PENGARUH PENERAPAN E-FAKTUR, BIAYA KEPATUHAN,
SISTEMPERPAJAKAN, DAN KEMUNGKINAN TERDETEKSINYA
KECURANGAN TERHADAP PERSEPSI WAJIB PAJAK
MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK (
TAX EVASION
)
PADA KPP PRATAMA SINGARAJA
1Kadek Addis Satya Andrayuga,
1Ni Luh Gede Erni Sulindawati,
2Edy Sujana
Jurusan Akuntansi Program S1
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: {[email protected], [email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan membuktikan secara empiris pengaruhpenerapan e-faktur, biaya kepatuhan, sistem perpajakan, dan kemungkinan terdeteksinya kecuranganterhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion).Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari kuesioner dan diukur dengan menggunakan skala
likert.Populasi penelitian adalah wajib pajak orang pribadi tergolong Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Singaraja sebanyak 653orang.Pengambilan sampel menggunakan rumus Slovin diperoleh jumlah minimal sampel wajib pajak orang pribadi tergolong Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Singaraja sebanyak 87 orang.Metode pemilihan sampel menggunakaninsidentalsampling, yaitu siapa yang secara kebetulan bertemu dengan penelitidigunakan sebagai sampel serta cocok sebagai sumber data.Teknik analisis data yang digunakan adalahanalisis regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS 17.0 for Windows.
Hasil penelitian menunjukan bahwasecara parsialpenerapan e-faktur, sistem perpajakan, dan kemungkinan terdeteksinya kecuranganberpengaruh negatifsignifikanterhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion), sedangkan biaya kepatuhanberpengaruh positif signifikanterhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion).
Kata Kunci: e-faktur, biaya kepatuhan, sistem perpajakan, kemungkinan terdeteksinya kecurangan, etika penggelapan pajak.
Abstract
The purpose of this research is to prove empirically the effect of implementation e-invoice, compliance cost, taxation system, and the possibility of deception of tax on taxpayer’s perception about determining tax evasion in KPP Pratama Singaraja. This research is qualitative research with primary data which obtained by questionnaire and measured by Jikert scale. The population of the research was people who got assessable which categorized as Taxable Entrepreneur who registered in KPP Pratama SIngara in total 653 people. The sampling used Slovin formula which obtained from total minimal sample of individual taxpayer which categorizes as Taxable Entrepreneur who registered in KPP Pratama Singaraja were 87 people. Sampling method used incidental sampling,
which people whoever met the researcher coincidentally used as sample also consider as a proper resources of the data. The technique of data analysis was use multiple linear regression analysis by used SPSS 17.0 for Windows.
The result of the research was shown partially E-invoice implementation, taxation system, and possibility of deception have a significant negative effect toward tax payer perception’s of tax evasion while compliance costs have a significant positive effect on the taxpayer's perception of tax evasion.
Key words: e-invoice, Compliance costs, taxation systems, possibility of deception, tax evasion ethics.
PENDAHULUAN
Pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar di Indonesia. Berdasarkan data pada situswww.pajak.go.id, pada tahun 2015 penerimaan negara dari perpajakan adalah sebesar Rp 1.294,258 triliun, realisasi penerimaan pajak mencapai 46,22%. Sedangkan, target pajak pada tahun 2016 yang sekitar Rp 1.360 triliun yang ditetapkan pada APBN 2016 yang diperkirakan pertumbuhan pajak yang wajar adalah 10% dari tahun sebelumnya. Salah satu pajak yang diterapkan di Indonesia adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).PPN adalah pajak tidak langsung yang pada akhirnya dikenakan kepada konsumen terakhir dari barang atau jasa kena pajak.Penerimaan negara dari sektor PPN sangat besar, meskipun masih lebih kecil dari penerimaan Pajak Penghasilan (PPh).Mekanisme pengenaan PPN dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), dengan melakukan pemungutan, perhitungan, pembayaran dan melaporkan PPN pada setiap transaksi setiap bulannya.
