• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA ASUH, PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI WILAYAH WARUNG ANAK SEHAT (WAS) KABUPATEN SUKABUMI RIZA AULIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA ASUH, PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI WILAYAH WARUNG ANAK SEHAT (WAS) KABUPATEN SUKABUMI RIZA AULIA"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

RIZA AULIA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Family’s Nutritional Behavior Awarness (KADARZI), and Nutritional Status of Children Under Five Participants of The Healthy Kids Kiosk (WAS) in Sukabumi District. Supervised by DADANG SUKANDAR and KATRIN ROOSITA.

The general objective of this study was to study maternal nutritional knowledge, parenting pattern of healthy lifestyle and eating behavior, family’s nutritional behavior awarness (KADARZI), and nutritional status of children under five participants of the Healthy Kids Kiosk (Warung anak sehat=WAS) in Sukabumi District. The cross-sectional study design was used in this study that was conducted in five subdistricts of Sukabumi District i.e. Cicurug, Cisaat, Kadudampit, Kebon Pedes, and Warung Kiara on June to October 2011. The subjects in this study were chosen base on on inclusion criteria, i.e. children 1 to 5 years old, stay near by and having access to Healthy Kids Kiosk (WAS). Respondents of this study were the mothers of children under five who were choses as the subject of research. The number of samples in the study was as many as 79 children. The primary data was included the family characteristics, toddler’s characteristics, nutritional knowledge of toddler’s mother, parenting pattern of healthy lifestyle and eating behavior , consumption and KADARZI behavior and anthropometric. The consumption behavior data was collected by Food Frequency Questionair(FFQ). The results show the nutrition knowledge of mothers are good , meanwhile, healthy lifestyle and eating behavior of parenting pattern is fairly good. Mostly, KADARZI behavior is good, but the frequency of vegetables and fruits consumption is low. Availability of health facilities to support sanitation and higine in the family is fairly good. Meanwhile, we found a lack of availability of sewage disposal facilities (SPAL) since only 55.7% having SPAL. The nutritional status of children underfive was mostly normal, but still, there are undernutrition toddlers, i.e. 46.8% stunting (according to height/age index) and and 6.3% underweight (according to wight/age index). The parenting pattern of eating behavior was significantly correlated with Kadarzi behavior (p<0.01). The healthy behavior was significantly correlated (p<0.01) with parenting pattern, environment condition, and healthy status.

Key words: maternal nutritional knowledge, family’s nutritional behavior awareness (KADARZI), nutritional status of children under five.

(3)

Anak Balita di Wilayah Warung Anak Sehat Kabupaten Sukabumi. Dibimbing Oleh Dadang Sukandar, Katrin Roosita.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan gizi ibu, pola asuh makan dan kesehatan, perilaku KADARZI dan status gizi pada balita peserta program Warung Anak Sehat di kabupaten Sukabumi. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : (1) Mengideintifikasi karakteristik balita (jenis kelamin, umur dan karakteristik keluarga contoh (umur orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, pendidikan ibu dan pengetahuan gizi ibu); (2) Menilai pola asuh makan dan kesehatan; (3) Menilai perilaku KADARZI ibu dan status gizi balita; (4) Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu, pola asuh makan dan kesehatan dengan perilaku KADARZI; (5) Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu, pola asuh makan dan kesehatan dengan status gizi balita; (6) Menganalisis hubungan perilaku KADARZI dengan status gizi balita.

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2011. Lokasi penelitian meliputi seluruh kecamatan yang menjadi tempat pelaksanaan program WAS di Kabupaten Sukabumi, yaitu Kecamatan Cisaat, Kecamatan Kadudampit, Kecamatan Warung Kiara, Kecamatan Kebon Pedes, dan Kecamatan Cicurug.

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah balita usia 1-5 tahun yang berdomosili dekat dan memiliki akses terhadap WAS. Responden dalam penelitian ini adalah ibu balita yang terpilih sebagai contoh dalam penelitian. Penarikan contoh dilakukan dengan cara simple random sampling dari data Posyandu. Sampling dilakukan pada 14 Warung Anak Sehat dan diperoleh ukuran contoh sebanyak 80 balita berdasarkan data posyandu dan proporsional terhadap jumlah balita dari masing-masing WAS. Berdasarkan jumlah contoh yang telah ditentukan, terdapat satu contoh yang memiliki data tidak lengkap, sehingga contoh yang digunakan dalam pengolahan data penelitian ini menjadi 79 contoh.

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan metode wawancara dengan menggunakan kuesioner dan observasi secara langsung. Data primer meliputi karakteristik keluarga, karakteristik ibu, karakteristik contoh, pengetahuan gizi ibu, pola asuh makan dan kesehatan, perilaku KADARZI, data konsumsi pangan dengan metode Food Frequency Quantity (FFQ), dan antropometri. Data sekunder penelitian ini adalah data identitas balita yang diperoleh dari posyandu. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan program

Microsoft Excel dan SPSS for Windows versi 16,0. Analisis deskriptif disajikan

dalam bentuk persentase, nilai minimum dan maksimum, nilai rata-rata dan standar deviasi. Data dianalisis dengan menggunakan uji Korealasi Speraman untuk melihat hubungan antar variabel.

S

ebagian besar contoh pada penelitian ini berumur 12-23 bulan (34,18%). Dengan rata-rata dan standar deviasi umur contoh adalah 33,32 ± 14,42 bulan. Berdasarkan jenis kelamin perbandingan persentase antara laki-laki dan perempuan adalah 53,15% : 46,84%.

(4)

standar deviasi umur ayah adalah 35,3 ± 7,1 tahun dan rata-rata umur ibu adalah 29,5 ± 5,4 tahun. Sebagian besar tingkat pendidikan ayah (32,9%) tamat SMA/Sederajat sementara pendidikan ibu (35,4%) tamat SMP/sederajat. Masih terdapat ayah contoh (6,3%) dan ibu contoh (7,6%) yang tidak tamat SD. Mayoritas pekerjaan ayah contoh adalah wiraswasta (41,7%), dan terdapat satu orang ayah (1,2%) yang tidak bekerja. Sementara sebagian besar ibu contoh (72,1%) tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Sukabumi tahun 2009 sebanyak 82,3% keluarga contoh termasuk kedalam kategori tidak miskin. Sisanya sebanyak 17,7% termasuk kategori keluarga miskin.

Sebagian besar ibu memiliki pengetahuan gizi yang termasuk kategori baik dan sedang yaitu sebesar 54,4% dan 41,7%. Hanya sedikit ibu yang memiliki pengetahuan gizi dengan kategori kurang yaitu 3,8%.

Sebagian besar ibu memiliki tingkat pola asuh makan yang termasuk kategori sedang (41,8%). Hanya 39,2% ibu yang memiliki kategori pola asuh makan baik dan sisanya sebesar 18,9% memiliki kategori pola asuh makan yang rendah. Pola asuh kesehatan yang dimiliki ibu sebagian besar (70,8%) termasuk kategori baik namun terdapat 2,5% yang termasuk kategori rendah.

Perilaku KADARZI diukur dari aspek penimbangan berat badan, konsumsi makanan beragam, konsumsi garam beryodium, Air Susu Ibu (ASI), dan suplementasi zat gizi pada balita dan ibu hamil/nifas. Sebagian besar ibu balita (72,5%) memiliki perilaku KADARZI yang baik. Namun masih terdapat 3,8% ibu balita yang memiliki perilaku KADARZI yang rendah.

Indikator KADARZI yang paling rendah pelaksanaannya adalah konsumsi makanan beragam. Rendahnya skor tersebut karena masih rendahnya konsumsi sayuran dan buah. Indikator pemberian ASI ekslusif juga perlu diperhatikan karena masih terdapat balita yang tidak mendapatkan ASI ekslusif sebesar 24,1%.

Kelompok pangan yang sering dikonsumsi contoh adalah pangan hewani (4,9 kali/hr), serealia (3,5 kali/hr), pangan nabati (1,4 kali/hr), buah-buhan (1,4 kali/hr) dan sayur-sayuaran 1,3 kali/hr). Sedangkan frekuensi konsumsi kelompok pangan umbi-umbian dan kacang-kacangan < 1 kali/hr. Pangan hewani yang sering dikonsumsi adalah susu sebanyak 2,7 kali/hr. Hal tersebut terjadi karena sebagian besar contoh dalam penelitian ini adalah balita yang berusia < 2 tahun dan masih mengkonsumsi susu.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar keluarga contoh memiliki ketersediaan sarana fisik yang sudah baik. Hal tersebut dapat dilihat dari >80% keluarga contoh sudah memiliki jamban sehat/WC, tempat sampah, sumber air bersih, lantai yang terbuat bukan dari tanah, dan ventilasi udara yang baik. Hal yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan sarana pembuangan air limbah (SPAL). Hasil penelitian menunjukkan hanya 55,7% keluarga contoh yang memiliki saluran pembuangan air limbah (SPAL) pada rumahnya. Sisanya menggunakan selokan, kali, sungai, dan kolam untuk membuang limbah.

