• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA SELF-ESTEEM DAN IMPRESSION MANAGEMENT DENGAN ONLINE DECEPTION PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA SELF-ESTEEM DAN IMPRESSION MANAGEMENT DENGAN ONLINE DECEPTION PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA SELF-ESTEEM DAN IMPRESSION MANAGEMENT

DENGAN ONLINE DECEPTION PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI

PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Dalam Rangka Penyusunan Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi

SKRIPSI

Disusun Oleh:

Puspita Dian Aryati G0107074

Dosen Pembimbing: 1. Dra. Tuti Hardjajani, M.Si.

2. H. Arista Adi Nugroho, S.Psi., M.M.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

Karena Allah senantiasa mengikuti prasangka hamba-Nya.

-Hadits riwayat Bukhari dan Muslim-

Dengan berbagi kepada orang lain, kita membuat dunia seolah-olah transparan. Orang mempunyai keinginan untuk mengekspresikan siapa mereka dan itu akan

selalu ada. - Mark Zuckerberg -

Jangan pernah untuk mencoba menjadi seseorang di luar dirimu.

(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

1. Bapak dan Ibu tercinta 2. Kakak-kakakku yang tercinta Mbak Ratih dan Mas Yulian 3. Sahabat-sahabatku, Risa, Ullum, Berlian, Aneg, Ebik, dan EMKa

(7)

KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahim,

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta menganugerahkan ilmu, kesehatan, dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai syarat mendapatkan gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Pendidikan Strata I Psikologi dengan judul ”Hubungan Antara Self-Esteem dan Impression Management dengan Deception pada Remaja Pengguna Facebook”.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dorongan, dan doa dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

2. Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, yang bersedia memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian dan selaku penguji I yang telah bersedia memberikan saran dan kritik kepada penulis demi sempurnanya penulisan skripsi. 3. Dra. Tuti Hardjajani, M.Si. dan H. Arista Adi Nugroho, S.Psi., M.M., selaku pembimbing skripsi I dan II, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan perhatian, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat selama penyelesaian skripsi. 4. Ibu Rin Widya Agustin, M. Psi., selaku penguji II, yang telah bersedia

(8)

5. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan banyak bekal ilmu, pengalaman berharga, dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian studi.

6. Segenap karyawan Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret atas kesabaran dan bantuannya yang dapat memperlancar proses penyelesaian kuliah dan skripsi ini.

7. Nike, Milla, Wahid, Dewi Intan, Hertin, Yuli, Nisa, Dewi Retno, Aan, Mbak Dee, Afif, dan Mas Wil yang telah menjadi sahabat dan memberikan dukungannya selama ini.

8. Adik-adik angkatan 2008, 2009, 2010, dan 2011, selaku responden yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

9. Teman-teman angkatan 2007 yang telah memberikan masukan, dukungan, dan pertemanan yang indah.

10. Kakak-kakak angkatan 2004, 2005, dan 2006 yang banyak memberikan ilmu dan kebersamaannya selama menempuh studi dan menyelesaikan skripsi.

11. Komunitas Bengawan yang telah memberikan semangat dan bantuan koneksi internet, sehingga penyelesaian penelitian ini dapat terbantu.

Semoga Allah SWT berkenan memberikan pahala yang sepadan dan semoga skripsi yang sederhana ini bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta, September 2012 Penulis

(9)

HUBUNGAN ANTARA SELF-ESTEEM DAN IMPRESSION MANAGEMENT DENGAN ONLINE DECEPTION PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI

PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Puspita Dian Aryati

Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRAK

Mencoba berbagai identitas merupakan motivasi utama untuk melakukan deception pada remaja. Internet merupakan tempat yang aman bagi remaja untuk mencoba berbagai identitas. Hal ini dapat memberikan peluang bagi remaja untuk melakukan online deception. Self-esteem dan impression management merupakan faktor yang terkait dengan online deception.

Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara self-esteem dan impression management dengan online deception pada mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria sampel berusia 18-21 tahun dan memiliki akun facebook. Alat ukur yang digunakan adalah skala online deception, skala self-esteem, dan skala impression management. Analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai F-test = 7,204, p < 0,05, dan nilai R = 0,353. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu ada hubungan signifikan yang rendah antara self-esteem dan impression management dengan online deception pada mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Hasil penelitian juga menunjukkan nilai rx1y = -0,272; p<0,05, artinya ada hubungan

signifikan yang negatif antara self-esteem dengan online deception. Semakin tinggi esteem, maka semakin rendah online deception, sebaliknya semakin rendah self-esteem, maka semakin tinggi online deception. Nilai rx2y = 0,209; p<0,05,

menunjukkan adanya hubungan signifikan yang positif antara impression management dengan online deception. Semakin tinggi impression management, maka semakin tinggi online deception, sebaliknya semakin rendah impression management, maka semakin rendah online deception.

Nilai R2 dalam penelitian ini sebesar 0,125 atau 12,5%, terdiri atas sumbangan efektif self-esteem terhadap online deception sebesar 7,76% dan sumbangan efektif impression anagement terhadap online deception sebesar 4,72%. Ini berarti masih terdapat 87,5% faktor lain yang mempengaruhi online deception selain self-esteem dan impression management.

(10)
(11)

THE CORRELATION BETWEEN SELF-ESTEEM AND IMPRESSION MANAGEMENT TOWARD ONLINE DECEPTION ON STUDENTS OF

PSYCHOLOGY DEPARTMENT, FACULTY OF MEDICINE, SEBELAS MARET UNIVERSITY

Puspita Dian Aryati

Sebelas Maret University of Surakarta ABSTRACT

Trying some identities were the main motives for adolescents to deceive other people. The internet was a safe place for adolescents to play some different identities. Hal ini dapat memberikan peluang bagi remaja untuk melakukan online deception. This evidence provided opportunity for adolescents to do the online deception. Self-esteem and impression management were both the factors related to online deception.

The purpose of this research was to find out the correlation between self-esteem and impression management toward online deception on students of Psychology Department, Faculty Of Medicine, Sebelas Maret University. The subjects of this research were the students of Psychology Department, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. This research employed Purposive Sampling as the technique of sample with the criteria of adolescents aged 18 – 21 year old and possess facebook account. The instruments in this research were online deception scale, self-esteem scale, and impression management scale. This research employed multiple linear regression analysis as data analysis method.

The result of this research showed the value of F-test = 7.204, p < 0.05, and the value of R = 0.353. Based on that result, it was concluded that hypothesis in this research was accepted: low significant correlation between self-esteem and impression management toward online deception on students of Psychology Department, Faculty Of Medicine, Sebelas Maret University. The result showed the value of rx1y = -0.272; p < 0.05, indicated significant negative correlation between

self-esteem and online deception. The higher the self-esteem, the lower the online deception, the lower the self-esteem, the higher the online deception. The value of rx2y = 0.209; p < 0.05, indicated significant positive correlation between impression

management and online deception. The higher the impression management, the higher the online deception, and the lower the impression management, the lower the online deception

The value of R2 in this research was 0.125 or 12.5%, comprising efective contribution of self-esteem toward online deception equals to 7.76% and efective contribution of impression management toward online deception equals to 4.72%. This fact indicated that there was still 87.5% of another factors that influence online deception out of self-esteem and impression management.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan manusia untuk berkomunikasi semakin berkembang. Internet merupakan awal mula individu dapat berkomunikasi dengan mudah ke seluruh penjuru dunia. Perkembangan internet yang pesat seiring dengan munculnya berbagai macam social network. Social network atau jejaring sosial atau jaringan sosial adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang diikat dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dan lain-lain (Wikipedia, 2011).

Salah satu social network yang paling populer di dunia saat ini adalah facebook. Facebook menduduki peringkat kedua setelah Google untuk banyaknya pengunjung yang menggunakan situs tersebut di seluruh dunia menurut Alexa (2012). Di Indonesia, facebook menduduki peringkat pertama dan Google.co.id berada di peringkat kedua. Menurut CheckFacebook (2012), Indonesia menduduki peringkat nomor empat di dunia. Jumlah pengguna facebook di Indonesia berdasarkan CheckFacebook, yaitu sebanyak 42.482.060 pengguna. Jumlah pengguna facebook di Indonesia paling besar adalah kalangan individu yang berumur 18-24 tahun, yaitu sebanyak 17.624.540 pengguna. Jumlah itu adalah 41,5% dari seluruh jumlah pengguna facebook di Indonesia.