Salah satu lembaga atau instansi terkait dan berperan penting dalam menghimpun pajak pusat masyarakat
adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP). KPP berperan penting dalam memberikan pelayanan pajak kepada wajib pajak yang membutuhkan bantuan jika terjadi suatu masalah dalam proses menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak terutangnya.KPP mengupayakan pelaksanaan semua ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan atau diinstruksikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan efektif, antara lain dengan penyediaan beberapa fasilitas-fasilitas untuk mempermudah wajib pajak dalam urusan perpajakannya khususnya urusan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). SPT merupakan bahan masukan pelaporan kepada pemerintah mengenai penerimaan negara khususnya dari sektor pajak. Menurut Mardiasmo (2011:31), SPT adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berikut ini merupakan data pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi yang dilaporkan ke KPP Pratama Singaraja.
Tabel 1. Pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun 2011-2015 kepada KPP Pratama Singaraja
Tahun Wajib Pajak Terdaftar Wajib SPT (Orang) Realisasi SPT (Orang) Rasio Kepatuhan (%) Rasio Ketidakpatuhan (%) 2011 41.484 26.220 63 37 2012 44.097 29.656 67 33 2013 44.257 29.925 68 32 2014 41.732 28.516 68 32 2015 47.528 24.031 51 49
Sumber: KPP Pratama Singaraja, Tahun 2011-2015 Data pada Tabel 1 menunjukkan
bahwa terjadi penurunan pada jumlah penerimaan SPT tahunan wajib pajak orang
pribadi pada tahun 2015.Apabila dibedah lebih lanjut, kontribusi wajib pajak dalam upaya peningkatan penerimaan negara dari
sektor pajak erat kaitannya dengan masalah kepatuhan. Menurut Siahaan (2010), wajib pajak yang mengelak dari kewajiban membayar pajak yang sesungguhnya bagian dari perbuatan melanggar undang-undang pajak merupakan bentuk penggelapan pajak (tax evasion). Bentuk tax evasion yang lebih parah adalah apabila Wajib Pajak sama sekali tidak melaporkan penghasilannya (non-reporting of income). Menurut McGee (2006), penggelapan pajak dianggap suatu hal yang etis dikarenakan oleh minimnya keadilan dalam penggunaan uang yang bersumber dari pajak, korupsi, dan tidak mendapat imbalan/pengaruh atas pajak yang telah dibayarkan, yang berakibat kurangnya tingkat kepatuhan wajib pajak dan menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat kepada institusi terkait dalam membayarkan pajaknya. Menurut Izza (2008), adanya perlakuan tax evasion
dipengaruhi oleh berbagai hal seperti tarif pajak terlalu tinggi, kurang informasinya fiskus kepada Wajib Pajak tentang hak dan kewajibannya dalam membayar pajak, kurangnya ketegasan pemerintah dalam menanggapi kecurangan dalam pembayaran pajak sehingga Wajib Pajak mempunyai peluang untuk melakukan tax e
vasion.
Dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak secara optimal dan mengurangi tindak kecurangan penggelapan pajak, maka Direktorat Jendral Pajak dalam menghimpun penerimaan pajak melakukan reformasi sistem administrasi perpajakan dengan melakukan modernisasi sistem administrasi pajak.Konsep modernisasi administrasi perpajakan pada prinsipnya adalah merupakan perubahan pada sistem administrasi perpajakan yang dapat mengubah pola pikir dan perilaku aparat serta tata nilai organisasi sehingga dapat menjadikan Direktorat Jenderal Pajak menjadi suatu institusi yang profesional dengan citra yang baik di masyarakat.
