• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh kultur lingkungan kerja dan locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan : studi kasus karyawan administrasi Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh kultur lingkungan kerja dan locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan : studi kasus karyawan administrasi Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta."

Copied!
205
0
0

Teks penuh

(1)

vii

ABSTRAK

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA

DAN

LOCUS OF CONTROL

PADA HUBUNGAN ANTARA

KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN

KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

Studi Kasus: Karyawan Administrasi Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Christina Yuliastuti Pristiyani Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2007

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah: (1) ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dan kualitas pelayanan karyawan; (2) ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dan kualitas pelayanan karyawan.

Penelitian dilaksanakan di Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan administrasi Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Sampel penelitian ini berjumlah 185 karyawan. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Teknik analisa data menggunakan regresi yang dikembangkan oleh Chow.

(2)

viii

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF CULTURE OF WORKING

ATMOSPHERE

AND LOCUS OF CONTROL ON THE RELATIONSHIP

BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE AND

SERVICE QUALITY OF EMPLOYEES

A Case Study on Administrative Staff of Sanata Dharma and Atma Jaya University Yogyakarta

Christina Yuliastuti Pristiyani Sanata Dharma University

Yogyakarta 2007

The aims of this research are to know whether (1) culture of working atmoshere has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service quality of employees; (2) locus of control has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service quality of employees. This research was carried out at Sanata Dharma University and Atma Jaya University Yogyakarta. The populations of the research were all administrative employees of those two universities. Samples of this research were 185 employees. The technique of samples drawing was purposive sampling technique. The technique of analiyzing the data was regression developed by Chow.

(3)

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA

DAN LOCUS OF CONTROL PADA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL

DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

Studi Kasus: Karyawan Administrasi Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta

S K R I P S I

Disusun Oleh:

Christina Yuliastuti Pristiyani

NIM: 021334006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA

DAN LOCUS OF CONTROL PADA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL

DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

Studi Kasus: Karyawan Administrasi Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta

S K R I P S I

Disusun Oleh:

Christina Yuliastuti Pristiyani

NIM: 021334006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

MOTTO

J anganlah kau mint a pada Tuhanmu unt uk mer ingankan bebanmu, t api mint alah pada-Nya unt uk menguat kan punggungmu

Segala sesuat u selalu indah pada wakt unya...

Jangan buang har imu dengan per cuma, lakukan segalanya yang t er baik, sebab wakt u t ak kan per nah kembali lagi

Cint ailah or ang lain apa adanya bukan ada apanya

J anganlah hendaknya kamu kuat ir t ent ang apapun juga, t et api nyat akanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa

dan per mohonan dengan ucapan syukur (Filipi 4 :6 )

Bar angsiapa set ia dalam per kar a-per kar a kecil, ia set ia juga dalam per kar a- per kar a besar . Dan bar angsiapa t idak benar dalam per kar a

kecil, ia t idak benar juga dalam per kar a-per kar a besar (Lukas 1 6 :1 0 )

(8)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini kupersembahkan untuk:

(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 6 Agustus 2007 Penulis

(10)

vii

ABSTRAK

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA

DAN

LOCUS OF CONTROL

PADA HUBUNGAN ANTARA

KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN

KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

Studi Kasus: Karyawan Administrasi Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Christina Yuliastuti Pristiyani Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2007

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah: (1) ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dan kualitas pelayanan karyawan; (2) ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dan kualitas pelayanan karyawan.

Penelitian dilaksanakan di Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan administrasi Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Sampel penelitian ini berjumlah 185 karyawan. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Teknik analisa data menggunakan regresi yang dikembangkan oleh Chow.

(11)

viii

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF CULTURE OF WORKING

ATMOSPHERE

AND LOCUS OF CONTROL ON THE RELATIONSHIP

BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE AND

SERVICE QUALITY OF EMPLOYEES

A Case Study on Administrative Staff of Sanata Dharma and Atma Jaya University Yogyakarta

Christina Yuliastuti Pristiyani Sanata Dharma University

Yogyakarta 2007

The aims of this research are to know whether (1) culture of working atmoshere has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service quality of employees; (2) locus of control has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service quality of employees. This research was carried out at Sanata Dharma University and Atma Jaya University Yogyakarta. The populations of the research were all administrative employees of those two universities. Samples of this research were 185 employees. The technique of samples drawing was purposive sampling technique. The technique of analiyzing the data was regression developed by Chow.

(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis pada saat ini dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN

KERJA DAN LOCUS OF CONTROL PADA HUBUNGAN ANTARA

KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN”. Penelitian ini merupakan studi kasus pada karyawan administrasi Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan, semangat, dan doa yang sangat mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Yesus Kristus, Bunda Maria, dan segenap malaikat-Nya yang telah dan selalu menyertai seluruh karya dan sepanjang perjalanan langkahku hingga skripsi ini selesai dengan lancar.

2. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(13)

x

4. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Kepala Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

5. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang dengan sabar selalu memberikan arahan, bimbingan, dan semangat tiada henti. 6. Bapak Ign. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang

telah banyak membimbing dan mendampingi dengan penuh kesabaran.

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, mbak Aris, Pak Wawik atas kesempatan belajar dan kerja sama yang pernah terjalin.

8. Seluruh karyawan Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang telah bersedia meluangkan waktu menjadi responden dalam penyusunan skripsi ini.

9. Kedua orang tuaku tercinta Bapak F.X Mardiyono dan Ibu Valentina Indarti untuk doa, keringat, air mata, biaya, dukungan dan semua kasih sayang serta pengorbanan yang telah diberikan bagiku.

10.Adik-adikku tersayang Krisnanto, Esti, Wahyu buat semua keceriaan, kejengkelan, dan keluguan kalian yang buatku semangat lagi.

11.Keluarga besar Simbah Cipto dan Simbah Marto di Kulon Progo, yang masih dengan sabar menungguku pulang. Tetep sehat ya mbah ….

12.Mbak Mar dan Mbak Niek, buat segala doa, bimbingan, dan omelan yang membuatku sadar dan bangkit lagi.

(14)

xi

14.Saudara-saudaraku, kawan berjuangku, aDjie, SiLa, Etha, Eko Titet, Dinot, Adi PaLasara, Ayu, Mbak Tia, Moko, Fely, Thomas (brotherhood jr), Ebie, Anton Burket, yuk mancing di dunk2 and turing2 lagi….kalian keluarga yang buatku semakin betah hidup di djoGdja, makasih untuk segala lika- liku hidup yang indah, still and always keep our brotherhood, bro!

15.AngeLina, Nita, Prast, MichaeL, iQira, Om Rudi, HaGe, Dwinda, kapan lagi kita jelajahi wedank corro dan angkringan X’Code tengah malem….

16.Nina Febriana, akhirnya sarjana juga! ayo kita wujudkan impian kita AB 234 NF!

17.Seluruh teman-teman PAK angkatan 2002, tetep fighting kawan!

18.Mbak Tia, Elies, Nining, Santi, Emie, Murni, untuk kekompakan dan cerita cinta kita di STM Pembangunan 16D Mrican.

19.Keluarga Besar SMAK Santo Paulus Jember yang memberiku pengalaman baru, kesempatan belajar dan bekerja sama serta masih selalu memberi ijin ke Jogja.

