• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR"

Copied!
249
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGGUNAAN LAHAN UNTUK PENAMBANGAN KAPUR

PT INDOCEMENT TUNGGAL PERKASA TBK

UNIT CITEUREUP KABUPATEN BOGOR

Wiwik Dwi Haryanti

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(2)

ii

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis” Perencanaan Pengelolaan Potensi Sumberdaya Alam dan Manusia yang Terkena Dampak Penggunaan Lahan untuk Penambangan Kapur PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk Unit Citeureup Kabupaten Bogor” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya lain baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam bentuk teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2009

Wiwik Dwi Haryanti NIM : P052030261

(3)

iii

WIWIK DWI HARYANTI. Resource and Human Management Planning which is Influenced by Land Using for Lime Mining Activity PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk Unit Citeureup Bogor Regency. Supervised by OTENG HARIDJAJA and RINA OKTAVIANI

A variety of human needs concerning nature makes various emerge resource utilization and management effort in mining activity area PT Indocement Tunggal Perkasa Bogor Regency. The need of cement industry mine material to support the requirements of national development and society around the mining disctrict on agricultural land resource as livelihood is two different interest that have a potential to emerge conflict of interest on nature resource utilization. Knowing the nature and human resource potentials as well as determining the direction of utilization planning strategy an ecologically, economically, socially and institutionally sustainable land management are the aims of this study.

Research was carried out for 6 months from November 2008 to April 2009. This is a descriptive qualitative study to describe the field condition through Participatory Rural Appraisal (PRA) method and analyze stakeholders’ opinion on determining sustainable land utilization and management priority through Analytical Hierarchy Process (AHP) by pair elements commparison method.

General condition explained that land utilization on mining district for ecologically agriculture commodities is on appropriate land : un-suitability (U/N), marginally suitability (S-3t, and S-3gt) for seasonal plants, as well as un-suitability (U/N), marginally un-suitability (S-3te), and moderatly un-suitability (S-2te) for annual plants. The agricultural, industrial, and husbandry commodities that have proper economic potential is cassava, long bean, cucumber, mangoes, wood (albasia), tapioca industry, and goats husbandry. Main job as farmers is 85 %, 83,33% don’t have an own land so they need an agricultural land. It is very important for their who have livelihood as a paisant, (71,67%) moreover for theirs who were in a productive age.

Result of Analytical Hierarchy Process to determine the direction of land utilization and management pre, post, and non mining land showed that the stakeholders group who have important role on all land condition is the corporate (PT ITP). Priority ecology aspect on pre and post mining, socially aspect is on non- mining land utilization and management, the main choice for non-mining land utilization and management is food plants. Although value priority of bio-fuel plantation is higher than value priority of food plants, but food plants have more useful in social and economic. Priority pre- mining land utilization and management is food plants, and post- mining is land management based on sustainable environtment.

(4)

iv

WIWIK DWI HARYANTI. Perencanaan Pengelolaan Potensi Sumberdaya Alam dan Manusia yang Terkena Dampak Penggunaan Lahan untuk Penambangan Kapur PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk Unit Citeureup Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh OTENG HARIDJAJA dan RINA OKTAVIANI

Berbagai kebutuhan manusia terhadap alam menyebabkan timbulnya bermacam upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam terutama lahan. Seperti halnya pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan di wilayah penambangan PT Indocement Tunggal Perkasa Kabupaten Bogor. Kebutuhan bahan tambang industri semen untuk mendukung pembangunan nasional dan kebutuhan masyarakat sekitar wilayah penambangan akan sumberdaya lahan pertanian sebagai sumber mata pencaharian merupakan dua kepentingan berbeda yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya alam terutama pada sumberdaya lahan kawasan penambangan. Oleh karena itu diperlukan perencanaan dalam pengelolaan sumberdaya lahan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun arahan strategi perencanaan pemanfaatan dan pengelolaan lahan kawasan penambangan berkelanjutan secara ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan, berdasarkan potensi sumberdaya alam dan manusia. Penelitian bersifat deskriptif kualitatif untuk menggambarkan kondisi di lapangan melalui metode Partisipatory Rural Appraissal (PRA) mengenai kondisi dan potensi ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan di Desa Lulut dan Leuwikaret Kecamatan Klapanunggal, serta Desa Hambalang Kecamatan Citeureup yang menjadi lokasi penelitian. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan mulai bulan November 2008 sampai dengan April 2009.

Pendekatan analytical hierarchy process dengan metode comparative judgement digunakan untuk merumuskan dan menganalisis pilihan prioritas arahan kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan lahan berkelanjutan yang melibatkan berbagai stakeholders dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan hasil penelitian, sumberdaya lahan kawasan tambang secara ekologis terbagi dalam 3 tipe yaitu 1) lahan tidak ditambang. 2) lahan pra tambang, dan lahan pasca tambang. Pemanfaatan lahan kawasan tambang antara lain untuk usaha pertanian masyarakat sekitar baik untuk tanaman semusim berupa tanaman pangan dan sayuran serta tanaman tahunan baik tanaman produksi kayu maupun buah. Selain itu perusahaan memanfaatkan lahan kawasan tambang untuk pengembangan jarak pagar sebagai bahan bakar alternatif biofuel pada lahan tidak ditambang dan pasca tambang.

Secara ekologis wilayah desa Leuwikaret dan Lulut, berada pada kategori kesesuaian lahan; tidak sesuai untuk padi sawah, semusim maupun tahunan, kesesuaian tidak sesuai (U) untuk tanaman padi sawah dan semusim, namun sesuai marginal (S-3te) untuk tanaman tahunan. Di desa Hambalang berada pada kategori tidak sesuai (U) untuk tanaman padi sawah dan semusim, namun sesuai marginal (S-3te) untuk tanaman tahunan dan kategori tidak sesuai (U) untuk tanaman padi sawah namun sesuai marginal (S-3t) untuk tanaman semusim, dan agak sesuai (S-2te) untuk tanaman tahunan.

Beberapa komoditas pertanian dan non pertanian yang diusahakan masyarakat desa di sekitar kawasan tambang seperti ; ubikayu, kacang panjang,

(5)

v

diusahakan. Nilai IRR tertinggi pada usaha ternak pembesaran kambing sebesar 63% dan terrendah 17% pada usaha perkebunan buah manggis. Hanya padi ladang yang diusahakan oleh 15% responden dan Pengembangan jarak pagar oleh perusahaan menunjukkan nilai NPV dan IRR negatif.

Kondisi sosial masyarakat desa sekitar kawasan penambangan menunjukkan bahwa sebagian besar (85%) masyarakat petani menjadikan bertani sebagai sumber mata pencaharian utama, namun 83.33% dari jumlah petani tidak memiliki lahan sendiri. Sebagian besar petani (71,67%) termasuk kelompok umur produktif, dan masih memiliki tanggungan keluarga 5-6 jiwa sebanyak 37 % serta 80% petani memiliki tanggungan keluarga masih bersekolah sehingga kebutuhan masyarakat petani bertambah. Jika kehilangan lahan garapan maka petani juga kehilangan sumber mata pencaharian utama apalagi sebanyak 46,67% tidak memiliki mata pencaharian tambahan. Hal ini mengindikasikan bahwa petani membutuhkan sumberdaya lahan sebagai sumberdaya ekonomi keluarga secara berkelanjutan. Pemanfaatan dan pengelolaan lahan kawasan tambang menjadi salah satu solusi alternatif, namun berbagai kepentingan pemanfaatan lahan kawasan tambang membutuhkan suatu arahan kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan lahan kawasan tambang.

Kebijakan pemanfaatan lahan berdasarkan Peta RTRW Kabupaten Bogor tahun 2001-2010, di wilayah desa yang menjadi lokasi kawasan tambang menunjukkan; penataan ruang wilayah desa Lulut untuk kawasan pemukiman dan zona tambang. Di desa Leuwikaret untuk zona tambang, hutan produksi, dan hutan lindung. Di desa Hambalang, untuk pemukiman, perkebunan, dan pertanian lahan kering. Berdasarkan kebijakan pemerintah tentang peruntukan lahan, kondisi ekologis, potensi ekonomi dan kondisi sosial maka disusun skenario pilihan alternatif pemanfaatan dan pengelolaan lahan pra, pasca, dan tidak ditambang sebagai arahan dalam perencanaan pengelolaan sumberdaya alam kawasan tambang berkelanjutan.

Hasil Analytical Hierarchy Process untuk menentukan arahan strategi pemanfaatan dan pengelolaan lahan pra, pasca dan tidak ditambang menunjukkan bahwa kelompok skakeholders yang berperan penting adalah perusahaan (PT ITP) untuk semua tipe lahan baik pada lahan pra tambang dengan bobot prioritas 38%, pasca tambang (32,6%) maupun lahan tidak ditambang (45,5%). Prioritas aspek pada pemanfaatan dan pengelolaan lahan tidak ditambang adalah aspek sosial dengan bobot 30,1%, sedangkan aspek ekologi menjadi prioritas pertama pada pemanfaatan dan pengelolaan lahan pra tambang dengan bobot 40% dan pasca tambang dengan bobot 58,8%. Alternatif pilihan utama pemanfaatan dan pengelolaan lahan tidak ditambang adalah untuk tanaman pangan dengan bobot 25,2%. Tanaman pangan dipilih menjadi alternatif utama meskipun nilai prioritas perkebunan biofuel (Pbf) lebih tinggi dengan bobot 28,7%. Pada lahan pra tambang alternatif yang dipilih adalah tanaman pangan (Tp) dengan bobot 34,6%, dan pada lahan pasca tambang adalah pengelolaan lahan berbasis lingkungan berkelanjutan (Lb) dengan bobot 27,9%. Untuk pengelolaan selanjutnya, diperlukan perencanaan secara aplikatif yang melibatkan para pemangku kepentingan untuk mencapai kesepakatan.

