• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN PENELITIAN. PT Televisi Transformasi Indonesia (TRANS TV) terletak di Jl. Kapten P.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 4 HASIL DAN BAHASAN PENELITIAN. PT Televisi Transformasi Indonesia (TRANS TV) terletak di Jl. Kapten P."

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

83

Tendean Kav 12-14 A, Jakarta 12790. Pemilik Trans TV adalah Bapak Chairul Tanjung, dibawah naungan perusahaan PT Trans Corporation (TRANS CORP). Simbol atau Logo Perusahaan

Gambar 4.1 Logo TRANS TV

Slogan Trans TV adalah “Milik Kita Bersama” Logo TRANS TV berbentuk Permata atau “Diamond” yang berarti mengekspresikan keindahan dan keabadian. Kilauan dan sinar permata tersebut mencerminkan kehidupan dan tradisi masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia.

Visi TRANS TV adalah :

1. Menjadi stasiun televisi terbaik di Indonesia dan Asia Tenggara yang

memberikan hasil positif kepada para pemangku kepentingan (Stakeholders). 2. Menyiarkan program-program unggulan.

(2)

3. Bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral budaya yang diterima oleh para stakeholders dan rekan kerja.

4. Memberikan kontribusi yang berharga bagi peningkatan kesejahteraan sosial dan kecerdasan masyarakat.

Misi TRANS TV adalah untuk mengelaborasi ide-ide dan aspirasi masyarakat untuk mendidik dan mensejahterakan bangsa Indonesia, memperkuat persatuan, dan mengembangkan nilai-nilai demokrasi.

Target Audiens : SES (Status Ekonomi Sosial) : A, B, dan C

1. Kelompok A : pengeluaran rumah tangga sebesar Rp 3.000.001 ke atas per bulan. 2. Kelompok B : pengeluaran rumah tangga sebesar Rp 1.500.001 – Rp 2.000.000

per bulan.

3. Kelompok C : pengeluaran rumah tangga sebesar Rp 700.001 – Rp 1.500.001 per bulan.

TRANS TV memperoleh izin siaran nasional pada bulan Oktober 1998 setelah melewati semua tes yang tepat oleh departemen pemerintah, dan mulai resmi siaran pada tanggal 15 Desember 2001. Mulai 22 Oktober 2001, secara teknis TRANS TV mulai merelai dan melakukan siaran selama beberapa jam dalam satu hari di beberapa kota : Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Pada 25 Oktober 2001, TRANS TV mulai mengudarakan Trans Tune-In dan menyiarkan upacara pembukaan peresmian Bandung Super Mall secara langsung dari Bandung, sambil memperluas cakupan area untuk kota Bandung.

Pada 1 Desember 2001 Trans Tune-In berubah menjadi Transvaganza seiring dengan peningkatan waktu tayang TRANS TV. Selama fase ini, TRANS TV mulai menyiarkan film asing dan program non-drama, antara lain program kuis berjudul Tebak Harga. Kuis ini diadaptasi acara kuis berjudul The Price is Right, yang

(3)

2002 ketika TRANS TV mulai siaran secara fulltime, 18 jam sehari dari Senin sampai Jumat dan 22 jam sehari dari hari Sabtu sampai Minggu. Banyak program yang diperkenalkan, antara lain Euro, Digoda, KD, Sinema Gemilang., Diva Dangdut, dan Dunia Lain.

Sampai saat ini TV TRANS konsisten menghasilkan program-program in-house dan menyiarkan image program yang "Trendsetter, Gaya hidup, dan Indonesian HBO", seperti Extravaganza, Ceriwis, Termehek-mehek dan Bioskop TRANS TV, yang membuat TRANS TV unik dan berbeda dari stasiun televisi lainnya.

1.1.2 Profil Umum Program Sexophone 1. Nama Program : Sexophone 2. Stasiun Televisi : TRANS TV 3. Tanggal Pertama Tayang : 5 Mei 2012

4. Pencetus : Bapak Chairul Tanjung 5. Hari dan Jam Tayang : Kamis, pukul 00.00 WIB 6. Host : Chantal Della Conceta 7. Co Host : Zoya Amirin

8. Target Audiens

(4)

Umur : 21 tahun keatas (dewasa)

Pendidikan : D3, S1

SES : A dan B (menengah keatas)

9. Jenis Program : (Tapping atau siaran tunda) Magazine and Documentary, Berita Investigasi.

10. Format Program : Terdiri dari 5 segmen, ada host yang membuka dan menutup acara serta mengantar tiap segmen. Host akan mengantar ke liputan-liputan investigasi, ada wawancara narasumber dengan psikolog seksual dan diakhiri dengan solusi dan kesimpulan dari psikolog.

11. Deskripsi Singkat Program: Sexophone adalah program dewasa tentang seks yang dibahas dengan format investigasi atau penelusuran. Menguak isu dan fenomena seks yang unik dan belum diketahui masyarakat sebelumnya.

12. Susunan Kru Sekarang :

a. Kepala Departemen : Rizal Firmansyah b. Eksekutif Produser : Yunizar D

c. Produser : Irene Iriawati

d. Assisten Produser : L. Erangga Raja

e. Reporter : Ngesti Utomo, Rajiev W, Cep Hari

f. Campers : M. Arief T, Daniel, Taufan E, Bara Maestro

g. Production Assistant : Tiara Maharlika

(5)

Pekalongan, 20 Oktober 1968. Informan merupakan lulusan S1 Psikologi di Universitas Gadjah Mada. Memulai karir di dunia broadcasting selama 4 tahun di RCTI, lalu pada tahun 2002 pindah ke TRANS TV dan menjadi Assisten Produser. Mulai Oktober 2002 sampai 2004 menjabat sebagai Produser (Trans Pagi, Jelang Siang, Fenomena). Dan menjadi Eksekutif Produser mulai tahun 2007 sampai sekarang.

Gambar 4.2 Peneliti bersama Informan MNH

2. NU (Ngesti Utomo atau Mas Tom) sebagai Reporter Sexophone. Informan adalah seorang pria berusia 30 tahun yang lahir di Cilacap, 16 November 1982. Informan merupakan lulusan S1 Ilmu Keolahragaan UPI Bandung. Memulai karir di TRANS TV pada 4 Mei 2006 sebagai Research Creative and Development. Menjadi Production Assistant dan RCD (Research Creative and

(6)

Development) pada tahun 2007, dan menjabat sebagai Reporter News Magazine and Documentary sejak tahun 2008 sampai sekarang.

Gambar 4.3 Peneliti bersama Informan NU

3. RR (Rezki Rangkuty atau Mas Rezki) sebagai Production Assistant Sexophone. Informan adalah pria berusia 29 tahun yang lahir di Padang, 15 Agustus 1983. Informan merupakan lulusan S1 Fakultas Peternakan di Universitas Andalas Padang. Sempat bekerja di Bank Danamon Padang setelah tamat kuliah selama 9 bulan. Lalu memulai karir di dunia broadcasting sejak tahun 2009 di TRANS TV menjabat sebagai Reporter dan Production Assistant, hingga sekarang menjadi Production Asssitant.

(7)

sebagai Reporter, dan sekarang menjabat sebagai Asisten Produser.

Gambar 4.5 Peneliti bersama Informan DE

5. II (Irene Iriawati atau Mba Irene) sebagai Produser Sexophone. Informan adalah seorang jurnalis wanita. Memulai karir menjadi jurnalis media cetak dan radio, mendirikan sebuah NGO media bernama Lembaga Studi Pers dan Informasi tahun 1999, dan aktif sebagai pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Bekerja di TRANS TV sejak awal tahun 2006 di bagian Research and Creative Development selama 6 bulan. Setelah itu menjadi Asisten Produser, hingga sekarang menjabat posisi Produser program di Divisi News TRANS TV.

(8)

Gambar 4.6 Peneliti bersama Informan II

4.3 Ide Program Sexophone

Sebelum masuk pada proses produksi, pembahasan dimulai dengan menjelaskan tentang ide program Sexophone. Hal ini untuk mendapatkan pengenalan terlebih dahulu mengenai profil program Sexophone. Berikut ini adalah hasil penelitian tentang ide program Sexophone dan dikaitkan dengan teori-teori yang digunakan.

