TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Itik Porsea
Itik adalah salah satu unggas air (waterfowls) yang termasuk dalam kelas :
Aves, ordo: Anseriformes, famili : Anatidae, sub famili : Anatinae, tribus : Anatini,
genus : Anas dan spesies: Anas platyrhynchos. Atas dasar umur dan jenis
kelaminnya itik dibedakan satu sama lain dengan nama yang berbeda-beda. Duck
adalah sebutan itik secara umum, apabila tidak melihat umur maupun jenis
kelaminnya. Duck juga mempunyai arti itik dewasa betina. Drake adalah itik
jantan dewasa, sedangkan drakel atau drakeling berarti itik jantan muda. Duckling
adalah sebutan untuk itik betina, atau itik yang baru menetas (Day Old Duck =
DOD). Itik jantan atau betina muda yang dipasarkan sebagai ternak potong pada
umur 7 sampai 10 minggu, lazim disebut green duck (Srigandono, 1997).
Menurut Tarigan (2007) bahwa Itik Porsea memiliki warna bulu penciled
dan memiliki tubuh yang ramping serta berdiri dengan tegak melebihi dari entok.
Itik Porsea memiliki panjang tibia berkisar antara 8,766-11,266 cm dengan
koefisien keragaman 6,240%. Selain itu, panjang dari tarsometatarsus berkisar
antara 5,598-7,518 cm dengan koefisien keragaman 7,285%. Panjang jari berkisar
5,054-5,982 cm dengan koefisien keragaman 4,204%. Panjang sayap berkisar
18,28-20,72 cm dengan koefisien keragaman 3,218%. Sedangkan panjang maxilla
berkisar 3,584-5,452 cm dengan koefisien keragaman 10,336%. Itik Porsea ini
banyak terdapat di Desa Narumonda VIII Kecamatan Porsea Kabupaten Toba
Samosir Provinsi Sumatera Utara.
Itik merupakan unggas yang mempunyai kemampuan untuk
yang tinggi dapat mempengaruhi besarnya biaya produksi yang harus dikeluarkan.
Pemberian ransum memegang porsi sebesar 60 sampai 70 persen dari total biaya
produksi (Ichwan, 2003).
Itik merupakan salah satu unggas air. Sebagai unggas air, ternak ini
memiliki kulit yang tebal yang disebabkan oleh adanya lapisan lemak tebal yang
terdapat di lapisan bawah kulit. Daging itik dibanding spesies unggas lainnya
(itik, ayam, kalkun), mengandung lemak yang lebih tinggi. Lemak unggas, pada
umumnya sebagian besar terdiri atas asam lemak tidak jenuh (Pisulewski, 2005).
Menurut Srigandono (1998), menyatakan bahwa itik pedaging adalah itik
yang mampu tumbuh cepat dan dapat mengubah pakan secara efisien menjadi
daging yang bernilai gizi tinggi. Di samping itu, itik pedaging harus memiliki
konformasi dan struktur perdagingan yang baik. Selain itu, tujuan pokok
pemeliharaan itik pedaging adalah untuk menghasilkan daging bagi konsumsi
manusia.
Sistem Pencernaan Itik
Sistem digesti adalah suatu lintasan organ yang menghubungkan
antara lingkungan dengan proses metabolisme alamiah pada hewan
(Nesheim et al., 1979).
Sistem pencernaan itik antara lain: Paruh untuk mematuk dan
memasukkan makanan kedalam mulut, pharynx merupakan lanjutan dari ruang
mulut, oesophagus memounyai kemampuan untuk berkembang besar agar
makanan dengan mudah melalui saluran tersebut, tembolok merupakan terminal
sementara makanan untuk dilunakkan agar mudah diteruskan ke dalam lambung,
mengeluarkan getah-getah pencernaan pepsin dan asam khlor yang melumasi
makanan untuk dicerna di dalam lambung otot, lambung otot atau ampela
merupakan lambung berdinding jaringan otot yang kuat dan tebal berwarna
kemerahan. Di sinilah ampela berfungsi sebagai penggiling makanan terutama
biji-bijian yang sudah dilumuri enzim pepsin dan asal khlor, sehingga menjadi
lumat, usus halus merupakan saluran panjang yang berawal dari lubang keluar
lambung otot, usus besar merupakan penampung zat-zat makanan yang sudah
dicerna dan diserap oleh usus halus. Sebelum masuk ke usus besar, harus
melewati simpang tiga sampai kloaka, kloaka merupakan muara dari beberapa
saluran, seperti saluran usus besar, saluran telur dan saluran kencing
(Wasito dan Eni, 1994). Pencernaan diartikan sebagai pengelolaan pakan sejak
masuk dalam mulut sehingga diabsorbsi. Secara garis besar fungsi saluran
pencernaan adalah sebagai tempat pakan ditampung, tempat pakan dicerna, tempat
pakan diabsorbsi dan tempat pakan sisa yang dikeluarkan (Kamal, 1994).