Status gizi contoh diukur berdasarkan indeks BB/U termasuk kategori normal (88,6%) dan kurang (11,4%), dengan rata-rata dan standar deviasi (SD) nilai-z (z-score) sebesar -0,9 ± 0,9. Berdasarkan indeks TB/U status gizi contoh termasuk normal (53,2%) dan stunting (46,8%) dengan rata-rata dan SD nilai-z (z-score) sebesar -1,8 ± 2,3. Berdasarkan indeks BB/TB sebagain besar contoh (77,2%) termasuk kategori normal, namun masih terdapat contoh dengan status

(5)

sakit selama dua minggu terakhir (55,7%), sedangkan contoh yang tidak mengalami sakit selama dua minggu terakhir sebesar 44,3%. Sebanyak 65,8% contoh mempunyai skor status kesehatan dengan kategori tinggi, 26,6% contoh mempunyai skor status kesehatan kategori sedang, dan 7,6% contoh mempunyai skor status kesehatan kategori rendah. Penyakit pilek mempunyai prevalensi tertinggi diantara penyakit yang lain yaitu 54,5. Prevalensi demam dan batuk berturut-turut 45,5% dan 40,9%. Diare, gatal-gatal, dan sakit gigi juga dialami contoh salama dua minggu terakhir, dengan prevalensi 11,4%, 9,1%, dan 2,3%.

Hasil uji stastistik menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara pola asuh makan dengan perilaku KADARZI (p<0.01, r=0.281). Hal ini menunjukkan semakin baik pola asuh makan maka perilaku KADARZI juga semakin baik. Variabel yang berkorelasi dengan pola asuh kesehatan adalah pola asuh makan (p<0.01, r=0.269), sarana fisik (p<0.01, r=0.416), dan status kesehatan (p<0.01, r=0.366). Hal tersebut menunjukkan semakin baik pola asuh kesehatan maka pola asuh makan, sarana fisik, dan status kesehatan juga semakin baik.

(6)

RIZA AULIA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

Fakultas Ekologi Manusia IPB

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(7)

NIM : I14070100

Judul Penelitian : Pola asuh, perilaku keluarga sadar gizi (KADARZI) dan status gizi anak balita di wilayah warung anak sehat (WAS) Kabupaten Sukabumi.

Menyetujui,

Mengetahui :

Ketua Departemen Gizi Masyarakat,

(Dr. Ir. Budi Setiawan, MS) NIP : 19621218 198703 1 001

Tanggal Disetujui:

Pembimbing II,

(Katrin Roosita, SP, M.Si) NIP : 19710201 199903 2 001 Pembimbing I,

(Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc) NIP : 19590725 198609 1 001

(8)

atas rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pola asuh, perilaku keluarga sadar gizi (KADARZI) dan status gizi anak balita di wilayah warung anak sehat (WAS) Kabupaten Sukabumi”. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Gizi pada Program Mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr, Ir Dadang Sukandar, M.Sc dan Katrin Roosita, SP, M.Si selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, saran, kritikan, semangat dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

3. Tim pelaksana program Warung Anak Sehat PT. Sari Husada dan Dompet Dhuafa yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di wilayah program Warung Anak Sehat.

4. Tim Nutritionist program Warung Anak Sehat PT. Sari Husada dan Dompet Dhuafa sekaligus rekan-rekan satu penelitian (Erida Ersiyoma, Muthe Rahman, dan Novi Erliyani).

5. Seluruh kader Posyandu peserta program Warung Anak Sehat di Kecamatan Sukabumi dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas kerjasamanya dalam pencarian data awal untuk penelitian. 6. Seluruh staf dosen dan pegawai Departemen Gizi Masyarakat atas segala

kesabaran dan keikhlasannya dalam membimbing, membagi ilmu, dan membantu dalam segala urusan akademik.

7. Bapak, ibu, adik, keluarga besar penulis dan Anne Annamolly Maryana yang selalu mendoakan dan memberikan semangat yang penuh kasih sayang. Terimakasih atas semua yang telah diberikan baik dukungan moril maupun materi selama penulis menempuh pendidikan.

8. Rekan-rekan pembahas seminar (Yudhistira Prasasta, Ahmad Soleman, dan Angga Hardiansyah) atas saran yang telah diberikan.

9. Teman-teman LUMINAIRE serta sahabat-sahabat penulis : Martha Abriansyah, Yudhistira Prasasta, Dede Idola, Gustam, Mahmud Aditya Rizki,

(9)

10. Aa Mukhlis, teh Novi, Ghiaz, Nadif, dan rekan-rekan satu kost (Yasser Pramana, Suci Nurul Hidayat, Cahya Wiratama, Fajar Khojay Gumilang) yang selalu memberikan keceriaan dan semangat dalam menemani penulis selama menempuh pendidikan.

11. Semua teman dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala kebersamaan, dorongan, semangat, serta bantuan yang diberikan selama ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya penulis pribadi dan semua pihak pada umumnya. Amin.

Bogor, Maret 2012

(10)

Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis dilahirkan dari pasangan Hasan Suprayitno dan Tati Sukharti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Kramatwatu pada tahun 2001, pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 1 Serang pada tahun 2003, dan menamatkan pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Kramatwatu pada tahun 2007.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2007. Setelah melewati Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis melanjutkan kuliah di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi diantaranya organisasi daerah Keluarga Mahasiswa Banten (KMB), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FAPERTA-IPB. Penulis juga tercatat sebagai staf departemen KOMINFO BEM FEMA IPB pada tahun 2009-2010. Selain itu, penulis juga tercatat manjadi ketua panitia dalam acara Bonjour (Be Good in Journalistic) BEM FEMA IPB 2010 dan dalam berbagai kegiataan kepanitianan ; Samisaena, Kemah Riset, E’spent 2009 dan E’spent 2010 sebagai divisi koordinator logistik dan transportasi, MPD (Masa Perkenalan Departemen) sebagai staf divisi logistik dan transportasi, dan sebagai koordinator logistik dan transportasi pada Seminar Gizi Nasional 2010 (SENZATIONAL ).

Pada bulan Agustus- Oktober 2010 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Penulis juga pernah mengikuti Internship Dietetic (ID) pada bulan April-Mei 2011 di Rumah Sakit Umum Daerah Cilegon (RSUD-Cilegon), Banten. Pada bulan Juni-November 2011 penulis pernah menjadi Nutritionist lapang program Warung Anak Sehat PT. Sari Husada dan Dompet Dhuafa.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR……… ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Kegunaan Penelitian ... 3 Hipotesis ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 Balita ... 4 Karakteristik Keluarga ... 5 Umur ………. ... 5 Besar keluarga ... 5

Pendidikan dan pekerjaan ... 5

Pendapatan keluarga ... 6

Pengetahuan Gizi ... 6

Pola asuh ... 7

Pola asuh makan ... 8

Pola asuh kesehatan ... 9

Program KADARZI ... 9

Perilaku KADARZI ... 10

Menimbang berat badan secara teratur ... 10

Memberikan ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan ... 11

Makan beraneka ragam ... 11

Menggunakan garam beryodium ... 12

Minum suplemen gizi ……… ... 12

Lingkungan ... 12

Sanitasi lingkungan perumahan ... 13

Pembuangan sampah dan limbah ... 14

Sumber air ... 15

Pembuangan limbah manusia ... 15

Warung Anak Sehat (WAS) ……….……… ... 16

Status Gizi ... 17

Berat badan menurut umur (BB/U) ... 17

Tinggi badan menurut umur (TB/U) ... 18

Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) ... 18

Status kesehatan ... 18

KERANGKA PEMIKIRAN ………. . 20

METODE PENELITIAN ... 23

Desain, tempat, dan waktu penelitian ... 23

Teknik penarikan contoh ... 23

Jenis dan cara pengumpulan data ... 24

Pengolahan dan analisis data ... 25

(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 31

Gambaran umum lokasi penelitian ... 31

Karakteristik keluarga ... 32

Besar keluarga ... 32

Umur orang tua ... 33

Pendidikan orang tua ... 33

Pekerjaan orang tua ... 34

Pendapatan perkapita ... 34

Karaktersitik balita... 35

Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu ... 36

Pola asuh ... 38

Pola asuh makan ... 38

Pola asuh kesehatan ... 41

Perikalu KADARZI ... 42

Konsumsi pangan ... 45

Sarana fisik ... 48

Status gizi balita ... 50

Berat badan menurut umur ... 50

Tinggi badan menurut umur ... 50

Berat badan menurut tinggi badan ... 51

Status kesehatan ... 52

Hubungan antar variabel ... 54

Hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi ibu 54 Hubungan antara tingkat pengetahuan gizi ibu dengan perilaku KADARZI ... 54

Hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku KADARZI .... 55

Hubungan antara pola asuh makan dengan perilaku KADARZI ... 55

Hubungan antara pola asuh kesehatan dengan perilaku KADARZI ... 56

Hubungan antara pola asuh makan dengan pola asuh kesehatan …… 56

Hubungan antara pola asuh kesehatan dengan status kesehatan ... 57

Hubungan antara sarana fisik dengan pola asuh kesehatan ... 57

Hubungan antara sarana fisik dengan status kesehatan ... 58

Hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita ... 58

Hubungan antara tingkat pengetahuan gizi dengan status gizi balita ... 59

Hubungan antara pola asuh makan dengan status gizi balita ... 61

Hubungan antara pola asuh kesehatan dengan status gizi balita ... 62

Hubungan antara perilaku KADARZI dengan status gizi balita ... 64

Hubungan antara status kesehatan dengan status gizi balita ... 65

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 67

Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA... 69

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Penarikan contoh penelitian………. 24

2 Jenis dan cara pengumpulan data……….. 25

3 Penilaian indikator KADARZI berdasarkan karakteristik keluarga…………. 28

4 Klasifikasi status gizi berdasarkan Z-skor WHO-NCHS ………. 29

5 Sebaran contoh berdasarkan usia orang tua ………... 33

6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua ……….. 34

7 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua ………. 34

8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu……… 36

9 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar dan salah pada pertanyaan pengetahuan gizi dan kesehatan……… 37

10 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh makan ………. 39

11 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pada pertanyaan pola asuh makan……….. 40

12 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh kesehatan ……… 41

13 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pada pertanyaan pola asuh kesehatan ……….. 42

14 Sebaran contoh berdasarkan perilaku KADARZI ibu ………. 42

15 Sebaran contoh berdasarkan pertanyaan perilaku KADARZI ibu ………… 44

16 Frekuensi konsumsi balita perminggu dan perhari berdasarkan kelompok pangan..……… 45

17 Frekuensi konsumsi balita perminggu dan perhari pada kelompok pangan hewani………... 46

18 Frekuensi konsumsi balita perminggu dan perhari pada kelompok pangan serealia……….. 46

19 Frekuensi konsumsi balita perminggu pada kelompok pangan nabati……. 47

20 Frekuensi konsumsi balita perminggu pada kelompok pangan sayur-sayuran……… 47

21 Frekuensi konsumsi balita perminggu pada kelompok pangan buah-buahan………..……… 48

22 Sebaran contoh berdasarkan status gizi BB/U ……… 50

23 Sebaran contoh berdasarkan status gizi TB/U ……… 51

24 Sebaran contoh berdasarkan status gizi BB/TB ……….. 51

25 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu dan pengetahuan gizi ibu………. 54

26 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan gizi ibu dan perilaku KADARZI ibu………..………... 54

(14)

27 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu dan perilaku

KADARZI ibu ……… 55 28 Sebaran responden berdasarkan pola asuh makan dengan perilaku

KADARZI ibu ………. 55 29 Sebaran responden berdasarkan pola asuh kesehatan dengan perilaku

KADARZI ibu………. 56 30 Sebaran responden berdasarkan pola asuh makan dengan pola asuh

kesehatan………....56 31 Sebaran responden berdasarkan pola asuh kesehatan dan status

kesehatan……… 57 32 Sebaran responden berdasarkan sarana fisik dan pola asuh

kesehatan……… 57 33 Sebaran responden berdasarkan sarana fisik dan status kesehatan……... 58 34 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu dengan status

gizi balita indeks BB/U……….. 58 35 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu dengan status

gizi balita indeks TB/U ………..59 36 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu dengan status

gizi balita indeks BB/TB ………... 59 37 Sebaran responden berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu dengan

status gizi balita indeks BB/U……….. 60 38 Sebaran responden berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu dengan

status gizi balita indeks TB/U………... 60 39 Sebaran responden berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu dengan

status gizi balita indeks BB/TB……… 61 40 Sebaran responden berdasarkan pola asuh makan dengan status gizi

balita indeks BB/U………... 61 41 Sebaran responden berdasarkan pola asuh makan dengan status gizi

balita indeks TB/U………. 62 42 Sebaran responden berdasarkan pola asuh makan dengan status gizi

balita indeks BB/TB.………. 62 43 Sebaran responden berdasarkan pola asuh kesehatan dengan status

gizi balita indeks BB/U………. 63

44 Sebaran responden berdasarkan pola asuh kesehatan dengan status gizi balita indeks TB/U………..63 45 Sebaran responden berdasarkan pola asuh kesehatan dengan status

gizi balita indeks BB/TB………... 64 46 Sebaran responden berdasarkan perilaku KADARZI ibu dengan status

gizi balita indeks BB/U………. 64 47 Sebaran responden berdasarkan perilaku KADARZI ibu dengan status

(15)

48 Sebaran responden berdasarkan perilaku KADARZI ibu dengan status gizi balita indeks BB/TB………... 65 49 Sebaran responden berdasarkan status kesehatan dengan status

gizi balita indeks BB/U……….. 65 50 Sebaran responden berdasarkan status kesehatan dengan status

gizi balita indeks TB/U………... 66 51 Sebaran responden berdasarkan status kesehatan dengan status

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran ... 22

2 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ... . 32

3 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita ... 35

4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ... 35

5 Sebaran contoh berdasarkan umur ... 36

6 Persentase contoh berdasarkan jawaban pertanyaan pengetahuan gizi dan kesehatan ibu ... 38

7 Persentasetase contoh berdasarkan jawaban perilaku KADARZI ibu…... .... 45

8 Sebaran contoh berdasarkan sarana fisik ……… ... 48

9 Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit ………. ... 52

10 Sebaran contoh berdasarkan skor status kesehatan ……….. ... 52

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Hasil uji Korelasi Spearman ………..…… ... 75 2 Dokumentasi penelitian ………. ... 76

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hingga saat ini Indonesia masih dilanda dua masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang dan gizi lebih. Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk sejak tahun 1989-2010 menunjukkan penurunan. Hasil RISKESDAS 2010 menunjukkan prevalensi gizi kurang menjadi 17.9% dan gizi buruk menjadi 4.9%.. Secara umum berdasarkan hasil RISKESDAS 2010 tercatat prevalensi balita gizi buruk dan kurang di Propinsi Jawa Barat sebesar 3.1% dan 9.9%. Sementara itu, data dari empat Posyandu di Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang berdasarkan indeks BB/U sebesar 14.3% dan berdasarkan indeks TB/U balita yang pendek sebesar 44.4%.

Menurut kerangka pikir UNICEF (1998) terdapat faktor langsung dan faktor tidak langsung terhadap terjadinya gizi kurang dan gizi buruk pada anak. Faktor yang langsung mempengaruhi adalah tingkat konsumsi dan ada tidaknya penyakit. Faktor tidak langsung terdiri atas ketahanan pangan keluarga, pola asuh anak, serta kesehatan lingkungan. Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan dari anggota keluarga (Atmarita & Fallah 2004). Lebih lanjut Riyadi (2006) menyatakan bahwa status gizi dan keadaan kesehatan merupakan dua faktor yang saling berinteraksi.

Pertumbuhan dan perkembangan anak yang baik diantaranya ditentukan oleh ketersediaan makanan yang bergizi sejak dini. Namun sayang untuk beberapa daerah akses terhadap produk makanan yang bergizi dan terjangkau sangatlah rendah. Hal ini diperparah dengan minimnya pengetahuan dan pendidikan ibu tentang gizi seimbang untuk anak-anak mereka. Namun kondisi ini dapat diperbaiki salah satunya dengan mengatasi masalah-masalah di atas serta upaya meningkatkan peran Pos Pelayanan Kesehatan (posyandu) Terpadu yang dapat menjangkau (tersebar luas) di seluruh negeri (Kurniawan 2010).

