• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Discovery pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Patemon 01 Kecamatan Teng

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Discovery pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Patemon 01 Kecamatan Teng"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 KAJIAN TEORI

Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang mendukung penelitian. Beberapa teori dari para ahli tersebut mengkaji objek yang sama yang mempunyai pandagan dan pendapat yang berbeda-beda. Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang, Pembelajaran IPA, hasil belajar, Model Discovery.

2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar

Menurut Trianto (2010:53) “Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah diterapkan sebelumnya”.

Menurut Ahmad (2012:12) “pembelajaran adalah suatu proses interaksi antar guru dan peserta didik yang berisi berbagai kegiatan yang bertujuan agar terjadi proses belajar (perubahan tingkah laku) pada diri peserta didik”. Kegiatan dalam pembelajaran meliputi penyampaian pesan (pengetahuan, nilai-nilai, dan ketrampilan-ketrampilan) kepada siswa, penciptaan lingkungan yang kondusif dan edukatif bagi proses belajar siswa, dan pemberdayaan potensi siswa melalui interaksi perilaku guru dan siswa yang dilakukan secara bertahap. Pembelajaran mempunyai tujuan yaitu adanya perubahan tingkah laku siswa. Jika proses pembelajaran telah dilakukan, tetapi tidak ada perubahan tingkah laku pada siswa maka tujuan pembelajaran belum dapat tercapai. Oleh karena itu, setiap guru tidak boleh merasa puas dengan proses pembelajaran yang telah dilakukan apabila tidak ada perubahan tingkah laku..

Hamalik (dalam Putra, 2013:17), menambahkan bahwa pembelajaran ialah suatu kombinasi yang tersusun dari unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan

(2)

disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan guru kepada siswa untuk menyampaikan pesan (pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan) dengan menggunakan berbagai model agar tercipta lingkungan yang kondusif sehingga tercapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Pembelajaran yang ada di Sekolah Dasar, yang proses dan materi pelajarannya dekat dengan lingkungan adalah pembelajaran IPA.

Menurut Hendro Darmodjo dan Kaligis (dalam Indah, 2008) IPA dapat dipandang sebagai suatu proses dari upaya manusia untuk memahami berbagai gejala

alam. Untuk itu diperlukan cara tertentu yang sifatnya analisis, cermat, lengkap dan menghubungkan gejala alam yang satu dengan gejala alam yang lain. IPA dapat dipandang sebagai suatu produk dari upaya manusia memahami berbagai gejala alam. IPA dapat pula dipandang sebagai fakta yang menyebabkan sikap dan pandangan yang mitologis menjadi sudut pandang ilmiah.

H.W Flowler (dalam Trianto, 2012: 8 ) berpendapat bahwa „‟IPA merupakan pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi. Sedangkan Trianto (2012:136) mengatakan bahwa:

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengatahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris science. Kata science berasal dari bahasa Latin scientia yang berarti saya tahu. Science terdiri dari sosial sciences (ilmu pengetahuan sosial) dan natural sciences (ilmu pengetahuan alam). Namun science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Menurut Sumanto dkk. (dalam Putra, 2013:40), “IPA merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah”.

(3)

ilmiah dibangun dengan sikap ilmiah sehingga menghasilkan produk ilmiah (fakta, konsep dan prinsip).

Pembelajaran IPA pada tingkat manapun harus dikembangkan dengan memahami berbagai pandangan tentang makna IPA, yang dalam konteks pandangan hidup dipandang sebagai suatu instrument untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan sosial manusia. Pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan ketrampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan dan apresiasi dalam mencari jawaban terhadap suatu permasalahan karena

ciri-ciri tersebut membedakan dengan pembelajaran lainnya (Trianto, 2012:142) Nilai-nilai IPA yang ditanamkan dalam pembelajaran IPA menurut Laksmi (Trianto, 2012:142) antara lain sebagai berikut:

1) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah metode ilmiah.

2) Ketrampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah. 3) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan

masalah baik dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan.

Laksmi (Trianto, 2012:142) mengungkapkan bahwa pembelajaran IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu, yaitu:

1) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap.

2) Menanamkan sikap hidup ilmiah.