Modernisasi administrasi perpajakan dilakukan oleh Direktorat Jendral Perpajakan sebagai bentuk peningkatan pelayanan pajak terhadap wajib pajak. Penomoran faktur secara manual dinilai masih memiliki kelemahan khususnya bagi
pengusaha kena pajak yang menentukan sendiri nomor faktur pajaknya, sementara terdapat oknum tertentu yang melakukan tindakan kecurangan dengan membuat faktur pajak fiktif, faktur pajak yang tidak dilaporkan dan ada beberapa nomor faktur pajak yang ganda atau sama dengan wajib pajak yang lain. Agar dapat meminimalisir beredarnya faktur pajak fiktif, faktur pajak yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak dan nomor faktur pajak yang ganda atau sama dengan wajib pajak yang lain, maka Direktorat Jendral pajak menerapkan sistem elektonik faktur (e-faktur). Menurut Mardiasmo (2009), faktur pajak adalah bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak atau bukti pemungutan pajak karena impor barang kena pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Faktur pajak hanya boleh diterbitkan oleh pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, karena faktur pajak yang dimiliki oleh pembeli merupakan pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh pembeli.Pengusaha Kena Pajak dengan adanya aplikasi ini, tidak perlu datang ke Kantor Pelayanan Pajak, Pengusaha Kena Pajak dapat mengakses ID dan Password yang sudah di peroleh dari Kantor Pelayanan Pajak dan bisa dibuka melalui online. Modernisasi elektonik faktur (e-faktur) Pajak Pertambahan Nilai diharapkan mampu meningkatkan tingkat kepatuhan Pengusaha Kena Pajak.
Hubungan penerapan e-faktur dengan persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Puspita (2016), yang menunjukkan bahwa modernisasi elektonik nomor faktur (e-nofa) berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan Pengusaha Kena Pajak. Dengan demikian, modernisasi elektonik nomor faktur (e-nofa) dapat menurunkan persepsi wajib pajak mengenai penggelapan pajak. Penerapan e-faktur menyebabkan wajib pajak menganggap tidak etis untuk menggelapkan pajak. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis pertama:
H1: Penerapan e-faktur berpengaruh negatif
mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion).
Faktor lain yang mempengaruhi persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak adalah biaya kepatuhan. Siehl(2010) menjelaskan ada berbagai alas an untuk menggelapkan pajak dan menghindari pajak.Alasan seseorang melakukan tindakan tersebut terbagi dalam dua kategori.Kategori pertama penyebab timbulnya penggelapan pajak adalah kemauan rendah untuk membayar pajak (lowtax morale) dan biaya tinggi untuk mematuhi undang-undang pajak (highcompliance cost).Kategori kedua penyebab timbulnya penggelapan pajak adalah rendahnya kemampuan administrasi pajak dan pengadilan fiscal untuk menegakkan kewajiban pajak.Menurut teori
Planned Behavior, perceived behavioralcontrol menjelaskan bahwa keberadaan hal-hal tertentu dapat mendukung atau menghambat perilaku seseorang (Ajzen, 2002). Apabila teori
Planned Behavior dikaitkan dengan faktor biaya kepatuhan, maka seorang individu yang menanggung biaya kepatuhan yang besar dan memberatkan akan cenderung melakukan penggelapan pajak.
Hubungan biaya kepatuhan dengan persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati dan Toly (2014), yang menunjukkan bahwa biaya kepatuhan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi penggelapan pajak.Jika biaya kepatuhan semakin tinggi, makapersepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion)juga semakin tinggi. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis kedua:
H2: Biaya kepatuhan berpengaruh positif
signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion).
