• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Oleh. HASBIAH MUSTARI Nomor Induk Mahasiswa :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TESIS. Oleh. HASBIAH MUSTARI Nomor Induk Mahasiswa :"

Copied!
264
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SOAL CERITA

MATEMATIKA DAN NILAI KARAKTER PADA SISWA SEKOLAH DASAR

MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN

KONSEPTUAL TERINTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER

THE DIFFERENCES IN THE ABILITY TO SOLVE PROBLEMS OF

MATHEMATICAL STORIES AND CHARACTER VALUES IN

ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS THROUGH INTEGRATED

CONCEPTUAL AND CONTEXTUAL LEARNING APPROACHES

TO CHARACTER EDUCATION

TESIS

Oleh

HASBIAH MUSTARI

Nomor Induk Mahasiswa : 105.06.02.010.17

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER PENDIDIKAN DASAR

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR

(2)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SOAL CERITA

MATEMATIKA DAN NILAI KARAKTER PADA SISWA SEKOLAH DASAR

MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN

KONSEPTUAL TERINTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER

TESIS

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai magister

Program Studi

Magister Pendidikan Dasar

Disusun dan Diajukan Oleh

HASBIAH MUSTARI

Nomor Induk Mahasiswa : 105.06.02.010.17

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER PENDIDIKAN DASAR

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR

(3)

TESIS

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SOAL CERITA

MATEMATIKA DAN NILAI KARAKTER PADA SISWA SEKOLAH DASAR

MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN

KONSEPTUAL TERINTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER

Yang disusun dan diajukan oleh

HASBIAH MUSTARI

Nomor Induk Mahasiswa : 105.06.02.010.17

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis Pada tanggal 31 Agustus 2020

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Agustan. S, M.Pd. Sulfasyah, S.Pd., M.A., Ph.D

Mengetahui :

Direktur Program Pscasarjana Ketua ProgramStudi Unismuh Makassar Magister Pendidikan Dasar

Dr. H. Darwis Muhdina, M.Ag Sulfasyah,S.Pd.,M.A.,Ph.D NBM. 483 523 NBM. 970. 635

(4)

HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI

Judul Tesis

:

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH SOAL CERITA MATEMATIKA DAN NILAI KARAKTER PADA SISWA SEKOLAH DASAR MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN KONSEPTUAL TERINTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER

Nama Mahasiswa :

HASBIAH MUSTARI

Nim

:

105.06.02.010.17

Program studi :

Magister Pendidikan Dasar

Telah diuji dan dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis pada tanggal 31 Agustus 2020 dan dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan (M. Pd) pada program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, 31 Agustus 2020 Tim Penguji Dr. Agustan. S, M.Pd. ..……….. (Ketua/Pembimbing/Penguji) Sulfasyah, S.Pd., M.A., Ph.D ………. (Sekretaris/Penguji) Dr. H. Baharullah, M.Pd. ………. (Penguji)

Dr. H. Muhlis Madani, M.Si. ...………..

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Hasbiah Mustari NIM : 105.06.02.010.17

Program Studi : Magister Pendidikan Dasar

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar – benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 31 Agustus 2020

(6)

ABSTRAK

Hasbiah Mustari. 2020. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah

Soal cerita Matematika dan Nilai Karakter Pada Siswa Sekolah Dasar Melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dan Konseptual Terintegrasi Pendidikan Karakter. Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Makassar, dibimbing oleh Agustan dan Sulfasyah.

Penelitian ini bertujuan mengkaji perbedaan kemampuan dalam memecahkan masalah soal cerita dan nilai karakter pada siswa kelas V SDN Kecamatan Balocci dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual dan konseptual terintegrasi pendidikan karakter. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan menggunakan desain penelitian Quasi Experiment bentuk The Static-Group Comparison

design. Penelitian ini dilaksanakan di SDN Kecamatan Balocci. Yang

menjadi populasi, yaitu keseluruhan siswa kelas V yang berjumlah 271 siswa. Teknik pengambilan sampel yaitu stratified random sampling. Sampel yang terpilih, yaitu SDN 3 Tonasa kelas Va sebagai kelas eksperimen Ia, kelas Vb sebagai kelas eksperimen IIa, kelas V SDN 16 Senggerang kelas eksperimen Ib dan SDN 31 Senggerang sebagai kelas eksperimen IIb. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes soal cerita dan angket penilaian diri. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah soal cerita matematika siswa yang diberikan pembelajaran Kontekstual sebesar 88,46 lebih besar dari yang diberikan pembelajaran konseptual sebesar 69,77. Dari hasil analisis varians satu jalan GWT diperoleh Fhitung =23,45> Ftabel = 18,51. Begitu pula rata-rata skor

karakter siswa yang diberikan pembelajaran kontekstual sebesar 57,3 lebih besar dari skor karakter siswa yang diberikan pembelajaran konseptual sebesar 44.07. Dari hasil analisis varians satu jalan GWT diperoleh Fhitung

=70,836>Ftabel = 18,51. Ini berarti terdapat perbedaan kemampuan

pemecahan masalah soal cerita matematika dan perbedaan nilai karakter siswa yang diberikan pembelajaran kontekstual dan yang diberikan pembelajaran konseptual. Ini memperlihatkan bahwa pembelajaran kontekstual lebih baik daripada pembelajaran konseptual. Penelitian ini dapat menjadi acuan untuk guru SD dalam memilih pembelajaran kontekstual terintegrasi pendidikan karakter dalam memecahkan masalah soal cerita, serta dapat berpengaruh positif terhadap karakter siswa.

(7)
(8)

MOTTO

“JANGAN INGAT LELAHNYA BELAJAR, TAPI INGAT BUAH

MANISNYA KESUKSESAN YANG DAPAT DIPETIK KELAK”

“ TIDAK ADA HAL YANG SIA – SIA DALAM BELAJAR,

KARENA ILMU AKAN BERMANFAAT PADA WAKTUNYA”

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhana wata’ala. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis yang berjudul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan

Masalah Soal Cerita Matematika dan Nilai Karakter Pada Siswa Sekolah Dasar Melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dan Konseptual Terintegrasi Pendidikan Karakter” diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan guna memperoleh gelar Magister Pendidikan Dasar pada Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Makassar.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan penulis. Namun, berkat keseriusan pembimbing memberikan arahan dan bimbingan sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis patut mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag selaku rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Dr. H. Darwis Muhdina, M.Ag selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar

3. Ibu Sulfasyah,S.Pd.,M.A.,Ph.D selaku ketua Program Studi Magister Pendidikan Dasar Universitas Muhammadiyah Makassar serta bertindak sebagai pembimbing II yang telah memberikan dukungan, bimbingan, arahan dan motivasi selama penyelesaian penulisan tesis ini.

4. Bapak Dr. Agustan. S, M.Pd dan Bapak Prof.Dr.Irwan Akib, M.Pd. selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan kesabarannya untuk dapat membimbing, mengarahkan dan memotivasi penyelesaian penulisan tesis ini.

5. Bapak Dr. H. Baharullah, M.Pd. Selaku dosen penguji I yang telah memberikan bimbingan, motivasi, ilmu yang berharga, saran, dan kritik – kritik pada penulisan tesis ini.

6. Dr. H. Muhlis Madani, M.Si. Selaku dosen penguji II yang telah meluangkan waktu dan memberi masukan, mengarahkan dan memotivasi penyelesaian penulisan tesis ini.

7. Para Dosen Pasca Sarjana dan Seluruh Staf Tata Usaha yang telah memberikan kemudahan kepada penulis, baik pada saat mengikuti perkuliahan, maupun pada saat pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis.

8. Kepala SDN 3 Tonasa Ibu Nurhaedah, S.Pd, Kepala SDN 16 Senggerang ibu Dahrah, S.Pd dan Kepala SDN 31 Senggerang ibu Hj.Rosmini, S.Pd beserta guru dan staf pegawai yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengadakan penelitian di sekolah tersebut.