20.Semua pihak yang banyak membantu penyusunan skripsi ini hingga berjalan baik dan lancar yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Yogyakarta, 6 Agustus 2007

(15)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

MOTTO... iv

PERSEMBAHAN... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Batasan Masalah ... 4

C. Rumusan Masalah... 4

D. Tujuan Penelitian ... 4

(16)

xiii

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

A. Kultur Lingkungan Kerja ... 6

1. Ruang Lingkup Lingkungan Kerja... 6

2. Kultur Lingkungan Kerja ... 11

3. Dimensi Kultur Lingkungan Kerja... 11

B. Locus of Control ... 15

1. Pengertian Locus of Control... 15

2. Dimensi Locus of Control... 16

3. Faktor-faktor yang Berperan dalam Perkembangan Locus of Control... 17

4. Perbedaan Orientasi Locus of Control Internal dan Eksternal... 18

C. Kecerdasan Emosional ... 19

1. Pengertian Kecerdasan Emosional ... 19

2. Dimensi Kecerdasan Emosional... 22

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kecerdasan Emosional... 23

4. Ciri-ciri Orang yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi ... 24

D. Kualitas Pelayanan Karyawan ... 25

1. Definisi dan Karakteristik Jasa ... 25

(17)

xiv

3. Dimensi Kualitas Jasa ... 29

E. Hubungan Antar Variabel ... 31

F. Kerangka Berpikir ... 35

G. Hipotesis ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

A. Jenis Penelitian ... 37

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 37

D. Variabel Penelitian... 38

1. Kultur Lingkungan Kerja ... 38

2. Locus of Control... 39

3. Kecerdasan Emosional... 41

4. Kualitas Pelaya nan Karyawan ... 42

E. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 44

F. Teknik Pengumpulan Data ... 45

G. Pengujian Validitas dan Reliabilitas ... 45

H. Teknik Analisis Data ... 51

1. Analisis Deskriptif ... 51

2. Pengujian Normalitas dan Linieritas ... 51

(18)

xv

BAB IV GAMBARAN UMUM UNIVERSITAS ... 55

A. Universitas Sanata Dharma ... 55

1. Sejarah Universitas... 55

2. Visi dan Misi Universitas ... 58

3. Tujuan Universitas ... 59

4. Fakultas- fakultas ... 59

B. Universitas Atma Jaya Yogyakarta ... 60

1. Sejarah Universitas... 60

2. Visi dan Misi Universitas ... 61

3. Tujuan Universitas ... 62

4. Fakultas- fakultas ... 63

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 65

A. Deskripsi Data ... 65

1. Deskripsi Responden Penelitian ... 66

2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 67

B. Analisis Data ... 73

1. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 73

2. Pengujian Hipotesis ... 75

(19)

xvi

BAB VI PENUTUP ... 93

A. Kesimpulan ... 93

B. Keterbatasan Penelitian ... 93

C. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA

(20)

xvii

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 3.1 Tabel Operasionalisasi Variabel Kultur Lingkungan Kerja

... 3 9

Tabel 3.2 Tabel Operasionalisasi Variabel Locus of Control

... 4 1

Tabel 3.3 Tabel Operasionalisasi Variabel Kecerdasan Emosional

... 4 2

Tabel 3.4 Tabel Operasionalisasi Variabel Kualitas Pelayanan Karyawan

... 4 4

Tabel 3.5 Rangkuman Hasil Uji Validitas Variabel Kultur Lingk ungan Kerja

... 4 7

Tabel 3.6 Rangkuman Hasil Uji Validitas Variabel Locus of Control

... 4 8

Tabel 3.7 Rangkuman Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional ... 4 9

(21)

xviii Kualitas Pelayanan Karyawan

... 5 0

Tabel 3.9 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas

... 5 1

Tabel 5.1 Sebaran Responden Penelitian

... 6 6

Tabel 5.2 Jenis Kelamin Responden

... 6 7

Tabel 5.3 Pendidikan Terakhir Responden

... 6 7

Tabel 5.4 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan pada Dimensi Power Distance

... 6 8

Tabel 5.5 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan pada Dimensi Collectivism vs Individualism

... 6 9

(22)

xix Femininity vs Masculinity

... 7 0

Tabel 5.7 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan pada Dimensi Uncertainty Avoidance

... 7 1

Tabel 5.8 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan

... 7 2

Tabel 5.9 Locus of Control Karyawan

... 7 2

Tabel 5.10 Kecerdasan Emosional Karyawan

... 7 3

Tabel 5.11 Kualitas Pelayanan Karyawan

... 7 4

Tabel 5.12 Hasil Pengujian Normalitas

... 7 5

Tabel 5.13 Hasil Pengujian Linieritas

(23)
(24)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

(25)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai salah satu lembaga pendidikan, perguruan tinggi tidak dapat menghindarkan diri dari derasnya arus globalisasi. Perguruan tinggi harus siap bersaing dengan lembaga pendidikan tinggi lain dalam menyediakan produk jasa layanan yang unggul dan yang sesuai dengan harapan pengguna lulusan. Bila tidak, dalam waktu cepat perguruan tinggi yang bersangkutan bisa kehilangan mahasiswa dan dijauhi calon mahasiswa.

Pelayanan yang unggul merupakan suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Unsur penting dalam kualitas jasa pelayanan yaitu kecepatan, ketepatan, keramahan, dan kenyamanan. Keempat unsur tersebut merupakan satu kesatuan utuh, artinya jika salah satu dari keempat unsur itu kurang atau tidak ada, maka kualitas pelayanan menjadi tidak unggul. Untuk mencapai tingkat kualitas pelayanan yang unggul, setiap karyawan harus mempunyai keterampilan tertentu, antara lain berpenampilan yang baik dan sopan, bersikap ramah, bergairah kerja, me nguasai tugas dan pekerjaannya, dan mampu berkomunikasi dengan baik.

(26)

menjamin seorang karyawan akan dapat dengan mudah mencapai impian atau cita-citanya (Harmoko, http://www.binuscareer.com). Dalam banyak kasus justru kecerdasan emosional lebih dominan menentukan kesuksesan seseorang. Semakin tinggi kecerdasan emosional kita, semakin besar kemungkinan kita untuk sukses sebagai pekerja, orang tua, manajer, anak dewasa bagi orang tua kita, mitra bagi pasangan hidup kita, atau calon untuk suatu posisi jabatan. Saat ini, semakin banyak pengakuan tentang perlunya mengefektifkan peran EQ, baik di tempat kerja maupun dalam kehidupan pribadi. Membina hubungan baik dan strategi penanggulangan masalah adalah kunci keberhasilan dalam setiap bidang kehidupan manusia, dari membina hubungan sejak dini antara orang tua dan anak, sampai kemampuan seorang manajer untuk membuat karyawannya menampilkan kinerja mereka yang terbaik (Steven dan Howard, 2000:17).

(27)

Pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan kemampuan administrasi lebih membutuhkan aspek kemampuan pemanfaatan proses kognitif secara konstruktif dan realistis dibanding aspek yang lain walaupun pada dasarnya semua aspek kecerdasan emosional dapat mendukung jenis pekerjaan ini. Pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan kemampuan untuk menampilkan diri kepada orang lain baik itu kepada rekan setingkat maupun kepada pihak luar lebih membutuhkan aspek kualitas kemampuan-kemampuan di dalam diri (intrapersonal), kualitas kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain (interpersonal), dan kemampuan untuk menjaga diri agar tetap tenang dan terkendali bekerja di bawah tekanan dari luar dan dari dalam diri (stress management) (Melianawati dkk, 2001:61).

Untuk melihat lebih jauh lagi bagaimana pengaruh kultur lingkungan kerja dan locus of control terhadap hubungan antara tingkat kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Pengaruh Kultur Lingkungan

Kerja dan Locus of Control pada Hubungan antara Kecerdasan Emosional

dengan Kualitas Pelayanan Karyawan”. Penelitian ini merupakan studi kasus pada karyawan administrasi Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

B. Batasan Masalah

(28)

Penelitian ini memfokuskan pada faktor kecerdasan emosional. Secara lebih spesifik penelitian ini ingin menyelidiki apakah pada kultur lingkungan kerja dan locus of control berbeda, derajat hubungan antara kecerdasan emosional dan kualitas pelayanan berbeda.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan?

2. Apakah ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian adalah untuk memperoleh bukti tentang:

1. Adanya pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

2. Adanya pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

E. Manfaat Penelitian

(29)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan olehpihak universitas untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosional dalam memberikan pelayanan sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan.

