TESIS
Oleh DEWI ARTIKA
147011034
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2017
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN PEMBIAYAAN KONSUMEN SEBAGAI PEMEGANG HAK FIDUSIA YANG OBJEK JAMINAN
FIDUSIANYA TERKAIT SEBAGAI BARANG BUKTI DALAM TINDAK PIDANA
(STUDI KASUS PUTUSAN NO.04/Pdt.Plw/2015/PN.STB)
TESIS
Diajukam Untuk Memproleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh DEWI ARTIKA 147011034/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2017
Judul Tesis :PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN PEMBIAYAAN KONSUMEN SEBAGAI BARANG BUKTI DALAM TINDAK PIDANA (STUDI KASUS PUTUSAN No. 04/Pdt.Plw/2015/PN.STB)
Nama Mahasiswa : DEWI ARTIKA Nomor Pokok : 147011034 Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN)
Pembimbing Pembimbing
(Prof.Dr.Syafruddin Kalo,SH,M.Hum) (Prof.Dr.Sunarmi,SH,M.Hum)
Ketua Program Studi Dekan
(Dr.T.Keizerina Devi A,SH,CN,M.Hum) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,M.Hum)
Telah diuji pada
Tanggal : 21 Agustus 2017
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN Anggota : 1. Prof.Dr.Syafruddin Kalo,SH,M.Hum
2. Prof.Dr.Sunarmi,SH,M.Hum 3. Dr.Mahmul Siregar,SH,M.Hum 4. Dr.Dedi Harianto,SH,M.Hum
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : DEWI ARTIKA
Nim : 147011034
Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN
Judul Tesis :PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
PERUSAHAAN PEMNBIAYAAN KONSUMEN SEBAGAI PENERIMA FIDUSIA YANG OBJEK JAMINAN FIDUSIANYA TERKAIT SEBAGAI BARANG BUKTI DALAM TINDAK PIDANA (Studi Kasus Putusan No.04/Pdt.Plw/2015/Pn.Stb)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
Medan,19 Oktober 2017Juni 2017
Yang Yang Membuat Pernyataan
ABSTRAKSI
Pembiayaan konsumen merupakan lembaga perbankan dalam bentuk kredit Seiring perkembangannya objek dari pembiayaan konsumen yang telah diikatkan pada jaminan fidusia seringkali terkait sebagai barang bukti dalam tindak pidana dan barangbukti tersebut dirampas oleh negara yang tertuang dalam putusan pengadilan. Penelitian ini ingin mengetahui status objek fidusia yang dirampas oleh negara dan untuk mengetahui perlindungan hukum pada perusahaan pembiayaan konsumen dalam hal ini sebagai kreditur pemegang hak fidusia agar tidak mengalami kerugian.
Penelitian ini adalah penelitian metode yuridis normatif yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka atau hanya menggunakan bahan sekunder. Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian ini focus menjawab permasalahan
“Bagaimana status hukum objek jaminan fidusia yang dirampas/disita oleh negara melalui suatu putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana dalam hal debitur tidak mampu membayar hutangnya. “Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia terhadap objek jaminan fidusia yang dirampas/disita oleh negara melalui putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang menyatakan mobil Suzuki Futura yang terkait sebagai barang bukti dalam perkara tindak pidana pencurian dirampas untuk negara. Sebagaimana bahwa barang bukti tersebut merupakan objek jaminan fidusia dari PT.Oscar Kredit Ekspress sebagai penerima fidusia yang diikatkan dengan perjanjian jaminan fidusia oleh Hariani sebagai pemberi fidusia. Maka status objek jaminan fidusia tersebut berdasarkan isi putusan pengadilan telah berpindah kepemilikan dari PT.Oscar Kredit Ekspress kepada negara. Oleh karena itu PT.Oscar Kredit mengalami kerugian. Atas isi putusan tersebut maka PT.Oscar Kredit mengajukan gugatan perlawanan ke pengadilan, selajutnya atas keberatan tersebut makan Pengadilan Stabat dalam putusannya No.04/Pdt.Plw/2015/Pn.Stb objek jaminan fidusia yang disita oleh pengadilan berupa 1 unit mobil Suzuki Futura tetap menjadi kewenangan dari pemegang sertifikat jaminan fidusia berdasarkan prinsip droit de suite dan droit de preference yang terkandung dalam Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang fidusia. Putusan Pengadilan pada akhirnya memberikan perlindungan hukum kepada pihak PT.Oscar Kredit Ekspress selaku pemegang hak fidusia dimana putusan tersebut menyatakan objek jaminan fidusia yang disita berupa mobil Suzuki Futura (Adi Putro) ST 150 dikembalikan kepada PT.Oscar Kredit Ekspress.
Berdasarkan hasil penelitian ini diajukan saran agar terjalinannya kerjasama yang baik antara instansi Kemenkumham dan Pengadilan dalam pendataan objek jaminan fidusia yang telah didaftarkan terkait sebagai barang bukti yang dirampas oleh negara. Sehingga lembaga pembiayaan konsumen tidak mengalami kerugian.
Kata Kunci : Pembiayaan Konsumen, Barang Bukti, Tindak Pidana
ABSTRACT
Consumer Financing is a banking institution in the form of credit. The development of consumer financing objects that are bound in fiduciary collateral is usually concerned with exhibit in criminal act, and the evidence is confiscated by the State, based on the court’s ruling. The objective if the research is to find out the status of fiduciary collateral confiscated by the State and legal protection for Consumer Financing company as the creditor of fiduciary holder in order to avoid financial loss.
The research used juridical normative method by conducting library research and using secondary data and case study. The research problem is how about the legal status of fiduciary collateral confiscated by the State through the court’s ruling in criminal action which debtor is unable to pay off his debt and how about legal protection for creditor as the fiduciary collateral holder confiscated by the State through the court’s ruling in criminal act.
The research is conducted based on the court’s ruling which states that the automobile, Suzuki Futura, as exhibit in the criminal case confiscated by the State. The exhibit is fiduciary collateral of PT. Oscar Kredit Ekspress which is bound in fiduciary collateral contract with Hariani as the fiduciary giver. The status of fiduciary collateral, based on the court’s ruling, has shifted to the ownership from PT. Oscar Kredit Ekspress to the State. In consequence, PT.
Oscar Kredit Ekspress suffers financial loss; therefore, it lodges an objection to the Stabat District Court which hands down a Ruling No. 04/Pdt.Plw/2015/Pn.Stb which states that the fiduciary collateral confiscated by the State is a unit of automobile, Suzuki Futura, becomes the authority of the holder of fiduciary collateral certificate, based on the principle of droit de suite and droit de preference stipulated in Law No. 42/1999 on Fiduciary. The Court’s ruling gives legal protection to PT. Oscar Kredit Ekspress as the holder of fiduciary right by returning the fiduciary collateral to PT. Oscar Kredit Ekspress. It is recommended that cooperation between the Ministry of Law and Human Rights and the Court be realized in recording registered fiduciary collateral as the exhibit confiscated by the State so that consumer financing company will not suffer financial loss.