(13)

Penggunaan facebook yang menyebar luas juga dapat ditemukan di lingkungan Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Berdasarkan data yang terkumpul, didapatkan bahwa sejumlah 332 mahasiswa memiliki akun facebook yang telah terverifikasi. Kemudahan mengakses internet yang disediakan oleh Himpunan Mahasiswa Psikologi (Himapsi) Universitas Sebelas Maret menjadi salah satu alasan banyaknya pengguna facebook di kalangan mahasiswa. Para mahasiswa dapat menggunakan layanan hotspot secara gratis, sehingga dapat mengakses situs online dengan mudah.

Facebook mempunyai berbagai macam fitur yang menarik bagi para penggunanya, mulai dari menampilkan status, upload foto dan video, chat, wall, dan inbox pribadi. Selain itu, informasi yang dapat disebarkan melalui facebook dapat berupa profil diri penggunanya. Melalui basic information yang terdapat dalam profil tersebut, pengguna dapat menuliskan kota asal dan tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, serta status hubungan asmara.

Menurut Erik Erikson (dalam Subrahmanyam dan Greenfield, 2008), pembentukan identitas merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting pada masa remaja. Remaja dapat menjadi siapa saja yang mereka ingikan dan dapat memilih berbagai identitas melalui facebook. Facebook juga memberikan beberapa pilihan untuk mengontrol informasi apa saja yang ingin dibagikan kepada orang lain. Facebook diminati karena mempunyai potensi untuk pengembangan e-identities (Sarwono, 2005), yaitu identitas di dunia maya, bagi remaja. Remaja mampu

(14)

mengembangkan dirinya, termasuk mengembangkan berbagai icon atau lambang-lambang mereka sendiri melalui “About Me” pada profil mereka.

Komunikasi online tidak memungkinkan anggotanya untuk melihat komunikasi nonverbal yang terjadi secara langsung (Tubbs dan Moss, 2008). Hal ini dapat memberikan peluang bagi seseorang untuk memerankan hal yang sama sekali berbeda dengan dunia offline (Hidayat, 2003). Seorang individu dapat memanipulasi informasi mengenai dirinya, misalnya memalsukan tanggal kelahiran, tempat tinggal, dan bahkan nama sebenarnya. Perbuatan tersebut dapat disebut dengan online deception.

Menurut Carson (2010), deception adalah memberikan informasi yang belum tentu benar kepada orang lain dan menyebabkan orang lain tersebut percaya terhadap informasi tersebut, sementara pemberi informasi tersebut telah mengetahui bahwa informasi tersebut belum tentu benar. Deception tidak harus menyatakan suatu pernyataan yang salah, tetapi dapat dengan tidak menyatakan apa pun sama sekali. Facebook menyediakan kesempatan pada penggunanya untuk menciptakan profil online mereka. Boyd (dalam Buckingham, 2008) menyatakan bahwa remaja menciptakan profil untuk dilihat teman-teman sebayanya. Profil yang ditampilkan mungkin tidak mempresentasikan identitas offline mereka. Remaja berusaha menciptakan sisi diri mereka yang mungkin akan diterima teman-teman sebayanya.

Fenomena online deception ditemukan pada sejumlah akun facebook mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Melalui observasi, ditemukan adanya 256 kasus online deception dalam facebook.

(15)

Kasus deception yang ditemukan antara lain mengenai nama profil, foto profil, kota asal dan tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, status hubungan asmara, serta tempat kuliah.

Boyd (dalam Buckingham, 2008) menyatakan bahwa remaja sering memalsukan identitas mereka, seperti nama, umur, dan lokasi untuk melindungi diri privasi mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Caspi dan Gorsky (2006) menunjukkan bahwa pada umur remaja akhir, online deception berada pada kategori paling tinggi dibandingkan dengan umur dewasa. Menjaga keamanan data pribadi dan mencoba identitas baru merupakan motivasi utama untuk melakukan online deception. Internet merupakan tempat yang aman bagi remaja untuk mencoba identitas baru.

Self-esteem menurut Coopersmith (1967) adalah penilaian pribadi mengenai kepantasan diri yang diekspresikan melalui tindakan dan penilaian tersebut ditujukan kepada dirinya sendiri. Steinfield, Ellison, dan Lampe (2008) menjelaskan bahwa penggunaan facebook cenderung lebih sering dilakukan oleh remaja dengan self-esteem yang rendah karena facebook mampu meredakan ketakutan terhadap penolakan sosial. Remaja yang mempunyai self-esteem rendah lebih mengalami kesulitan dalam melakukan interaksi sosial dengan orang lain. Situs social network membuat remaja dengan self-esteem rendah lebih mudah dalam berinteraksi dengan orang lain di luar kehidupan pribadinya, oleh karena itu situs social network mampu memberikan efek yang lebih besar pada kehidupannya.

(16)

Setiap perilaku manusia selalu diikuti oleh alasan yang mendukung perilaku tersebut muncul. Ellison, dkk. (2006) menjelaskan mengapa seseorang melakukan online deception. Alasan tersebut adalah pengguna dunia online mungkin gagal dalam memahami diri mereka sendiri. Saat gagal memahami dirinya sendiri, individu akan membuat pemahaman baru mengenai dirinya sendiri seperti yang diinginkannya, sehingga tercipta sosok diri ideal yang berbeda dengan diri sebenarnya. Profil pada situs online yang tercipta merupakan profil mengenai diri idealnya.

Remaja dengan self-esteem yang rendah mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dengan menggunakan facebook sebagai alat berinterkasi dengan orang lain (Steinfield, Ellison, Lampe, 2008). Penggunaan situs social network membantu remaja dalam membangun hubungan dengan orang lain. Remaja menghadapi tantangan untuk menjaga hubungan yang sudah terjalin dan harus terbuka dengan hubungan baru dengan teman-teman barunya.

Seseorang dalam menggunakan sosial media akan menggunakan impression management atau memilih-milih untuk mengungkapkan data diri pribadi untuk mempresentasikan diri yang ideal (Hogan, 2010). Impression management adalah keinginan untuk membangun citra diri atau kesan yang positif kepada orang lain (Baron dan Byrne, 2004). Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kekurangan yang akan mereka dapat dalam berkomunikasi. Mehdizadeh (2010) menyatakan bahwa situs pertemanan, seperti MySpace dan facebook, menjadi sangat popular di kalangan mahasiswa. Jejaring sosial pada situs online menawarkan lingkungan yang dapat sangat dikendalikan untuk menciptakan

(17)

impression management. Setiap pemilik akun facebook dapat menciptakan kesan mengenai diri mereka sesuai dengan yang mereka inginkan melalui profil, status update, foto, chat, dan wall.

Hogan (2010) menjelaskan bahwa terdapat diri “belakang panggung” yang tidak ditunjukkan seseorang kepada orang lain dan terdapat diri “depan” yang selalu ditunjukkan kepada orang lain dalam impression management. Diri “depan” merupakan diri yang diciptakan untuk membentuk suatu kesan tertentu kepada orang lain. Diri “belakang panggung” merupakan diri yang disembunyikan agar kesan-kesan yang ingin dibentuk tidak rusak. Untuk melindungi privasi, para mahasiswa menciptakan akun-akun palsu, menggunakan nama alias, dan menghapus “wall” dan “tag” foto (Shafie, dkk. 2011). Para mahasiswa terdorong untuk menggunakan impression management yang mampu meningkatkan diri mereka saat ini dan masa yang akan datang. Terdapat banyak hal yang dapat diisi pada profil di situs social network. Penggambaran diri yang ditampilkan di profil sangat mudah dipalsukan (Donath, 2007). Profil facebook terdiri dari hal-hal yang bersifat dasar untuk mengetahui identitas seseorang. Hal-hal tersebut mampu memberikan gambaran mengenai kepribadian seseorang secara tidak mendalam, tetapi sangat penting dalam membentuk kesan pertama.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai online deception, khususnya berkaitan dengan self-esteem dan impression management pada mahasiswa, terutama mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret karena banyak ditemukan

(18)

pengguna facebook dengan indikasi online deception. Kemudahan mengakses dunia online menggunakan fasilitas hotspot di kampus mampu mendorong mahasiswa untuk melakukan online deception. Self-esteem pada mahasiswa berusia remaja akhir cenderung berada pada kategori tinggi. Hal ini dimungkinkan karena remaja yang berada di rentang usia 18-21 tahun mengalami masa consolidation, yaitu masa remaja mengembangkan kesadaran mengenai identitas personal yang menjadi dasar pemahaman dirinya sendiri dan orang lain, serta mempertahankan perasaan otonomi, independen, dan individualitas (Josselson, dalam Desmita, 2007). Ketika remaja telah merasa mandiri dan mengerti mengenai identitas personalnya, remaja akan memiliki self-esteem yang tinggi. Mahasiswa psikologi mempunyai pengetahuan mengenai self-esteem dalam mata kuliahnya, sehingga diharapkan mahasiswa psikologi mempunyai self-esteem yang tinggi. Hal ini mendorong penulis untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Hubungan antara Self-Esteem dan Impression

Management dengan Online Deception pada Mahasiswa Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diuraikan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan antara self-esteem dan impression management dengan online deception pada mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret?