4.3.1 Sejarah Sexophone

Program Sexophone dibuat pada tahun 2012 dan tayang perdana pada 5 Mei 2012. Awal mulanya, ide program ini dicetuskan oleh pemilik TRANS TV Bapak Chairul Tanjung. Ia menugasi Kepala Departemen News Magazine and Documentary yaitu Bapak Rizal F membuat program untuk Zoya Amirin seorang psikolog seks (seksolog). Program yang dibuat adalah program dengan format talkshow yaitu dialog tentang pendidikan seks yang disampaikan secara elegan dan ilmiah. Oleh karena itu, harus ada seorang pakar seks dan pembawa acara yang pintar. Akhirnya dipilihlah Chantal Della Concetta sebagai pembawa acara di program ini. Pemilihan

(9)

dan pakar di bidang seksologi. Dan penanyanya pun harus pandai ya. Ternyata Zoya sama Chantal ini emang klik mereka, karena punya program bareng di web…namanya In Bed With Zoya…” (MNH)

Gambar 4.7 Zoya Amirin Gambar 4.8 Chantal Della Conceta (Sumber : Google) (Sumber : Google)

Format awal Sexophone adalah dialog antara narasumber, host, dan psikolog seks, dikelililngi oleh band dan penonton, yang disertai dengan interaksi antar semua pihak tersebut. Namun sayangnya, menghadirkan penonton menjadi hal yang sulit, interaksi antar semua pihak jarang terjadi, dan pembicaraan seksnya pun lama-kelamaaan membosankan dan kurang menarik. Akhirnya format program ini diubah menjadi format program yang memiliki nilai berita lebih tinggi yaitu investigasi atau penelusuran.

Jadi mereka duduk berdua ditengah-tengah pemain band, kalo bisa pemain band-nya tu muter, jadi mereka dikelilingi pemain band. Ada interaksi antara host sama pemain bass, keyboard, sama drummer ya disekitarnya itu ada penonton. Nah pada kenyataannya ternyata menghadirkan

(10)

penonton itu juga tidak mudah ya…Nah akhirnya jarang terjadi interaksi antara host dengan penonton. Nah kemudian mencoba menemukan bentuk yang baru ya diantaranya dibuat magazine. Magazine itu feature bentuknya penelusuran karena memang ada fenomena-fenomena yang ada disekitar kita yang hanya bisa ditelusuri lewat ya investigasi. Seperti kehidupan malam waria misalnya ya kita nyemplung kesitu, terus kehidupan yang plus-plus dan sebagainya. Ternyata yang investigasi itu malah menarik dan rating-nya bagus.” (MNH)

Format ini dipilih karena terinspirasi dari program TRANS TV sebelumnya yang berjudul Fenomena. Program yang sangat sukses pada saat itu dan memiliki rating yang tinggi. Sexophone ingin menghidupkan kembali kejayaan program Fenomena yang memuat penelusuran dunia seks. Konsep investigasi ini juga di latar belakangi karena banyak fenomena-fenomena atau penyimpangan-penyimpangan seks yang ada disekitar masyarakat, yang tidak atau belum pernah diketahui masyarakat sebelumnya, dan hanya bisa ditelusuri secara investigasi. Ternyata, format investigasi justru menarik dan memiliki hasil rating share yang lebih bagus dibanding format talkshow sebelumnya.

“…Jadi Sexophone ini yang saya tahu itu adalah terinspirasi dari program Fenomena...Nah makanya kan dulu-dulu banyak tuh magazine yang termasuk jurnalistik salah satunya Fenomena dulu tuh yang booming banget, dunia lain kayak gitu. Nah makanya sekarang juga pengen nimbulin lagi…Seiring berjalanya waktu, minat pasar, hasil rating dan share jadi sekarang mengarah ke bentuk investigasi penelusuran.” (NU)

4.3.2 Nama Sexophone

Pemilihan kata Sexophone sebagai nama program adalah karena kata “Sexophone” diambil dari nama alat musik “Saxaphone”. Sesuai dengan format sebelumnya yaitu talkshow dan ada band. Lagu-lagu yang dimainkan oleh band adalah lagu Jazz. Alat musik Saxaphone identik dengan musik jazz. Lambang-lambang musik jazz, huruf “J” pada kata jazz banyak ditulis dengan alat musik Saxaphone yang memang berbentuk seperti huruf J. Sexophone disini berkaitan dengan sex dan saxaphone.

(11)

kegiatan bercinta, karena musik jazz sering dijadikan lagu latar untuk adegan romantis.

“…Karena dulu tu identiknya ada penampilan penyanyi jazz dan menggunakan alat musik saxaphone, dan Saxaphone itu biasanya identik dengan kegiatan bercinta. Kalo misalkan dalam film-film aja suara saxaphone nya, jadi kalo misalkan lagi adegan di film-film romantis itu misalkan kalo lagi dikamar musiknya nananana musik jazz.” (NU)

Nama atau judul program dibuat singkat agar mudah diingat dan menarik. Hal ini sejalan dengan pendapat Zettl (2009) bahwa membuat judul program harus singkat namun memorable atau mudah diingat.

4.3.3 Logo Sexophone

Logo program Sexophone terdiri dari tulisan Sexophone, gambar alat musik saxaphone dan gambar wanita. Gambar-gambar tersebut menjadi logo karena alasan program ini adalah program seks yang erat kaitannya dengan wanita, dimana target audiens utama program ini adalah laki-laki, sehingga ada gambar wanita. Lalu gambar alat musik saxaphone menggambarkan musik jazz yang identik dengan kegiatan bercinta. Pemilihan warna ungu, merah, dan pink sebagai warna logo dikarenakan warna ungu, merah, dan pink melambangkan sosok wanita dan terlihat lebih elegan.

“Ya itu penggabungan dua makna itu, yang satu musik talkshow diiringi sama musik, dan alat musik saxaphone itu identik dengan bercinta, dewasa, dan wanita…Lambang cinta... Selain pink itu kan ungu kan lebih elegan pasti.” (NU)

(12)

Gambar 4.9 Logo Sexophone

4.3.4 Target Audiens

Target audiens adalah siapapun yang diinginkan paling utama menonton program acara (Zettl: 2009). Sexophone memiliki kategori target audiens utama yang dituju untuk menonton program.

Target audiens Sexophone secara geografis adalah : 1. Sex : Pria

2. Umur : 21 tahun keatas (dewasa) 3. Pendidikan : D3, S1

4. Status Ekonomi Sosial : kelas A dan B (menengah keatas)

Sementara secara psikografis adalah pria pecinta dunia malam dan senang dengan kehidupan hedonis yaitu kehidupan yang menyukai dan bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan atau kesenangan.

“Iya utamanya cowo, male mature, umurnya ya mungkin sekitar 21 keatas…Kalo sosialnya sih maunya menengah keatas.” (MNH)

“Kalo dari target audiens secara ekonomi pasti kalangan kelas A kelas B… dan lebih spesifiknya lagi yang sudah aa berpasangan suami istri. Kalo secara pendidikan pasti pendidikannya yang D3 S1 lah…Untuk semua laki-laki cowo-cowo pecinta dunia malam dan senang dengan kehidupan hedonis.” (NU)

(13)

sulit dibanding format sebelumnya, proses pengerjaannya memakan waktu lebih lama dengan tingkat kesulitan dan resiko yang tinggi. Sebelumnya, hari Jumat dipilih dengan pertimbangan bahwa hari Jumat merupakan hari terakhir bekerja, maka audiens dianggap masih terjaga atau mampu bangun tengah malam untuk menonton Sexophone. Pemilihan jam tayang tengah malam karena Sexophone adalah program dewasa yang tidak boleh ditonton oleh anak-anak. Anak-anak biasanya dianggap sudah tidur pada jam tengah malam.

“Karena pembicaraannya kan tidak boleh diakses anak remaja, ga boleh diakses sama anak-anak, jadi memang harus jam 12 keatas…tadinya Jumat aja. Memang hari itu dipilih karena diujung hari kan ketika orang-orang uda cape kerja, pulang kerumah ingin rileks, bisa bangun malam karena besoknya hari libur kerja.” (MNH)

4.3.6 Host

Host atau pembawa acara Sexophone adalah Chantal Della Conceta. Pemilihan Chantal sebagai host karena ia memenuhi kriteria-kriteria tertentu yaitu, ia adalah mantan seorang anchor yang memiliki pengetahuan dalam jurnalistik karena memiliki dasar news dibanding presenter lainnya. Yang kedua, Chantal dikenal sebagai wanita seksi yang sering berpenampilan seksi, dan memiliki beberapa tato ditubuhnya yang dianggap eksotis. Yang ketiga, Chantal memiliki situs yang membahas tentaang seks. Kriteria tersebut sangat cocok dengan program Sexophone yang membahas tentang fenomena seks, apalagi target audiens utamanya adalah

(14)

laki-laki. Sehingga pengetahuan tentang seks dan daya tarik seorang host yang cantik dan seksi akan semakin memperkuat pengemasan program.

“Kalo Chantal itu punya beberapa kriteria. Satu dia mantan seorang anchor, otomatis dia tanda kutip lebih cerdas dibandingkan dengan presenter-presenter pada umumnya, dia kan punya basic news. Yang kedua Chantal ini sering hadir jadi sosok apa wanita seksi, kadang-kadang di majalah difoto apalagi dengan penambahan tato-tato dimana-mananya hehehe jadi keliatan seksinya. Cantik juga pasti.” (NU)

Gambar 4.10 Chantal ketika menjadi News Anchor (Sumber : Google)

4.3.7 Kategori Program News

Program Sexophone masuk dalam kategori program news di TRANS TV karena :

1. Isi programnya memuat informasi-informasi seputar fenomena dunia seks yang berkembang secara nyata di masyarakat. Menurut Morissan (2008), Program informasi adalah segala jenis siaran yang tujuannya untuk memberikan tambahan pengetahuan (informasi) kepada khalayak audiens, memberikan banyak informasi untuk memenuhi rasa ingin tahu penonton terhadap suatu hal. Dalam hal ini, fenomena seks yang disajikan Sexophone memberikan banyak informasi baru yang memenuhi rasa ingin tahu penonton akan fenomena seks yang terselubung.

