada langkah ini, guru mengamati kerja siswa dan

mendorong siswa untuk bekerja. Selanjutnya siswa diberi kesempatan

menyampaikan cara-cara yang dilakukan, sedangkan yang lain menanggapinya.

c. Pengembangan

Siswa dibawa dari matematika horisontal kepada matematika vertikalnya.

Siswa diarahkan untuk menyelesaikan masalah dengan cara formal.

d. Peringkasan

Siswa membuat simpulan mengenai konsep yang dipelajari dan juga

menyelesaikan masalah dengan mengaplikasikan konsep-konsep tersebut.

Berdasarkan uraian tentang pendekatan RME di atas dapat disimpulkan

bahwa dunia nyata digunakan sebagai titik awal pengembangan ide dan konsep

matematika. Dunia nyata mengacu pada situasi yang bisa dibayangkan siswa

sehingga dapat memudahkan memahami konsep-konsep yang sedang dipelajari.

Berdasarkan tahap-tahap pembelajaran RME di atas, langkah-langkah RME

(14)

Tabel 2.1

Langkah Pembelajaran RME

Tahap RME Langkah Pembelajaran

Pengenalan Siswa dikenalkan pada masalah kontekstual

Eksplorasi a. Siswa diberi permasalahan untuk diselesaikan

b. Siswa menyelesaikan masalah dengan cara mereka

sendiri

c. Siswa menyampaikan cara yang mereka gunakan

untuk menyelesaikan masalah, siswa lain

menanggapi

d. Guru memberi respon positif terhadap berbagai

alternatif jawaban siswa

Pengembangan a. Guru memperluas permasalahan

b. Siswa diarahkan menyelesaikan masalah dengan

menggunakan cara formal

Peringkasan a. Siswa membuat simpulan tentang konsep yang

dipelajari

b. Siswa mengerjakan soal dengan mengaplikasikan

konsep yang telah dipelajari

2.1.7. Teori Bruner

Pendekatan Bruner (dalam Dahar, 2006: 75) terhadap belajar didasarkan

pada dua asumsi. Asumsi pertama ialah perolehan pengetahuan merupakan suatu

proses interakif, sehingga bila orang belajar berinteraksi dengan lingkungannya

secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan, tetapi juga dalam orang

itu sendiri. Asumsi kedua adalah orang mengonstruksi pengetahuannya dengan

menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang diperoleh

sebelumnya. Untuk itu disarankan agar siswa belajar melalui partisipasi aktif

dengan melakukan eksperimen yang mengizinkan mereka menemukan

pengetahuan berupa sebuah konsep. Dengan demikian pengetahuan tersebut

(15)

keterampilan kognitifnya untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa

bantuan orang lain. Proses penemuan dilakukan siswa dengan mengotak-atik

benda konkret atau alat peraga untuk membangun suatu konsep, sehingga siswa

melihat langsung keteraturan dan pola struktur benda konkret tersebut. Dalam

penerapannya, penyajian teori Bruner dilakukan dalam 3 tahap :

1. Tahap Enaktif

Pada tahap ini siswa mempelajari matematika menggunakan benda

konkret yang dapat diamati panca indera. Siswa secara langsung terlibat aktif

memanipulasi (mengotak-atik) benda konkret.

2. Tahap Ikonik

Pada tahap ini pengetahuan direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk

bayangan visual (visual imaginery), gambar atau diagram yang menggambarkan

kegiatan kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada tahap enaktif.

3. Tahap simbolik

Siswa tidak lagi terikat dengan benda konkret seperti pada tahap

sebelumnya. Pengetahuan diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol abstrak

berupa simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat),

lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain

(Shadiq, 2011: 37-38)

Selanjutnya, dalam menerapkan ketiga tahapan di atas perlu

memperhatikan dalil Bruner (dalam Aisyah, 2007: 1.9) :

1. Dalil Konstruksi/ Penyusunan

Cara terbaik bagi siswa mempelajari suatu prinsip matematika adalah

melakukan penyusunan dengan bantuan benda-benda konkret sebagai sebuah

reprsentasi dari konsep tersebut. Dengan menggunakan benda konkret akan

memudahkan mereka mengingat konsep yang dipelajari. Dengan demikian, anak

lebih mudah menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat.