Ransum Itik
Bahan pakan yang digunakan untuk ternak itik sebaiknya murah, tidak
beracun, tidak asin, kering, tidak berjamur, tidak busuk/bau/apek, tidak
menggumpal, mudah diperoleh dan palatable (Ketaren,2001).
Menurut Wahju (2004), mengatakan bahwa bahan-bahan makanan untuk
ransum itik tidak berbeda dengan ayam. Bahan-bahan makanan untuk itik
biasanya terdiri dari jagung kuning, dedak halus, bungkil kacang kedele, bungkil
kelapa, tepung ikan dan bahan-bahan makanan lain yang menjadi sumber protein
dan energi. Untuk sumber mineral dapat digunakan grit, kapur dan sebagainya.
Untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan efisiensi penggunaan makanan
maksimum, kepada itik perlu diberikan ransum yang mengandung protein kasar
sebesar 24% dan Energi Metabolis 12,97 Mj/kg (3100 kkal/kg)
(Oluyemi dan Fetuga, 1978).
Berdasarkan kegunaannya bahan baku pakan ternak unggas terbagi
menjadi 5 golongan yaitu bahan baku sumber protein, bahan baku sumber energi,
bahan baku sumber vitamin, bahan baku sumber mineral serta feed suplement
yang berfungsi untuk menjaga kesehatan tubuh, aktivitas tubuh dan pertumbuhan
tubuh (Murtidjo, 1994).
Tangendjaja et al., (1986), melaporkan bahwa kemampuan itik mencerna
pakan lebih baik dari ayam. Dedak padi dapat diberikan kepada itik sampai 75%
tanpa mempengaruhi bobot badan, konsumsi pakan dan konversi pakan (FCR).
Tetapi dedak padi hanya dapat dipakai kurang dari 60% dalam pakan ayam karena
pemberian dedak padi lebih dari 60% akan menurunkan pertumbuhan ayam. Hal
ini disebabkan oleh peningkatan kandungan serat kasar didalam pakan yang
mengandung dedak padi tinggi. Begitu pula diduga itik lebih mampu mencerna
serat kasar dibanding ayam.
Kebutuhan gizi itik pedaging dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Kebutuhan gizi itik pedaging
Fase/umur Protein (%) EM (kk/kg)
0-2 Minggu 2-7 Minggu Breeding
22 16 15
2900 3000 2900 Sumber: NRC (1994)
Konsumsi pakan dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas ransum serta
dan pengelolaannya. Konsumsi ternak itik pedaging dapat dilihat dari Tabel 2
berikut ini.
Tabel 2. Kebutuhan pakan itik pedaging
Umur (Mg)
Berat badan (kg) Konsumsi seminggu (kg) Konsumsi Kumulatif (kg)
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina 0
dipengaruhi oleh bahan ikan yang digunakan serta proses pembuatannya.
Pemanasan yang berlebihan akan menghasilkan tepung ikan yang berwarna
cokelat dan kadar protein atau asam aminonya cenderung menurun atau menjadi
rusak (Boniran, 1999).