Keywords: Consumer Financing, Exhibit, Criminal Act
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahiwabarakatuh
Alhamdulillahi rabbil Alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat, hidayah, karunia, dan ridho-Nya lah akhirnya penulis mampu menyelesaikan tesis serta pendidikan di sekolah Pasca sarjana program studi Magister Kenotariatan (M.Kn) ini.
Tiada henti-hentinya penulis selalu mengucapkan rasa syukur kepada Allah S.W.T, yang telah memberikan penulis kesempatan untuk dapat menyelesaikan studi dan penulisan tesis yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN PEMBIAYAAN KONSUMEN SEBAGAI PENERIMA FIDUSIA YANG OBJEK JAMINAN FIDUSIANYA TERKAIT SEBAGAI BARANG BUKTI DALAM TINDAK PIDANA (Studi Kasus Putusan No.04/Pdt.Plw/2015/PN.STB)”, serta shalawat beriring salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad S.A.W yang telah membawa manusia dari zaman Jahiliah ke zaman Islamiah, sehingga manusia dapat mengenal kebaikan, dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta mengajarkan manusia untuk mengenal Allah sang pencipta kehidupan dan kematian.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan untuk penyempurnaan tesis ini.
Pada kesempatan ini, tidak lupa dengan segala hormat penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada orang yang telah berjasa tiada batasnya yang selalu mencurahkan kasih dan sayang tanpa pamrih, mensuport tanpa imbalan dan henti-hentinya, membantu tanpa mengharapkan balasan, berjuang dalam mendidik, membimbing, dan menyemangati tanpa batas
adalah suami penulis yaitu Harry Pratama, SH serta anak anak penulis yaitu Arkhan Alfatih Pratama serta rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada orang tua penulis yaitu : Armansyah, SE dan Darnisah Siagian dan mertua penulis M. Jafar dan Roswita Tanti Tarigan serta kakak adik penulis Deni Ariansyah, S.H, Dedi Armanda, Anggi Ardana, Cut Wika Utary dan Cut Dara Mutia, semoga setiap amalan kebaikan yang penulis lakukan juga dicatatkan untuk semua yang membantu dalam penulisan tesis ini, Aamiin ya rabbal Alamin.
Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini juga tiada kesempurnaan tanpa adanya bimbingan, masukan, kritikan dan arahan-arahan para pembimbing dan para penguji, dan oleh karena itu penulis ucapkan terimakasih sebanyak- banyaknya kepada para pembimbing, yakni Bapak Prof. Dr. M.Yamin, SH., Ms., CN, selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo,SH.,M.Hum, selaku anggota komisi pembimbing dan Ibu Prof. Dr.
Sunarmi, SH., M.Hum, selaku anggota komisi pembimbing, , serta para penguji yaitu Bapak Dr.Mahmul Siregar, S.H.,M.Hum, selaku dosen penguji tesis dan Bapak Dr. Dedi Harianto, SH.,M.Hum selaku dosen penguji tesis.
Selanjutnya penulis ucapkan terimakasih juga kepada :
1. Prof. Dr. Runtung, S.H.,M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. T. Keizerina Devi A. SH.,CN.,M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Edy Ikhsan, SH., MA, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
5. Para Professor dan Guru Besar serta Staff Pengajar dan juga kepada seluruh Karyawan Biro Administrasi Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Sahabat-sahabat terbaik Nova Afrida,SH, Tia Arisanti,SH yang selalu mendukung dalam doa, dan mensuport tanpa henti.
7. Kepada teman-teman berkumpul dan berdiskusi seperjuangan, yakni : Kurniasih Br Bangun, SH, Intan Suriani, SH.,M,kn, Maylissa Sianturi, SH., M.kn telah bersedia selalu saling membantu dalam hal apapun.
8. Kepada teman-teman seperjuangan stambuk 2014, khususnya group C stambuk 2014 yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam berdiskusi mengenai perkuliahan.
9. Kepada kakak-kakak di bagian Tata Usaha yang telah banyak membantu informasi mengenai perkuliahan hingga dalam penulisan tesis ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan harapan penulis, semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat dan berguna baik bagi penulis, dunia Akademik, dan seluruh pihak yang berkaitan dengan bidang Kenotariatan.
Medan,
Dewi Artika
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... i
ABSTRAKSI……… ii
KATA PENGANTAR……….. iii
BAB I : PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 16
C. Tujuan Penelitian ... 16
D. Manfaat Penelitian... ... 17
E. Keaslian Penelitian... .. 17
F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 19
1. Kerangka Teori... 19
2. Konsepsi... 23
G. Metode Penelitian... ... 25
1. Sifat dan Jenis Penelitian... 25
2. Sumber Data... ... 26
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 27
4. Analisis Data... 27
BAB II : STATUS HUKUM OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG DIRAMPAS /DISITA OLEH NEGARA MELALUI SUATU PUTUSAN PENGADILAN BERKAITAN DENGAN KASUS TINDAK PIDANA DALAM HAL DEBITUR TIDAK MAMPU MEMBAYAR HUTANGNYA ... 29
A. Pembiayaan Konsumen Dengan Jaminan Fidusia... 29
B. Status Hukum Objek Jaminan Fidusia yang Disita/Dirampas oleh Negara Melalui Suatu Putusan Pengadilan Berkaitan dengan Kasus Tindak Pidana Pencurian... ... 54
BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR PENERIMA JAMINAN FIDUSIA TERHADAP OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG DISITA OLEH NEGARA MELALUI PUTUSAN PENGADILAN BERKAITAN DENGAN KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN …. 63 A. Kasus Posisi... ... 63 B. Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Pemegang Sertifikat
Jaminan Fidusia Berdasarkan UUJF No.42 Tahun 1999 ... 71 BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 85 B. Saran... ... 86 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR ISTILAH
Accesoir : Ikutan
Account Receivables : Piutang Assignment of Proceed (cossie) :
Bezitloos Zekerheidsrecht : Hak jaminan tanpa penguasaan
Capacity : Kapasitas
Capital : Pendapatan
Character : Karakter
Condition Of Economic : Keadaan eknomi
Collateral : Agunan
Consumer Finance : Pembiayaan Konsumen
Constitutum Possesorium : Hak milik atas suatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluarsa, karena pewarisan- pewarisan, baik menurut undang-undang, maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukkan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu
Credit Card : Kartu Kredit
Dealer : Toko
Droit de Preference : Hak mendahului
Droit De suite : Mengikuti kemana pun benda itu berada
Dubius : Penafsiran mendua
Dwangsom : Uang Paksa
Eigendoms Overdracht Tot Zekergeid : Penyerahan hak milik sebagai jaminan
Factoring : Anjak piutang
Fiducia cum creditore : Fidusia pada zaman romawi First Registered First Secured : Berlaku sejak tanggal pendaftaran Geen Strafzonder Schuld : Tiada pidana tanpa kesalahan
Grose : Salinan
Inkhract Van Gewijde : Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap
In Nominat : Perjanjian tidak bernama