2. Bagi penelitian selanjutnya

(30)

6

BAB II

LANDASAN TEORITIK

A. Kultur Lingkungan Kerja

1. Ruang Lingkup Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap pekerjaan yang dilakukan karyawan. Kondisi lingkungan kerja yang nyaman, aman dan mendukung akan membuat karyawan menjadi bersemangat dan bergairah dalam bekerja, sehingga berdampak positif pada kinerjanya. Dengan semangat dalam bekerja karyawan cenderung akan merasa puas dalam bekerja. Sebaliknya, lingkungan kerja yang banyak menimbulkan resiko atau tidak aman, dan tidak mendukung dalam pelaksanaan tugas yang dibebankan akan menyebabkan merosotnya semangat kerja, kemungkinan terjadi kesalahan dalam tugas, dan menurunnya produktivitas kerja (Nitisemito, 1982:183).

(31)

tugas dan pekerjaannya. Lingkungan kerja karyawan dibagi menjadi 3 kelompok.

1. Fasilitas untuk pelayanan karyawan, yang meliputi pelayanan makan, kesehatan, dan pengadaan kamar mandi/kamar kecil.

2. Kondisi kerja, yang meliputi pengaturan penerangan ruang kerja, pengaturan suhu udara, pengaturan suara bising, pemilihan warna, penerangan ruang gerak yang diperlukan serta keamanan karyawan. 3. Hubungan karyawan dengan karyawan lain yang sering disebut dengan

human relation.

Faktor lingkungan menurut Nitisemito (1982:216) adalah sebagai berikut: 1. Pewarnaan

Masalah pewarnaan perlu diperhatikan sebab faktor ini cukup berpengaruh terhadap semangat dan kegairahan kerja karyawan. Misal, penggunaan warna putih pada ruang kerja dapat memberi kesan ruang yang sempit menjadi tampak luas dan bersih serta mendukung pekerjaan yang memerlukan ketelitian.

2. Kebersihan

Lingkungan kerja yang bersih secara tidak langsung menimbulkan rasa senang dan mempengaruhi semangat dan gairah kerja seseorang dalam bekerja. Suatu ruangan yang penuh debu dan berbau tidak enak akan mengganggu konsentrasi kerja.

(32)

Penerangan yang cukup sangat dibutuhkan jika pekerjaan yang dilakukan menuntut ketelitian. Penerangan yang terlalu besar akan membuat rasa panas sehingga dapat menimbulkan rasa gelisah. Sebaliknya, penerangan yang kurang akan menyebabkan rasa mengantuk dan ada kemungkinan terjadi kekeliruan dalam melakukan tugasnya (Nitisemito, 1982:192). Penerangan yang baik untuk ruang kerja yaitu sinar yang cukup terang, tidak menyilaukan, dan distribusi cahaya yang merata, sehingga tidak ada kontras yang tajam. Manfaat yang diperoleh dari sistem penerangan yang baik adalah:

§ meningkatkan produksi;

§ memperbaiki kualitas pekerjaan para karyawan;

§ mengurangi tingkat kecelakaan;

§ memudahkan pengarahan dan pengawasan;

§ meningkatkan gairah kerja;

§ mengurangi turn over (pindah kerja);

§ mengurangi kerusakan atau kesalahan dari barang/tugas yang dikerjakan;

§ menurunkan biaya produksi. 4. Pertukaran udara (ventilasi)

(33)

dan menurunnya semangat kerja, serta berpengaruh pada tingkat kesalahan dalam melaksanakan tugas.

5. Musik

Musik juga berpengaruh pada semangat dan gairah kerja seseorang. Bila musik yang diperdengarkan menyenangkan maka dapat menimbulkan suasana gembira dan sekaligus mengurangi kelelahan dalam bekerja. Namun tidak selalu berarti tanpa musik semangat kerja menurun tetapi dengan adanya musik yang merdu dan menyenangkan maka secara tidak langsung semangat kerja bisa meningkat.

6. Keamanan

Adanya jaminan terhadap keamanan dapat menimbulkan ketenangan dan sekaligus dapat mempengaruhi semangat dan gairah kerja. Contoh: tempat parkir kendaraan yang tidak aman dan sering kecurian akan menimbulkan kegelisahan dan terganggunya konsentrasi kerja karyawan sewaktu menjalankan tugas.

7. Kebisingan

(34)

8. Hubungan dengan atasan

Hubungan kerjasama yang baik antara karyawan dengan atasan akan mempengaruhi semangat kerja dan kepuasan kerja karyawan. Karyawan cenderung senang dengan atasan yang perhatian, mau mendengarkan pendapat bawahannya, bisa menghormati dan menghargai hasil kerja karyawan, dan adanya pujian atas hasil kerja yang baik.

9. Hubungan dengan rekan kerja

Rekan kerja yang bisa diajak kerjasama dan mendukung dalam pelaksanaan kerja cenderung berpengaruh pada meningkatnya semangat kerja dan kepuasan kerja pada karyawan tersebut. Sebaliknya, rekan kerja yang tidak bisa diajak kerjasama akan menimbulkan konflik dalam kerja dan hal ini berdampak negatif pada kinerja maupun semangat kerja karyawan.

10. Otonomi dalam merencanakan dan menjalankan pekerjaan

Bagi karyawan yang suka dengan tantangan dalam pekerjaannya cenderung akan lebih puas dalam bekerja bila dia diberi otonomi atau kebebasan dalam berpendapat dan berkreasi dalam menjalankan tugasnya. Dengan adanya kebebasan tersebut karyawan akan memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan dan merasa dihargai.

2. Kultur Lingkungan Kerja

Hofstede (1994:5) mengartikan kultur sebagai: “a collective phenomenon, because it least partly shared with people who live or lived

(35)

collective programming of the mid which distinguishes the members of the

one group or category of people from another”.

Kultur merupakan bentuk pemrograman mental secara kolektif yang membedakan anggota kelompok satu dengan kelompok lainnya dalam pola pikir, perasaan dan tindakan anggota satu kelompok. Dengan demikian kultur lingkungan kerja adalah pola nilai, norma, sikap hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan kerja, sekaligus cara memandang persoalan dan pemecahannya. Kultur lingkungan kerja merupakan faktor esensial dalam membentuk karyawan menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, kecakapan personal dan akademik (Hofstede, 1994:35).

3. Dimensi Kultur Lingkungan Kerja

(36)

mengutamakan kesejajaran, sehingga struktur organisasinya biasanya kurang ketat dan kurang terdesentralisir. Organisasi dengan budaya yang mempertahankan jarak sosial, manajer yang dianggap ideal adalah paternalistik dan menjadi pusat dalam penga mbilan keputusan. Mereka diharapkan memiliki pengetahuan, kemampuan, kebijakan yang lebih unggul dibanding bawahannya, dan seminimal mingkin berkonsultasi dengan bawahannya agar bawahan tidak kehilangan rasa hormat padanya. Sementara manajer pada masyarakat yang memiliki budaya power distance rendah diharapkan lebih banyak berkonsultasi dengan bawahannya dalam mengambil keputusan, sehingga mereka harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan bawahannya, menghargai kesetaraan, dan dapat berkomunikasi dua arah (Dayakisni, 2003:277-278). Pada dimensi power distance, indikator kultur lingkungan kerja mencakup: (a) perbedaan

diantara karyawan diminimalkan; (b) ada ketergantungan antara karyawan yang lemah dan yang kuat; (c) perbedaan aturan di tiap tingkatan perusahaan; (d) sistem manajemen di lingkungan kerja; (e) perbedaan gaji antara atasan dan bawahan; (f) bawahan ikut serta dalam mengambil keputusan; dan (g) persepsi terhadap hak istimewa dan simbol status.