Tepung ikan merupakan bahan makanan ternak yang berkadar protein
tinggi, mudah dicerna dan kaya akan asam amino essensial terutama lisin dan
metionin sehingga dapat digunakan sebagai penutup kekurangan yang terdapat
pada bii-bijian. Disamping itu tepung ikan kaya akan vitamin B, mineral dan
kandungan lemak yang cukup juga merupakan sumbangan dalam memenuhi
kebutuhan ternak akan energi (metabolis) dan juga vitamin yang larut dalam
Adapun penggunaan tepung ikan ini terdiri dari berbagai jenis yang
beredar di pasaran yang disebut sebagai tepung ikan pabrik (komersil) yang telah
mengalami pengolahan dan pencampuran dengan bahan lain. Namun ternyata
tepung ikan tidak hanya bisa didapat dari pabrik, tepung ikan juga dapat
diproduksi sendiri yang murni berasal dari limbah-limbah ikan (sempengan) yang
tidak dipergunakan oleh manusia lagi dan bahkan kandungan proteinnya sendiri
masih utuh dibanding tepung ikan produksi parbrik (Sunarya, 1998). Kandungan
nutirisi tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Kandungan nutrisi tepung ikan
Uraian Kandungan Nutrisi
Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%)
Energi Metabolisme (kkal/kg)
52,60a 2,20a 4,80b 6,65b 3,59b 2.810b Sumber : a. Hartadi et al., (1997)
b. NRC (1994)
Potensi Ikan Pora-pora
Klasifikasi ikan pora-pora secara zoologis adalah: Kingdom : Animalia,
Kelas : Actinopterygii, Ordo : Cypriniformes, Famili : Cyprinidae, Sub Famili :
Cyprininae, Genus : Mystacoleucus, Species : Mystacoleucus padangensis. Ikan
pora-pora atau dalam bahasa ilmiah disebut Mystacoleucus padangensis Bleeker
adalah ikan endemik yang hidup di Danau Singkarak, Sumatera Barat dikenal
dengan nama ikan bilih (Kartamihardja dan Sarnita, 2008).
Ikan pora-pora (Mystacoleucus padangensis) merupakan ikan endemik di
wilayah pesisir Danau Toba. Ikan ini ditabur oleh mantan presiden Republik
Danau Singkarak, Sumatera Barat. Danau Toba yang mempunyai luas permukaan
lebih kurang 1.100 Km2, dengan total volume air sekitar 1.258 Km3 sekaligus
sebagai danau paling luas di Indonesia menghasilkan 20-40 ton ikan pora-pora per
hari.
Menurut Kartamihardja (2009), ada beberapa alasan mengapa ikan
pora-pora hidup, tumbuh dan berkembang pesat di Danau Toba, yaitu karena:1. Di
danau toba tersedia makanan ikan bilih yang berupa plankton, detritus dan sisa
pakan dari budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) yang cukup melimpah dan
belum dimanfaatkan secara optimal oleh ikan lain, 2. Ikan pora-pora termasuk
ikan benthopelogis, yaitu jenis ikan yang dapat memanfaatkan jenis makanan
yang berada di dasar perairan (benthic) maupun di lapisan tengah dan permukaan
air (pelagic), 3. Ikan pora-pora tidak berkompetisi makanan dan ruang dengan
ikan lain didanau Toba seperti ikan mujair, mas, nila dan lainnya, 4. Tempat hidup
ikan pora-pora di Danau Toba 10 kali lebih luas dibanding di Danau Singkarak,
5. Tempat pemijahan ikan pora-pora yang berupa sungai yang masuk ke
DanauToba (191 sungai) 30 kali lebih banyak dari sungai yang masuk ke Danau
Singkarak (6 sungai).
Menurut Purnomo dan Kartamihardja (2009), ikan bilih pada umumnya
ditangkap di daerah sekitar muara-muara sungai, misalnya: sungai Sipiso-piso
(Tongging), sungai Naborsahan (Ajibata), sungai Sisodang (Tomok), sungai
Simangira dan sungai Silang (Bakara), sungai di Hatinggian (Balige) dan sungai
di daerah Silalahi II. Kandungan nutrisi ikan pora-pora dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4. Kandungan nutrisi ikan pora-pora Sumber : Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih (2013)
Ikan pora-pora telah menjadi ikan dalam populasi yang banyak sekitar
danau Toba, ikan ini ditangkap melalui jaring insang tetap, jaring angkat dan jala
tebar. Produksi ikan pora-pora tahun 2012 di wilayah kerja Kabupaten Karo dapat
dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Produksi ikan pora-pora tahun 2012 Kabupaten Karo
Jenis Alat Penangkapan Produksi Ikan Pora-pora (ton)
Triwulan I Triwulan II Triwulan III
Jaring insang tetap 4,50 3,60 2,88
Jaring angkat 28,80 25,20 19,20
Jala tebar 0,45 0,50 0,43
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Karo, 2013
Pembibitan ikan pora-pora terdapat di daerah Kabupaten Samosir dengan
program sesuai dengan pembenihan ikan telah menghasilkan produksi ikan pora
-pora yang telah didistribusikan ke luar wilayah dan mengalami proses sortiran
untuk pengepakan dan seleksi ikan pora-pora. Produksi ikan Pora-pora Kabupaten
Samosir dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Data produksi ikan pora-pora Kabupaten Samosir
No Tahun Produksi Jumlah Produksi (ton)
1 2008 6.914,8
2 2009 10.478,5
3 2010 13.510,8
4 2011 11.816,7
5 2012 9.350
Tepung Jagung
Jagung dimanfaatkan sebagai sumber energi yang utama dalam
penyusunan ransum itik. Ada tiga jenis jagung yaitu jagung kuning, jagung putih
dan jagung merah. Di Indonesia tepung jagung yang populer untuk ransum itik
adalah jagung kuning. Gunakan konsentrasi 50 sampai dengan 55 persen.