Faktor lain yang mempengaruhi persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak adalah sistemperpajakan. Jika sistem pajak yang berlaku menurut pesepsi seorang wajib pajak semakin rendah, maka tingkat kepatuhannya akan semakin menurun. Hal ini berarti bahwa kecenderungannya untuk
melakukan penghindaran pajak akan semakin tinggi, karena dia merasa bahwa sistem pajak yang ada belum cukup baik mengakomodir segala kepentingannya. Sistem perpajakan Indonesia mempunyai arti bahwa penentuan penetapan besarnya pajak terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri untuk melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.Aparat perpajakan berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan dan penerapan sanksi perpajakan. Menurut Siahaan (2010), pembinaan Wajib Pajak dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan, baik melalui media massa maupun penerangan langsung kepada masyarakat. Sistem perpajakan yang sudah ada dan diterapkan selama ini menjadi acuan oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Apabila sistem yang ada dirasa sudah cukup baik dan sesuai dalam penerapannya, maka Wajib Pajakakan memberikan respon yang baik dan taat pada sistem yang ada dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Hubungan sistem perpajakan dengan persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono (2014), yang menunjukkan bahwa sistemperpajakan berpengaruhnegatifsignifikanterhadapperse psietis penggelapanpajak.Jika sistem perpajakan semakin baik, makapersepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion)semakin rendah.Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis ketiga:
H3: Sistem perpajakan berpengaruh negatif
signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion).
Faktor lain yang mempengaruhi persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak adalah kemungkinan terdeteksinya kecurangan. Kemungkinan terdeteksinya kecurangan dapat dilakukan dengan pemeriksaan pajak.Melalui
pemeriksaan ini kemungkinan terdeteksinya kecurangan yang dilakukan oleh wajib pajak semakin besar. Menurut Mardiasmo (2011:52) pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan keadaan tersebut menjadikan wajib pajak patuh dalam membayarkan kewajiban perpajakannya sehingga dapat meminimalisir terjadinya penggelapan pajak
(tax evasion).
Hubungan kemungkinan terdeteksinya kecurangandenganpersepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion)mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2013), yang menunjukkan bahwa kemungkinan terdeteksi
kecuranganberpengaruhnegatifsignifikanter hadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.Jika kemungkinan terdeteksinya kecurangan semakin tinggi, makasistem perpajakansemakin rendah.Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis keempat: H4: Kemungkinan terdeteksinya kecurangan
berpengaruh negatif signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion).
METODE
Penelitian ini dilaksanakan padaKantor Pelayanan PajakPratama Singaraja.Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif.Variabel bebas penelitian adalah penerapan e-faktur, biaya kepatuhan, sistem perpajakan, dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan.Sedangkan, variabel terikat penelitian adalahpersepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion).
Populasi penelitian adalah wajib pajak orang pribadi tergolong Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Singaraja sebanyak 653orang.Pengambilan sampel menggunakan rumus Slovin (dalam Sugiyono, 2013) diperoleh jumlah minimal sampel wajib pajak orang pribadi tergolong Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Singaraja sebanyak 87 orang.Metode pemilihan sampel menggunakaninsidentalsampling, yaitu siapa yang secara kebetulan bertemu dengan penelitidigunakan sebagai sampel serta cocok sebagai sumber data.
Teknik pengumpulan data penelitian adalah teknik kuesioner.Skala yang digunakan dalam penyusunan kuesioner penelitian ini adalah skala likert.Skala likert
yaitu skala yang digunakan untuk mengukur, sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.Setiap pernyataan disediakan 5 (lima) alternatif jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), kurang setuju (KS), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) uji kualitas data yang terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas, (2) Uji hipotesis menggunakan uji regresi linier bergandadengan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas,uji heteroskedastisitas.
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL
Pada Tabel 4hasil uji normalitas data menggunakan statistik Kolmogiorov-Smirnov menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,731. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05. Berdasarkan kriteria uji normalitas, data berdistribusi normal jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data berdistribusi normal.