(19)

2. Apakah terdapat hubungan antara self-esteem dengan online deception pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret?

3. Apakah terdapat hubungan antara impression management dengan online deception pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan:

1. Mengetahui hubungan antara self-esteem dan impression management dengan online deception pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

2. Mengetahui hubungan antara self-esteem dengan online deception pada Mahasiswa Psikologi Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

3. Mengetahui hubungan antara impression management dengan online deception pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

(20)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoretis:

a. Bagi remaja, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan pengetahuan mengenai online deception yang dapat terjadi di situs online, self-esteem yang merupakan bagian penting dalam diri remaja, dan impression management yang dapat terjadi di jejaring sosial Facebook.

b. Bagi orangtua, dapat memberikan informasi mengenai online deception dan impression management yang dapat terjadi di situs online yang sering digunakan remaja dan self-esteem yang merupakan bagian penting dalam diri remaja.

c. Bagi peneliti lain, dapat memberikan sumbangan informasi dalam membuat penelitian lebih lanjut mengenai self-esteem, impression management, dan deception.

2. Manfaat praktis:

a. Bagi remaja, dapat membantu remaja untuk menghindari online deception agar menerima diri apa adanya dengan membentuk self-esteem yang positif dan menghindari impression management yang jauh berbeda dari jati dirinya. b. Bagi orang tua, dapat membantu untuk membentuk self-esteem yang positif

pada remaja, sehingga remaja mempunyai penilaian yang tinggi terhadap diri sendiri dan menerima diri apa adanya, serta mengawasi remaja dalam penggunaan situs online.

(21)

c. Bagi penelitian lain, dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut mengenai self-esteem, impression management, dan online deception.

(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Online Deception

1. Pengertian online deception

Deception merupakan kegiatan memberikan informasi yang belum tentu benar kepada orang lain dan menyebabkan orang lain tersebut percaya terhadap informasi tersebut, sementara pemberi informasi tersebut telah mengetahui bahwa informasi tersebut belum tentu benar (Carson, 2010). Deception dilakukan dengan sengaja dan mempunyai tujuan tertentu agar orang lain percaya dengan berita yang tidak benar. Deception tidak harus menyatakan suatu pernyataan yang salah, tetapi dapat juga dengan tidak menyatakan apa pun sama sekali. Misalnya, saat seseorang tidak mencantumkan tanggal lahirnya di dalam profil facebook dapat dikatakan sebagai deception.

Walters (2000) mendefinisikan deception atau bohong sebagai usaha seseorang untuk menipu orang lain maupun diri sendiri. Beberapa deception yang dilakukan merupakan perilaku yang jahat dan beberapa yang lain merupakan bentuk “editing”, yaitu untuk menjaga perasaan, hubungan dengan orang lain, atau komunikasi yang telah terjalin antara dua orang atau lebih. Beberapa orang lebih mampu menerima kritik dengan bahasa yang halus, terutama di lingungan online, seperti facebook, karena dapat dibaca oleh banyak orang.

(23)

Vrij (2008) berpendapat bahwa deception adalah usaha yang sukses maupun gagal, tanpa memperingatkan terlebih dahulu, untuk membuat suatu hal yang dapat dipercaya, tetapi penyampai informasi tahu bahwa hal tersebut tidak benar. Misalnya seseorang yang mencantumkan nama alias pada profil facebook-nya. Orang tersebut tahu bahwa nama yang dicantumkan bukan merupakan nama aslinya.

Deception sering terjadi dalam komunikasi berbasis komputer (Caspi dan Grosky, 2006). Hal ini dikarenakan komunikasi berbasis komputer berdasarkan pesan tertulis saja dan keanonimitasan para penggunanya. Internet merupakan media komunikasi berbasis komputer yang jika seseorang melakukan deception, tidak akan mudah ketahuan. Online deception merupakan komunikasi online di mana penggunanya berinteraksi tanpa dapat melihat fisik secara langsung dan hanya menggunakan bahasa tekstual (Toma dan Hancock, 2012). Ketidakmampuan melihat fisik secara langsung ini menyebabkan meningkatnya kemungkinan untuk melakukan deception secara online. Kemampuan melihat fisik hanya dapat melalui foto, sehingga tidak dapat melihat gerakan-gerakan non-verbal ketika melakukan komunikasi.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah disebutkan, dapat dipahami bahwa online deception adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan suatu informasi yang belum tentu benar kepada orang lain dan penyampai informasi tahu bahwa informasi tersebut belum tentu benar pada komunikasi online. Pelaksana deception tidak hanya menyampaikan

(24)

informasi yang belum tentu benar, tetapi juga menyembunyikan atau tidak menyampaikan suatu informasi tertentu. Target online deception dapat terdiri dari individu yang tidak mengetahui informasi yang sebenarnya maupun yang telah mengetahui bahwa informasi tersebut sengaja dipalsukan atau disembunyikan.

2. Motivasi online deception

Seseorang berperilaku tertentu sebab motif yang dimiliki. Menjaga keamanan data pribadi dan mencoba identitas baru merupakan motivasi utama untuk melakukan online deception. Internet merupakan tempat yang aman bagi remaja untuk mencoba identitas baru (Caspi dan Gorsky, 2006). Syaripudin, dkk. (2010) menyatakan bahwa merupakan hal yang penting untuk mencantumkan identitas diri secukupnya saja di dalam jejaring sosial, tidak perlu terlalu lengkap, karena rentan dimanfaatkan oleh orang yang berniat kurang baik. Subrahmanyam dan Greenfield (2008) berpendapat bahwa keanonimitas dan interaksi yang terjadi di internet memberikan kesempatan kepada remaja untuk mengeksplorasi dan mencoba berbagai identitas. Profil yang tersedia dapat diisi dengan informasi apa saja yang ingin dibagikan, sehingga membentuk identitas diri yang diinginkan. Suatu identitas yang dipermainkan di dalam dunia online, seperti facebook, dimungkinkan berpengaruh pada perkembangan identitas remaja.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah disebutkan, dapat dipahami bahwa terdapat beberapa motivasi yang mendasari perilaku online

(25)

deception, yaitu keinginan untuk mendapatkan privasi mengenai data diri dan mencoba perilaku baru melalui dunia online.

3. Aspek online deception

Perilaku online deception mempunyai aspek-aspek yang menyertainya. Aspek-aspek yang menyertai deception menurut Vrij (2008) adalah:

a. Perbuatan yang disengaja

Ini berarti pembawa informasi sadar akan perbuatannya dan percaya bahwa informasi yang disampaikannya adalah informasi yang tidak benar.

b. Pernyataan yang bersifat deseptif

Pernyataan yang bersifat deseptif adalah pernyataan yang disampaikan dan dipercayai sebagai informasi yang tidak benar oleh penyampai informasi, tanpa memperhatikan bahwa berita tersebut adalah benar atau salah.

Toma dan Hancock (2010) melakukan penelitian mengenai online deception dan mengungkapkan bahwa terdapat tiga aspek online deception pada profil online dating. Aspek tersebut adalah:

a. Lebih sedikitnya pendiskripsian diri.