(6)
(7)

vii

PENGGUNAAN LAHAN UNTUK PENAMBANGAN KAPUR

PT INDOCEMENT TUNGGAL PERKASA TBK

UNIT CITEUREUP KABUPATEN BOGOR

Wiwik Dwi Haryanti

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(8)

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Oteng Haridjaja. MSc Dr.Ir.Rina Oktaviani. MS K e t u a A n g g o t a

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahyo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,MS

Tanggal ujian : Tanggal lulus :

Perkasa Tbk Unit Citeureup Kabupaten Bogor

Nama Mahasiswa : Wiwik Dwi Haryanti

Nomor Pokok : P052030261

(9)

PRAKATA

Segala puji dan syukur hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Perencanaan Pengelolaan Potensi Sumberdaya Alam dan Manusia yang Terkena Dampak Penggunaan Lahan untuk Penambangan Kapur PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk. Unit Citeureup Kabupaten Bogor”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi sumberdaya alam dan manusia baik secara ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan dan menentukan arahan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan di wilayah penambangan dan sekitarnya secara berkelanjutan.

Penyusunan tesis ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan yang diperlukan dalam meraih gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada Bapak Dr. Ir. Oteng Haridjaja, MSc sebagai pembimbing pertama dan Ibu Dr. Ir. Rina Oktaviani. MS sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan waktu, pikiran, tenaga, dan motivasi yang sangat berharga bagi penulis untuk terus maju menyelesaikan penelitan ini. Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo. MS sebagai ketua program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan dan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro. MS sebagai Dekan Sekolah Pascasarjana. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh Staf Akademika Pascasarjana dan Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan lingkungan yang telah membantu proses studi hingga selesai, dan kepada seluruh pihak yang telah membantu proses penyelesaian studi dan penelitian namun tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dalam menempa diri menuntut ilmu dan pengetahuan yang memberi banyak pelajaran dan pengalaman berharga sebagai bekal diri dalam kehidupan bermasyarakat.

Bogor, Juli 2009

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 22 September 1974 dari bapak bernama Warsito Siswo Pranoto dan Ibu Fatmiwati, sebagai putri kedua dari tiga bersaudara.

Jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA diselesaikan di Kabupaten Semarang dan Boyolali tahun 1987- 1993. Tahun 1999 penulis meyelesaikan studi di Universitas Padjadjaran Bandung pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial.

Penulis melanjutkan studi Program Magister Sains (S2) di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……….. iii

DAFTAR TABEL ……….. vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR GAMBAR LAMPIRAN... xii

DAFTAR TABEL LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... 6 1.4 Kegunaan Penelitian ... 6 1.5 Kerangka Pemikiran ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….. 9

2.1 Pengelolaan Sumberdaya Alam Berkelanjutan ... 9

2.2 Pengelolaan Sumberdaya Lahan ... 10

2.3 Kegiatan Penambangan ………. 13

2.4 Pengelolaan Lahan Bekas Tambang ………. 13

2.5 Kebijakan Pengelolaan Lahan Bekas Tambang di Indonesia .... 17

2.6 Perencanaan Pengelolaan SDA di wilayah Penambangan dan Desa Sekitar Penambangan ... 19

2.7 Peran dan Fungsi Pemangku Kepentingan ... 20

2.7.1 Peran Pemerintah Pusat dan Daerah ... 22

2.7.2 Peran Sektor Swasta ... 23

2.7.3 Peran Masyarakat ... 23

2.7.4 Peran lembaga Pendidikan/ Perguruan Tinggi ... 25

2.7.5 Peran lembaga Swadaya Masyarakat ... 26

2.8 Metode Partisipatory Rural Appraisal ... 27

2.9 Pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 36

3.3 Metode Penelitian dan Tehnik Pengumpulan Data ... 37

3.4 Metode Analisis Data Potensi ………... 40

(12)

3.4.2 Analisis Ekonomi beberapa Komoditas yang

Diusahakan ……… 41

3.4.3 Analisis Sosial dan Respon Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Lahan ……….... 44

3.4.4 Metode Analisis Pengambilan Keputusan dalam Pemanfaatan dan Pengelolaan Lahan kawasan tambang... 45

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 49

4.1 Gambaran Umum PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk Unit Citeureup ... 49

4.1.1 Letak dan Luas Kawasan Perusahaan ... 49

4.1.2 Wilayah Penambangan PT ITP ... 50

4.1.3 Proses Penambangan Batu Kapur dan Sandyclay... 51

4.1.4 Sumberdaya Lahan di Wilayah Penambangan ………. 53

4.1.5 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ………. 56

4.2 Gambaran Umum Desa Penelitian ………. 56

4.2.1 Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal 61

4.2.2 Desa Leuwikaret Kecamatan Klapanunggal 79 4.2.3 Desa Hambalang Kecamatan Citeureup 82 4.3 Karakteristik Responden Masyarakat Petani ………. 93

4.3.1 Responden Berdasarkan Umur ... 93

4.3.2 Tingkat Pendidikan .Responden ... 94

4.3.3 Jumlah Tanggungan dalam Keluarga 70 ... 95

4.3.4 Mata Pencaharian Utama dan Tambahan ... 97

4.3.5 Kepemilikan Lahan Pertanian ... 98

4.3.6 Kepemilikan Alat Komunikasi dan Informasi... 10

4.3.7 Responden Berdasarkan Rata-rata dan Tingkat Pendapatan ... 101

4.3.8 Lokasi Lahan Garapan untuk Pertanian ... 102

4.3.9 Jenis Komoditas yang Diusahakan Petani ... 103

4.4 Permasalahan Berdasarkan Urutan Prioritas ... 104

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 106

5.1 Potensi Ekologis ………. 106

5.1.1 Kesesuaian Lahan Komoditas Pertanian Desa Lulut dan Leuwikaret... 107

5.1.2 Kesesuaian Lahan Komoditas Pertanian Desa Hambalang ... 108

5.2 Potensi Ekonomi ... 1

5.2.1 Analisis Kelayakan Usaha Komoditas Pertanian dengan perhitungan Nilai NPV dan IRR pada Tingkat Discount Rate 10%, 12%, dan 14% ... 109

5.2.2 Analisis Kelayakan Usaha Komoditas Agroindustri Tapioka dengan perhitungan Nilai NPV dan IRR pada Tingkat Discount Rate 10%, 12%, dan 14%... 119

(13)

5.2.3 Analisis Kelayakan Usaha Komoditas Ternak Kambing dengan perhitungan Nilai NPV dan IRR pada Tingkat

Discount Rate 10%, 12%, dan 14% ... 121

5.2.4 Analisis Ekonomi Perkebunan Jarak Pagar ”Jatropha Curcas Linn Project” Lahan Kawasan Tambang PT ITP Unit Citeureup ... 122

5.3 Potensi Sosial dan Kelembagaan ... 127

5.4 Arahan Strategi Perencanaan Pemanfaatan dan Pengelolaan Lahan Kawasan Tambang ... 131

5.4.1 Hasil Analytical Hierarchy Process dalam Pemanfaatan dan Pengelolaan Lahan Tidak Ditambang. 135 5.4.2 Hasil Analytical Hierarchy Process dalam Pemanfaatan dan Pengelolaan Lahan Pra Tambang ... 148

5.4.3 Hasil Analytical Hierarchy Process dalam Pemanfaatan dan Pengelolaan Lahan Pasca Tambang... 162

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 184

6.1 Kesimpulan ... 184

6.2 Implikasi Kebijakan ... 185

DAFTAR PUSTAKA ... 186

(14)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Skala Prioritas Analytical Hierarchy Process ... 32

2 Jenis dan Sumber Data ... 37

3 Tahapan Penelitian PRA di Desa-desa yang Terkena Dampak Penggunaan Lahan untuk Kawasan Penambangan 39 4 Jumlah Responden Stakeholders dalam Pengambilan Keputusan Metode Analitycal Hierarchy Process ... 40

5 Luas Kepemilikan dan Pemanfaatan lahan PT ITP ... 50

6 Pemanfaatan Lahan Desa Lulut Kecamatan Klapanun... 62

7 Komposisi Penduduk Desa Lulut Berdasarkan Umur 63 8 Pemanfaatan Lahan Desa Leuwikaret Kecamatan Klapanunggal ... 71

9 Jumlah Penduduk Desa Leuwikaret Berdasarkan Umur ... 73

10 Pemanfaatan/ Penggunaan Lahan Desa Hambalang... 83

11 Mata Pencaharian Penduduk Desa Hambalang ... 86

12 Jenis Komoditas Pertanian Desa Hambalang ... 86

13 Jenis Komoditas Buah di Desa Hambalang ... 87

14 Jenis Komoditas Perkebunan Negara, Swasta, dan Rakyat Desa Hambalang... 87

15 Jenis Ternak yang Diusahakan Masyarakat ... 89

16 Responden Berdasarkan Umur ... 93

17 Tingkat Pendidikan Responden Petani ... 94

18 Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga... 95

19 Responden Menurut Mata Pencaharian Utama dan Tambahan ... 97

(15)