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 87
Normal Parametersa,b Mean 0,0000000
Std. Deviation 1,58335916
Most Extreme Differences Absolute 0,074
Positive 0,069
Negative -0,074
Kolmogorov-Smirnov Z 0,688
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,731
(Sumber: data diolah 2016)
Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data penerapan e-faktur, biaya kepatuhan, sistem perpajakan, kemungkinan terdeteksinya kecurangan,dan persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) berdistribusi normal. Pada Tabel 5 hasil pengujian multikolinieritas mengunakan Variance
Inflation Factor (VIF) menunjukkan nilai VIF dari masing-masing variabel bebas lebih kecil dari 10 dannilai tolerancelebih besar dari 0,1. Berdasarkan nilai VIF dan
tolerance, korelasi di antara variabel bebas dapat dikatakan mempunyai korelasi yang lemah.Dengan demikian, tidak terjadi multikolinearitas pada model regresi linier. Tabel 5. Hasil Uji Multikolineritas
Model CollinearityStatistics Keterangan
Tolerance VIF
Penerapan e-faktur 0,299 3,349 Non Multikolineritas Biaya kepatuhan 0,453 2,206 Non Multikolineritas Sistem perpajakan 0,344 2,907 Non Multikolineritas Kemungkinan terdeteksinya kecurangan 0,435 2,301 Non Multikolineritas (Sumber: data diolah 2016)
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas menggunakan uji
Glejser menunjukkan bahwa nilai
signifikansi antara variabel bebas dengan
absolut residual lebih besar dari 0,05, yang ditunjukkan pada Tabel 6. Dengan demikian, tidak terjadi heteroskedastisitas. Tabel 6. Hasil Uji Heterokedastisitas
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta 1 (Constant) 3,833 2,489 1,540 0,128 X1 0,005 0,080 0,011 0,056 0,955 X2 -0,062 0,056 -0,177 -1,105 0,272 X3 0,052 0,066 0,145 0,784 0,435 X4 -0,119 0,071 -0,273 -1,666 0,099
a. Dependent Variable: ABS (Sumber: data diolah 2016)
Pada penelitian ini diajukan 4 hipotesis. Pengujian hipotesis digunakan analisis regresi linier ganda.Hasil regresi
berganda antara penerapan e-faktur, biaya kepatuhan, sistem perpajakan, dan kemungkinan terdeteksinya
kecuranganterhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax
evasion)secara parsial dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7.Hasil Uji t
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta 1 (Constant) 47,848 3,779 12,660 0,000 X1 -0,340 0,122 -0,260 -2,795 0,006 X2 0,256 0,085 0,229 3,026 0,003 X3 -0,246 0,100 -0,213 -2,455 0,016 X4 -0,440 0,108 -0,314 -4,072 0,000 a. Dependent Variable: Y (Sumber: data diolah 2016)
Berdasarkan hasil uji t pada Tabel 7 dapat diinterpretasikan sebagai berikut. 1. Variabel penerapan e-faktur (X1)
memiliki koefisien -0,340 dengan nilai signifikansi0,006. Nilai signifikansi lebih kecil dari nilai probabilitas α =0,05, maka dapat dinyatakan bahwa penerapan e-faktur (X1) berpengaruh
signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) (Y). Sedangkan,nilai koefisien regresi negatif menunjukkan bahwa penerapan e-faktur (X1) berpengaruh
negatif terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) (Y). Jadi, dapat disimpulkan bahwa H1 diterima sehingga penerapan
e-faktur berpengaruh negatifsignifikanterhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion).
2. Variabel biaya kepatuhan (X2) memiliki
koefisien 0,256 dengan nilai signifikansi0,003. Nilai signifikansi lebih kecil dari nilai probabilitas α =0,05, maka dapat dinyatakan bahwa biaya kepatuhan (X2) berpengaruh signifikan
terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) (Y). Sedangkan,nilai koefisien regresi positif menunjukkan bahwa biaya kepatuhan (X2) berpengaruh positif
terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) (Y). Jadi, dapat disimpulkan bahwa H2
diterima sehingga biaya kepatuhan berpengaruh positif signifikanterhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion).
3. Variabel sistem perpajakan (X3) memiliki
koefisien -0,246 dengan nilai signifikansi0,016. Nilai signifikansi lebih kecil dari nilai probabilitas α =0,05, maka dapat dinyatakan bahwa sistem perpajakan (X3) berpengaruh signifikan
terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) (Y). Sedangkan,nilai koefisien regresi negatif menunjukkan bahwa sistem perpajakan (X3) berpengaruh
negatifterhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion)(Y). Jadi, dapat disimpulkan bahwa H3 diterima sehingga sistem
perpajakan berpengaruh negatifsignifikanterhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion).