(10)

9. Keluarga besarku tercinta, kedua orang tua, serta saudara kandung, suami dan anak tercinta. Merekalah yang tidak pernah berhenti mengalirkan doa, dukungan, dorongan, kasih dan sayang kepada penulis.

10. Bapak Kepala Sekolah dan teman mengajar di SDN 30 Sumpang Bita 11. Rekan – rekan seperjuangan S2 Magister Pendidikan Dasar Universitas

Muhammadiyah Makassar khususnya angkatan kedua dan rekan – rekan lain yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang selalu mendukung, menemani dan memberikan semangat.

Penulis menyadari bahwa meskipun tesis ini telah dibuat dengan usaha yang maksimal, tidak menutup kemungkinan masih terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini senantiasa penulis harapkan. Penulis mengharapkan tesis yang sederhana ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan juga bagi pembaca. Aamiin Ya Rabbal Alamiin.

Makassar, 31 Agustus 2020

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

MOTTO vii

KATA PENGANTAR / PRAKATA viii

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan masalah 18

C. Tujuan Penelitian 18

D. Manfaat Penelitian 19

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis 20

B. Kajian Penelitian Yang Relevan 56

C. Kerangka Pikir 59

D. Hipotesis Penelitian 61 BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain dan Jenis Penelitian 62 B. Lokasi dan Waktu Penelitian 65 C. Populasi dan Sampel Penelitian 66

(12)

D. Metode Pengumpulan Data

1. Jenis dan Sumber Data 71 2. Teknik Pengumpulan Data 81 E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian 82 F. Teknik Analisis Data 84 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Analisis Data 90 B. Pengujian Hipotesis 115 C. Pembahasan Hasil Penelitian 131 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 134 B. Saran 135 DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. INSTRUMEN PENELITIAN 2. IZIN PENELITIAN 3. OLAHAN DATA

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian 63 Tabel 3.2 Sebaran Siswa Kelas V Tiap-tiap Sekolah 67 Tabel 3.3 Sampel Penelitian 70 Tabel 3.4 Kriteria Penskoran Validasi tes Hasil Belajar 75 Tabel 3.5 Kualifikasi Tingkat Kelayakan Berdasarkan Persentase 76 Tabel 3.6 Hasil Validasi Posttest Soal Cerita 77 Tabel 3.7 Hasil Validasi Angket Penilaian Diri Kepemilikan

Karakter Siswa Pada Pembelajaran Matematika 78 Tabel 3.8 Hasil Validasi Observasi terhadap Aktivitas Guru

Dalam Proses Pembelajaran 79 Tabel 3.9 Hasil Validasi Observasi terhadap Aktivitas Siswa

Dalam Proses Pembelajaran 80 Tabel 3.10 Variabel Penelitian 82 Tabel 3.11 Kelompok Eksperimen (One way of Anova GWT) 87 Tabel 4.1 Rekapitulasi Analisis Deskriptif Data Hasil Posttest 90 Tabel 4.2 Statatistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan

Masalah Soal Cerita Matematika Siswa Kelas VA SD Negeri 3 Tonasa yang diberikan Pembelajaran

Kontekstual (G1) Tahap Posttest 92

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Soal Cerita Matematika Siswa Kelas VA SD Negeri 3 Tonasa yang diberikan Pembelajaran

Kontekstual (G1) Tahap Posttest 93 Tabel 4.4 Statatistik Deskriptif Hasil Belajar Pemecahan

Soal Cerita Matematika Kelas V SD Negeri 16 Senggerang yang diberikan pembelajaran

(14)

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi Kemampuan Pemecahan Soal Cerita matematika Kelas V SD Negeri 16 Senggerang

Yang diberikan pembelajaran Kontekstual (G2) 96 Tabel 4.6 Statatistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan Soal

Cerita Matematika Siswa Kelas VB SD Negeri 3

Tonasa yang diberikan pembelajaran Konseptual (G3) 98 Tabel 4.7 Distribusi frekuensi Kemampuan Pemecahan Soal

Cerita Matematika Siswa Kelas VB SD Negeri 3

Tonasa yang diberikan pembelajaran Konseptual (G3) 99 Tabel 4.8 Statatistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Soal Cerita Siswa Kelas V SD Negeri 31 Senggerang

yang diberikan pembelajaran Konseptual (G4) 101 Tabel 4.9 Distribusi frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah

Soal Cerita Siswa Kelas V SD Negeri 31 Senggerang

yang diberikan pembelajaran Konseptual (G4) 102 Tabel 4.10 Statatistik Deskriptif Skor Karakter Siswa Kelas VA

SD Negeri 3 Tonasa yang diberikan Pembelajaran

Kontekstual (GK1) 104 Tabel 4.11 Distribusi frekuensi Skor Karakter Siswa Kelas VA

SD Negeri 3 Tonasa yang diberikan Pembelajaran

Kontekstual (GK1) 105 Tabel 4.12 Statatistik Deskriptif Skor Karakter Siswa Kelas V

SD Negeri 16 Senggerang yang diberikan Pembelajaran Kontekstual (GK2) 107 Tabel 4.13 Distribusi frekuensi Skor Karakter Siswa Kelas V

SD Negeri 16 Senggerang yang diberikan Pembelajaran Kontekstual (GK2) 108 Tabel 4.14 Statatistik Deskriptif Skor Karakter Siswa Kelas Kelas VB SD Negeri 3 Tonasa yang diberikan Pembelajaran

Konseptual (GK3) 110 Tabel 4.15 Distribusi frekuensi Skor Karakter Siswa Kelas

Kelas VB SD Negeri 3 Tonasa yang diberikan

Pembelajaran Konseptual (GK3) 111 Tabel 4.16 Statatistik Deskriptif Skor Karakter Siswa Kelas V

SD Negeri 31 Senggerang yang diberikan

(15)

Tabel 4.17 Distribusi frekuensi Skor Karakter Siswa Kelas Kelas V SD Negeri 31 Senggerang yang diberikan

Pembelajaran Konseptual (GK4) 114 Tabel 4.18 Print out analisis test normalitas data 116 Tabel 4.19 Hasil Analisis Uji Homogenitas Data Kemampuan

Pemecahan Masalah Soal Cerita Matematika Siswa yang diberikan pembelajaran Kontekstual pada siswa (G1 dan G2) serta Kemampuan Pemecahan Masalah Soal Cerita Matematika Siswa yang diberikan

pembelajaran Konseptual (G3 dan G4) . 118 Tabel 4.20 Print out analisis test normalitas data skor karakter

siswa 120 Tabel 4.21 Hasil Analisis Uji Homogenitas skor Karakter Siswa

yang diberikan pembelajaran Kontekstual pada siswa (GK1 dan GK2) serta Skor Karakter yang diberikan

pembelajaran Konseptual (GK3 dan GK4) 121 Tabel 4.22 Skor Hasil Belajar Pemecahan Masalah Soal Cerita

Matematika Siswa yang diberikan pembelajaran Kontekstual pada siswa (G1 dan G2) serta Skor Hasil Belajar Pemecahan Masalah Soal Cerita Matematika Siswa yang diberikan pembelajaran Konseptual

(G3 dan G4 124 Tabel 4.23 Skor karakter yang diberikan pembelajaran Kontekstual

pada siswa (GK1 dan GK2) serta Skor karakter Siswa

yang diberikan pembelajaran Konseptual (GK3 dan GK4) 128 Tabel 4.24 Tabel Anova GWT 130

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir 60 Gambar 4.1 Histogram Kemampuan Pemecahan Masalah

Soal Cerita Matematika Siswa Kelas VA SD Negeri 3 Tonasa yang diberikan Pembelajaran

Kontekstual (G1) 94 Gambar 4.2 Histogram Kemampuan Pemecahan Masalah

Soal Cerita Siswa Kelas V SD Negeri 16 Senggerang yang diberikan pembelajaran

Kontekstual (G2) 97 Gambar 4.3 Histogram Kemampuan Pemecahan Soal Cerita

Matematika Siswa Kelas VB SD Negeri 3 Tonasa

Yang diberikan pembelajaran Konseptual (G3) 100 Gambar 4.4 Histogram Kemampuan Pemecahan Masalah Soal