Warung Anak Sehat (WAS) merupakan suatu program perusahaan swasta yang memiliki tujuan untuk meningkatkan pengetahuan gizi kepada ibu rumah tangga, membantu dalam menyiapkan menu bergizi (jajanan sehat) untuk sehari-hari, dan menyediakan akses terhadap makanan bergizi yang dibutuhkan (Masyarakat Mandiri 2011). Pengelola Warung Anak Sehat adalah kader-kader terpilih dari Posyandu setempat. Program Warung Anak Sehat ini berusaha memberikan kontribusi dalam kesehatan anak-anak yang rawan mengalami

(19)

kejadian gizi buruk. Selain itu, juga memberikan penyuluhan kepada para ibu tentang gizi bagi anak-anak dan keluarga, membantu mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan gizi, serta membantu menyediakan produk yang sehat (Dompet Dhuafa 2011).

Kesehatan anak bukan hanya dipengaruhi oleh konsumsi makanan saja, tetapi juga oleh sistem sosial budaya yang ada, kualitas interaksi ibu anak yang dilihat dari aspek pengasuhan, praktek pemberian makan serta perawatan kesehatan (Zeitlin et all. 1990, dalam Hastuti 2008). Peningkatan status gizi balita dapat dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan gizi ibu dan perilaku KADARZI. Tingkat pendidikan ibu mempengaruhi sikap, perilaku, pola asuh, dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Pengetahuan gizi ibu dapat mempengaruhi penyediaan dan pengelolaan pangan bagi anggota keluarganya serta perilaku KADARZI. Selain itu, keadaan kesehatan seseorang juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Riyadi 2006). Apabila lingkungan sangat berbahaya maka kesehatan seseorang juga dapat terganggu. Terbatasnya persediaan air bersih, sarana pembuangan air limbah, serta kurangnya kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal merupakan pendorong timbulnya berbagai macam penyakit.

Pentingnya pengetahuan gizi ibu, pola asuh, dan perilaku sadar gizi (KADARZI) dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia menjadi dasar perlu dilakukannya penelitian untuk mengetahui kaitan antara tingkat pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi ibu, pola asuh dan kesehatan, perilaku KADARZI serta status gizi anak.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan gizi ibu, pola asuh makan dan kesehatan, perilaku KADARZI dan status gizi anak balita peserta program Warung Anak Sehat di kabupaten Sukabumi.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi karakteristik balita (jenis kelamin, umur dan karakteristik keluarga contoh (umur orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, pendidikan ibu dan pengetahuan gizi ibu).

(20)

3. Menilai perilaku KADARZI ibu dan status gizi balita.

4. Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu, pola asuh makan dan kesehatan dengan perilaku KADARZI.

5. Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu, pola asuh makan dan kesehatan dengan status gizi balita.

6. Menganalisis hubungan perilaku KADARZI dengan status gizi balita. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi faktor-faktor yang berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan anak. Memberikan informasi mengenai pola asuh serta status gizi anak, mengetahui indikator program KADARZI di masyarakat sehingga dapat menjadi pertimbangan dan arahan khususnya bagi kader yang ditunjuk oleh Puskesmas, dan bagi pemerintah sebagai pengambil keputusan kebijakan publik. Selain itu, hasil penelitian tersebut diharapkan menjadi bahan evaluasi atau masukan agar terciptanya Warung Anak Sehat yang mampu menyediakan makanan dan jajanan yang aman untuk dikonsumsi.

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu, pola asuh makan dan kesehatan dengan perilaku KADARZI.

2. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu, pola asuh makan dan kesehatan dengan status gizi balita.

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Balita

Usia balita merupakan periode paling kritis dalam kehidupan manusia, karena secara fisik terjadi perkembangan tubuh dan keterampilan motorik yang sangat nyata. Masa ini sangat penting karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya (Soetjiningsih 1995). Menurut Hidayat (2004), peristiwa yang dialami dalam pertumbuhan dan perkembangan anak adalah masa percepatan dan perlambatan. Peristiwa pertumbuhan pada anak dapat terjadi perubahan tentang besarnya, jumlah, ukuran dalam tingkat sel, organ, maupun individu, sedangkan peristiwa perkembangan pada anak dapat terjadi pada perubahan bentuk dan fungsi pematangan organ mulai dari aspek social, emosional, dan intelektual.

Pertumbuhan dan perkembangan otak tidak bisa diperbaiki bila terjadi kekurangan gizi pada masa balita. Oleh karena itu masa balita sering disebut sebagai ”masa emas”. Bila pada masa ini mengalami kekurangan gizi dapat menyebabkan pertumbuhan fisik dan intelektual terganggu (Wiryo 2002). Pada masa balita perkembangan sistem saraf tumbuh dengan cepat. Sel-sel otak tumbuh dan matang secara kimiawi menjadi lebih aktif. Oleh karena itu perlu diperhatikan segala aspek yang berkaitan dengan proses tumbuh kembangnya.

Menurut Thoha (2004), salah satu aspek yang penting dalam masa tumbuh kembang anak adalah aspek gizi. Lebih lanjut Hidayat (2004) menyebutkan bahwa manfaat gizi dalam tubuh adalah dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak, serta mencegah berbagai penyakit akibat kekurangan gizi dalam tubuh seperti kekurangan energi dan protein, anemia, defisiensi yodium, defisiensi seng (Zn), defisiensi vitamin A, serta defisiensi zat gizi lainnya yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak.

Pertumbuhan balita sangat dipengaruhi oleh kualitas makanan yang dikonsumsi sehari-hari, sementara kualitas makanannya sangat tergantung pada pola asuh makan anak yang diterapkan dalam keluarga (Khomsan 1999). Oleh karena itu anggota keluarga khususnya orang tua memiliki peran penting dalam pengasuhan anak, karena seorang anak balita memiliki ketergantungan secara fisik maupun emosional kepada orang tua.

(22)

Karakteristik Keluarga Umur

Umur merupakan indikator penting dalam menentukan produktifitas seseorang. Dibandingkan dengan orang yang lebih tua, orang yang masih muda memiliki produktifitas yang lebih tinggi, karena kondisi fisik dan kesehatan orang muda yang masih prima (Khomsan et al 2007). Menurut Papalia & Olds (2001) usia dewasa dimulai pada 20 tahun. Usia dewasa dibagi menjadi tiga kategori yaitu dewasa awal (20-40 tahun), dewasa madya/ tengah (41-65 tahun), dan dewasa akhir (>65 tahun). Menurut Hurlock (1998) umur orang tua, terutama ibu berkaitan dengan pengalaman ibu dalam mengasuh anak. Ibu dengan umur muda cenderung lebih memperhatikan kepentingannya sendiri dibandingkan kepentingan anak dan keluarga.

Besar Keluarga

Keluarga adalah sekelompok orang yang tinggal dan hidup dalam satu rumah dan ada ikatan darah (Khomsan et al 2007). Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota lain yang tinggal bersama dalam satu rumah dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga (Sukandar 2007). Menurut BKKBN berdasarkan jumlah anggota rumah tangga, besar rumah tangga dikelompokkan menjadi tiga yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang).

Menurut Gabriel (2008) jumlah anggota keluarga yang besar akan mempersulit dalam memenuhi kebutuhan pangan. Terutama balita yang memerlukan perhatian khusus karena belum bisa mengurus keperluannya sendiri serta ada dalam masa pertumbuhan.

Pendidikan dan Pekerjaan

Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak (Rahmawati 2006). Sediaoetama (2008) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi terutama yang berkaitan dengan pengetahuan gizi yang tinggi tentang informasi gizi dan kesehatan akan mendorong dalam praktek pengolahan makanan. Selain itu Soewondo & Sadli (1989) dalam Khomsan et al (2009) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan gizi ibu berkaitan dengan tingkat pendidikan formal ibu. Semakin tinggi tingkat

(23)

pendidikan formal ibu akan semakin luas wawasan berfikirnya, sehingga akan lebih banyak informasi gizi yang dapat diserapnya.

Selaras dengan pernyataan diatas dalam WNPG (2004) disebutkan bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku hidup sehat. Perubahan sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi.

Kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap digunakan dalam mengukur tingkat pembangunan suatu Negara. Melalui pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor pencetus (predisposing) yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat (Depkes 2007a).

Pekerjaan termasuk ke dalam salah satu sumber pendapatan dalam keluarga. Menurut Sukarni (1994), pekerjaan memiliki hubungan dengan tingkat pendidikan dan akan mempengaruhi kehidupan sosial ekonominya. Lebih lanjut Khomsan (2000) mengatakan, dengan adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga maka keluarga tersebut relatif akan terjamin pendapatannya setiap bulan.

Pendapatan Keluarga

Status sosial ekonomi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, hal ini dapat terlihat anak dengan sosial ekonomi tinggi tentunya pemenuhan kebutuhan gizi sangat cukup baik dibandingkan dengan anak yang sosial ekonominya rendah (Hidayat 2004). Peningkatan pendapatan rumah tangga, belum tentu bermuara pada perbaikan gizi anggota rumah tangga rawan, terutama anak balita, wanita hamil, dan wanita menyusui (Soekirman 2000).

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan diperoleh seseorang melalui pendidikan formal, informal, dan nonformal. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Tingginya tingkat pengetahuan gizi seseorang, maka diharapkan akan lebih baik juga keadaan gizinya (Khomsan et al. 2007).

(24)

Suhardjo (2003) menyatakan bahwa pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada 3 kenyataan, yaitu (1) status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, (2) setiap orang hanya akan cukup zat gizi, jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan, dan sebagai energi dan (3) ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

Penelitian Yulianti (2010) menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pendidikan ibu dengan status gizi balita, serta pengetahuan ibu berhubungan positif dan nyata dengan status gizi balita. Penelitian yang dilakukan oleh Pramuditya (2010) juga menunjukkan hasil yang sama yakni terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi balita. Penelitian lain oleh Fitriadini (2010) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan dan positif antara tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu dengan tingkat PHBS nya.

Pengetahuan gizi merupakan aspek kognitif yang mencirikan seseorang memahami tentang gizi, pangan dan kesehatan (Sukandar 2007). Pengetahuan gizi yang harus dimiliki antara lain berhubungan dengan kebutuhan zat gizi bagi tubuh. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari persepsi yang salah mengenai konsumsi pangan. Lebih lanjut Sukmawati (2003) menyebutkan bahwa kesehatan tubuh belum terjamin hanya dengan makanan yang berkualitas baik. Pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo 2007).

Pola Asuh

Pengasuhan merupakan salah satu proses interaksi ,penyesuaian orang tua, pemenuhan tanggung jawab orang tua untuk memenuhi kebutuhan anak serta perlindungan terhadap anak. Pengasuhan memiliki beberapa pola yang menunjukkan adanya hubungan dengan aspek tertentu, mengikuti kebutuhan anak akan kebutuhan fisik dan non-fisik agar anak dapat hidup normal dan mandiri di masa mendatang. Pola asuh terdiri dari pola asuh makan, pola asuh kesehatan, dan pola asuh psikososial.

Status gizi anak tidak hanya dipengaruhi oleh konsumsi makanan, tetapi juga dipengaruhi oleh sistem sosial budaya, kualitas interaksi ibu dan anak yang

(25)

dapat dilihat dari aspek praktik pengasuhan, praktik pemberian makan, serta perawatan kesehatan (Hastuti 2008).

Masalah gizi kurang pada balita disebabkan oleh beberapa faktor yang bersifat kompleks, sehingga upaya penanggulangannya pun memerlukan pendekatan dari berbagai segi kehidupan anak secara terintegrasi. Hal ini berarti tidak cukup dengan memperbaiki aspek makanan, tetapi juga lingkungan hidup anak seperti pola pengasuhan, pendidikan dan kesehatan lingkungan, mutu pelayanan kesehatan dan sebagainya (Soekirman 2000).

Diana (2004) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh adalah pendidikan ibu, pekerjaan ibu, umur, dan tingkat pengetahuan ibu. Lebih lanjut, Madanijah (2003) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak yang baik. Pola asuh yang akan diteliti pada penelitian meliputi :

Pola asuh makan

Pola asuh makan merupakan praktik yang diterapkan ibu khususnya yang berkaitan dengan situasi dan cara makan, sehingga dapat memberikan suasana yang menyenangkan bagi anak pada situasi makan (Tambingon 1999 dalam Pramuditya 2010). Tujuan memberikan pada anak adalah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi yang cukup demi kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan, aktivitas pertumbuhan dan perkembangan. Keadaan lingkungan dan sikap keluarga merupakan pertimbangan yang penting dalam pemberian makan kepada anak.

Suhardjo (1989) menyatakan bahwa tujuan pemberian makan balita dalam lingkup keluarga mencakup tiga aspek, yakni (1) aspek fisiologi, yaitu memenuhi kebutuhan zat gizi untuk proses metabolisme kelangsungan hidup, aktivitas dan tumbuh kembang. (2) aspek edukatif, yaitu mendidik anak agar terampil dalam mengkonsumsi makanan dan untuk membina kebiasaan dan perilaku makan, memilih dan menyukai makanan yang baik, sehat dan dibenarkan oleh keyakinan/ agama orang tua masing-masing, dan (3) aspek psikologis, yaitu untuk memberikan kepuasan kepada anak dan untuk memberikan kenikamatan yang lain yang berkaitan dengan anak.

Pada masa perkembangan anak, keluarga dapat membantu anak mencapai sikap normal dan berminat terhadap makanan tanpa adanya suatu

(26)

kecemasan dan kekhawatiran mengenai makanan. Pola asuh makan yang baik, dalam arti secara kuantitatif maupun kualitatif yang tepat pada masa balita sangat dianjurkan. Praktik pemberian makan pada anak memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap kesehatan dan status gizi. Kemampuan seorang ibu memperkenalkan makanan baru pada anak memiliki pengaruh yang besar terhadap daya terima dan kesukaan anak terhadap suatu makanan (Khomsan et

al. 2009).

Penelitian Tussodiyah (2010) menyebutkan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan pola asuh makan. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pernyataan Riyadi (1995) bahwa perilaku pemberian makanan berhubungan dengan tingkat pendidikan ibu dan status gizi balita. Pola asuh kesehatan

Kewajiban orang tua adalah menjaga agar anak selalu berada pada kondisi terbebas dari penyakit serta dapat beraktivitas selayaknya individu normal. Usaha preventif yang dilakukan orang tua untuk membentuk kesehatan anak adalah dengan membiasakan pola hidup sehat, melalui penanaman kebiasaan hidup sehat dan teratur. Kebiasaan tersebut antara lain seperti mandi, keramas rambut, gosok gigi, memotong kuku, cuci tangan sebelum makan, dan sebgainya (Hastuti 2008).

Aspek kesehatan juga mencakup upaya-upaya kuratif yang dibelanjakan orang tua untuk memberikan pengobatan dan perawatan kesehatan anak. Selain itu, aspek keamanan dalam pola asuh termasuk memberikan perlindungan kepada anak dari bahaya yang mengancam jiwa dan dan anak (Hastuti 2008).

Program KADARZI

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggota keluarganya. Suatu keluarga disebut keluarga sadar gizi apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan dengan :

1. Menimbang berat badan secara teratur

2. Memberikan ASI ekslusif saja sampai usia 6 bulan. 3. Makan beraneka ragam

4. Menggunakan garam beryodium

(27)

Tujuan umum program KADARZI adalah seluruh anggota keluarga berperilaku sadar gizi.

Adapun tujuan khusus dari program tersebut adalah :

1. Meningkatkan kemudahan keluarga dan masyarakat memperoleh informasi gizi

2. Meningkatkan kemudahan keluarga dan masyarakat memperoleh pelayanan gizi yang berkualitas.

Sasaran pencapaian program KADARZI tingkat nasional adalah sebagai berikut :

a. Sebanyak 80% balita melakukan penimbangan pada setiap bulannya b. Sebanyak 80% bayi usia 0 – 6 bulan diberikan ASI ekslusif saja c. Sebanyak 90% rumah tangga menggunakan garam beryodium

d. Sebanyak 80% rumah tangga makan beraneka ragam sesuai kebutuhan e. Semua balita gizi buruk mendapatkan perawatan sesuai dengan standar tata

laksanana perawatan gizi buruk

f. Semua anak usia 6 – 24 bulan kelarga miskin (GAKIN) mendapatkan MPASI g. Sebanyak 80% balita (6 – 59 bulan) dan ibu nifas medapatkan kapsul vitamin

A sesuai anjuran

h. Sebanyak 80% ibu hamil mendapatkan TTD minimal 90 tablet selama kehamilannya.

