• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Self-Efficacy Pada Odha Yang Berada Pada Masa Dewasa Awal Yang Mengikuti Terapi di Puskesmas "X" Kota Cirebon.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Self-Efficacy Pada Odha Yang Berada Pada Masa Dewasa Awal Yang Mengikuti Terapi di Puskesmas "X" Kota Cirebon."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

ii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini berjudul studi deskriptif mengenai self-efficacy pada ODHA

yang menikuti terapi di Puskesmas “X” Cirebon. Penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan gambaran bagaimana self-efficacy pada ODHA yang mengikuti

terapi di Puskesmas “X”Cirebon. Sampel penelitian ini adalah ODHA yang

mengikuti terapi di Puskesmas “X”Cirebon. Sampel diperoleh dengan metode

purposive sampling sebanyak 50 orang.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Alat ukur

yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori self-efficacy dari Bandura dan

terdiri dari 45 item. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan uji

korelasi Rank Spearman dan didapatkan 31 item valid. Melalui metode split half

didapatkan reliabilitas sebesar 0,704.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lebih banyak

ODHA di Pskesmas “X” Cirebon yaitu sebanyak 46 orang (92%) yang memiliki self-efficacy yang tinggi dalam menghadapi proses terapi.

Peneliti mengajukan saran bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian

(2)

iii Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT

This study titled descriptive study of self-efficacy in people living with HIV

in therapy at the health center "X" Cirebon. This study aims to gain an idea of

how self-efficacy in people living with HIV in therapy at the health center "X"

Cirebon. PLWHA sample was in therapy at the health center "X" Cirebon.

Samples obtained by the method of purposive sampling as many as 50 people.

The study design used is descriptive method. Measuring instrument

developed by the researchers based on the theory of Bandura's self-efficacy and

consists of 45 items. The data obtained were processed using Spearman rank

correlation test and obtained 31 valid items. Through the method of split half

reliability of .704 obtained.

Based on these results it can be concluded that more people living with

HIV at the health center "X" Cirebon as many as 46 people (92%) who have high

self-efficacy in the face of the therapy process.

Researchers propose suggestions for other researchers to conduct further

research on the contribution of resources and the factors that influence

(3)

vii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...i

ABSTRAK...ii

KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI...vii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1Latar Belakang Masalah……….……1

1.2Identifikasi Masalah………...10

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian……….10

1.3.1 Maksud Penelitian………...………10

1.3.2 Tujuan Penelitian...10

1.4Kegunaan Penelitian...10

1.4.1 Kegunaan Ilmiah..………...………10

1.4.2 Kegunaan Praktis………11

1.5Kerangka Pemikiran……….11

1.6Asumsi………..20

(4)

viii Universitas Kristen Maranatha 2.1 Teori Self Efficacy….………..21

2.1.1 Definisi Self Efiicacy………...……….21

2.1.2 Sumber-sumber Self Efficacy………...23

2.1.3 Proses-proses Self Efficacy………...………26

2.2 HIV/AIDS…………...…..………...………27

2.2.1 Sejarah HIV/AIDS………27

2.2.2 Pencegahan penularan HIV/AIDS………29

2.3 Dewasa Awal………...31

2.4 Pengantar Psikologi Kesehatan………35

2.4.1 Tujuan………...35

2.4.2 Tingkah laku yang berkaitan dengan kesehatan………36

2.4.3 Seven health practices………...36

2.4.4 Sebab dari kondisi sakit………37

BAB III METODE PENELITIAN……….38

3.1 Rancangan Penelitian………...38

3.2 Bagan Rancangan Penelitian………38

(5)

ix Universitas Kristen Maranatha

3.3.1 Variabel Penelitian……….………...39

3.3.2 Definisi Operasional……….……….39

3.4 Alat Ukur………..40

3.4.1 Alat Ukur Self Efficacy………..………....40

3.4.2 Data Penunjang……….44

3.5 Uji Coba Alat Ukur………...45

3.5.1 Validasi Alat Ukur………45

3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur………...47

3.6 Populasi Sasaran………...48

3.7 Teknik Analisis Data………48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...49

4.1 Gambaran Responden ……….49

4.1.1 Jenis Kelamin ………..49

4.1.2 Stadium……….50

4.1.3 Usia………...50

4.2 Hasil Penelitian ………...52

(6)

x Universitas Kristen Maranatha

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….64

5.1 Kesimpulan ……….64

5.2 Saran ………64

5.2.1 Saran Bagi Penelitian Lanjutan ………64

5.2.2 Saran Guna Laksana ………65

DAFTAR PUSTAKA ………...67

DAFTAR RUJUKAN ………...68

(7)

xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………49

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Stadium……….50

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Usia………...50

Tabel 4.4 Tabel Kemampuan Self-efficacy secara umum……….52

Tabel 4.5 Tabulasi silang Self-efficacy Berdasarkan Aspek Keyakinan Pilihan Yang Dibuat………...53

Tabel 4.6 Tabulasi Silang Self-efficacy Berdasarkan Aspek Usaha Yang Dikeluarkan………54

Tabel 4.7 Tabulasi silang Self-efficacy Berdasakan Aspek Ketahanan Menghadapi Kegagalan dan Rintangan……….……55

(8)

xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir………...19

(9)

xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I : Kuesioner Self-efficacy

LAMPIRAN II : Data Penunjang

LAMPIRAN III : Sistem Penilaian Alat Ukur Self-efficacy

LAMPIRAN IV : Hasil Pengambilan Data

LAMPIRAN V : Hasil Tabulasi Silang Self-efficacy dan Sumber-sumber

yang Berpengaruh Terhadap Self-efficacy.

