• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wrap Up Skenario 2 Hemato

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Wrap Up Skenario 2 Hemato"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

WRAP UP SKENARIO 2 WRAP UP SKENARIO 2

BLOK DARAH DAN SISTEM LIMFATIK BLOK DARAH DAN SISTEM LIMFATIK

DISUSUN OLEH: DISUSUN OLEH: KELOMPOK A4 KELOMPOK A4

Ketua

Ketua : : Amorrita Amorrita Puspita Puspita Ratu Ratu (1102013023)(1102013023) Sekretaris

Sekretaris : : Alim Alim Muslimah Muslimah Suryantoro Suryantoro (1102013020)(1102013020) Anggota :

Anggota : 1.

1. Akhdan Aufa (1102013018)Akhdan Aufa (1102013018) 2.

2. Alhumairah Aulia Akis (1102013019)Alhumairah Aulia Akis (1102013019) 3.

3. Amirtha Mustikasari Tuasikal (1102013022)Amirtha Mustikasari Tuasikal (1102013022) 4.

4. Andhani Putri Kusumaningtyas (1102013024)Andhani Putri Kusumaningtyas (1102013024) 5.

5. Andina Dewanty Gunawan(1102013026)Andina Dewanty Gunawan(1102013026) 6.

6. Andini Zulmaeta (1102013027)Andini Zulmaeta (1102013027) 7.

7. Dezalia Sayunda Pamano (1102012061)Dezalia Sayunda Pamano (1102012061) 8.

8. Gilang Anugrah (1102012097)Gilang Anugrah (1102012097)

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM

UNIVERSITAS YARSI UNIVERSITAS YARSI

2013/2014 2013/2014

(2)
(3)

SKENARIO 2 SKENARIO 2

PUCAT DAN PERUT MEMBUNCIT PUCAT DAN PERUT MEMBUNCIT

Seorang anak perempuan usia 4 tahun dibawa orangtuanya ke dokter praktek umum Seorang anak perempuan usia 4 tahun dibawa orangtuanya ke dokter praktek umum dengan keluhan terlihat pucat dan perut agak membuncit. Penderita juga lekas lemah, lelah, dan dengan keluhan terlihat pucat dan perut agak membuncit. Penderita juga lekas lemah, lelah, dan sering mengeluh sesak nafas. Pertumbuhan badannya terlambat bila dibandingkan dengan teman sering mengeluh sesak nafas. Pertumbuhan badannya terlambat bila dibandingkan dengan teman sebayanya.

sebayanya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjunctiva pucat, sclera agak ikterik, kulit pucat, dan Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjunctiva pucat, sclera agak ikterik, kulit pucat, dan splenomegali Schuffner II.

splenomegali Schuffner II.

Dokter menganjurkan beberapa pemeriksaan laboratorium, hasilnya sebagai berikut: Dokter menganjurkan beberapa pemeriksaan laboratorium, hasilnya sebagai berikut:

Pemeriksaan

Pemeriksaan Kadar Kadar Nilai Nilai NormalNormal Hemoglobin Hemoglobin (Hb) (Hb) 9 9 g/dL g/dL 11,5 11,5 - - 15,5 15,5 g/dLg/dL Hematokrit Hematokrit (Ht) (Ht) 30 30 % % 34 34 - - 40 40 %% Eritr Eritrosit osit 3.5 3.5 x x 1010 /µl /µl 3.93.9 –  –  5. 5.3 x 13 x 10 0 /µ/µll MCV MCV 69 69 fL fL 7575 –  –  87 fl 87 fl MCH MCH 13 13 pg pg 24 24 - - 30 30 pgpg MCHC MCHC 19 19 % % 3232 –  –  36 % 36 % Leukosit Leukosit 8000/µl 8000/µl 50005000 –  –  14.500/µl 14.500/µl Trombosit Trombosit 260.000/µl 260.000/µl 250.000250.000 –  –  450.000/µl 450.000/µl Retikulosit Retikulosit 2% 2% 0.5 – 0.5 –  1.5 % 1.5 % Sediaan

Sediaan apus apus darah darah tepi tepi Eritrosit mikrositik Eritrosit mikrositik hipokrom, hipokrom, anisopoikilositosis, anisopoikilositosis, sel sel targettarget (+), fragmentosit (+).

(4)
(5)

KATA-KATA SULIT

1. Sklera : bagian putih pada bola mata

2. Ikterik : keadaan dimana kadar bilirubin meningkat dalam tubuh, sehingga kulit, mata, mukosa berwarna kuning

3. Splenomegali : pembesaran limpa

4. Schuffner 2 indikator pembesaran limpa. Schuffner merupakan garis antara arcus costae hingga spina iliaca anterior superior (S IAS) yang melalui umbilicus

5. Anisopoikilositosis : eritrosit yang ukuran dan bentuknya berbeda-beda

6. Sel target : bagian tengah eritrosit ada bagian yang berwarna lebih gelap, fragilitas osmotiknya lebih rendah daripada normal. Biasanya ditemukan pada anemia sel sabit, anemia sideroblastik, thalassemia.

7. Fragmentosit : bentuk eritrosit yang tidak beraturan akibat proses fragmentasi yang merupakan hilangnya sebagian membrane eritrosit, baik disertai dengan hilang atau tidaknya hemoglobin.

PERTANYAAN

1. Mengapa perut membuncit? 2. Apa diagnosisnya beserta alasan? 3. Mengapa terjadi sesak nafas?

4. Mengapa bisa terjadi splenomegali?

5. Kenapa bisa terjadi anemia dan sclera menguning? 6. Mengapa pertumbuhan badan terhambat?

7. Mengapa kadar retikulosit meningkat? 8. Apakah ikterik bisa mengenai selain mata? 9. Bagaimana manifestasi penyakit ini?

10. Mengapa terdapat sel target pada sediaan apus darah tepi (SADT)? 11. Bagaimana penatalaksanaannya?

12. Apakah penyakit ini termasuk kelainan genetic?

JAWABAN

1. Karena splenomegali dan hasil destruksi limpa menumpuk da lam usus 2. Thalassemia, karena:

- sclera ikterik - splenomegali

- pertumbuhan terhambat - sesak nafas

- pemeriksaan SADT ditemukan sel target, (MCV, MCH, MCHC rendah), eritrosit mikrositik hipokrom, retikulosit meningkat.