3) Memberikan ketrampilan untuk melakukan pengamatan

4) Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya.

(4)

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah pembelajaran IPA adalah aktivitas belajar yang tidak hanya sekedar pemberian materi secara keseluruhan tetapi lebih penting daripada itu adalah bagaimana seorang siswa dapat mengerti mengenai konsep yang ada di dalam IPA melalui apa yang mereka dengar dan mereka lihat.

2.1.1.1.Tujuan Pendidikan IPA di Sekolah Dasar

Pembelajaran IPA I SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut (Depdiknas, 2006:162):

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Dalam penelitian ini tujuan mata pelajaran IPA adalah untuk melatih siswa dalam mempelajari konsep IPA melalui aktivitas belajar yang mereka lakukan sendiri dimana siswa akan menemukan fakta-fakta, membangun konsep, teori-teori dengan sikap ilmiah sehingga mampu memberikan pengalaman belajar IPA yang bermakna bagi siswa melalui pembelajaran Discovery.

2.1.2. Hasil Belajar

(5)

menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan (kognitif), ketrampilan (psikomotorik) dan sikap (afektif). Proses belajar merupakan proses yang unik dan kompleks. Keunikan disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada individu yang belajar, setiap individu pasti akan menampilkan perilaku belajar yang berbeda. Perbedaan penampilan disebabkan karena setiap individu memiliki karakteristik yang khas dan kemampuan yang berbeda dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor (Purwanto, 2013:43). Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar.

Menurut Sudjana (2010: 22) Hasil Belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar merupakan perunahan tingkah laku yang baru setelah proses belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari. Hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor (Rusman 2012:123).

Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tetang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Hasil belajar memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran Sudjana (2011:22).

Dimyati (2009:20) mengatakan bahwa dalam pembelajaran, pengukuran hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa setelah menghayati proses belajar. Maka pengukuran yang dilakukan guru lazimnya menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Hasil pengukuran tersebut berwujud angka ataupun pernyataan yang mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi para siswa (Sugihartono, 2007:130).

Dari uraian tentang hasil belajar semua mengarah pada perubahan perilaku saat melakukan proses pembelajaran. Hasil belajar dapat memberikan informasi

(6)

2.1.3. Model pembelajaran Discovery

Pengertian Discovery menurut Jerome Bruner adalah model pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari

prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya Discovery Learning, yaitu dimana peserta didik mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. (Markaban, 2006)

Menurut Hamalik dalam (Ilahi, Moh. Takdir 2012:29),belajar penemuan (Discovery) adalah belajar yang terjadi sebagai proses pembelajaran yang menitik beratkan pada mental intelektual para peserta didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat diterapkan di lapangan. Model pembelajaran Discovery adalah cara penyajian pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru (Sumantri. Dkk, 2001). Pendapat lain mengatakan bahwa model discovery adalah penyajian bahan ajar dengan menghadapkan siswa pada suatu masalah, untuk menemukan penyebabnya dengan melalui pelacakan data atau informasi pemikiran logis, kritis, dan sistematis dalam rangka mencapai tujuan pengajaran (Rahardja :2002 ).

(7)

menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja.

2.1.3.1.Langkah-langkah model pembelajaran Discovery

Menurut Hanafiah dan Suhana (2009:78) langkah-langkah model pembelajaran Discovery adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi kebutuhan siswa

2. Seleksi pendahuluan terhadap konsep yang akan dipelajari 3. Seleksi bahan atau masalah yang akan dipelajari

4. Menentukan peran yang akan dilakukan masing-masing peserta didik 5. Mengecek pemahaman peserta didik terhadap masalah yang akan diselidiki

dan ditemukan

6. Mempersiapkan setting kelas

7. Mempersiapkan fasilitas yang diperlukan

8. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan pentelidikan dan penemuan

9. Menganalisis sendiri atas data temuan

10.Merangsang terjadinya dialog interaktif antar peserta didik

11.Memberikan penguatan kepada peserta didik untuk giat dalam melakukan penemuan

12.Memfasilitasi peserta didik dalam merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil temuannya

Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan model pembelajaran Discovery di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:

a.Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri

b. Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244),

c. Data Collection (Pengumpulan Data)

(8)

untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.

d. Data Processing (Pengolahan Data)

Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). e. Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

f. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi

Sedangkan langkah-langkah penggunaan model Discovery menurut Ibrahim (2010:9) adalah sebagai berikut :

1. Perumusan masalah untuk dipecahkan peserta didik 2. Penetapan jawaban sementara atau pengajuan hipotesis

3. Peserta didik mencari informasi, data, fakta, yang diperlukan untuk menjawab atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis.