Jagung merupakan sumber energi utama bagi ternak bebek. Mudah
dicerna dan pengaruhnya besar terhadap warna kuning telur
(http://bebekudotme.wordpress.com, 2014). Kandungan nutrisi tepung jagung
tertera pada Tabel 7.
Tabel 7. Kandungan nutrisi tepung jagung
Uraian Kandungan Nutrisi
Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%)
Energi Metabolisme (kkal/kg)
8,30a 2,20b 3,90a 0,03a 0,28a 3.420a Sumber : a. NRC (1994)
b. Hartadi et al., (1997)
Bungkil Kedelai
Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Bungkil
kedelai merupakan sumber protein yang sangat bagus sebab keseimbangan asam
amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Bungkil kedelai
dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak, pemanasan dan
penggilingan (Boniran, 1999). Bungkil kedelai yang baik mengandung air tidak
lebih dari 12 % (Hutagalung, 1990). Kandungan nutrisi bungkil kedelai tertera
Tabel 8. Kandungan nutrisi bungkil kedelai
menghasilkan beras sebagai bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk
Indonesia. Dalam proses pengadaan beras dari padi dihasilkan dedak padi sebagai
hasil sampingan. Dedak padi adalah hasil ikutan pengolahan padi menjadi beras
terutama terdiri dari lapisan ari. Kandungan nutrisi dedak tertera pada Tabel 9
berikut.
Tabel 9. Kandungan nutrisi dedak
Uraian Kandungan Nutrisi
c. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak, FP USU, (2000)
Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah bahan pakan tenak yang berasal dari sisa
pembuatan minyak kelapa. Bahan pakan ini mengandung protein nabati dan
sangat potensial untuk pertumbuhan ternak meningkatkan kualitas karkas
(Parakkasi, 1990). Kandungan nilai gizi bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel
Tabel 10. Kandungan nutrisi bungkil kelapa
Kandungan Zat Kadar Zat
Bahan kering (%) 84,40a
Protein kasar (%) 21,00a
TDN (%) 81,30b
Serat kasar (%) 15,00a
Lemak kasar (%) 1,80 a
Sumber : a. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2008) b. NRC (1994)
Pembuatan Tepung Ikan
Menurut Rasidi (1997) tepung ikan dibuat dengan proses langkah
sederhana. Pertama, ikan dipilih yang mengandung sedikit lemak atau yang tidak
berlemak. Ikan dapat juga diperoleh dari sisa hasil olahan, selanjutnya dibersihkan
dari kotoran yang masih ikut tercampur, dicuci kemudian direbus kurang lebih 30
menit. Kedua, dipres ikan yang telah masak pada saat masih panas untuk
mengeluarkan lemak dan air. Lemak dan air ditampung kemudian diendapkan.
Hasil endapan berupa daging yang hancur dicampurkan kembali dengan ampas
daging yang telah dipres. Lemak yang masih tercampur dengan air dapat diolah
menjadi minyak ikan. Ketiga, dicincang bahan baku yang berukuran besar
sehingga mempercepat proses pengeringan. Giling cincangan ikan yang telah
kering kemudian diayak agar diperoleh hasil tepung ikan yang halus.
Tepung ikan di pasaran berasal dari hasil olahan industri pabrik tepung ikan
dan industri kecil yang keduanya berbeda baik secara pengolahan, peralatan
maupun mutu produk. Pada industri kecil/rumah tepung ikan diolah dengan cara
dan peralatan yang sederhana (Sunarya, 1998). Adapun prinsip dasar pengolahan
Pengukusan
Bahan baku dikukus terlebih dahulu agar protein terkoagulasi sehingga air
dan minyak dikeluarkan. Pengukusan merupakan tahap menetukan dalam
pengolahan tepung ikan. Tingkat pengukusan harus tepat, sehingga seluruh bahan
mentah akan menggumpal (terkoagulasi). Jika tidak terjadi penggumpalan total
maka akan dihasilkan press cake dengan kadar air dan lemak yang masih tinggi.