3. Karena Hb turun eritrosit sedikit mengikat O2 suplai O2 dalam tubuh menurun 4. Karena destruksi eritrosit terjadi di limpa  limpa bekerja terlalu keras  splenomegali

(6)
(7)

5. Anemia terjadi karena Hb turun   karena pembentukan globinj terhambat, sehingga heme meningkat heme mengandung Fe  Fe nantinya akan berubah jadi bilirubin   bilirubin meningkat

6. Hb turun  O2 turun tubuh kurang mendapat asupan O2 pertumbuhan terhambat 7. Eritrosit mengalami hemolisis (destruksi sebelum waktunya), sehingga tubuh

mengompensasi dengan mengeluarkan retikulosit 8. Ikterik juga dapat mengenai selaput lendir dan kulit 9. - sclera ikterik

- splenomegali

- pertumbuhan terhambat - sesak nafas

- pemeriksaan SADT ditemukan sel target, (MCV, MCH, MCHC rendah), eritrosit mikrositik hipokrom, retikulosit meningkat.

10. Karena Hb pada eritrosit turun, sehingga pada S ADT terlihat gambaran sel target 11. - transfusi darah kalau kadar Hb < 7 g/dL

- TSSH : transplantasin sel stem hematopoietic - Splenektomi

(8)
(9)

HIPOTESIS

Anak perempuan 4 tahun

- pucat

- lekas lelah, lemah - sesak nafas

- perut buncit - pertumbuhan terhambat

Pemeriksaan Fisik: - sklera agak ikterik - konjunctiva pucat - kulit pucat - splenomegali Schuffner II Pemeriksaan Penunjang: - Hb, Ht, MCV, MCH, MCHC turun - retikulosit meningkat - SADT (sel target, fragmentosit, eritrosit mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis)

Thalassemia

Tatalaksana: -transfusi darah -splenektomi -TSSH Etiologi:

Kelainan genetic (defek delesi total atau parsial gen

(10)
(11)

SASARAN BELAJAR

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin 1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Globin

1.2 Memahami dan Menjelaskan Gen Penyandi Globin 1.3 Memahami dan Menjelaskan Sintesis Globin

1.4 Memahami dan Menjelaskan Mutasi Gen Globin LI 2. Memahami dan Menjelaskan Thalassemia 2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Thalassemia

2.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Thalassemia 2.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Thalassemia 2.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Thalassemia 2.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Thalassemia 2.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Thalassemia

2.7 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Thalassemia 2.8 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Thalassemia

2.9 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Thalassemia 2.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Thalassemia 2.11 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Thalassemia 2.12 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Thalassemia

(12)
(13)

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Globin

Globin adalah protein penyusun hemoglobin yang terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida. Rantai  polipeptida ini terdiri dari 2 pasang rantai dengan jumlah, jenis dan urutan asam amino tertentu. Masing-masing rantai polipeptida mengikat 1 gugus heme. Sintesis globin terjadi di eritroblast dini atau basofilik dan berlanjut dengan tingkat terbatas sampai di retikulosit.

Beberapa jenis hemoglobin yang dapat ditemukan, sebagai berikut:  Pada orang dewasa:

- HbA (96%), terdir i atas dua pasang rantai globin alfa dan beta (α2β2) - HbA2 (2,5%), terdiri atas dua pasangan rantai globin a lfa dan delta (α2δ2)  Pada fetus:

- HbF (predominasi), terdiri atas dua pasang rantai globin alfa dan gamma (α2γ2)

- Pada saat dilahirkan HbF terdiri atas rantai globin alfan dan Ggamma (α2Gγ2) dan alfa dan Agamma (α2Aγ2), di mana kedua rantai globin gamma berbeda pada asam amino di posisi 136 yaitu glisin pada Gγ dan alanin pada Aγ

 Pada embrio:

- Hb Gower 1, terdiri atas rantai globin zeta dan epsilon (2ε2) - Hb Gower 2, terdiri atas rantai globin alfa dan epsilon (α2ε2)

- Hb Portland, terdiri atas rantai globin zeta dan gamma (2γ2), sebelum minggu ke 8 intrauterin

- Semasa tahap fetus terdapat perubahan produksi rantai globin dari rantai zeta () ke rantai alfa (α) dan dari rantai epsilon (ε) ke rantai gamma (γ), diikuti produksi rantai  beta (β) dan rantai delta (δ) saat kelahiran.

LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Gen Penyandi Globin

Kode genetik untuk sintesis globin terletak di kromosom 11 ( rantai epsilon, gamma, delta, dan beta) dan kromosom 16 (rantai alfa dan embrionik). Untuk sintesis rantai alfa masing-masing kromosom 16 memiliki dua sublokus sehingga pada sel diploid orang normal terdapat total empat sublokus fungsional. Gen-gen yang mengontrol sintesis rantai beta, gamma, dan delta membentuk suatu cluster (kumpulan) yang terdapat dalam suatu sekuens di kromosom 11. Delesi keempat lokus rantai alfa menyebabkan hilangnya sama sekali mRNA untuk sintesis rantai alfa. Delesi atau kelainan berat pada dua

(14)
(15)

gen sedikit mengurangi mRNA, tanpa gangguan atau disertai penurunan ringan sintesis rantai alfa. Gen-gen untuk rantai beta lebih bervariasi sehingga terdapat penyakit thalassemia-β+ (defisiensi mencolok kadar mRNA) dan thalassemia-β0  (tidak menghasilkan mRNA sama sekali).

(Sacher & McPherson, 2004).