20 Responden Berdasarkan Luas Lahan Milik dan Garapan .... 98

21 Responden Berdasarkan Kepemilikan Alat Komunikasi dan Informasi ... 100

22 Tingkat Pendapatan Responden ... 101

23 Responden Berdasarkan Luas lahan Milik dan Garapan .... 102

24 Keragaan Komoditas Pertanian yang Diusahakan Petani .... 103

25 Permasalahan Berdasarkan Urutan Prioritas ... 104

26 Faktor Discount Rate ... 110

27 Cash Flow Komoditas Ubi Kayu ... 111

28 Analisis NPV pada Komoditas Ubi Kayu ... 111

29 Analisis Cash Flow Komoditas Jagung Manis... 112

30 Hasil Analisis NPV Komoditas Jagung Manis... 112

31 Cash Flow Komoditas Padi Ladang Tabel. ... 113

32 Hasil Analisis NPV pada Komoditas Padi Ladang... 113

33 Hasil Ana lisis Cash Flow Komoditas Ketimun ………….. 114

34 Hasil Analisis NPV Komoditas Ketimun... 114

35 Hasil Analisis Cash flow Komoditas Kacang Panjang ……. 115

36 Hasil Analisis NPV Komoditas Kacang Panjang... 116

37 Hasil Analisis Cash Flow Komoditas Kayu Albasia ……. 116

38 Hasil Analisis NPV Komoditas Kayu Albasia ( Jeunjing)… 117 39 Hasil Analisis Cash Flow Komoditas Buah Manggis…….. 118

40 Hasil Analisis NPV Komoditas Buah Manggis... 117

41 Hasil Analisis Cash Flow Industri Tepung Tapioka……... 120

42 Hasil Analisis NPV Komoditas Industri Tepung Tapioka ... 119

43 Hasil Analisis Cash Flow Ternak Kambing ……….. 121

(16)

45 Hasil Analisis Cash Flow Komoditas Jarak Pagar... 123 46 Skor dan Rangking Prioritas Aspek oleh Kelompok

Stakeholders dalam Pemanfaatan dan Pengelolaan Lahan

Tidak Ditambang ... 137 47 Skor dan Rangking Prioritas Alternatif Berdasarkan

Keseluruhan Aspek Menurut Pendapat Masing- masing

Stakeholders ... 139 48 Matrik Potensi Ekologis dan Implikasinya Terhadap

Pilihan Komoditas Pemanfaatan Lahan Tidak Ditambang 147 49 Nilai Prioritas Aspek dalam Pemanfaatan dan Pengelolaan

Lahan Pra Tambang ... 150 50 Nilai Prioritas Alternatif dalam Pemanfaatan dan

Pengelolaan Lahan Pra Tambang Berdasarkan Semua

Aspek Menurut Kelompok Stakeholders ... 151 51 Matrik Potensi Ekologis dan Implikasinya Terhadap

Pilihan Komoditas Pemanfaatan Lahan Pra Ditambang .. 161 52 Nilai Prioritas Aspek dalam Pemanfaatan dan Pengelolaan

Lahan Pasca Tambang ... 165 53 Nilai Prioritas Alternatif dalam Pemanfaatan dan

(17)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 8

2 Struktur Hierarki Pengambilan Keputusan dalam Pemanfaatan Lahan Tidak Ditambang... 46

3 Struktur Hierarki Pengambilan Keputusan dalam Pemanfaatan Lahan Pra Tambang... 47

4 Struktur Hierarki Pengambilan Keputusan Kebijakan Reklamasi Lahan Pasca Tambang... 47

5 Bagan Alir Penelitian ... 48

6 Lokasi Kegiatan Penambangan di Quarry D (A) di Desa Lulut dan Leuwikaret dan Penambangan Tabah Liat di Desa Hambalang (B) ... 52

7 Pemanfaatan Lahan yang tidak Ditambang (A) dan Lahan Pasca Tambang untuk Penanaman Pohon Jarak Pagar (B) ... 60

8 Grafik Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Desa Lulut ... 65

9 Peta Potensi Ekonomi Desa Lulut... 63

10 Aliran Sumberdaya Perekonomian Desa Lulut... 67

11 Peta Potensi Sumberdaya Sosial Desa Lulut ... 69

12 Diagram Venn Kelembagaan Desa Lulut... 70

13 Grafik Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Le uwikaret ... 74

14 Grafik Sumber Mata Pencaharian Penduduk Desa Leuwikaret .. 76

15 Peta Potensi Ekonomi Desa Leuwikaret... 78

16 Diagram Alir Sumberdaya Ekonomi Desa Leuwikaret... 79

17 Peta Sumberdaya Sosial Desa Leuwikaret... 80

(18)

19 Peta Potensi Ekonomi Desa Hambalang... 88

20 Diagram Alir Sumberdaya Ekonomi Desa Hambalang ... 89

21 Peta Potensi Sumberdaya Sosial Desa Hambalang ... 91

22 Diagram Venn Kelembagaan Desa Hambalang... 92

23 Grafik Responden Berdasarkan Kelompok Umur... 94

24 Grafik Tingkat Pendidikan Responden ... 95

25 Grafik Jumlah Tanggungan dalam Keluaga Responden ... 96

26 Grafik Jumlah Tanggungan dalam Keluarga Responden yang masih Sekolah ... 96

27 Grafik Responden Berdasarkan Mata Pencaharia Utama ... 97

28 Grafik Responden Berdasarkan Mata Pencaharia Tambahan ... 98

29 Grafik Responden Berdasarkan Luas Kepemilikan Lahan ... 99

30 Grafik Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan ... 99

31 Grafik Respondern Berdasarkan Kepemilikan Televisi ... 100

32 Grafik Tingkat Pendapatan Responden... 101

33 Grafik Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan Garapan. 102 34 Prioritas Aktor yang Berperan dalam Mempengaruhi Kebijakan Pemanfaatan dan Pengelolaan Lahan Tidak Ditambang... 136

35 Hasil Analytical Hierarchy Process Nilai Prioritas Aspek dalam Mencapai Tujuan Pengelolaan Lahan Tidak Ditambang ... 137

36 Grafik Hasil Analytical Hierarchy Process Prioritas Pilihan Alternatif Pemanfaatan Lahan Tidak Ditambang ... 138

37 Hasil Struktur Hierarki Perumusan Arahan Kebijakan, dalam Pemanfaatan dan Pengelolaan Lahan tidak Ditambang ... 142

38 Grafik Hasil Analisis Prioritas Aktor yang Mempengaruhi Kebijakan Pemanfaatan dan Pengelolaan Lahan Pra Tambang... 148

39 Grafik Hasil Analisis Prioritas Aktor yang Mempengaruhi Aspek Pemanfaatan dan Pengelolaan Lahan Pra tambang... 149

(19)

40 Grafik Hasil Analitycal Hierarchy Process Prioritas Alternatif Pemanfaatan dan Pengelolaan Lahan Pra Tambang Berdasarkan

Semua Aspek Menurut Kelompok Stakeholders... 150 41 Hasil Struktur Hierarki Perumusan Arahan Kebijakan, dalam

Pemanfaatan dan Pengelolaan Lahan Pra Tambang ... 153 42 Grafik Hasil Analisis Prioritas Aktor yang Mempengaruhi

Kebijakan Pemanfaatan dan Pengelolaan Lahan Pasca Tambang .. 163 43 Grafik Hasil Analisis Prioritas Aspek Pemanfaatan dan

Pengelolaan Lahan Pasca Tambang... 164 44 Grafik Hasil Analitycal Hierarchy Process Prioritas Alternatif

Pemanfaatan dan Pengelolaan Lahan Pasca Tambang... 165 45 Hasil Struktur Hierarki Perumusan Arahan Kebijakan, dalam

(20)

No Halaman

1 Peta Kawasan Tambang PT ITP Tbk Citeureup ... 191

2 Kondisi dan Pemanfaatan Lahan Tidak Ditambang ... 192

3 Kondisi dan Pemanfaatan Lahan Pra Tambang ... 193

4 Kondisi dan Pemanfaatan lahan Pasca Tambang ... 194

5 Peta Zona Iklim Tipe Schmidt dan Ferguson Wilayah Banten, Jakarta, dan Jawa Barat... 195

6 Peta Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2000–2010... 196

7 Peta Kesesuaian Lahan Skala 1: 50.000 oleh Lembaga Penelitian Tanah Bogor Tahun 1979 ... 197

(21)

DAFTAR TABEL LAMPIRAN

No Halaman

1 Jenis Tanah dan Kesesuaian Lahan Wilayah Desa Lulut, Leuwikaret, dan Hambalang Berdasarkan Peta Tanah Semi Detil Skala 1: 50.000 Daerah Parung-Depok-Bogor-Ciawi

Lembaga Penelitian Tanah Bogor, 1979 ... 198 2 Responden Berdasarkan Luas dan Status Kepemilikan Lahan

Pertanian ... 199 3 Penghitungan Harga Bahan Baku Biji Jarak Pagar

Berdasarkan Rendemen Biji-CJO, Harga Minyak Mentah

(22)

I. 0PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumberdaya alam baik hayati maupun non- hayati sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup manusia. Alam memang disediakan untuk memenuhi kebutuhan manusia di bumi, namun bukan berarti manusia bebas semena- mena mengeksploitasi sumberdaya alam yang melimpah dan mengabaikan daya dukungnya. Jika eksploitasi menjadi orientasi manusia dalam memenuhi segala kebutuhannya maka kerusakan dan kehilangan sumberdaya alam akan mengancam keberlanjutan kehidupan manusia itu send iri.