In Rem : Hak mutlak atas kebendaan
Inventory : Persediaan
Leasing : Sewa guna usaha
Library Research : Penelitian kepustakaan
Non Deposit Taking : Tidak menarik dana secara tunai Onbenoemde Overeenkomst : Perjanjian tidak bernama
Onrechmatigedaads : Perbuatan melawan hukum Operational Defenition : Definisi operasional
Pacta Sun Servanda : Perjanjian layaknya undang-undang yang berlaku
Parate Eksekutorial : Penjualan benda obyek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan dari hasil penjualan
Preferen : Hak mendahului
Promissory Notes : Surat pengakuan utang
Posita : Alasan
Rechtsvinding : Penemuan hukum
Securities Company : Perdagangan surat berharga Titel Eksekutorial : Langsung melaksanakan eksekusi Total Loss Only : Unit yang hilang
Uitvoerbaar bij Voorrad : Kasasi
Ultimum Remedium : Sarana terakhir Vergelijkende Beslag : Sita Penyesuaian
Venture Capital : Modal ventura
Verruimd Pandbegrip : Pengertian gadai yang diperluas Zekerheids Eigendom : Hak milik sebagai jaminan
DAFTAR SINGKATAN BPKB : Buku Pemilik Kendaraan Bemotor
BW : Bugerlijk Wetbook
FEO : Fiduciare Eigendoms Overdracht HAM RI : Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Jo : Juncto
KPKNL : Kantor Pelayanan Kekayaan dan Lelang KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana PERMENKUMHAM : Peraturan Menteri Hukum dan HAM PN STB : Pengadilan Negeri Stabat
PT : Perseroan Terbatas
RUPBASAN : Rumah Penitipan Barang Bukti dan Benda Sitaan RUPS : Rapat Umum Pemegang Saham
SEMA : Surat Edaran Mahkamah Agung UUJF : Undang –undang Jaminan Fidusia UUJN : Undang-Undang Jabatan Notaris
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini Indonesia termasuk salah satu negara yang berkembang perekonomiannya cukup pesat. Untuk menunjang pertumbuhan perekonomian yang pesat tersebut diperlukan dana yang cukup besar.1 Oleh karena itu sarana penyediaan dana yang dibutuhkan masyarakat perlu diperluas. Secara konvensional dana yang diperlukan untuk menunjang pembangunan tersebut disediakan oleh lembaga perbankan. Dalam rangka pembangunan di bidang ekonomi diperlukan tersedianya dana, yang salah satunya adalah dalam bentuk kredit yang diberikan oleh lembaga perbankan.2
Bila dicermati keberadaan lembaga perbankan tidak mencukupi kebutuhan akan dana tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya alternatif pembiayaan lainnya selain bank. Adanya alternatif pembiayaan lainnya dimaksud dibutuhkan mengingat akses untuk mendapatkan dana dari bank sangat terbatas.
Mengantisipasi hal tersebut, maka pemerintah pada tahun 1988 melalui Kepres No. 61 Tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan membuka peluang bagi berbagai badan usaha untuk melakukan kegiatan-kegiatan pembiayaan sebagai alternatif lain untuk menyediakan dana guna menunjang pertumbuhan
1 Siti Ismijati Jenie, Beberapa Perjanjian Yang Berkenaan Dengan Kegiatan Pembiayaan, Bahan Penataran Dosen Hukum Perdata, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1996, hal. 1.
2 Muhammad Darmaji, Jaminan-jaminan Dalam Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2006, hal. 63
perekonomian Indonesia tersebut. Kegiatan-kegiatan pembiayaan tersebut dilakukan oleh suatu lembaga yang namanya lembaga pembiayaan.3
Melalui lembaga pembiayaan dimaksud para pelaku bisnis bisa mendapatkan dana atau modal yang dibutuhkan. Keberadaan lembaga pembiayaan ini sangat penting, karena fungsinya hampir mirip sama dengan bank. Dalam prakteknya sekarang ini lembaga pembiayaan banyak dimanfaatkan oleh pelaku bisnis ketika membutuhkan dana atau barang modal untuk kepentingan perusahaan.
Sejalan dengan itu sejak tahun 1988 pemerintah telah menempuh berbagai kebijakan untuk lebih memperkuat sistem lembaga keuangan nasional melalui pengembangan dan perluasan berbagai jenis lembaga keuangan di antaranya lembaga pembiayaan, dengan tujuan memperluas penyediaan pembiayaan alternatif bagi dunia bisnis/usaha sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan dana untuk menunjang kegiatan usaha.4
Dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988, diaturlah ketentuan tentang Lembaga Pembiayaan, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 468/KMK.017/1995.
Dalam Pasal 1 angka 2 Keppres No. 61 Tahun 1988 tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang
3 Elfanto Jurdana, Lembaga Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2007, hal. 18
4 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Edisi Kedua, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2001, hal. 281.
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Berdasarkan pengertian lembaga pembiayaan sebagaimana dimaksud di atas, maka dalam lembaga pembiayaan terdapat unsur-unsur sebagai berikut : a. Badan Usaha, yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan untuk
melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.
b. Kegiatan pembiayaan, yaitu melakukan pekerjaan atau aktivitas dengan cara membiayai pihak-pihak atau sektor usaha yang dibutuhkan.
c. Penyediaan dana, yaitu perbuatan penyediaan uang untuk suatu keperluan.
d. Barang Modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu atau barang lain, seperti mesin-mesin, peralatan pabrik, dan sebagainya.
e. Tidak menarik dana secara langsung (non deposit taking), artinya tidak mengambil uang secara langsung baik dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan surat sanggup bayar kecuali hanya untuk dipakai sebagai jaminan hutang kepada bank yang menjadi krediturnya.
f. Masyarakat, yaitu sejumlah orang yang hidup bersama di suatu tempat, yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.5
Lembaga pembiayaan termasuk bagian dari lembaga keuangan. Dalam melakukan kegiatan usahanya, lembaga pembiayaan lebih menekankan pada fungsi pembiayaan.6 Hingga saat ini di Indonesia belum ada peraturan khusus dalam bentuk undang-undang yang mengatur tentang lembaga pembiayaan, pada hal peraturan tersebut sangat dibutuhkan mengingat perkembangan lembaga
5 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal.2.
6 Neni Sri Imaniyati, Hukum Bisnis Telaah Tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi, Grafika Ilmu, Yogyakarta, 2009, hal. 69.
pembiayaan tersebut sangat pesat dewasa ini. Tentang lembaga pembiayaan ini pertama kali diatur dalam Kepres No.61 tahun 1988. Kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 468/KMK. 017/1995.
Selain peraturan-peraturan tersebut, masih terdapat beberapa peraturan lainnya yang masih berlaku dalam rangka lebih meningkatkan pengembangan lembaga pembiayaan. Adapun peraturan-peraturan yang dimaksud adalah :
1. Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000 tanggal 27 Oktober 2000 tentang Perusahaan Pembiayaan. Peraturan ini merupakan dasar bagi pengembangan Perusahaan Pembiayaan.
2. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan No. 607/KMK.017/1995 dan Gubernur Bank Indonesia No.28/9/KEP/GBI tanggal 19 Desember 1995 tentang pelaksanaan Pengawasan Perusahaan Pembiayaan.
3. Keputusan Menteri Keuangan No. 634/KMK.013/1990 tanggal 5 Juli 1990 tentang Penyediaan Barang Modal Berfasilitas melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha. Ketentuan ini dalam rangka mendukung pengembangan investasi dan ekspor non migas.
4. Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tanggal 27 Nopember 1991, yang mana dalam keputusan ini diatur pula tentang Ketentuan Perpajakan Sewa Guna Usaha.
5. Surat Edaran Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan No.
SE.1087/LK/1996 tanggal 27 Pebruari 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Sanksi Bagi Perusahaan Pembiayaan.7
Lembaga pembiayaan dalam menjalankan kegiatannya dilaksanakan oleh perusahaan pembiayaan. Menurut Pasal 1 angka (2) Perpres No. 9 Tahun 2009 tentang lembaga pembiayaan yang dimaksud dengan Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit. Perusahaan pembiayaan dimaksud, menurut Pasal 7 ayat (1) Perpres No. 9 Tahun 2009 sahamnya dapat dimiliki WNI atau Badan Hukum.
Paket kebijaksanaan pemerintah yang dikeluarkan pada tanggal 20 Desember 1988 (Pakdes 1988) mulai memperkenalkan usaha lembaga pembiayaan yang tidak hanya kegiatan sewa guna usaha saja, tetapi juga meliputi jenis usaha pembiayaan lainnya. Pakdes 1988 tersebut dituangkan dalam Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.
Adanya Keppres No. 61 Tahun 1988 ini, maka kegiatan lembaga pembiayaan diperluas menjadi 6 (enam) bidang usaha, yaitu
a. Sewa guna usaha (leasing);
b. Modal ventura (venture capital);
c. Anjak piutang (factoring);
7 Syamsudir A. Qiram Meliala, Sewa Beli Dalam Teori Dan Praktek, Liberty, Yogyakarta, 2005, hal. 81
d. Pembiayaan konsumen (consumer finance);
e. Kartu kredit (credit card);
f. Perdagangan surat berharga (securities company).8
Peluang usaha di bidang usaha pembiayaan tersebut di atas diberikan kepada badan usaha yang berbentuk :
1. Bank
Meliputi Bank Umum, Bank Tabungan, dan Bank Pembangunan.
2. Lembaga Keuangan Bukan Bank
Yaitu badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya kedalam masyarakat guna membiayai investasi berbagai perusahaan.
3. Perusahaan Pembiayaan
Yaitu badan usaha diluar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan pembiayaan.9
Fasilitas kredit untuk pembelian mobil adalah termasuk kredit konsumsi dengan tujuan penggunaannya untuk memiliki mobil oleh konsumen.10 Namun demikian, pengertian kredit konsumsi sebenarnya secara substansial sama saja dengan pembiayaan konsumen, yaitu Kredit yang diberikan kepada konsumen- konsumen guna pembelian barang-barang konsumsi dan jasa-jasa seperti yang
8 Gunawan Hadi Santoso, Dasar Hukum Pelaksanaan Pembiyaan Konsumen, Pustaka Bandung, 2006, hal. 29
9 Doni Suparwanto, Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank di Indonesia, Intermasa, Jakarta, 2006, hal.68
10 Johannes Ibrahim, Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif Dalam Perjanjian Kredit Bank (Perspektif Hukum dan Ekonomi), Mandar Maju, Bandung, 2004, h. 270.
dibedakan dari pinjaman-pinjaman yang digunakan untuk tujuan-tujuan produktif atau dagang. Kredit yang demikian itu dapat mengandung risiko yang lebih besar daripada kredit dagang biasa, dan maka dari itu, biasanya kredit tersebut diberikan dengan tingkat suku bunga yang lebih tinggi.
Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK.017/2000 Tentang Perusahaan Pembiayaan, memberikan pengertian lembaga pembiayaan konsumen sebagai suatu kegiatan pembiayaan yang dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen. Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya antara kredit konsumsi dengan pembiayaan konsumen sama saja. Hanya pihak pemberi kreditnya yang berbeda. Pembiayaan konsumen sebagai salah satu lembaga pembiayaan lebih banyak diminati oleh konsumen ketika mereka memerlukan barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran/cicilan. Barang yang menjadi obyek pembiayaan konsumen umumnya adalah barang-barang seperti, alat-alat elektronik, sepeda motor, komputer, alat-alat kepentingan rumah tangga, dan juga mobil.
Dasar hukum dari lembaga pembiayaan konsumen diklasifikasikan, menjadi dasar hukum substantif dan dasar hukum administratif.
a. Dasar Hukum Substansif
Adapun yang merupakan dasar hukum substansif eksistensi pembiayaan konsumen adalah perjanjian di antara para pihak berdasarkan asas “kebebasan berkontrak”. Yaitu perjanjian antara pihak perusahaan finansial sebagai kreditur dan pihak konsumen sebagai debitur. Sejauh yang tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip hukum yang berlaku, maka perjanjian seperti itu sah dan mengikat secara penuh. Hal ini dilandasi pada ketentuan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.
Dasar dari pembiayaan konsumen adalah perjanjian. Berdasarkan azas kebebasan berkontrak, setiap orang bebas untuk membuat perjanjian tentang apa saja asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.11
Azas atau prinsip kebebasan berkontrak menjadi landasan/dasar hukum dari pembiayaan konsumen. Asas ini mengandung makna bahwa setiap orang mempunyai kebebasan untuk membuat kontrak/perjanjian dengan siapa saja yang dikehendakinya. Selain itu, para pihak juga bebas untuk menentukan isi perjanjian dan syarat-syaratnya dengan pembatasan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang bersifat memaksa, ketertiban umum dan kesusilaan.
b. Dasar Hukum Administratif
Seperti juga terhadap kegiatan lembaga pembiayaan laiannya, maka pembiayaan konsumen ini mendapat dasar dan momentumnya dengan dikeluarkannya Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang “Lembaga Pembiayaan”
yang kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
11 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUH Perdata, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 48.
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 74.
1251/KMK.013/1988 tentang “Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan”. Dimana ditentukan bahwa salah satu kegiatan dari lembaga pembiayaan tersebut adalah menyalurkan dana dengan sistem yang disebut
“Pembiayaan Konsumen”.
Meskipun dalam praktek operasional pembiayaan konsumen ini mirip dengan kredit konsumsi yang sering dilakukan oleh bank, hakikat dan keberadaan perusahaan finansial yang sama sekali berbeda dengan bank, sehingga secara substantif yuridis tidak layak diberlakukan peraturan perbankan kepadanya.