LO 1.3 Memahami dan Menjelaskan Sintesis Globin

Semua gen globin mempunyai tiga ekson (region pengode) dan dua intron (region yang tidak mengode, yang DNA-nya tidak terwakili pada protein yang sudah jadi). RNA awal

ditranskripsi dari ekson dan intron, dan dari hasil transkripsi ini RNA yan g berasal dari intron dibuang melalui suatu proses yang disebut splicing . Intron selalu dimulai dengan suatu

dinukleotida GT dan berakhir dengan dinukleotida AG. Mesin splicing  mengenali urutan tersebut dan juga sekuens dinukleotida didekatnya yang dipertahankan. RNA dalam nucleus juga ditutupi dengan penambahan suatu struktur pada ujung 5‟ yang mengandung gugus tujuh metil guanosin. Struktur ini penting untuk pelekatan mRNA pada ribosom, setelah itu mRNA yang baru

terbentuk tersebut juga mengalami poliadenilasi pada ujung 3‟.

Sejumlah sekuens lain yang dipertahankan penting dalam sintesis globin. Sekuens ini mempengaruhi transkripsi gen, memastikan kebenarannya dan menetapkan tempat untuk

mengawali dan mengakhiri translasi dan memastikan stabilitas mRNA yang di sintesis. Promotor ditemukan pada posisi 5‟ pada gen, dekat denganlokasi inisiasi atau lebih distal. Promotor ini adalah lokasi tempat RNA polimerase berikatan dan mengakatalis transkripsi gen. (Hoffbrand, 2005 & Nainggolan, 2001)

Setelah itu penguat (enhancer ) ditemukan pada posisi 5‟ atau 3‟ terhadap gen. Penguat  penting dalam regulasi ekspresi gen globin yang spesifik jaringan dan dalam regulasi sintesis  berbagai rantai globin selama kehidupan janin dan setelah kelahiran. Regio pengatur lokus (locus

control region, LCR) adalah unsur pengatur genetic yang terletak jauh di hulu kelompok globin β yang mengatur aktivitas genetik tiap domain, kemungkinan dengan cara berinteraksi secara fisik dengan region promoter dan menguraikan kromatin agar faktor transkripsi dapat berikatan.

(16)
(17)

Kelompok gen globin α juga mengandung region yang mirip dengan LCR, disebut HS40. Faktor transkripsi GATA-1, FoG, dan NF-E2 yang diekspresikan terutama p ada precursor eritroid,  penting untuk menentukan ekspresi gen globin dalam sel eritroid. (Hoffbrand, 2005)

Setelah itu mRNA globin memasuki sitoplasma dan melekat pa da ribosom (translasi) tempat terjadinya sintesis rantai globin. proses ini terjadi melalui pelekatan RNA transfer,

masing-masing dengan asam aminonya sendiri, melalui berpasangannya kodon/antikodon pada suatu posisi yang sesuai dengan cetakan (template) mRNA. (Campbell, 2002)

LO 1.4 Memahami dan Menjelaskan Mutasi Gen Globin

Mutasi gen globin dapat menimbulkan dua perubahan rantai globin, yaitu: 1. Hemoglobinopati structural

Perubahan struktur rangkaian asam amino (amino acid sequence) rantai globin tertentu. Hemoglobinopati yang penting sebagian besar merupakan varian rantai beta. Contohnya:  penyakit HbC, HbE, HbS, dan lain-lain.

2. Thalassemia

Perubahan kecepatan sintesis (rate of syhntesis) atau kemampuan produksi rantai globin tertentu. Salah satu rantai disintesis berlebihan sehingga mengalami presipitasi,

(18)
(19)

membentuk  Heinz bodies. Eritrosit yang mengandung  Heinz bodies ini mengalami hemolisis intrameduler sehingga terjadi eritropoesis inefektif disertai pemendekan masa hidup eritrosit yang beredar. Contohnya pada thalassemia beta, rantai beta tidak terbentuk, sehingga rantai alfa mengalami ekses yang mengakibatkan presipitasi rantai ini. Untuk mengurangi ekses rantai alfa maka dibentuk rantai gama yang mengikat rantai alfa yang berlebihansehingga terjadi konfigurasi baru sebagai α2γ2 atau H bF.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Thalassemia

LO 2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Thalassemia

Thalassemia adalah suatu kelainan genetic yang sangat beraneka ragam yang ditandai oleh  penurunan sintesis rantai α atau β dari globin. Ditandai oleh penurunan kecepatan sintesis atau absennya pembentukan satu atau lebih rantai globin sehingga mengurangi sintesis hemoglobin normal (kuantitatif).

LO 2.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Thalassemia Tabel 2. Peta Sebaran Populasi Thalassemia

Jenis Thalassemia Peta Sebaran

Thalassemia-β Populasi Mediteranian, Timur Tengah, India, Pakistan, Asia Tenggara, Rusia Selatan, Cina Jarang di: Afrika, kecuali Liberia, dan di  beberapa bagian Afrika Utara Sporadik: pada

semua ras.

Thalassemia-α Terentang dari Afrika ke Mediteranian, Timur Tengah, Asia Timur dan Tenggara Hb Bart‟s hydrops syndrome dan HbH disease sebagian  besar terbatas di populasi Asia Tenggara dan

Mediteranian.

1. Thalassemia beta

Dilihat dari distribusi geografiknya maka thalassemia beta banyak dijumpai di Mediterania, Timur Tengah, India/Pakistan dan Asia. Di Siprus dan Yunani lebih banyak dijumpai varian β+, sedangkan di Asia Tenggara lebih banyak varian β0. Italia: 10%, Yunani: 5-10%, Cina: 2%, India: 1-5%, Negro: 1%, Asia Tenggara: 5%. Jika dilukiskan dalam  peta dunia, seolah-olah membentuk sebuah

sabuk (thalassemic belt ), di mana Indonesia masuk didalamnya.

(20)
(21)

2. Thalassemia alfa

Sering dijumpai di Asia Tenggara, lebih sering da ri thalassemia beta.

LO 2.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Thalassemia Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder

1. Primer adalah berkurangnya sintetis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai  penghancuran sel –  sel eritrosit intramedular.

2. Sekunder adalah karena defesiensi asam folat bertambahnya volume plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi dan distribusi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati.

Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai Alfa atau Beta dari hemoglobin berkurang.

Terjadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berkurang , peningkatan absorbis besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis. (Arif, 2000)

(22)
(23)

Mekanisme penurunan penyakit thalassemia:

 Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassemia trait/bawaan, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassemia trait atau  bawaan atau Thalassemia mayor kepada anak-anak meraka. Semua anak-anak-anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.

 Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassemia trait atau bawaan, sedangkan yang lainnya tidak maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassemia trait/bawaan, tetapi tidak seseorang diantara anak-anak mereka Thalassemia mayor.

 Apabila kedua orang tua menderita Thalassemia trait atau bawaan, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita thalassemia traitatau  bawaan atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin menderita Thalassemia mayor.

(24)
(25)

Dari skema diatas dapat dilihat bahwa kemungkinan anak dari pasangan pembawa sifat thalassemia beta adalah 25% normal, 50% pembawa sifat thalassemia beta, dan 25% thalassemia  beta mayor (anemia berat).

LO 2.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Thalassemia Secara klinis, thalasemia dikelompokkan menjadi 3 yaitu:

1. Thalasemia mayor, yang sangat bergantung pada transfusi 2. Thalasemia minor ataucarrier , tanpa grjala (asimptomatik) 3. Thalasemia intermedia

(Permono dkk, 2010) Berdasarkan rantai asam amino yang terkena, thalasemia digolongkan menjadi 2 jenis utama, yaitu:

a. Thalassemia α(melibatkan rantai alfa) minimal membawa 1 gen)

Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa pada bayi yang baru lahir masih terdapat  jumlah HbF(α2γ2) yang masih cukup tinggi. Pada usia 20 hari sesudah kelahiran, kadar HbF akan menurun dan setelah 6 bulan, kadarnya akan menjadi normal seperti orang dewasa. Selanjutnya pada masa tersebut akan terjadi konversi HbF menjadi HbA(α2β2) dan HbA2 (α2δ2).

Pada kasus thalassemia α, akan terjadi mutasi pada kromosom 16 yang menyebabkan  produksi rantai globin α (memiliki 4 lokus genetik) menurun, yang menyebabkan adanya kelebihan rantai globin β pada orang dewasa dan kelebihan rantai γ pada newborn. Derajat thalassemia α berhubungan dengan jumlah lokus yang termutasi (semakin banyak lokus yang termutasi, derajat thalassemia semakin tinggi).

(26)
(27)

Thalassemia α dibedakan menjadi :

Silent Carrier Thalassemia α (Thalassemia-2-α Trait)

Delesi satu gen α (αα/αo). Tiga loki α globin cukup memungkinkan produksi Hb normal. Secara hematologis sehat, kadang-kadang indeks RBC ( Red Blood Cell ) rendah. Tidak ada anemia dan hypochromia pada orang ini. Diagnosis tidak dapat ditentukan dengan elektroforesis. Biasanya  pada etnis populasi African American. CBC (Complete Blood Count ) salah satu orangtua

menunjukkanhypochromia danmicrocytosis. Thalassemia-1-α Trait

Delesi pada 2 gen α, dapat berbentuk thalassemia-1a-α homozigot (αα/oo) atau thalassemia-2a-α heterozigot (αo/αo). Dua loki α globin memungkinkan erythropoiesis hampir normal, tetapi ada anemia hypochromic microcytic ringan dan indeks RBC rendah.

Thalassemia α Intermedia (Hb H disease)

Delesi 3 gen α globin (αo/oo). Dua hemoglobin yang tidak stabil ada dalam darah, yaitu HbH (tetramer rantai β) & Hb Barts (tetramer rantai γ). Kedua Hb yang tidak stabil ini mempunyai afinitas yang tinggi terhadap O2 daripada Hb normal, sehingga pengiriman O2  ke jaringan rendah (hipoksia). Ada anemia hypochromic microcytic dengan sel-sel target dan “heinz bodies” (badan inklusi) pada preparat hapus darah tepi, juga ditemukan splenomegali. Kelainan ini nampak pd masa anak-anak atau pd awal kehidupan dewasa ketika anemia dan splenomegali terlihat.

Thalassemia α Major (Thalassemia α Homozigot)

Delesi sempurna 4 gen α (oo/oo). Fetus tidak dapat hidup segera sesudah keluar dari uterus dan kehamilan mungkin tidak bertahan lama. Sebagian besar bayi ditemukan meninggal pada saat lahir dengan hydrops fetalis dan bayi yang lahir hidup akan segera meninggal setelah lahir, kecuali transfusi darah intrauterine diberikan. Bayi-bayi tersebut edema dan mempunyai sedikit Hb yang bersirkulasi, Hb yang ada semuanya tetramer rantai γ (Hb Barts) yang memiliki afinitas yang tinggi.

(28)
(29)

b. Thalasemia β (melibatkan rantai β)

Beta thalassemia juga sering disebut Cooley’s  anemia. Thalassemia β terjadi karena mutasi pada rantai globin β pada kromosom 11. Thalassemia ini diturunkan secara autosom resesif. Derajat penyakit tergantung pada sifat dasar mutasi. Mutasi diklasifikasikan sebagai (βo)  jika mereka mencegah pembetukan rantai β dan (β+) jika mereka memungkinkan formasi  beberapa rantai β terjadi. Produksi rantai β menurun atau tiadk diproduksi sama sekali, sehingga

rantai α relatif berlebihan, tetapi tidak membentuk tetramer. Kumpulan rantai α yang berlebihan tersebut akan berikatan dengan membran sel darah merah, mengendap, dan menyebabkan kerusakan membran. Pada konsentrasi tinggi, kumpulan rantai α tersebut akan membentuk agregat toksik.

Thalassemia β diklasifikasikan sebagai berikut :

Silent Carrier Thalassemia β (Thalassemia β Trait)

Pada jenis ini penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer). Fenotipnya asimtomatik, disebut juga seba gaithalassemia β minor.

Thalassemia β Intermedia

Suatu kondisi tengah antara bentuk major dan minor. Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita dapat hidup normal,

(30)
(31)

tetapi mungkin memerlukan transfusi sekali-sekali, misal pada saat sakit atau hamil, serta tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi.