Dayakisni (2003:280-281) menjelaskan bahwa dimensi individualism vs collectivism mengacu pada sejauhmana suatu budaya mendukung

(37)

kepentingan dan tujuan individu lebih diutamakan daripada tujuan kelompok. Mereka cenderung menganggap waktu pribadi adalah penting dan membuat perbedaan yang jelas antara waktu untuk diri mereka pribadi dengan waktu untuk perusahaan. Sementara budaya kolektif menekankan kewajiban pada masyarakat atau kelompok daripada hak-hak pribadinya. Bahkan diharapkan orang untuk mengorbankan kepentingan dan tujuan pribadinya demi tujuan kelompok, sehingga karyawan diharapkan lebih patuh dan menyesuaikan diri terhadap organisasi untuk menjaga keselarasan. Pada dimensi individualism vs collectivism, indikator kultur lingkungan kerja mencakup: (a) basis

identitas dir i; (b) keharmonisan di tempat kerja; (c) hubungan komunikasi; (d) penyala hgunaan kepemimpinan; (e) hubungan antar karyawan; (f) dasar penggajian dan promosi; (g) sistem manajemen; dan (h) hubungan kerja.

(38)

2003:282-283). Pada dimensi femininity vs masculinity, indikator kultur lingkungan kerja mencakup: (a) cara penyelesaian masalah; (b) prinsip kerja; (c) perbedaan jenis kelamin dalam lingkungan kerja; (d) prinsip pekerjaan yang manusia wi; (e) tipe manajer; dan (f) sikap bersosial dalam lingkungan kerja.

Menurut Dayakisni (2003:279-280), dimensi uncertainty avoidance menunjukkan sejauhmana masyarakat dapat menghadapi situasi yang tidak pasti. Masyarakat yang memiliki dimensi budaya uncertainty avoidance kuat merasa terancam dengan ketidakpastian sehingga berusaha menciptakan mekanisme untuk mengurangi resiko itu. Oleh karena itu diciptakan aktivitas-aktivitas yang lebih terstruktur, aturan-aturan yang tertulis, dan pengaturan yang baik dan lebih banyak spesialisasi pekerjaan. Sebaliknya pada masyarakat yang memiliki orientasi budaya uncertainty avoidance lemah biasanya bersikap lebih santai dan sedikit memiliki aturan dan penyampaian instruksi kepada bawahannya. Bawahan lebih banyak diberi kesempatan untuk mengambil inisiatif sendiri dalam menyelesaikan tugas. Pada dimensi uncertainty avoidance, indikator lingkungan kerja mencakup (a) kebutuhan

(39)

B. Locus of Control

1. Pengertian Locus of Control

Locus of control adalah suatu konsep yang memberikan gambaran

tentang keyakinan seseorang mengenai sumber penentu pribadinya (Rotter dalam Pujiwati, 2004:30). Locus of control dibedakan menjadi dua yaitu locus of control interna l dan locus of control eksternal. Individu dikatakan memiliki locus of control internal jika memiliki keyakinan bahwa apa yang terjadi pada dirinya karena pengaruh dirinya sendiri dan keberhasilan atau kegagalan dipandang sebagai akibat perilakunya. Individu yang mempunyai locus of control eksternal cenderung memiliki keyakinan bahwa faktor-faktor

di luar dirinya mempengaruhi perilakunya seperti nasib, faktor keberuntungan, kesempatan karena kekuasaan orang lain atau karena kondisi-kondisi yang tidak dapat dikuasainya (Rotter dalam Pujiwati, 2004:32). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa locus of control merupakan keyakinan individu tentang faktor- faktor yang mengatur kejadian-kejadian dalam hidupnya, yang dapat dikontrol (locus of control internal) dan yang di luar kontrol dirinya (locus of control eksternal), serta sejauh mana orang tersebut merasakan adanya hubungan antara usaha- usaha yang telah dilakukannya dengan akibat-akibatnya.

2. Dimensi Locus of Control Rotter

(40)

(perlindungan-ketergantungan), love and affection (cinta dan kasih sayang), dan physical comfort (kenyamanan fisik). Pada dimensi status-recognition (pengakuan status), indikator locus of control mencakup kebutuhan untuk dihargai, ingin dianggap kompeten, dan kesuksesan dalam berkarya. Pada dimensi dominance (dominasi), indikator locus of control mencakup kebutuhan untuk mengontrol aktivitas orang lain dan kebutuhan untuk berkuasa. Pada dimensi independence (ketidaktergantungan), indikator locus of control mencakup keyakinan diri dan menggantungkan pada diri sendiri/usaha sendiri. Pada dimensi protection-dependency (perlindungan-ketergantungan), indikator locus of control mencakup menghindari frustasi dengan mencari perlindungan

dan keamanan serta menggantungkan diri pada orang lain. Pada dimensi love and affection (cinta dan kasih sayang), indikator locus of control mencakup kebutuhan untuk dicintai serta kehangatan, perhatian, cinta dan kasih sayang. Pada dimensi physical comfort (kenyamanan fisik), indikator locus of control ialah kebutuhan akan kepuasan fisik (menghindari sakit, mencari kesenangan jasmani).

3. Faktor-Faktor yang Berperan dalam Perkembangan Locus of Control

Ada 2 faktor yang mempengaruhi individu dalam mengembangkan kecenderungan terhadap locus of control tertentu.

a. Keluarga

(41)

control internal. Hal-hal tersebut membangun kepercayaan diri,

penghargaan diri, serta kemandirian yang terkait erat dengan locus of control internal.

b. Faktor sosial

Semakin rendah status sosial ekonomi individu, semakin eksternal pula locus of control individu tersebut. Individu dengan status sosial ekonomi

tinggi mempunyai kendali yang relatif tinggi dalam dina mika sosial ekonomi masyarakat dan sebaliknya. Mereka sering tidak punya banyak pilihan selain menerima apa yang telah disediakan oleh sistem. Kekurangberdayaan serupa juga dialami oleh kelompok etnis dan minoritas dengan sedikit akses pada pengerakan sosial ekonomi. Pengalaman demikian jika berlangsung secara terus-menerus akan mendorong berkembangnya kepercayaan individu bahwa faktor-faktor eksternal lebih berkuasa untuk mengendalikan hidupnya daripada dirinya sendiri.

4. Perbedaan Orientasi Locus of Control Internal dan Eksternal

(42)

giat, rajin, ulet, mandiri, dan mempunyai daya tahan yang baik terhadap pengaruh sosial, dan bertanggung jawab atas kegagalannya. Individu dengan kecenderungan locus of control eksternal cenderung conform terhadap pengaruh-pengaruh dari luar, memiliki anggapan bahwa kegagalan disebabkan oleh faktor luar dirinya. Individu juga cenderung menunjukkan sikap menyerah, merasa tidak berdaya, dan memiliki kecemasan yang tinggi daripada individu yang mempunyai kecenderungan locus of control internal. Individu yang memiliki kecenderungan locus of control internal mempunyai keyakinan yang besar untuk memperoleh keberhasilan, assertif, mempunyai usaha untuk maju dan mampu menggunakan keterampilan sosial untuk mempengaruhi lingkungan, sedangkan individu dengan kecenderungan locus of control eksternal memiliki sifat pasif, tidak suka bersaing, lingkungan

mempengaruhi kehidupannya dan memiliki motivasi yang rendah untuk berhasil (Findley dan Cooper dalam Rosita, 2005:31).

(43)

C. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional (emotional intelligence) yang lebih dikenal dengan istilah EQ (Emotional Quotient) adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih- lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa (Goleman, 1999:45). John Mayer (Harmoko, http://www.binuscareer.com/article) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai suatu kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi diri sendiri.