4. Menganalisis atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis 5. Menarik kesimpulan dari jawaban atau generalisasi

6. Aplikasi kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru

Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model Discovery menurut para ahli, penulis menyimpulkan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model Discovery dalam pokok bahasan energi panas dan bunyi sebagai berikut:

1. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

(9)

menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.

2. Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)

Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.

3. Data Collection (Pengumpulan Data)

Dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

4. Data Processing (Pengolahan Data)

Data processing sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis

5. Verification (Pembuktian)

Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

6. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan berdasarkan hasil verifikasi maka

(10)

mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

2.1.3.2.Keunggulan dan kelemahan Model Pembelajaran Discovery

Di dalam pemanfaatan dan penggunaanya model Discovery juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Roestiyah (2008:20-21) ada 7 kelebihan dan 5 kekurangan model Discovery, yaitu sebagai berikut:

a. Kelebihan model Discovery dibandingkan model lain, yaitu:

1. Tekhnik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan memperbanyak kesiapan serta penggunaan ketrampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa

2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. 3. Dapat membangkitkan kegairahan para siswa.

4. Tekhnik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan masing-masing

5. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat

6. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri

7. Strategi ini berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja membantu bila diperlukan

b) Kekurangan Model Discovery

1. Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental tntuk cara belajar ini siswa harus berani dan kerkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik

2. Bila kelas terlalu besar penggunaan tekhnik ini akan kurang berhasil 3. Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran

tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan tekhnik penemuan

4. Dengan tekhnik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan/pembentukan sikap dan ketrampilan bagi siswa

5. Tekhnik ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berfikir secara kreatif

(11)

Agar pembelajaran dapat berlangsung dengan baik maka guru harus merencanakannya dengan baik dan matang. Guru juga harus mengetahui kelemahan dari model yang dipilih agar dapat mencari solusi dari kelemahan model tersebut. Solusi dari kelemahan model Discovery adalah (1) Sebelum pembelajaran dimulai sebaiknya antara guru dan siswa membuat sebuah kesepakatan. Kesepakatan tersebut mengenai keaktifan siswa dalam kelompok, siswa yang tidak aktif dalam kelompok maka akan mengurangi poin kelompok. Dengan demikian akan mendorong siswa aktif dalam kelompok agar poin kelompoknya tidak berkurang, (2) Guru harus

membagi siswa dalam kelompok secara heterogen agar antarkelompok dapat seimbang.(3) Guru sebelum memilih model Discovery yang ingin digunakan dalam pembelajaran terlebih dahulu guru harus melihat materi yang akan disampaikan.(4) Guru harus kreatif dalam menyampaikan pembelajaran sehingga siswa dapat lebih aktif dan tidak terpaku pada pengajaran yang lama.

2.2 Penelitian yang Relevan

Adapun hasil penelitian lain yang relevan dan mendekati judul penelitian ini adalah hasil penelitian yang berjudul Studi eksperimenal tentang pengaruh penggunaan metode discovery terhadap hasil belajar siswa pada pelajaran IPA kelas IV SDN Nogosaren Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2010/2011 (Dewi Kurnia Sari ). Memperoleh hasil sebagai berikut, hasil belajara kelompok eksperimen yang diberi treatmen pembelajaran dengan model discovery memperoleh nilai 79.38, sedangkan nilai rata-rata kelompok yang diberi treatmen pembelajaran dengan metode konvensional sebesar 69,69. Hal ini berarti ada perbedaan hasil belajar sebesar 9,69. Dimana kelompok yang diberi treatmen pembelajaran dengan metode discovery memiliki hasil belajar lebih tinggi dibandingkan kelompok yang diberi treatmen pembelajaran dengan metode

(12)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Minarsih, Siti (2010) dengan judul Efektifitas penggunaan metode discovery terhadap prestasi belajar IPA pokok bahasan gaya pada siswa kelas IV SDN tanggal 01 dan SDN tunggal 02 gugus Pattimura Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora Semester II Tahun 2009/2010 menyimpulkan bahwa ada perbedaan antara penggunaan treatmen model discovery pada pembelajaran IPA dengan pembelajaran tanpa menggunakan treatmen metode discovery. Terbukti bahwa kelas eksperimen dengan metode discovery diperoleh siswa dengan katagori tinggi berjumlah 22 siswa dengan prosentase 70,97%.