Perilaku KADARZI

Suatu keluarga dapat dikatakan Keluarga Sadar Gizi apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan :

Menimbang berat badan secara teratur

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan untuk menentukan status gizi, menggambarkan jumlah protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. Berat badan juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan kebutuhan makanan (Supariasa et al. 2001). Perubahan berat badan dapat menggambarkan perubahan konsumsi makan atau adanya gangguan kesehatan. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan kesehatan yaitu mengikuti perkembangan kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarga, terutama bayi, balita, dan ibu hamil.

Kegunaan pemantauan berat badan adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita, mencegah buruknya keadaan gizi, mengetahui kesehatan ibu hamil dan perkembangan janin, mencegah BBLR

(28)

dan pendarahan saat melahirkan, dan mengetahui kesehatan anggota keluarga dewasa usia lanjut (Depkes 2008).

Memberikan ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan

ASI ekslusif selama 6 bulan mempunyai banyak manfaat bagi bayi maupun ibu bayi. Menurut (Vannais & Perkins 2004) manfaat tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

1. Bagi bayi

a. Membangun system imun

b. Membantu pertumbuhan rahang dan gigi c. Menurunkan kejadian diare dan sakit perut 2. Bagi ibu bayi

a. Membantu proses penyusutan rahim b. Menurunkan berat badan

c. Membentuk ikatan emosional dengan anak. Makan beraneka ragam

Makanan sehari-hari yang dikonsumsi harus dapat memenuhi kebutuhan zat gizi. Memilih makanan dengan baik akan memberikan semua kebutuhan zat gizi untuk fungsi normal tubuh. Konsumsi pangan merupakan factor utama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi. Menurut Muhilal et al dalam Pramuidtya (2010), konsumsi pangan yang kurang maupun berlebih dari kecukupan yang diperlukan apabila dialami dalam jumlah waktu yang cukup lama, akan berdampak buruk pada kesehatan.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa Barat tahun 2008-2013 dijelaskan salah satu strategi kebijakan ketahanan pangan adalah peningkatan kualitas konsumsi pangan. Makan beraneka ragam menjadi poin utama dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Di dalam PUGS susunan makan yang dianjurkan adalah yang menjamin keseimbangan zat-zat gizi. Hal tersebut dapat dicapai dengan mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam pada setiap harinya. Karena tidak ada satu jenis makanan yang mengandung semua zat gizi. Untuk mencapai zat gizi seimbang susunan makanan sehari terdiri atas campuran tiga kelompok bahan makanan, yaitu sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur (Almatsier 2001).

(29)

Menggunakan garam beryodium

Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah gizi utama yang terdapat di Indonesia dan diketahui berkaitan erat dengan gangguan perkembangan fisik, mental, dan kecerdasan. GAKY pada ibu hamil dapat berakibat abortus, lahir mati, kelainan bawaan pada bayi, meningkatkan angka kematian prenatal, dan melahirkan bayi kretin. Kekurangan yodium pada anak-anak dapat menyebabkan penyakit gondok dimana terjadinya pembesaran pada kelenjar gondok, menyebabkan gangguan fungsi mental, dan perkembangan fisik. Pada orang dewasa kekurangn yodium dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok, hipotiroid, dan gangguan mental (Supariasa et al. 2001).

Yodium atau iodium bagian integral dari hormon tiroksin triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4). Fungsi hormon tersebut adalah mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Yodium berperan pula dalam perubahan karoten menjadi bentuk aktif vitamin A, sintesis protein, absorpsi karbohidrat dari saluran cerna, dan sintesis kolesterol darah (Arisman 2007).

Minum suplemen gizi (TTD, dan kapsul vitamin A) sesuai anjuran

Suplemen gizi yang biasa diberikan adalah Tablet Tambah Darah (TTD) dan kapsul vitamin A. TTD diberikan kepada ibu hamil secara rutin selama 90 hari dengan dosis 1 tablet sehari untuk meningkatkan kadar hemoglobin secara cepat. Khusus ibu hamil mendapatkan prioritas utama karena kelompok ini merupakan kelompok yang paling rentan terhadap anemia gizi pada masa kehamilan. Dikatakan paling rentan, karena anemia gizi dapat membahayakan ibu dan janin dalam kandungannya (Depkes 2008b).

Vitamin A merupakan zat gizi yang penting bagi manusia. Salah satu penanggulangan masalah Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi. Kapsul vitamin A diberikan kepada balita setiap 6 bulan sekali pada bulan Februari dan Agustus, sedangkan pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas diberikan paling lambat 30 hari setelah melahirkan (Depkes 2008b).

Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu baik benda maupun keadaan yang berada disekitar manusia yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan seseorang atau kelompok masyarakat. Menurut Yuliarsih dan

(30)

Widiarti (2002) dalam Tussodiyah (2010), lingkungan sekitar kita dikelompokan kedalam tiga kategori :

1. Lingkungan Biologis

Lingkungan yang terdiri dari semua organisasi hidup, baik binatang, maupun tumbuhan, maupun mikroorganisme yang berada disekitar manusia. 2. Lingkungan Fisik

Lingkungan yang terdiri dari benda-benda yang tidak hidup, tetapi berhubungan dengan kehidupan atau kelangsungan hidup manusia yang ada disekitar kita. Menurut Depkes (2002) lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan meliputi rumah, air, dan limbah.

3. Lingkungan sosial budaya

Lingkungan sosial buadaya adalah interaksi antara manusia dengan makhluk sesamanya. Lingkungan sosial budaya yang erat kaitannya dengan masalah kesehatan harus dilihat dari kehidupan masyarakat secara luas.

Lingkungan yang sehat akan mempengaruhi sikap dan perilaku manusia. Menjaga lingkungan hidup yang sehat dapat dilakukan dengan cara tidak membuang sampah sembarangan, menjaga saluran air agar tidak mampet, menjaga lingkungan tempat tinggal agar selalu bersih.

Sanitasi Lingkungan Perumahan

Keadaan perumahan merupakan salah satu faktor yang menentukan keadaan higiene dan sanitasi lingkungan. Rumah merupakan tempat manusia berlindung dari terik panas matahari, hujan, dan hal-hal lain yang dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan, dan keamanan. Menurut Latifah et al. (2002) rumah dikatakan sehat jika memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Lantai rumah mudah dibersihkan, terbuat dari keramik, teraso, tegel, atau

kayu. Lantai tanah tidak memenuhi syarat kesehatan karena dapt menjadi sumber penyakit seperti cacing dan bakteri penyebab sakit perut.

2. Atap kuat terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah bocor. Bahan yang biasa digunakan adalah genteng, asbes gelombang, seng, sirap, dan nipah. 3. Dinding rumah yang baik adalah tembok yang dapat dicat dan dibersihkan

dengan mudah. Menurut Depkes (2008a) penggunaan jenis dinding rumah dapat juga digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. 4. Ventilasi udara yang dilengkapi dengan lubang angin. Fungsi ventilasi

(31)

Sebaiknya setiap ruangan memiliki sedikitnya satu buah jendela yang bisa dibuka dan ditutup sehingga udara dapat menalir lancer.

5. Pencahayaan yang baik. Rumah harus mendapatkan cahaya yang cukup, baik pada siang hari ataupun malam hari. Usahakan setiap ruangan mendapatkan sinar matahari, terutama pada pagi hari. Sumber cahaya pada malam hari dapat berasal dari lampu listrik, petromak, atau lampu minyak tanah.

6. Sumber air bersih yang bersih dan sehat.

7. Jumlah kamar mandi sebaiknya disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga. Untuk jumlah anggota keluarga sebanyak empat orang setidaknya paling sedikit memilik satu kamar mandi. Setiap kamar mandi biasanya dilengkapi dengan jamban atau WC.

8. Rumah harus memiliki sarana pembuangan air limbah dan sampah.

9. Kandang ternak harus terpisah cukup jauh dari rumah agar terjaga kebersihan dan kesehatannya. Selain itu kandang ternak harus memiliki saluran pembuangan limbah yang terpisah dengan saluran pembuangan limbah dari rumah.