Oleh karena itu cara pandang manusia terhadap alam harus dirubah dari cara pandang antroposentrisme menjadi ekosentrisme. Antroposentrisme ialah suatu pandangan bahwa manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta, implikasinya, manusia memposisikan diri sebagai penguasa yang terus-menerus mengeksploitasi alam. Berbeda dengan faham ekosentrisme yang memandang bahwa,”Manusia dan kepentingannya bukan ukuran bagi segala sesuatu yang lain”, sehingga perhatian tidak hanya bertumpu pada manusia namun juga makhluk lain baik yang hidup maupun mati. Hal ini berarti, perlu kearifan manusia dalam mengatur hidup selaras dengan alam sebagai sebuah rumah tangga dalam arti luas (Keraf dalam Bahri, 2006)

Perilaku eksploitasi sumberdaya alam tanpa memikirkan keberlanjutan dan kelestarian sumberdaya alam jelas bertentangan dengan falsafah ekosentrisme. Konflik kepentingan baik antara sesama manusia ataupun lingkungan ekosistem lainnya seperti flora, fauna dan lingkungan abiotik adalah buah dari prinsip antroposentrisme. Degradasi perebutan lahan sampai bencana mengiringi perilaku manusia yang eksploitatif terhadap alam.

Pengelolaan sumberdaya alam untuk mendukung perekonomian di Indonesia demi mengejar ketertinggalannya dengan negara lain berdampak pada sikap eksploitatif yang merupakan realisasi cara pandang antroposentrisme. Seperti halnya dalam pengelolaan lahan di Indonesia dimana banyak terdapat berbagai kepentingan terhadap sumberdaya lahan diatasnya. Berbagai kepentingan tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, yang disebabkan adanya

(23)

tumpang tindih penguasaan lahan, pengabaian hak-hak masyarakat lokal dalam akses kehidupan, sampai kebijakan politis yang kurang memihak masyarakat.

Pengelolaan lahan untuk pertambangan yang menjadi andalan perekonomian negara dalam pengelolaannya tidak lepas dari berbagai permasalahan, antara lain; dampak aktivitas penambangan yang berpotensi menimbulkan kerusakan pada lahan, konflik dengan masyarakat yang juga memiliki akses terhadap sumberdaya lahan diatasnya, serta keberlanjutan sumberdaya alam dan manusianya. Keberadaan kawasan tambang diantara kawasan pedesaan memiliki potensi besar terjadinya permasalahan, antara lain benturan kepentingan /akses sumberdaya, ketimpangan sosial, dampak langsung aktivitas penambangan seperti debu, kebisingan, pencemaran maupun perubahan iklim mikro di kawasan tersebut sebagai akibat pembukaan lahan untuk penambangan.

Pergeseran pemilikan lahan menyebabkan lahan-lahan di wilayah pedesaan berpindah tangan dan dikuasai oleh kelompok tertentu, akibatnya masyarakat tidak memiliki lahan atau lahan menjadi lebih sempit. Bagi mereka yang menggantungkan hidupnya pada usaha pertanian karena tidak memiliki usaha lain atau skiil yang memadai, akhirnya hanya mampu menjadi petani penggarap atau petani gurem. Data Sensus Pertanian tahun 1983 dan 1993 diperoleh gambaran bahwa jumlah petani gurem dengan luas lahan pertanian sama atau lebih kecil dari 0,25 ha meningkat dari 18.693.000 rumah tangga menjadi 21.183.000 rumah tangga atau meningkat 13%. Jika asumsi luas lahan pertanian tetap atau bahkan berkurang maka luas lahan yang dikuasai petani semakin sempit. Akibatnya terjadi kemiskinan, pengangguran, ketidakberdayaan yang menyebabkan semakin marginalnya masyarakat pedesaan dan semakin rendah tingkat kesejahteraan mereka.

Keterbatasan sumberdaya lahan ini juga dirasakan oleh masyarakat desa Lulut, Leuwikaret, dan Hambalang yang menjadi lokasi kawasan tambang bahan baku semen PT Indocement Tunggal Perkasa (ITP). Masih besarnya jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani, kurang lebih 5.605 orang berdasarkan data monografi desa di ketiga desa tersebut menunjukkan kebutuhan akan tersedianya sumberdaya lahan cukup besar, namun lahan- lahan di wilayahnya sudah dikuasai pihal luar.

(24)

lahan milik perusahaan yang tidak dan belum ditambang meskipun terbatas dari segi waktu dan luasannya. Bagi masyarakat petani yang tidak memiliki lahan sendiri kesempatan memanfaatkan lahan tersebut dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Namun demikian pengelolaan sumberdaya alam dengan berbagai kepentingan ini harus diwaspadai karena berpotensi menimbulkan kerusakan akibat pengelolaan yang berorientasi pada hasil sehingga bersikap eksplo itatif.

Pengelolaan Lahan kawasan tambang PT ITP yang luasannya mencapai kurang lebih 2000 ha harus direncanakan agar memiliki manfaat baik secara ekologis, ekonomi dan sosial sehingga keberlanjutan potensi sumberdaya alam tersebut dapat terjamin. Untuk itu perlu strategi dalam pengelolaan sumberdaya alam dikawasan tersebut. Kajian potensi sumberdaya alam dan manusia di ketiga desa tersebut merupakan langkah awal yang dapat memberikan informasi kepada masyarakat, pemerintah dan pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap sumberdaya alam sehingga dapat menentukan strategi pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan baik secara ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan.

1.2 Perumusan Masalah

Masalah lahan dan kepentingan diatasnya seringkali memicu konflik yang cukup berarti pada pengelolaan tambang, “Jika terjadi konflik lahan antara perkebunan dan pertambangan, yang perlu diperhatikan adalah prinsip first entry, perhitungan ekonomi dan finansial secara jujur, negosiasi saling menguntungkan dengan arbitrasi dari kepentingan yang berbeda,” (Saragih, 2009).

Pengelolaan tambang terutama yang berdekatan denga n komunitas petani juga tak luput dari masalah. PT Semen gresik (PT SG), mengalami kegagalan dalam mereboisasi lahan. Kegagalan disebabkan karena 90% pohon yang ditanam di lahan PT SG baik yang ditanam di sepanjang jalan masuk maupun sekitar pabrik dibabat habis warga sekitar yang digunakan sebagai kayu bakar. Kasus ini memunculkan gagasan baru yaitu pengelolaan lahan pertanian di dekat lokasi tambang batu kapur dan tanah liat milik perusahaan tersebut sebagai lahan green belt. Lahan tersebut tidak boleh dieksploitasi untuk diambil batu kapurnya demi pemenuhan kebutuhan bahan baku PT SG Tbk.

(25)

Konsep green belt di gagas dan dilaksanakan karena beberapa pertimbangan, diantaranya karena pola reboisasi konvensional yang dilakukan pabrik sejak 1994 gagal (Priyantono, 2007). Dalam perspektif demikian, program green belt di kawasan lahan tambang batu kapur dan tanah liat PT SG di Tuban tak sekadar didasarkan pada pertimbangan ekologis, yaitu terwujudnya keseimbangan lingkungan namun juga menciptakan keamanan sosial dan harmoni antara perusahaan dan lingkungan. Kegagalan reboisasi bersifat top down, yang dijalankan manajemen PT SG sejak 1994 memberikan banyak hikmah. Tanpa pelibatan langsung maupun tak langsung masyarakat, program penghijauan di sekitar kawasan lahan tambang dan pabrik PT SG sulit membuahkan hasil positif. Karena itu, program green belt merupakan manifestasi program bersifat bottom up dengan melibatkan secara langsung komunitas lokal.

Permasalahan konflik lahan juga dialami tambang semen di Sumatera Barat. Perluasan yang akan dilakukan bermasalah karena adanya kepemilikan lahan yang tumpang tindih, Pengajuan pengalihfungsian lahan konservasi baru PT Semen Padang muncul ketika hendak membebaskan lahan milik masyarakat adat Lubuk Kilangan yang bersebelahan dengan lokasi tambang seluas 412 hektar. Namun ketika proses pembayaran sisa lahan seluas 412 hektar, ternyata 249 hektar di antaranya adalah hutan lindung (Saragih, 2008)

PT ITP juga pernah mengalami kendala lahan dengan PT PERHUTANI. Komisi A DPRD Kabupaten Bogor, mensinyalir adanya indikasi perluasan lahan eksploitasi tambang oleh PT Indocement Tunggal Perkasa (ITP) terhadap lahan seluas 5.385 hektar di sekitar areal Quray E yang merupakan lahan milik PERHUTANI. Lahan yang diduga menyimpan deposit batu kapur bahan baku semen dan termasuk dalam wilayah administratif desa Lulut dan Leuwikaret, tidak masuk dalam Peta Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2001-2010. Lahan PERHUTANI seluas 5.385 hektar tersebut merupakan lahan yang berstatus pinjam pakai (Suryade, 2008).

Berbagai masalah pada pengelolaan pertambangan yang terjadi menunjukkan bahwa lahan dan penguasaannya menjadi potensi masalah yang cukup berarti. Walaupun PT ITP sudah mengganti rugi lahan–lahan yang di beli dari penduduk, bukan tidak mungkin kejadian seperti pada PT Semen Padang dan PT Semen Gresik terjadi pada PT ITP. Kenyataan yang ada adalah, dengan tidak

(26)

memadainya luasan lahan petani sekitar tambang karena penjualan pada PT ITP memicu munculnya petani gurem dan bahkan penggarap di 3 desa sekitar tambang PT ITP.

Dikeluarkannya kebijakan perusahaan yang akan memanfaatkan lahan kawasan tamb ang untuk pengembangan jarak pagar baik pada lahan tidak ditambang, pra dan pasca tambang yaitu Quarry A, C, E dan lahan zona aman di sekitar Quarry D juga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dengan masyarakat. Hal ini disebabkan karena masyarakat sekitar tambang saat ini masih memanfaatkan lahan kawasan tambang tersebut untuk usaha pertanian. Berdasarkan keterangan dari beberapa penduduk, dan tokoh pemerintahan desa Leuwikaret, rencana perusahaan ini masih mendapat pertentangan dari masyarakat desa Le uwikaret.

