LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II
KESETIMBANGAN UAP-CAIR PADA SISTEM BINER
Nama : Rizka Fithriani Safira Sukma
NIM : 131810301049
Kelompok : 5
Fakultas/ jurusan : MIPA / Kimia Asisten : Nanang Sugiarto
LABORATORIUM KIMIA FISIKA JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Larutan yang mendidih bilamana tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap diluar. Suatu zat cair ketika dipanaskan dalam wadah yang tertutup akan lebih cepat mendidih dibanding dengan zat cair yang dipanaskan dalam wadah terbuka. Hal itu terjadi karena pengaruh tekanan uap cairan, ketika tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap luar saat itulah dikatakan mendidih. Zat cair dalam wadah terbuka, tekanan uap zat cair yang dipanaskan akan naik dan ketika tekanan sama dengan tekanan luar, penguapan dapat terjadi diseluruh bagian cairan dan uap dapat memuai di lingkungannya. Temperatur dimana pada saat mendidih disebut temperatur didih.
Salah satu contoh aplikasi dari percobaan kesetimbangan uap cair ini adalah pembuatan tabung gas LPG. Proses pembuatan tabung gas LPG ini menggunakan prinsip distilasi, yaitu tekanan uap dalam tabung bila semakin besar akan mengubah gas di dalam tabung menjadi cair. Prinsip distilasi yang digunakan sangat penting dipelajari oleh mahasiswa. Karena dengan begitu praktikan akan memperoleh nilai dari densitas dan fraksi mol dari larutan biner dan pengaruhnya antar satu sama lain. Percobaan ini dilakukan untuk dapat mengetahui kesetimbangan uap-cair larutan biner.
1.2 Tujuan
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS) 2.1.1 Akuades
Akuades atau air mempunyai rumus kimia H2O. Air tidak bersifat korosif, iritasi, permeator atupun sensitif untuk mata, kulit atau menelan. Akuades juga tidak berbahaya jika terhirup. Akuades tidak memiliki efek karsinogenik dan mutagenic. Bahan ini tidak mudah terbakar ataupun meledak. Akuades merupakan senyawa netral yang memiliki pH 7, tidak berbau dan tidak berwarna serta tidak berasa. Air mempunyai titik didih 100oC dan merupakan senyawa yang stabil (Anonim, 2015). berbau manis. Etanol memiliki berat molekul 46,0414 g/mol dengan titik leleh- 114,1°C (-387,1 K) dan titik didih 78°C (351 K). Etanol juga merupakan senyawa yang mudah terbakar.Natrium hidroksida sangat berbahaya untuk kulit, mata, dan pernafasan. Pertolongan pertama jika terkena etanol sama seperti pada aceton (Anonim, 2015).
2.2 Dasar Teori
Larutan merupakan suatu campuran yang homogen dan dapat berwujud padatan, maupun cairan. Akan tetapi larutan yang paling umum dijumpai adalah larutan cair, dimana suatu zat tertentu dilarutkan dalam pelarut berwujud cairan yang sesuai hingga konsentrasi tertentu (Brady, 1999).
Pelarut yang mendekati murni, komponennya berperilaku sesuai dengan Hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding dengan fraksi mol. Beberapa larutan menyimpang jauh dari Hukum Roult. Walaupun demikian, dalam hal ini hukum itu semakin dipatuhi jika komponennya berlebih (sebagai pelarut) sehingga mendekati kemurnian. Hukum ini menerangkan pendekatan yang baik untuk pelarut selama larutan ini encer (Atkins, 1994).
O
Gas ideal tidak memiliki gaya intermolekul dalam gas tersebut. Cairan ideal berarti semua gaya intermolekul baik gaya intermolekul pada molekul- molekul sejenis (misal pelarut-pelarut) atau pada molekul yang tidak sejenis (misal pelarut-zat terlarut) adalah sama. Salah satu sifat larutan yang penting adalah tekanan suatu komponen yang terdapat dalam larutan tersebut pada permukaan larutan. Mengetahui besarnya kecenderungan suatu komponen untuk menguap yang berarti keluar dari larutan dapat diduga gaya-gaya intermolekul apa yang bekerja di dalam larutan. Mempelajari kecenderungan untuk menguap atau tekanan uap parsial sebagai fungsi dari suhu dan konsentrasi (Bird, 1993).