“Ya itu, karena didalamnya memuat informasi-informasi kalo sekarang seputar fenomena dunia seks yang berkembang di masyarakat secara nyata.” (NU)

(15)

3. Menurut Spencer dalam News Writing, berita adalah suatu kenyataan atau ide yang benar yang dapat menarik perhatian sebagian besar pembaca. Menurut Morissan (2008), berita adalah informasi yang penting dan atau menarik bagi khalayak audiens. Sexophone merupakan program berita karena berisi informasi yang merupakan kenyataan dan benar yang penting dan menarik bagi audiens. Dikatakan menarik karena isi programnya adalah tentang seks. Seks itu sendiri adalah hal yang sangat menarik bagi manusia. Sumadiria mengemukakan 11 nilai berita, salah satunya adalah seks. Berita adalah seks. Seks adalah berita. Segala hal yang berkaitan dengan perempuan, pasti menarik dan menjadi sumber berita. Seks identik dengan perempuan dan sebaliknya. Tak ada berita tanpa perempuan, dan tak ada perempuan tanpa berita. Di berbagai belahan dunia, perempuan dengan segala aktifitasnya selalu layak muat, layak siar, dan layak tayang. Segala berita tentang perempuan dan seks selalu diminati, ditunggu-tunggu, bahkan dicari. Seks bisa menunjuk pada anatomi tubuh perempuan yang selalu menarik dan perilaku menyimpang yang dianggap sebagai kenikmatan. Sexophone sendiri mengungkap isu-isu penyimpangan seks yang terjadi.

4. Sexophone masuk dalam kategori berita soft news yang masuk dalam jenis magazine. Di TRANS TV, Sexophone masuk dalam Departemen Magazine and Documentary. Menurut Morissan (2008), magazine adalah program yang

(16)

menampilkan informasi ringan namun mendalam, yaitu feature dengan durasi yang lebih panjang. Durasi Sexophone adalah satu jam yang memuat penelusuran seks secara mendalam, ada liputan investigasi dan ada wawancara.

5. Sexophone masuk dalam jenis berita Advance News (mahir) yaitu investigative reporting. Menurut Rivers, Investigative reporting adalah berita yang memusatkan pada sejumlah masalah dan kontroversi. Para wartawan melakukan penyelidikan untuk memperoleh fakta yang tersembunyi demi tujuan. Fenomena-fenomena seks yang disajikan Sexophone merupakan masalah dan penyimpangan seks. Fenomena-fenomena tersebut adalah fakta tersembunyi dan belum diketahui sebelumnya yang diperoleh melalui penyelidikan (investigasi). Menurut Damayanti (2010), berita investigasi adalah berita yang mengandung peristiwa yang tak akan terungkap tanpa usaha si wartawan. Peristiwa-peristiwa yang ditayangkan Sexophone tidak akan terungkap tanpa usaha reporter yang sulit dan berbahaya.

6. Tayangan Sexophone diperoleh melalui langkah-langkah kerja jurnalistik yaitu dengan mencari, mengumpulkan, menulis, menyunting, hingga menyebarluaskan dan disertai dengan liputan-liputan atau paket-paket video, hingga menjadi sebuah tayangan lengkap.

“…Gini, yang pertama kenapa masuk news sebenernya itu kan production type ya, ada band ada host, disitu kita menyelipkan liputan-liputan atau paket-paket video. Itu pengennya kita yang membuat dan mencari, jadi ada unsur news nya disitu. Lalu berubah menjadi investigasi ya benar-benar jadi news.” (MNH)

(17)

acara yang disiarkan mempengaruhi dan berkontribusi bagi kualitas hidup audiens. Program Sexophone berkaitan erat dengan etika penyiaran karena membahas tentang isu seks yang sangat sensitif di kalangan masyarakat. Apalagi program ini adalah program dewasa yang menampilkan gambar dan pembicaraan tentang seks. Oleh karena itu dari tim produksi Sexophone sendiri memiliki batasan-batasan etika untuk menjaga tayangan tetap pada jalur kaidah etika yang benar dan sesuai dengan nilai-nilai masyarakat. Tim Sexophone berupaya menghasilkan tayangan yang tetap sesuai etika yaitu tidak vulgar. Dengan upaya mem-blur wajah dan gambar-gambar yang vulgar, serta menyamarkan suara dengan mengubah suaranya menjadi lebih berat atau lebih tinggi. Selain itu, tayangan yang diberikan adalah tayangan yang benar dan bukan hasil rekayasa, tidak ada pembohongan publik, dimana fenomena-fenomena seks yang ditayangakan memang benar-benar ada dan terjadi.

“…kita menampilkan gambar pun harus sesuai kaidah KPI. Wajah di-blur, suara disamarkan, gambar-gambar yang terlalu terbuka juga di-blur. Kemudian gambar-gambar yang seronok, itu sama sekali ga boleh... Batasannya sih ga vulgar aja.” (MNH)

Tayangan-tayangan Sexophone merupakan tayangan yang sensitif karena membahas tentang seks. Sehingga batasan etika dibutuhkan agar tim menjaga tayangannya dengan proses bluring dan titling, hal ini karena tayangan televisi yang berbau seks mampu menciptakan sikap seks. Menurut Wahyudianata (2007: 79), sikap seks adalah respon seksual yang diberikan oleh seseorang setelah melihat,

(18)

mendengar, atau membaca informasi dan pemberitaan serta gambar-gambar yang berbau porno, dalam wujud suatu orientasi atau kecenderungan dalam bertindak. Tim harus menjada jangan sampai tayangan program justru mendorong penonton untuk bertindak seks yang menyimpang.

4.3.9 Kelebihan Liputan Tertutup

Program Sexophone merupakan jenis program berita investigasi. Karena fakta-fakta seks yang disajikan diperoleh dengan cara investigasi atau penyelidikan atau penelusuran. Menurut Santana, reportase investigasi merupakan sebuah kegiatan peliputan yang mencari, menemukan, dan menyampaikan fakta-fakta pelanggaran, kesalahan, atau kejahatan yang merugikan kepentingan umum atau masyarakat. Fokus yang diinvestigasi adalah hal-hal yang mengarah kepada sebuah problem atau masalah yang tampil ke permukaan. Isu-isu seks yang diangkat Sexophone diperoleh dengan jalan peliputan, pencarian, menemukan, hingga penyampaian fakta-fakta seks yang merupakan penyimpangan dan pelanggaran.

Menurut David Spark, kegiatan reportase tertuju kepada penelusuran dan penemuan sesuatu yang dianggap tertutup. Kegiatan reportasenya terlibat dengan upaya yang berbahaya, dikarenakan oleh upaya menembus pengaturan yang sengaja ditutup-tutupi. Fenomena seks yang bisa dikatakan aneh dan unik karena belum pernah diketahui dan tidak diduga ada sebelumnya ditelusuri secara diam-diam oleh reporter Sexophone. Karena fenomena tersebut merupakan bentuk penyimpangan, sehingga ditutup-tutupi oleh para pelakunya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan informasi tersebut harus dengan jalan yang berbahaya karena harus diam-diam dan menyamar.

Di Sexophone sendiri, ada dua jenis investigasi yaitu dengan liputan terbuka dan liputan tertutup :

(19)

rahasia dan tersembunyi. Namun liputan tertutup memiliki nilai berita yang lebih tinggi dibanding yang terbuka, karena memiliki tingkat objektifitas yang tinggi dimana lokasi, jawaban, keterangan, proses atau aktifitas dan aturan main objek yang diliput, tidak ada yang dimanipulasi, tapi sesuai dengan fakta dan apa adanya objek. Hal ini karena objek sama sekali tidak tahu sedang diliput, sehingga berlaku tetap sama seperti kebiasaannya. Sementara liputan terbuka, objek yang diliput bisa mengatur atau memanipulasi jawaban, proses, dan aktifitas mereka agar terlihat baik didepan kamera. Dengan begitu, data yang diperoleh tidak sepenuhnya akurat. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari NU selaku reporter Sexophone. “Investigasi tertutup nilai beritanya lebih kuat karena investigasi tertutup dilakukan secara rahasia, tersembunyi dengan tingkat objektifitas yang sangat tinggi. Karena objek yang akan kita atau target yang akan kita ungkap yang akan kita datengin sama sekali ga kita kasih tau jadi sesuai dengan apa adanya mereka. Dari lokasi, dari jawaban, dari keterangan, dari proses atau aturan main mereka, ga ada yang sama sekali di manipulasi...” (NU)

4.3.10 Strategi Promo

Sebuah program televisi juga memerlukan promosi agar ditonton masyarakat untuk meningkatkan rating dan share. Herbert Zettl (2009) menjelaskan tentang Publisitas dan Promosi bagi program acara. Menurut Zettl, acara yang bagus tetap tidak akan menjadi sukses jika tidak ada yang mengetahui acara tersebut. Untuk itu butuh promosi terhadap acara yang sudah diproduksi, dan ini adalah tugas

(20)

departemen publisitas dan promosi dalam sebuah perusahaan media atau stasiun televisi. Untuk Sexophone, promosi program teridir dari dua promo yaitu :

1. Promo off air yang dilakukan adalah dengan mengiklankan program di majalah Male (Mata Lelaki) dan di program Male (Mata Lelaki) di Trans 7. Selain itu juga melalui jejaring sosial seperti facebook dan twitter, serta broadcast message melalui BBM.

