• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pentingnya Amdal Pesisir Dalam Perspekti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pentingnya Amdal Pesisir Dalam Perspekti"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENTINGNYA AMDAL PESISIR DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

(Studi kasus : Eksploitasi Sumberdaya Minyak) Mujiyanto1)

1) Peneliti pada Balai Penelitian Pemulihan dan Koservasi Sumberdaya Ikan

Pendahuluan

Sumberdaya wilayah pesisir dan laut, merupakan sumberdaya yang bersifat open access dan common property sehingga setiap orang/stakeholder berhak memanfaatkannya dengan tujuan memperoleh economic rent. Pola pemanfaatan yang demikian cenderung mengarah kepada deplesi sumberdaya, sehingga jika tidak ada upaya untuk menjaga kelestariannya seperti konservasi dikhawatirkan terjadi scarcity sumberdaya yang mengarah kepada kepunahan.

Indonesia sebagai negara kaya akan sumberdaya alam (baik renewable dan non renewable) yang merupakan sumberdaya esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Kekayaan sumberdaya alam Indonesia ini pula yang menyebabkan negara kita dijajah selama berabad-abad oleh negara Belanda dan juga selama tiga setengah tahun oleh negara Jepang. Salah satu sumberdaya alam yang kita miliki adalah tambang minyak dan gas (MIGAS), yang termasuk dalam golongan sumberdaya non renewable. Sektor migas merupakan salah satu andalan untuk mendapatkan devisa dalam rangka kelangsungan pembangunan negara. Penerimaan migas pada tahun 1996 mencapai 43 persen dari APBN, dan pada tahun 2003 menurun menjadi 22,9 persen. Penurunan ini tampaknya akan terus terjadi. Cadangan minyak bumi kita dewasa ini sekitar 5,8 miliar barel dengan tingkat produksi 500 juta barel per tahun. Apabila cadangan baru tidak ditemukan dan tingkat pengurasan (recovery rate)

Catatan: Penyutingan dalam Daftar Pustaka : Mujiyanto, 2015. Pentingnya Amdal Pesisir Dalam

(2)

tidak bertambah, maka sebelas tahun lagi cadangan minyak kita akan habis. (Anonim, 2005)

Kegiatan eksploitasi minyak lepas pantai merupakan kegiatan pengembangan eksploitasi minyak di wilayah pesisir dan laut, yang diharapkan akan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan fiscal dan ekonomi di sekitar lokasi kegiatan maupun yang mencakup luas berupa pengembangan ekonomi yang berskala kabupaten, provinsi, nasional dan internasional. Dalam PP. No. 27 tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) Kepmeneg LH. No 17 Tahun 2001 tentang Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL dan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam UU. No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan yaitu suatu upaya sadar dan terencana serta memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Usaha pembangunan dengan mengeksploitasi minyak di wilayah pesisir dan laut merupakan salah satu kegiatan yang mewajibkan untuk melaksanakan AMDAL, karena kegiatan pembangunan tersebut dapat memberikan dampak yang kompleks terhadap lingkungan perairan pada khususnya dan lingkungan darat serta beberapa biota darat lainnya.

(3)

evaluasinya akan menghasilkan kinerja yang efektif dan efisien dalam pemulihan pencemaran minyak di laut.

Berdasarkan uraian diatas tulisan ini bertujuan untuk mengetahui arti pentingnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terhadap suatu rencana pembangunan di wilayah pesisir, dimana dalam tulisan ini akan membahas tentang eksploitasi minyak di wilayah pesisir maupun laut yang merupakan bagian dari langkah awal dalam usaha pengendalian dampak pencemaran lingkungan.

Sumberdaya Alam

Fauzi (2004) menjelaskan bahwa sesuatu untuk dapat dikatakan sebagai sumberdaya harus : 1) ada pengetahuan, teknologi atau keterampilan untuk memanfaatkannya; dan 2) harus ada permintaan (demand) terhadap sumberdaya tersebut. Dengan kata lain sumberdaya alam adalah faktor produksi yang digunakan untuk menyediakan barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi. Secara umum sumberdaya alam dapat diklasifikasi kedalam dua kelompok, yaitu :

a. Kelompok Stok (non renewable) yaitu Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable) atau terhabiskan (exhuastible).

b. Kelompok flow jenis sumberdaya ini meliputi jumlah dan kualitas fisik dari perubahan sumberdaya sepanjang waktu. Sumberdaya ini dikatakan dapat diperbaharui (renewable) yang regenerasinya ada dan tergantung pada proses biologi.