Larutan dikatakan ideal jika larutan tersebut mengikuti hukum Roult pada seluruh kisaran komposisi sistem. Hukum Roult dalam bentuknya yang lebih umum didefinisikan sebagai fugasitas dari tiap komponen dalam larutan yang sama dengan keadaan serta fraksi molnya dalam larutan tersebut, yakni: larutan Potensial kimia dari tiap komponen dalam larutan didefinisikan sebagai : µ1 = µ1o + R T ln X1 (Dogra, 1990).
Umumnya hanya sedikit larutan yang memenuhi hukum Raoult. Larutan yang tidak memenuhi hukum Raoult disebut larutan non ideal. Larutan ideal dari zat pelarut A dan zat pelarutB, tarikan A-B sama dengan tarikan A-A dan B-B, sedangkan kalor pelarutan, ΔH(l) =0. Jika tarikan antara A-B, lebih besar dari tarikan A-Adan B-B, maka proses pelarutan adalah eksoterm dan ΔH(l)<0. Misalnya pada campuran antara aseton (CH3COOCH3) dan kloroform (CHCl3) terjadi ikatan hidrogen antara aseton dan kloroform sehingga tekanan uap larutan lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang dihitung dengan hukum Raoult. Penyimpamgan dari hukum Raoult ini disebut dengan penyimpangan negatif (Achmad,1996).
terlarut, sama dengan gaya tarik molekul pelarutnya atau molekul zat terlarutnya (Sukardjo, 1989).
Komponen (pelarut dan zat terlarut) larutan ideal mengikuti Hukum Roult pada seluruh selang konsentrasi. Larutan encer yang tak mempunyai interaksi kimia di antara komponen-komponennya, Hukum Roult berlaku bagi pelarut, baik ideal maupun tak ideal. Tetapi Hukum Roult tak berlaku pada zat terlarut pada larutan tak ideal encer. Perbedaan ini bersumber pada kenyataan : molekul-molekul pelarut yang luar biasa banyaknya. Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda dalam lingkungan pelarut murni. Zat terlarut dalam larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Henry, bukan Hukum Roult (Petrucci, 1992).
Tampilan data kesetimbangan uap-cair yang normal diperlihatkan oleh Gambar 11.3a, kurva ABC menunjukkan suatu cairan dengan berbagai komposisi yang mendidih pada berbagai temperatur, dan kurva ADC menunjukkan komposisi uapnya pada berbagai temperatur yang bersangkutan. Contoh, suatu cairan dengan komposisi x1 akan mendidih pada temperatur T1, dan komposisi uap yang berada dalam kesetimbangan dengan cairan tersebut adalah y1 (ditunjukkan oleh titik D). Berdasarkan kurva-kurva dalam Gambar 11.3 a, b dan c dapat disimpulkan bahwa untuk sembarang cairan dengan komposisi x1 akan menghasilkan uap dengan komposisi tertinggi dimiliki oleh komponen (zat) yang lebih mudah menguap (volatile). Symbol-simbol x dan y disini menunjukkan fraksi mol komponen yang lebih volatile di dalam cairan dan di dalam uap. Pada Gambar 11.3b dan c terdapat suatu komposisi kritis (critical composition) xg. Pada titik ini uap memiliki komposisi yang sama dengan cairan, dengan demikian tidak ada perubahan yang terjadi pada proses pendidihan. Campuran kritis itu disebut azeotrope (Atkin, 2006).
sebagai kondensat. Uap yang diperoleh dengan menguapkan secara parsial kondensat itu akan mempunyai komposisi yang lebih kaya lagi akan komponen yang mudah menguap (Alberty, 1987).
