6 BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori
2.1.1. Hakikat Pembelajaran Tematik
Menurut Sagala (2009: 61) pembelajaran merupakan kegiatan membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang menjadi penentu utama keberhasilan pendidikan, pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah. Sudjana (2004:28) mengatakan hal yang sama mengenai pengertian pembelajaran. Ia menjelaskan bahwa pembelajaran yang dapat diartikan sebagai setiap upaya sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan”. Rusman (2012 : 93) juga sependapat dengan Sagala dan Sudjana mengenai pengertian pembelajaran, yaitu menurut Rusman pembelajaran yang pada hakikatnya merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti tatap muka maupun tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran.
Permendikbud no 65 tahun 2013 menjelaskan bahwa proses pembelajaran sekarang ini mengacu pada kurikulum 2013 yang pada hakikatnya, kegiatan inti dari suatu proses pembelajaran agar tujuan yang ingin dicapai dapat diraih.
Kegiatan ini mestinya dilakukan oleh guru dengan cara-cara yang bersifat interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa agar dengan
cara yang aktif menjadi seorang pencari informasi, serta dapat memberikan kesempatan yang memadai bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis siswa.
7
tematik. Sukmadinata (2004;197) juga memiliki pendapat yang sama mengenai pengertian tematik. Ia menjelaskan tematik merupakan sebagai suatu pembelajaran yang memfokuskan pada bahan ajaran. Bahan ajaran disusun secara terpadu dan dirumuskan dalam bentuk tema-tema pembelajaran.
Trianto (2011:70) menjelaskan, pembelajaran tematik adalah pembelajaran
terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga
dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswa. Tema yang
diberikan merupakan pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi topik
pembelajaran. Prabowo (2002:2) juga berpendapat sama mengenai pengertian pembelajaran tematik. Ia memaknai pembelajaran tematik merupakan suatu proses pembelajaran dengan melibatkan atau mengkaitkan berbagai bidang studi. Istilah
pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Berbeda pendapat dari Trianto dan Prabowo mengenai pengertian pembelajran tematik, Daryanto (2014: 92) menjelaskan mengenai pengertian pembelajaran tematik sesuai dnegan teori konstruktivisme memandang proses pembelajaran melalui pengalaman langsung (direct experience). Siswa mengkonstruksi pengetahuannya dari interaksi langsung dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja dari guru ke siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuannya, sebab pengetahuan bukan sesuatu yang usdah jadi tetapi harus dibangun melalui keaktifan siswa.
8
2.1.2. Tujuan dan Karakteristik Pembelajaran Tematik
Tujuan Kurikulum 2013 Menurut Permendikbud no 57 Tahun 2013 yaitu untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Karakteristik kurikulum 2013 Menurut Permendikbud no 57 Tahun 2013 yaitu keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin
tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik. Serta mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan untuk menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat. Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi kompetensi dasar, di mana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti. Pada kompetensi dasar dikembangkan berdasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat dan memperkaya antar matapelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
2.1.3 Ilmu Pengetahuan Alam
2.1.3.1Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Menurut Trianto dalam bukunya yang berjudul Model Pembelajaran Terpadu, ia menyatakan bahwa :
“Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris “science”. Kata “science” sendiri berasal dari kata dalam ahasa Latin “scientia” yang berarti saya tahu. “science” terdiri dari social scientes (Ilmu Pengetahuan Sosial) dan natural science (Ilmu Pengetahuan Alam). Namun, dalam perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) saja, walaupun pengertian ini kurang pas dan bertentangan dengan etimologi (Trianto, 2010: 136).“
9
studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.
Menurut Sutrisno dkk, (2007: 1.29) IPA merupakan salah satu dari banyak jenis ilmu pengetahuan, mempunyai tiga aspek yaitu sebagai proses, sebagai prosedur dan sebagai produk.
a) IPA sebagai proses
Memahami IPA berarti memahami bagaimana mengumpulkan fakta-fakta
dan memahami bagaimana menghubungkan fakta-fakta untuk menginterpretasikannya. Para ilmuan mempergunakan berbagai prosedur empirik dan analitik dalam usaha mereka untuk memahami alam semesta ini. Prosedur-prosedur tersebut disebut proses ilmiah atau proses sains.
b) IPA sebagai prosedur
Yang dimaksud IPA sebagai prosedur adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu atau penelitian pada umumnya yang lazim disebut metode ilmiah
c) IPA sebagai produk
IPA sebagai produk diartikan sebagai hasil proses yang berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah maupun luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran pengetahuan.
Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (Depdiknas, 2003: 2) adalah sebagai berikut:
a. Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. b. Mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah.
c. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi.
10
Hakekat IPA meliputi IPA sebagai proses yaitu proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, IPA sebagai prosedur yaitu metodologi yang dipakai untuk mengetahiu sesuatu atau penelitian, dan IPA sebagai produk maksudnya adalah hasil dari proses berupa pengetahuan, sekumpulan konsep-konsep dan fakta.
2.1.4. Hasil Belajar
Keberhasilan suatu kegiatan pembelajaran dapat dilihat melalui hasil
belajar. Dimyati dan Mudjiono (2002:36) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar, dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Sependapat dengan Dimyati dan Mudjiono, Poerwanti (2008:1.37) menjelaskan hasil belajar merupakan suatu kualitas pemahaman siswa terhap materi pembelajaran, untuk mengetahui hasil belajar siswa, guru diharuskan memberi kuantitas yang berupa angka-angka pada kualitas dari suatu gejala yang berdifat abstrak. Pengukuran hasil belajar pada penelitian ini menggunakan teknik tes berupa soal-soal tes hasil belajar yang harus dikerjakan oleh siswa yang akan menghasilkan data kuantitatif tentang angka.
Perolehan hasil belajar tentu saja tidak lepas dari berbagai faktor yang telah mempengaruhinya. Hasil belajar siswa yang diperoleh akan maksimal jika selama proses belajar dilakukan dengan baik tanpa ada faktor penghambat. Menurut Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu yang sedang belajar. Ada tiga faktor yang menjadi faktor intern yaitu :
a. Faktor jasmaniah
11 b. Faktor psikologis
Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar, faktor-faktor ini adalah : intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan.
c. Faktor kelelahan
Faktor kelelahan ditinjau dari dua aspek yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan
untuk menghasilkan sesuatu hilang.
Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor intern yang berpengaruh terhadap belajar menurut Slameto (2010:60) dikelompokan menjadi 3 faktor, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
a. Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orangtua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.
b. Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan guru, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pengajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
c. Faktor masyarakat
Faktor masyarakat yang mempengaruhi belajar yaitu berupa kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.
Pembelajaran di sekolah erat kaitanya dengan kemampuan siswa dalam
12
Ranah kognitif meliputi pemikiran tentang fakta, konsep dan pola prosedural yang dapat mengembangkan kemampuan intelektual peserta didik. Begitu pula dengan pembelajaran tematik dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning yang pada hakikatnya merupakan pembelajaran yang melibatkan kemampuan berpikir untuk memecahkan suatu permasalahan dengan melibatkan kemampuan berpikir intelektual siswa baik secara individu maupun kelompok. Oleh sebab itu peneliti memfokuskan tinjauan dalam penelitian ini pada ranah kognitif.
2.1.5. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Trianto (2011: 67) model pembelajaran PBL merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan berdasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelididkan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Selanjutnya Suprihatiningrum (2014: 216) mengemukakan bahwa pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah suatu pembelajaran yang mana sejak awal siswa dihadapkan pada suatu masalah, kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi yang bersifat student centered. PBL bertujuan agar siswa mampu memperoleh dan membentuk pengetahuannya secara efisien, kontekstual, dan terintegrasi. Pengertianmodel pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menurut Ratumanan (2002: 123) yaitu merupakan model pembelajaran yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.
Berdasarkan pendapat Trianto, Suprihatiningrum dan Ratumanan, dapat
dikemukakan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) memiliki komponen:
1) Suatu sistem pembelajaran
2) Berangkat dari permasalahan pembelajaran
13
4) Siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri.
Dari komponen-komponen tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan sistem pembelajaran yang bermula dari masalah nyata dalam pembelajaran, kemudian dilakukan penyelidikan ilmiah untuk memecahkan masalah, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri. Pada proses pembelajaran tidak hanya mengharapkan siswa untuk mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learning
Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL) Paul Enggen dan Don Kauchak (2012: 311), yaitu:
1. Mereview dan menyajikan masalah
Siswa menerima masalah yang spesifik dan konkret untuk dipecahkan dari guru.