Cerita Siswa Kelas V SD Negeri 31 Senggerang

yang diberikan pembelajaran Konseptual (G4) 103 Gambar 4.5 Histogram Skor Karakter Siswa Kelas VA SD

Negeri 3 Tonasa yang diberikan Pembelajaran

Kontekstual (GK1) 106 Gambar 4.6 Histogram Skor Karakter Siswa Kelas V SD

Negeri 16 Senggerang yang diberikan Pembelajaran Kontekstual (GK2) 109 Gambar 4.7 Histogram Skor Karakter Siswa Kelas Kelas VB SD

Negeri 3 Tonasa yang diberikan Pembelajaran

Konseptual (GK3) 112 Gambar 4.8 Histogram Skor Karakter Siswa Kelas Kelas V SD

Negeri 31 Senggerang yang diberikan

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman

Lampiran 1 Silabus 142

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 144

Lampiran 3 Kisi-Kisi Tes Hasil Belajar 170

Lampiran 4 Kisi–Kisi Angket Karakter Siswa 173

Lampiran 5 Soal Posttest Hasil Belajar 174 Lampiran 6 Kunci Jawaban dan Penskoran Tes Hasil Belajar 176 Lampiran 7 Angket Karakter Siswa 179 Lampiran 8 Lembar Validasi 182

Lampiran 9 Izin Penelitian 214

Lampiran 10 Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Siswa 215

Lampiran 11 Penilaian Tes Hasil Belajar 223

Lampiran 12 Penilaian Angket Karakter Siswa 227

Lampiran 13 Hasil Olah Data SPSS 231

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Undang – undang RI No 20 tahun 2003, tentang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman.dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,.cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Melalui usaha pendidikan, diharapkan dapat menghasilkan manusia paripurna yaitu mengembangkan manusia seutuhnya yang berkembang baik fisik, mental intelektual serta membentuk manusia yang kritis dan memiliki kemampuan dalam merumuskan solusi logis atas permasalahan yang dihadapi secara mandiri tanpa menggantungkan hidupnya pada orang lain. Untuk tujuan tersebut, mata pelajaran matematika di sekolah diharapkan dapat memainkan peranan penting untuk mewujudkan insan yang kritis dan memiliki kompetensi sebagai problem solver.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, (Majid, 2014). Upaya pemerintah antara lain dengan melakukan perubahan kurikulum pendidikan yaitu kurikulum 2013 atau

(19)

disebut pula kurikulum nasional yang menekankan pada pendidikan karakter, penambahan fasilitas kegiatan pendidikan di berbagai bidang dan jenjang pendidikan. Salah satu bidang pendidikan yang tak luput dari upaya perbaikan pemerintah yakni pendidikan matematika.

Di samping itu, tuntutan kurikulum 2013 yang mengedepankan konsep belajar siswa aktif, sehingga belajar tidak lagi hanya bersumber dari guru (teacher centered) melainkan menuntut siswa yang aktif mencari dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri (student centered). Hal tersebut menuntut kerjasama dari semua elemen baik, guru, siswa, orang tua dan tenaga kependidikan (pustakawan, laboran).

Dikarenakan tuntutan kurikulum tersebut, maka dalam belajar matematika guru tidak cukup dengan menyampaikan materi pelajaran saja tetapi pembelajaran matematika di sekolah dasar diharapkan dapat membuat peserta didik mampu memecahkan masalah, yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Serta peserta didik mampu menerapkan ilmu matematika yang dilandasi nilai – nilai ketaqwaan, kemandirian, dan kecerdasan dalam kehidupan sehari – hari.

Kline (Supriadi, 2018) menyebutkan, “Matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi beradanya itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.”

(20)

Menurut Adams (2010), matematika sekolah adalah cara untuk berpikir dan bertanya, matematika sekolah adalah kegiatan memahami pola dan hubungan, matematika sebagai sebuah bahasa atau alat komunikasi, matematika sebagai kegiatan berpikir inovatif dan kreatif, matematika yang diajarkan sekolah sebagai kegiatan penemuan dan pemecahan masalah.

Peranan matematika dalam kehidupan sehari-hari sangat penting karena penguasaan terhadap matematika sangat diperlukan siswa sebagai bekal dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat. Matematika merupakan mata pelajaran yang berguna bagi dirinya sendiri dan juga bagi mata pelajaran lain. Tuntutan kemampuan matematis tidak hanya sekedar kemampuan berhitung. Menurut (Fathani, 2016) kemampuan matematis juga meliputi kemampuan bernalar yang logis dan kritis dalam pemecahan masalah. Pemecahan masalah ini tidak semata – mata masalah yang berupa soal rutin akan tetapi lebih kepada permasalahan yang dihadapi sehari – hari.

Soal cerita matematika sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari siswa karena soal tersebut mengedepankan permasalahan-permasalahan yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Soal cerita sebagai bentuk evaluasi kemampuan siswa terhadap konsep dasar matematika yang telah dipelajari. Seseorang dapat dikatakan memiliki kemampuan matematika apabila terampil dengan benar menyelesaikan soal cerita matematika. (Retna dkk, 2013)

(21)

Berdasarkan penelitian diatas salah satu bentuk soal yang menuntut siswa dapat memecahkan permasalahan melalui kemampuannya dalam memahami, merancang, dan mencari solusi dari permasalahan yaitu soal cerita karena merupakan soal-soal matematika yang menggunakan bahasa verbal dan umumnya berhubungan dengan kegiatan sehari-hari.

Soal cerita atau masalah matematika atau story problem atau word

problem merupakan satu bentuk soal dalam ilmu Matematika. Soal cerita

matematika adalah soal matematika yang disajikan dengan media bahasa, sedangkan cerita yang diungkapkan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang penyelesaiannya membutuhkan matematika (Raharjo dkk, 2001).

Soal cerita matematika berperan penting dalam kehidupan sehari-hari siswa, karena soal tersebut mengedepankan permasalahan-permasalahan real yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Soal cerita sebagai bentuk evaluasi kemampuan siswa terhadap konsep dasar matematika yang telah dipelajari yang berupa soal penerapan rumus.

Seseorang dapat dikatakan memiliki kemampuan matematika apabila terampil dengan benar menyelesaikan soal cerita matematika (Retna, dkk. 2013). Demikian pula menurut Dewi, dkk (2014) soal cerita matematika bertujuan agar siswa berlatih dan berpikir secara deduktif, dapat melihat hubungan dan kegunaan matematika dalam kehidupan

(22)

sehari-hari, dan dapat menguasai keterampilan matematika serta memperkuat penguasaan konsep matematika.

Hasil Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2015 menunjukkan bahwa skor hasil belajar matematika siswa-siswi Indonesia berada pada peringkat 45 dari 50 negara. Kemampuan siswa-siswi Indonesia dalam mengerjakan soal-soal dengan domain bernalar juga menunjukkan kemampuan yang masih sangat minim (Kemdikbud, 2015). Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah pada siswa Indonesia masih rendah. Siswa kita lemah dalam soal aplikasi yang memuat suatu cerita, meskipun soalnya sederhana. Siswa kita lemah dalam mengerjakan soal-soal yang menuntut kemampuan pemecahan masalah, berargumentasi dan berkomunikasi.

Mengacu pada temuan tersebut, pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah dasar semestinya tidak hanya sekadar menuntut siswa untuk menjawab soal dengan benar saja, namun perlu mendorong siswa agar memunculkan ide-ide baru dalam memecahkan masalah pada soal matematika. Sa’dijah dan Sukoriyanto (2013) berpendapat bahwa sebaiknya guru jangan memberikan solusi langsung pada masalah yang diberikan, tugas guru adalah mengarahkan siswa untuk membantu proses berpikir.

Dalam Research on Improvement of System Education (Niken, 2018) menyatakan Indonesia saat ini sedang darurat matematika. Hasil

(23)

studi menunjukkan bahwa kemampuan siswa memecahkan soal matematika sederhana tidak berbeda secara signifikan antara siswa baru masuk sekolah dasar (SD) dan yang sudah lulus sekolah menengah atas (SMA). Disebut gawat darurat adalah bahwa kemampuan matematika tidak berkembang seiring bertambahnya tingkat sekolah yang diikuti anak-anak dan penurunan yang terjadi dari tahun ke tahun.