Secara yuridis formal, karena perusahaan pembiayaan tersebut bukan bank, maka kegiatannya tidak mungkin tunduk kepada peraturan perbankan. Sungguhpun peraturan perbankan tersebut dalam bentuk undang-undang sekalipun. Kecuali undang-undang menentukan sebaliknya yang dalam hal ini tidak kita ketemukan perkecualian tersebut.
Perkembangan lembaga pembiayaan, khususnya pembiayaan konsumen memang belum ditopang oleh perangkat hukum yang memadai, sehingga karenanya diperlukan adanya perangkat hukum dalam bentuk undang-undang agar ada jaminan kepastian hukum terkait dengan operasional pembiayaan konsumen tersebut. Kepastian hukum dimaksud menjadi tuntutan para pelaku ekonomi dalam melakukan aktivitasnya dibidang ekonomi, termasuk di bidang kegiatan pembiayaan.
Sektor hukum memang harus dapat mengikuti perkembangan ekonomi yang sedang berlangsung. Selama ini kelemahan utama bidang hukum yang sering dihadapi oleh pelaku ekonomi di Indonesia adalah masalah ketidakpastian hukum.
Padahal kepastian hukum juga dibutuhkan untuk memperhitungkan atau mengantisipasi resiko.12
Dalam praktek pelaksanaannya di masyarakat pengikatan objek agunan dengan menggunakan lembaga jaminan fidusia sering digunakan oleh bank maupun perusahaan-perusahaan pembiayaan kendaraann bermotor (mobil) dalam suatu perjanjian kredit. Pada prinsipnya dalam suatu perjanjian kredit baik oleh bank maupun oleh perusahaan pembiayaan, pengikatan objek agunan dengan menggunakan lembaga jaminan fidusia adalah dengan tujuan mengamankan aset bank/perusahaan yang diberikan kepada debitur melalui suatu perjanjian kredit dari resiko debitur tidak mampu mengembalikan hutang-hutangnya kepada pihak bank atau perusahaan pembiayaan tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan pengikatan objek agunan dengan menggunakan lembaga jaminan fidusia merupakan suatu perjanjian accesoir, dimana perjanjian kredit yang terlebih dahulu dilaksanakan sebagai perjanjian pokoknya.13
Perjanjian pembiayaan konsumen pada perusahaan pembiayaan merupakan perjanjian hutang-piutang antara pihak perusahaan pembiayaan dengan konsumen. Berhubung karena pihak perusahaan pembiayaan telah membayar lunas harga barang yang dibutuhkan oleh konsumen tersebut kepada dealer/toko dan pihak perusahaan pembiayaan menyerahkan barang tersebut kepada konsumen berdasarkan atas kepercayaan bahwa konsumen tersebut akan membayar secara angsuran / berkala harga barang tersebut hingga lunas sesuai
12 Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji, Hukum Ekonomi Sebagai Panglima, Mas Media Buana Pustaka, Sidoarjo, 2009, hal. 21-22.
13 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, Hal. 104
besar angsuran dan jangka waktu angsuran sebagaimana yang telah ditetapkan melalui kesepakatan diantara pihak perusahaan pembiayaan maupun konsumen.14 Dalam suatu perjanjian pembiayaan konsumen berupa kendaraan bermotor (mobil) khususnya mobil maka pihak perusahaan pembiayaan akan melaksanakan pengikatan objek jaminan fidusia terhadap mobil yang telah diserahkan kepada konsumen tersebut. Tujuan difidusiakannya mobil yang telah diserahkan kepada konsumen tersebut adalah untuk mengamankan kreditur atas perjanjian yang telah dibuatnya tersebut dari resiko macetnya angsuran atau dipindahtangankannya mobil yang telah diikat dengan jaminan fidusia tersebut. Dengan diikatnya objek jaminan fidusia yaitu mobil dalam suatu perjanjian pengikatan jaminan fidusia dalam pelaksanaan pembiayaan tersebut dan mendaftarkannya ke kantor wilayah Departemen Hukum dan HAM maka apabila terjadi resiko konsumen tidak mampu melunasi angsuran atau konsumen memindahtangankan barang (mobil) yang telah menjadi objek jaminan fidusia tersebut maka perusahaan pembiayaan sebagai pihak kreditur dapat mengeksekusi barang (mobil) tersebut karena masih menjadi hak kepemilikannya. 15
Sebagai suatu perjanjian accesoir, perjanjian jaminan fidusia memberikan kedudukan yang mendahului kepada kreditur penerima fidusia terhadap kreditur lainnya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 ayat (1) UUJF No. 42 Tahun 1999 yaitu, “Penerima fidusia miliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya”. Selanjutnya Pasal 27 ayat (2) UUJF No. 42 Tahun 1999 menyebutkan
14 Faisal Darwanto, Sekilas Tentang Perjanjian Sewa Beli Sebagai Perjanjian Tak Bernama, Rajawali Press, Jakarta, 2006, hal. 15
15 Muktar Djasman, Perusahaan Pembiayaan dan Perjanjian Sewa Beli, Mitra Ilmu, Surabaya, 2009, hal.10
bahwa, “Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia”. Pasal 27 ayat (3) UUJF No.
42 Tahun 1999 selanjutnya menyebutkan bahwa, “Hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuitadasi pemberi fidusia”. Dari ketentuan Pasal 27 ayat (1), (2) dan (3) UUJF No. 42 Tahun 1999 tersebut di atas dapat dikatakan bahwa kreditur penerima jaminan fidusia oleh undang-undang diberikan hak yang didahulukan dari kreditur lainnya dalam hal untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut. Didalam hal adanya 2 (dua) penerima jaminan fidusia maka yang lebih didahulukan adalah penerima jaminan fidusia yang mendaftarkan jaminan fidusianya pertama kalinya.
Pasal 24 UUJF No. 42 Tahun 1999 menyebutkan bahwa, “Penerima fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia”. Dari ketentuan Pasal 24 UUJF No. 42 Tahun 1999 tersebut di atas dapat dikatakan bahwa penerima fidusia tidak menanggung akibat atas perbuatan melanggar hukum dari pemberi fidusia terhadap objek jaminan fidusia tersebut. Apabila ternyata dikemudian hari objek jaminan fidusia yang diberikan oleh pemberi fidusia diperoleh dengan melanggar ketentuan hukum pidana maka penerima fidusia tidak ikut menanggung akibat apabila objek jaminan fidusia tersebut dirampas / disita oleh negara.
Begitu juga menyangkut risiko dari seluruh aktivitas pembiayaan konsumen yang memang tidak mungkin terhindar dari prihal resiko tersebut.
Berdasarkan Pasal 24 UUJF No. 42 Tahun 1999 menyebutkan bahwa, “ Penerima Fidusia tidak menaggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian fidusia baik yang timbul dari hubungan konraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Dari ketentuan Pasal 24 UUJF No. 42 Tahun 1999 tersebut di atas dapat dikatakan bahwa penerima fidusia tidak menanggung akibat atas perbuatan melanggar hukum dari pemberia fidusia terhadap objek jaminan fidusia tersebut. Apabila dikemudian hari objek jaminan fidusia yang diberikan oleh pemberi fidusia diproleh dengan melanggar ketentuan hokum pidana maka penerima fidusia tidak ikut menaggung akibat apabila objek jaminan fidusia dirampas/disita oleh Negara.