Cooper dan Sawaf (1998:xli) menawarkan kecerdasan emosional sebagai sebuah titik awal “Model Empat Batu Penjuru”. Tawaran model ini lebih ditujukan pada EQ eksekutif, yaitu penggunaan kecerdasan emosional di tempat kerja. Model Empat Batu Penjuru terdiri dari (Cooper dan Sawaf, 1998:xli- xlii):

(44)

b. Kebugaran emosi (emotional fitness), bertujuan untuk mempertegas antusiasme dan ketangguhan dalam menghadapi tantangan dan perubahan. Hal ini mencakup kemampuan untuk mempercayai orang lain dan menampilkan diri apa adanya, menghargai ketidakpuasan diri sendiri dan orang lain, serta mengelola konflik dan mengatasi kekecewaan dengan cara yang paling konstruktif.

c. Kedalaman emosi (emotional depth), mencakup komitmen untuk menyelaraskan hidup dari kerja dengan potensi serta bakat unik yang dimiliki. Komitmen yang berupa rasa tanggung jawab ini pada gilirannya mempunyai potensi untuk memperbesar pengaruh tanpa perlu menggunakan kewenangan untuk memaksakan otoritas.

d. Alkimia emosi (emotional alchemy), ialah kemampun kreatif untuk mengalir bersama masalah- masalah dan tekanan-tekanan tanpa larut di dalamnya. Hal ini mencakup keterampilan bersaing dengan lebih peka terhadap kemungkinan solusi yang masih tersembunyi dan peluang yang masih terbuka, untuk mengevaluasi masa lalu, menghadapi masa kini, dan menciptakan masa depan.

(45)

Goleman (1999:57-59) memperluas kemampuan kecerdasan emosional menjadi 5 (lima) wilayah utama yang memungkinkan seseorang akan menguasai kebiasaan berpikir menuju produktivitas yang juga sangat penting untuk diperlukan di dunia kerja.

a. Mengenali emosi diri

Kemampuan ini merupakan kesadaran diri mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi dan mengetahui apa yang dirasakan saat emosi bergolak di dalam diri.

b. Mengelola emosi

Ialah menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat. c. Memotivasi diri sendiri

Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitannya untuk memotivasi diri. Kendali diri emosional dan kemampuan menyesuaikan diri adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan tersebut cenderung lebih produktif dan efektif dalam bekerja.

d. Mengenali emosi orang lain

Orang yang empatik akan lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi dan dapat menangkap hal- hal yang dikehendaki orang lain.

(46)

Membina hubungan sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi. Orang-orang yang sukses dalam berbagai bidang mengandalkan pergaulan yang baik dengan orang lain.

2. Dimensi Kecerdasan Emosional

(47)

kemampuan persuasi; (b) terbuka mendengarkan orang lain dan memberi kesan yang jelas; (c) kemampuan menyesuaikan tanggung jawab; (d) memiliki semangat leadership; (e) kolaborasi dan kooperasi; dan (f) ada kemampuan untuk membangun tim.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kecerdasan Emosi

Ada dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya kecerdasan emosi dalam diri seseorang.

a. Faktor internal

Faktor internal ialah faktor yang berasal dari dalam diri individu untuk menanggapi lingkungan sekitar yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional seseorang (Goleman, 1999:23).

b. Faktor eksternal

(48)

4. Ciri-ciri Orang yang Memiliki Kecerdasan Emosi Tinggi

Menurut Goleman (1999:403-405) orang dengan kecerdasan emosi yang tinggi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

a. Selalu berpikir positif pada saat menangani situasi-situasi dalam hidupnya.

b. Terampil dalam membina emosi, mengenali kesadaran emosi diri dan ekspresi emosi, dan kesadaran emosi terhadap orang lain.

c. Memiliki kecakapan kecerdasan emosi, meliputi intensionalitas, kreatifitas, hubungan antar pribadi dan ketidakpuasan konstruktif.

d. Optimal pada nilai-nilai belas kasihan atau empati, intuisi, radius kepercayaan, daya pribadi, dan integritas.

e. Optimal pada kesehatan secara umum, kualitas hidup, relationship quotient, dan kinerja optimal.

D. Kualitas Pelayanan Karyawan

1. Definisi dan Karakteristik Jasa

Kotler (1984:428) menyatakan bahwa “a service is any act performance that one party can offer to another that is essentially intangible

and does not result in the ownership of anything its production may or not be

tied to a physical product”. Berdasarkan pengertian tersebut, jasa mempunyai

(49)

a. Intangibility

Jasa bersifat intangible, artinya jasa tidak dapat dilihat, diraba, dirasa, dicium atau didengar sebelum dibeli. Konsep intangible ini sendiri memiliki 2 pengertian, yaitu:

1) Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa.

2) Sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diformulasikan, atau dipahami secara rohaniah.

b. Inseparability

Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada waktu bersamaan. Interaksi antara perusahaan dan konsumen merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa, kedua belah pihak mempengaruhi hasil dari jasa tersebut. Dalam hubungan penyedia jasa dengan konsumen mempengaruhi hasil dari jasa tersebut dan efektivitas individu yang menyampaikan jasa merupakan unsur pokok.

c. Variability

Jasa sifatnya sangat variabel, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut dihasilkan. Para pembeli atau pengguna jasa sangat peduli terhadap variabilitas ini dan sering kali mereka meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan untuk memilih atau menggunakan penyedia jasa.

(50)

Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Permintaan pelanggan akan jasa pada umumnya sangat bervariasi dan dipengaruhi faktor musiman. Oleh karena itu, perusahaan jasa harus mengevaluasi kapasitasnya guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan.

2. Kualitas Pelayanan Jasa

Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Aspek yang sangat penting dan menentukan kualitas jasa yang dihasilkan adalah pelayanan yang diberikan pihak produsen pada konsumennya, dan sikap serta pelayanan contact personel. Apabila aspek tersebut dilupakan atau bahkan sengaja dilupakan,

dalam waktu yang tidak lama perusahaan yang bersangkutan bisa kehilangan banyak pelanggan lama dan dijauhi calon pelanggan.

Sehubungan dengan peranan contact personel yang sangat penting dalam mencetak kualitas jasa, setiap perusahaan memerlukan service excellent (pelayanan yang unggul), yaitu sikap atau cara karyawan dalam

melayani pelanggan secara memuaskan (Tjiptono, 1996:58). Secara garis besar ada 4 unsur pokok dalam konsep ini, yaitu:

(51)

Komponen-komponen di atas merupakan satu kesatuan yang terintegrasi, jika ada komponen yang kurang dapat mengakibatkan pelayanan atau jasa yang diberikan pada pelanggan tidak excellent. Untuk mencapai tingkat excellent, setiap karyawan harus mempunyai keterampilan tertentu diantaranya berpenampilan baik dan rapi, bersikap ramah, memperlihatkan gairah kerja dan sikap yang selalu siap untuk melayani, tenang dalam bekerja, tidak tinggi hati karena merasa dibutuhkan, menguasai pekerjaan baik tugas yang berkaitan pada bagiannya maupun bagian lain, mampu berkomunikasi dengan baik, bisa memahami bahasa isyarat pelanggan dan memiliki kemampuan memahami keluhan pelanggan secara profesional.

Dalam bisnis jasa, kualitas pelayanan merupakan sesuatu hal yang penting dan harus dikerjakan dengan baik sebab aplikasi kualitas sebagai sifat dari penampilan produk atau kinerja merupakan bagian utama strategi perusahaan dalam rangka meraih keunggulan yang berkesinambungan, baik sebagai pemimpin ataupun sebagai strategi untuk terus tumbuh. Keunggulan suatu produk jasa adalah dari keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut apakah sudah sesuai harapan dan keinginan pelanggan atau belum. Kotler (1984:37) membagi jasa menjadi beberapa macam.

a. Barang berwujud murni

Terdiri atas barang berwujud, seperti sabun, pasta gigi. Tidak ada jasa yang menyertai produk tersebut.

(52)

Terdiri atas barang berwujud yang disertai satu atau lebih jasa untuk mempertinggi daya tarik pelanggan. Contoh: produsen mobil tidak hanya menjual mobil saja tetapi juga kualitas dan pelayanan kepada pelanggannya (reparasi, pelayanan purna jual).

c. Campuran

Terdiri atas barang dan jasa dengan proporsi yang sama. Misal: restoran yang harus didukung oleh makanan dan pelayanannya.

d. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan

Terdiri atas jasa utama dan jasa tambahan serta barang pelengkap. Contoh: penumpang pesawat terbang membeli jasa transportasi. Mereka sampai di tempat tujuan tanpa sesuatu hal berwujud yang memperlihatkan pengeluaran mereka. Namun perjalanan tersebut meliputi barang-barang berwujud seperti makanan dan minuman. Jasa tersebut membutuhkan barang padat modal agar terealisasi, tetapi komponen utamanya adalah jasa.

e. Jasa murni

Terdiri atas jasa murni seperti jasa dokter dan psikoterapi.