Rendahnya kemampuan matematika Indonesia ini juga terlihat dari hasil The Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2000 hingga 2015. Secara konsisten, PISA menempatkan siswa Indonesia yang berusia 15 tahun pada peringkat bawah dibandingkan negara-negara Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) lainnya. Jika ditelaah lebih dalam, rendahnya hasil PISA ini, ditemukan bahwa anak-anak Indonesia ternyata belum mampu menerapkan pengetahuan prosedural matematika ke dalam permasalahan yang dihadapinya sehari – hari.

Studi INAP (Indonesian National Assessment Program) yang dikakukan kemdikbud juga menjelaskan hal yang tak jauh berbeda. Pada 2016, kompetensi matematika siswa SD merah total. Sekitar 77,13% siswa SD di seluruh Indonesia memiliki kompetensi matematika yang sangat rendah (kurang), 20,58% cukup dan hanya 2,29% yang masuk kategori baik.

Kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi keberhasilan

(24)

pembelajaran matematika. Pemecahan masalah matematika menuntun siswa untuk mencari tahu sendiri langkah – langkah pemecahan masalah dalam sebuah soal cerita, sehingga berdampak terhadap ingatan siswa tentang materi pelajaran. Melalui pemecahan masalah, siswa mampu memahami masalah dari soal cerita dengan benar serta mampu merencanakan dan menyusun cara–cara penyelesaiannya dengan benar. Namun pada kenyataannya, berdasarkan pengamatan awal, kemampuan pemecahan masalah soal cerita matematika siswa SDN di Kecamatan Balocci masih sangat rendah. Ini didukung dari beberapa fakta yaitu pada hasil persentase penguasaan materi UASBN tahun ajaran 2018/2019 SDN sekecamatan Balocci berdasarkan SKL dinyatakan tingkat kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pemahaman konsep serta penerapannya dalam pemecahan masalah masih sangat kurang.

Hasil observasi di kelas yang dilakukan oleh peneliti pada guru dan siswa di SDN kecamatan Balocci kelas V semester 2 tahun ajaran 2018/2019. Nilai matematika sebagian besar siswa di bawah KKM sekolah. Setelah melihat hasil analisis soal penilaian harian matematika siswa semester II tahun 2018/2019 ternyata kesalahan sebagian besar siswa yaitu dalam menyelesaikan soal cerita. Analisis soal juga menunjukkan kemampuan pemecahan masalah dalam belajar matematika pada siswa SDN di Kecamatan Balocci sangat rendah. Ini diamati dari beberapa indikator seperti : 1) mampu memahami masalah, 2) merumuskan penyelesaian masalah, 3) penyelesaian masalah sesuai

(25)

rencana, 4) menafsirkan hasil. Selain itu hasil wawancara dari guru dan siswa menyatakan bahwa lebih dari 50% guru menyatakan kesulitan dalam mengajarkan soal cerita dan sebagian besar siswa mengatakan pelajaran matematika merupakan pelajaran yang paling membosankan dan soal pemecahan masalah soal cerita merupakan soal yang paling sulit dikerjakan.

Di samping itu, peneliti melihat proses belajar mengajar yang berlangsung di SDN Kecamatan Balocci cenderung didominasi dengan menggunakan metode ceramah dan menulis. Pembelajaran matematika umumnya berupa pengenalan rumus-rumus serta konsep-konsep secara verbal, tanpa ada perhatian yang cukup terhadap pemahaman siswa. Guru mengajar matematika dengan mengenalkan materi, mengajukan satu atau dua pertanyaan, dan meminta siswa yang pasif untuk aktif kemudian semua siswa mengerjakan latihan dari buku teks. Pelajaran diakhiri dengan pengorganisasian yang baik. Guru menjadi pusat dari seluruh kegiatan di kelas (teacher center).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di SDN Kecamatan Balocci, maka ditemukan akar penyebab dari kesulitan siswa menyelesaikan soal pemecahan masalah yang bersumber dari guru, siswa, dan peralatan belajar. Cara guru dalam mengajar saat menyampaikan materi kurang menarik, guru cenderung monoton menguasai kelas, sehingga siswa merasa takut menyampaikan ide – idenya dan membuat siswa bosan dengan pelajaran.

(26)

Banyak siswa malas mengerjakan soal – soal latihan karena menunggu guru menyelesaikan soal, siswa hanya tinggal menulis soal yang telah dikerjakan guru. Media pembelajaran di dalam suatu kelas juga sangat minim, guru menerangkan hanya memakai papan tulis saja sehingga siswa difungsikan untuk melihat dan mendengarkan ceramah guru tanpa diajak untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah. Akibatnya, ide-ide kreatif siswa tidak dapat berkembang, daya nalar siswa tidak terlatih dan siswa tidak terbiasa melihat alternatif lain yang mungkin dapat dipakai dalam menyelesaikan suatu masalah. Siswa hanya mampu mengingat dan menghafal rumus atau konsep matematika tanpa memahami maknanya. yang berakibat siswa tersebut akan mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal cerita serta hasil belajarnya akan menurun.

Penyelesaian soal cerita tidak hanya memperhatikan jawaban akhir perhitungan, tetapi proses penyelesaiannya juga harus diperhatikan. Siswa diharapkan menyelesaikan soal cerita melalui suatu proses tahap demi tahap sehingga terlihat alur berpikirnya. Selain itu dapat terlihat pula pemahaman siswa terhadap konsep yang digunakan dalam soal cerita tersebut.

Memperhatikan keadaan pembelajaran matematika di Indonesia, khususnya di Kecamatan Balocci, harapan pendidikan sebagai wadah untuk membangun insan yang kritis dan memiliki kapasitas sebagai problem solver nampaknya masih jauh dari harapan. Perlu adanya

(27)

perubahan pola pengajaran matematika di sekolah. Guru jangan lagi fokus pada pengajaran materi, tetapi ke skill. Guru sebaiknya mengajari anak agar mampu menghitung yang kemudian digunakan dalam keseharian. Sebab masalah yang terjadi adalah mereka bisa menghafal soal hitungan seperti satu ditambah satu dan seterusnya. Namun saat dihadapkan pada soal cerita mereka kebingungan. Oleh karena itu, anak harus dibiasakan memahami matematika secara kontekstual, tak sekedar teori.

Dalam pembelajaran matematika kontemporer, pendekatan kontekstual dan Pendekatan Konseptual telah terbukti mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah lebih baik daripada pendekatan konvensional. Kedua pendekatan pembelajaran ini akan digunakan dalam penelitian untuk meminimalisir permasalahan di atas. Kedua pendekatan pembelajaran ini dipilih karena sejalan dengan program pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan matematika yang tertuang dalam Undang – undang RI No 20 tahun 2003. Selain itu, hal ini juga didasarkan oleh pandangan para ahli berkaitan dengan kedua pendekatan tersebut.

Sanjaya (Afandi, 2013) mengemukakan bahwa CTL adalah suatu konsep pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata.

Pendekatan pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran langsung dan alamiah.

(28)

Anak belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah sehingga membantu mengembangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotoriknya. Dengan adanya pengembangan kognitif maka akan lebih mudah membuat anak kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah matematika.

Nurhadi (Afandi, 2003) CTL adalah konsep belajar dari guru yang menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

Pendekatan pembelajaran kontekstual berorientasi pada penyelesainya masalah kehidupan sehari-hari yang dapat memicu proses berpikir kritis, logis, dan kreatif sehingga siswa memiliki kemampuan sebagai sosok problem solver. Pendekatan kontekstual mendorong siswa untuk dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata dan dirasakan sangat bermanfaat. Siswa merasa lebih semangat untuk belajar, karena berhubungan langsung dengan masalah yang dekat dengan kehidupan mereka dan merasa perlu untuk menyelesaikannya.