Selain berbagai permasalahan tersebut, dampak penambangan terhadap kerusakan sumberdaya lahan pasca tambang merupakan faktor lain yang harus diperhatikan dalam pengelolaan lahan kawasan tambang. Kerusakan lahan pasca tambang antara lain: perubahan land scape yang biasanya menimbulkan cekungan-cekungan, hilangnya unsur tanah, menurunnya kesuburan tanah, dan perubahan iklim kawasan merupakan dampak operasionalisasi tambang yang harus ditanggulangi. Untuk menanggulangi dampak tersebut maka pengelolaan lahan pasca tambang menjadi agenda yang harus direncanakan oleh pemegang kuasa tambang sesuai dengan peraturan yang berlaku berdasarkan KEPMEN 1211K Tahun 1995 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran Lingkungan pada Kegiatan Usaha Penambangan Umum dan PERMEN ESDM No 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Reklamasi lahan bekas tambang terdiri dari dua kegiatan yaitu; pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya dan mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk pemanfaatan selanjutnya (Latifah, 2003)

Melihat permasalahan-permasalahan yang terjadi dan mungkin akan terjadi pada pengelolaan lahan kawasan tambang PT ITP maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

(27)

penambangan dan desa sekitar ?

2. Bagaimana arahan kebijakan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan di wilayah penambangan PT ITP Unit Citeureup yang berkelanjutan?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara lebih khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis potensi ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan di kawasan penambangan dan desa sekitar sebagai dasar pertimbangan dalam perencanaan pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan.

2. Menganalisis pilihan alternatif kegiatan pemanfaatan dan pengeloaan lahan pra tambang dan tidak ditambang serta arahan kebijakan dalam pengelolaan lahan pasca tambang yang berkelanjutan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat, pemerintah, serta pihak-pihak terkait yaitu pemerintah daerah, masyarakat, PT ITP yang memiliki komitmen dalam Program Bina Lingkungan di desa-desa yang memiliki hubungan langsung dengan aktivitas perusahaan. Kegunaan penelitian tersebut yaitu dapat :

1. Memberikan informasi tentang potensi sumberdaya alam dan manusia yang dapat dikembangkan untuk peningkatan pendapatan masyarakat

2. Memberi masukan dalam perencanaan pengelolaan lingkungan yang lestari dan berkela njutan secara ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Sumberdaya lahan kawasan tambang berupa lahan yang tidak ditambang, pra dan pasca tambang merupakan potensi sumberdaya alam yang harus dikelola secara lestari dan berkelanjutan. Keberlanjutan potensi sumberdaya alam ini akan dapat mendukung kehidupan masyarakat sekitar kawasan tambang yang sangat bergantung pada sumberdaya alam tersebut. Pemanfaatan sementara lahan kawasan tambang oleh masyarakat menunjukkan bahwa kebutuhan sumberdaya lahan sangat besar bagi masyarakat terutama yang bermata-pencaharian utama sebagai petani.

(28)

Manfaat ekonomi dan sosial harus dipertimbangkan dalam memanfaatkan lahan-lahan terbatas di kawasan penambangan dan pengelolaan lahan pasca tambang selain aspek ekologis, sehingga pengelolaan sumberdaya alam di kawasan penambangan dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat dan kelestarian lingkungan berkelanjutan

Untuk mencapai tujuan pengelolaan lahan kawasan tambang yang berkelanjutan diperlukan perencanaan yang didasarkan pada potensi ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan di kawasan tambang dan sekitarnya. Oleh karena itu kajian terhadap potensi-potens i tersebut sangat penting dilakukan untuk menyusun suatu arah perencanaan yang strategis dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan lahan kawasan tambang baik lahan yang tidak ditambang maupun lahan pra dan pasca tambang.

Kajian potensi sumberdaya alam sendiri melibatkan peran serta masyarakat mulai dari menggali potensi dan masalah (assesment). Pendekatan penelitian dan perencanaan Partisipatory Rural Appraisal merupakan pilihan yang tepat dalam rangka memobilisasi masyarakat untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam proses pembangunan. Pemberdayaan merupakan tujuan dari pendekatan PRA, dengan harapan masyarakat akan mampu terus menggali potensi desa dan dirinya dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan melalui peningkatan usaha ekonomi berbasis sumberdaya alam berkelanjutan.

Pilihan prioritas pemanfaatan dan pengelolaan lahan kawasan tambang baik yang tidak ditambang maupun lahan pra dan pasca tambang berdasarkan aspek ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan, menurut pendapat stakeholders merupakan arahan dalam perencanaan pengelolaan sumberdaya alam dan manusia yang terkena dampak penggunaan lahan untuk penambangan. Analisis skenario pilihan didasarkan potensi sumberdaya alam, kondisi eksisting, dan persepsi atau pendapat masyarakat, kebijakan perusahaan, serta kebijakan pemerintah yang tertuang dalam pemanfaatan ruang dan wilayah.

Analisis skenario dilakukan melalui pendekatan Analitycal Hierarchy Process dengan metode Comparative Judgement (perbandingan berpasangan). Diagram kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1 sebagai berikut;

(29)
(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Sumberdaya Alam Berkelanjutan

Sumberdaya alam merupakan aset ekonomi ya ng digolongkan dalam dua jenis yaitu; (1) sumberdaya alam berupa bentang alam (stock) atau modal alam (natual capital) seperti daerah aliran sungai, kawasan lindung, pesisir dan lain-lain yang keberadaannya tidak dibatasi oleh wilayah administratif. (2). SDA berupa barang/ komoditi berupa kayu rotan, air, mineral, ikan, bahan tambang dan lain- lain yang diproduksi oleh berbagai sektor sebagai sumber ekonomi. Aset ekonomi dan daya dukung kehidupan tersebut berada dalam berbagai bentuk ekosistem. Sumberdaya alam sebagai bentang alam menghasilkan fungsi- fungsi yang dapat dirasa dan dilihat seperti; menyimpan air dan mencegah banjir di musim hujan, mengendalikan kekeringan di musim kemarau, mempertahankan kesuburan tanah, menyerap CO2 di udara, sumber pengetahuan dan hubungan sosial masyarakat, dan lain sebagainya.

Melestarikan sumberdaya alam sebagai stock merupakan upaya menjaga kelestarian fungsi untuk menghasilkan barang/ komoditi dan fungsi publik sehingga kedua jenis sumberdaya alam menjadi aset ekonomi yang mendukung kehidupan secara berkelanjutan. Pengelolaan sumberdaya alam secara lestari merupakan langkah penting yang harus dilakukan oleh setiap pihak yang berkompeten dalam pema nfaatan sumberdaya alam tersebut.

Pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan akan menjamin keberlanjutan fungsi sumberdaya alam dalam menyediakan aset-aset ekonomi untuk kebutuhan hidup masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara terus menerus dari generasi ke generasi. Hal ini sesuai dengan batasan mengenai pembangunan berkelanjutan dalam The Bruntland Commision Report tahun 1987 yang berjudul “Our Common Future” : “Sustainable Development is defined as development that meet the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs”.

Meskipun tidak tertuang dalam pernyataan, pembangunan berkelanjutan mempunyai 2 konsep kunci yang harus diperhatikan yaitu; 1.kebutuhan (khususnya fakir miskin) dan 2. keterbatasan dari tehnologi dan organisasi sosial

(31)

yang berkaitan dengan kapasitas lingkungan untuk mencukupi kebutuhan generasi sekarang dan masa depan (Michell. et al, 2007 ).

Gagasan yang tertuang dalam komisi Bruntland memberikan inspirasi pada setiap wilayah atau negara untuk mengembangkan strategi konservasi dan pembangunan berkelanjutan. Seperti Propinsi Manitoba di Kanada yang mendasari strategi pembangunannya dengan keyakinan bahwa; pembangunan ekonomi tidak akan berjalan jika lingkungan tidak dilindungi, pembangunan ekonomi yang terus- menerus mensyaratkan adanya biaya insentif lingkungan, pemenuhan kebutuhan saat ini tidak harus mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya dan perhatian yang besar terhadap konsekwensi jangka panjang dari keput usan ekonomi dan lingkungan (Mitchell. et al, 2007)

Berdasarkan batasan dan prinsip keberlanjutan dalam pembangunan, maka pengelolaan sumberdaya alam secara lestari dengan sistem konservasi dan rehabilitasi merupakan langkah nyata dalam realisasi strategi pembangunan berkelanjutan. Daerah yang mempunyai potensi besar untuk pembangunan seyogyanya dilakukan perencanaan dini terhadap pengelolaan lingkungan. Daerah tersebut antara lain ialah, disekitar kota, sepanjang jalan raya, daerah yang mengandung bahan tambang dan daerah yang berpotensi untuk transmigrasi dan pariwisata. Daerah-daerah itu dapat diidentifikasi antara lain dari peta jebakan mineral, dan non mineral, peta tanah, citra satelit dan dan potret udara serta peraturan pemerintah (Soemarwoto, 1989).

Wilayah penambangan merupakan salah satu daerah yang berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan sehingga perlu strategi, dan perencanan dalam pengelolaannya mulai dari tahap awal, operasional, dan sesudah kegiatan operasional sehingga potensi sumberdaya alam terutama sumberdaya lahan di wilayah tersebut masih memiliki manfaat baik bagi keberlangsungan ekosis tem maupun masyarakat sekitar yang terkena dampak langsung aktivitas penambagan.