(4)

terbentuk karena ketidakmampuan sumberdaya tersebut dalam melakukan regenerasi. Sumberdaya ini sering kita sebut juga sebagai sumberdaya yang mempunyai stok tetap.

Sifat-sifat tersebut menyebabkan masalah eksploitasi sumberdaya alam tidak terbarukan (non renewable) berbeda dengan ekstrasi sumberdaya terbarukan (renewable). Pengusaha pertambangan atau perminyakan, harus memutuskan kombinasi yang tepat dari berbagai faktor produksi untuk menentukan produksi yang optimal, dan juga seberapa cepat stok harus diekstraksi dengan kendala stok yang terbatas.

Eksploitasi Sumberdaya Minyak

Kebutuhan energi bagi aktivitas kehidupan manusia masih berlanjut menggunakan sumber energi hidrokarbon (fosil). Berbagai kegiatan eksploitasi, transportasi, penyimpanan, pengolahan dan distribusi minyak mentah maupun minyak olahan masih sering menghasilkan kejadian kebocoran dan/atau tumpahan minyak ke lingkungan khususnya dalam mata rantai eksploitasi-distribusi melalui media laut, tumpahan minyak di laut telah berdampak pencemaran multidimensi bagi makhluk hayati laut itu sendiri, usaha perikanan, usaha turisme, sampai kepada tingkat kerusakan laut (Edwards and White, 1999). Minyak masih digunakan secara luas, meskipun tindakan pengamanan dikembangkan tetapi kebocoran dan/atau tumpahan minyak di laut hampir dipastikan akan terus terjadi. Oleh karena itu, tindakan pro-aktif untuk kesiapan pemulihan pencemaran laut adalah diperlukan untuk tujuan: tanggap pencemaran, atau penggunaan kembali sebagai tempat kegiatan eksploitasi minyak.

(5)

didasarkan pada pertimbangan bahwa perubahan lingkungan akan terjadi diwaktu yang akan datang dan dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Dari pandangan aspek ekologis mempunyai 3 prinsip dasar utama, yaitu : a. Aktivitas ekonomi yang dilakukan manusia adalah tidak terbatas dan

berhadapan dengan ekosistem yang terbatas. Kerusakan lingkungan dan polusi yang ditimbulkannya akan mempengaruhi life support sistem.

b. Aktivitas ekonomi yang lebih maju seiring dengan pertumbuhan populasi akan meningkatkan kebutuhan akan sumberdaya alam dan tingginya produksi limbah (waste) yang dapat merusak lingkungan karena melebihi daya dukung ekosistem.

Karakteristik minyak

Sifat fisik minyak yang mempengaruhi kelakuan minyak di laut dan pemulihannya, yang penting adalah densitas, viskositas, titik ubah (pour point), dan kelarutan air. Densitas diekspresikan sebagai specific gravity dan American Petroleum Institute (API) gravity. Specific gravity adalah rasio berat massa minyak dan berat massa air pada temperature tertentu. API gravity dinyatakan dalam angka 10° pada air murni 10°C. API gravity dapat dihitung dari specific gravity menggunakan formula: AP Gravity (o) = (141,5/Specific Gravity 10°C) – 131,5 (Xueqing et al., 2001). Minyak mentah mempunyai specific gravity dalam rentang 0.79 -1.00 (setara dengan API 10 - 48) (Mangkoedihardjo, 2005). Densitas minyak adalah penting untuk memprediksi kelakuan minyak di air. Viskositas adalah sifat yang menunjukkan ketahanan dalam perubahan bentuk dan pergerakan. Viskositas rendah berarti mudah mengalir. Faktor viskositas adalah komposisi minyak dan temperature. Viskositas ini adalah penting untuk memprediksi penyebaran minyak di air. Titik ubah adalah tingkat temperature yang mengubah minyak menjadi memadat atau berhenti mengalir.