Penelitian tentang pemecahan masalah soal cerita menggunakan pendekatan kontekstual juga telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, seperti penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Mulhamah (2016).

(29)

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari siklus pertama ke siklus kedua terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa baik dilihat dari nilai secara individu maupun klasikal. Hal ini merujuk pada kesimpulan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual seperti yang dilakukan pada penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa pada mata pelajaran matematika.

Hasil dari penelitian yang dilakukan Aning Wulandari (2010) menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik pada kemampuan menyelesaikan soal cerita, daripada pembelajaran langsung.

Hal ini disebabkan karena pendekatan pembelajaran kontekstual berorientasi pada penyelesaian masalah kehidupan sehari-hari yang dapat memicu proses berfikir kritis, logis, dan kreatif sehingga siswa memiliki kemampuan sebagai sosok problem solver.

Penelitian mengenai pendekatan kontekstual yang dilakukan oleh Nuruniyah (2013) menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih efektif daripada pendekatan konvensional ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika dan kepercayaan diri peserta didik.

Pendekatan pembelajaran konseptual yaitu pembelajaran yang membimbing siswa memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Pendekatan konsep adalah

(30)

pendekatan yang mengarahkan peserta didik menguasai konsep secara benar dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi).

Pendekatan konsep merupakan suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung menyajikan konsep tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh. Pada pembelajaran Matematika guru memberikan konsep dasar tentang rumus tetapi siswa tidak diberikan penjelasan atau proses perolehan rumus tersebut. Guru langsung memberikan konsep dasarnya saja.

Kemampuan pemahaman konsep dan pemecahan masalah matematis merupakan dua kemampuan yang sangat penting untuk dikembangkan. Fadhila (2014) menyatakan kemampuan pemahaman konsep merupakan kemampuan siswa untuk dapat mengerti konsep yang diajarkan guru dan kemampuan siswa dalam menjelaskan konsep yang telah dipelajari dengan menggunakan kata-kata sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa betapa pentingnya kemampuan pemahaman konsep oleh siswa dalam pembelajaran di sekolah.

Tujuan pendidikan nasional bukan saja mengutamakan kemampuan kognitif tetapi juga bertujuan untuk mengembangkan karakter siswa. Hal ini diungkapkan dalam peraturan pemerintah nomor 17 tahun 2010 tentang pengelolaan penyelenggaraan pendidikan pada pasal 17 ayat (3) menyebutkan bahwa pendidikan dasar, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang (a) beriman

(31)

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; (c) berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; (d) sehat, mandiri, dan percaya diri; (e) toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab. (Kemendiknas, Dirjen Menpendasmen Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, 2010).

Faktor moral (akhlak) adalah hal utama yang harus dibangun terlebih dahulu agar bisa membangun sebuah masyarakat yang tertib, aman, dan sejahtera. Salah satu kewajiban utama yang harus dijalankan oleh para orang tua dan pendidik adalah mengajarkan nilai – nilai moral kepada anak – anak kita. Nilai moral yang ditanamkan akan membentuk karakter (akhlak mulia) yang merupakan fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera.

Penelitian di Harvard University Amerika Serikat menurut Ali Ibrahim Akbar (Muslich, 2011) ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih kepada kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill.

Berbagai permasalahan moral yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia yaitu kasus remaja yang diangkat oleh media massa ataupun media elektronik, seperti tawuran peserta didik, kecurangan dalam

(32)

pelaksanaan UN, pelajar menggunakan narkoba, dan pergaulan bebas. Masih adanya penyimpangan moral yang dilakukan peserta didik dilingkungan sekolah, bahkan mulai dari level sekolah dasar, seperti ketidak jujuran, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, menganiaya teman dan tidak menghargai guru.

Pentingnya pendidikan karakter sebagai solusi menjawab permasalahan moral dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter merupakan bagian dari pendidikan nilai (values education) melalui sekolah. Sekolah tidak hanya bertanggung jawab dalam mencetak peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi juga dalam diri, karakter dan kepribadian. Kerenanya, mencari konsep pendidikan karakter menjadi sangat urgen dalam upaya menyiapkan anak didik yang unggul, beriman, profesional dan berkepribadian sebagaimana dituntut dalam tujuan pendidikan.

Seorang anak dalam mencari nilai-nilai hidup, harus mendapat bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci/fitrah, dan alam disekitarnyalah yang akan memberi corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan seorang anak, khususnya pendidikan karakter.

Pendidikan karakter bagi anak sangat penting. Bila kita hendak mengarahkan pendidikan kita dan menumbuhkan karakter yang kuat pada anak didik, kita harus mencontoh karakter Nabi Muhammad SAW yang memiliki karakter yang sempurna.

(33)

Dalam Al Qur’an Surah Al-Qalam ayat 4 Allah SWT berfirman :

Terjemahan:

“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (Q.S. al-Qalam : 4)

Dalam pendidikan karakter yang berorientasi pada akhlak mulia kita wajib untuk berbuat baik dan saling membantu serta dilatih untuk selalu sabar, menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain sebagaimana firman Allah SWT.

Terjemahan :

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang- orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Q.S. al-Imran: 134)

Pembelajaran di sekolah hendaknya tidak hanya berpusat pada kemampuan kognitif saja, tetapi juga pada pembelajaran untuk mengembangkan karakter, sikap, kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosi melaui pendidikan karakter.

Pendidikan karakter di sekolah hendaknya dapat diintegrasikan dalam setiap pembelajaran, termasuk matematika melalui pendekatan kontekstual dan konseptual yang digunakan. Pendekatan pembelajaran

(34)

kontekstual dan konseptual terintegrasi pendidikan karakter berorientasi pada penyelesaian masalah kehidupan sehari-hari yang dapat memicu proses berfikir kritis, logis, teliti, kerja keras dan kreatif sehingga siswa memiliki kemampuan sebagai sosok problem solver.

Guru sebagai tenaga pendidik yang dituntut untuk membangun karakter peserta didik sekaligus dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan proses siswa melalui pembelajaran kontekstual dan konseptual terintegrasi pendidikan karakter.

Pada prinsipnya, pengembangan pendidikan karakter tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan proses pembelajaran di kelas sehingga dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang seutuhnya dan menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan karakter bangsa.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis merasa sangat perlu membandingkan antara pendekatan kontekstual dan pendekatan konseptual terintegrasi pendidikan karakter untuk mengetahui pendekatan mana yang terbukti paling baik dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah soal cerita dan menumbuhkan nilai karakter siswa.

(35)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Apakah ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah soal cerita matematika pada siswa kelas V SDN Kecamatan Balocci melalui pendekatan pembelajaran kontekstual dan pendekatan pembelajaran konseptual terintegrasi pendidikan karakter ?

2. Apakah ada perbedaan nilai karakter pada siswa kelas V SDN Kecamatan Balocci melalui pendekatan pembelajaran kontekstual dan konseptual terintegrasi pendidikan karakter ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah soal cerita matematika pada siswa kelas V SDN Kecamatan Balocci melalui pendekatan pembelajaran kontekstual dan konseptual terintegrasi pendidikan karakter.

2. Untuk mengetahui perbedaan nilai karakter pada siswa kelas V SDN Kecamatan Balocci melalui pendekatan pembelajaran kontekstual dan konseptual terintegrasi pendidikan karakter.

(36)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memperkaya referensi tentang pendekatan pembelajaran kontekstual dan pendekatan pembelajaran konseptual terintegrasi pendidikan karakter dalam memecahkan masalah soal cerita dan nilai karakter siswa. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran terhadap guru Sekolah Dasar untuk menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam memecahkan masalah soal cerita dan meningkatkan karakter siswa.

b. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat memudahkan siswa dalam memecahkan masalah soal cerita dan meningkatkan karakternya. c. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka perbaikan pembelajaran, sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

d. Bagi Peneliti

Dijadikan sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang mempunyai bahan kajian yang sama dengan penelitian ini.