2. Promo on air di TRANS TV adalah dengan membuat running text (teks berjalan) sebelum program tayang dan biasanya ditayangkan di program sebelum Sexophone yaitu Bioskop TRANS TV. Running text bertujuan untuk menginformasikan dan mengingatkan penonton tentang jam tayang Sexophone yang akan segera ditayangkan. Promo on air juga dilakukan dalam bentuk mengiklankan program Sexophone di TRANS TV. Promosi ini dilakukan selain untuk menarik audiens untuk menonton, juga untuk mengingatkan audiens yang sudah biasa menonton untuk tidak lupa menonton Sexophone. Biasanya di twitter atau di facebook, akan ditulis status yang berisi promosi episode Sexophone yang akan tayang.

“Ada, ke Male doank. Terus lewat jejaring sosial, terus kadang-kadang broadcast, terus promo on-air sudah ada di tv. Tapi selama ini penelusuran jarang pake off-air.” (NU)

Gambar 4.11 Promo Sexophone di twitter (Sumber : Social Media Twitter)

(21)

Gambar 4.12 Facebook Sexophone (Sumber : Social Media Facebook)

Gambar 4.13 Twitter Sexophone (Sumber : Social Media Twitter)

4.3.11 Respon Penonton

Selama program Sexophone berjalan, respon penonton tergolong cukup bagus setelah formatnya diubah menjadi penelusuran. Respon yang bagus dilihat dari rating program ini yang berkisar antara 10 sampai 14 %. Rating dan share nya fluktuatif, namun tetap stabil, tidak sampai jatuh dibawah. Berdasarkan keterangan dari NU, dapat disimpulkan bahwa rata-rata rating Sexophone adalah 12 %.

“Kalo average bisa dilihat sih di RCD yah. Kalo aku pikir sih dalam memenuhi ini yah, memenuhi target kan 12 yah, 12% perbulannya itu. Kalo menurut kita bulan ini aja 14%, berarti melebihi, fluktuatif ada yang drop tapi setelah penelusuran ini tidak terlalu drop lebih relaitf stabil lah.” (NU)

(22)

4.3.12 Tujuan atau Pesan Utama

Zettl (2009) menjelaskan bahwa tujuan program adalah mendeskripsikan apa yang ingin dicapai dari program acara bagi audiens. Tujuan utama atau yang ingin dicapai program Sexophone bagi audiens adalah untuk menginformasi fenomena-fenomena seks yang terjadi disekitar yang belum diketahui masyarakat.

“…Bahwa yang sekarang bergeser ke investigasi sih menurut saya penasaran bahwa dunia malam itu disekitar kita itu sangat hedonis ya sangat luar biasa… Iya informasi, ini sekedar menginformasi.” (MNH) Untuk menjelaskan dan membuka isu-isu seks yang selama ini tersembunyi. Selain itu juga untuk membuka sikap dan pikiran penonton untuk waspada terhadap fenomena seks dan dunia malam yang mungkin saja dekat dengan penonton. Fungsi media massa salah satunya adalah untuk memberi informasi. Menurut Nurudin (2009), media massa memberikan informasi yang luas kepada khalayak, khususnya informasi berita yang penting bagi masyarakat. Informasi yang diberikan harus benar, akurat, dan sesuai fakta. Fakta yang dimaksud adalah kejadian yang benar-benar terjadi di masyarakat. Tayangan-tayangan Sexophone dibuat sedemikian rupa dengan tujuan untuk memberi informasi kepada masyarakat tentang kejadian atau isu seks yang benar, akurat, dan sesuai fakta.

“Untuk menjelaskan, untuk membuka … pikiran permirsa, untuk membuka sikap permirsa sebenernya ingin menunjukan fenomena seperti ini ada loh sebenernya di sekitar kita. Nggak jauh-jauh siapa tau orang terdekat anda justru masuk kelingkaran fenomena seperti ini gitu…bisa jadi kalau misalkan orangnya bijak nontonnya bukan ngandalin nafsu bisa menjadi mawas diri yah, lebih waspada sih.” (NU)

Selain itu, program ini juga memberikan edukasi seputar seks dengan adanya solusi yang diberikan oleh pakar seks Zoya Amirin. Solusi yang diberikan biasanya adalah solusi untuk menghadapi fenomena-fenomena seks dan solusi untuk suami istri.

(23)

“Kendala nya ya kalo ga nembus narasumber aja. Kalo ga dapet narasumber ganti topik, ulang liputan lagi. Yang harusnya tayang minggu ini ga dapet. Ya susahnya itu.” (MNH)

2. Sulitnya untuk tetap kreatif mengembangkan tema dan sudut pandang dari satu fenomena. Fenomena seks sebenarnya jika diteliti hanya berkisar disitu-situ saja, sehingga hal ini menjadi kendala tersendiri dan tantangan bagi tim Sexophone untuk terus bisa menemukan fenomena yang unik, serta mampu mengembangkan berbagai sudut pandang dari tema tersebut.

3. Proses pengerjaan yang cukup lama. Untuk menghasilkan sebuah tayangan satu episode butuh waktu sampai 14 hari. Pengerjaannya tidak bisa diburu-buru karena merupakan investigasi yang tidak bisa ditebak dan diprediksi bagaimana prosesnya. Bisa saja seharusnya liputan 3 hari tapi malah menjadi 6 hari karena ternyata objek yang diliput tidak sesuai dengan standar.

4. Di lapangan sendiri, ketika penelusuran memiliki banyak tantangan dan resiko. Tantangan untuk tetap bisa berakting, berkilah, menyamar jangan sampai ketahuan, resiko keselamatan jika ketahuan, dan resiko mendapatkan tuntutan dari berbagai pihak seperti KPI dan narasumber atau objek yang diliput itu sendiri.

“Kendala program…fenomena seks emang banyak tapi kalo misalkan digali secara terus menerus pasti abis. Kita paling pengembangan tema pengembangan sudut pandang dalam satu fenomena. Terus kalo yang tantangan itu memang susah pengerjaannya ya, lama, ngga bisa

(24)

diburu-buru.. Terus…apa tadi tema terbatas, proses pengerjaannya lama, penuh tantangan resiko kalo dilapangan.” (NU)

4.4 Proses Pra Produksi Program Sexophone

Berikut ini adalah hasil penelitian tentang proses pra produksi Sexophone dan dikaitkan dengan teori-teori yang digunakan.

4.4.1 Proses Pra Produksi Secara Umum

Proses pra produksi merupakan proses persiapan sebelum melakukan produksi atau shooting. Segala perencanaan dan persiapan untuk liputan dan tapping Sexophone adalah tahap pra produksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Zettl (2009) bahwa, pra produksi adalah proses yang mencakup segala persiapan dan aktifitas sebelum kita benar-benar masuk dalam studio atau lapangan untuk produksi. Selain itu juga, proses pra produksi sesuai dengan pendapat George R. Terry tentang dua fungsi manajemen pertama yaitu Planning dan Organizing. Planning adalah proses perencanaan dan persiapan untuk menentukan tujuan dan apa yang akan dilakukan, dalam hal ini adalah persiapan dan perencanaan untuk produksi prgram Sexophone dengan merencanakan hal-hal yang akan dilakukan untuk produksi seperti untuk liputan dan tapping Host, serta mempersiapkan segala yang dibutuhkan untuk proses produksi. Sementara orginizing adalah kegiatan mengatur, mengorganisasikan, mengarahkan, dan membagi tugas-tugas. Dalam hal ini, proses organizing adalah proses pembagian tugas dan pengarahan yaitu untuk tim liputan melakukan investigasi, dan untuk seluruh kru yang akan bertugas untuk tapping Host. Proses Pra Produksi Sexophone dibagi menjadi dua yaitu untuk liputan dan untuk tapping. Berdasarkan penjelasan dari keempat informan yaitu DE, NU, II, dan RR, dapat disimpulkan bahwa proses pra produksi Sexophone secara umum ialah :

(25)

seks yang paling pas dan menarik untuk Sexophone. Dalam rapat ini juga langsung ditentukan siapa narasumbernya, tim liputan yang mengerjakan, peralatan yang dibutuhkan untuk liputan, juga menentukan liputan yang dilakukan adalah liputan terbuka atau tertutup.