Thalassemia β Associated with β Chain Structural Variants Sindrom thalassemia (Thalassemia β/ HbE).

Thalassemia Major (Cooley’s Anemia)

Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat.

Berbeda dengan thalassemia minor (thalassemia trait/bawaan), penderita thalassemia mayor tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup di dalam darah mereka, sehingga hampir tidak ada oksigen yang dapat disalurkan ke seluruh tubuh, yang lama-lama akan menyebabkan hipoksia jaringan (kekurangan O2), edema, gagal jantung kongestif, maupun kematian. Oleh karena itu, penderita thalassemia mayor memerlukan transfusi darah yang sering dan perawatan medis demi kelangsungan hidupnya.

LO 2.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Thalassemia

(32)
(33)

Patofisiologi Thalassemia-β

Penurunan produksi rantai beta, menyebabkan produksi rantai alfa yang berlebihan. Produksi

rantai globin γ pasca kelahiran masih tetap diproduksi, untuk mengkompensasi defisiensi α2β2

(HbA), namun tetap tidak mencukupi. Hal ini menunjukkan bahwa produksi rantai globin β dan dan rantai globin γ tidak pernah dapat mencukupi untuk mengikat rantai alfa yang berlebihan.

Rantai alfa yang berlebihan ini merupakan ciri khas pada patogenesis thalassemia-β.

Rantai alfa yang berlebihan, yang tidak dapat berikatan dengan rantia globin lainnya, akan  berpresipitasi pada prekrusor sel darah merah dalam sumsum tulang dan dalam sel progenitor darah tepi. Presipitasi ini akan menimbulkan gangguan pematangan prekusor eritrosit dan menyebabkan eritropoiesis tidak efektif (inefektif), sehingga umur eritrosit menjadi pendek. Akibatnya akan timbul anemia. Anemia ini lebih lanjut lagi akan menjadi pendorong proliferasi eritroid yang terus menerus dalam sumsum tulang yang inefektif, sehingga terjadi ekspansi sumsum tulang. Hal ini kemudian akan menyebabkan deformitas skeletal dan berbagai gangguan  pertumbuhan dan metabolisme. Anemia kemudian akan ditimbulkan lagi dengan adanya hemodilusi akibat adanya hubungan langsung darah akibat sumsum tulang yang berekspansi dan  juga oleh adanya splenomegali. Pada limpa yang membesar makin banyak sel darah merah abnormal yang terjebak, untuk kemudian dihancurkan oleh sistem fagosit. Hiperplasia sumsum tulang kemudian akan meningkatkan absorpsi dan muatan besi. Transfusi yang diberikan secara teratur juga menambah muatan besi, hal ini akan menyebabkan penimbunan besi yang progresif di jaringan berbagai organ, yang akan diikuti kerusakan organ dan diakhiri oleh kematian bila  besi ini tidak segara dikeluarkan.

Secara ringkas berikut merupakan hal yang terjadi pada patofisiologi thalassemia beta dan manifestasinya:

1. Mutasi primer terhadap produksi globin : sintesis globin yang tidak seimbang.

2. Rantai globin yang berlebihan terhadap metabolisme dan ketahanan hidup eritrosit : anemia.

3. Eritrosit abnormal terhadap fungsi organ : produksi eritropoetin dan ekspansi sumsum tulang, deformitas skeletal, gangguan metabolisme, dan perubahan adaptif fungsi kardiovaskular.

4. Metabolisme besi yang abnormal : muatan besi berlebih mengakibatkan kerusakan  jaringan hati, endokrin, miokardium, dan kulit.

5. Sel ekskresi : peningkatan kadar HbF, heterogenitas populasi sel darah merah.

6. Modifiers genetik sekunder : variasi fenotip, variasi metabolisme bilirubin, besi, dan tulang.

7. Pengobatan : muatan besi berlebih, kelainan tulang, infeksi yang ditularkan lewat darah, toksisitas obat.

8. Riwayat evolusioner : variasi latar belakang genetik, respon terhadap infeksi. 9. Faktor ekologi dan etnologi.

Patofisiologi Thalassemia-α

Patofisiologi thalassemia-α umumnya sama dengan yang dijumpai pada thalassemia-β

kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi (-) atau mutasi (T) rantai globin-α. Hilangnya

gen globin-α tunggal (-α/αα atau αTα/αα) tidak berdampak pada fenotip. Sedangkan thalassemia-2a-α homozigot (-α/-α) atau thalassemia-1a-α heterozigot (αα/--) memberi fenotip seperti

(34)
(35)

thalassemia-β carrier. Kehilangan 3 atau 4 gen globin-α memberikan fenotip tingkat penyakit  berat menengah (moderat), yang dikatakan sebagai HbH disease. Sedangkan thalassemia-α0

homozigot (--/--) tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai Hb -Bart‟s hydrops syndrome.

Kelainan dasar thalassemia-α sama dengan thalassemia-β, yakni ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Namun ada perbedaan besar dalam hal patofisiologi kedua jenis thalassemia ini.

 Pertama, karena rantai-α dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus ataupun dewasa (tidak seperti pada thalassemia-β), maka thalassemia-α bermanifestasi pada fetus.

 Kedua, sifat-sifat yang ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan rantai globin-γ dan  –β yang disebabkan oleh defek produksi rantai globin-α sangat berbeda dibandingan dengan akibat produksi berlebihan rantai-α pada thalassemia-β. Bila kelebihan rantai-α tersebut menyebabkan presipitasi pada perkursel eritrosit, makan thalassemia-α menimbulkan tetramer yang larut (soluble).

 Perbedaan penting antara thalassemia α dan thalassemia β 

Thalassemiaα Thalassemiaβ

Mutasi Delesi gen umum terjadi Delesi gen umum jarang terjadi

Sifat-sifat globin yang  berlebihan

Tetramerγ4 atau β4 yang larut

Agregat rantai alfa yang tidak larut

Sel darah merah Hidrasi berlebihan; kaku; membran hiperstabil; p50 menurun

Dehidrasi; kaku; membran tidak stabil; p50 menurun Anemia Terutama hemolitik Terutama diseritropoetik

Perubahan tulang Jarang Umum

Besi berlebih Jarang Umum

(Kumar, 2004 dan Djumhana A, 2009)

LO 2.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Thalassemia

1. Thalassemia beta

Thalassemia beta memberikan gambaran klinik yang beraneka ragam, mulai dari yang  paling berat sampai yang paling ringan.