DAFTAR PUSTAKA………...67

DAFTAR RUJUKAN………...68

(10)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di tengah perkembangan jaman yang semakin maju dan sarat perubahan di

segala bidang, menuntut manusia untuk berpikir dan berperilaku selaras dengan

perkembangan tersebut. Perkembangan tersebut juga merambah ke segala aspek

kehidupan. Salah satu aspek kehidupan yang terpengaruhi adalah gaya hidup.

Gaya hidup modern adalah kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat yang

mengikuti perkembangan jaman yang mana masyarakat itu sendiri secara tidak

disadari mengikuti secara rutin perkembangan yang terjadi saat ini. Aspek-aspek

dalam gaya hidup modern saat ini, seperti kesehatan, keluarga, seksualitas dan

sosialisasi (www.okezone.com)

HIV (human immunodeficiency virus) merupakan retrovirus yang

menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel

dan macrophages komponen-komponen utama sistem kekebalan sel tubuh

lainnya). Selain itu virus ini juga menghancurkan atau mengganggu fungsi dari sel

kekebalan tubuh tersebut. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan

sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi

kekebalan tubuh. Meskipun infeksi HIV tidak disertai gejala awal, seseorang yang

(11)

Satu-2

Universitas Kristen Maranatha satunya cara untuk menentukan apakah HIV ada di dalam tubuh seseorang adalah

melalui tes HIV. Infeksi HIV menyebabkan penurunan dan melemahnya sistem

kekebalan tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi penyakit dan

dapat menyebabkan berkembangnya AIDS. (www.aidsindonesia.co.id diakses

tanggal 12 oktober 2011).

Di kota-kota besar bahkan sampai di kota Cirebon terdapat banyak kasus

HIV/AIDS. Data yang diperoleh di kota Cirebon pada akhir tahun 2006 Tercatat

32 kasus yang terdeteksi dan keseluruhan merupakan penasun (pengguna

narkotika suntik). Pada tahun 2007 terdapat penemuan kasus baru sebanyak 80

kasus sehingga total kasus mencapai 112 orang (105 laki-laki,7 perempuan). Pada

tahun 2008 kasus bertambah 9 orang, pada tahun 2009 terdapat 12 kasus baru dan

sampai dengan September 2010 terdapat 8 kasus baru. Jumlah kasus baru sejak

2008 adalah 29 orang (21 perempuan,8 laki-laki). Keseluruhan kasus sampai

dengan saat ini telah tercatat 141 yang terdiri dari laki-laki 113 (80,2%) kasus,

perempuan 28 (19,8%) kasus. Dari 141 kasus tersebut terdapat kasus HIV anak

sebanyak 8 kasus (5,7 %). Faktor risiko terbesar kasus pada laki-laki adalah

penasun 110 orang (97%), sisanya adalah perilaku heterosex dan homosex.

Sedangkan pada perempuan, 19 orang (67,9%) merupakan Ibu Rumah Tangga

yang tertular dari suami, 6 orang (21,5%) merupakan Wanita Pekerja Sosial, dan

3 orang (10,8%) merupakan penasun. Jumlah pasien yang meninggal telah

mencapai 32 orang (22,7%) dari keseluruhan kasus yang pernah ditangani, 5

orang diantaranya adalah kasus anak.

(12)

3

Universitas Kristen Maranatha Layanan kesehatan yang memberikan pelayanan terhadap orang dengan

HIV/AIDS (ODHA) di kota Cirebon adalah puskesmas “X”. Berdasarkan hasil

wawancara kepada kepala puskesmas “X” kota Cirebon mengenai gambaran dari

puskesmas ini. Awal mula berdirinya Puskesmas “X” mulai menangani kasus

HIV-AIDS sejak pertengahan tahun 2006. Diawali oleh adanya program Harm

Reduction (HR) yang telah berakhir pada bulan April 2009 sampai dengan saat ini

layanan yang tersedia meliputi VCT (Volunteer Councelling and Testing ),CST

(Care, Support and Treatment), PMTCT (Prevention of Mother to Child

Transmission), pemberian ART (Anti Retroviral Terapi), pemeriksaan penunjang

laboratorium, Konseling keluarga dan pembentukan Kelompok Usaha orang

dengan HIV/AIDS (ODHA). Metode pendekatan yang dilakukan oleh Puskesmas

ini adalah melalui penjangkauan untuk mendapatkan pasien maupun pasien yang

datang langsung ke Puskesmas secara sukarela untuk mendapatkan pelayanan.

Pasien berasal dari dalam wilayah kerja Puskesmas maupun dari luar wilayah

kerja dan dari Luar Kota Cirebon. Puskesmas ini satu-satunya yang menangani

HIV/AIDS di Cirebon.