Pembuangan sampah dan limbah

Sampah adalah segala sesuatu yang tidak terpakai lagi dan harus dibuang. Terdapat hubungan antara sampah dan penyakit-penyakit yang ditulari oleh tikus, lalat, dan nyamuk. Agar sampah tidak membahayakan kesehatan manusia diperlukan pengaturan pembuangan sampah. Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002) ada beberapa cara pengolahan sampah diantaranya sebagai berikut :

Sanitasi landfill yaitu cara pembuangan sampah pada tanah yang rendah Hog Feeding yaitu cara pengolahan sampah untuk dijadikan makanan ternak Inceneration yaitu cara pengolahan sampah dengan dibakar

Composting yaitu cara pengolahan sampah dengan dijadikan pupuk

Reduction yaitu cara pengolahan sampah dengan memperkecil volumenya. Menurut Sukarni (2004) air limbah terdiri dari kotoran manusia, air kotoran dapur, kamar mandi termasuk air kotor dari permukaan tanah. Kurang kebih 80 % air digunakan untuk aktivitas sehari-hari dan dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor atau tercemar. Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002) cara untuk menangani masalah teersebut adalah sebagai berikut :

(32)

Dilution (dengan pengenceran) yaitu dengan cara mengencerkan dahulu air limbah yang akan dibuang

 Irigasi luar yaitu air limbah dialirkan ke dalam parit-parit terbuka yang digali pada sebidang tanah dan air merembaes masuk ke dalam tanah

Septic tank yaitu cara terbaik yang dianjurkan oleh WHO namun memerlukan biaya yang agak besar.

 Sistem Riol yaitu cara pembuangan air limbah yang digunakan di kota-kota besar karena sudah terencana sesuai dengan pembangunan kota.

Sumber Air

Air sangat penting bagi kehidupan, kebutuhan air sangat mutlak, 73 % dari bagian tubuh tanpa jaringan lemak adalah air. Sumber air di alam terdiri dari air dalam tanah yang terdiri dari mata air dan sumur; air permukaan yang terdiri dari air sungai, air danau, air rawa; dan air dari langit yang terdiri dari air hujan dan embun. Air sumur merupakan sumber air yang banyak dipergunakan masyarakat Indonesia. Air sumur harus dilindungi terhadap bahaya pencemaran agar memenuhi syarat kebersihan sebagai air rumah tangga. Sumber air minum sering menjadi sumber pencemar pada penyakit water borne disease (Effendi dan Briawan 2008). Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002) sumber air yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

 Lokasi/tempat

Syarat lokasi bertujuan agar sumber air minum terhindar dari pencemaran sehingga perlu diperhatikan jarak sumber air minum dengan kakus (WC) dan tempat sampah. Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002) jarak aman untuk sumur dengan WC minimum 10 meter.

 Konstruksi

Dinding sumur satu meter di atas tanah dan tiga meter di dalam tanah harus dibuat dari tembok (disemen) yang tidak tembus air agar tidak tercemar dari rembesan.

Pembuangan Limbah Manusia

Pembuangan limbah manusia yang layak adalah kebutuhan setiap manuisa. Pembungan limbah manusia yang tidak layak dan tidak pada tempatnya dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat. Menurut Sukandar (2007) pembuangan limbah manusia harus dapat dibuat dengan baik agar tidak mencemari lingkungan sekitar karena di dalam kotoran manusia

(33)

banyak sekali terdapat bibit penyakit yang mampu dan menularkan berbagai penyakit. Selain itu juga dapat bersifat mengganggu karena dapat menimbulkan bau tidak sedap.

Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran manusia yang biasa disebut WC atau kakus. Menurut Notoatmodjo (1997), suatu jamban disebut sehat apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut 2. Tidak mengotori air permukaan disekelilingnya

3. Tidak mengotori air tanah disekitarnya

4. Tidak dapat dijangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan binatang-binatang lainnya

5. Tidak menimbulkan bau

6. Mudah digunakan dan dipelihara 7. Sederhana desainnya

8. Tidak terlalu banyak memakan biaya dalam pembuatannya dan perawatannya

9. Dapat diterima oleh pemakainya

Warung Anak Sehat (WAS)

Warung Anak Sehat (WAS) merupakan suatu program yang memiliki tujuan untuk meningkatkan pengetahuan gizi kepada ibu rumah tangga, membantu dalam menyiapkan menu bergizi untuk sehari-hari, dan menyediakan akses terhadap makanan bergizi yang dibutuhkan (Masyarakat Mandiri 2011). Program Warung Anak Sehat ini berusaha memberikan kontribusi dalam kesehatan anak-anak yang rawan mengalami kejadian gizi buruk (Kurniawan 2011). Selain itu, juga memberikan penyuluhan kepada para ibu tentang gizi bagi anak-anak dan keluarga, membantu mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan gizi, serta membantu menyediakan produk yang sehat (Dompet dhuafa 2011). Di warung ini, para ibu bisa mendapatkan informasi gizi yang seimbang untuk anak mereka dan membeli produk makanan sehat di WAS (Kurniawan 2010).

Untuk mengatasi maslah gizi perlu dilakukan upaya pendidikan atau penyuluhan gizi. Dengan usaha itu diharapkan masyarakat bisa memahami pentingnya akan pengetahuan gizi (Suhardjo 2003). Penyuluhan gizi merupakan suatu pendidikan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu atau masyarakat

(34)

yang sadar akan pentingnya pengetahuan gizi. Menurut Winarno (1995), pendidikan dan penyuluhan gizi penting sekali peranannya dalam usaha perbaikan gizi masyarakat, khususnya perbaikan gizi bayi dan balita.

Status Gizi Balita

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan (Riyadi 2006). Sedangkan menurut Sediaoetama (2008) status gizi seseorang merupakan keadaan kesehatan yang dipengaruhi oleh keseimbangan antara pemasukan zat gizi dan pengeluaran akibat penggunaannya oleh tubuh. Jika tubuh mendapatkan asupan makanan dalam kualitas dan kuantitas yang terpenuhi, maka orang tersebut akan mendapatkan status gizi yang optimal.

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Pengukuran pertumbuhan dan perkembangan anak melalui cara antropometri paling banyak digunakan dalam menilai status gizi masyarakat (BPS 2000). Hal tersebut terjadi karena hampir semua bagian tubuh dapat diukur, pengukurannya sederhana dan cepat, sehingga dapat dengan mudah memberikan gambaran yang jelas mengenai keadaan gizi umum dari yang diukur (Roedjito 1989).

Pengukuran status gizi anak umumnya menggunakan indeks BB/U, TB/U, BB/TB/. Pemantauan status gizi balita lebih sering menggunakan acuan baku WHO-NCHS 2005 dan dihitung berdasarkan simpangan baku (Z-Skor). Keuntungan menggunakan metode ini adalah hasil hitungan telah dibakukan menurut simpangan baku sehingga dapat dibandingkan untuk setiap kelompok umur dan indeks antropometri (Gibson 1993). Indeks BB/U dipakai untuk memantau pertumbuhan berat badan anak secara individual dan menggambarkan status gizi saat ini (current nutritional status). Indeks TB/U dapat memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status sosial ekonomi. Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Indeks ini bersifat independen terhadap umur (Supariasa et al. 2002).

Berat badan menurut umur (BB/U)

Berat badan adalah penilaian status gizi yang dapat menggambarkan massa tubuh, dan sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang akut

(35)

misalnya menurunnya jumlah konsumsi makanan karena menurunnya nafsu makan atau adanya penyakit infeksi. Pada kondisi kesehatan normal berat badan bertambah mengikuti pertambahan umur, tapi pada kondisi konsumsi yang tidak normal terdapat berat badan dapat berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik ini, maka indeks BB/U digunakan sebagai salah satu cara penentuan status gizi dan lebih menggambarkan keadaan gizi seseorang pada saat ini ( Supariasa et al. 2002). Tinggi badan menurut umur (TB/U)

Tinggi badan dapat menggambarkan keadaan pertumbuhan rangka (skeletal). Dalam keadaan normal tinggi badan akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur. Dalam waktu yang singkat pertumbuhan tinggi badan kurang sensitif terhadap masalah gizi. Namun pada waktu yang sangat lama defisiensi zat gizi dapat mempengaruhi tinggi badan sehingga dapat memberikan gambaran status gizi masa lampau dan dapat dikaitkan dengan keadaan status sosial ekonomi (Supariasa et al. 2002).

Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Berat badan mempunyai hubungan linier dengan tinggi badan, pada keadaan normal, pertambahan berat badan akan searah diikuti dengan pertumbuhan tinggi badan. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat sekarang, dan merupakan indeks yang independen terhadap umur (Supariasa et al. 2002).

Status Kesehatan

Status kesehatan dapat diukur dengan sebuah indikator kesehatan. indikator yang digunakan adalah angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Morbiditas lebih mencerminkan keadaan kesehatan sesungguhnya (Subandrio 1993 dalam Fitriyani 2008).

Status gizi erat kaitannya dengan sistem imunitas tubuh. Semakin rendah status gizi seseorang semakin rentan sakit dan meningkatkan morbiditas. Morbiditas memiliki hubungan timbal balik dengan status gizi, baik pada masa kanak-kanak maupun pada masa dewasa. Pada masa kanak-kanak, status gizi secara langsung berpengaruh pada imunitas, perkembangan kognitif, pertumbuhan dan stamina tubuh (Hardinsyah 2007). Selain itu Sediaoetama (2008) menyatakan bahwa kesehatan gizi yang rendah menyebabkan kondisi daya tahan umum tubuh menurun, sehingga berbagai penyakit dapat timbul

(36)

dengan mudah. Seorang anak sehat tidak akan mudah terserang berbagai macam penyakit, termasuk penyakit infeksi karena daya tahan tubuh yang kuat. Daya tahan tubuh akan meningkat pada keadaan gizi yang baik dan akan menurun bila keadaan gizinya juga menurun.

Morbiditas dapat disebabkan oleh status gizi yang kurang, tetapi morbiditas dapat juga menyebabkan status gizi menjadi rendah. Kondisi sakit tentu akan mengganggu sistem metabolisme zat-zat didalam tubuh sehingga pemanfaatan zat gizi oleh sistem tubuh menjadi tidak optimal dan penurunan status gizi (Hardinsyah 2007).

Penyakit infeksi seringkali ditemukan banyak menyerang anak-anak. Penyakit infeksi yang paling banyak ditemukan adalah demam, pilek, batuk, dan diare. Demam termasuk tanda bahwa tubuh terkena infeksi yang ditunjukkan dengan naiknya suhu tubuh. Demam biasanya terjadi akibat tubuh terpapar mikroorganisme (virus, bakteri, dan parasit). Demam juga bias disebabkan oleh factor non infeksi seperti inflamasi (peradangan lainnya). Pilek merupakan penyakit yang disebabkan oleh adenovirus. Gejala dari penyakit pilek adalah hidung tersumbat, bersin, batuk, dan sakit tenggorokan. Penyakit diare adalah pengeluaran tinja dengan frekuensi tidak normal dengan konsistensi yang lebih cair (Shulman et al 1994 dalam Herdhiati 2010).

(37)

KERANGKA PEMIKIRAN

Masa balita adalah masa dimana anak mengalami pertumbuhan yang pesat (Sediaotama 2008, dalam Arisman 2004). Masa ini sangat penting karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya (Soetjiningsih 1995). Karena itu masa balita sering disebut sebagai ”masa emas”. Bila pada masa ini mengalami kekurangan gizi dapat menyebabkan pertumbuhan fisik dan intelektual terganggu (Wiryo 2002).

Orang tua memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan anak. Umur, pendidikan, dan pekerjaan orang tua akan mempengaruhi pengetahuan gizi, sehingga akan berpengaruh kepada pola pengasuhan dan perilaku KADARZI. Pengetahuan gizi diperoleh oleh orang tua dari pendidikan yang pernah diikutinya. Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak (Rahmawati 2006). Lebih lanjut Sediaoetama (2008) menjelaskan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi terutama yang berkaitan dengan pengetahuan gizi yang tinggi tentang informasi gizi dan kesehatan akan mendorong dalam praktek pengolahan makanan. Selain dari pendidikan formal pengetahuan gizi juga dapat diperoleh dari pendidikan tidak formal seperti dari buku, majalah, surat kabar, televisi, radio, dan informasi dari orang lain (Hastuti 2008).

Warung Anak Sehat (WAS) merupakan suatu program yang memiliki tujuan untuk meningkatkan pengetahuan gizi kepada ibu rumah tangga, membantu dalam menyiapkan menu bergizi (jajanan sehat) untuk sehari-hari, dan menyediakan akses terhadap makanan bergizi yang dibutuhkan (Masyarakat Mandiri 2011). Selain itu, juga memberikan penyuluhan kepada para ibu tentang gizi bagi anak-anak dan keluarga, membantu mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan gizi, serta membantu menyediakan produk yang sehat (Dompet Dhuafa 2011).

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggota keluarganya. Suatu keluarga disebut keluarga sadar gizi apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan dengan; menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI ekslusif sampai 6 bulan, makan beraneka ragam, menggunakan garam beryodium, dan minum suplemen gizi (TTD, kapsul vitamin A) sesuai anjuran (Depkes 2007).

(38)

Pengetahuan gizi yang berpengaruh terhadap pola pengasuhan anak dan perilaku KADARZI, akan berdampak kepada status gizi anak. Status gizi dan kesehatan merupakan indikator kesehatan yang ada kaitannya dengan kualitas hidup (Khomsan 2000).

Selain pola asuh dan perilaku KADARZI ada faktor lain yang juga mempengaruhi status gizi anak, yaitu status kesehatan. Salah satu indikator status kesehatan adalah morbiditas. Status gizi memiliki hubungan timbal balik dengan morbiditas, baik pada masa kanak-kanak maupun pada masa dewasa. Morbiditas dapat disebabkan oleh status gizi yang kurang, tetapi morbiditas dapat juga menyebabkan status gizi menjadi rendah (Hardinsyah 2007). Selengkapnya kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(39)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pola asuh, perilaku keluarga sadar gizi (KADARZI) dan status gizi anak balita di wilayah warung anak sehat (WAS) Kabupaten Sukabumi.

Hubungan yang dianalsis

Hubungan yang tidak dianalisis Variabel yang dianalisis

Karaktersitik keluarga  Besar Keluarga  Pendapatan  Umur ayah dan ibu  Pendidikan ayah dan

ibu

 Pekerjaan ayah dan ibu Karakteristik contoh  Umur  Jenis kelamin Warung Anak Sehat (WAS)  Penyuluhan gizi  Makanan dan jajanan sehat Sarana Fisik  Kondisi rumah  Sumber air minum  Sarana pembungan limbah Pengetahuan gizi ibu Perilaku KADARZI :  Makan beraneka ragam

 Menimbang berat badan secara teratur  Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan  Menggunakan garam beryodium

 Minum suplemen gizi sesuai aturan

Pola Asuh Gizi dan Kesehatan

Konsumsi Zat Gizi Balita

Status Kesehatan Status Gizi Balita

Gambar

Gambar 1  Kerangka  Pemikiran  Pola  asuh,  perilaku  keluarga  sadar  gizi  (KADARZI)  dan  status  gizi  anak  balita  di  wilayah  warung  anak  sehat (WAS) Kabupaten Sukabumi
Tabel 1 Penarikan Contoh Penelitian  Kecamatan     IWAS  Jumlah Balita        n
Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data
Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga 58,2%
+7

Referensi

Dokumen terkait

Telah dirancang sebuah prototype ruang penyimpanan benih padi berdasarkan pengontrolan temperatur dan kelembaban. Berdasarkan data referensi yang dikumpulkan, diperoleh

Produk Industri Kehutanan (ETPIK) oleh Direktur Jenderal. Perusahaan industri kehutanan yang dapat diakui sebagai ETPIK adalah perusahaan industri kehutanan yang telah

Melihat hasil belajar (nilai ulangan harian) siswa pada pembelajaran Matematika khususnya tentang materi menentukan jaring-jaring balok dan kubus di kelas IV SDN

Dengan demikian, metode analisis homotopi dapat digunakan untuk menentukan hampiran penyelesaian eksak dari persamaan diferensial parsial dengan nilai awal yang

The Loan Agreement shall consist of the purchase of certain commodities referred to in the A and B cate- gories of Deviea Kredit list of Indonesia from

Demikian pula dengan Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta yang merupakan suatu lembaga pendidikan Islam yang mampu memberikan kesan religius, kemandirian, kerjasama dan

Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran drill dengan modifikasi bola dapat meningkatkan hasil belajar passing

Dengan adanya proses pemesinan yang lain , sebenarnya proses sekrap ini adalah proses yang paling tidak efisien (waktu yang diperlukan lama) dan kurang efektif (hanya untuk