Pendiskripsian diri yang digunakan dalam profil pelaku deception cenderung lebih sedikit menggunakan kata-kata dan sedikit dalam mempresentasikan diri dalam profil.

(26)

b. Memonitor pernyataan.

Pelaku online deception cenderung memonitor pernyataan-pernyataan deseptif yang telah dibuatnya.

c. Deception kecil.

Pengguna situs online dating biasanya melakukan deception kecil agar tidak ketahuan.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah disebutkan, dapat dipahami bahwa aspek-aspek online deception adalah merupakan perbuatan yang disengaja, mengandung pernyataan yang bersifat deseptif, dan sedikitnya pendiskripsian diri. Online deception merupakan perbuatan yang disengaja berarti pelaku online deception sadar telah atau sedang memberikan informasi palsu atau menyembunyikan kenyataan. Pernyataan yang bersifat deseptif adalah informasi yang disampaikan mengandung suatu ketidakbenaran. Pendiskripsian diri yang sedikit merupakan cara seseorang mencantumkan profil dirinya dengan singkat atau tidak detail.

4. Strategi online deception

Seseorang yang melakukan online deception menggunakan cara-cara tertentu untuk menyampaikan informasi. Menurut Buller dan Burgoon (dalam Hutahaean, 2007) untuk melakukan deception pada dunia online dapat dilakukan dengan cara:

(27)

a. Falsifikasi (penipuan)

Cara ini dilakukan dengan membuat suatu cerita fiksi atau dengan kata lain dengan cara membuat suatu pernyataan atau uraian yang sifatnya tidak menggambarkan apa yang ada atau yang sebenarnya terjadi.

b. Concealment (penyembunyian)

Strategi ini dilakukan dengan cara menyembunyikan suatu informasi. c. Equivocation (samar-samar)

Cara ini dilakukan dengan membuat pesan yang isinya samar-samar untuk menghindari suatu masalah.

Whitty (dalam Whitty and Joinson, 2009) melakukan penelitian mengenai deception pada situs online. Dia mengungkapkan bahwa terdapat beberapa cara bagi penggunanya untuk melakukan online deception, yaitu:

a. Penampilan (termasuk deskripsi diri dan penggunaan foto), b. Kepribadian,

c. Ketertarikan pada suatu hal,

d. Status sosial, ekonomi, pendidikan, dan pekerjaan, e. Status hubungan.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah disebutkan, dapat dipahami bahwa strategi online deception yang dapat dilakukan oleh para pengguna facebook adalah falsifikasi (penipuan), concealment (penyembunyian), equivocation (samar-samar), dan menampilkan data diri yang tidak sebenarnya. Falsifikasi (penipuan) merupakan perbuatan dengan menyatakan sesuatu yang

(28)

tidak benar. Concealment (penyembunyian) merupakan strategi yang digunakan untuk menyembunyikan atau tidak menyampaikan informasi tertentu. Equivocation (samar-samar) dapat dilakukan dengan menyatakan sesuatu secara samar-samar atau tidak mengatakan informasi secara lengkap. Menampilkan data diri yang tidak sebenarnya dapat berupa memasang foto lama, foto yang telah diedit sehingga berbeda dengan yang sebenarnya, foto yang bukan merupakan foto diri sendiri, atau tidak memasang foto diriya sama sekali.

5. Faktor-faktor online deception

Hancock, Thom-Santelli, dan Ritchie (2004) menjelaskan bahwa dua faktor yang mempengaruhi online deception adalah isi dari online deception itu sendiri dan hubungan dengan target online deception. Hal ini dapat dijelaskan lebih lanjut, yaitu:

a. Isi dari online deception

Isi dari online deception dapat berupa perasaan, fakta, dan perilaku. Perasaan cemas untuk menjalin hubungan akrab dengan orang lain akan menimbulkan online deception agar seseorang dapat menjaga jarak dengan orang lain (Vrij, 2008). Begitu juga dengan perasaan cemas untuk lepas dari hubungan akrab dengan orang lain. Seseorang akan melakukan online deception agar tidak kehilangan teman akrab. Seseorang berkata yang tidak sebenarnya mengenai dirinya untuk menghindari punishment atau karena cemas karena dapat

(29)

merusak penggambaran mengenai dirinya yang telah terbentuk mengenai dirinya di mata orang lain (Walters, 2000).

b. Hubungan dengan target online deception

Donath dan Boyd (2004) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi online deception adalah orang yang mengenal subjek dan siapa yang akan menjatuhkan sanksi kepada pelaku online deception. Jika seseorang berteman dengan orang asing yang tidak mengenal dirinya di situs jejaring sosial, maka orang tersebut mempunyai kesempatan untuk melakukan deception yang lebih besar. Hal ini terjadi orang asing tersebut tidak akan dapat membedakan diri subjek di dunia offline dan online.

Ellison, dkk. (2006) menjelaskan mengapa seseorang melakukan deception di dunia online, yaitu pengguna dunia online mungkin gagal dalam memahami diri mereka sendiri. Saat gagal memahami dirinya sendiri, individu akan membuat pemahaman baru mengenai dirinya sendiri seperti yang diinginkannya. Penjelasan lain mengenai perilaku online deception adalah mereka mungkin menggambarkan diri ideal mereka dengan bebas.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah disebutkan, dapat dipahami bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi online deception adalah isi dari online deception itu sendiri, hubungan dengan target online deception, dan gagal memahami diri sendiri.

(30)

B. Self-Esteem

1. Pengertian self-esteem

Baron dan Byrne (2004) menyatakan bahwa self-esteem adalah evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu dan sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi positif-negatif. Evaluasi mengenai diri sendiri ini sebagian besar adalah berasal dari orang lain. Individu mengevaluasi dirinya sendiri melalui pendapat orang lain atau dengan membandingkan dirinya dengan orang lain. Seorang remaja dapat membandingkan prestasi akademiknya dengan teman satu angkatannya untuk mengetahui apakah dia mempunyai kemampuan akademik yang bagus.

Self-esteem (penghargaan-diri) menurut Sobur (2003) adalah suatu penilaian dan perkiraan mengenai kepantasan-diri (self-worth), misalnya “saya peramah” dan “saya sangat pandai”. Seseorang akan memberikan penilaian seberapa berartinya dirinya bagi orang lain dalam kehidupan sosialnya.

Santrock (2003) menyatakan bahwa self-esteem atau harga-diri merupakan dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri. Contohnya, seorang remaja mengerti bahwa dirinya bukan hanya seseorang, tetapi juga seseorang yang baik. Desmita (2007) menyatakan bahwa menjadi seseorang yang disukai oleh teman-teman sebayanya mampu meningkatkan self-esteem remaja.

(31)

Self-esteem menurut Coopersmith (1967) adalah penilaian pribadi mengenai kepantasan diri yang diekspresikan melalui tindakan dan penilaian tersebut ditujukan kepada dirinya sendiri. Ini merupakan pengalaman subjektif yang individu sampaikan kepada orang lain melalui tindakan verbal dan perilaku lain yang terlihat. Self-esteem mencerminkan perilaku penerimaan atau tidak siterima, dan mengindikasikan taraf seseorang percaya terhadap kemampuan dirinya sendiri, keberartian dirinya, kesuksesan dirinya, dan perasaan berharga.

Mruk (2006) mendefinisikan self-esteem sebagai status kompetensi seseorang dalam mengatasi tantangan untuk mendapatkan hidup yang layak. Kehidupan tidak selalu berjalan sesuai dengan keinginan sesorang. Terdapat berbagai tantangan yang harus dilewati oleh seseorang untuk mencapai kehidupan yang bermakna. Kemampuan untuk menyelesaikan tantangan sangat diperlukan untuk mencapai kehidupan yang bermakna tersebut.