4. Variabel kemungkinan terdeteksinya kecurangan (X4) memiliki koefisien
-0,440 dengan nilai signifikansi0,000. Nilai signifikansi lebih kecil dari nilai probabilitas α =0,05, maka dapat dinyatakan bahwa kemungkinan terdeteksinya kecurangan (X4)
berpengaruh signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) (Y). Sedangkan,nilai koefisien regresi negatif menunjukkan bahwa kemungkinan terdeteksinya kecurangan (X4) berpengaruh negatifterhadap
persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) (Y). Jadi, dapat disimpulkan bahwa H4
diterima sehingga kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh negatifsignifikanterhadap persepsi wajib
pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion).
PEMBAHASAN
Pengaruh Penerapan e-Faktur Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika
Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Hasilpengujian hipotesis H1 mengenai
pengaruh penerapan e-faktur terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) menunjukkan nilai koefisien regresi -0,340 dengan nilai signifikansi 0,006. Oleh karena itu, hipotesis H1 dalam penelitian ini
diterima. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan e-faktur berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion).
Menurut Mardiasmo (2009:288), faktur pajak adalah bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak atau bukti pemungutan pajak karena impor barang kena pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Faktur pajak hanya boleh diterbitkan oleh pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, karena faktur pajak yang dimiliki oleh pembeli merupakan pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh pembeli, dengan demikian pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak mempunyai hak untuk membuat faktur pajak. Penerapan elektonik faktur (e-faktur) digunakan untuk menjamin kemudahan dan hak Pengusaha Kena Pajak dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Pengusaha Kena Pajak dengan adanya aplikasi ini, tidak perlu datang ke Kantor Pelayanan Pajak, Pengusaha Kena Pajak dapat mengakses ID dan Password
yang sudah di peroleh dari Kantor Pelayanan Pajak dan bisa dibuka melalui
online. Modernisasi elektonik faktur (e-faktur) Pajak Pertambahan Nilai diharapkan mampu meningkatkan tingkat kepatuhan Pengusaha Kena Pajak.
Penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian ini dilakukan oleh Puspita (2016), yang menunjukkan bahwa modernisasi elektonik nomor faktur (e-nofa) berpengaruh positif signifikan terhadap
kepatuhan Pengusaha Kena Pajak. Dengan demikian, modernisasi elektonik nomor faktur (e-nofa) dapat menurunkan persepsi wajib pajak mengenai penggelapan pajak. Penerapan e-faktur menyebabkan wajib pajak menganggap tidak etis untuk menggelapkan pajak sehingga kepatuhan wajib pajak meningkat.
Pengaruh Biaya Kepatuhan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika
Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Hasil pengujian hipotesis H2
mengenai pengaruh biaya kepatuhan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) menunjukkan nilai koefisien regresi 0,256 dengan nilai signifikansi 0,003. Oleh karena itu, hipotesis H2 dalam penelitian ini
diterima. Hal ini menunjukkan bahwa biaya kepatuhan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). Menurut Siehl(2010), adaberbagaialasanuntuk menggelapkanpajakdanmenghindaripajak.A lasan seseorangmelakukan tindakantersebutterbagi dalam duakategori.Kategori pertamaterdirifaktor yangberpengaruhnegatifterhadapkepatuhan wajib pajakdenganundang-undang pajak.Faktor-faktor inidapatdigolongkan menjadibeberapahal,yaitu kemauan rendahuntukmembayar pajak(lowtax morale) danbiayatinggi untukmematuhi undang- undangpajak(highcompliance cost).Kategori
keduapenyebabtimbulnyapenggelapan pajak adalahrendahnyakemampuan administrasi pajak danpengadilanfiskaluntukmenegakkankewa jiban pajak.Menurut teori Planned Behavior,
perceived behavioral control menjelaskan bahwa keberadaan hal-hal tertentu dapat mendukung atau menghambat perilaku seseorang (Ajzen, 2002). Apabila teori
Planned behavior dikaitkan dengan faktor biaya kepatuhan, maka seorang individu yang menanggung biaya kepatuhan yang besar dan memberatkan akan cenderung melakukan penggelapan pajak. Sebaliknya, apabila biaya kepatuhan yang ditanggung tidak terlalu memberatkan, maka individu
akan cenderung menghindari penggelapan pajak.
Penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian ini dilakukan oleh Kurniawati dan Toly (2014), yang menunjukkan bahwa biaya kepatuhan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi penggelapan pajak.
Pengaruh Sistem Perpajakan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika
Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Hasilpengujian hipotesis H3 mengenai
pengaruh sistem perpajakan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) menunjukkan nilai koefisien regresi -0,246 dengan nilai signifikansi 0,016. Oleh karena itu, hipotesis H3 dalam penelitian ini
diterima. Hal ini menunjukkan bahwa sistem perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion).
Sistem perpajakan Indonesia mempunyai arti bahwa penentuan penetapan besarnya pajak terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri untuk melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.Aparat perpajakan berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan dan penerapan sanksi perpajakan. Menurut Siahaan (2010), pembinaan Wajib Pajak dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan, baik melalui media massa maupun penerangan langsung kepada masyarakat. Sistem perpajakan yang sudah ada dan diterapkan selama ini menjadi acuan oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Apabila sistem yang ada dirasa sudah cukup baik dan sesuai dalam penerapannya, maka Wajib Pajak akan memberikan respon yang baik dan taat pada sistem yang ada dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, tetapi jika hal sebaliknya yang terjadi karena Wajib Pajak merasa bahwa sistem pajak yang ada belum cukup baik mengakomodir
segala kepentingannya, maka Wajib Pajak akan menurunkan tingkat kepatuhan atau menghindar dari kewajiban perpajakannya.
Penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian ini dilakukan oleh Wicaksono (2014), yang menunjukkan bahwa sistemperpajakan berpengaruhnegatifdan
signifikanterhadappersepsietis
penggelapanpajak.Hasil yang berbeda ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ardian (2014),yang menemukan bahwa sistemperpajakan berpengaruhpositifdan
signifikanterhadappersepsietis penggelapanpajak.
Pengaruh Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak
(Tax Evasion)
Hasil pengujian hipotesis H4
mengenai pengaruh kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) menunjukkan nilai koefisien regresi -0,440 dengan nilai signifikansi 0,000. Oleh karena itu, hipotesis H4 dalam penelitian ini
diterima. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terdeteksinya kecuranganberpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion).
Kemungkinan terdeteksinya kecurangan dapat dilakukan dengan pemeriksaan pajak.Melalui pemeriksaan ini kemungkinan terdeteksinya kecurangan yang dilakukan oleh wajib pajak semakin besar. Menurut Mardiasmo (2011:52) pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan keadaan tersebut menjadikan wajib pajak patuh dalam membayarkan kewajiban perpajakannya sehingga dapat meminimalisir terjadinya penggelapan pajak (tax evasion).Atas kondisi tersebut perilaku penggelapan pajak
menjadi tidak etis atau tidak wajar dilakukan mengingat perilaku penggelapan pajak memang tidak dibenarkan karena melanggar ketentuan yang berlaku.
Penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian ini dilakukan oleh Rahman (2013), yang menunjukkan bahwa kemungkinan terdeteksi kecuranganberpengaruhnegatifdan
signifikanterhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.(1)Penerapan e-faktur berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion), yang ditunjukkan dengan koefisien regresi yang negatif -0,340 dengan nilai sig.uji t 0,006 lebih kecil dari α =0,05. Artinya, apabila penerapan e-faktur semakin baik, maka persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) semakin rendah. (2) Biaya kepatuhan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion), yang ditunjukkan dengan koefisien regresi yang positif 0,256 dengan nilai sig.uji t 0,003 lebih kecil dari α =0,05.