2.2 Pengelolaan Sumberdaya Lahan

Sumberdaya lahan adalah lingkungan fisik yang termasuk didalamnya iklim, relief, tanah air, vegetasi dan benda diatasnya yang memiliki pengaruh terhadap penggunaan tanah (Sitorus, 2003). Tanah, masih menurut Sitorus (2003)

(32)

adalah benda alami sebagai bagian permukaan bumi yang ditumbuhi tumbuh-tumbuhan dan merupakan hasil kerja faktor iklim, dan jasad hidup terhadap bahan induk dan dipengaruhi keadaan topografi dalam jangka waktu tertentu. Kerusakan terhadap kondisi fisik kimia dan biologi tanah sangat mempengaruhi kualitas sumberdaya lahan sehingga diperlukan pengelolaan yang tepat guna meminimalkan kerusakan sebagai akibat dari pemanfaatan atau penggunaan lahan. Penggunaan lahan (land use) merupakan campur tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiel maupun spiritual (Sitorus, 2003). Penggunaan lahan ini dapat merupakan penggunaan utama, atau penggunaan pertama dan kedua jika merupakan penggunaan ganda dari sebidang tanah seperti tanah pertanian, hutan, perkebunan dan sebagainya.

Mengingat proses pembentukan tanah yang merupakan unsur penting dari sumberdaya lahan, memerlukan waktu yang tidak sebentar, paling cepat 50 tahun dan diperkirakan hanya terjadi di daerah tropis, yang mempunyai curah hujan besar, suhu yang tinggi dan vegetasi lebat namun pada kondisi iklim dingin dan basah di wilayah yang dipengaruhi vegetasi hutan memerlukan waktu hingga 200 tahun (Sitorus, 2003), maka perlindungan terhadap ancaman kehilangan tanah merupakan aspek penting yang harus diperhatihan sebagai upaya preventif dalam pengelolaan sumberdaya lahan. Pengelolaan sumberdaya lahan adalah segala tindakan atau perlakuan yang diberikan pada sebidang lahan untuk menjaga dan mempertinggi produktifitas lahan (Sitorus, 2004)

Di sektor pertanian pengelolaan lahan yang berkesinambungan sangat diperlukan guna menjamin kelangsungan hasil- hasil pertanian baik secara kuantitas maupun kualitas. Dalam rangka menjaga kelestarian sumberdaya lahan dari berbagai aktivitas pemanfaatan oleh masyarakat terutama di di lokasi yang memerlukan pengelolaan terpadu ada beberapa hal yang perlu dilakukan diantaranya dengan cara

1. Mobilisasi sumberdaya lahan (Anwar, 2005) , kegiatan ini mencakup :

a. Identifikasi asset-asset. Pengidentifikasian ini diperlukan untuk mengetahui kuantitas asset berdasarkan kepemilikan, pemanfaatannya dan kondisinya.

b. Negosiasi transfer lahan. Sistem redistribusi lahan ini harus diatur sedemikian rupa melalui negosiasi- negosiasi antara pemilik lahan degan

(33)

masyarakat petani penggarap yang membutuhkan lahan yang difasilitasi oleh pemerintah

c. Registrasi lahan. Dalam tahap ini diharapkan telah terjadi kesepakatan antara pihak-pihak yang berkepentingan sehingga registrasi lahan dapat dilakukan. Penegasan property right dalam spektrum land tenure yang kontinum misalnya hak penyewaan, hak guna, hak pakai, atau hak lainnya disesuaikan dengan hasil negosiasi.

d. Redistribusi lahan akan mengukuhkan hak-hak milik lahan para petani, sehingga para petani dengan lahan yang dikukuhkan dapat dijadikan sebagai agunan, dimana petani akan memperoleh akses kepada sumberdaya finansial dan modal lainnya. Meskipun pengukuhan hak tenurial ini juga dapat menimbulkan dampak negative yaitu mudahnya hak kepemilikan berpindah tangan dari petani kepada pihak-pihak yang memiliki uang banyak.

2. Dalam pengelolaan lahan juga harus diperhatikan enam bidang besar yang perlu mendapatkan prioritas perhatian ialah:

a. Menghilangkan kendala kelembagaan dalam konservasi sumberdaya. b. Memajukan proses hayati tanah,

c. Mengelola sifat-sifat tanah,

d. Memperbaiki pengelolaan sumberdaya air, e. Menyelaraskan pertanaman pada lingkungan, dan

f. Memasukkan secara efektif unsur sosial dan budaya dalam penelitian dengan menggunakan secara lebih baik pengetahuan tradisional dan membangun komunikasi yang diperbaiki dapat memajukan implementasi hasil penelitian

3. Pemberian hak atas lahan sebagai imbalan terhadap nilai jasa lingkungan, untuk memperkuat posisi tawar petani penggarap maka dibutuhkan pemberian hak atas lahan seperti yang dilakukan pada Izin Hutan Kemasyarakatan yaitu izin mengelola di kawasan hutan lindung di Tanggamus Lampung. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh anggota kelompok tani yang mendapatkan hak izin hutan kemasyarakatan antara lain :

a. Harus menjaga dan melindungi hutan yang masih ada, tidak boleh memperluas kebun,

(34)

c. Melakukan tehnik konservasi d. Membayar iuran, dan

e. Lahan tidak boleh diperjualbelikan.

Penelitian Suyanto pada tahun 2002 di Lampung Barat menunjukan bahwa< pemberian imbalan jasa lingkungan melalui pemberian hak atas lahan di tanah negara dengan persyaratan tertentu seperti menanam pohon, melakukan tehnik konservasi, menjaga hutan, mencegah kebakaran hutan merupakan alternatif kebijakan dalam melakukan konservasi fungsi jasa lingkungan sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan petani (Suyanto, 2006).

Pemanfaatan lahan kawasan tambang untuk kegiatan di sektor pertanian oleh masyarakat sekitar merupakan salah satu bentuk usaha pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan. Lahan kawasan tambang yang masih memiliki potensi untuk pemanfaatan lain sebelum dan sesudah opersionslisasi tambang selesai hendaknya dikelola dengan baik agar sumberdaya alam ini dapat diperbaiki dan bermanfaat bagi kelangsungan ekosistem serta bagi kehidupan masyarakat lokal di sekitar kawasan tambang. Lahan yang tidak ditambang, lahan pra dan pasca tambang merupakan sumberdaya lahan kawasan tambang.

Lahan tidak ditambang merupakan lahan yang masuk dalam kawasan hak kuasa tambang namun tidak dilakukan penambangan di lokasi tersebut. Lahan tersebut berfungsi sebagai zona-zona aman (buffer zone), dan lahan yang memiliki kandungan deposit tambang sangat minimal sehingga tidak efektif dan efisien jika ditambang. Lahan pra tambang merupakan lahan yang belum dibuka untuk kegiataan tambang sehingga dapat dimanfaatkan untuk sementara waktu.

Lahan bekas tambang dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat melalui perbaikan, pengelolaan dan pemanfaatan yang benar. Perbaikan lahan bekas tambang merupakan keharusan bagi pelaku penambangan sehingga dapat meminimalkan kerusakan lingkungan berdasarkan KEPMEN 1211K Tahun 1995 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran Lingkungan pada Kegiatan Usaha Penambangan Umum dan PERMEN ESDM No 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Kebijakan reklamasi ditujukan agar pembukaan lahan untuk pertambangan seoptimal mungkin, dan setelah digunakan segera dipulihkan fungsi lahannya. Dengan disahkannya UU No 4 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara diharapkan

(35)

pengelolaan lahan kawasan tambang semakin optimal namun tidak meninggalkan kerusakan yang menyebabkan hilangnya daya dukung sumberdaya alam bagi kehidupan di bumi.

2.3 Kegiatan Penambangan

Penambangan ialah kegiatan untuk menghasilkan bahan galian yang dilakukan baik secara manual maupun mekanis yang meliputi pemberaian, pemuatan, pengangk utan dan pemimbunan. (Latifah, 2003). Terdapat 2 jenis penambangan (Sitorus 2000) yaitu:

1. Penambang permukaan (surface/ shallow mining) antara lain penambangan terbuka, penambangan dalam jalur, dan hidrolik.

2. Penambangan dalam ( subsurface deep mining)

Penambangan terbuka (open mining) berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan seperti timbulnya lubang besar, terbentuk cekungan, berpotensi mencemari lingkungan pada penambangan terutama yang mengandung senyawa kimia, dan mengganggu proses revegetasi. Tahap penambangan terdiri dari 3 tahap utama, yaitu 1) Tahap pra penambangan; 2) Tahap penambangan; dan 3) Tahap pasca penambangan. Pada tahap pra penambangan, kegiatan utama adalah a) perintisan (pioneering) adalah kegiatan mobilisasi alat, mobilisasi tenaga kerja, pembuatan jalan angkut, pembuatan sarana drainase, b) pembersihan lahan (land clearing) adalah pembersihan semak-semak, pohon, dan benda lain yang mengganggu kegiatan penambangan, c) pengupasan lapisan tanah (stripping) yaitu pengupasan lapisan tanah atas dan overborden; d) pembuatan jenjang (bench,). Pada tahap penambangan kegiatannya meliputi), penggalian (digging), pemuatan (loading) dan pengangkutan (transporting); Dan pada tahap pasca penambangan kegiatan utama meliputi penataan lahan dan reklamasi.