“…Liputan itu yang pertama harus ditentukan adalah tema. Jadi tu kita biasanya ada rapat tu, rapat bisa mingguan bisa dua minggu sekali. Nah itu kita sekaligus brainstorming kira-kira tema apa sih yang mau kita angkat. Kira-kira narasumbernya siapa aja, ada ga narasumbernya gitu. Terus siapa yang akan liputan gitu, ehmm itu harus nentuin juga orang yang pas buat tema ini siapa gitu. Harus nyesuain juga tim liputannya…” (DE)

Jika liputan terbuka maka prosesnya adalah menghubungi narasumber, menentukan jadwal liputan (hari dan jam), dan menentukan tempat untuk liputan dengan narasumber.

“… Oya ada satu pertanyaan penting di pembahasaan tema itu, ini kita lakukan pure investigasi atau sudah ada narasumbernya. Otomatis pasti beda ke flow kerja kita ke liputan kita. Kalo yang sudah ada narasumber atau yang terbuka kita gampang nentuin jadwal liputannya, kita tinggal telepon Mba besok kita liputan arisan berondongnya jam segini ya di karaoke mana di kafe mana atau dirumah siapa, itu kita gampang terencana tu itu keuntungannya…” (NU)

Jika liputan tertutup maka prosesnya tidak bisa diprediksi karena tim tidak bisa mengatur bagaimana proses liputan nanti yang dilakukan secara diam-diam. Tim hanya menyiapkan data-data seputar narasumber dan lokasi sasaran, hanya memiliki prediksi tentang objek dan lokasi tersebut.

(26)

Tapi kalo yang tertutup sama kayak waktu yang wisata seks, misalkan di beberapa tempat wisata pada nanya tu temen-temen, ini gimana narasumbernya uda ada belum, trus kita ngeliputnya apa aja disana ga tau. Kita hanya punya prediksi, kita hanya punya wawasan, kita hanya punya literatur bahwa disitu ada ini. Kita kesana buktiin…gitu kan, trus narsum nya gimana, ya mau dua hari tiga hari kalo belum dapet ya disitu aja terus gitu kan.” (NU)

Setelah menentukan liputan terbuka atau tertutup, maka proses selanjutnya adalah reporter melakukan riset akan tema yang sudah disepakati bersama. Riset yang dilakukan bisa riset di lapangan langsung datang ke lokasi objek yang dituju untuk menilai situasi dan kondisi. Dan riset dokumen dengan mencari data dan informasi seputar objek sasaran.

“…Nah jadi dari perencanaan liputan, dari perencanaan liputan itu biasanya dilakukan oleh seorang reporter. Dia akan riset, riset itu dapet dari mana, riset itu dari riset dokumen, riset lapangan, ataupun pengembangan dari keduanya. Misalnya dari Google internet ada, abis itu dia riset lapangan, baru melakukan liputan…” (II)

Hasil riset yang dilakukan akan menghasilkan sebuah hipotesa atau prediksi tentang objek yang akan diliput. Misalnya, hipotesa awalnya adalah di lokasi A ada pemandu lagu plus-plus yang juga melayani tarian telanjang. Hipotesa tersebut akan dibuktikan dengan penelusuran, apakah benar di lokasi A ada pemandu lagu plus-plus yang juga menari telanjang. Setelah semua data terkumpul, maka reporter akan membuat draft rundown yang terdiri dari 5 segmen disertai opening dan closing. Rundown tersebut sudah menggambarkan perkiraan tayangan, menentukan gambar-gambar yang akan diambil dari segmen satu sampai segmen lima secara lengkap.

“…Jadi kita berpikir tu kira-kira tema ini kuat ga ya untuk 5 segmen, trus kita lihat kita lebarin kesini, kita gali dalemin lagi kesini. Nah setelah itu kita buat semacam draft rencana rundown… Kita buat ya segmen satu gini, opening nya seperti ini diisi gambarnya apa aja segmen dua dan seterusnya sampe closing seperti apa…” (NU)

(27)

Kepala Departemen Magazine and Documentary. Setelah disetujui oleh atasan baik dengan dan tanpa masukan atau perubahan, maka langsung dieksekusi.

“…Riset-riset ini namanya hipotesa, hipotesa awal muncul sebuah namanya draft rundown, itu harus di pitchingkan pertama ke Produser dan asisten Produser… Pitching tu artinya dipresentasikan…” (II)

“…Nanti kita persentasiin ke Produser, kalo Produser oke kita persentasiin ke Eksekutif Produser sampai ke Kepala Departemen…” (RR)

2. Tapping

Untuk tapping Chantal sebagai host, proses pertama adalah konfirmasi jadwal dengan Chantal untuk shooting, setelah jadwal shooting sudah ditetapkan maka selanjutnya adalah mencari lokasi yang tepat untuk shooting. Setelah itu melakukan survei ke lokasi tersebut, menentukan peralatan yang dibutuhkan seperti kamera EX3 dan kamera porta, menentukan lighting yang digunakan, menentukan segala peralatan dan properti yang dibutuhkan untuk shooting, memilih wardrobe atau baju yang digunakan host untuk shooting, dan menentukan tim atau kru untuk shooting. Pada tahap pra produksi ini, segala persiapan harus dilakukan secara detail dan rinci agar tidak menghambat proses produksi atau shooting yang akan dilakukan.

“…Kalo tapping itu pertama schedule host nya dulu Chantal, jadwalnya Chantal. Terus uda gitu survei dulu ke lokasi kira-kira lokasi yang cocok sama program kita apa gitu. Terus, karna kita pake apa kamera ini kan aa kayak porta jib gitu, harus cari lokasi yang agak tinggi juga. Nah setelah itu baru…persiapan-persiapan kayak peralatan, lighting nya siapa, terus propertinya, terus wardrobe, make up artis kayak gitu sih kalo tapping ya…” (DE)

(28)

Untuk tapping Zoya, persiapan yang dilakukan adalah membuat guidance atau panduan untuk melakukan wawancara kepada narasumber. Panduan tersebut dipersiapkan sebelumnya, berisi data dan informasi lengkap tentang narasumber dan tentang tema atau isu seks yang diangkat. Tapping Zoya selalu menempel dengan liputan, misalnya 6 hari liputan di Semarang, maka dari 6 hari tersebut ada satu hari Zoya datang ke Semarang untuk mewawancarai narasumber.

“…Kalo Zoya, jadi Zoya itu ada dalam selama proses liputan. Jadi misalnya liputan ke Semarang soal lidah sakti misalnya, liputannya itu kan biasanya waktunya 5 sampe aa 6 hari, nah nanti kita atur schedule nya Zoya, kira-kira dia bisa dateng di hari ke berapa, misalnya hari kedua atau hari ketiga atau hari keempat dia dateng ke Semarang sehari untuk wawancara narasumber kita.” (DE)

4.4.2 Rapat Pra Produksi

Ada banyak hal yang dibicarakan dan dilakukan pada saat rapat pra produksi, yaitu :

1. Yang pertama adalah konsolidasi untuk evaluasi hasil tayang Sexophone sebelumnya. Melakukan evaluasi berdasarkan hasil rating dan share, mencari kekurangan dan kendala program dan apa yang harus diperbaiki untuk episode berikutnya. Jika hasil rating rendah maka harus dicari apa penyebabnya, dan jika rating tinggi juga harus diketahui apa yang menyebabkan rating tinggi.

“…Rapat itu isinya macem-macem, pertama konsolidasi, konsolidasi itu untuk mengumpulkan jadi biasanya aku tanya ini kemaren kendalanya apa, semuanya pada cerita.” (II)

“Kalo rapat pertama kita scheduling, scheduling kira-kira minggu ini kita mau ngapain ni, terus review yang kemaren tu aa share nya berapa, apa kelemahannya, apa yang harus diperbaiki. Itu kayak evaluasi. Review dan evaluasi lah. Terus scheduling sama nentuin tema yang mau digarap apa lagi. Gitu sih paling, sama tapping, misalnya tapping mau kapan nih temanya apa yang mau diangkat sama liputan yang uda jadi apa yang mau di tapping in.” (DE)

(29)

Gambar 4.14 Pintu ruang kaca rapat Sexophone

Gambar 4.15 Rapat mingguan yang dilakukan tim Sexophone

2. Menurut Fachruddin (2012), rapat redaksi berita atau production meeting biasanya diadakan untuk membicarakan atau membahas informasi yang masuk sebagai bahan berita liputan : mendata dan membahas seluruh informasi berita yang masuk ke ruang produksi, membicarakan nilai berita yang akan diliput, dan menentukan jenis-jenis berita yang akan diliput. Di Sexophone sendiri, setelah review evaluasi selesai, maka selanjutnya adalah membicarakan tema. Yang artinya adalah mencari dan menentukan jenis tema seks yang merupakan berita yang akan diliput. Jika reporter sudah memiliki tema, maka reporter akan langsung melakukan pitching atau presentasi tema ke Produser, Asprod, semua tim sampai ke Eksekutif

(30)

Produser dan Kepala Departemen. Reporter melakukan presentasi dari draft rundown yang sudah dibuat berdasarkan riset yang sudah dilakukan sebelumnya.