(6)

kelarutan itu dicapai oleh minyak aromatic dengan berat molekul kecil seperti Benzene, Toluene, Ethylbenzene, dan Xylene (BTEX). Sifat kelarutan ini adalah penting untuk prediksi kelakuan minyak di air, proses bioremediasi, dan ekotoksisitas minyak. Karakteristik kimia minyak adalah berbeda untuk minyak mentah dan minyak olahan. Senyawa baru dapat muncul dalam minyak olahan, yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak mentah.

Mangkoedihardjo (2005) menambahkan bahwa minyak mentah mengandung senyawa hidrokarbon sekitar 50-98 % dan selebihnya senyawa non-hidrokarbon (sulfur, nitrogen, oxygen, dan beberapa logam berat) (Leahy and Colwell, 1990). Selanjutnya minyak diklasifikasikan berdasarkan kelarutan dalam pelarut organic, yaitu: 1) Hidrokarbon jenuh. Termasuk dalam kelas ini adalah alkana dengan struktur CnH2n+2

(aliphatics) dan CnH2n (alicyclics), dimana n > 40. Hidrokarbon jenuh ini

merupakan kandungan terbanyak dalam minyak mentah. 2) Hidrokarbon aromatic. Termasuk dalam kelas ini adalah monocyclic aromatics (BTEX) dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs: naphthalene, anthracene, dan phenanthrene). PAHs bersifat karsinogen, atau dapat ditransformasi oleh mikroba menjadi senyawa karsinogen, sehingga menjadi senyawa penting dalam penjagaan kualitas lingkungan. 3) Resin, termasuk di sini adalah senyawa polar berkandungan nitrogen, sulfur, oksigen (pyridines dan thiophenes), sehingga disebut pula sebagai senyawa NSO. 4) Asphalt. Termasuk di sini adalah senyawa dengan berat molekul besar dan logam berat nickel, vanadium, dan besi.

(7)

Tingkah Laku Minyak

Saat minyak terekspose ke lingkungan laut, minyak akan segera berubah sifat-sifat fisik kimia dan biologis. Menurut Mangkoedihardjo (2005) proses perubahan sifat fisik meliputi:

a. Perluasan. Perluasan ini mungkin merupakan proses terpenting selama awal ekspose minyak dalam air, sepanjang titik ubah minyak adalah lebih rendah dibanding temperature sekitar. Proses ini akan memperluas sebaran minyak sehingga meningkatkan perpindahan massa melalui proses evaporasi, kelarutan dan biodegradasi.

b. Evaporasi. Proses ini dapat diandalkan untuk menghilangkan fraksi minyak dengan kandungan toksik dan berat molekul rendah. Evaporasi alkana (< C15) dan aromatic berlangsung antara 1 – 10 hari (Xueqing et al., 2001). Faktor lingkungan yang mempengaruh evaporasi adalah angin, gelombang air dan temperature. Evaporasi menyebabkan minyak tertinggal dalam air mengalami peningkatan densitas dan viskositas.

c. Pelarutan. Proses ini tidak signifikan dari sudut perpindahan massa tetapi penting dalam proses biodegradasi. Aromatik dengan berat molekul kecil dan bersifat paling toksik adalah paling larut air dibanding senyawa minyak lainnya (NAS, 1985). Kecepatan pelarutan dipengaruhi oleh proses foto-oksidasi dan proses biologis.

d. Foto-oksidasi. Dalam kondisi aerobic dan terpapar sinar matahari, minyak aromatic dapat ditransformasi menjadi senyawa lebih sederhana. Senyawa lebih sederhana ini (hydroperoxides, aldehydes, ketones, phenols, dan carboxylic acids) bersifat lebih larut air sehingga meningkatkan laju biodegradasi tetapi lebih toksik (Nicodem et al. 1997).

(8)

minyak-air dapat terjaga dengan agitasi (angin dan gelombang adalah contoh agitasi alamiah), atau dengan penambahan dispersan.

f. Emulsifikasi. Emulsifikasi adalah proses perubahan status dari butiran minyak dalam air menjadi butiran air dalam minyak (disebut juga chocolate mousse). Bahan asphaltic dapat meningkatkan emulsifikasi, akan tetapi emulsifikasi akan mempersulit pembersihan minyak.

g. Lain-lain. Termasuk di sini adalah proses absorpsi minyak pada zat padat air, sedimentasi dan formasi butir tar.