Dua fasa dikatakan berada dalam kesetimbangan jika temperatur, tekanan, dan potensial kimia dari masing-masing komponen yang terlibat di kedua fasa bernilai sama. Ketika berada dalam keadaan kesetimbangan, fraksi mol suatu komponen dari suatu campuran memiliki nilai yang tertentu. Komponen yang lebih mudah menguap akan memilki nilai fraksi mol yang lebih besar pada fasa uap dan sebaliknya. Sifat ini kemudian dimanfaatkan dalam proses pemisahan dengan metode distilasi. Kemurnian suatu komponen yang mudah menguap akan lebih baik pada fasa uap, fasa uap ini kemudian diambil untuk mendapatkan campuran dengan kadar kemurnian yang lebih baik. Jika kita menghendaki komposisi uap yang dalam kesetimbangan dengan campuran air, tidak cukup bila kita hanya mengetahui sifat-sifat campuran cair pada komposisi seperti itu saja; sekarang kita juga harus mengetahui sampai sejauh mana sifat-sifat itu (khususnya energi Gibbs) bergantung pada komposisi. Pengaruh temperatur yang pokok pada kesetimbangan uap-cair terdapat dalam tekanan uap komponen murni atau lebih tepatnya dalam fugasitas zat cair komponen murni. Sementara koefisien aktivitas bergantung pada temperatur sebagaimana halnya komposisi, ketergantungan itu biasanya kecil bila dibandingkan dengan ketergantungan tekanan uap zat cair murni pada temperatur. Kenaikan temperatur dalam suatu campuran, walaupun hanya 10oC meningkatkan tekanan uap zat cair sebesar 1,5 - 2 kali. Oleh karena itu, kecuali pada perubahan temperatur yang besar sering lebih mudah bila pengaruh temperatur terhadap energi Gibbs diabaikan saja ketika menghitung kesetimbangan uap-cair (Reid, 1990).
BAB 3. METODE PERCOBAAN
- dihitung massa piknometer kosong dan massa piknometer yang terisi 10 mL setiap larutan dengan masing-masing konsentrasi untuk mengetahui massa jenisnya.
- direfluks tiap campuran dan dicatat titik didihnya masing-masing.diambil 10 mL untuk dilakukan destilasi.
- didestilasi dan dicatat titik didihnya.
- dimasukkan destilat dan residu ke dalam botol uji dan ditentukan kandungan alkoholnya dengan sensor alkohol(dilakukan pada masing-masing larutan dengan variasi konsentrasi).
- dibuat grafik komposisi vs suhu untuk setiap etanol yang telah diukur
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
4.1 Hasil
Konsentrasi Titik didih Rata-rata % alkoholpada destilat Rata-rata % alkoholpada residu
0% 96oC 0 0
Kesetimbangan dapat diartikan suatu keadaan dimana tidak terjadi perubahan sifat makroskopis dari sistem terhadap waktu. Kesetimbangan uap-cair dapat ditentukan ketika ada variabel yang tetap (kostant) pada suatu waktu tertentu. Saat kesetimbangan model ini, kecepatan antara molekul-molekul campuran yang membentuk fase uap sama dengan kecepatan molekul-molekulnya membentuk cairan kembali.
Larutan biner adalah larutan yang mengandung dua komponen yaitu komponen zat terlarut dan komponen pelarut. Larutan biner memiliki beberapa sifat yakni homogen, tidak mempunyai entalpi pencampuran (∆H ¿ 0), dan tidak ada volume pencampuran ∆V=0. Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik menarik molekul-molekul komponennya sama dengan gaya tarik menarik antara molekul dari masing-masing komponennya. Larutan zat A dan B jika bersifat ideal, maka gaya tarik antara molekul A dan B, sama dengan gaya tarik antara molekul A dan A atau antara B dan B. Semua komponen dalam larutan ideal (pelarut dan zat terlarut) mengikuti hukum Raoult pada seluruh selang konsentrasi.
Percobaan yang telah dilakukan tentang kesetimbangan uap cair pada sistem biner bertujuan untuk mempelajari sifat larutan biner dengan membuat diagram temperatur versus komposisi. Percobaan ini akan dilakukan dengan proses destilasi. Destilasi merupakan teknik pemisahan yang didasari atas perbedaan titik didih dari masing-masing zat penyusun dari campuran homogen. Proses destilasi terdapat dua tahap proses yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan dengan tahap pengubahan kembali uap menjadi cair. Proses destilasi diawali dengan pemanasan, sehingga zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak menuju kondensor yaitu pendingin, proses pendinginan terjadi karena kedalam dinding (bagian luar kondensor) dialiri air sehingga uap yang dihasilkan akan kembali cair. Saat destilasi ini akan diperoleh titik didih alkohol. Titik didih yang diperoleh saat distilasi masing-masing konsentrasi antara lain 83, 81, 79, 77, 75°C sedangkan titik didih air adalah 96oC. titik didih air seharusnya 100oC, namun disini pada 96oC sudah mendidih. Hal ini mungkin terjadi karena dalam labu leher tiga yang digunakan sebagai wadah air ang akan disedtilasi masih terdapat etanol sehingga etanol membuat titik didih air menurun seperti halnya titik didih etanol yang memang lebih rendah dari air.