Branden (2005) menyatakan bahwa self-esteem adalah pengalaman bahwa seseorang pantas dengan hidup ini dan pada prasyarat hidup. Setiap orang mempunyai keyakinan dalam kemampuannya untuk berpikir dan menghadapi tuntutan hidup. Keyakinan tersebut terdapat juga di dalam hak seseorang untuk bahagia, perasaan berharga, layak, menilai kebutuhan dan keinginan seseorang, serta menikmati hasil usahanya.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah disebutkan, dapat dipahami bahwa self-esteem adalah penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri berdasarkan pengalaman subjektif dirinya meliputi kompetensi yang dimilikinya,

(32)

perasaan kepantasan-diri, keberhasilan dalam menyelesaikan tantangan dan masalah, serta penerimaan dari orang lain terhadap dirinya. Penilaian diri tersebut dinilai dari rentang positif hingga negatif yang diekspresikan melalui verbal dan perilakunya sehari-hari.

2. Tingkatan self-esteem

Coopersmith (1967) membedakan self-esteem ke dalam dua tingkatan, yaitu self-esteem tinggi dan self-esteem rendah. Individu dengan self-esteem yang tinggi mempunyai kepercayaan diri dalam pandangan dan penilaian bahwa mereka akan menghasilkan sesuatu yang baik. Self-esteem yang tinggi mampu membawa orang dalam perilaku yang mandiri, kreatif, dan asertif dalam pergaulan sosial. Sedangkan individu dengan self-esteem yang rendah mempunyai rasa tidak percaya diri dan gelisah dalam mengungkapkan ide-idenya. Mereka lebih nyaman untuk tidak menarik perhatian orang lain dan menarik diri dari pergaulan.

Mruk (2006) membagi esteem menjadi tiga tingkatan, yaitu self-esteem rendah, medium, dan tinggi.

a. Self-esteem rendah

Seseorang dengan self-esteem rendah mempunyai karakteristik tidak stabil, kekurangan rasa percaya diri, cenderung menghindari ancaman daripada menjalankan harapan-harapan yang dimilikinya atau menikmati hidup, tidak berani mengambil risiko, depresi, pesimis, serta merasa sendiri dan asing.

(33)

Seseorang dengan self-esteem rendah juga cenderung sulit untuk menerima nasihat positif, tetapi cenderung fokus menerima informasi negatif mengenai dirinya.

b. Self-esteem medium

Seseorang dengan self-esteem medium mempunyai karakteristik yang tidak cukup mampu membawanya menuju self-esteem yang tinggi, tetapi juga mempunyai karakteristik yang cukup untuk tidak membawanya menuju self-esteem yang rendah.

c. Self-esteem tinggi

Karakteristik seseorang dengan self-esteem tinggi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu menyenangkan dan tidak menyenangkan. Karakteristik yang menyenangkan dapat dibagi menjadi dua lagi, yaitu karakter yang berfungsi untuk menjaga diri (self-maintenance) dan yang berfungsi untuk mencapai aktualisasi diri. Self-maintenance membantu dalam mengatasi stres dan menghindari kecemasan yang memungkinkan seseorang untuk kembali berfungsi dalam menghadapi stres dan trauma. Seseorang dengan self-esteem tinggi mengalami perasaan yang lebih baik mengenai dirinya, mengenai masa depan, dan mengenai kehidupan. Seseorang dengan self-esteem yang tinggi juga identik dengan karakteristik ekstraversi, perilaku prososial, hubungan yang menyenangkan dengan orang lain, dan hubungan yang baik dalam sebuah kelompok. Selain karakteristik-karakteristik yang menyenangkan, self-esteem yang tinggi juga mempunyai karakteristik yang tidak menyenangkan.

(34)

Seseorang dengan self-esteem tinggi akan menyalahkan orang lain atas kegagalannya mencapai seseuatu dan melakukan downward social comparison, yaitu memandang orang lain lebih rendah daripada dirinya. Beberapa orang dengan self-esteem tinggi mempunyai karakteristik selalu membela diri, narsis, dan anti-sosial, seperti bullying (mengganggu orang lain).

Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah disebutkan, dapat dipahami bahwa tingkatan self-esteem dibagi menjadi tiga, yaitu rendah, medium, dan tinggi. Seseorang dengan self-esteem rendah cenderung kurang merasa nyaman dengan dirinya sendiri dan orang lain, kurang merasa percaya diri, dan tidak berani mengambil risiko dalam hidupnya. Seseorang dengan self-esteem medium mempunyai karakterisitk perpaduan antara self-esteem rendah dan tinggi. Seseorang dengan self-esteem tinggi cenderung percaya diri, optimis, dan dapat mengatasi stres dan trauma dengan baik. Tetapi, tidak semua karakeristik yang dimiliki self-esteem tinggi adalah karakterisitik positif. Sikap selalu membela diri yang tinggi, meremehkan orang lain, dan terkadang mengganggu orang lain adalah karakteristik orang dengan self-esteem tinggi yang tidak menyenangkan.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi self-esteem

Perilaku seseorang didorong oleh beberapa hal untuk menimbulkan perilaku tersebut muncul. Terdapat empat faktor utama yang berpengaruh terhadap self-esteem seseorang (Coopersmith, 1967), yaitu:

(35)

a. Rasa menghargai, penerimaan, dan perhatian yang diterima individu dari orang lain yang penting dalam hidupnya. Individu akan menilai dirinya sebagaimana dirinya dinilai oleh orang lain.

b. Kesuksesan, status, dan posisi yang pernah diraih. Kesuksesan pada umumnya mempengaruhi pengakuan dan posisi seseorang di dalam masyarakat.

c. Nilai dan aspirasi seseorang. Kesuksesan, kekuasaan, dan perhatian dilihat sesuai dengan nilai dan tujuan seseorang.

d. Perilaku individu dalam menerima devaluasi. Seseorang mungkin akan merasa tertekan karena dinilai gagal oleh orang lain. Kemampuan untuk mempertahankan self-esteem ini akan mengurangi kecemasan dan membantu individu untuk mencapai keseimbangan diri lagi.

Menurut Branden (1992), self-esteem terbentuk dari faktor internal dan ekstrnal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari ide-ide atau keyakinan dan kebiasaan atau perilaku seseorang. Pemikiran terhadap diri sendiri dapat menentukan tingkat penghargaan diri seseorang. Jika seseorang dipenuhi oleh pikiran negatif mengenai dirinya, maka penghargaan dirinya juga negatif (Coopersmith, 1967). Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan, yaitu pesan verbal dan nonverbal yang terlihat serta pengalaman-pengalaman yang berasal dari orangtua, guru, orang-orang yang dianggap penting, organisasi, dan kebudayaan. Perlakuan maupun perkataan orang lain terhadap seprang individu akan sangat mempengaruhi penilaian terhadap dirinya. Pujian maupun

(36)

celaan dapat menentukan sikap seseorang terhadap diri sendiri di masa yang akan datang.

Self-esteem remaja dipengaruhi beberapa hal dalam kehidupannya. Penampilan fisik remaja sangat mempengaruhi self-esteem remaja (Santrock, 2007). Menurunnya self-esteem remaja dapat dikarenakan bentuk tubuh mereka yang mengalami perubahan di masa pubertas. Mereka mengalami rasa tidak nyaman, takut, dan malu dengan perubahan yang terjadi pada perubahan tubuh mereka. Hal lain yang mempengaruhi self-esteem remaja adalah konteks sosial, seperti keluarga, teman, dan sekolah (Santrock, 2007). Jumlah waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul bersama, kualitas komunikasi antaranggota keluarga, dan keterlibatan remaja dalam pengambilan keputusan di keluarga. Penilaian teman-teman sebaya terhadap diri remaja sangat berkaitan dengan cara remaja menilai diri mereka sendiri. Remaja akan membandingkan diri mereka dengan teman-temannya dalam bergaul.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah disebutkan, dapat dipahami bahwa faktor utama pembentukan self-esteem adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dalam diri seseorang, misalnya pemikiran mengenai dirinya sendiri, keyakinan yang dimiliki mengenai diri sendiri, dan perilaku-perilaku kebiasaan. Self-esteem pada remaja seringkali dipengaruhi oleh penampilan fisik yang berubah karena pubertas. Remaja merasa tidak nyaman dan takut pada perubahan fisik yang dialaminya. Faktor eksternal yang mempengaruhi self-esteem berasal dari lingkungan luar diri individu. Faktor

(37)

eksternal dapat berupa penerimaan, penghargaan, dan perhatian orang lain terhadap individu. Remaja akan membandingkan dirinya dengan orang lain, terutama yang sebaya dengannya, untuk menilai dirinya sendiri.