Berbeda dengan proses fisik kimia sebagai perpindahan massa antar media lingkungan, proses biodegradasi adalah proses perpindahan massa dari media lingkungan ke dalam massa mikroba (menjadi bentuk terikat dalam massa mikroba) sehingga minyak hilang dari air. Hasil proses biodegradasi adalah umumnya karbondioksida (CO2) dan metana

yang kurang berbahaya dibanding minyak pada besaran konsentrasi yang sama.

Pada gambar 1 dijelaskan bahwa CO2 yang berasal dari minyak

nabati dan CO2 yang berasal dari minyak bumi (fosil), sama-sama

berpotensi sebagai ”pencemar”. Bedanya adalah bahwa CO2yang berasal

dari minyak bumi ”menambah” CO2 yang sebelumnya ”terkubur” di dalam

materi hidrokarbon di dalam perut bumi, sementara bahan bakar dari

tumbuh-tumbuhan merupakan bagian dari siklus karbon yang setimbang

(9)

Gambar 1. KandunganCO2yang berasal dari minyak (sumber :www.co2logic.com/Images/carbon%20cycle.jpg)

Mikroba yang mampu menguraikan minyak adalah tersedia di alam laut yaitu sekitar 200 spesies bacteria, ragi dan fungi. Bacteria terpenting adalah Achromobacter, Acinetobacter, Alcaligenes, Arthrobacter, Bacillus, Brevibacterium, Cornybacterium, Flavobacterium, Nocardia, Pseudomonas, Vibrio; ragi dan fungsi adalah Aspergillus, Candida, Cladosporium, Penicillium, Rhodotorula, Sporobolomyces, Trichoderma

(Leahy and Colwell, 1990).

Berdasarkan kemampuan proses biodegradasi, potensi senyawa minyak yang dapat diuraikan oleh mikroba adalah sebagai berikut: 1) Hidrokarbon jenuh. Umumnya nalkanes siap untuk diuraikan mikroba menjadi alcohol, aldehydes, atau fatty acid. Branched alkanes dan Cycloalkanes adalah sulit diuraikan mikroba (Atlas, 1995). 2) Aromatik. Umumnya aromatic sulit terurai biologis tetapi aromatic dengan berat molekul rendah (naphthalene) dapat terurai biologis (Prince, 1993). 3) Resin dan asphalt. Senyawa ini mempunyai struktur kompleks dan sulit diuraikan secara biologis, tetapi dalam konsentrasi rendah dapat terurai biologis secara cometabolisme (Leahy and Colwell, 1990).

Pengendalian Risiko Pencemaran

(10)

gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan dan penggunaan laut secara wajar, memerosotkan kualitas air laut dan menurunkan mutu kegunaan dan manfaatnya (Siahaan, 1989).

Pemulihan ekosistem berdasarkan kelakuan pencemar minyak dapat dilakukan dengan pendekatan resiko jejaring pencemar. Berikut ini diketengahkan beberapa contoh pendekatan pemulihan ekosistem berdasar pengendalian risiko. Pengendalian pencemaran pada tempat kejadian. Resiko penyebaran pencemaran dan perluasan dampak dapat ditekan secara maksimal. Pendekatan ini dengan mengarahkan teknologi pemulihan yang diterapkan di tempat pencemaran (in-situ remediation). Pemulihan setempat dapat dilakukan untuk wilayah pesisir, termasuk lahan basah, muara, pantai dan laut lepas yang dapat terjangkau. Pengendalian media perjalanan pencemar. Pemompaan air laut adalah contoh pengendalian perjalanan pencemar dan dilanjutkan dengan pemulihan di luar tempat (ex-situ remediation). Penutupan sediment pantai, injeksi oksigen dan bahan kimia ke dalam air laut adalah contoh pengendalian perjalanan pencemar dengan pemulihan setempat (insitu remediation).