Artinya, apabila biaya kepatuhan semakin tinggi, maka persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion)juga semakin tinggi. (3) Sistem perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion), yang ditunjukkan dengan koefisien regresi yang negatif -0,246 dengan nilai sig.uji t 0,016 lebih kecil dari α =0,05. Artinya, apabila sistem perpajakan semakin baik, maka persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion)semakin rendah. (4) Kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion), yang ditunjukkan dengan koefisien regresi yang negatif -0,440 dengan nilai sig.uji t 0,000 lebih kecil dari α
=0,05. Artinya, apabila kemungkinan terdeteksinya kecurangan semakin tinggi,
maka persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) semakin rendah.
Saran
Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.(1) Bagi manajemen KPP Pratama Singaraja disarankan perlu adanyaanalisadan tindaklanjut mengenaipenerapan e-faktur, biaya kepatuhan, sistem perpajakan, dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan karenasangatpenting dalam meminimalkan persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) sehingga wajib pajak patuh dalam membayar pajak dan pada akhirnya pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik. (2) Bagipeneliti selanjutnyayang tertarik untukmengkajiaspekyang
serupa,yaitupengaruh penerapan e-faktur, biaya kepatuhan, sistem perpajakan, dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion)diharapkan untuk mengembangkan penelitian ini denganmenggunakan populasi dan
sampelyanglebihluasagarhasilpenelitianlebi hteruji keandalannya.Disamping itu, diharapkanuntukmengujivariabellain yang didugakuatdapat mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) sepertipemahaman peraturan perpajakan, tarif pajak, dan ketepatan pengalokasian.
DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, I. 2002. Perceived Behavioral Control, Self Efficacy, Locus of Control, and The Theory of Planned Behavior.Journal of Applied Social Psychology, Vol. 32, No. 4, Hal: 665-683.
Ardian, RadenDevri. 2014. Pengaruh Sistem Perpajakan dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penggelapan Pajak (Tax Evasion) Oleh Wajib Pajak Badan (Studi Pada KPP Pratama Wilayah Kota Bandung).Skripsi.Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Telkom Bandung.
Izza, Nur Ika Alfi. 2008. Etika Penggelapan Pajak Perspektif Agama: Sebuah Studi Interpretatif. Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi 12 Pada Tanggal 3-9 November 2009 di Palembang.
Kurniawati, Meilianadan Agus Arianto Toly.2014. Analisis Keadilan Pajak, Biaya Kepatuhan, dan Tarif Pajak Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Penggelapan Pajak di Surabaya Barat.
Tax&AccountingReview,Vol.4,No.2, Hal: 1-12.
Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.
---. 2011. Perpajakan. Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.
McGee, Robert W. 2006. Three Views on the Ethics of Tax Evasion.Journal of Business Ethics, Vol. 67, No. 1, Hal: 15-35.
Puspita, Anggia Rizki. 2016. Pengaruh Penerapan Modernisasi Elektronik Nomor Faktur (E-Nofa) Terhadap Kepatuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Majalaya
Bandung.Skripsi.Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung.
Rahman, Irma Suryani. 2013. Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi, dan Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion). Skripsi.JurusanAkuntansi
FakultasEkonomidanBisnis
UniversitasIslamNegeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Siahaan, M. P. 2010. Pajak Daerah & Retribusi Daerah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Siehl, Elke. 2010.Addressing Tax EvasionandTaxAvoidance.Bonn: Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta.
Wicaksono MuhammadAry.2014.Pengaruh Persepsi Sistem Perpajakan, Keadilan Pajak, Diskriminasi Pajak Dan Pemahaman Perpajakan Terhadap Perilaku Penggelapan Pajak (Studi Empiris Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Terdaftar di KPP Pratama Purworejo).Skripsi.Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.