(37)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis

1. Hakekat Belajar matematika

a. Pengertian Belajar Menurut Kontruktivisme

Belajar merupakan aktivitas manusia yang sangat vital dan secara terus menerus akan dilakukan manusia tersebut selama hidup. Manusia tidak mampu hidup sebagai manusia jika ia tidak dididik atau diajar oleh manusia lainnya. Bayi yang baru dilahirkan telah membawa naluri atau insting dan potensi – potensi yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Akan tetapi, naluri dan potensi- potensi tersebut tidak akan berkembang baik tanpa pengaruh dari luar, yaitu campur tangan manusia lain (Thobroni, 2015).

Belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman.

Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitas orang lain. Manusia untuk belajar menemukan

(38)

sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi dan hal yang diperlukan guna mengembangkan dirinya (Thobroni, 2015).

Konstruktivisme (construktivism) merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual, pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba (Sagala, 2007).

Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan pengalaman belajar yang bermakna (Muslich, 2007).

Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru kepada peserta didik. Artinya, bahwa peserta didik harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya, dengan kata lain peserta didik tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap di isi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.

Pembelajaran yang mengacu pada teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan peserta didik dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru, dengan kata lain peserta didik lebih didorong untuk mengkontruksi sendiri pengetahuan mereka melalui kegiatan asimilasi dan akomodasi (Lapono, 2008).

(39)

Menurut Ausubel (Fathurrohman, 2017) bahwa belajar bermakna bila informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa sehingga siswa dapat mengkaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimiliki. Artinya siswa dapat mengkaitkan antara pengetahuan yang dipunyai dengan keadaan lain sehingga belajar dengan memahami.

Berdasarkan teori belajar yang telah dipaparkan, maka definisi belajar konstruktivisme yaitu peserta didik harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya, dengan kata lain peserta didik tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap di isi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru. Karena pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru kepada peserta didik.

b. Hakikat Matematika

Pada hakikatnya matematika adalah ilmu deduktif yang abstrak, formal, memiliki bahasa simbol yang padat arti, sedangkan pada usia anak SD sebagian besar memiliki pemikiran yang masih konkret dengan kemampuan yang bervariasi sehingga sangat diperlukan pendekatan dan strategi dalam proses pembelajaran matematika di SD (Karso, 2012)

Dengan mengetahui hakikat matematika yang merupakan suatu ilmu yang abstrak, formal dan memiliki banyak bahasa simbol yang memiliki padat arti serta kemampuan berpikir konkret anak SD yang

(40)

relatif berbeda-beda maka dalam pembelajaran matematika guru harus bisa menciptakan pembelajaran yang bisa mempermudah proses berpikir siswa dari suatu yang abstrak menjadi suatu yang konkret yang bisa dengan mudah dipahami oleh siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika.

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang abstrak berisi simbol-simbol dan lambang-lambang yang memiliki arti dan dapat digunakan dalam pemecahan dalam permasalahan kehidupan sehari-hari.

Mustafa (Wijayanti, 2011) menyebutkan bahwa matematika adalah ilmu tentang kuantitas, bentuk, susunan, dan ukuran, yang utama adalah metode dan proses untuk menemukan dengan konsep yang tepat dan lambang yang konsisten, sifat dan hubungan antara jumlah dan ukuran, baik secara abstrak, matematika murni atau dalam keterkaitan manfaat pada matematika terapan.

Berdasarkan Tinggih (Suherman, 2001), matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen disamping penalaran.

James (Suherman, 2001), mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep

(41)

yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah 13 yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat dengan lambang-lambang atau simbol dan memiliki arti serta dapat digunakan dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan bilangan.

2. Hakikat Pemecahan Masalah Soal Cerita

a. Tujuan Pembelajaran Soal Cerita di SD

Soal cerita sebagai bentuk aplikasi dari konsep matematika merupakan suatu hal yang sangat penting dalam matematika sekolah yang diajarkan disetiap jenjang pendidikan. Pengerjaan soal cerita yang dipelajari di sekolah dasar selain sebagai bekal belajar lebih lanjut, juga bermanfaat bagi penalaran siswa.

Tetapi kenyataannya di lapangan khususnya di sekolah dasar masih banyak siswa yang mendapat kesulitan dalam mengerjakan soal cerita matematika yang merupakan soal yang selalu dianggap sulit bagi siswa sekolah dasar. Dari hasil penelitian Syamsuddin (2001) mengemukakan bahwa siswa sekolah dasar masih menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita.

(42)

Tujuan pembelajaran soal cerita di Sekolah Dasar sebagai berikut. a. Melatih siswa berpikir deduktif. b. Membiasakan siswa untuk melihat hubungan antara kehidupan sehari-hari dengan pengetahuan matematika yang telah mereka peroleh di sekolah. c. Memperkuat pemahaman siswa terhadap konsep matematika tertentu, maksudnya dalam menyelesaikan soal cerita siswa perlu mengingat kembali konsep-konsep matematika yang telah dipelajarinya sehingga pemahaman terhadap konsep-konsep tersebut semakin kuat (Syafri, 2000).

b. Macam-macam soal cerita dalam matematika

Macam-macam soal cerita dalam matematika dilihat dari segi macam operasi hitung yang terkandung dalam soal cerita dibedakan sebagai berikut : a. Soal cerita satu langkah (one-step word problems) adalah soal cerita yang di dalamnya mengandung kalimat matematika dengan satu jenis operasi hitung (penjumlahan atau pengurangan atau perkalian atau pembagian). b. Soal cerita dua langkah (two-step word

problems), adalah soal cerita yang didalamnya mengandung kalimat

matematika dengan dua jenis operasi hitung. c. Soal cerita lebih dari dua langkah (multi-step word problems), adalah soal cerita yang didalamnya mengandung kalimat matematika dengan lebih dari dua jenis operasi hitung. Christou (Marsudi, 2011).

(43)

c. Strategi Pemecahan Masalah dalam Matematika dan Langkah-langkah Penyelesaian Soal Cerita.

Menurut Abdullah (2000) salah satu tujuan utama belajar matematika adalah memberikan pemahaman kepada siswa agar dapat memecahkan masalah. Dengan demikian, pemecahan masalah memiliki peran penting dan merupakan inti dalam pembelajaran matematika.

Dalam pembelajaran matematika ada soal pemecahan masalah dan ada soal bukan pemecahan masalah. Soal cerita matematika umumnya erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Soal tersebut penting sekali diberikan kepada siswa Sekolah Dasar, karena pada umumnya soal cerita tersebut dapat digunakan untuk melatih siswa dalam menyelesaikan masalah.

Oleh karena itu dalam menyelesaikan soal cerita dapat digunakan strategi penyelesaian masalah, walaupun soal cerita matematika belum tentu merupakan soal pemecahan masalah. Kemampuan yang diperlukan untuk menyelesaikan soal cerita tidak hanya kemampuan keterampilan (skill) dan mungkin algoritma tertentu saja melainkan kemampuan lainnya yaitu kemampuan menyusun rencana dan strategi yang akan digunakan dalam mencapai penyelesaian.

Polya (1985) menyarankan empat langkah rencana yang terurut untuk menyelesaikan masalah. Keempat langkah tersebut dijelaskan sebagai berikut :

(44)

1. Memahami masalah (understanding the problem).

Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Pada langkah pertama ini yang harus dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal cerita adalah membaca soal dengan seksama untuk memahami arti dari semua kata dalam soal/masalah itu.

Langkah-langkahnya sebagai berikut : 1) mengenali apa yang tidak diketahui (yang ditanyakan)? data apa yang diketahui? syarat-syarat apa yang diperlukan?. 2) Mencermati apakah syarat-syarat itu cukup untuk mencari unsur yang tidak diketahui?. 3) Membuat suatu gambar dan memberi notasi yang sesuai. 4) Mengelompokkan syarat-syarat tersebut berdasarkan sejenis dan tak sejenis dan menuliskan bentuk matematikanya.

2. Menyusun rencana (devising a plan).

Langkah kedua merupakan kunci dari empat langkah ini. Dalam menyusun rencana penyelesaian banyak strategi dan teknik yang digunakan dalam menyelesaikan masalah. Kemampuan menyusun rencana sangat tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Semakin bervariasi pengalaman mereka, ada kecenderungan siswa semakin lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaiannya.