Seberapa cepat HIV bisa berkembang menjadi AIDS, lamanya dapat

bervariasi dari satu individu dan individu yang lain. Dengan gaya hidup sehat,

jarak waktu antara infeksi HIV dan menjadi sakit karena AIDS dapat berkisar

antara 10-15 tahun, kadang-kadang bahkan lebih lama. Terapi antiretroviral

(ARV) dapat memperlambat perkembangan AIDS dengan menurunkan jumlah

virus (viral load) dalam tubuh yang terinfeksi. Terapi ARV bertujuan untuk

(13)

4

Universitas Kristen Maranatha memperbaiki kualitas hidup. Virus HIV menyerang sel CD4 dalam sistem

kekebalan tubuh serta menggunakan sel ini untuk bereplikasi. Akibatnya, jumlah

sel ini dalam tubuh pun semakin menurun. Obat ini bekerja dengan cara

menghambat proses pembuatan virus dalam sel CD4, hingga jumlah CD4 pun

dapat ditingkatkan (www.aidsindonesia.or.id diakses tanggal 12 oktober 2011).

Usaha yang dapat mereka lakukan agar keadaan nya tidak semakin

memburuk adalah dengan mengikuti terapi dan meminum ARV setiap hari, agar

lebih bersemangat dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari dan tidak terus

menerus terpuruk dengan keadaan yang justru akan semakin membuat keadaannya

semakin memburuk. Hal yang dapat ODHA lakukan untuk menghambat

berkembangnya virus HIV salah satunya dengan terapi meminum ARV secara

rutin yang harus dilakukan setiap hari agar CD4 tetap 0 dan menjaga pola hidup

agar tetap sehat dan tidak mudah terjangkit penyakit. Efek yang ODHA rasakan

saat meminum ARV pada awalnya adalah rasa mual. Tetapi ODHA harus tetap

rutin meminum ARV sehari 2 kali pada jam yang telah ditentukan. Karena jika

ODHA tidak patuh dalam mengikuti terapi ART ini adalah perubahan kondisi

fisik yang lebih parah karena CD4 turun dan harus meminum ARV dengan dosis

yang dinaikan menjadi LINI II. Oleh karena itu dibutuhkan ketekunan ODHA

dalam mengikuti terapi ART tersebut.

Setelah ODHA mengetahui mereka positif HIV/AIDS tekanan yang harus

mereka terima pun semakin bertambah lagi dengan adanya diskriminasi serta

stigma negatif yang diberikan masyarakat. Hal ini dapat menimbulkan dampak

(14)

5

Universitas Kristen Maranatha mereka sendiri. Hal ini dapat mendorong terjadinya depresi, kurangnya

penghargaan diri, dan keputusasaan. Bahkan menghambat mereka dari upaya

pencegahan terhadap penyebaran virus tersebut dan menyebabkan mereka terus

menerus melakukan perilaku yang menyimpang. Dari hasil wawancara terhadap 5

ODHA yang mengikuti terapi di Puskesmas “X” Kota Cirebon, sangat banyak

kasus, setelah diketahui HIV positif tidak sedikit diantara ODHA ini yang

dikucilkan oleh teman-temannya, orang–orang di sekitarnya, bahkan ditolak oleh

keluarganya sendiri ketika mereka memberitahu statusnya sebagai seseorang yang

terinfeksi HIV/AIDS. Mereka pun diberhentikan dari pekerjaanya, tidak diterima

di tempat-tempat publik seperti rumah Sakit, ditangkap seperti narapidana untuk

diamankan, bahkan dibunuh sebab dianggap sebagai pencemar masyarakat.

Menurut Psikolog Sarlito Wirawan ada beberapa hal yang menyebabkan

ODHA dikucilkan dan disingkirkan dari lingkungan sekitarnya. Pertama, karena

penyakit HIV/AIDS masih dianggap sebagai penyakit yang ‘kotor’. Bahwa

HIV/AIDS ini sering distigmakan sebagai penyakit kalangan pengguna narkoba,

pekerja seks komersial, bahkan penyakit orang asing. Orang yang mengidapnya

pun akan dianggap sebagai seseorang yang berperilaku menyimpang dan

melanggar norma baik norma hukum, agama maupun etika di masyarakat. Kedua,

adalah ketidaktahuan masyarakat mengenai cara penularan virus tersebut.

Jangankan untuk bergaul dengan mereka, untuk berjabat tangan pun tidak sedikit

masyarakat yang enggan melakukannya. Padahal virus HIV/AIDS ini hanya akan

menular melalui cairan darah, cairan sperma, cairan vagina, maupun dari air susu

(15)

6

Universitas Kristen Maranatha

masih rendah,” kata Sarlito, yang juga penggiat di Yayasan AIDS Indonesia.

(http://rusdimathari.wordpress.com diunduh tanggal 12 oktober 2011)

Hal-hal tersebut diatas menjadi perhatian peneliti untuk mengetahui

bagaimana keyakinan ODHA akan kemampuan dalam menjalani dan menghadapi

keadaan tersebut yang disebut sebagai self efficacy. Karena ODHA harus tekun

dalam mengikuti terapi untuk menjaga kondisi tubuhnya agar tidak semakin

menurun dan dapat meningkatkan kualitas hidupnya seperti layaknya orang-orang

pada umumnya. Seperti tetap dapat menjalankan aktifitas seperti biasa,

bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan dapat melewati rintangan-rintangan

yang ada dengan baik dibutuhkan self efficacy pada diri ODHA. Hal ini didukung

oleh Pajares (2002). Dalam penjelasannya bahwa, “Self-efficacy also help to

determine how much effort people will expend on an activity, how long they will

preserve when confronting obstacles, and how resilient they will be in the face of

adversive situations”.