2. Dalil Notasi

Representasi dari suatu materi matematika akan lebih mudah dipahami

(16)

3. Dalil Kekontrasan dan Variasi

Suatu konsep matematika akan lebih mudah dipahami siswa bila konsep

dikontraskan dengan konsep yang lain, sehingga tampak perbedaan antara konsep

itu dengan konsep lainnya. Dalam dalil ini juga disebutkan bahwa pemahaman

siswa tentang suatu konsep matematika akan lebih baik apabila konsep itu

dijelaskan menggunakan berbagai contoh yang bervariasi.

4. Dalil Konektivitas/ Pengaitan

Setiap konsep, prinsip dan keterampilan dalam matematika berhubungan

dengan konsep, prinsip dan keterampilan yang lain. Dalam pembelajaran

matematika, tugas guru bukan hanya membantu siswa memahami konsep dan

prinsip serta keterampilan tertentu, tapi juga membantu memahami hubungan

antara konsep, prinsip dan keterampilan tersebut. Dengan memahami hubungan

antara bagian satu dengan bagian lain dari matematika, pemahaman siswa

terhadap struktur dan isi matematika menjadi lebih utuh.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan teori bruner teori adalah

teori pembelajaran yang menggunakan alat peraga, jadi siswa dapat melihat

langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur dalam benda yang sedang

diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian dihubungkan dengan intuitif

yang telah melekat pada diri siswa. Dengan demikian diharapkan siswa dapat

memahami alur berfikir dalam memahami suatu konsep, sehingga siswa akan

lebih menguasai konsep materi yang dipelajari.

2.1.8 Langkah Pembelajaran Pendekatan RME dengan Teori Bruner Dalam penelitian ini langkah pendekatan RME dipadukan dengan tahapan

teori Bruner berbantuan media visual. Langkah Pembelajaranya dapat dilihat

(17)

Table 2.2

Siswa dikenalkan pada masalah

kontekstual/ situasi konkret

Siswa diberi

permasalahan yang

harus diselesaikan

Siswa menyimak permasalahan

yang harus diselesaikan

Siswa mengotak-atik media

gambar dan materi yang ada

Siswa menyampaikan cara yang

mereka gunakan melalui

gambar/diagram, siswa lain

menanggapi

Guru memberi respon

positif terhadap

berbagai alternatif

jawaban siswa

Guru memberi respon positif

terhadap berbagai jawaban siswa

Guru memperluas

permasalahan

Guru memperluas permasalahan

untuk diselesaikan siswa dengan

Siswa menyelesaikan masalah

dengan cara formal tanpa

(18)

formal yang dipelajari

Siswa membuat

simpulan tentang

konsep yang dipelajari

Siswa membuat simpulan

tentang konsep yang dipelajari

Siswa mengerjakan

soal dengan

mengaplikasikan

konsep yang telah

dipelajari

Siswa mengerjakan soal dengan

mengaplikasikan konsep yang

telah dipelajari

2.2 KAJIAN PENELITIAN YANG RELEVAN

Penelitian Murwatik (2009: 36) yang berjudul Meningkatkan aktifitas

belajar siswa kelas IV SD Kutukan 5 melalui teori bruner. Hasil : Dalam

penelitian ini menemukan bahwa tahapan-tahapan penyajian J.Bruner (1) dapat

meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV SD Kutukan 5 dalam mengikuti

pembelajaran bilangan bulat yang ditandai adanya peningkatan aktivitas belajar

siswa dari siklus I sebesar2,1, siklus II menjadi 2,3 dan pada siklus III menjadi 2,4

; (2) meningkatkan rata-rata hasil belajar siswa dalam pelajaran matematika dari

siklus I sebesar 65, siklus II sebesar 69, dan siklus III 80; (3) meningkatkan

keterampilan guru dalam pembelajaran bilangan bulat, yaitu pada siklus I sebesar

1,4, siklus II sebesar 2,0, dan siklus III sebesar 2,6.