 Thalassemia beta major   adalah bentuk homozigot dari thalassemia beta yang disertai anemia berat dengan segala konsekuensinya. Gambaran kliniknya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

a. Yang mendapat transfusi baik (well transfused) sebagai akibat pemberian hipertransfusi maka produksi HbF dan hiperplasia eritroid menurun sehingga anak tumbuh normal sampai dekade ke 4-5. Setelah itu timbul gejala “iron overload” dan  penderita meninggal karena diabetes melitus atau sirosis hati.

 b. Yang tidak mendapat transfusi yang baik maka timbul anemia yang khas, yaitu Cooley’s Anemia.

(36)
(37)

- Gejala mulai pada saat bayi berumur 3-6 bulan, pucat, anemis, kurus, hepatosplenomegali, dan ikterus ringan.

- Gangguan pada tulang: thalassemic face.

- Rontgen tulang tengkorak : hair on end appearance. - Gangguan pertumbuhan (kerdil)

- Gejala iron overload : pigmentasi kulit, diabetes melitus, sirosis hati, atau gonadal  failure

2. Thalassemia alfa

a. Hydrops Fetalis dengan Hb Bart‟s

Hydrops fetalis dengan edema permagna, hepatosplenomegali, asites, serta kardiomegali. Kadar Hb 6-8 gr/dL, eritrosit hipokromik dan berinti. Sering disertai toksemia gravidarum, perdarahan postpartum, hipertrofi plasenta yang dapat membahayakan sang ibu.

 b. HbH disease

Gejalanya adalah anemia hemolitik ringan-sedang, Hb 7-10 gr%, splenomegali, sumsum tulang hiperplasia eritroid, retardasi mental dapat terjadi bila lokus yang dekat dengan cluster gen-α pada kromosom 16 bermutasi/ co-delesi dengan cluster gen-α.

Krisis hemolitik juga dapat terjadi bila penderita mengalami infeksi, hamil, atau terpapar dengan obat-obatan oksidatif.

c. Thalassemia α Trait/ Minor 

Anemia ringan dengan penambahan jumlah eritrosit yang mikrositik hipokrom. d. Sindrom Silent Carrier Thalassemia

 Normal, tidak ditemukan kelainan hematologis, harus dilakukan studi DNA/ gen.

LO 2.7 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Thalassemia

a. Anamnesis

 Ditanyakan keluhan utama dan riwayat perkembangan penyakit pasien.  Ditanyakan riwayat keluarga dan keturunan.

 Ditanyakan tentang masalah kesehatan lain yang dialami.

 Ditanyakan tentang test darah yang pernah diambil sebelumnya.  Ditanyakan apakah nafsu makan berkurang

b. Pemeriksaan fisik

 Pada pemeriksaan fisik pasien tampak pucat, lemas dan lemah.  Pemeriksaan tanda vital heart rate

 Pada palpasi biasanya ditemu kan hepatosplenomegali pada pasien c. Pemeriksaan Laboratorium

(38)
(39)

Pengujian yang membantu menentukan diagnosis Thalassemia meliputi:

1. Hitung Darah Lengkap (CBC) dan SADT

Sel darah diperiksa bentuknya ( shape), warna ( staining ), jumlah, dan ukuran ( size). Fitur-fitur ini membantu dokter mengetahui apakah Anda memiliki thalassemia dan jika iya, jenis apa. Tes darah yang mengukur jumlah besi dalam darah (tes tingkat zat besi dan feritin tes). Sebuah tes darah yang mengukur jumlah berbagai jenis hemoglobin (elektroforesis hemoglobin). Hitung darah lengkap (CBC) pada anggota lain dari keluarga (orang tua dan saudara kandung). Hasil menentukan apakah mereka telah thalassemia. Dokter sering mendiagnosa bentuk yang paling parah adalah thalassemia beta mayor atau anemia Cooley's. Kadar Hb adalah 7 ± 10 g/ dL. Pada sediaan hapus darah tepi ditemukan anemia hipokrom mikrositik, anisositosis, dan poikilositosis (target cell).

2. Elektroforesis Hemoglobin

Elektroforesis Hb adalah pengujian yang mengukur berbagai jenis protein pembawa oksigen (Hb) dalam darah. Pada orang dewasa, molekul-molekul Hb membentuk persentase Hb total sebagai berikut: HbA : 95%-98% HbA2 : 2%-3% HbF : 0,8% - 2% HbS : 0% HbC : 0%

Pada kasus thalassemia beta intermedia, HbF dan HbA2 meningkat.

Pemeriksaan pedigree : kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan HbA2 meingkat (>3,5% dari Hb total). Catatan: rentang nilai normal mungkin sedikit  berbeda antara laboratorium yang satu dengan laboratorium lainnya.

3. Mean Corpuscular Values ( MCV)

Pemeriksaan mean corpuscular values terdiri dari 3 jenis permeriksaan, yaitu Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular

(40)
(41)

Hemoglobin Concentration (MCHC). Untuk pemeriksaan ini diperlukan data mengenai kadar Hb (g/dL), nilai hematokrit (%), dan hitung eritrosit (juta/uL).

4. Pemeriksaan Rontgen

Foto Ro tulang kepala, gambaranhair on end , korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.

(Gambaranhair on end )

Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.