3. Dimensi Kualitas Jasa

Zeithaml dalam Hendroyono (http://www.lrckesehatan.net/) merangkum dimensi kualitas jasa menjadi 5 dimensi pokok.

(53)

b. Keandalan (reliability) adalah kemampuan untuk melakukan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.

c. Daya tanggap (responsive) adalah kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan tepat.

d. Jaminan (assurance) adalah kemampuan untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan serta pengetahuan dan kesopanan dari karyawan.

e. Empati (empaty) adalah syarat untuk peduli atau memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.

(54)

(b) membuat pelanggan merasa aman sewaktu melakukan transaksi; (c) karyawan yang secara konsisten bersikap sopan; dan (d) karyawan yang mampu menjawab pertanyaan pelanggan. Pada dimensi empati (empaty), indikator kualitas pelayanan mencakup: (a) memberikan perhatian individual kepada para pelanggan; (b) karyawan yang memperlakukan pelanggan secara penuh perhatian; (c) sungguh-sungguh mengutamakan kepentingan pelanggan; (d) karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan; dan (e) waktu beroperasi (jam kantor) yang nyaman. Pada dimensi bukti fisik (tangible), indikator kualitas pelayanan mencakup: (a) peralatan modern; (b) fasilitas yang berdaya tarik visual; (c) karyawan yang berpenampilan rapi dan profesional; dan (d) materi- materi berkaitan dengan jasa yang berdaya tarik visual.

D. Hubungan Antar Variabel Penelitian

1. Pengaruh kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

(55)

bercirikan power distance kecil, derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan akan lebih tinggi dibandingkan pada power distance besar. Hal ini disebabkan pada power distance kecil terdapat sistem desentralisasi, adanya ketergantungan antara karyawan yang lemah dan yang kuat, karyawan tingkat bawah ikut serta dalam mengambil keputusan, dan kepala karyawan yang ideal adalah yang demokratis dan banyak ide. Kondisi demikian akan berdampak adanya rasa saling menghargai dan saling membut uhkan antar karyawan, bawahan akan merasa dihargai karena diikutkan dalam pengambilan keputusan, dan karyawan dipimpin oleh pemimpin yang ideal dan demokratis, sehingga para karyawan akan merasa segan kepada pemimpinnya dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan pembagian kerja. Pada power distance besar akan berdampak adanya manajer supervisi yang banyak, struktur organisasi yang merepotkan banyak orang, sistem penggajian yang sangat berbeda pada karyawan atasan dan bawahan, karyawan relatif tidak berpendidikan dan bekerja secara manual, dan terjadi persaingan antar karyawan.

(56)

suasana dalam bekerja menjadi lebih nyaman dan kondusif, jauh dari perselisihan antar karyawan karena karyawan akan menyadari bahwa karyawan lain adalah rekan kerjanya bukan pesaing kerjanya, serta terjadinya rasa saling menghargai dan saling membantu antar karyawan. Sementara pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan individualism akan berdampak adanya komunikasi rendah, hubungan antara karyawan hanya berdasarkan keuntungan pribadi, dan manajemen yang berlaku adalah invidualistis.

Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan femininity derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan diduga akan lebih tinggi dibandingkan pada masculinity. Hal ini disebabkan pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan femininity terdapat hubungan yang hangat, cara menyelesaikan masalah dengan berunding, dan manajer menggunakan perasaan serta kesepakatan bersama. Pada kultur demikian terdapat kesempatan untuk saling menolong dan bekerja sama sebab keputusan diambil bukan didasarkan pada manajer saja tetapi berdasarkan keputusan bersama. Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan masculinity akan berdampak adanya pengambilan keputusan hanya terletak pada manajer, cara mengatasi konflik dengan mengeluarkan karyawan, dan terjadinya persaingan antar karyawan.

(57)

uncertainty avoidance yang kuat. Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan uncertainty avoidance yang lemah terdapat orientasi dalam bekerja, adanya motivasi terhadap hasil dan penghargaan dan ketelitian merupakan hal yang perlu dipelajari. Pada kultur demikian semangat kerja karyawan meningkat dan ketika bekerja karyawan merasa tidak ada waktu untuk menganggur sebab semua waktunya didedikasikan untuk bekerja, dan adanya semangat belajar untuk mencapai hasil yang sempurna. Pada kultur lingkungan kerja bercirikan uncertainty avoidance yang kuat akan berdampak adanya penyerangan yang sering terjadi diantara karyawan tidak membuang-buang waktu dan terburu-buru dalam bekerja, dan tidak ada kemauan untuk belajar karena merasa sudah ahli di bidangnya.

2. Pengaruh locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

(58)

karyawan yang mempunyai kecenderungan locus of control internal tidak mudah terpengaruh, aktif, mempunyai rasa percaya diri, dan mempunyai motif berprestasi yang tinggi sehingga kualitas pelayanan yang diberikan juga baik. Pada locus of control demikian muncul semangat karyawan dan rasa percaya diri untuk bekerja sehingga berdampak pada kemudahan dan kecepatan karyawan dalam bekerja. Pada locus of control eksternal, karyawan berkeyakinan bahwa kegagalan dan keberhasilan dipengaruhi oleh faktor di luar dirinya, sehingga berdampak pada sikap mudah menyerah, kecemasan tinggi, merasa tidak berdaya, rasa percaya diri yang rendah, dan penyesuaian diri yang kurang baik.

F. Kerangka Berpikir

(59)

2. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih- lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. Kualitas pelayanan karyawan adalah upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan yang berhubungan dengan kecerdasan emosional. Locus of control adalah suatu konsep yang memberikan gambaran tentang

keyakinan seseorang mengenai sumber penentu pribadinya yang diduga berpengaruh pada hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

Model:

G. Hipotesis

1. Ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

2. Ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

kecerdasan emosional

kultur lingkungan

kerja

kualitas pelayanan karyawan

(60)

36

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus pada karyawan administrasi Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis. Kesimpulan penelitian hanya berlaku pada karyawan administrasi Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yo gyakarta sebagai subyek penelitian ini.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

b. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada Januari sampai Februari 2007.

C. Subyek dan Obyek Penelitian

a. Subyek Penelitian

(61)

b. Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah tingkat kecerdasan emosional, kualitas pelayanan para karyawan, kultur lingkungan kerja dan locus of control.

D. Variabel Penelitian dan Pengukurannya

1. Kultur Lingkungan Kerja

Kultur lingkungan kerja adalah pola nilai, norma, sikap hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan kerja, sekaligus cara memandang setiap permasalahan dan pemecahannya. Kultur lingkungan kerja merupakan faktor penting dalam membentuk karyawan untuk menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, dan mempunyai kecakapan personal dan akademik. Empat dimensi kultur lingkungan kerja menurut Hofstede (1994:35-125) yaitu power distance, individualism vs collectivism, femininity vs masculinity, dan uncertainty avoidance. Masing- masing dimensi

tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel kultur lingkungan kerja:

Tabel 3.1

Tabel Operasionalisasi Variabel Kultur Lingkungan Kerja

Dimensi Indikator No.Item

Power distance

a. Perbedaan diantara karyawan diminimalkan

b.Ada ketergant ungan antara karyawan yang lema h dan yang kuat

c. Tingkatan di lingkungan kerja berarti adanya perbedaan aturan

d.Sistem manajemen di lingkungan kerja e. Perbedaan gaji antara atasan dan bawahan

(62)

f. Bawahan ikut serta dalam mengambil keputusan

g. Persepsi terhadap hak istimewa dan simbol status 6 7 Individualism vs collectivism

a. Basis identitas diri

b. Keharmonisan di tempat kerja c. Hubungan komunikasi

d. Penyalahgunaan kepemimpinan e. Hubungan antar karyawan f. Dasar penggajian dan promosi g. Sistem manajemen

h. Hubungan kerja

8 9 10 11 12 13 14 15 Femininity vs masculinity

a. Cara penyelesaian masalah b.Prinsip kerja

c. Perbedaan jenis kelamin dalam lingkungan kerja

d.Prinsip pekerjaan yang manusiawi e. Tipe manajer

f. Sikap bersosial dalam lingkungan kerja

16 17 18 19 20 21 Uncertainty avoidance

a. Kebutuhan akan peraturan dalam lingkungan kerja.

b.Orientasi dalam bekerja c. Semangat bekerja

d.Sikap terhadap pencapaian ketelitian e. Sikap terhadap perilaku karyawan

f. Bentuk penilaian terhadap hasil pekerjaan

22 23 24 25 26 27 Pengukuran variabel kultur lingkungan kerja didasarkan pada indikator-indikatornya. Masing- masing indikator dijabarkan dalam bentuk pernyataan yang dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju (SS)=4; setuju (S)=3; tidak setuju (TS)=2; dan sangat tidak setuju (STS)=1.