Self efficacy berhubungan dengan keyakinan seseorang bahwa dia dapat

mengatasi masalahnya. Dalam melakukan pengaturan dirinya terkait dengan

keyakinan tersebut di dalam perilaku efektif dituntut suatu ketrampilan tertentu

seperti memotivasi atau membimbing diri. Sedangkan Bandura dalam teorinya

mendefinisikan self efficacy sebagai keyakinan orang tentang kemampuan mereka

untuk melakukan kontrol terhadap peristiwa yang mempengaruhi kehidupan

mereka (Feist dan J. Feist, 1998 : 308). Selain itu Bandura juga menjelaskan

tentang harapan hasil dari Self efficacy (outcome expectations), yaitu perkiraan

(16)

7

Universitas Kristen Maranatha tertentu (Alwisol, 2004 : 360). Individu dengan Self efficacy yang tinggi percaya

bahwa mereka dapat melakukan sesuatu untuk mengubah peristiwa

lingkungannya, sedangkan individu dengan self efficacy yang rendah menganggap

dirinya pada dasarnya memiliki ketidakmampuan dalam membuat tingkah laku

yang dapat dipertanggungjawabkan.

Self efficacy tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan berdasarkan

pemaknaan dan penghayatan ODHA akan sumber-sumber informasi pembentuk

self-efficacy. Self efficacy adalah penilaian diri seseorang akan kemampuan

dirinya untuk memulai dan dengan sukses melakukan tugas spesifik pada level

tertentu, mengerahkan usaha yang lebih kuat, dan bertahan dalam menghadapi

kesulitan, memiliki rasa bahwa individu mampu untuk mengendalikan lingkungan

sosialnya (Bandura, 1897, 1986). Secara lebih ringkas, self-efficacy adalah

keyakinan akan kemampuan diri dalam melakukan suatu tugas tertentu.

Berdasarkan hasil survey awal kepada 5 ODHA di Puskesmas “X” Kota

Cirebon, didapatkan hasil sebagai berikut: Dari 5 ODHA yang diwawancarai

mengenai aspek self-efficacy didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa ODHA

yang diwawancarai mengenai aspek self-efficacy yang pertama, yaitu pilihan yang

dibuat sebanyak 4 orang (80%) mengatakan mereka yakin dalam mengikuti terapi

dan meminum ARV, 1 orang (20%) mengatakan cukup yakin dapat mengikuti

terapi dan meminum ARV.

Pada aspek self-efficacy yang kedua yaitu usaha yang dikeluarkan,

sebanyak 4 orang (80%) mengatakan mereka tetap berusaha mengikuti terapi dan

(17)

8

Universitas Kristen Maranatha terapi/mengambil obat diluar kota, 1 orang (20%) mengatakan cukup yakin dapat

mengikuti terapi dan meminum ARV.

Pada aspek self-efficacy yang ketiga yaitu berapa lama ODHA bertahan

saat dihadapkan pada rintangan, kontribusi umpan balik positif, meningkatkan

keyakinan diri dari 3 orang (60%), dan menurunkan keyakinan dari 2 orang (40%)

karena sikap orang tua yang masih kurang bisa menerima anaknya yang positif

HIV/AIDS. Pada aspek self-efficacy yang keempat yaitu bagaimana penghayatan

perasaan ODHA 5 orang (100%) merasa yakin akan mampu melewati kehidupan

selanjutnya dengan lebih baik setelah mengikuti terapi dan meminum obat.

Dukungan dari orang-orang terdekat yang selalu mengingatkan untuk menjaga

pola hidup yang sehat dan selalu mengingatkan Jadwal untuk meminum obat juga

sangat mempengaruhi keadaan perasaan ODHA.

Berdasarkan hasil survey terhadap aspek-aspek self-efficacy diatas dapat

terlihat bahwa setiap penderita memiliki penghayatan yang berbeda-beda

mengenai aspek-aspek self efficacy terhadap diri mereka. Keempat aspek

self-efficacy ini tentu saja menjadi faktor penting yang sangat mempengaruhi

bagaimana para ODHA di Puskesmas “X” ini dapat mengembangkan self-efficacy

yang ada pada diri mereka masing-masing dan bagaimana pada akhirnya ODHA

di Puskesmas “X” dapat melewati tuntutan dan hambatan dalam kehidupan

sehari-hari dengan baik. Kesulitan yang tinggi dan tekanan yang besar membuat seorang

ODHA harus memiliki beberapa aspek self-efficacy yang kuat di dalam dirinya.

Hal ini membuat self-efficacy menjadi penting untuk dimiliki ODHA agar dapat

(18)

9

Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan gejala dan fakta di atas yang didapatkan dari survey awal,

maka peneliti ingin melakukan penelitian untuk melihat self-efficacy pada ODHA

pada puskesmas “X” Kota Cirebon dalam upaya mereka melewati tuntutan dan

(19)

10

Universitas Kristen Maranatha 1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana derajat self-efficacy pada ODHA di puskesmas “X” Kota

Cirebon.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran self-efficacy

pada ODHA di puskesmas “X” Kota Cirebon.

1.3.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran self-efficacy pada

ODHA di puskesmas “X” Kota Cirebon serta sumber-sumber yang

mempengaruhinya.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Sebagai masukan bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi klinis

mengenai self-efficacy.

2. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan

(20)

11

Universitas Kristen Maranatha 1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Sebagai masukan bagi terapis dan konselor di puskesmas “X” Kota

Cirebon untuk lebih dapat mengetahui bagaimana self-efficacy pada diri

ODHA dan dapat meningkatkan self-efficacy melalui konseling.

2. Sebagai masukan bagi puskesmas “X” Kota Cirebon untuk memperbaiki

fasilitas-fasilitas yang diberikan agar lebih bermanfaat bagi ODHA.

3. Sebagai masukan bagi keluarga ODHA agar dapat memberikan dukungan

yang dapat meningkatkan self-efficacy ODHA.

1.5 Kerangka Pemikiran

Human Immunodificiency Virus (HIV) adalah virus penyebab penyakit

AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). Virus ini menyerang sistem

kekebalan tubuh dengan merusak sel-sel darah putih (sel T) sebagai penangkal

infeksi sehingga lama kelamaan kekebalan dan daya tahan tubuh berkurang serta

mudah terkena penyakit. Virus HIV terdapat di cairan tubuh dan yang terbukti

menularkan adalah darah, sperma/air mani, cairan vagina dan ASI. Sementara air

mata, air ludah, air kencing dan keringat belum ada laporan menularkan penyakit

ini. Bila seseorang dalam darahnya terdapat virus HIV maka orang tersebut

dikatakan positif HIV. Kerusakan sistem kekebalan tubuh menyebabkan

seseorang rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan

penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama kelamaan dapat menyebabkan

sakit parah bahkan kematian. Sehingga AIDS disebut sebagai Syndrome atau

(21)

12

Universitas Kristen Maranatha

Dari hasil wawancara pada 5 ODHA di Puskesmas “X”, seorang penderita

yang dinyatakan positif HIV/AIDS itu ada yang merasa putus asa dan ada juga

yang menanamkan semangat yang besar bahwa ia mampu menjalani

kehidupannya layaknya orang yang sehat pada umumnya. ODHA memerlukan

suatu keyakinan akan kemampuan diri dalam mengatur dan melaksanakan

sumber-sumber dari tindakan yang dibutuhkan untuk mengatur situasi-situasi

yang prospektif yang disebut sebagai Self Efficacy (Bandura, 1986).

Dalam self-efficacy terdapat 4 sumber yang mempengaruhi self-efficacy.

Sumber-sumber self efficacy tersebut adalah mastery experience, vicarious

experience, social-verbal persuasion, psychological and affective states.

(Bandura, 2002). Setelah tersedia sumber-sumber pembentuk self efficacy,

kemudian self efficacy tersebut akan diproses dalam diri ODHA. Proses tersebut

terjadi melalui tiga proses, yaitu proses kognitif, proses motivasional, dan proses

afektif (Bandura, 2002).

Keyakinan pada diri ODHA pada dasarnya dipengaruhi oleh empat sumber

yaitu sumber yang pertama adalah Mastery Experience, merupakan hasil dari

pengalaman pribadi individu dalam menghadapi suatu hal, baik yang merupakan

keberhasilan ataupun yang merupakan kegagalan yang dialaminya. Hasil yang

pernah dicapai atau dilalui oleh individu dalam hal ini ODHA akan

mempengaruhi keyakinannya dalam menghadapi suatu rintangan. Melalui hal ini,

penghayatan yang kuat terhadap Self efficacy dapat terbentuk dengan efektif.

Pengaslaman keberhasilan yang pernah dicapai sebelumnya dapat membuat

(22)

13

Universitas Kristen Maranatha miliki. Bagaimana keyakinan diri ODHA dalam membuat pilihan dengan melihat

pengalaman keberhasilan dan kegagalan sebelumnya. Jika sebelumnya ODHA

sudah mengalami keberhasilan dengan apa yang dilakukan maka ODHA akan

merasa yakin dapat melakukannya kembali dikemudian hari. Bagaimana usaha

yang dikeluarkan setelah mengalami suatu keberhasilan / kegagalan dari

pengalaman sebelumnya. Berapa lama ODHA dapat bertahan saat dihadapkan

pada rintangan serta penghayatan perasaan, misalnya ODHA dapat teratur

meminum obat dan menjaga kesehatannya.

ODHA yang telah memiliki pengalaman berhasil melewati satu demi satu

tahapan terapi dengan mampu mengatasi efek samping dari terapi tersebut akan

berpikir untuk mengikuti terapi kembali dan meminum obat secara teratur. Dan

dapat dikatakan ODHA tersebut memiliki self efficacy yang tinggi. Sedangkan

pengalaman kegagalan dalam mengikuti terapi dan meminum obat dapat

menghambat self efficacy, terutama jika self efficacy belum terbentuk dengan

mantap sebelum peristiwa kegagalan itu terjadi. Misalnya ODHA mengalami

kegagalan saat mengatasi efek samping dari terapi dan pada saat melewati tahap

selanjutnya ia kembali harus mengatasi efek samping yang sama atau lebih parah,

maka ODHA tersebut akan berpikir untuk tidak melakukan terapi kembali dan

meminum obat secara teratur lagi. Dan dapat dikatakan self efficacy ODHA

tersebut rendah.