3. Namun jika belum ada ide tema, maka biasanya seluruh tim akan brainstorming mencari bersama-sama ide tema yang bisa diangkat, setelah itu baru reporter membuat draft rundown-nya dan dipresentasikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Zettl (2009) bahwa proses pra produksi diawali dengan perencanaan yang salah satunya adalah ide program. Ide program ditentukan dengan memperluas ide dengan melakukan brainstorming yang bisa dilakukan secara kelompok oleh beberapa orang. Presentasi atau pitching ini bertujuan untuk menjelaskan apa saja yang mau dibahas selama 5 segmen, apa saja gambar-gambar dalam 5 segmen tersebut, apa saja alat-alat yang digunakan untuk meliput tema tersebut, dan apa saja yang dilakukan tim liputan. Biasanya reporter akan membagikan draft rundown dan mempresentasikannya untuk mendapatkan kritik dan masukan untuk perubahan-perubahan. Hasil dari presentasi ini menghasilkan keputusan disetujui atau tidak disetujui. Jika disetujui maka akan langsung melakukan liputan, namun bila tidak disetujui maka reporter akan membuat ulang draft rundown atau bahkan mengganti tema.

“Bicarain tentang tema, tentang kerjaan kita seperti apa, dan pasti proses kreatifnya seperti apa… Biasanya dilontarkan oleh si reporter jadi semacam persentasi dulu. Bahwa gua punya tema ini nih, saya kasihin draft atau rencana rundown dibagiin ke semua anggota rapat. Aku bagiin dibaca dulu, aku persentasi, gimana ada masukan atau gimana.” (NU)

(31)

Gambar 4.16 Reporter sedang melakukan pitching rundown

4.4.3 Strategi Pemilihan Tema

Strategi pemilihan tema untuk setiap episode Sexophone adalah dengan memilih tema-tema tertentu yang sesuai dengan kriteria program Sexophone. Tema-tema yang dicari adalah :

1. Tema yang orisinil yaitu tema yang belum pernah diketahui oleh masyarakat sebelumnya, yang tidak pernah diduga tapi ternyata benar-benar ada terjadi. Fenomena seks yang tidak pernah didengar dan dilihat namun sebenarnya ada. Contohnya adalah episode tematik seks, ada sebuah tempat yang tersembunyi di Jakarta yang belum banyak diketahui orang. Tempat tersebut menyajikan layanan seks bertema seperti berbentuk penjara, rumah sakit, sekolah dan lain-lain. Perempuan-perempuan disana akan berperan sesuai dengan tema yang dipilih konsumen. Jika sekolah, maka perempuan tersebut akan berperan menjadi guru dan konsumen adalah muridnya. Strategi tim untuk pemilihan tema adalah mampu menangkap fenomena-fenomena tersebut yang belum diketahui masyarakat.

“…sebenernya pengen nyarinya yang orisinil, karna kalo orisinil itu orang pasti akan apa sih lebih tertarik…Iya,yang ga pernah diketahui, nah itu biasanya pake itu buka mata, buka telinga, jadi kita itu informasi bisa dari mana aja kan… terus…seksi aja kali ya dibahas.” (NU)

(32)

2. Yang kedua, tema yang dipilih adalah tema yang seksi atau menarik untuk dibahas. Tema tersebut adalah tema yang unik dan tidak biasa, misalnya tema tentang pekerja seks komersial di hotel adalah hal biasa, tapi tema tentang pekerja seks komersial yang melayani konsumennya didalam mobil mewah dan mengitari kota Jakarta adalah hal yang tidak biasa. Serta menghindari tema-tema yang sensitif seperti soal waria yang masih dianggap sensitif.

“Tema itu juga dipilih berdasarkan…apa namanya cukup seksi ga sih, seksi tu dalam artian menarik ga sih buat pemirsa gitu. Terus sensitif ga sih, kita akan menghindari tema-tema yang sensitif misalnya soal waria itu kita masih menganggap itu terlalu sensitif...” (DE)

3. Yang ketiga adalah tema yang menarik yang lebih ke arah kalangan menengah ke atas, karena target audiens utama Sexophone adalah kalangan menengah keatas. Fenomena seks yang terjadi ada di dunia malam yang identik dengan dunia hiburan yang jelas membutuhkan banyak uang. Praktek-praktek penyimpangan seks yang ada biasanya memiliki konsumen yang berasal dari kalangan menengah keatas yang memiliki uang sehingga mampu membayar layanan seks plus-plus.

“…Kita cari yang menarik, yang paling menarik yang mungkin… Kalo tema itu sih sebenernya bisa kita angkat semuanya, cuma kita memang tidak mencari yang agak dibawah, lebih menengah ke atas.” (RR)

4. Yang keempat adalah tema yang cukup untuk tayangan satu jam.

5. Yang kelima adalah uniqueness atau unik, yang berbeda dari yang lain dan yang langka atau jarang ditemui.

6. Yang keenam adalah tema yang sedang nge trend atau hangat diperbincangkan.

7. Yang ketujuh adalah tema yang memiliki unsur proximity atau kedekatan dengan masyarakat khususnya yang menjadi target audiens utama. Target audiens

(33)

isunya lagi hangat sama juga kali ya, atau mungkin proximity atau kedekatan gitu.” (II)

4.4.4 Sumber Tema

Paul Williams menjelaskan 11 langkah proses melakukan investigasi dan salah satunya adalah conception. Conception adalah mencari berbagai ide/gagasan yang merupakan proses yang unending, tak pernah henti atau usai dicari. Berbagai ide atau gagasan bisa didapat melalui saran seseorang, narasumber reguler yaitu orang-orang yang telah menjadi rekanan terdekat atau komunitas sosial yang telah terjalin hubungannya, yakni orang-orang yang mengetahui sesuatu yang tidak diketahui banyak orang, membaca (koran, majalah, buku, internet), menonton televisi, mendengar radio, memanfaatkan potongan berita, atau observasi langsung. Ide-ide tema Sexophone diperoleh dari berbagai sumber yaitu :

1. Dari pengalaman pribadi tim atau kru.

2. Dari pengalaman dan cerita-cerita teman-teman yang dimiliki tim. Atau bisa disebut berasal dari saran orang lain.

3. Dari dunia maya internet. Biasanya dari situs-situs tertentu, dari jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook. Ide diperoleh dari membaca dokumen-dokumen yang ada.

“Kalo saya kebanyakan dari saya sendiri, dari pengalaman dunia malam, kita ungkap lagi. oh dulu tu gua pernah one night stand. Kalo ga pengalaman sendiri pengalaman cerita-cerita dari temen, terus juga yang

(34)

lebih ke kalo saya tuh jarang dari internet, biasanya ambil tema besarnya apa nih, baru cari di internet.” (NU)

4. Dari brainstorming seluruh kru.

5. Permintaan dari atasan. Kadang dari atasan juga memberikan ide dan permintaan untuk mengangkat sebuah tema.

6. Dari link yang disebut sebagai fixer, yaitu informan atau perantara di lapangan yang memberikan informasi-informasi seputar tempat-tempat praktek penyimpangan seks. Fixer disebut juga narasumber reguler yang mengetahui banyak informasi yang tidka diketahui orang lain. Tim harus menjalin hubungan yang baik dengan fixer.

“Dari brainstorming temen-temen juga sih, atau kadang-kadang juga permintaan atasan juga bisa, tapi itu jarang banget. Kadang munculnya dari temen-temen reporter sendiri… Kalo searching bisa, baca-baca bisa, atau karna kan temen-temen tu biasanya uda punya link gitu kan, punya fixer disini kita nyebutnya perantara gitu informan lah… link ke orang-orang dunia malam itu tu penting banget, karna justru dari mereka lah kadang-kadang.” (DE)

7. Dari reporter itu sendiri, dari riset lapangan dan riset dokumen yang dilakukan reporter. Ide tema juga bisa berasal dari observasi langsung tim yang terjun langsung ke lapangan.

“Dari setiap reporter ada, dari setiap kru semuanya mengajukan…” (RR) “Nah kalo temanya munculnya dari beragam, bisa dari riset tadi ya tak ulang ya, riset dokumen apa riset lapangan, terus abis itu dari reporter sendiri dari cameraman, terus dari fixer atau dari entah berantah apapun itu muncul dari manapun.” (II)

(35)

narasumber adalah dengan melakukan negosiasi yang baik, memberi kepercayaan, komunikasi yang baik, dan memberikan bayaran yang setimpal.

“Kalo yang terbuka gampang, kita ngasi kepercayaan negosiasi, kita komunikasi yang baik dan kita ngasi ee bayaran yang setimpal kalo bisa berlipat bayarannya…” (NU)

Selain itu menurut Informan ke 4 (DE), cara yang tepat adalah dengan memiliki fixer atau informan perantara yang mengantar dan memperkenalkan tim kepada narasumber. Selain itu juga bernegosiasi dengan baik, misalnya narasumber adalah pemandu lagu plus-plus, maka tim membuat kesepakatan yang win-win solution yaitu kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Tim liputan diijinkan meliput narasumber si pemandu lagu plus-plus tanpa diketahui konsumennya, si pemandu lagu juga mengetahui bahwa tim berasal dari TRANS TV.