Pengertian dari dirampas untuk negara itu sendiri kemudian terdapat pada Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor M.05.UM.01.06 Tentang Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara yang artinya barang rampasan adalah barabg bukti yang telah memproleh kekuatan hukum tetap, dirampas untuk negara yang selanjutnya dieksekusi dengan cara16 :
1) Dimusnahkan;
2) Dilelang untuk negara;
3) Diserahkan kepada instansi yang ditetapkan untuk dimanfaatkan; dan
16 R.Supomo, Hukum Acara Pidana Pengadilan Negeri,Pradnya Paramita,Jakarta,2005.hal 23
4) Diserahkan di Ruah Penyimpanan Benda Sitaan (RUPBASAN) untuk barang bukti dalam perkara lain.
Dalam penelitian ini PT Oscar Kredit Ekspress sebagai perusahaan pembiayaan konsumen yang memberikan kredit mobil kepada konsumen (debitur) yang juga merupakan penerima fidusia dalam perjanjian pengikatan fidusia dimana konsumen (debitur) bertindak sebagai pemberi fidusia maka perusahaan pembiayaan konsumen tersebut tidak bertanggung jawab dan tidak ikut menanggung beban kerugian bila objek jaminan fidusia tersebut terkait dengan tindak pidana dan dirampas / disita oleh Negara.
Kasus yang dibahas dalam penelitian ini adalah kasus pencurian yang dilakukan oleh terdakwa Supriadi Alias Adi Klowor yang menjadikan 1 (satu) unit mobil Suzuki Futura (Adi Putro) ST 150 pick up warna hitam, Nomor Polisi BK 9634 PH Nomor Rangka MHYESL4157J110321 Nomor Mesin GI5AID712730 atas nama Yohannes, SE yang dinyatakan dirampas oleh negara.
Dimana mobil tersebut adalah milik konsumen Hariani yang mengikatkan mobil tersebut sebagai jaminan fidusia pada PT. Oscar Kredit Ekspress dengan Akta Jaminan Fidusia pada tanggal 16 Agustus 2013 dengan nomor akta: 1268 yang dibuat di hadapan Notaris Alwine Rosdiana Pakpahan, SH.
Penyitaan yang dilakukan oleh negara (pengadilan) disebabkan adanya tindak pidana pencurian terhadap 1 (satu) unit mobil dump truck colt diesel BL 8467 KJ dan hasil dari pencurian tersebut dibelikan oleh Supriadi Alias Adi Klowor terhadap objek jaminan fidusia yang telah diberikan oleh pemberi fidusia
dan telah diikat melalui suatu perjanjian jaminan fidusia dengan suatu akta otentik notaris.
Dalam setiap perjanjian pengikatan jaminan fidusia maka objek jaminan fidusia akan diasuransikan pada pihak perusahaan asuransi. Namun asuransi hanya mengcover objek jaminan fidusia (mobil) bila unitnya hilang (total loss only (TLO)), bukan di sita oleh negara atau dipindahtangankan secara sengaja tanpa sepengetahuan PT. Oscar Kredit Ekspress kepada pihak ketiga. Dalam hal terjadinya penyitaan /pemindahtanganan objek jaminan fidusia tersebut maka perusahaan asuransi tidak melakukan ganti rugi atas terjadinya kedua peristiwa tersebut.
Pembahasan mengenai masalah objek dari pembiayaan konsumen yang disita oleh negara melalui suatu putusan pengadilan inilah yang menarik untuk dibahas lebih lanjut dalam pembahasan selanjutnya pada penelitian ini.
Pembahasan difokuskan pada ketentuan perundang-undangan tentang pengikatan objek Jaminan Fidusia pada perusahaan pembiayaan, status hukum objek jaminan fidusia yang merupakan objek dari pembiayaan konsumen yang disita oleh negara melalui putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana pencurian dan bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia (perusahaan pembiayaan konsumen) terhadap objek jaminan fidusia yang disita oleh negara melalui putusan pengadilan yang berkaitan dengan kasus tindak pidana pencurian tersebut.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana status hukum objek jaminan fidusia (objek dari pembiayaan konsumen) yang dirampas/disita oleh negara melalui suatu putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana dalam hal debitur tidak mampu membayar hutangnya?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia (perusahaan pembiayaan konsumen) terhadap objek jaminan fidusia yang disita oleh negara melalui putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui status hukum objek jaminan fidusia yang dirampas/disita oleh negara melalui suatu putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana dalam hal debitur tidak mampu membayar hutangnya
2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia terhadap objek jaminan fidusia yang disita oleh negara melalui putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis dibidang hukum jaminan pada umumnya dan jaminan fidusia pada khususnya yaitu :
1. Secara Teoritis.
Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi perkembangan hukum jaminan pada umumnya dan hukum jaminan fidusia pada khususnya dalam kaitannya dengan praktek pelaksanaan pengikatan objek jaminan fidusia, masalah perampasan/penyitaan jaminan fidusia oleh negara melalui putusan pengadilan dan perlindungan hukum terhadap kreditur sebagai penerima jaminan fidusia yang disita berkaitan dengan kasus tindak pidana.
2. Secara Praktis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada masyarakat praktisi, maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai praktek pelaksanaan pengikatan objek jaminan fidusia pada perusahaan pembiayaan, masalah status hukum objek jaminan fidusia yang dirampas/disita oleh negara melalui suatu putusan pengadilan dan perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia atas objek jaminan fidusia yang telah disita/dirampas oleh negara melalui putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini
belum pernah dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik dalam tesis ini antara lain:
2. Kemala Atika Hayati, 097011042/MKn, dengan judul tesis “Perlindungan Hukum Kreditor Pemegang Jaminan Fidusia Terhadap Eksekusi Yang Diumumkan Oleh Kreditor Lain Atas Debitor Yang Dinyatakan Pailit”.
Pemasalahan yang dibahas :
a. Bagaimanakah kedudukan benda jaminan fidusia dengan pailitnya pemberi fidusia pada Bank CIMB Niaga?
b. Bagaimana kedudukan penerima fidusia (kreditur) pemegang jaminan fidusia yang pemberi fidusianya pailit pada Bank CIMB Niaga?
c. Bagaimana eksekusi benda jaminan yang memberi fidusianya pailit pada Bank CIMB Niaga?
3. Herly Gusti Meliana, NIM. 077011027/MKn, dengan judul tesis “Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian (Studi di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama)”.