Akibatnya pemisahan minyak dari cairan juga sukar. Tujuan pengukusan agar
terjadi proses denaturasi protein daging dan pemecahan sel-sel daging ikan
sehingga air dan minyak mudah diperas keluar. Selain itu pengukusan
dimaksudkan untuk menghambat kegiatan enzim dan pertumbuhan mikroba
penyebab pembusukan (Departemen Pertanian, 1987).
Pengepresan
Pengepresan dilakukan untuk memisahkan antara padatan dan cairan (air
dan minyak). Pada pengepresan diperkirakan akan menurunkan kadar air menjadi
50 % dan kadar minyak 4-5%. Pada industri kecil/rumah tangga pengepresan
dilakukan dengan cara dinjak-injak. Hal tersebut dapat mengakibatkan tepung
ikan menjadi kotor dan pengeluaran air menjadi tidak sempurna serta mudah
diserang serangga, jamur karena kadar air dan lemak masih tinggi. warna dan bau
akan cepat berubah sehinggamutu tepung ikan cepat turun (Saleh, 1990).
Pengeringan
Pengeringan bahan padatan yang didapat kemudian dikeringkan. Pada
industri tepung ikan skala besar pengeringan dilakukan dengan dua cara yaitu
pengeringan secara langsung dan tidak langsung. Pengeringan langsung dilakukan
Keuntungan cara ini adalah cepat, namun panas yang berlebihan akan merusak
kandungan nutrisi bila tidak dikontrol dengan baik. Cara pengeringan tidak
langsung dengan memanaskan bahan yang dipress (pada conveyor) dalam silinder
yang diselimuti uap panas, pengeringan dilakukan sampai kadar air mencapai 6
-9%. sedangkan pada industri kecil, pengeringan dilakukan dengan sinar matahari
(Sunarya, 1998).
Penggilingan
Penggilingan dan penepungan bahan yang telah dikeringkan selanjutnya
digiling dan ditepungkan dengan alat penepung dan dilakukan pengepakan ke
dalam kantung plastik. Selama penggudangan dan distribusi mungkin terjadi
proses oksidasi minyak (lemak) yang dapat berakibat terjadi ketengikan dan
perubahan warna. Untuk mencegahnya dapat ditambahkan antioksidan misalnya
ethoxyginin anatar 200-1000 mg/kg tepung ikan (Saleh, 1990).
Parameter Penelitian
Konsumsi pakan
Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan
apabila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Jumlah konsumsi pakan
merupakan faktor penentu paling penting dalam menentukan jumlah nutrien yang
didapat oleh ternak dan pengaruh terhadap tingkat produksi (Parakkasi, 1990).
Konsumsi pakan yang rendah akan menyebabkan kekurangan zat
makanan yang dibutuhkan ternak dan akibatnya akan menghambat pertumbuhan
lemak dan daging. Apabila kebutuhan untuk hidup pokok sudah terpenuhi,
kelebihan gizi yang dikonsumsi akan ditimbun sebagai jaringan lemak dan daging
Suhu yang tinggi juga dapat menyebabkan nafsu makan menurun dan
meningkatnya konsumsi air minum.Hal ini mengakibatkan otot-otot daging
lambat membesar sehingga daya tahannya juga menurun (Tillman et al., 1993).
Pertambahan Bobot Badan
Menurut Tillman et al., (1991) pertumbuhan biasanya dimulai
perlahan-lahan kemudian mulai berlangsung lebih cepat dan akhirnya perperlahan-lahan-perlahan-lahan lagi
atau sama sekali berhenti sehingga membentuk kurva pertumbuhan yang
berbentuk sigmoid.
Tillman et al., (1991) menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas
ransum yang diberikan menyangkut dengan tinggi rendahnya produksi dan
kecepatan pertumbuhan yang sedang tumbuh. Kualitas ransum erat hubunganya
dengan pemilihan bahan-bahan ransum makanan penguat. Laju pertumbuhan
bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana berat
tubuh awal fase penggemukaan berhubungan dengan berat dewasa
(Tomaszewska et al., 1988).
Konversi Ransum
Konversi pakan merupakan pembagian antara konsumsi ransum dengan
pertambahan bobot badan yang dicapai pada suatu periode waktu tertentu. Bila
rasio kecil berarti pertambahan bobot badan memuaskan peternak atau konsumsi
unggas tidak banyak. Konversi inilah yang sebaiknya digunakan sebagai
pegangan produksi karena sekaligus melibatkan bobot badan dan konsumsi pakan