4. Cara meningkatkan self-esteem

Schilardi (2007) berpendapat bahwa terdapat beberapa cara meningkatkan self-esteem. Cara-cara meningkatkan self-esteem tersebut adalah:

a. Mengetahui arti “self-esteem”

Self-esteem merupakan opini mengenai diri sendiri yang realistis dan bersikap menghargai. Realistis mempunyai arti mampu menghadapi kenyataan, serta jujur dan sadar akan kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Menghargai mempunyai arti bahwa individu tersebut mempunyai perasaan yang bagus secara menyeluruh mengenai dirinya. Self-esteem tidak sama dengan egois. b. Sadar akan keadaan diri sendiri

Pengalaman dan persepsi seseorang mengenai lingkungan sekitar dapat mengubah bagaimana perasaan mereka terhadap diri sendiri. Perilaku seseorang akan mempengaruhi caranya berpikir, kemudian akan mempengaruhi perasaan terhadap dirinya sendiri.

c. Menghilangkan pikiran negatif

Pikiran-pikiran negatif tanpa alasan yang jelas dapat menghindarkan diri dari pengalaman-pengalaman yang bagus mengenai hidup.

(38)

Pikiran-pikiran negatif dapat menghalangi penerimaan-diri seseorang. Melakukan atau menggunakan kelebihan-kelebihan yang dimiliki diri sendiri dapat membantu mencapai penghargaan diri.

e. Menjaga kegembiraan

Menjaga kegembiraan membantu seseorang meningkatkan self-esteem-nya dengan cara membangun kepercayaandirinya terhadap kemampuannya.

f. Mengembangkan karakter dan spiritualitas

Hanya orang-orang yang merasa terikat untuk saling menyayangi antarsesama cenderung merasa aman. Orang-orang yang merasa dekat dengan Tuhan juga sering merasa lebih aman dan menerima penguatan mengenai harga dirinya. g. Optimis

Sikap optimis akan membawa seseorang kepada kepuasan dalam hidup. Kepuasan hidup dibangun di atas kecerdasan emosi, tetap melakukan apa yang sedang dikerjakan, perkembangan yang sedang terjadi pada diri sendiri, serta menentukan arti dan tujuan di antara hal-hal lain di dalam hidup.

Menurut Santrock (2007), terdapat empat cara meningkatkan self-esteem bagi remaja. Cara-cara tersebut adalah sebgai berikut:

a. Mengidentifikasi penyebab rendahnya self-esteem dan bidang-bidang kompetensi yang penting bagi diri remaja

Remaja memiliki self-esteem tertinggi saat mereka dapat tampil secara kompeten dalam bidang yang penting bagi dirinya. Remaja sebaiknya

(39)

didorong untuk mengidentifikasi dan menghargai bidang-bidang kompetensinya.

b. Menyediakan dukungan emosional dan persetujuan sosial

Dukungan emosional dan persetujuan sosial dalam bentuk konfirmasi dari orang lain memiliki pengaruh kuat terhadap self-esteem remaja. Dukungan dapat diberikan melalui keluarga, guru, pelatih, atau orang dewasa lain. Persetujuan teman-teman sebayanya menjadi semakin penting di masa remaja, sehingga peran teman-temannya merupakan hal yang berpengaruh bagi diri remaja.

c. Meningkatkan prestasi

Mengajarkan keterampilan secara langsung dapat meningkatkan self-esteem remaja. Remaja dapat mengetahui tugas-tugas yang penting untuk meraih tujuan. Pengalaman tersebut dapat digunakan remaja untuk mnampilkan perilaku yang serupa di kemudian hari.

d. Meningkatkan coping (mengatasi masalah) remaja

Mengatasi masalah secara realistis, jujur, dan tidak defensif dapat menghasilkan evaluasi-diri yang positif. Evaluasi-diri yang positif dapat membawa pada persetujuan diri dan meningkatkan self-esteem.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah disebutkan, dapat dipahami bahwa cara meningkatkan self-esteem sangatlah beragam. Meningkatkan self-esteem dapat melalui diri sendiri maupun dari lingkungan luar. Beberapa cara meningkatkan self-esteem melalui diri sendiri di antaranya adalah

(40)

dengan cara memahami arti dari “self-esteem” itu sendiri, memahami keadaan diri sendiri, tidak berpikiran negatif mengenai diri sendiri maupun orang lain, mencari tahu dan memanfaatkan kelebihan yang dimiliki oleh diri sendiri, menjaga pikiran-pikiran positif, mengembangkan kemampuan yang dimiliki, dan bersikap optimis terhadap hasil yang akan dicapai. Beberapa cara meningkatkan self-esteem melalui lingkungan luar adalah mencari tahu mengapa self-self-esteem seseorang dapat rendah, memberikan motivasi, meningkatkan kemampuan seseorang, dan membuat seseorang agar mengatasi masalah secara jujur dan realistis.

5. Aspek-aspek self-esteem

Coopersmith (1967) menjelaskan empat aspek self-esteem sebagai berikut: a. Power (kekuatan)

Power atau kekuatan merupakan kemampuan individu dalam mengontrol perilakunya sendiri dan orang lain.

b. Significance (keberartian)

Significance atau keberartian merupakan perhatian, penerimaan, dan rasa kasih sayang yang diterima dari orang lain.

c. Virtue (kebajikan)

Virtue atau kebajikan adalah kepatuhan kepada kode moral, etika, dan prinsip-prinsip agama.

(41)

d. Competence (kompetensi)

Competence atau kompetensi ditandai dengan performa yang tinggi pada umurnya dengan tingkatan dan tugas yang bermacam-macam.

Teori yang diungkapkan oleh Branden (1992) menyatakan bahwa self-esteem mempunyai dua aspek utama, yaitu:

a. Self efficacy

Keefektifan diri mempunyai arti keyakinan dalam pemikiran, kemampuan berpikir, kemampuan penilaian, kemampuan memilih, kemampuan memutuskan, kemampuan untuk memahami minat dan kebutuhan, dan kepercayaan diri.

b. Self-respect

Self-respect berarti suatu sikap untuk mencapai hak dalam hidup dan bahagia, kenyamanan dalam pemikiran, kenyamanan dalam keinginan, kenyamanan dalam kebutuhan, serta perasaan bahagia merupakan bagian dari hidup.

Selain Coopersmith dan Branden, Mruk (2006) mengungkapkan aspek self-esteem sebagai berikut:

a. Status

Status dapat digambarkan sebagai kestabilan seseorang dalam situasi-situasi tertentu. Status ekonomi dan pernikahan merupakan contoh dari kestabilan ini.

(42)

b. Lived

Penghargaan pada diri sendiri tidak dapat dihindari karena didasarkan pada masa lalu, muncul pada masa sekarang, dan berakibat pada masa ynag akan datang.

c. Competence

Kompetensi mengarah pada fisik, kognitif, dan kemampuan sosial seseorang, sebagaiman juga dengan kelemahan yang dimiliki.

d. Challenge

Tantangan berarti menghadapi suatu tugas yang mempunyai hasil yang tidak pasti, menuntut kita untuk menggunakan kemampuan yang dimiliki, dan memberikan kesempatan untuk mencapai keberhasilan atau kegagalan, tetapi bukan tanpa pengorbanan.

e. Worthiness

Kelayakan merupakan dimensi dari self-esteem yang berkisar dari tinggi hingga rendah.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah disebutkan, dapat dipahami bahwa aspek-aspek self-esteem adalah power, significance, competence, dan self efficacy. Power merupakan kekuatan seseorang dalam mengendalikan dirinya sendiri dan orang lain. Significance merupakan perlakuan orang lain terhadap diri seseorang berupa perhatian, penerimaan, dan rasa kasih. Competence merupakan kemampuan seseorang dalam bidang-bidang tertentu. Self efficacy merupakan kemampuan dan keyakinan dalam menilai diri sendiri,

(43)

memahami kebutuhan dan minat dirinya, serta kepercayaan diri terhadap lingkungan sekitarnya.