LO 2.8 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Thalassemia Diagnosis

Riwayat penyakit

(Ras, riwayat keluarga, usia awal penyakit, pertumbuhan)

Pemeriksaan fisik

(Pucat, ikterus, splenomegali, deformitas skeletal, pigmentasi)

Laboratorium darah dan sediaan apus

(Hemoglobin, MCV, MCH, retikulosit, jumlah eritrosit, gambaran darah

tepi/termasuk dalam badan inklusi dalam eritrosit darah tepi atau sumsum tulang, d an  presipitasi HbH)

(42)
(43)

Elektroforesis hemoglobin

(Adanya Hb abnormal, termasuk analisis pada pH 6 -7 untuk HbH dan H Barts)

Penentuan HbA2 dan HbF (Untuk memastikan thalassemia-β)

Distribusi HbF intraselular Sintesis rantai globin Analisis struktural Hbvarian (misal:Hb Lepore)

Di agnosis Bandi ng

Thalasemia ADB A.Sideroblastik ACD Hb-pati

Splenomegali + -Ikterus + -Perubahan morfologi eritrosit Tak sebanding dengan derajat anemia Sebanding dengan derajat anemia Sel target ++ +/-Resitensi osmotic ↑ N Besi serum ↑ ↓ N TIBC ↓ ↑ N

Cadangan besi ↑ Kosong N N

Feritin serum ↑ ↓ N N

(44)
(45)

LO 2.9 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Thalassemia

Thalassemia major merupakan bentuk anemia berat yang tergantung pada transfusi darah (blood transfusion dependent). Pada dasarnya terapi thalassemia major terdiri atas:

1. Usaha untuk mengatasi penurunan hemoglobin, untuk mencapai kadar hemoglobin normal atau mendekati normal sehingga tidak terjadi gangguan pertumbuhan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian transfusi teratur. Sekarang dipakai teknik hipertransfusi, untuk mencapai hemoglobin di atas 10 g/dl, dengan jalan pemberian transfusi 2-4 unit darah setiap 4-6 minggu, dengan demikian produksi hemoglobin abnormal ditekan.

2. Usaha untuk mencegah penumpukan besi (hemochromatosis) akibat transfusi dan akibat  patogenesis dari thalassemia sendiri. Hal ini dilakukan dengan pemberian iron chelator

yaitu: deferioksamin (desferalR ) sehingga meningkatkan ekskresi besi dalam urine. Desferal diberikan dengan infusion bag atau secara subkutan. Sekarang di Eropa dan India dikembangkan preparat desferiprone yang dapat diberikan secara oral.

3. Pemberian asam folat 5 mg/hari secara oral untuk mencegah krisis megaloblastik.

4. Usaha untuk mengurangi proses hemolisis dengan splenektomi. Splenektomi dilakukan  jika splenomegali cukup besar serta terbukti adanya hipersplenisme.

5. Terapi definitif dengan transplantasi sumsum tulang. Transplantasi yang berhasil akan menyebabkan kesembuhan permanen.

6. Terapi eksperimental dengan rekayasa genetik: transfer gen. Thalassemia α :

1. Silent carrier α Thalassemia,α Thalassemia trait, HBCS tidak membutuhkan terapi 2. HbH:

- Transfusi kalau hamil, stress, infeksi, sepsis - Splenektomi mungkin diperlukan

- Hemosiderosis chelating agent Thalassemia β :

1. Transfusi darah:

- Pertahankan Hb diatas 10g/dL

- Biasanya 2-3 unit setiap 4-6 minggu.

2. Pemberian asam folat (5mg/hari) jika dari diet kurang

3. Chelating Besi digunakan untuk mengurangi kelebihan besi, contoh: - Deferoxamine

- Deferiprone oral - Deferasirox

- Vitamin C, 200mg/hari

- Splenektomi mungkin diperlukan untuk mengurangi kebutuhan darah - Transplantasi sumsum tulang

(46)
(47)

LO 2.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Thalassemia  Pencegahan primer

Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara  pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2

hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.

 Pencegahan sekunder

Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.

Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus. (Soeparman dkk, 1996).

LO 2.11 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Thalassemia

 Kelebihan besi, orang dengan thalassemia biasanya kelebihan besi dalam tubuhnya. Dan tentu ini sangat berbahaya

 Infeksi, biasanya akan meningkatkan resiko terkena infeksi apalagi setelah limpa diangkat

 Deformitas tulang. Thalassemia bisa menyebabkan sum-sum tulang anda luas yang menyebabkan tulang menjadi lebar. Makanya bisa terjadi struktur tulang yang abnormal. Perluasan tulang ini bisa menyebabkan tulang makin tipis, mudah rusak.

 Pembesaran limpa karena terlalu cepat pecah makanya kerjanya semakin banyak

 Pertumbuhan yang lambat, anemia bisa menyebabkan pertumbuhan melambat. Pubertas  juga bisa hilang pada anak- anak dengan thalassemia

 Masalah jantung seperti kegagalan jantung dan irama jantung yang abnormal (arutmias)

LO 2.12 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Thalassemia

Tidak ada pengobatan untuk Hb Bart‟s. Pada umumnya kasus penyakit Hb H mempunyai  prognosis baik, jarang memerlukan transfusi darah atau splenektomi dan dapat hidup biasa. Thalasemia alfa 1 dan Thalasemia alfa 2 dengan fenotip yang normal pada umumnya juga mempunyai prognosis baik dan tidak memerlukan pengobatan khusus. Transplantasi sumsum tulang alogenik adalah salah satu pengobatan alternative tetapi hingga saat ini belum mendapatkan penyesuaian hasil atau bermanfaat yang sama di antara berbagai penyelidik secara global.

Thalasemia β homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia dekade ke 3, walaupun digunakan antibiotic untuk mencegah infeksi dan pemberian chelating agents (desferal) untuk mengurangi hemosiderosis (harga umumnya tidak terjangkau oleh  penduduk Negara berkembang). Di Negara maju dengan fasilitas transfuse yang cukup dan

(48)
(49)

 perawatan dengan chelating agents yangbaik, usia dapat mencapai dekade ke 5 dan kualitas hidup juga lebih baik.

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam tentang Transfusi Darah

Transfusi darah adalah memindahkan darah dari seseorang kepada orang lain untuk menyelamatkan jiwanya. Islam tidak melarang seorang muslim atau muslimah menyumbangkan darahnya untuk tujuan kemanusiaan, bukan komersialisasi, baik darahnya disumbangkan secara langsung kepada orang yang memerlukannya.