Sumber yang kedua adalah Vicarious Experience merupakan sumber self

efficacy yang berasal dari pengamatan individu tersebut terhadap individu lain

(23)

14

Universitas Kristen Maranatha signifikan bagi ODHA. Jika model memiliki beberapa persamaan, maka ODHA

tersebut akan meniru apa yang dilakukan oleh model. Jika model melakukan suatu

keterampilan dan berhasil, maka ODHA yang bersangkutan akan memiliki self

efficacy yang tinggi terhadap hal yang sama.

Orang yang dianggap signifikan/ dengan mengamati ODHA lain yang

memiliki kesamaan dengan ODHA bersemangat dan mempunyai keyakinan yang

tinggi dalam menjalani kehidupannya membuat ODHA tersebut mempunyai

harapan untuk melakukan hal yang sama. Apabila ODHA yang diamati berhasil

melalui efek samping dari terapi maka ODHA tersebut akan berpikir untuk

melakukan hal yang sama dengan ODHA yang diamatinya dan dapat dikatakan

self efficacy ODHA tersebut tinggi. Tetapi apabila model yang ia amati itu merasa

putus asa maka ia juga akan merasa bahwa ia tidak mampu mengatasi efek

samping dari terapi dan dapat dikatakan bahwa self efficacy ODHA tersebut

rendah. Yang akan mengakibatkan performancenya menurun seperti berusaha

seadaanya atau bahkan tidak berusaha sama sekali untuk dapat mengatasi efek

samping dari terapi

Sumber yang ketiga adalah Social/ Verbal Persuasion, merupakan

dorongan yang disampaikan oleh orang lain kepada individu termasuk didalamnya

bentuk-bentuk pernyataan verbal meliputi nasehat dan anjuran. Pengalaman

ODHA yang dipersuasi secara verbal bahwa mereka mempunyai atau tidak

mempunyai hal-hal yang dibutuhkan untuk berhasil kemudian dapat membentuk

suatu keyakinan pada diri mereka. ODHA diberikan dukungan oleh keluarga,

(24)

15

Universitas Kristen Maranatha mampu menjalankan aktivitas sehari-hari seperti biasa walaupun harus rutin

meminum obat setiap harinya dan menjaga kesehatan agar tidak rentan terkena

penyakit. Dengan adanya dukungan dari orang-orang terdekat dapat memicu

semangat ODHA agar berpikir dan merasa mampu mengatasi hambatan-hambatan

yang ada dan termotivasi menjalankan kesehariannya Namun jika ODHA

mendapatkan verbal persuasion bahwa mereka tidak mampu atau kurang mampu

melakukan sesuatu keterampilan mengatasi hambatan dan tidak akan berhasil

dalam kegiatan tersebut, ia tidak akan memiliki self efficacy yang tinggi dan akan

membayangkan kegagalan yang akan menyertainya. Hal ini membuat individu

menghindar dan mudah menyerah ketika mengatasi hambatan dan kesulitan.

ODHA yang tidak mendapat dukungan moril dari keluarga dan kerabat dekatnya

bahwa ia mampu melewati dan kuat akan efek samping dari terapi akan memiliki

self efficacy yang rendah untuk tetap mengikuti terapi. Hal ini akan membuat

ODHA menghindar untuk melakukan terapi.

Psychological and Affective States merupakan sumber self efficacy yang

berasal dari pandangan individu mengenai keadaan mental maupun fisiknya

sendiri. Pandangan, interpretasi, dan anggapan individu mengenai kondisi fisik

dan mentalnya akan membentuk self efficacy individu. Sering individu memiliki

pandangan bahwa mereka mengalami keterbatasan secara fisik atau mental yang

dapat menghambat mereka untuk melakukan suatu hal dan mencapai

keberhasilan. Sering juga interpretasi ini tidak sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya. Ini dapat mengakibatkan individu menghindari kegiatan-kegiatan

(25)

16

Universitas Kristen Maranatha menyebabkan rendahnya self efficacy individu. Dengan mengubah interpretasi

mereka terhadap kondisi fisik dan mentalnya menjadi sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya, individu akan benar-benar mengerti dan memahami keadaan fisik dan

mentalnya sehingga mereka dapat menyesuaikannya dengan kegiatan yang

mereka lakukan. Hal ini akan membuat ODHA memiliki kemungkinan untuk

berhasil dan akan memperkuat self efficacy. ODHA yang berpikir dan merasa

bahwa ia memiliki ketahanan fisik akan mampu menjalankan terapi, dan

umumnya ODHA tersebut memiliki self efficacy yang tinggi, namun jika ODHA

berpikir dan merasa tidak memiliki ketahanan fisik ketika menjalankan terapi dan

berpikir bahwa dirinya tidak mampu dan tidak akan mengikuti terapi kembali,

maka ODHA memiliki self efficacy yang rendah.

Semakin kuat self efficacy individu, semakin tinggi tujuan yang ditetapkan

untuk diraih, dan semakin kuat pula komitmen individu terhadap tujuan tersebut

(Bandura & Wood, 1989; Locke & Latham, 1990). Maka ODHA yang

memiliki self efficacy yang tinggi akan menetapkan tujuan dan target untuk

berhasil melewati tahapan-tahapan terapi dan ia akan berusaha keras mencapai

tujuan tersebut, serta membayangkan keberhasilan yang menyertainya, sedangkan

ODHA yang memiliki self efficacy yang rendah, tidak menetapkan tujuan untuk

dapat melewati tahapan-tahapan terapi dan sembuh, tidak memiliki keinginan

untuk berusaha mencapai tujuan, serta membayangkan kegagalan akan

menyertainya.