2. Locus of Control

Locus of control merupakan keyakinan individu tentang faktor- faktor

(63)

antara usaha-usaha yang telah dilakukannya dengan akibat-akibatnya. Rotter (1964:58-59) menyebutkan enam dimensi locus of control yaitu status-recognition (pengakuan status), dominance (dominasi), independence (ketidaktergantungan), protection-dependency (perlindungan-ketergantungan), love and affection (cinta dan kasih sayang), dan physical comfort (kenyamanan fisik). Masing- masing dimensi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel locus of control:

Tabel 3.2

Tabel Operasionalisasi Variabel Locus of Control

Pertanyaan No

Dimensi Indikator

Internal Eksternal 1.

Status-recognition (pengakuan status)

• Kebutuhan untuk dihargai • Ingin dianggap kompeten • Kesuksesan dalam berkarya

4a,5a,10a, 14b, 23b 4b,5b, 10b,14b, 23a 2.Dominance (dominasi)

• Kebutuhan untuk

mengontrol aktifitas orang lain

• Kebutuhan untuk berkuasa

3a,12a,17b, 22a,24b 3b,12b, 17a,22b, 24a 3.Independence (ketidaktergantu ngan)

• Keyakinan diri

• Menggantungkan pada diri sendiri/usaha sendiri 8a,9b,11a, 13a,15a,16b, 18b,21b,25b, 28a 8b,9a,11b, 13b,15b, 16a,18a, 21a,25a, 28b 4. Protection-dependency (perlindungan-ketergantungan)

• Menghindari frustasi dengan mencari perlindungan dan keamanan

• Menggantungkan diri pada orang lain 1a,2b,6b, 7b,19a, 29b 1b,2a,6a, 7a,19b, 29a 5.Love and

affection (cinta dan kasih sayang)

• Kebutuhan untuk dicintai • Kehangatan, perhatian, cinta

dan kasih sayang 20b,26a 20a,26b 6.Physical

comfort (kenyamanan

• Kebutuhan akan kepuasan

(64)

fisik) mencari kesenangan jasmani)

Pengukuran variabel locus of control didasarkan pada indikator- indikator yang terdapat pada skala Rotter. Masing- masing pertanyaan dijabarkan dalam skala nominal, dimana skor 0 = locus of control eksternal dan skor 1 = locus of control internal.

3. Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih- lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. Lima dimensi kecerdasan emosional yaitu: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain (Goleman, 1999:57-59). Masing- masing dimensi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel kecerdasan emosional:

Tabe l 3.3

Tabel Operasionalisasi Variabel Kecerdasan Emosional

Dimensi Indikator No. Item

Mengenali emosi diri

a. Mengetahui keterbatasan diri

b. Keyakinan akan kemampuan sendiri c. Mengetahui kekuatan

d. Mengenali emosi diri

1 2 3 4 Mengelola

emosi

a. Menahan emosi dan dorongan negatif b. Menjunjung norma kejujuran dan

integritas

c. Bertanggung jawab atas kinerja sendiri d. Luwes terhadap perubahan

(65)

e. Terbuka dengan ide- ide serta informasi baru

9

Memotivasi diri

a. Dorongan untuk menjadi lebih baik b. Menyesuaikan dengan sasaran kelompok

dan organisasi

c. Kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan

d. Kegigihan dalam memperjuangkan kegagalan dan hambatan

10 11 12 13 Mengenali emosi orang lain

a. Memahami perasaan orang lain

b. Tanggap terhadap kebutuhan orang lain c. Mengerti perasaan orang lain

d. Siap sedia melayani

14 17 18 16 Membina hubungan dengan orang lain

a. Kemampuan persuasi

b. Terbuka mendengarkan orang lain dan memberi kesan yang jelas

c. Kemampuan menyesuaikan tanggung jawab

d. Memiliki semangat leadership e. Kolaborasi dan kooperasi

f. Ada kemampuan untuk membangun tim

19, 15 20 21 22 23 24 Pengukuran variabel kecerdasan emosional didasarkan pada indikator-indikatornya. Masing- masing indikator dijabarkan dalam bentuk pernyataan dan dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju (SS)=4; setuju (S)=3; tidak setuju (TS)=2; dan sangat tidak setuju (STS)=1.

4. Kualitas Pelayanan Karyawan

(66)

selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel kualitas pelayanan karyawan:

Tabel 3.4

Tabel Operasionalisasi Variabel Kualitas Pelayanan Karyawan

Dimensi Indikator No. Item

Keandalan (reliability)

a. Menyediakan jasa sesuai yang dijanjikan. b. Dapat diandalkan dalam menangani

masalah jasa pelanggan.

c. Menyampaikan jasa secara benar semenjak pertama kali.

d. Menyampaikan jasa sesuai dengan waktu yang dijanjikan.

e. Menyimpan catatan atau dokumen tanpa kesalahan. 1 2 3 4 5 Daya tanggap (responsive)

a. Menginformasikan pelanggan tentang kepastian waktu penyampaian jasa. b. Pelayanan yang segera/cepat bagi

pelanggan.

c. Kesediaan untuk membantu pelanggan. d. Kesiapan untuk merespon permintaan

pelanggan. 6 7 8 9 Jaminan (assurance)

a. Karyawan yang menumbuhkan rasa percaya para pelanggan.

b. Membuat pelanggan merasa aman sewaktu melakukan transaksi.

c. Karyawan yang secara konsisten bersikap sopan.

d. Karyawan yang mampu menjawab pertanyaan pelanggan. 10 11 12 13 Empati (empaty)

a. Memberikan perhatian individual kepada para pelanggan.

b. Karyawan yang memperlakukan pelanggan secara penuh perhatian. c. Sungguh-sungguh mengutamakan

kepentingan pelanggan.

d. Karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan.

e. Waktu beroperasi (jam kantor) yang nyaman. 14 15 16 17 18 Bukti fisik (tangible)

a. Peralatan modern.

b. Fasilitas yang berdaya tarik visual. c. Karyawan yang berpenampilan rapi dan

profesional.

(67)

d. Materi- materi berkaitan dengan jasa yang berdaya tarik visual.

22

Pengukuran variabel kualitas pelayanan karyawan didasarkan pada indikator- indikatornya. Masing- masing indikator dijabarkan dalam bentuk pernyataan dan dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju (SS)=4; setuju (S)=3; tidak setuju (TS)=2; dan sangat tidak setuju (STS)=1.

E. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel

a. Populasi

Populasi penelitian ini ialah keseluruhan karyawan administrasi Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Jumlah populasi penelitian ini adalah:

• Universitas Sanata Dharma 176 karyawan • Universitas Atma Jaya Yogyakarta 102 karyawan b. Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah karyawan administrasi akademik tetap dan yang memiliki intensitas hubungan yang tinggi dengan mahasiswa di Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Jumlah sampel penelitian adalah:

• Universitas Sanata Dharma 100 karyawan • Universitas Atma Jaya Yogyakarta 85 karyawan c. Teknik Penarikan Sampel

(68)

keperluan penelitian dan mengabaikan peluang anggota populasi yang tidak terpilih. Dalam hal ini sampel yang dipilih adalah karyawan administrasi akademik tetap dan yang memiliki intensitas hubungan yang tinggi dengan mahasiswa yakni karyawan sekretariat, perpustakaan, laboratorium, dan Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK).