Pengendalian penerima pencemar dapat dilakukan dengan cara memodifikasi akses bagi penerima pencemar potensial. Beberapa contoh adalah pengalihan jalur transport menjauh tempat kejadian pencemaran, pelindung bagi petugas pemulih ekosistem, larangan konsumsi hewan laut dalam radius 25 km dari kejadian pencemaran.

AMDAL dalam Pembangunan Berwawasan Lingkungan

(11)

lingkungan hidup oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL (Anonim, 2009).

Pelaksanaan AMDAL menjadi salah satu bagian utama dalam setiap pembangunan karena akhir-akhir ini pencemaran laut yang merupakan dampak dari suatu pelaksanaan pembangunan telah menjadi suatu masalah yang perlu ditangani secara sungguh-sungguh. Hal ini berkaitan dengan semakin meningkatnya kegiatan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Di samping menghasilkan produk-produk yang diperlukan bagi kehidupannya, kegiatan manusia menghasilkan pula produk sisa (limbah) yang dapat menjadi bahan pencemar (polutan). Cepat atau lambat polutan itu sebagian akan sampai di laut. Hal ini perlu dicegah atau setidak-tidaknya dibatasi hingga sekecil mungkin.Sebagian besar wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang letaknya sangat strategis. Perairan laut Indonesia selain dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan lokal maupun internasional, juga memiliki sumber daya laut yang sangat kaya dan penting antara lain sumber daya perikanan, terumbu karang, mangrove, bahan tambang, dan pada daerah pesisir dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata yang menarik.

EKONOMI EKOLOGI

SOSIAL

Paradigma Pembangunan Yang berpusatkan

Pada Rakyat Paradigma

Pembangunan Berkelanjutan

Paradigma Pembangunan Sosial

(12)

Gambar 2. Hubungan antar paradigma pembangunan (Harry, 1995) Pada gambar 2 mendeskripsikan suatu konsep tentang Perspektif Ilmu Lingkungan dalam paradigma pembangunan yang dikenal sebagai pembangunan berwawasan lingkungan (Environmental Development). Dimana wilayah pesisir dam laut mempunyai arti penting bagi kehidupan makhluk hidup seperti manusia, ikan, tumbuh-tumbuhan, dan biota lainya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor kelautan mempunyai potensi yang sangat besar untuk dapat ikut mendorong pembangunan di masa kini maupun masa depan. Oleh karena itu, wilayah pesisir dan laut yang merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat perlu untuk dilindungi. Hal ini berarti pemanfaatannya harus dilakukan dengan bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Agar laut dapat bermanfaat secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan, maka kegiatan pengendalian dan/atau perusakan laut menjadi sangat penting. Pengendalian pencemaran dan/atau perusakan ini merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengelolaan lingkungan hidup.

Pengelolaan sumberdaya alam harus tetap mengedepankan kelestarian sumberdaya alam dan kesejahteraan rakyat. Proses penyusunan undang-undang dan juga implementasi teknis (seperti kontrak karya) harus transparan. Sekali udang-undang ditetapkan, jangan lagi upaya untuk mengakalinya dengan melakukan perubahan untuk menjual sumberdaya kepada negara asing. Pemerintah Indonesia harus mampu untuk mengupayakan terciptanya sistem struktur hukum dan peraturan perundangan yang yang transparan. Kondisi ini diperlukan untuk menghormati nilai keabsahan kontrak itu sendiri, selain bisa memberikan gambaran yang lebih jelas menyangkut wewenang lembaga administrasi pemerintahan yang bertanggungjawab menjalankan hukum dan kebijakan pemerintah demi peningkatan kesejahteran masyarakat.

(13)

Karakteristik minyak mentah mempunyai perbedaan sesuai dengan sumbernya. Dimana minyak olahan berbeda karakteristik sesuai proses pengolahan, dan apabila tumpah pada ekosistem maka kelakuan fisik kimia minyak bersifat site-specific. Kekhususan tempat tersebut menentukan pendekatan pengendalian resiko pencemaran dan pilihan teknologi remediasi (melokalisasi dan mengambil semaksimal mungkin tumpahan minyak dari laut).