Penerima sumbangan darah tidak disyariatkan harus sama dengan donornya mengenai agama/kepercayaan, suku bangsa, dsb. Karena menyumbangkan darah dengan ikhlas adalah termasuk amal kemanusiaan yang sangat dihargai dan dianjurkan (mandub) oleh Islam, sebab dapat menyelamatkan jiwa manusia, sesuai dengan firman Allah: “dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Maidah:32).

Jadi boleh saja mentransfusikan darah seorang muslim untuk orang non muslim dan sebaliknya, demi menolong dan saling menghargai harkat sesama umat manusia. Sebab Allah sebagai Khalik alam semesta termasuk manusia berkenan memuliakan manusia, sebagaimana firman- Nya: “dan sesungguhnya Kami memuliakan anak cucu Adam (manusia).” (QS. Al -Isra:70). Maka sudah seharusnya manusia bisa saling menolong dan menghormati sesamanya.

Adapun dalil syar‟i yang menjadi dasar untuk membolehkan transfusi darah tanpa mengenal  batas agama dan sebagainya, berdasarkan kaidah hukum fiqih Islam yang berbunyi: “Al-Ashlu Fil Asyya‟ al-Ibahah Hatta Yadullad Dalil „Ala Tahrimihi” (bahwasanya pada prinsipnya segala sesuatu itu boleh hukumnya, kecuali ada dalil yang mengharamkannya). Padahal tidak ada satu ayat dan hadits pun yang secara eksplisit atau dengan nash yang sahih, melarang transfusi darah, maka berarti transfusi darah diperbolehkan, bahkan donor darah itu ibadah, jika dilakukan dengan niat mencari keridhaan Allah dengan jalan menolong jiwa sesama manusia.

 Namun untuk memperoleh maslahah (efektifitas positif) dan menghindari mafsadah (bahaya/risiko), baik bagi donor darah maupun bagi penerima sumbangan darah, sudah tentu transfusi darah itu harus dilakukan setelah melalui pemeriksaan yang teliti terhadap kesehatan keduanya, terutama kesehatan pendonor darah; harus benar-benar bebas dari penyakit menular, seperti AIDS dan HIV. Penyakit ini bisa menular melalui transfusi darah, suntikan narkoba, dll. Jelas bahwa persyaratan dibolehkannya transfusi darah itu berkaitan dengan masalah medis,  bukan masalah agama. Persyaratan medis ini harus dipenuhi, karena adanya kaidah -kaidah fiqih

seperti: “Adh-Dhararu Yuzal” (Bahaya itu harus dihilangkan/ dicegah). Misalnya bahaya  penularan penyakit harus dihindari dengan sterilisasi, dsb., “Ad-Dhararu La Yuzalu Bidharari Mitslihi” (Bahaya itu tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lain). Misalnya seorang yang memerlukan transfusi darah karena kecelakaan lalu lintas atau operasi, tidak boleh menerima darah orang yang menderita AIDS, sebab bisa mendatangkan bahaya lainnya yang lebih fatal. Dan Kaedah “La Dharara wa La Dhirar” (Tidak boleh membuat mudarat kepada dirinya sendiri dan tidak pula membuat mudarat kepada orang lain). Misalnya seorang pria yang terkena AIDS tidak boleh kawin sebelum sembuh. Demikian pula seorang yang masih hidup tidak boleh menyumbangkan ginjalnya kepada orang lain karena dapat membahayakan hidupnya sendiri. Kaidah terakhir ini berasal dari hadits riwayat Malik, Hakim, Baihaqi, Daruquthni dan Abu Said al-Khudri. Dan riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Abbas dan Ubadah bin Shamit.

(50)
(51)

DAFTAR PUSTAKA

Atmakusuma, Djumhana. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. Bakta, Made I. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC

Hoffbrand, A.V dan P.A.H Moss. 2013. Kapita Selekta Hematologi Edisi 6 . Jakarta : EGC Sudoyo, Aru W, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing

Murray RK et.al.(2009). biokimia Harper edisi 27. Jakarta: EGC

 Nainggolan IM. (2001).Analisis haplotide β pada mutasi Thalassemia β IVS1-nt5: asal dan  penyebaran mutasi. Jakarta: Universitas Indonesia;.h.4-13

Permono, Bambang, dkk. (2010). HEMOGLOBIN ABNORMAL dalam Buku Ajar HEMATOLOGI –  ONKOLOGI ANAK. Jakarta : Badan Penerbit IDAI

Permono, H.B., & Ugrasena, IDG., (2006). Thalasemia. In: Permono, H.B., Sutaryo, Ugrasena, IDG., Windiastuti, E., & Abdulsalam, M. . Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 64-66,76.

http://www.mayoclinic.org

http://www.pabondowoso.com/berita-154-pandangan-hukum-islam--terhadap-transplantasi-organ-tubuh-dan-tranfusi-darah.html

(52)

Gambar

Foto Ro tulang kepala, gambaran hair on end , korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.

Referensi

Dokumen terkait

Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan kimia, maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan dan imatur..

Sistem muskuloskeletal pada manusia terdiri dari tulang, otot dan persendian (dibantu oleh tendon, ligamen dan tulang rawan). Sistem ini memungkinkan kita untuk duduk,

Konsekuensi lainnya adalah penurunan jumlah sel darah merah maupun keping darah yang terbentuk dari sumsum tulang sehingga terjadi anemia dan merah maupun keping

Akhirnya produksi yang berlebihan tidak terkontrol (abnormal) akan keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi.. Jumlah sel

Penderita NIDDM umumnya akan menyebabkan terjadinya hipertrigliseridemia. Penyebabnya pada glukosa darah tinggi akan menginduksi sintesis kolesterol dan glukosa akan

Hipoksia stagnan (anoksia stagnan) Adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena darah (hemoglobin) tidak mampu membawa oksigen ke jaringan oleh karena kegagalan

• Kadar besi serum &amp; timbunan besi dalam sumsum Kadar besi serum &amp; timbunan besi dalam sumsum.

Pada penderita leukemia sel darah merah mengalami gangguan atau produksinya di dalam tubuh, karena sumsum tulang memproduksi sel darah yang abnormal, tidak dapat berfungsi dengan baik,