“…Kalo terbuka, itu kita punya fixer, fixer ini yang akan memperkenalkan kita ke narasumber, oke narasumber tau, narasumbernya misalnya pemandu lagu plus-plus. Kita dapet informasi eh disana ada nih pemandu lagu plus, dikenalin lah kan sama tim liputan. Pemandu lagu plus-plus ini tahu kita dari TRANS TV, tapi konsumennya kan ga tau. Nah dengan deal yang win-win solution akhirnya yaudah kita bisa candid itu kan si PL plus-plus yang lagi lagi apa transaksi sama konsumennya gitu.” (DE)

Menurut informan kelima (II), strategi untuk menembus narasumber untuk wawancara terbuka adalah dengan menguasai materi liputan sehingga bisa memposisikan diri sejajar dengan narasumber, tidak lebih tinggi dan tidak lebih

(36)

rendah, serta menggunakan bahasa-bahasa bertutur yang efektif untuk mewawancarai narasumber.

“…Kalo ngomongin yang sifatnya terbuka, ada yang namanya teknik menembus narasumber. Yang pertama kita harus menguasai materi itu yang paling penting, modalnya adalah intelektual, ketika kamu menguasai materi kamu akan sejajar dengan narasumber, jangan terlalu rendah jangan terlalu tinggi. Bahasa bertutur bertanya kepada narasumber itu harus menggunakan bahasa-bahasa yang sifatnya efektif.” (II)

2. Tertutup

Untuk wawancara tertutup, ada beberapa strategi untuk menemukan dan menembus narasumber. Menurut informan kedua (NU) strateginya adalah dengan membangun hubungan dan kepercayaan dengan orang-orang yang ditemui tim liputan ketika berada di sekitar lokasi target. Melakukan pendekatan dengan orang-orang disekitar lokasi untuk bertanya-tanya dan mendapatkan informasi, dan mungkin bisa sampai mengantarkan tim masuk ke lokasi. Contohnya melakukan pendekatan kepada tukang ojek, mengikuti perilaku kebiasaan dan hal yang disukai mereka seperti membelikan rokok dan ikut merokok bersama sambil bertanya-tanya. Harus pintar menjaga mimik wajah, gesture atau bahasa tubuh sehingga tidak terlihat kaku, mampu berkilah dan meyakinkan orang.

“…Kalo yang tertutup, keberanian pertama, insting, intuisi, dan bisa apa ya ini ni target sebenernya kita disini ya kita tu belum tau ini tu dimana, ini siapa, ini bagaimana, tapi kita tau nih informasi dari sini nih nanya-nanya. Nah bisa apa ya bisa ngasi kepercayaan kepada orang yang kita temui supaya orang itu bisa mengantarkan kita masuk ke tujuan akhir kita. Jadi kalo misalkan pendekatan kita ya, susah ni nembus si ini gimana caranya ya, ngobrol lah sama tukang ojek, ngobrol lah sama orang-orang disekitar, orang-orang situ pemuda disana, terus kita kasih pendekatan sesuai dengan kebiasaan mereka. Kalo misalkan mereka ngerokok ngerokok ya kita bawa rokok aja… Trus asal bisa ini juga sih jaga gesture jaga mimik… jago berkilah, terus jago meyakinkan orang.” (NU)

(37)

yang sebenarnya sambil melakukan wawancara. Jangan sampai terlihat mencurigakan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang kaku seperti wawancara. Namun memberikan pertanyaan yang dibuat seperti mengobrol sehingga narasumber merasa nyaman dan tidak curiga. Hasil mengobrol tersebut harus menghasilkan banyak informasi, tim harus mampu menggali infromasi sebanyak-banyaknya dari narasumber tanpa ketahuan. Strategi lainnya adalah bisa dengan menyewa talent untuk berperan sebagai konsumen pekerja seks komersial tersebut jika tim liputan merasa kurang mampu dan kurang meyakinkan.

“…Nah kalo itu… ya pinter-pinternya tim liputan sih, misalnya kita pura-pura jadi pelanggan gitu, tapi tidak harus sampai eksekusi, ya kayak…tawar-menawar aja gtu misalnya dibawa ke kamar, kita ngobrol-ngobrol dulu. Setelah itu ga sampai hubungan seks juga kan, karna kita kan yang terpenting adalah kita mau menggali informasi dari dia, cukup sampe di oh oke berarti emang dia bener-bener pekerja seks komersial, udah informasi kita akan selesai sampai disitu… tim liputan atau kita bisa nyewa mungkin talent yang oke deh kamu aa pura-pura jadi pelanggan. Nanti dia yang akan tanya-tanya narasumbernya candid dia…” (DE)

Menurut informan kelima (II), strategi untuk menembus narasumber adalah dengan menyakinkan narasumber, membangun kepercayaan kepada narasumber, memiliki jaringan atau link atau yang disebut fixer sebagai perantara tim dengan narasumber, membangun dan menjaga hubungan yang baik dengan fixer sehingga selalu diberikan informasi-informasi tentang fenomena seks, bersikap dan bermitra dengan baik kepada narasumber.

(38)

“…menembus narasumber itu satu adalah bagaimana dia bisa menggali

informasi, menggali informasi adalah meyakinkan narasumber,

mermbangun kepercayaan… Sexophone itu program yang menurut aku penanganannya rada beda. Itu dibutuhkan jaringan…Artinya, seorang jurnalis itu yang paling penting itu adalah jaringan, jagalah jaringan itu dengan benar dan bermitralah dengan narasumber secara benar, no amplop ya. Jadi jagalah idealisme seorang jurnalis, itu kita sama sekali membangun kepercayaan narasumber berdasarkan trust, kamu percaya aku orang TRANS TV jurnalis yang baik, kamu aa menceritakan sebuah fakta aku liput, jadi hubungan kemitraan berjalan…” (II)

Cara menemukan narasumber itu sendiri bisa diperoleh dari teman-teman dan pergaulan tim liputan, dari internet dengan googling, dan dari media sosial seperti facebook dan twitter. Karena di media sosial juga bisa ditemukan komunitas-komunitas seks. Cara lainnya juga dengan melakukan riset jalan-jalan keliling untuk mencari tempat-tempat hiburan.

“Satu komunikasi dengan telpon… Atau mungkin pertama cari by online dulu yang Googling dulu ada nggak di internet gitu kan temen-temen dari mana mungkin dari komunitas-komunitas apa gitu, by Facebook atau Twitter… Kalau misalnya nggak ada, mungkin kita punya kenalan dimana kita coba jalan-jalan keliling-keliling ketempat-tempat hiburan gitu nanya-nanya dari… dari temen-temen yang ada dilapangan juga ya dari pergaulan lah…” (RR)

4.4.6 Kriteria Pemilihan Narasumber

Berdasarkan penjelasan dari 4 informan, dapat disimpulkan ada kriteria-kriteria tersendiri untuk memilih narasumber yaitu :

1. Narasumber yang cukup cerewet dan blak-blakan. Artinya adalah narasumber yang tidak pendiam dan sangat terbuka ketika ditanya. Narasumber yang komunikatif yang bisa diajak wawancara dengan baik dan tidak grogi ketika ditanya.

“Kalo tuntutan program ada. Harus yang cantik ya, seger dilihat. Tapi kalo dilapangan sendiri yang paling penting adalah orang yang cerewet dan blak-blakan…” (NU)

(39)

benar dan masih seorang pekerja seks komersial fantasy car. Kalau narasumber adalah konsumen fantasy car dia memang pernah atau masih menjadi konsumen. Narsumber harus benar-benar tahu proses dari awal transaksi hingga akhirnya. Paul Williams menjelaskan langkah-langkah proses investigasi, salah satunya adalah Final Evaluation yaitu evaluasi dengan mengukur hasil investigasi yaitu mengevaluasi apakah wawancara telah dilaksanakan dengan tepat kepada orang-orang yang memang layak, bukan kepada orang-orang yang sengaja merekayasa dirinya agar terkait dengan kasus. Tim Sexophone harus benar-benar memilih narasumber yang tepat yang tidak melakukan rekayasa.

“…Harus kompeten dibidangnya yah. Di tema itu harus mengetahui benar-benar... Mulai dari… Awal, misalnya transaksinya seperti apa…Apa sih namanya, sampai prosesnya itu jadi bener-bener harus mengerti...” (RR)

“Kalo narasumber berdasarkan konten, yang pasti dia kredibel itu pasti dan di adalah pelaku atau orang yang tau persis…” (II)

4.4.7 Strategi Jika Tidak Berhasil Menembus Narasumber

Selama ini tim Sexophone tidak pernah tidak berhasil menembus narasumber. Namun bila tidak berhasil menembus narasumber, maka strategi nya adalah dengan mengganti tema. Sexophone tetap mengutamakan keselamatan tim dan keamanan tayangan, sehingga jika sangat beresiko besar maka tema maupun narasumbernya akan diganti.