2.4 Pengelolaan Lahan Bekas Tambang

Penataan lahan setelah kegiatan penambangan akan berdampak positif terhadap komponen lingkungan geofisik yaitu tertatanya kembali morfologi lahan, sedangkan reklamasi merupakan salah satu kegiatan yang tidak terpisahkan dalam penambangan dan sangat penting setelah penambangan selesai. Kegiatan reklamasi diharapkan akan berdampak positif terhadap komponen lingkungan geofisik dengan terjadinya perubahan iklim mikro yang lebih baik, peningkatan

(36)

kestabilan lereng dan penurunan erosi tanah. Reklamasi lahan bekas tambang terdiri dari dua kegiatan yaitu; pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya dan mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk pemanfaatan selanjutnya (Latifah, 2003)

Untuk melakukan reklamasi lahan bekas tambang diperlukan perencanaan agar dalam pelaksanaannya dapat tercapai sasaran sesuai yang dikehendaki. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan reklamasi adalah :

1. Mempersiapkan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan penambangan 2. Luas areal yang direklamasikan sama dengan luas areal penambangan.

3. Memindahkan dan menempatkan tanah pucuk pada tempat tertentu dan mengatur sedemikian rupa untuk keperluan revegetasi.

4. Mengembalikan/memperbaiki pola drainase alam yang rusak

5. Menghilangkan/memperkecil kand ungan (kadar) bahan beracun sampai tingkat yang aman sebelum dapat dibuang ke suatu tempat pembuangan.

6. Mengembalikan lahan seperti keadaan semula dan/ atau sesuai dengan tujuan penggunaannya.

7. Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi.

8. Memindahkan peralatan yang tidak digunakan lagi dalam penambangan. 9. Permukaan yang padat harus digemburkan namun bila tidak memungkinkan

agar ditanami dengan tanaman pionir yang akarnya mampu menembus tanah yang keras.

10. Setelah penambangan maka pada lahan bekas tambang yang diperuntukkan bagi revegetasi, segera dilakukan penanaman kembali dengan jenis tanaman yang sesuai dengan rencana rehabilitasi dari Departemen Kehutanan dan RKL 11. Mencegah masuknya hama dan gulma yang berbahaya.

12.Memantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang diharapkan.

Pelaksanaan reklamasi meliputi kegiatan sebagai berikut : 1) Persiapan lahan berupa pengamanan lahan bekas tambang, 2) pengaturan bentuk lahan (“landscaping”), 3) pengaturan/ penempatan bahan tambang kadar rendah (“lowgrade”) yang belum dimanfaatkan. 4) Pengendalian erosi dan sidementasi 5) Pengelolaan tanah pucuk (top soil). 6) Revegetasi (penanaman kembali) dan/ atau pemanfaatan lahan bekas tambang untuk tuj uan lainnya ( Latifah, 2003).

(37)

Bila pengelolaannya tepat, memungkinkan sebagian besar lahan di lokasi penambangan masih potensial untuk usaha bercocok tanam dan masih ada kesempatan untuk usahatani produktif asal diikuti dengan penerapan teknik konservasi tanah secara efektif sehingga keberlanjutan sistem produksi pertanian dapat dipertahankan. Pengelolaan konservasi lahan di lokasi penambangan merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam penyelenggaraan penataan lahan dan reklamasi dengan pertimbangan bahwa kegiatan tersebut dipandang sesuai untuk diterapkan dalam menangani pemulihan & peningkatan kesuburan lahan serta peningkatan kesejahteraan petani yang berdomisili di sekitar lokasi penambangan yang memiliki karakter lingkungan alam umumnya berbukit-bergunung, areal pertanian berupa lahan kering tadah hujan, dan tingkat aksesibilitas masih rendah. Pengelolaan konservasi lahan merupakan langkah strategis dalam mempertahankan dan meningkatkan fungsi sumberdaya lahan, baik dalam skala makro maupun skala mikro pada suatu daerah tangkapan air (catchment area) tertentu melalui pendekatan partisipatif melibatkan masyarakat itu sendiri

Pada desa-desa yang berbatasan langsung dengan lokasi penambangan batu kapur di Indonesia umumnya mempunyai masyarakat yang langsung memanfaatkan area pra tambang termasuk area yang tidak ditambang karena merupakan buffer zone dan pasca tambang. Petani penggarap lahan ini menanami dengan macam - macam komoditas baik perkebunan atau tanaman pangan dan palawija. Desa-desa tersebut layak diusahakan pembangunan pertanian yang berkelanjutan dengan memenuhi beberapa persyaratan yaitu ; 1) Keberlangsungan usaha yang disesuaikan dengan laju penambangan, 2) Kelayakan usaha tani dengan memenuhi kriteria indikator analisa keuangan yang layak, 3) Memenuhi rona lingkungan yang lestari.

Oleh karena itu upaya peningkatan kapasitas sosial ekonomi desa perlu dilakukan melalui beberapa kemungkinan yaitu : peningkatan ketersediaaan sarana dan prasarana perekonomian pedesaan, pengembangan kawasan agrobisnis dan agrowisata berbasis kawasan pedesaan., penyertaan investasi masyarakat desa dalam kegiatan usaha agrobisnis dan pariwisata, pengembangan usaha ekonomi lokal pedesaan berdasarkan keunggulan produk lokal dan wilayah (one village-one product ) (Wasistiono, 2006 ):

(38)

Untuk menjamin keberlangsungan ekonomi masyarakat desa maka daya dukung lingkungan merupakan agenda penting yang harus diperhatikan oleh masyarakat melalui peningkatan kapasitas daya dukung lingkungan dengan program ;

1. Reboisasi dan penghijauan.

2. Peningkatan peran serta masyarakat dalam gerakan penghijauan lahan 3. Pemanfaatan lahan kering untuk komoditas ekonomi.

Pemanfaatan lahan yang belum ditambang dan lahan zona aman juga dilakukan oleh masyarakat desa sekitar wilayah penambangan PT Indocement Tunggal Perkasa Unit Citeureup untuk pertanian pangan dan tanaman perkebunan

2.5 Kebijakan Pengelolaan Lahan Bekas Tambang di Indonesia

Sektor pertambangan di Indonesia merupakan sektor yang cukup besar kontribusinya terhadap perekonomian negara kita, namun demikian dampak negatif pengelolaan sumberdaya tambang tidak dapat diabaikan begitu saja. Dampak negatif aktifitas penambangan sangat besar pengaruhnya bagi kelestarian lingkungan yang pada akhirnya mengancam kelangsungan hidup manusia itu sendiri.

Peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan penambangan menjadi kewajiban pemerintah apalagi kegiatan penambangan ini lebih banyak melibatkan investor swasta baik dalam dan luar negeri yang tentunya lebih mengedepankan faktor profit daripada kesejahteraan masyarakat. UU No. 11 Tahun 1967 atau UU Pokok Pertambangan/ 1967 merupakan salah satu kebijakan pemerintah sebagai pengganti UU No. 37 Prp/ Tahun 1960 untuk mengatur pelaksanaan operasio nal tambang serta pengelolaan lahan bekas tambang. Munculnya UU ini justru menyebabkan orientasi industri pertambangan pada skala modal dan investasi besar yang berdampak pada timbulnya masalah-masalah lingkungan hidup dan sosial.

Pasal 30 UU Pokok Pertambangan Tahun 1967 hanya memuat aturan yang sangat minimal dalam pengelolaan pasca tambang, yaitu bahwa, pemegang kuasa tambang diwajibkan mengembalikan tanah sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan penyakit atau bahaya bagi masyarakat sekitar. Tidak tercantum sanksi bagi pelanggar dalam UU ini. Hal ini memungkinkan para pemegang kuasa

(39)

tambang nakal, yang hanya mengambil keuntungan saja, lepas dari tanggungjawab terhadap lingkungan.

UU ini seakan tidak relevan dengan kebijakan UU Pokok Pengelolaan Lingk ungan Hidup (UU No 4 Tahun 1982) yang mengatur sanksi secara tegas bagi para pelaku perusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup. Pasal 20 dan 22 yang menyatakan bahwa pelaku perusakan dan atau pencemaran lingkungan dapat dikenai sanksi pidana selain diharuskan membayar ganti rugi kepada rakyat yang terugikan dan kepada negara untuk pemulihan kembali lingkungan yang rusak dan atau tercemar. Peraturan ini diharapkan dapat mengantisipasi terjadinya pelanggaran-pelanggaran, namun sejumlah pelanggaran. Kesadaran bahwa setiap orang memiliki hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak berimplikasi positif terhadap kesadaran akan tanggungjawab setiap individu untuk memelihara, mencegah dan menanggulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan.

KEPMEN No. 1211.K/1995, tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran Lingkungan pada Kegiatan Pertambangan Umum merupakan upaya tehnis yang lebih kongkrit dalam menanggulangi dampak negatif dari aktifitas penambangan. Para pelaku penambangan berkewajiban menyusun rencana pengelolaan lingkungan secara berkala (setiap tahun) sebagai bahan evaluasi kegiatan oleh lembaga yang berwenang.

Keputusan Menteri ini menjadi pedoman bagi setiap pemegang kuasa penambangan (KP) untuk mereklamasi lahan bekas penambangan secara benar dan dilaksanakan sesegera mungkin sejalan dengan laju penambangan sehingga meminimalkan kerusakan lingkungan dan mempercepat pemulihan fungsi lahan. Dengan demikian sumberdaya lahan dapat segera dimanfaatkan untuk berbagai usaha seperti perkebunan, pertanian, perikanan, dan lain sebagainya bergantung pada kondisi yang sesuai secara ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan.

Disahkannya UU No 4 Tahun 2009 diharapkan semakin memperkuat komitmen pemerintah dala m upaya pengelolaan sumberdaya alam untuk kemakmuran bangsa Indonesia dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya alam terutama lahan. Ketentuan-ketentuan yang tegas mengenai pengelolaan kawasan tambang yang juga memuat peraturan pengelolaan tambang rakyat diharapkan dapat meminimalkan kerusakan dan menjamin usaha perbaikan sumberdaya alam.