(45)

Beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk merancang penyelesaian masalah adalah sebagai berikut. 1) Apakah anda sudah pernah melihat sebelumnya? atau apakah anda pernah melihat masalah yang sama dalam bentuk berbeda?. 2) Apakah Anda mengetahui soal lain yang terkait?. 3) Perhatikan yang tidak diketahui dan coba memikirkan soal yang sudah dikenal yang mempunyai unsur yang tidak diketahui sama. 4) Apakah masalah ini pernah diselesaikan sebelumnya tetapi dengan kalimat yang berbeda?. 5) Apakah masalah perhitungan ini dibutuhkan untuk menyusun proses perhitungan?. 6) Dapatkah Anda menyempurnakan masalah yang sama dengan lebih sederhana dan mempelajari sesuatu dari penyelesaiannya yang mungkin digunakan dalam masalah ini?. 7) Jika pertanyaannya merupakan tipe pertanyaan umum, dapatkah Anda mencoba soal yang lebih spesifik?. 8) Apakah terdapat hubungan masalah yang dapat kamu selesaikan sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah ini?

3. Pelaksanaan rencana (carrying out the plan).

Jika dalam langkah kedua telah berhasil dirinci dengan lengkap, maka dalam pelaksanaan rencana penyusunan soalnya menjadi bentuk yang sederhana dan melakukan perhitungan yang diperlukan. Perancangan yang mantap membuat pelaksanaan rencana lebih baik. 1) Laksanakan rencana penyelesaian itu dan cek setiap langkahnya. 2) Apakah langkah sudah benar?. 3) Buktikan bahwa langkah sudah benar.

(46)

4. Memeriksa kembali (looking back).

Langkah keempat ini penting, walaupun sering dilupakan dalam menyelesaikan masalah, yaitu melakukan pengecekan atas apa yang telah dilaksanakan mulai langkah pertama sampai langkah ketiga.

Beberapa pertanyaan yang muncul dalam meneliti (mengecek) kembali hasil yang telah diperoleh adalah sebagai berikut. 1) Dapatkah anda mengecek hasilnya? dapatkah Anda mengecek argumennya?. 2) Dapatkah anda mencari hasil itu dengan cara lain?. 3) Dapatkah Anda menggunakan hasil atau metode itu untuk menyelesaikan masalah lain ?.

Memeriksa kembali dari penyelesaian masalah yang ditemukan dapat menjadi dasar yang penting untuk penyelesaian masalah yang akan datang. Keempat langkah Polya tersebut akan digunakan sebagai pedoman untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita.

Eicholz (Syafri, 2000) mengemukakan bahwa langkah-langkah yang diperlukan dalam menyelesaikan soal cerita sebagai berikut. a. Memahami apa yang ditanyakan b. Menemukan data yang dibutuhkan c. Merencanakan apa yang harus dilakukan d. Menemukan jawaban melalui komputasi (penghitungan) e. Mengoreksi kembali jawaban.

Skemp (Syafri, 2000) menyarankan langkah-langkah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal cerita matematika sebagai berikut. a. Pemahaman masalah, berhubungan dengan masalah dunia nyata b. Pembuatan model matematika (mathematical model) dalam proses

(47)

abstraksi (abstracting) c. Melakukan manipulasi terhadap model matematika (manipulation of model) d. Melakukan interpretasi terhadap masalah semula.

Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa langkah-langkah yang diperlukan dalam menyelesaikan soal cerita adalah sebagai berikut : a. Memahami masalah yang terdapat dalam soal cerita. Dalam hal ini

adalah dapat menentukan data yang diketahui dan data yang tidak diketahui (apa yang ditanyakan) dalam soal cerita.

b. Membuat rencana penyelesaian. Dalam hal ini adalah menentukan hubungan antara data yang diketahui dengan apa yang tidak diketahui (yang ditanyakan) dalam soal. Atau dengan kata lain langkah ini adalah membuat model (kalimat) matematika sesuai dengan data yang diketahui dan yang tidak diketahui dalam soal.

c. Melaksanakan rencana penyelesaian. Dalam hal ini adalah menyelesaikan model (kalimat) matematika yang telah dibuat dengan melakukan komputasi yang sesuai.

d. Melakukan pengecekan terhadap hasil yang telah diperoleh serta menginterpretasikan hasil tersebut terhadap situasi permasalahan yang terdapat dalam soal cerita.

(48)

3. Hakikat Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Terintegrasi Pendidikan Karakter

a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

Taniredja (2012) menyatakan “Pendekatan pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari – hari”.

Komalasari (2010) mengatakan bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.

Pembelajaran disekolah tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan pengetahuan yang bersifat teoritis, akan tetapi bagaimana agar pengalaman belajar yang dimiliki siswa senantiasa terkait dengan permasalahan - permasalahan aktual yang terjadi dilingkungannnya.

Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan salah satu pembelajaran yang inovatif diterapkan di kelas. Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang

(49)

dipelajari siswa dalam konteks dimana materi tersebut digunakan, serta berhubungan dengan bagaimana seseorang belajar atau cara siswa belajar (Trianto, 2011).

Pembelajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya, para siswa melibatkan makna di dalam tugas sekolah. Ketika para siswa menyusun proyek atau menemukan permasalahan yang menarik, membuat pilihan dan menerima tanggung jawab, mencari informasi dan menarik kesimpulan, mereka secara aktif memilih, menyusun, menyentuh, merencanakan, menyelidiki, mempertanyakan, dan membuat keputusan, mereka mengaitkan isi akademis dengan konteks dalam sitiasi kehidupan, dan dengan cara ini mereka menemukan makna (Johnson, 2011).

Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menghadirkan dunia nyata di dalam kelas untuk menghubungkan antara pengetahuan yang ada untuk diterapkan dalam kehidupan siswa.

Dengan CTL memungkinkan proses belajar mengajar yang tenang dan menyenangkan, karena pembelajarannya dilakukan secara alamiah, sehingga memungkinkan peserta didik dapat mempraktekkan secara langsung materi yang dipelajarinya. CTL mendorong peserta memahami

(50)

hakekat, makna, dan manfaat belajar, sehingga memungkinkan mereka rajin, dan termotivasi dalam belajar.

Karakteristik CTL menurut Muslich (Afandi, 2013) adalah sebagai berikut. 1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting). 2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning). 3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by

doing). 4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi,

saling mengoreksi antar teman (learning in a group). 5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, kerjasama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply). 6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together). 7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy

activity).

Nurhadi (Afandi, 2013) menderetkan sepuluh kata kunci pembelajaran CTL, yaitu: (a) kerja sama, (b) saling menunjang, (c) menyenangkan, tidak membosankan, (d) belajar dengan gairah, (e)

(51)

pembelajaran terintegrasi, (f) menggunakan berbagai sumber, (g) siswa aktif, (h) sharing dengan teman, (i) siswa kritis, (j) dan guru kreatif.

Pendekatan kontekstual dapat diimplementasikan dengan baik, dituntut adanya kemampuan guru yang inovatif, kreatif, dinamis, efektif dan efisien guna menciptakan pembelajaran yang kondusif. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya nara sumber dalam pembelajaran dan kegiatan telah beralih menjadi siswa sebagai pusat kegiatan pembelajaran serta peran guru hanya sebagai motivator dan fasilitator, maka semangat siswa dapat meningkat dengan menggunakan metode, materi, dan media yang bervariasi.

Penerapan kegiatan mengkonstruk atau membangun sendiri pengetahuan pada siswa, membuat siswa terlatih untuk bernalar dan berpikir secara kritis melalui kegiatan inquiry atau menemukan sendiri masalah, kebebasan bertanya ( questioning ), penerapan masyarakat belajar ( learning community ) yaitu melatih siswa untuk bekerjasama, sharing idea, saling berbagi pengalaman, pengetahuan, saling berkomunikasi sehingga terjadi interaksi yang positif antar siswa dan pada akhirnya siswa terlibat secara aktif belajar bersama-sama.