2. Menyusun strategi
Siswa menyusun strategi untuk memcahkan masalah dan guru memberi mereka umpan balik soal strategi.
3. Menerapkan strategi
Siswa menerapkan strategi-strategi mereka dan memberikan umpan balik. Pada fase ini memberikan siswa pengalaman untuk memcahkan masalah. 4. Membahas dan mengevaluasi hasil
Siswa dengan bimbingan guru diskusi tentang upaya siswa dan hasil yang mereka dapatkan. Pada fase ini guru memberikan umpan balik tentang upaya
14
Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL) menurut Ibrahim (2003:13) yaitu:
1. Orientasi siswa pada masalah
Siswa mendengarkan penjelasan dari guru tentang tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena, demonstrasi, atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
2. Mengorganisasi siswa untuk belajar
Siswa dibantu guru untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatlan penjelasan dan pemecahan masalah.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Siswa bersama guru melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dibuat dapat memperhatikan penelitian lain yang dijadikan rujukan dalam mengadakan penelitian. Adapun penelitian yang terdahulu diantaranya sebagai berikut:
15
siswa pada situasi masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini terjadi peningkatan hasil belajar dari pra siklus rata-rata 67,5, siklus I rata-rata 78 dan siklus II rata-rata 85,5. Peningkatan ketuntasan belajar terjadi secara bertahap dari pra siklus tuntas 14 siswa (46,7%), siklus I tuntas 23 siswa (76,7%) dan siklus II tuntas 27 siswa (90% ).
Penelitian yang dilaksanakan oleh Frizta Wahyu Pety Perida pada tahun
2013 yang berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA tentang Sumber Daya Alam melalui Penggunaan Model Problem Based Learning (PBL) Siswa Kelas 4 SD N 6 Depok Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Semester II Tahun 2012/2013. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran Model Pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4 di SDN 6 Depok Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan dengan materi sumber daya alam setelah menggunakan model Problem Based Learning. Hal ini nampak pada perbandingan ketuntasan hasil belajar siswa pada kondisi prasiklus sebesar 29,17%, siklus I meningkat menjadi 66,7% dan pada siklus II meningkat menjadi 91,7% dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=70). Hasil penelitian ini disarankan untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA di SD terutama dalam menggunakan model Problem Based Learning.
Penelitian yang dilaksanakan oleh Siti Novi Andriastutik pada tahun 2013 yang berjudul Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Matematika Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5 Semester 2 Sekolah Dasar Negeri 6 Sindurejo Tahun Ajaran 2012/2013. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran Model Pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar
16
menjadi 984 matematika siswa. peningkatan ini dapat dilihat dari kenaikan rata-rata haisl belajar matematika siswa pada pra siklus, siklus 1, siklus 2 diperoleh peningkatan yaitu 62,3 pada pra siklus , 66,9 pada siklus 1 serta meningkat menjadi 77,5 pada siklus 2. Serta ketuntasan hasil belajar matematika siswa mengalami penigkatan pada tiap siklus yaitu 44 % pada pra siklus, 72% pada siklus 1 serta meningkat menjadi 94% pada siklus II.
2.3 Kerangka Berpikir
Berdasarkan hasil kajian teori dan penelitian yang relevan, hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Menurut Trianto (2011: 67) model pembelajaran PBL merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan berdasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelididkan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata.
Model pembelajaran problem based learning dapat membuat pembelajaran berhasil karena model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, berfikir kritis, dan keterampilan komunikasi. Pada proses pembelajaran tidak hanya mengharapkan siswa untuk mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Melalui model pembelajaran problem based learning diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar tematik siswa.
1 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Aspek afektif
Aspek kognitif
Aspek psikomotorik Skor tes
Skor Nontes
Hasil belajar ≥KKM
Gambar 1
Skema Peningkatan Hasil Belajar Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pembelajaran tematik: tema indahnya kebersamaan
Pendekatan PBL
1. Orientasi siswa pada masalah
3 2.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar tematik dapat diupayakan melalui model pembelajaran problem based learning pada siswa kelas 4 SD Negeri Ngablak 05 semester II tahun pelajaran 2016-2017.