Tinggi rendahnya Self Efficacy ODHA dapat terlihat dari bagaimana

(26)

17

Universitas Kristen Maranatha dikerahkan untuk mewujudkan pilihan yang telah ditentukannya tersebut,

seberapa lama ODHA bertahan terhadap usaha yang dikerahkannya ketika

menghadapi rintangan, dan bagaimana penghayatan perasaan ODHA dalam

menjalani kesehariannya. ODHA yang membuat pilihan yang berkaitan dengan

kehadiran pada waktu terapi yang lebih baik termasuk ODHA yang memiliki Self

Efficacy yang tinggi. Sedangkan ODHA yang membuat pilihan yang berkaitan

dengan meminum obat yang tidak patuh terhadap anjuran dokter/terapis memiliki

Self Efficacy yang rendah.

Self Efficacy pun mempengaruhi ODHA dalam usaha yang dikeluarkannya

untuk mencapai pilihan yang telah Ia buat berupa kehadiran pada waktu terapi dan

meminum obat sesuai dengan anjuran dokter/terapis. ODHA yang mencoba lebih

keras dan berusaha sebaik mungkin untuk hadir pada waktu terapi termasuk

ODHA yang memiliki Self Efficacy yang tinggi. Sedangkan ODHA yang tidak

berusaha sebaik mungkin untuk meminum obat sesuai anjuran dokter/terapis

termasuk ODHA yang memiliki Self Efficacy yang rendah.

Self Efficacy pun mempengaruhi daya tahan ODHA ketika menghadapi

rintangan/kegagalan ketika berusaha mencapai pilihan yang dibuat. ODHA yang

lebih dapat bertahan dan bangkit kembali saat menghadapi masalah/kegagalan

termasuk ODHA yang memiliki Self Efficacy yang tinggi. ODHA yang cenderung

menyerah saat muncul rintangan termasuk ODHA yang memiliki Self Efficacy

yang rendah.

Derajat Self Efficacy yang dimiliki oleh ODHA akan mempengaruhi

(27)

18

Universitas Kristen Maranatha penghayatan perasaannya yang berkaitan dengan meminum obat sesuai dengan

anjuran dokter/terapis. Selanjutnya self efficacy yang telah terbentuk dalam diri

ODHA akan mempengaruhi pilihan yang akan dibuat oleh ODHA dalam

menjalani terapi sampai selesai, mempengaruhi usaha yang dikeluarkan selama

terapi, mempengaruhi berapa lama ia bertahan saat dihadapkan pada rintangan

(dan saat dihadapkan pada kegagalan) dalam hal yang berhubungan dengan terapi,

dan mempengaruhi bagaimana penghayatan perasaan terhadap hal-hal yang

berhubungan dengan terapi (Bandura, 2002).

Untuk lebih jelas bagaimana self efficacy pada penderita HIV/AIDS yang

(28)

19

Universitas Kristen Maranatha BAGAN KERANGKA PIKIR :

Self efficacy tinggi

Self efficacy rendah

Penderita HIV/AIDS yang mengikuti terapi Proses Self Efficacy :

Proses kognitif

Aspek Self Efficacy :

1. Pilihan yang dibuat 2. Usaha yang dikeluarkan 3. Berapa lama ODHA

bertahan saat dihadapkan pada rintangan ( saat dihadapkan pada kegagalan )

4. Bagaimana penghayatan perasaan ODHA

Sumber Self Efficacy :

1. Mastery experience 2. Vicarious experience 3. Social – verbal persuasion

4. Psychological and affective states

(29)

20

Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi

 ODHA di Puskesmas “X” di Kota Cirebon memiliki sumber-sumber

informasi berupa: mastery experience, vicarious experience, verbal

persuasion, dan physiological and affective states yang akan

mempengaruhi keyakinan (self efficacy) mereka dalam menghadapi

kehidupan selanjutnya.

 ODHA di Puskesmas “X” di Kota Cirebon memiliki proses berupa: proses

kognitif yang akan mempengaruhi keyakinan (self efficacy) mereka dalam

menghadapi kehidupan selanjutnya.

 Derajat self efficacy dapat dilihat dari perilaku ODHA di Puskesmas “X”

di Kota Cirebon meliputi: pilihan yang diambil, usaha yang akan

dikerahkan untuk mewujudkan pilihan tersebut, daya tahan ketika

menghadapi tantangan, dan penghayatan perasaan ODHA.

 ODHA di Puskesmas “X” di kota Cirebon akan memiliki derajat self

efficacy yang tergolong tinggi atau rendah dalam menghadapi

(30)

64

Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan mengenai kemampuan self-efficacy pada ODHA

di Puskesmas “X” Cirebon, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1). Sebagian besar ODHA yang mampu melakukan self-efficacy. Artinya ODHA

tersebut yakin akan kemampuan dirinya dalam mengatur dan melaksanakan

serangkaian tindakan yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang

diinginkan.

2). Sebagian kecil ODHA yang kurang mampu melakukan self-efficacy. Artinya

ODHA ini tidak memiliki keyakinan untuk menetapkan tujuan untuk dapat

melewati tahapan-tahapan terapi dan sembuh, tidak memiliki keyakinan untuk

mampu berusaha mencapai tujuan, serta membayangkan kegagalan akan

menyertainya.