Penelitian Sutedjo dan Trimo (2010: 27) dengan judul Meningkatkan

prestasi belajar matematika melalui pendidikan matematika realistic kelas IV

SDN Putat Nganten semester 2 tahun pelajaran 2009/2010.Hasil dari pelitian ini

yaitu : (1) penerapan pendidikan matematika realistik mampu meningkatkan

prestasi belajar matematika, ditandai adanya peningkatan rata-rata prestasi belajar

matematika dari siklus I sebesar 6,64 menjadi 7,6 pada siklus II. Untuk ketuntasan

belajar, siklus I sebesar 70% dan siklus II sebesar 87,5% ; (2) siswa senang,

termotivasi belajar dan memiliki kemampuan mengemukakan gagasan terkait

fenomena yang dikembangkan guru khususnya penerapan dalam kehidupan

(19)

Penelitian dari Kholidin, (2010) dengan judul peningkatan pemahaman

konsep perkalian bilangan cacah melaui pendekatan matematika realistik pada

siswa kelas II SD Negeri lembasari 02 tahun pelajaran 2009/2010 pada mata

pelajaranmatematikatelah dilaksanakan sebanyak dua siklus. Hasil: dari jumlah 30

siswa yang tuntas ada 28 siswa sedangkan yang belum tuntas ada 2 siswa.

Peningkatan rata-rata kelas juga meningkat dari 77 menjadi 84 dengan data nilai

tertinggi 100, dan nilai terendah 40.

Epon Nur’aeni dkk dalam penelitiannya yang berjudul Model Disain Didaktis Pembagian Pecahan Berbasis Pendidikan Matematika Realistik untuk

Siswa Kelas V Sekolah Dasar kesimpulannya adalah hasil pelitian pengembangan

model disain didaktis pembagian pecahan berbasis pendidikan matematika

realistik. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap learning obstacle konsep

operasi pembagian bilangan pecahan pada pembelajaran matematika sekolah

dasar melalui studi pendahuluan yang dilakukan pada siswa kelas V dan kelas VI

di SDN 8 Singaparna Tasikmalaya serta mengujicobakan bahan ajar pembagian

pecahan dalam pembelajaran matematika berbasis pendidikan matematika

realistik pada siswa kelas V SDN Perumnas Cisalak Tasikmalaya.Metode

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Disain Didaktis

(Didactical DesignResearch)..Hasil penelitian ini adalah suatu desain didaktis

alternatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika sekolah dasar

terkait konsep operasi pembagian bilangan pecahan.

Penelitian di atas menjadi landasan bagi peneliti untuk melakukuan

penelitian dengan pendekatan RME dengan teori Bruner guna meningkatkan

minat dan hasil belajar matematika di kelas IV SDN 1 Mrisi

2.3 KERANGKA BERPIKIR

Matematika sering dianggap sulit oleh siswa, karena dalam pembelajaran

guru cenderung membawa siswa ke matematika formal, tanpa mengaitkan dengan

konteks nyata atau situasi yang bisa dibayangkan siswa. Selain itu guru belum

memberi kesempatan siswa mengotak-atik benda konkret untuk menemukan

sendiri konsep matematika yang sedang dipelajari. Akibatnya siswa mudah lupa

(20)

memahami.Pembelajaran berpusat pada guru serta pembelajaran tidak dikaitkan

dengan kehidupan siswa. Gambaran pembelajaran tersebut juga terjadi di kelas IV

SDN 1 Mrisi. Untuk itu perlu diadakan PTK guna meningkatkan kualitas

pembelajaran matematika di kelas tersebut. Berikut kerangka berpikir penelitian

tindakan kelas yang akan dilakukan oleh peneliti :

Keterangan :

2.3.1 Kondisi awal

a. Guru belum menggunakan situasi konkret yang bisa dibayangkan siswa. KONDISI

AWAL

a. Siswa belum berperan aktif dalam pembelajaran

b. Alat peraga belum memfasilitasi.