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Peneliti membuat angket yang berisi daftar pertanyaan yang digunakan untuk mengungkap data tentang pendapat karyawan tentang kultur lingkungan kerja, locus of control, kecerdasan emosional, dan kualitas pelayanan karyawan.

G. Pengujian Validitas dan Reliabilitas

1. Pengujian Validitas

Pengujian validitas adalah pengujian yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsinya sebagai alat ukur. Nilai validitas yang dicari denga n menggunakan rumus koefisien korelasi product moment dari Karl Pearson (Arikunto, 1998:225).

Rumus :

( )( )

( )

{

}

{

( )

}

− =

2 2

2 2

Y Y

N X X

N

Y X XY

(69)

Dimana :

rxy = koefisien korelasi antara X dan Y

? X = jumlah skor dalam sebaran X ? Y = jumlah skor dalam sebaran Y ? X Y = jumlah hasil kali antara X dan Y N = banyaknya sampel yang diujicobakan

Untuk mengetahui apakah instrumen penelitian tersebut valid atau tidak, maka ketentuannya sebagai berikut :

§ jika rhitung > rtabel dengan taraf keyakinan 95% maka instrumen penelitian

dikatakan valid.

§ jika rhitung < rtabel dengan taraf keyakinan 95% maka instrumen penelitian

dikatakan tidak valid.

Uji coba instrumen penelitian ini dilakukan pada 50 karyawan Universitas Negeri Yogyakarta. Pengujian validitas butir pertanyaan dilakukan dengan menggunakan komputer program SPSS.

a. Uji Validitas Variabel Kultur Lingkungan Kerja

Hasil pengujian validitas variabel kultur lingkungan kerja menunjukkan bahwa semua butir pertanyaan (27 butir) dinyatakan valid karena nilai koefisien korelasi (rhitung) per butir lebih besar dari koefisien korelasi tabel

(rtabel) = 0,284 (Lampiran III hal 122). Tabel 3.5

Rangkuman Hasil Uji Validitas Variabel Kultur Lingkungan Kerja

No.

Item rhitung

rtabel taraf signifikansi

(70)

8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 .462 .433 .495 .385 .323 .320 .584 .577 .606 .572 .589 .385 .469 .559 .433 .641 .489 .391 .445 .448 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

b. Uji Validitas Variabel Locus of Control

Hasil pengujian validitas variabel locus of control semua butir pertanyaan (29 butir) dinyatakan valid karena nilai koefisien korelasi (rhitung) per butir

lebih besar dari koefisien korelasi tabel (rtabel) = 0,284 (Lampiran III hal

123).

Tabel 3.6

Rangkuman Hasil Uji Validitas Variabel Locus Of Control

No.

Item rhitung

rtabel taraf signifikansi

(71)

18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 .545 .581 .419 .437 .623 .622 .389 .540 .506 .748 .361 .486 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

c. Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional

Hasil pengujian validitas variabel kecerdasan emosional semua butir pertanyaan (24 butir) dinyatakan valid karena nilai koefisien korelasi (rhitung) per butir lebih besar dari koefisien korelasi tabel (rtabel) = 0,284

(Lampiran III hal 124).

Tabel 3.7

Rangkuman Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional

No.

Item rhitung

rtabel taraf signifikansi

(72)

d. Uji Validitas Variabel Kualitas Pelayanan Karyawan

Hasil pengujian validitas variabel kualitas pelayanan karyawan semua butir pertanyaan (22 butir) dinyatakan valid karena nilai koefisien korelasi (rhitung) per butir lebih besar dari koefisien korelasi tabel (rtabel) =

0,284 (Lampiran III hal 125).

Tabel 3.8

Rangkuman Hasil Uji Validitas Variabel Kualitas Pelayanan Karyawan

No.

Item rhitung

rtabel taraf signifikansi

5% Hasil 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 .702 .450 .633 .378 .566 .715 .709 .723 .466 .687 .636 .601 .596 .320 .561 .714 .666 .616 .539 .534 .751 .740 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 0,284 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

2. Reliabilitas

(73)

Rumus :

(

)

      −       −

=

2

2 11 1 1 t b k k r σ σ Dimana :

r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan

2

b

σ = jumlah varian butir 2

t

σ = varian total

Reliabilitas instrumen pada penelitian ini menggunakan teknik Alpha Cronbach. Jika koefisien alpha > dari rtabel dengan taraf signifikan 5%, maka

instrumen penelitian tersebut reliabel (dapat dipercaya). Sebaliknya alpha < dari rtabel dengan taraf signifikan 5%, maka instrumen penelitian tersebut

tidak reliabel.

Uji reliabilitas didasarkan pada butir-butir pertanyaan yang valid. Pengujian reliabilitas dilaksanakan dengan bantuan program SPSS. Berikut ini disajikan tabel hasil pengujian reliabilitas:

Tabel 3.9

Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas

No. Variabel rhitung rtabel Kesimpulan

1 2 3 4 Kultur lingkungan kerja

Locus of control Kecerdasan emosional Kualitas pelayanan karyawan 0,894 0,940 0,922 0,934 0,284 0,284 0,284 0,284 Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai rhitung untuk masing- masing variabel

menunjukkan lebih besar dari rtabel=0,284. Dengan demikian dapat

(74)

H. Teknik Analisis Data

1. Analisis deskriptif

Analisis ini digunakan untuk mengetahui dan mendeskripsikan karakteristik yang ada pada para karyawan yaitu tingkat kecerdasan emosional dan kualitas pelayanan. Pendeskripsian data dilakukan dengan menghitung nilai mean, median, modus, dan standar deviasi.

2. Pengujian normalitas dan linieritas a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala yang diteliti apakah mempunyai sebaran data yang normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan tes satu sampel Kolmogorov Smirnov, dengan rumus sebagai berikut (Kohler, 1985:467).

Rumus: D=maxFoFe Dimana:

D = deviasi max

Fo = distribusi frekuensi yang diobservasi

Fe = distribusi frekuensi komulatif teoritis

(75)

b. Uji Linieritas

Gambar

Tabel 3.2 Tabel Operasionalisasi Variabel Locus of Control
Tabel 5.1 Sebaran Responden Penelitian
Tabel 5.7 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan pada Dimensi
Tabel r dan Tabel F .............................................................. 173
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagi para remaja, kesadaran akan bahaya dari seks bebas harus ditanamkan dengan baik sehingga dapat mengontrol diri untuk tidak menlakukan perbuatan seks

Kesimpulan yang diperoleh adalah mayoritas OMK Paroki Pandu, Bandung memiliki derajat happiness yang tinggi dengan penilaian kognitif atau kepuasan hidup OMK cenderung

Kepuasan kerja dari para karyawan di Politeknik “X” Bandung pada dasarnya. masih tergolong cukup hal tersebut untuk

Maka berdasarkan pengujian black box yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa sistem informasi pemetaan strata desa siaga aktif dengan metode AHP telah

Uji normalitas yang dimaksud dalam asumsi klasik pendekatan OLS adalah (data) residual yang dibentuk model regresi linier terdistribusi normal, bukan variabel

Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah memberikan perlindungan hukum bagi anak yang berkonflik sehingga anak sebagai generasi dan harapan

Menimbang bahwa Pembanding dalam memori bandingnya mengajukan keberatan yang dapat disimpulkan pada pokoknya Pembanding tidak sependapat dengan pertimbangan dan Putusan

(1) Dari persamaan (1) menunjukkan samakin besar luas transfer panasnya (A) maka panas yang dipindahkan akan semakin besar.Seberapa besar manfaat pemasangan sirip ini bisa ditinjau