Permasalahan pencemaran dan kerusakan lingkungan pesisir dan laut merupakan isu yang penting untuk ditangani mengingat besarnya ketergantungan terhadap sumber daya pesisir dan laut serta luasnya dampak yang diakibatkan pencemaran tersebut. Untuk itu perlu dilakukan langah-langkah pencegahan dan penanggulangan terhadap berbagai kegiatan yang dapat memacu terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan laut. Terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan perairan adalah pembungan limbah yang tidak terolah sempurna atau bahkan tidak diolah sama sekali ke perairan.

Pemerintah bIndonesia harus mampu untuk mengupayakan terciptanya sistem struktur hukum dan peraturan perundangan yang yang transparan, sehingga dalam pemanfaatan sumberdaya alam harus dilakukan dengan bijaksana dan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.

Daftar Pustaka

Anonim. 2005. Peraturan Presiden Republik Indonesia No 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional tahun 2004-2009. Jakarta ; Lembaran Negara RI Tahun 2005 Nomor 11. Anonim. 2009. Di akses dari www.google.com. Hari Senin tanggal 9

Januari 2009.

Atlas, R.M., 1995. Petroleum biodegradation and oil spill bioremediation. Marine Pollution Bulletin, 31, 178-182.

(14)

Jokuty, P., Whiticar, S.P., Wang, Z., Fingas, M., Lambert, P., Fieldhouse, B., and Mullin, J., 2000. A Catalogue of Crude Oil and Oil Product Properties. Environmental Protection Service, Environment Canada, Ottawa, ON.

Leahy, J.G.; Colwell, R.R., 1990.Microbial Degradation of hydrocarbons in the environment. Microbial Reviews, 53(3), 305-315.

Mangkoedihardjo Sarwoko, 2005. Seleksi Teknologi Pemulihan untuk Ekosistem Laut Tercemar Minyak. Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan ITS. Surabaya. 24 November 2005. National Academy of Sciences, 1985. Oil in the Sea: Inputs, Fates and

Effects. National Academy Press. Washington DC.

Nicodem, D.E., Fernandes, M.C., Guedes, C.L.B., Correa, R.J., 1997. Photochemical processes and the environmental impact of petroleum spills. Biogeochemistry, 39, 121-138.

Pramudianto, Bambang, 1999. Sosialisasi PP No.19/1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut, Prosiding Seminar Sehari Teknologi dan Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pesisir dan Laut, Bandung: Jurusan Teknologi Lingkungan ITB. Prince, R.C., 1993.Petroleum spill bioremediation in marine environments.

Critical Rev. Microbiol. 19, 217-242.

Siahaan, N.H.T, 1989. Pencemaran Laut dan kerugian yang Ditimbulkan (I), dalam Harian Angkatan Bersenjata, Jakarta: 8 Juni 1989.

Xueqing Zhu, Albert D. Venosa, Makram T. Suidan, and Kenneth Lee, 2001. Guidelines for the Bioremediation of Marine Shorelines and Freshwater Wetlands. U.S. Environmental Protection Agency. Cincinnati, OH 45268.

www.co2logic.com/Images/carbon%20cycle.jpg, diakses pada hari Selasa tanggal 10 Februari 2009.

Referensi

Dokumen terkait

Jika di dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan

Dari beberapa komoditi tersebut, kakao menunjukkan produksi yang sangat tinggi dibandingkan komoditas lainnya (BPS Sulawesi Tenggara, 2013), sehingga kakao memiliki potensi

bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2008

2 Kepala Subbagian Tata Usaha Head of Administration Subdivision Kepala Urusan Umum dan Keprotokolan Head of General and Protocol Section Kepala Urusan Keuangan dan Rumah

Off farm sudah berkembang Pengembangan inovasi teknologi 2 Teknologi budidaya belum maju Kelembagaan pelayanan terkait pertanian sudah mulai dibentuk Pemasaran produk sdh

Oleh karena itu, pemberian kompos pupuk kandang sapi disertai MPF diharapkan dapat membantu meningkatkan kandungan bahan organik, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan

Nilai signifikansi masing-masing variabel menunjukkan angka di atas 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen yaitu Corporate Social Responsibility

Bentuk sediaan krim dipilih karena sediaan krim mengandung emolien yang dirasa lebih cocok digunakan pada penderita luka bakar karena sediaan akan lebih lama kontak