C. Impression Management

1. Pengertian impression management

Impression management (manajemen kesan) adalah keinginan untuk membangun citra diri atau kesan yang positif kepada orang lain (Baron dan Byrne, 2004). Individu yang menunjukkan manajemen kesan yang baik sering memperoleh keuntungan di berbagai situasi, misalnya seseorang yang menggunakan kacamata akan terkesan sebagai orang yang pintar. Orang lain akan memperlakukannya secara lebih positif karena dianggap sebagai orang yang pintar, misalnya menunjukkan sikap lebih menghormati. Sedangkan Baron dan Tang (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa impression management adalah kemampuan seseorang untuk menyajikan kesan pertama yang bagus kepada orang lain. Kemampuan impression management yang bagus mampu menghasilkan sesuatu yang positif untuk interaksi sosial seseorang, misalnya lebih mudah mencari teman baru.

Fiske (2004) berpendapat bahwa impression management merupakan perilaku sehari-hari untuk menyampaikan identitas atau gambaran diri tertentu kepada orang lain. Penyampaian identitas dilakukan dengan tujuan dan strategi tertentu untuk menekankan suatu kesan. Kesan yang ditampilkan biasanya merupakan kesan yang akan membawa keuntungan bagi orang tersebut.

(44)

Taylor, Letitia, dan Sears (2009) menyebutkan impression management sebagai usaha seseorang untuk mengatur kesan yang ingin disampaikan. Tujuan impression management adalah mengatur interaksi agar mendapatkan hasil yang diinginkan. Impression management membantu individu dalam mendeskripsikan dirinya kepada orang lain dan merupakan aktivitas yang disengaja.

Pittman dan Jones (dalam Jones, 1990) mendefinisikan impression management sebagai perilaku yang dipengaruhi oleh motif kekuasaan untuk memperoleh atau membentuk atribusi orang lain mengenai watak seseorang. Perilaku yang ditunjukkan termasuk gestur tubuh dan perilaku nonverbal yang lain, ekspresi, serta pernyataan verbal yang dikomunikasikan oleh aktor (orang yang melakukan impression management) kepada target impression management-nya. Perilaku yang ditampilkan pada impression management merupakan perilaku yang yang dipilih untuk ditunjukkan kepada orang lain dan perilaku yang disembunyikan. Seseorang akan menunjukkan perilaku yang menurutnya akan membawa perasaan positif terhadapnya dan menyembunyikan perilaku yang menurutnya tidak membawa keuntungan untuknya.

Individu berusaha mengontrol bagaimana orang lain berpikir mengenainya, sehingga individu tersebut perlu melakukan impression management, yaitu usaha untuk mengatur kesan yang akan ditangkap oleh orang lain mengenai individu tersebut secara sadar maupun tidak (Schlenker, dalam Sarwono dan Meinarno, 2009).

(45)

Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah disebutkan, dapat dipahami bahwa impression management adalah usaha seseorang yang merupakan perbuatan disengaja untuk menampilkan suatu kesan tertentu mengenai dirinya kepada orang lain. Kesan tersebut biasanya ditampilkan untuk mendapatkan suatu hasil yang positif dalam interaksi dengan orang lain, misalnya mendapatkan kesan bahwa dirinya mempunyai kepribadian yang menarik, mendapatkan perlakuan yang menyenangkan dari orang lain, dan mendapatkan kekuasaan.

2. Tujuan impression management

Setiap perilaku selalu didorong oleh motif untuk memenuhi tujuan tertentu. Jones (1990) menyatakan bahwa perilaku impression management mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut: a. Agar disukai oleh orang lain.

Seseorang akan berusaha membicarakan hal-hal yang kemungkinan disukai oleh orang lain.

b. Agar dianggap sebagai orang yang kompeten.

Seseorang akan berusaha membicarkan sesuatu mengenai keahlian mereka di bidang-bidang tertentu.

Tujuan lain impression management juga disampaikan oleh Taylor, Letitia, dan Sears (2009). Tujuan impression management tersebut adalah sebagai berikut:

(46)

a. Agar interaksi yang dilakukan mendapatkan hasil yang diinginkan. Misal: agar seseorang dianggap pintar, kaya, dan pandai bermain musik. b. Agar orang lain memandang seseorang dengan positif.

Misal: agar seseorang dianggap sebagai orang yang sabar dan pengertian. c. Berusaha memberikan kesan yang lain.

Misal: seorang kakak tingkat membentuk kesan agar dihormati oleh adik tingkatnya.

d. Meminimalkan kesan buruk.

Misal: mencari-cari alasan saat berbuat salah agar dimaafkan. e. Membantu mendeskripsikan diri seseorang.

Misal: membantu seseorang mendeskripsikan diri bahwa dia adalah seorang penggemar film dengan memakai kaos bergambar suatu film terkenal.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah disebutkan, dapat dipahami bahwa seseorang mempunyai harapan untuk mendapatkan kesan yang bagus di hadapan orang orang lain agar interaksi sosial yang mungkin terjadi bersifat positif. Kesan yang bagus juga dilakukan agar orang lain menganggap seseorang merupakan orang yang berkompeten di dalam suatu bidang.

3. Faktor-faktor impression management

Terdapat empat faktor yang mempengaruhi impression management seseorang menurut Fiske (2004), yaitu:

(47)

a. Personal goals (tujuan pribadi)

Konsep diri menentukan pandangan seseorang mengenai hal yang pantas untuk mengerti diri sendiri dan menigkatkan martabat diri. Diri yang diinginkan dan tidak diinginkan menentukan bagaimana seseorang menggambarkan dirinya.

b. Audience (penonton atau orang yang dituju)

Seseorang melakukan impression management tergantung dari siapa orang yang menjadi sasarannya. Orang lain akan menilai seseorang tergantung dari peran sosialnya di masyarakat. Seseorang akan memilah-milah bagian dari diri mereka yang akan mereka tunjukkan pada orang lain dan yang akan mereka sembunyikan. Orang sadar akan adanya orang lain yang berperan sebagai penonton saat mereka melakukan impression management.

c. Immediate situation

Di setiap situasi, seseorang yang melakukan impression management dibatasi oleh gambaran sosial mengenai diri mereka yang sekarang dan yang datang. Untuk mengatur kepercayaan dan perasaan ingin diterima, seseorang akan terbatasi, terpaksa, atau diberi julukan oleh orang lain yang telah mengenalnya atau yang ingin mengenalnya di masa yang akan datang.

d. Society

Lingkungan yang lebih luas juga berperan dalam impression management seseorang. Orang dari kelompok minoritas akan lebih sering menyebutkan kesukuannya. Alasan perilaku tersebut adalah karena orang akan

(48)

mendeskripsikan diri mereka bahwa mereka dipengaruhi oleh keberagaman suku bangsa.

Individu akan memperhatikan beberapa hal saat mereka berinteraksi dengan orang lain (Argyle, 1972). Hal yang diperhatikan saat melakukan interaksi adalah:

a. Keadaan orang lain

Kehadiran orang lain merupakan salah satu faktor yang menentukan cara seorang individu untuk berinteraksi. Hal yang berkaitan dengan kehadiran orang lain yang mampu mempengaruhi interaksi antara lain adalah kelas sosial, pekerjaan, dan kebangsaan. Jika seseorang tidak mengetahui bagaimana keadaan orang yang sedang berinteraksi dengannya, dia akan mengalami kebinngungan dalam mempresentasikan dirinya.

b. Professional competence (kompetensi professional)

Setiap orang perlu menunjukkan kompetensi mengenai pekerjaan mereka. Misalnya seorang pasien akan lebih mudah mengungkapkan keluhannya jika dia percaya bahwa dokternya mampu menyembuhkan dia.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah disebutkan, dapat dipahami bahwa faktor-faktor yang diketahui mempengaruhi impression management adalah personal goals, audience, dan professional competence. Personal goals merupakan tujuan pribadi untuk menggambarkan diri yang diinginkan. Audience merupakan target yang dituju seseorang untuk menampilkan

(49)

impression management-nya. Professional competence merupakan faktor untuk menunjukkan kompeten seseorang dalam bidang yang ditekuninya.