Siswa belajar lebih baik jika lingkungan belajar diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi mengingat

(52)

jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali siswa memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.

Sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut dipergunakan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah, mereka butuh untuk memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan dimana mereka hidup.

Suatu pembelajaran kontekstual yang pada dasarnya mengakui bahwa belajar hanya terjadi jika siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berfikir yang dimilikinya.

Dengan memperhatikan komponen, ciri, karakteristik dan proses pembelajarannya, secara singkat urutan proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual atau realistik dapat dituliskan sebagai berikut : 1. Kegiatan Awal atau Pembukaan

a. Penyampaian tujuan pembelajaran

b. Penyampaian pokok-pokok materi atau relevansi

c. Pemberian motivasi pelajaran dan melakukan apersepsi d. Penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar

(53)

2. Kegiatan Inti

a. Dimulai dengan masalah kontekstual atau realistik.

b. Siswa diberi kesempatan menyelesaikan masalah dengan memilih atau membangun strategi sendiri (disampaikan batasan waktu). c. Guru memfasilitasi, antara lain dengan menyiapkan alat peraga atau

media yang lain seperti lembar permasalahan, lembar kerja ataupun lembar tugas.

d. Sesudah waktu habis, beberapa siswa menjelaskan caranya menyelesaikan masalah (informal). Jangan mengintervensi, biarkan siswa selesai mengutarakan idenya.

e. Diskusi kelas dipimpin oleh guru

f. Penyampaian tugas berikut: 1) menggambar atau membuat skema 2) siswa menyajikan hasil yang diperoleh 3) tanggapan siswa lain g. Diskusi kelas dipimpin oleh guru

h. Guru meminta siswa merenungkan materi yang baru saja dipelajari i. Guru secara perlahan membawa siswa ke matematika formal 3. Kegiatan Akhir atau Penutup

a. Penarikan kesimpulan dari apa-apa yang telah dipelajari dalam pembelajaran sesuai tujuan yang akan dicapai.

b. Melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran.

c. Pemberian tugas atau latihan

(54)

b. Pengertian Pembelajaran Kontekstual Terintegrasi Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai kepada peserta didik. Pendidikan karakter dapat dikatakan sebagai pendidikan budi pekerti dan pendidikan nilai moralitas manusia. Menurut Koesoema (2015), Pendidikan Karakter adalah panduan sosial yang dilakukan secara sadar untuk membentuk nilai-nilai keutamaan dalam diri individu sebagai pelaku sejarah dalam masyarakat dan dunianya.

Suyanto (dalam Muslich, 2011) menjelaskan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Pemahaman ini menegaskan pentingnya konsep contextual learning yaitu belajar dari konteks kehidupan sekitar dan dari kehidupan sehari-hari. Sehingga peserta didik harus dilibatkan secara aktif dalam upaya penggalian mengapa nilai-nilai dan karakter tersebut memiliki arti sangat penting.

Susana (2018) berpendapat bahwa pembelajaran Kontekstual terintegrasi pendidikan karakter dapat dipahami sebagai pendekatan pembelajaran yang menempatkan hubungan antara materi pembelajaran dengan realitas kehidupan peserta didik sebagai titik pijaknya; yaitu dengan cara menempatkan keterhubungan bahan belajar dan proses belajar dengan alam sekitar, praktik budaya, kearifan lokal, dan berbagai

(55)

sumber belajar yang ada di wilayah sekitar menjadi kekuatan utama untuk merancang proses pembelajaran (contextual learning).

Dalam model pembelajaran Kontekstual terintegrasi karakter kekayaan budaya dan nilai-nilai kearifan lokal tiap-tiap suku bangsa yang ada di Indonesia digunakan untuk menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila secara konkret . Karena di dalam Pancasila terkandung nilai-nilai demokrasi, nasionalisme, penghormatan budaya-budaya lokal, perwujudan bagian dari peradaban dunia.

Pembelajaran Kontekstual terintegrasi pendidikan karakter yaitu pembelajaran yang berpijak pada kekayaan dan kearifan lokal, dipadukan dengan wawasan global dan teknologi terbarukan akan membantu anak mengembangkan karakter dan keterampilan abad 21.

Pembelajaran kontekstual terintegrasi Pendidikan Karakter Berbasis Kelas yaitu integrasi nilai-nilai karakter kontekstual (kearifan setempat) ke dalam kurikulum dan pilihan metode dan pengelolaan kelas adalah komponen yang tak terpisahkan, karena melebur menjadi satu untuk menciptakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang bermakna.

Pendidikan Karakter bukan merupakan mata pelajaran terpisah, melainkan terkandung dalam setiap mata pelajaran yang disampaikan secara tematis integratif ataupun mata pelajaran tertentu yang berdiri sendiri. Untuk itu proses pengintegrasian Pendidikan Karakter Kontekstual ke dalam proses belajar mengajar menjadi bagian yang sangat penting.

(56)

Penjelasan tentang Alur Integrasi pendidikan karakter kedalam pendekatan pembelajaran kontekstual yang tertuang dalam buku panduan PPK dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan:

- Standar Kompetensi Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam Kurikulum Nasional, nilai-nilai Pancasila dan kristalisasinya (yang tertuang dalam PPK) menjadi acuan dasar dalam pengembangan kegiatan pembelajaran.

- Tentukan karakter kontekstual yang ingin dikembangkan/ didalami melalui aktivitas pembelajaran menggunakan kekayaan lingkung sekitar.

- Buatlah jaringan tema kontekstual atau perkaya jaringan tema yang sudah ada yang dapat mengikat berbagai mata pelajaran sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.

- Tentukan aktivitas pembelajaran menggunakan kekayaan lingkungan sekitar tersebut misalnya melalui jelajah alam, kegiatan budaya, aksi kemasyarakatan, permainan, percobaan, praktek, dan lain-lain, serta menyiapkan lembar kerja siswa (LKS).

- Selanjutnya guru melaksanakan proses kegiatan belajar-mengajar (KBM) serta mengakhiri kegiatan belajar dengan melakukan evaluasi- refleksi pembelajaran

Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual diaplikasikan pada semua tahapan pembelajaran. Karena prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sekaligus dapat memfasilitasi terinternalisasinya nilai-nilai. Selain itu,

Gambar

Tabel 4.5    Distribusi frekuensi Kemampuan Pemecahan Soal                      Cerita matematika  Kelas V SD Negeri 16 Senggerang
Tabel 4.17 Distribusi frekuensi Skor Karakter Siswa Kelas Kelas V                     SD Negeri 31 Senggerang  yang diberikan
Tabel 3.7    Hasil validasi angket penilaian diri kepemilikan karakter  siswa pada pembelajaran matematika
Tabel 3.8    Hasil Validasi Observasi Terhadap Aktivitas Guru Dalam  Proses Pembelajaran  No
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 83 ayat 2 ULP menyatakan Seleksi gagal apabila : huruf a peserta yang lulus kualifikasi pada proses prakualifikasi kurang dari 5

Pada hari ini Senin tanggal Dua Puluh Delapan bulan Maret tahun Dua Ribu Enam Belas telah dilakukan rapat koordinasi berdasarkan Berita Acara Gangguan Aplikasi SPSE dari

Kamus Kesehatan dan Kedokteran Online,2012 available from: http://www.englishindo.com/. Karlovic.Z, Peric.M, Vladic.D, Kosjerina.A, Majeric-Kogler

Karakter melalui Gerakan Pramuka; f) Struktur Organisasi dan Lambang Gerakan Pramuka; g) Kurikulum dan Sisdiklat dalam Gerakan Pramuka; h) Karakteristik Pramuka Siaga

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Psikologi Pendidikan dan

[r]

Penulisan Ilmiah ini menjelaskan mengenai perancangan pembuatan Website Pengenalan Yoga dengan menggunakan Macromedia Dreamweaver MX.Website mengenai pengenalan yoga sudah ada

1) Guru mengucapkan salam, mengajak berdoa dan mengecek kehadiran peserta didik. 2) Guru meminta peserta didik untuk memperhatikan gambar-gambar pada buku siswa dan