3). Seluruh ODHA yang memiliki self-efficacy yang tinggi, menunjukkkan hasil

yang tinggi juga pada ke empat aspek. Artinya seluruh ODHA yang memiliki

self-efficacy tinggi yakin mampu melakukan dan berusaha dengan baik dalam

hal-hal yang harus dilakukan agar menunjang proses terapi, yakni mampu

(31)

65

Universitas Kristen Maranatha terapi, dan yakin mampu menghayati apa yang dirasakan selama menjalani

proses terapi.

4). Sebagian besar ODHA yang memiliki self-efficacy yang rendah, rendah pula

pada aspek keyakinan pilihan yang dibuat, ini berarti ODHA yang memiliki

self-efficacy yang rendah yang berada di Puskesmas “X’ tidak yakin dalam

membuat pilihan yang akan dilakukan berkaitan dengan proses terapi.

5). Sebagian besar ODHA yang memiliki self-efficacy yang rendah, tinggi pada

aspek ketahanan menghadapi kegagalan dan rintangan, ini berarti ODHA yang

memiliki self-efficacy yang rendah yang berada di Puskesmas “X” masih

memiliki keyakinan untuk bertahan ketika menghadapi kegagalan dan

rintangan yang berkaitan dengan proses terapi.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah:

 Sebagai masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan

penelitian lanjutan mengenai self-efficacy. Dengan meneliti

(32)

66

Universitas Kristen Maranatha 5.2.2 Saran Guna Laksana

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah:

 Bagi ODHA hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi

diri mengenai kemampuan self-efficacy.

 Bagi ODHA yang sudah mampu melakukan self-efficacy diharapkan

mempertahankan kemampuannya dengan keyakinan pilihan yang

dibuat, usaha yang dikeluarkan, ketahanan dalam menghadapi

kegagalan dan rintangan serta penghayatan perasaan sedangkan bagi

ODHA yang kurang mampu melakukan self-efficacy disarankan dapat

membuat pilihan yang jelas serta lebih yakin akan kemampuan untuk

bertahan ketika dihadapkan pada kegagalan dan rintangan.

 Bagi Puskesmas “X” yang menyelenggarakan terapi disarankan untuk

memberikan konseling secara pribadi oleh konselor atau dokter agar

(33)

67

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Bandura, Albert. 2002. Self Efficacy : The Exercise of Control. New York : W.H. Freeman and Company.

Bandura, Albert. 1997. Self Efficacy : Self Efficacy in Changing Societies. Cambridge University Press.

Hurlock, Elizabeth. B. 1981. Developmental Psychology : A Long Life Span Approach. 5th edition. Mc. Graw – Hill, Inc. New york.

Yayasan Spiritia. 2004. Hidup Dengan HIV/AIDS, Pasien Berdaya, Pengobatan HIV/AIDS. Jakarta : Yayasan Sparitia.

J. P, Guilford. 1959. Fundamental Statistics in Psychology and Education. Mc. Graw – Hill.

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. 2007. Panduan Penelitian Skripsi Sarjana : Bandung.

Pajares 2002

(34)

68

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Indah, Sri. 2010. Kontribusi sumber self efficacy terhadap self efficacy belief pada

mahasiswa semester VII Institut “X” kota Bandung. Skripsi. Bandung :

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Kaniadewi, Mila. 2010. Suatu studi deskriptif mengenai self efficacy pada

karyawan yang akan pension di PT “X” kecamatan Cikampek. Skripsi.

Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Aryani, Debira. 2008. Studi deskriptif mengenai self efficacy pada penderita

kanker yang sedang menjalani kemoterapi di RS “X” kota Bandung.

Metodelogi Penelitian Lanjutan. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Ayu, Natalia. 2007. Suatu penelitian tentang hubungan kecemasan dengan orientasi masa depan pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Yayasan

“X” Bandung. Metodelogi Penelitian Lanjutan. Bandung : Fakultas

Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. 2007. Panduan Penelitian Skripsi Sarjana : Bandung.

www.okezone.com

www.aidsindonesia.or.id

Referensi

Dokumen terkait

determine how far the mood choice corresponded to the speech function of the text.. Furthermore, this research was aimed to help both the learners and the teacher as

Hasil analisis data menunjukkan bahwa mahasiswa yang mengalami readmisi menggunakan beberapa cara defense mechanism untuk berusaha keluar dari kecemasannya.. Tekanan dari

TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PEDESAAN DI SUMATERA BARAT. Faizah Fauzan EIMuhammady

[r]

Aplikasi steganografi yang dibuat ini terdiri dari 3 proses yaitu : me load image yang ingin ditambahkan pesan rahasia, menambahkan pesan ke dalam image (encode

Secara khusus tujuan kajian ini adalah (1) mengungkapkan pelaksanaan program Rakdes yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Karawang (2) mengungkapkan peran dan fungsi serta

Pada bangunan bawah jembatan, struktur abutment digunakan untuk menahan tanah dan meneruskan gaya ke pondasi serta harus mampu memberikan kestabilan terhadap

tampil yang lebih menarik dengan tubuh yang ideal yaitu kurus maka remaja akan memilih untuk melakukan perilaku yang tidak sehat, diet sembarangan seperti minum obat pencahar,