Hal pertama yang dilakukan adalah mengencerkan etanol 99,8% menjadi 30, 40, 50, 60 dan 70% dalam labu ukur 25 mL. lartan yang sudah diencerkan kemudian diambil sebanyak 15 mL dan dimasukkan ke dalam labu leher tiga untuk didestilasi. Destilasi dihentikan pada saat destilat kira-kira sudah mencapai 1 mL sehingga residu yang tersisa tidak terlalu sedikit. 1 mL destilat tadi selanjutnya diencerkan kembali dalam labu ukur 10 mL agar tidak terlalu pekat pada saat diukur kadarnya menggunakan software labview dengan sensor alkohol. Residu juga diambil 1 mL dan diencerkan sama seperti pada destilat.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Prinsip kerja dari sensor alkohol ini adalah sensor menghisap zat etanol dan zat lain yang menguap sehingga akan mengakibatkan hambatan sensor (Rs) turun sehingga membuat tegangan naik. Teknik pengoperasian sensor alkohol dilakukan dengan memasukkan zat yang akan diuji pada botol uji sensor kemudian zat yang terdapat dalam botol ditutup oleh alat pendeteksi dan diklik run, kemudian hasil dari deteksi uji sensor akan terlihat pada layar komputer.
Grafik yang diperoleh diatas tidak sesuai dan bentuknya tidak mendekati grafik larutan non-ideal deviasi negative yang telah disebutkan di atas. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena dua hal. Pertama, data yang diperoleh tidak stabil atau acak. Kedua, adalah cara pembuatan grafik yang kurang benar. Berikut adalah grafik dalam teori pada system larutan non-ideal deviasi negative.
masih dalam bentuk campuran antara alkohol dan aquades sedangkan pada destilat komposisinya lebih tinggi karena yang terkandung dalam destilat adalah alkohol murni. Hal ini sesuai literatur yang ada dimana destilat akan memiliki komposisi alkohol lebih besar dibanding dengan sebelum didestilasi. Suhu yang dihasilkan juga telah sesuai dengan literatur dimana pada saat konsentrasi bertambah maka suhu akan menurun.
Hasil sensor alkohol baik destilat maupun residu semakin naik seiring dengan naiknya konsentrasi campuran (komposisi alkohol). Namun, perbandingan hasil sensor destilat dan residu menunjukkan hasil yang lebih besar pada destilat. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi alkohol lebih banyak pada destilat setelah campuran mencapai titik didihnya. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa alkohol akan menguap terlebih dahulu sehingga pada destilat lebih banyak mengandung alkohol (etanol).
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan kesetimbangan uap-cair pada larutan biner maka dapat disimpulkan bahwa larutan biner adalah larutan yang mengandung dua komponen yaitu komponen zat terlarut dan komponen pelarut. Hasil pada praktikum ini seharusnya berupa larutan non-ideal deviasi negative yang memiliki titik azeotrop dibagian bawah, namun praktikum ini memiliki beberapa kesalahan sehingga grafik yang dihasilkan tidak sesuai teori. Campuran etanol dengan air merupakan campuran Azeotrop. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesetimbangan uap cair adalah suhu (titik didih), massa jenis, dan komposisi zat dalam larutan. Semakin tinggi komposisi etanol maka titik didih suatu larutan semakin menurun dan kandungan alcohol yang diperoleh juga semakin meningkat. 5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Hiskia. 1996. Kimia Larutan. Bandung : PT Citra Aditya Bakti. Alberty, A.R. 1987. Kimia Fisik Jilid I Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Anonim. 2015. MSDS Akuades. [Serial Online]. http://www.sciencelab.com/msds.php? msdsId=9927165. diakses 23 September 2015.
Anonim. 2015. Etanol [serial online]. http://www.sciencelab.com/msds.php? msdsId=9927321. diakses 23 September 2015.
Atkins, P.W. 1994. Kimia Fisika Jilid 1 edisi 5. Jakarta: Erlangga. Atkins, P.W. 2006. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga.
Bird, Tony. 1993. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Brady, James.E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta : Bina Rupa Aksara. Dogra, SK. 1990. Kimia Fisik dan Soal – Soal. Jakarta : Universitas Indonesia.
Petrucci, Ralph H. 1992. General Chemistry, Principle and Modern Application 7th edition. New York : Collier-McMillan.
Reid. 1990. Sifat-Sifat Gas dan Zat Cair. Jakarta : Gramedia. Sukardjo. 1989. Termodinamika Kimia. Jakarta : Erlangga.