4. Strategi impression management

Dibutuhkan strategi-strategi penting agar impression management yang dilakukan oleh seseorang sukses dan menunjukkan hasil yang diharapkan. Jones (1990) mendefinisikan strategi impression management sebagai aksi yang dilakukan untuk mengatur atau menambah kekuatan seseorang dengan pengaturan kesan. Strategi yang digunakan oleh seseorang dalam melakukan impression management adalah sebagai berikut:

a. Ingratiation (menjilat)

Strategi ini dilakukan agar seseorang disukai oleh orang lain. Cara ini dilakukan dengan menampilkan diri sebagai orang yang dapat membuat orang lain senang. Jika seseorang mampu membuat orang lain menyenanginya, kekuasaan orang lain terhadapnya akan hilang.

b. Self-promotion (promosi-diri)

Strategi ini digunakan apabila seseorang ingin membuat dirinya tampak kompeten di hadapan orang lain. Self-promotion dilakukan dengan cara meyakinkan orang lain bahwa dirinya memiliki kelebihan atau kemampuan dalam bidang tertentu.

(50)

c. Intimidation (intimidasi)

Intimidasi dilakukan dengan cara memperlihatkan kapasitas dan kecenderungan yang negatif. Pelaku intimidasi menunjukkan kekuasaan atau kekuatannya agar ditakuti orang lain.

d. Supplication (permohonan)

Strategi ini biasanya dilakukan oleh individu yang mempunyai sedikit hal yang mampu mereka tunjukkan. Supplication memperlihatkan kelemahan dan rasa kasihan agar dianggap sebagai orang yang membutuhkan bantuan.

e. Exemplification (pemberian contoh)

Seseorang yang menggunakan strategi ini akan memperlihatkan kebaikannya, bermoral tinggi, dan kontribusinya terhadap orang lain.

Sarwono dan Meinarno (2009) menambahkan beberapa strategi impression management lain, yaitu self-handicaping dan bask in reflected glory (BIRging). Self-handicaping dilakukan dengan menjelaskan situasi yang mempengaruhi performa yang ditunjukkan. Tujuan dari strategi ini adalah untuk melindungi harga diri sebagai antisipasi terhadap hasil yang tidak sesuai dengan harapan. Misalnya saat prestasi akademik seseorang menurun, dia akan mengatakan itu karena semalam tetangganya memutar musik terlalu kencang sehingga dia tidak bias belajar. Sedangkan bask in reflected glory adalah saat seseorang mengasosiasikan dirinya dengan keberhasilan orang lain. Tujuan dari strategi ini adalah meningkatkan harga diri. Misalnya saat seseorang bangga

(51)

memakai kaos tim sepakbola Barcelona setelah tim tersebut memenangkan Liga Champion.

Baron dan Byrne (2004) menyebutkan strategi impression management secara lebih singkat. Terdapat dua strategi utama dalam impression management, yaitu:

a. Self-enhancement

Self-enhancement adalah usaha untuk menambah daya tarik dirinya kepada orang lain. Strategi yang dilakukan adalah meningkatkan penampilan fisiknya melalui gaya berpakaian dan menggunakan berbagai atribut yang mendukung penampilannya. Selain penampilan fisik, strategi lain yang digunakan adalah membuat deskripsi diri yang positif.

b. Other-enhancement

Other-enhancement adalah usaha untuk membuat orang yang dituju merasa nyaman. Seseorang menggunakan berbagai strategi utnuk menimbulkan reaksi yang positif dari orang yang dituju. Salah satu cara yang sering digunakan adalah melalui pujian, baik memuji pernyataannya, sifat, maupun kesuksesannya. Cara lain yang digunakan dalam other-enhancement adalah menyatakan persetujuan terhadap pernyataan-pernyataan orang lain, memberi bantuan, dan meminta nasihat kepada mereka.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah disebutkan, dapat dipahami bahwa strategi impression management yang digunakan oleh seseorang adalah promotion, intimidation, supplication, exemplification, dan

(52)

self-enhancement. Self-promotion merupakan usaha seseorang untuk menunjukkan kelebihan dan kemampuannya dalam bidang tertentu. Intimidation adalah strategi seseorang untuk menunjukkan kekuasaan agar ditakuti oleh orang lain. Supplication adalah usaha untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah orang yang membutuhkan bantuan. Exemplification merupakan strategi yang digunakan untuk menunjukkan kontribusinya terhadap orang lain atau suatu hal. Self-enhancement merupakan usaha untuk menampilkan daya tarik fisik dan deskripsi diri yang menarik.

5. Aspek-aspek impression management

Impression management telah dikenal dengan dua komponennya yang penting, yaitu ingratiation (menjilat) dan self-promotion (promosi-diri) (Baron dan Tang, 2009). Ingratiation (menjilat) adalah usaha untuk meningkatkan rasa suka agar diterima oleh orang lain. Usaha untuk meningkatkan rasa suka dapat dilakukan dengan memuji atau menyetujui pendapat orang lain. Sedangkan self-promotion (promosi-diri) merupakan perilaku menunjukkan kemampuan seseorang dan prestasi yang telah dicapai di masa lalu dalam hal yang positif. Self-promotion dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan orang lain kepada seseorang atau untuk meningkatkan derajat seseorang.

Vaast (dalam Lucid, 2009) menyatakan bahwa salah satu aspek impression management adalah meningkatkan pesona diri kepada orang lain. Seseorang mampu membuat orang lain terpesona mengenai dirinya karena orang

(53)

lain tidak mempunyai akses ke dunia offline-nya atau dirinya yang sebenarnya. Pengguna dunia online dapat dengan mudah meninggalkan diri offline-nya yang tidak ingin ditunjukkan kepada teman online-nya dan menekankan hal yang ingin ditunjukkan kepada orang lain.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah disebutkan, dapat dipahami bahwa aspek-aspek impression management dapat disebutkan sebagai berikut, yaitu ingratiation (menjilat), self-promotion (promosi-diri), dan meningkatkan pesona dirinya kepada orang lain. Ingratiation merupakan usaha seseorang supaya disukai oleh orang lain dengan cara memuji atau menyetujui pendapat orang lain. Self-promotion dilakukan supaya seseorang dipercaya oleh orang lain dan dianggap mempunyai kompeten dalam bidang tertentu. Meningkatkan pesona diri dilakukan karena orang lain tidak mengetahui diri offline-nya, sehingga memungkinkan seseorang untuk menunjukkan diri online yang berbeda dari diri offline-nya.

D. Hubungan Antara Self-Esteem dan Impression Management dengan Online

Deception pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret

Komunikasi antarindividu di dalam facebook seakan-akan tanpa batas. Hal ini dapat memberikan peluang bagi seseorang untuk memerankan hal yang sama sekali berbeda dengan dunia offline (Hidayat, 2003). Seseorang dapat menyembunyikan sesuatu dari dirinya yang tidak ingin diketahui orang lain karena dapat menurunkan

Gambar

Tabel 13  Hasil Uji Normalitas
Tabel 16  Hasil Multikolinearitas  Coefficients a Model  Unstandardized Coefficients  Standardized Coefficients  t  Sig
Tabel 19  Hasil Uji Otokorelasi

Referensi

Dokumen terkait

25 masih memiliki peran seperti berikut : 1. Bertindak sebagai fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran. Mengkaji kompetensi mata pelajaran yang perlu dikuasai

Sementara pada sarana kesehatan yang berada di bagian dalam area studi memiliki aksesibilitas yang kurang baik dengan deviasi antara radius pelayanan dengan waktu

Pelaksanaan pengamalan budaya agama Islam di sekolah tidak akan berjalan dengan baik jika tanpa dukungan dan komitmen dari segenap pihak, di antaranya

Analisis Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) di Air dan Sedimen pada Aliran Sungai Percut Provinsi Sumatera Utara.. Universitas

Pandangan suatu masyarakat tertentu mengenai perempuan yang keluar pada malam hari dianggap sebagai sesuatu yang tidak pantas merupakan suatu bentuk nilai yang

• Biodiesel merupakan bahan bakar dengan properties dan karakteristik yang “mirip” dengan solar, dan bahan bakar B-XX merupakan campuran antara solar dan

Bagi mengesan perubahan tren guna tanah, jangka masa perubahan 20 tahun dianalisis melibatkan tahun 1992, 2002 dan 2012 berdasarkan peta digital guna tanah Parit Raja yang

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Chandrasari (2006), Stikes Kusuma Husada Surakarta dengan judul “Pengetahuan Remaja Putri tentang Anemia di Kelas XI SMA I