TINDAKAN

Sintak pendekatan RME dan Bruner :

a. Siswa dikenalkan pada hal hal kontekstual.

b. Siswa megotak- atik alat peraga untuk menyelesaiakan masalah c. Siswa menyampaikan alternative

yang mereka temukan

d. Guru memberikan respon positif terhadap berbagai jawaban siswa e. Guru memperluas permasalahan

untuk di selesaikan siswa dengan cara formal.

f. Siswa menyelesaikan masalah tanpa media konkrit

g. Siswa menyimpulkan konsep h. Siswa mengerjakan soal dengan

mengaplikasikan konsep

a. Kegiatan pembelajaran di kaitkan dengan keseharian siswa

b. Adanya peningkatan minat dan hasil belajar siswa.

KONDISI

(21)

b. Siswa belum aktif bertanya, belum aktif mengeluarkan pendapat dan belum

membangun sendiri konsep matematika yang sedang dipelajari.

c. Dari 16 siswa, 5 siswa (31,25%) nilai ulangan hariannya mencapai KKM, 11

siswa (68,75%) lainnya belum mencapai KKM. Nilai terendah 40, nilai

tertinggi 80 dan nilai rata-rata 63,12.

d. Sebagian siswa tidak memperhatikan pelajaran, bercerita dengan teman,

suasana kelas gaduh.

e. Materi berupa matematika formal, tanpa memuat masalah atau situasi

kontekstual.

2.3.2 Tindakan

Tindakan dalam penelitian menggunakan pendekatan RME dan teori

Bruner. Adapun langkah-langkah pembelajarannya adalah :

a. Siswa dikenalkan pada masalah kontekstual.

b. Siswa diberi waktu memahami masalah.

c. Siswa mengotak-atik alat peraga yang ada untuk menyelesaikan masalah.

d. Siswa menyampaikan alternatif jawaban, siswa lain menanggapi.

e. Guru merespon alternatif jawaban siswa

f. Guru memperluas permasalahan untuk dipecahkan secara formal.

g. Siswa menyelesaikan masalah tanpa bantuan media konkret (dengan gambar).

h. Siswa menyimpulkan konsep yang dipelajari.

i. Siswa mengerjakan soal dengan mengaplikasikan konsep.

2.3.3 Kondisi Akhir

Kondisi akhir dalam penelitian ini adalah kegiatan pemebelajaran

dikaitkan dengan keseharian siswa.Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena

media yang digunakan,sehingga dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa

2.4 HIPOTESIS TINDAKAN

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir, hipotesis tindakan PTK

adalah dengan menggunakan pendekatan RME dan teori Bruner dapat

meningkatkan hasil belajar dan memenuhi ketuntasan belajar matematika di kelas

Gambar

Tabel 2.1 Langkah Pembelajaran RME
Langkah  Table 2.2 Tahap Teori

Referensi

Dokumen terkait

dengan menggunakan symbol, table, diagram, dan media yang lain. Di dalam merancang suatu pembelajaran matematika seorang guru harus. mampu meranncang suatu pembelajaran

Bagi sekolah, sebagai bahan masukan kepustakaan sekolah dan tambahan karya guru, serta memberikan wawasan mengenai metode yang cocok untuk meningkatkan hasil belajar siswa

Dari permasalahan yang ada, peneliti melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan hasil belajar pada mata pelajaran IPS melalui

Jadi dalam suatu proses pembelajaran diharapkan dapat membuat siswa tersebut tertarik, berperan aktif, merasa senang dan tidak ada paksaan saat mengikuti pembelajaran,

Rencana atau skenario pembelajaran tersebut diharapkan terkandung kegiatan yang dapat menumbuhkan minat belajar siswa, seperti model pembelajaran yang inovatif

Untuk itu, perlu dilakukan dengan pemantapan tindakan yaitu mengulang kembali dengan pendekatan problem solving melalui kompetensi dasar yang berbeda sehingga

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi dengan judul ” Upaya Peningkatan Minat Belajar IPS Melalui

Setelah menemukan nama bentuk daun yang dimilikinya guru meminta siswa mencocokan dengan hipotesis awal yang telah ditentukan, apakah jawaban yang diperoleh sesuai