Pemasalahan yang dibahas
a. Bagaimana kewenangan Notaris dalam pembuatan perjanjian kredit angsuran sistem fidusia pada perum pegadaian Cabang Medan Utama?
b. Bagaimana kedudukan benda jaminan dalam perjanjian kredit angsuran sistem fidusia pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama?
c. Bagaimana peran Notaris dalam pelaksanaan perjanjian kredit angsuran sistem fidusia pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama?
4. Martinus Tjipto, NIM. 077011079/MKn, dengan judul tesis “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah Tangan (Penelitian Pada PT Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT ORIX Indonesia Finance Cabang Medan)”.
Pemasalahan yang dibahas
a. Apakah faktor-faktor penyebab lembaga pembiayaan melakukan perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan?
b. Bagaimana kedudukan hukum perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan?
c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan jika terjadi wanprestasi?
Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Teoritis 1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi dasar perbandingan, pegangan teoritis.17 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pedoman/ petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.18
17 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994. hal. 80
18 Lexy Molloeng, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993. hal. 35
Suatu undang-undang harus memberikan keadaan yang sama kepada semua pihak dan juga memberikan perlindungan hukum yang seimbang, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan diantara pribadi-pribadi tersebut. Semua orang bersamaan kedudukannya dan harus diperlakukan sama di depan undang- undang, apabila terjadi perbedaan perlakuan hukum diantara orang-orang maka tujuan undang-undang untuk memberikan keadilan, perlindungan hukum bagi semua orang. Teori yang digunakan dalam penelitian adalah teori perlindungan hukum. Menurut Fitzgerald sebagimana dikutip Satjipto Rahardjo awal mula dari munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato), dan Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang diwijudkan melalui hukum dan moral.19
Perlindungan hukum bila dijelaskan harfiah dapat menimbulkan banyak persepsi. Sebelum mengurai perlindungan hukum dalam makna yang sebenarnya dalam ilmu hukum, menarik pula untuk mengurai sedikit mengenai pengertian- pengertian yang dapat timbul dari penggunaan istilah perlindungan hukum, yakni perlindungan hukum bias berarti perlindungan yang diberikan terhadap hukum
19 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti,Bandung,2000.hal.53
agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai aparat penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap sesuatu.20
Perlindungan hukum juga dapat menimbulkan pertanyaan yang kemudian meragukan keberadaan hukum. Hukum harus memberikan perlindungan terhadap semua pihak sesuai dengan status hukumnya karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum. Aparat penegak hukum wajib menegakkan hukum dan dengan berfungsinya aturan hukum, maka secara tidak langsung pula hukum akan memberikan perlindungan pula tiap hubungan hukun atau segala aspek dalam kehidupan masyarakat yang diatur oleh hukum.
Perlindungan hukum dalam hal ini sesuai dengan teori interprestasi hukum bahwa interprestasi atau penafsiran merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gambling mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu.
Penafsiran oleh hakim merupakan penjelasan yang harus menuju kepada pelaksaan yang dapat diterima oleh ,masyarakat mengenai peraturan hukum terhadap peristiwa konkrit. Metode interprestasi ini adalah sarana atau alat untuk mengetahui makna Undang-Undang. Pembenarannya terletak pada kegunaan untuk melaksanakan ketentuan yang konkrit dan bukan untuk kepentingan metode itu sendiri.21
Penafsiran sebagai salah satu metode dalam penemuan hukum (rechtsvinding), berangkat dari pemikiran bahwa pekerjaan kehakiman memiliki karakter logikal. Interprestasi atau penafsiran oleh hakim merupakan penjelasan
20 Sudikno Mertokusomo, Penemuan Hukum, PT.Citra Aditya Bakti,Bandung,2009,hal.38
21 Ibid.hal.39
yang harus menuju kepada pelaksanaan yang dapat diterima oleh masyarakat mengenai peraturan hukum terhadap peristiwa yang konkrit. Metode interprestasi ini adalah sarana atau alat untuk mengetahui makna Undang-Undang.22
Dalam penelitian ini membahas mengenai hak kepemilikan terhadap suatu benda hak milik atas suatu benda mengikuti kemanapun atau ditangan siapapun benda itu berada. Kepemilikan benda/barang ini dikenal dengan istilah droit de suit. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hak kepemilikan dari suatu benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tetap melekat berada di tangan pemiliknya (pemberi fidusia) sebagai kreditur sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan, meskipun benda tersebut tidak berada di tangan pemiliknya bahkan sekalipun benda/barang tersebut berada ditangan orang lain. Oleh karena itu pemilik barang/benda yang sah tersebut perlu memperoleh perlindungan hukum agar hak-haknya tidak dirugikan karena perlakuan yang tidak adil dari pihak yang menguasai barang atau benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tersebut.
Perlindungan hukum bagi masyarakat dalam hal ini para pihak meliputi 2 (dua) jenis yaitu : 23
1. Perlindungan preventif dimana para pihak diberikan kesempatan mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum akta perikatan ditandatangani dihadapan notaris. Hal ini dimaksudkan untuk membuat akta perikatan tersebut benar-benar mencerminkan suatu keadaan yang seimbang dan proporsional serta memberikan perlindungan hukum kepada
22 Ibid.hal.40
23 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. 2008. hal.57
para pihak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya setelah akta perikatan jual beli tersebut ditandatangani.
2. Perlindungan hukum represif dimana perlindungan hukum tersebut ditujukan untuk melakukan penyelesaian terhadap sengketa yang terjadi diantara para pihak dalam pelaksanaan perjanjian perikatan jual beli tersebut.
Prinsip penyelesaian sengketa diutamakan dengan jalan musyawarah mufakat sedangkan jalur litigasi merupakan suatu sarana terakhir (ultimum remedium).
2. Konsep
Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational defenition.24 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :
1. Perlindungan hukum kreditur adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada kreditur pemegang jaminan fidusia atas objek jaminan fidusia yang disita oleh negara (pengadilan) karena terkait kasus tindak pidana.
24 Sutan Reny Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Indonesia, Institut Bankir Indonesiai¸Jakarta, 1993, hal.
10
2. Pemberi fidusia adalah perseorangan selaku debitur yang membeli secara angsuran berupa mobil yang telah diikat dengan jaminan fidusia oleh kreditur.
3. Pemegang hak fidusia adalah kreditur perusahaan berbadan hukum yang memiliki tagihan piutang kepada debitur dalam suatu perjanjian kredit mobil dengan sistem sewa beli. 25
4. Objek jaminan fidusia adalah benda bergerak berupa mobil yang telah diikat dengan jaminan fidusia melalui suatu akta otentik notariil dan telah didaftarkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Perjanjian pengikatan jaminan fidusia adalah suatu perjanjian pengikatan barang bergerak berupa mobil sebagai objek jaminan fidusia yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan dengan menggunakan akta notaris dimana pemberi fidusia adalah konsumen selaku debitur dan penerima fidusia adalah perusahaan pembiayaan selaku kreditur dengan tujuan sebagai jaminan hutang dan jaminan pelunasan hutang debitur apabila debitur tak mampu membayar hutangnya.