(40)

2.6 Perencanaan Pengelolaan SDA di Wilayah Penambangan dan Desa Sekitar Penambangan

Sumberdaya alam terutama lahan di wilayah penambangan masih potensial untuk usaha pertanian, untuk itu perlu melakukan perencanaan menyeluruh mencakup jenis komoditas pertanian yang berpotensi dapat diusahakan sesuai dengan daya dukung ekologisnya. Oleh karena itu dalam proses perencanaan pengembangan desa, pendekatan yang cukup relevan adalah melalui Perencanaan Transaktif. Dalam perencanaan transaktif diyakini bahwa sangat penting untuk memempertimbangkan pengalaman masyarakat yang akan terkena atau terlibat dalam perencanaan atau pengambalian keputusan.

Dengan demikian perencanan bukanlah merupakan kegiatan tehnokratik yang hanya dapat dilakukan oleh ahli, tetapi harus menyertakan interaksi aktif atau tatap muka antara perencana dan mereka yang akan terkait dengan kegiatan perencanaan. Dalam perencanaan transaktif, kuncinya adalah dialog antar individu dan belajar bersama. Perencanaan transaktif memberikan prioritas tinggi terhadap proses pengembangan individu dan institusi dibanding realisasi tujuan-tujuan yang khusus. Pendekatan perencanaan ini merupakan satu pendekatan yang meletakan nilai tinggi terhadap kerjasama dan menyertakan sistem pengetahuan lokal dalam perencanaan (Hudson dalam Suharto, 1997). Perencanaan tersebut perlu pula melibatkan unsur analisis agro ekosistem mengingat basis pertanian yang menguat pada desa sekitar tambang. Agro ekosistem merupakan sistem ekologi yang telah dimodifikasi oleh manusia untuk menghasilkan bahan makanan dan produksi pertanian lain, (Conway dalam Suharto, 1997 )

Sebagaimana sistem-sistem ekologi, agro ekosistem merupakan system yang terstruktur secara dinamis dan komplek. Empat elemen agro ekosistem dalam pengelolaan sumberdaya alam meliputi :

1. Produk tifitas; merupakan hasil akhir panen, atau pendapatan bersih, nilai produksi dibanding masukan sumber.

2. Stabilitas; Adalah produktifitas menerus yang tidak terganggu oleh perubahan kecil dari lingkungan sekitarnya.

3. Keberlanjutan; kapasitas agroekosistem untuk memelihara produktivitas ketika ada gangguan besar.

4. Pemerataan; pemerataan diukur melalui distribusi keuntungan dan kerugian yang terkait dengan produksi barang dan jasa dari agro ekosistem

(41)

Untuk mengembangkan usaha berkelanjutan maka perlu disertakan pula pewilayahan komoditas pertanian yang dipilih. Pewilayahan komoditas pertanian merupakan salah satu usaha untuk mengelompokkan wilayah-wilayah yang mempunyai karakteristik lahan yang serupa untuk pengembangan suatu produk pertanian. Tiap wilayah mempunyai potensi produksi komoditas pertanian yang berbeda tergantung pada keadaan sumberdaya lahannya, keterampilan SDM, modal, dan kebiasaan usaha tani (Soekardi dalam Mulyani, 2006). Perwilayahan komoditas diharapkan dapat terbentuk usaha tani yang membuat wilayah-wilayah atau zona-zona dari suatu kelompok komoditas dengan produksi yang optimal. Pewilayahan komoditas pertanian pendekatannya mengacu pada konsep AEZ (Agro Ecological Zone) yang telah banyak dilaksanakan oleh FAO (1996). Zonasi agro-ekologi (ZAE) merupakan sistem utama untuk menilai sumberdaya lahan, yang dapat digunakan pada tingkat global, regional, nasional atau sub-nasional.

Beberapa pengertian atau definisi yang berkaitan dengan ZAE adalah: (1) Pembagian suatu wilayah ke dalam unit lebih kecil yang mempunyai kesamaan karakteristik terhadap kesesuaian lahan, produksi potensial, dan pengaruh lingkungannya. FAO menetapkan zona berdasarkan kombinasi tanah, landform, dan karakteristik iklim; (2) Satu satuan peta sumberdaya lahan, ditentukan berdasarkan iklim, landform, tanah, dan penutupan tanah, yang mempunyai kisaran spesifik potensi dan penghambat untuk penggunaan lahan tertentu. Pilihan komoditas apa yang akan dipilih untuk dikembangkan di kawasan tersebut, apakah tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan atau perikanan. Untuk itu, diperlukan pertimbangan lain yaitu (1) penggunaan lahan saat ini (present land use), (2) kelayakan usaha tani komoditas-komoditas tersebut, dan (3) daftar prioritas tanaman masing- masing daerah (Mulyani, 2006).

Untuk mencapai tujuan pengembangan wilayah pedesaan diperlukan peran dari berbagai pemangku kepentingan yaitu masyarakat, pemerintah, organisasi non-pemerintah seperti lembaga swadaya masyarakat, sektor swasta dan lembaga pendidikan, yang masing- masing memiliki peran dan fungsi penting bagi tercapainya tujuan pembangunan.

2.7 Peran da n Fungsi Pemangku Kepentingan

Pembangunan nasional menurut Penjelasan UU No 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025

(42)

adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Rangkaian upaya pembangunan tersebut memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi demi generasi. Pelaksanaan upaya tersebut dilakukan dalam konteks memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya.

Pembangunan nasional membutuhkan komponen penting untuk mendukungnya, diantaranya pembangunan pertanian. Ini disebabkan peran startegisnya sebagai ciri khas negara agraris. Kegiatan pembangunan pertanian perlu di selaraskan antar komponen pemangku kepentingan. Beberapa komponen pokok yang perlu mendapatkan perhatian dalam analisis peran pemangku kepentingan dalam implementasi program/kegiatan pembangunan pertanian adalah pemerintah, organisasi non-pemerintah, sektor swasta, dan petani (masyarakat). Pertama, peran pemerintah sangat berpengaruh, yakni sebagai perencana dan pelaksana. Kedua, peran organisasi non-pemerintah (LSM) tidak kalah pentingnya dalam konteks mikro spesifik lokasi. Ketiga, peran swasta sangat strategis terutama dalam hal penyediaan barang dan jasa, penyediaan modal, dan pemasaran. Keempat, peran petani sebagai pelaku utama dan sekaligus sebagai penerima manfaat. Dari keempat komponen pokok di atas, petani memegang peran sentral dalam implementasi program pembangunan pertanian. Petani peserta program/kegiatan pembangunan pertanian lazimnya dihimpun dalam organisasi kelompok tani yang memiliki fungsi sebagai media musyawarah petani dan sekaligus berperan dalam akselerasi kegiatan. Namun, beberapa kasus ditemui bahwa kelompok tani dibentuk dalam kaitannya dengan implementasi program/kegiatan. Akibatnya, eksistensi kelompok tani seperti itu berakhir seiring selesainya kegiatan. Ak ibat lebih luas, manfaat program/ kegiatan hanya dirasakan pada saat implementasi tanpa keberlanjutan.

Pemangku kepentingan seyogianya diorganisasi dalam suatu wadah (forum) komunikasi untuk mempermudah proses integrasi dan interaksi serta sekaligus menerapkan analisis pemangku kepentingan guna memperlancar pelaksanaan program/ kegiatan pembangunan pertanian. Pemangku kepentingan

Gambar

Gambar  1. Kerangka pemikiran penelitian
Tabel  4. Jumlah responden  stakeholders  dalam  pengambilan keputusan  metode  analitycal hierarchy process
Gambar 2. Struktur hierarki pengambilan keputusan  pemanfaatan dan                              pengelolaan lahan tidak  ditambang
Gambar 4.  Struktur hierarki pengambilan keputusan    kebijakan pemanfaatan  dan  pengelolaan lahan pasca tambang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Kompos, Pupuk Fosfat dan Kapur terhadap Perbaikan Sifat Kimia Tanah Podzolik Merah Kuning, Serapan Fosfat dan Kalsium serta Pertumbuhan dan Hasil Tanaman

Persepsi petani bahwa kedelai dan jagung impor merupakan pangan PRG sangat beralasan, Santosa (2002) menyebutkan bahwa bahan pangan dari tanaman transgenik masuk

Praktek pembukaan lahan di pulau Ambon akhir-akhir ini kurang memperhatikan kemampuan dan kesesuaian tanah dan lingkungan sehingga menimbulkan berbagai kerusakan. Salah

Praktek pembukaan lahan di pulau Ambon akhir-akhir ini kurang memperhatikan kemampuan dan kesesuaian tanah dan lingkungan sehingga menimbulkan berbagai kerusakan. Salah

Judul Penelitian : Pelepasan Kalium Terfiksasi dengan Penambahan Asam Oksalat dan Kation untuk Meningkatkan Kalium Tersedia bagi Tanaman pada Tanah-tanah yang Didominasi

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir “Prospek Ekonomi dan Strategi Pengembangan Kapas Rami Sebagai Bahan Baku Alternatif Industri Tekstil Skala Usaha Kecil (Kasus

Bila dibandingkan besarnya kemampuan produktivitas tanaman buah (Kg / pohon) dan sayuran (Kg / m 2 ) dengan jenis yang sama (terlihat pada Tabel 9 dan 10) bahwa, kisaran hasil

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi teknologi tentang penyusunan arah strand pada pembuatan OSB dan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari kayu