Sedangkan untuk kelas kontrol dengan menggunakan metode diskusi siswa dengan katagori tinggi berjumlah 7 siswa dengan prosentase 22,58 %.

Dari beberapa penelitian tentang penggunaan model Discovery dalam pembelajaran dapat disimpulkan bahwa penggunaan model Discovery dapat meningkatkan hasil belajar. Dengan demikian, penelitian tersebut mendukung penelitian yang akan dilakukan peneliti yang menekankan penggunaan model Discovery untuk meningkatkan proses pembelajaran dan hasil belajar. Namun, penelitian yang dilakukan oleh penulis dan beberapa penelitian yang telah dipaparkan memiliki persamaan yaitu sama-sama mengukur hasil belajar dan instrument yang digunakan berupa teknik tes. Sedangkan perbedaan terletak pada masalah yang diteliti, subjek penelitian yaitu siswa kelas 4 SDN Patemon 01, tujuan penelitian, dan variabel penelitian yang terdiri dari tiga variabel (proses pembelajaran, hasil belajar dan model Discovery).

2.3 Kerangka Berpikir

Pada pembahasan mengenai model Discovery di atas, dikemukakan bahwa menurut Mulyani S model Discovery adalah cara penyajian pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau

(13)

Gambar 2.1 Peta Konsep Kerangka Berpikir

PEMBELAJARAN IPA

Guru menyampaikan

materi dengan ceramah

Pembelajaran Konvensional

Siswa bosan, jenuh, materi tidak dikuasai

Guru menciptakan pembelajaran yang inovatif

Model pembelajaran

Discovery

Tingkat pemahaman siswa kurang, hasil

belajar < 75

Siswa memecahkan masalah sendiri

Tingkat pemahaman siswa naik, hasil

(14)

2.4. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan hipotesis proses dan hasil tindakan sebagai berikut:

1) Penerapan model pembelajaran Discovery dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan proses pembelajaran meliputi aktivitas guru dan aktivitas siswa pada siswa kelas 4 semester II SDN Patemon 01 tahun pelajaran 2014/2015 secara signifikan minimal 10%. Dengan langkah-langkah yaitu Stimulation (Stimulus/pemberian rangsang),Problem Statement (Identifikasi Masalah), Data Collection (Pengumpulan Data), Data Processing (Pengolahan Data), Verification (Pembuktian), Generalization (Menarik Kesimpulan)

Gambar

Gambar 2.1 Peta Konsep Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Data hasil kuesioner yang terkumpul selanjutnya dilakukan analisis untuk membahas masalah penelitian dan juga mengungkapkan pengaruh E-service quality terhadap

Asam urat terutama disintesis dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Asam urat diangkut ke ginjal oleh darah untuk difiltrasi,direabsorbsi,sebagian dan

Hal ini menujukkan bahwa sebuah Kepercayaan konsumen terhadap merek Lifebuoy sabun mandi antiseptik dapat timbul dari adanya Identitas Merek yang dimiliki Lifebuoy

pH optimum dari enzim amylase misalnya dapat diperoleh dengan menentukan jumlah milligram gula yang terbentuk dari beberapa reaksi yang menggunakan

Para pegawai dan staff Kantor Wilayah DJKN Jawa Timur yang turut membantu dalam memberikan data penunjang, saran dan kritik yang membangun agar

Dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal

Gender adalah sifat yang melekat baik pada kaum laki-laki maupun perempuan yang di kontruksikan baik secara social maupun cultural. Misalnya perempuan dikenal lemah lembut,

Local Regulation on The Protection and Empowerment of The Farmer must started from real problem which generally occur in a region with basis on it’s enactment upon