(40)

“…kayaknya ga pernah tapi kalo misalnya itu terjadi ya otomatis harus kita cut, ganti tema. Itu uda ga aa babibu lagi udah cut gitu, karna kita ga mungkin nayangin tema topik yang ga ada narasumbernya misalnya.” (DE)

4.4.8 SDM (Kru)

Menurut Zettl (2009), salah satu tahap perencanaan pra produksi adalah koordinasi yang salah satunya fokus pada masalah orang dan komunikasi. Orang adalah siapapun yang terlibat dalam proses produksi program. Produser harus memiliki data dasar orang-orang produksi. Di Sexophone, sebelum melakukan proses liputan dan tapping, ada proses penentuan tim atau kru (orang dan komunikasi) yang terlibat dalam proses produksi tersebut. Penentuan kru dibuat oleh Produser bersama dengan PA.

“Itu Produser yang bikin. Itu dibikin sebelum tapping sebelum liputan. Aku biasanya bersama dengan PA tadi.” (II)

Menentukan tim liputan mana yang akan liputan untuk satu episode, dan kru mana saja yang akan terlibat dalam proses produksi tapping. Biasanya prosesnya adalah menentukan setiap kru yang terlibat dengan mengisi formulir request crew. Di formulir tersebut dituliskan kru apa saja yang dibutuhkan dan berapa jumlahnya. Misalnya membutuhkan kru lighting man 3 orang, audio 2 orang dan lain-lain. Di form tersebut tercantum dengan lengkap nomor telepon setiap kru untuk dihubungi dan dikomunikasikan seputar proses produksi program.

“…Tergantung kebutuhan...Produksi ya…Biasanya sih PA nya yang menentukan. Ada request kru namanya yang harus diisi, jadi kru-kru yang kita butuhkan nanti kita minta berapa. Lighting nya berapa, audio berapa, enginer nya berapa gitu...” (RR)

(41)

tersebut.

“…Di rapat operasional biasanya dibahas ya, jadi di rapat itu ditentuin maunya cahayanya yang seperti apa, nanti ketika…Ketahuan kontennya mau dibikin seperti apa baru kita tentuin alat yang mau digunain seperti apa.” (RR)

Penentuan peralatan untuk liputan selalu disesuaikan dengan tema liputannya, jika mengambil gambar di kolam renang maka membutuhkan kamera underwater. Penentuan alat ini harus dikonfirmasikan kepada tim liputan, biasanya yang mengurus adalah Asprod atau PA yang akan bertanya pada tim liputan alat apa saja yang dibutuhkan.

“Iya ada, nah itu pasti konfirmasi ke tim liputan, tim liputan butuh apa aja. Misalnya aku besok mau ada pengambilan di kolam renang, otomatis butuh kamera underwater kayak gitu.” (NU)

Kebutuhan peralatan sudah direncanakan sejak awal secara rinci sampai spek-spek atau kriteria alatnya. Asprod atau PA akan mengisi formulir good request yaitu formulir permintaan alat yang dipinjam dari bagian logistik TRANS TV baik untuk liputan maupun tapping. Untuk Sexophone sendiri, selain dari logistik TRANS TV, juga menyewa alat dari vendor (pihak luar) yaitu kamera.

“Biasanya Rangga yang ngurus. Itu ditentukannya pada perencanaan awal. Spec nya jelas, misalnya kita pake kamera EX3 dengan apa aa porta jib, lighting nya pake dedo itu dan lain-lain.” (II)

(42)

Proses penentuan alat ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Herbert Zettl (2009) tentang salah satu tahap perencanaan pra produksi yaitu koordinasi yang salah satunya fokus pada masalah permintaan fasilitas. Permintaan fasilitas mendaftarkan seluruh perlengkapan produksi dan seluruh properti dan kostum yang dibutuhkan untuk sebuah produksi. Tim Sexophone membuat secara rinci segala fasilitas atau peralatan yang dibutuhkan.

4.4.10 Perlengkapan atau Properti

Sesuai dengan pendapat Zettl tentang proses permintaan fasilitas, selain peralatan, juga menentukan properti atau perlengkapan yang dibutuhkan untuk tapping. Biasanya properti tambahan yang digunakan disesuaikan dengan lokasi tapping. Properti hanya berfungsi sebagai tambahan untuk mengisi dan mempercantik spot-spot yang kosong. Namun lokasi tapping host biasanya tidak memerlukan banyak properti tambahan karena di kafe, bar, atau klub sudah memiliki desain interior dan properti yang bagus. Sehingga tim tidak perlu menyiapkan banyak properti tambahan, biasanya hanya menyiapkan bunga dan lilin.

“…Kalo properti sih menyesuaikan lokasi ya, mungkin kita bawa bunga gitu, sebenernya untuk mengisi yang kosong juga dia area sana...” (RR)

4.4.11 Bunga dan Lilin

Selama melakukan observasi langsung di lokasi tapping, peneliti menemukan bahwa properti bunga dan lilin selalu ada. Ternyata ada alasan tersendiri mengapa bunga dan lilin selalu dijadikan properti tambahan. Bunga dan lilin dianggap sebagai objek yang bagus. Bunga bisa menimbulkan efek indah dan mempercantik ruangan, sementara lilin melambangkan malam hari, simbol redup dan dramatis. Kata seks

(43)

ada lilin sama bunga...” (DE)

4.4.12 Kriteria Make Up dan Wardrobe

Pemilihan baju dan make up host memiliki kriteria tersendiri. Untuk baju biasanya memilih baju-baju yang berwarna cerah agar tampak bagus di kamera, baju yang seksi namun tetap elegan dan pantas dipakai. Sexophone adalah program seks dewasa, apalagi target utamanya adalah laki-laki, sehingga identik dengan keseksian wanita, oleh karena itu baju yang dipilih juga baju yang terbuka dengan tujuan untuk mengeluarkan aura seksi dari host. Baju yang dipakai tetap layak dipakai, tidak benar-benar terlalu terbuka sampai terlalu vulgar, tetap mematuhi standar penyiaran, karena tayangan Sexophone diawasi oleh KPI. Sementara untuk make up biasanya menyesuaikan dengan baju yang dipakai, make up host dibuat cantik dan elegan namun tidak menor. Rambut nya pun diatur agar mengembang dan keriting agar terlihat lebih seksi.

“…kalo make-up ya menyesuaikan ke baju biasanya ya, bajunya warna apa, kalo biasanya sih kita minta bajunya warna-warna cerah, seksi, elegan gitu kan. Seksinya ga norak tapi elegan masih pantas dipake.” (RR) “Kalo baju karna memang kita kan identiknya program seks ya, kalo pakaian tertutup juga ga lucu gitu ya, karna infotainment aja pake bajunya kebuka kan gitu. Karna tayangan tu kan diawasi sama KPI, kadang-kadang KPI tu suka protektif sama kita ga boleh ini ga boleh itu, jadi kita cari yang…cukup elegan pasti elegan tapi ga seronok gitu… kalo make up…make up sih yang yang ga terlalu heboh ya, paling rambut juga yang penting keliatan seksinya aja sih.” (DE)

Gambar

Gambar 4.14 Pintu ruang kaca rapat Sexophone
Gambar 4.16 Reporter sedang melakukan pitching rundown
Gambar 4.17 Potongan Rundown Sexophone
Gambar 4.20 Rapat tim untuk reporter mempresentasikan (pitching) rundown
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketika dipasangkan dengan perangkat yang kompatibel, Anda dapat menggunakan headset untuk mengontrol panggilan telepon masuk dan keluar atau untuk mendengarkan musik..

Penelitian ini akan mengukur tingkat kapabilitas (capability level) tatakelola infrastruktur jaringan dengan studi kasus infrastruktur jaringan Pemerintah Daerah

Dari dana perimbangan yang diberikan pemerintah daerah Kabupaten Nunukan kepada pemerintah Desa SK Bupati Nunukan No.188.45/267/V/2013 Mambulu dan Desa paguluyon Mengenai

Majelis Jemaat GKI Gunung Sahari mengucapkan terima kasih atas partisipasi jemaat baik dalam bentuk doa, pemikiran, tenaga, dan dana yang disalurkan melalui Kelker Sadana,

Perseroan menyadari bahwa kegiatan operasi semen menyumbang emisi CO2 yang cukup besar dan oleh karenanya upaya mitigasi emisi menjadi aspek material yang perlu disampiakan

Dalam hal aset keuangan atau liabilitas keuangan tidak diukur pada nilai wajar melalui laba rugi, nilai wajar tersebut ditambah biaya transaksi yang dapat diatribusikan secara

enyimpanan sarana dan prasarana kantor adalah kegiatan yang dilakukan oleh satuan kerja atau petugas gudang untuk menampung hasil pengadaan barang atau bahan kantor baik

Kemudian proses transaksi digunakan untuk memproses pendaftaran haji plus dan umroh, pendaftaran mitra, angsuran, pembatalan jamaah, perlindungan jamaah, pembayaran