6. Akta Jaminan Fidusia adalah akta Notaris yang berisikan pemberian Jaminan Fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.26
7. Penyitaan adalah suatu penyitaan objek jaminan fidusia oleh negara melalui suatu putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena terkait dengan kasus tindak pidana pencurian.
25 Juswito Satrio,Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia,Citra Aditya,Jakarta,2005,hal.54.
26 Ibid ,hal. 57.
8. Jaminan yang menjadi sitaan adalah objek jaminan fidusia berupa 1 (satu) unit mobil jenis pick up merk Suzuki Carry yang disita oleh negara melalui putusan pengadilan karena dana pembeliannya terkait dengan kasus tindak pidana pencurian.
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.27
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang- undangan yang berlaku mengenai hukum jaminan fidusia, ketentuan tentang penyitaan barang berkaitan dengan tindak pidana perbankan dan pencurian dan ketentuan tentang perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia dalam kaitannya dengan perampasan/penyitaan objek jaminan fidusia oleh negara melalui putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap serta bahan hukum lainnya dibidang perjanjian. Sifat penelitian ini adalah deskriptif , maksudnya adalah dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara
27 Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, ANDI, Yogyakarta, 2000, hal. 4
cermat bagaimana menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.28
2. Sumber Data
Data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum primer, sekunder maupun tertier yang dikumpulkan melalui studi dokumen dan kepustakaan yang terdiri dari :
a. Bahan hukum primer yang berupa norma/peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan hukum perjanjian pada umumnya dan hukum jaminan fidusia pada khususnya serta hukum pidana yang berkaitan dengan perampasan dan penyitaan barang sebagai objek jaminan fidusia. Dalam penelitian ini bahan hukum primer adalah UUJF No.
42 Tahun 1999, KUH Pidana, Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Perpres No.9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayan, KUH Perdata tentang Hukum Perjanjian.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah hukum tentang hukum jaminan perjanjian pada umumnya dan hukum jaminan fidusia pada umumnya, serta hukum pidana yang berkaitan perampasan/penyitaan barang
28 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rienika Cipta, Jakarta, 2008, hal 27.
c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, dan lain sebagainya.29
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik dan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research). Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu studi dokumen untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi, dan menganalisa data primer, sekunder maupun tertier yang berkaitan dengan penelitian ini.30
4. Analisis Data
Analisis data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode atau tanda, dan mengkategorikannya sehingga diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus atau masalah yang ingin dijawab.
Melalui serangkaian aktivitas tersebut, maka penulisan tesis ini menggunakan data kualitatif. Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. 31
29 Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum dalam Teori dan Praktek, Bumi Intitama Sejahtera, 2010, hal 16.
30 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2011, hal 8.
31Bogdan, R.C dan Biklen, S.K, Qualitative Research for Education : An Introduction to Theory and Mehtods, Allyn and Bacon, Inc,Boston,1982.
Analisis dalam penelitian kualitatif bersifat induktif. Informasi yang dikumpulkan di lapangan digunakan untuk membuat simpulan akhir, bukan untuk membuktikan hipotesis. Oleh karenanya peneliti menggali informasi selengkap mungkin. Proses analisis data dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data.
Artinya, analisis harus sudah dilakukan sejak awal, tidak sama dengan dengan analisis data dalam penelitian kuantititatif yang dilakukan setelah semua data terkumpul. Proses interaktif juga dilakukan baik pada waktu pengumpulan data masih berlangsung, misalnya dalam bentuk perbandingan antar unit data, pengelompokan data, maupun pengumpulan data sudah berakhir, dalam penyusunan laporan yang melibatkan analisis tahap akhir. Proses siklus dilakukan sejak awal pengumpulan data sampai akhir sebagai kelanjutan proses refleksi.32
32 Sutopo, H.B, Metodologi Penelitian Kualitatif, Sebelas Maret University Press,Surakarta,2005,hal 22.
BAB II
STATUS HUKUM OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG
DIRAMPAS/DISITA OLEH NEGARA MELALUI SUATU PUTUSAN PENGADILAN BERKAITAN DENGAN KASUS TINDAK PIDANA
DALAM HAL
DEBITUR TIDAK MAMPU MEMBAYAR HUTANGNYA
A. Pembiayaan Konsumen Dengan Jaminan Fidusia
Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis formal diakui sejak berlakunya Undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Sebelum Undang-undang ini dibentuk, lembaga ini disebut dengan bermacam-macam nama. Zaman Romawi menyebutnya”Fiducia cum creditore” Asser Van Oven menyebutnya “zekerheids-eigendom” (hak milik sebagai jaminan), Blom menyebutnya “bezitloos zekerheidsrecht” (hak jaminan tanpa penguasaan), Kahrel memberi nama “Verruimd Pandbegrip” (pengertian gadai yang diperluas), A. Veenhooven dalam menyebutnya “eigendoms overdracht tot zekergeid” (penyerahan hak milik sebagai jaminan) sebagai singkatan dapat dipergunakan istilah “fidusia” saja. 33
Fidusia dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan istilah “penyerahan hak milik secara kepercayaan”. Dalam terminologi Belandanya sering disebut dengan istilah lengkapnya berupa Fiduciare Eigendoms Overdracht (FEO), sedangkan dalam bahasa Inggrisnya secara lengkap sering disebut istilah Fiduciary Transfer of Ownership.34
33 Mariam Darus Badrulzaman, Bab Tentang Kredit Verband, Gadai & Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 90.
34 Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 3
Sedangkan pengertian fidusia berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUJF adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Berdasarkan Pasal tersebut fidusia dirumuskan secara umum, yang belum dihubungkan atau dikaitkan dengan suatu perjanjian pokok jadi belum dikaitkan dengan hutang. Adapun unsur-unsur perumusan fidusia sebagai berikut :35
a. Unsur secara kepercayaan dari sudut pemberi fidusia ;
Unsur kepercayaan memang memegang peranan penting dalam fidusia dalam hal ini juga tampak dari penyebutan unsur tersebut di dalam UUJF arti kepercayaan selama ini diberikan oleh praktek, yaitu : Debitur pemberi jaminan percaya, benda fidusia yang diserahkan olehnya tidak akan benar-benar dimiliki oleh kreditur penerima jaminan tetapi hanya sebagai jaminan saja; Debitur pemberi jaminan percaya bahwa kreditur terhadap benda jaminan hanya akan menggunakan kewenangan yang diperolehnya sekedar untuk melindungi kepentingan sebagai kreditur saja; Debitur pemberi jaminan percaya bahwa hak milik atas benda jaminan akan kembali kepada debitur pemberi jaminan kalau hutang debitur untuk mana diberikan jaminan fidusia dilunasi.
b. Unsur kepercayaan dari sudut penerima fidusia;
c. Unsur tetap dalam penguasaan pemilik benda;
d. Kesan ke luar tetap beradanya benda jaminan di tangan pemberi fidusia;
e. Hak mendahului (preferen);
f. Sifat Accesoir.
35 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 160-175.