• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bromazepam 2.1.1 Sifat Fisikokimia - Penetapan Kadar Bromazepam dalam Tablet secara Spektrofotometri Ultraviolet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bromazepam 2.1.1 Sifat Fisikokimia - Penetapan Kadar Bromazepam dalam Tablet secara Spektrofotometri Ultraviolet"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bromazepam 2.1.1 Sifat Fisikokimia

Rumus Struktur :

Gambar 2.1.1 Rumus Struktur Bromazepam

Rumus Molekul : C14H10BrN3O

Nama Kimia : 7-bromo-5-(pyridin-2-yl)-1,3-dihydro-2H-1,4

benzodiazepine-2-one

Berat Molekul : 316,2 g/mol

Pemerian : Serbuk putih atau kekuningan, bubuk kristal

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sedikit larut dalam

alkohol dan metilenkhlorida (Council of Europe,

(2)

2.1.2 Farmakologi

Bromazepam adalah obat turunan benzodiazepin yang banyak digunakan

sebagai sedatif-hipnotik karena mempunyai efikasi dan batas keamanan lebih

besar dibanding turunan sedatif-hipnotika lain, yang antara lain menyangkut efek

samping, pengembangan toleransi, ketergantungan obat, interaksi dan kematian

akibat kelebihan dosis. Dalam dosis rendah bromazepam dapat mengurangi

ketegangan dan kecemasan, sedang pada dosis tinggi menunjukkan sifat sedatif

dan relaksasi otot. Bromazepam digunakan untuk pengobatan psikoneurosis,

gangguan emosional, kelainan psikosomatik dan gangguan fungsional penyakit

organik kronik (Siswandono, 1995).

2.1.3 Efek Samping

Efek samping dari benzodiazepin adalah efek sedasi, pusing, sakit kepala,

mulut kering, penglihatan kabur dan konstipasi. Reaksi yang merugikan adalah

lekopenia (menurunnya sel-sel darah putih) dengan gejala demam, malaise, dan

sakit tenggorokan; tolerasi terhadap dosis obat pemakaian pada pemakaian yang

terus menerus; dan ketergantungan fisik (Kee, 1996). Sementara dalam

Lippincott’s Illustrated Reviews: Pharmacology (2009), mengantuk dan

kebingungan merupakan dua efek samping yang paling umum dari benzodiazepin.

2.1.4 Dosis

Dosis awal oral untuk kecemasan adalah 6 sampai 18 mg sehari dalam

dosis terbagi sementara dosis maksimum hingga 60 mg per hari. Dosis awal untuk

pasien lanjut usia dan lemah tidak boleh melebihi 3 mg sehari dalam dosis terbagi

(3)

2.1.5 Penetapan Kadar Bromazepam

Penetapan kadar bromazepam dalam sediaan tablet dapat dilakukan secara

Spektrofotometri UV, Kromatografi Gas, Kromatografi Cair Tingkat Tinggi,

Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri Inframerah. Dilihat dari struktur

bromazepam yang memiliki gugus kromofor (ikatan rangkap terkonjugasi) dan

gugus ausokrom (gugus nitro dan karboksil) maka senyawa ini dapat menyerap

radiasi pada panjang gelombang di daerah ultraviolet. Menurut Clarke’s Analysis

of Drugs and Poisons, bromazepam memiliki serapan maksimum 237 nm dalam

pelarut basa, 345 nm dala perarut basa serta 233 nm dalam pelarut metanol

(Moffat, 2011) dan menurut Farmakope Eropa, bromazepam memiliki serapan

maksimum233 nm (Council of Europe, 2005).

2.2 Obat

Obat adalah suatu zat yang digunakan untuk diagnosa pengobatan,

menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Meskipun

obat dapat menyembuhkan tapi banyak kejadian yang mengakibatkan seseorang

menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa obat

dapat bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu

penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, bila digunakan salah dalam

pengobatan atau overdosis akan menimbulkan keracunan. Bila dosisnya lebih

(4)

2.3 Tablet

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa

bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet

cetak dan tablet kempa (DitjenPOM, 1995).

Tablet dapat berbeda-beda ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan,

daya hancur, dan aspeklainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode

pembuatannya. Umumnya tablet digunakan pada pemberian obat secara oral

(Ansel, 1989).

2.3.1 Komponen Tablet

Untuk membuat tablet diperlukan bahan tambahan berupa:

a. Bahan pengisi (diluent)

Bahan pengisi adalah suatu zat inert secara farmakologis yang

ditambahkan kedalam suatu formulasi sediaan tablet, bertujuan untuk penyesuaian

bobot,ukuran tablet sesuai yang dipersyaratkan, untuk membantu kemudahan

dalampembuatan tablet, dan meningkatkan mutu sediaan tablet. Beberapazat

pengisi yang sering digunakan ialah laktosa, laktosa anhidrat, laktosa

semprotkering, starch 1500, dan mikrokristalin selulosa(Siregar, 2010).

b. Bahan pengikat (binder)

Bahan pengikat ditambahkan ke dalam formulasi tablet untuk

menambahkohesivitas serbuk sehingga memberi ikatan yang penting untuk

membentukgranul yang dibawah pengempaan akan membentuk suatu massa

(5)

digunakan ialah pati 5-10%, starch 1500, gelatin 2-10%, sukrosa 50-75%, akasia

10-25% (Siregar, 2010).

c. Bahan penghancur (disintegrator)

Bahan ini dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam saluran cerna.

Zat-zatyang digunakan seperti: amilum kering, gelatin, agar-agar, natrium alginat.

d. Bahan pelicin (lubricant)

Bahan ini dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan. Zat-zat

yangdigunakan seperti: talcum, magnesii stearat, asam stearat.Dalam pembuatan

tablet, zat berkhasiat dan bahan tambahan, kecuali bahanpelicin dibuat granul

(butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisicetakan dengan baik.

Dengan dibuat granul akan terjadi free flowing, mengisicetakan secara tetap dan

dapat dihindari tablet menjadi capping (retak) (Anief, 1987).

2.3.2 Syarat Tablet

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV dan sumber-sumber lainnya, tablet

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Keseragaman Bobot

Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot untuk menjamin

keseragamanbobot tiap tablet yang dibuat. Tablet yang bobotnya seragam

diharapkanmemiliki kandungan bahan obat yang sama, sehingga mempunyai efek

terapiyang sama.

b. Kekerasan

Tablet harus memiliki kekuatan atau kekerasan agar dapet bertahan

(6)

dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Hardness Tester.Umumnya

kekuatantablet berkisar 4-8 kg.

c. Kerenyahan

Uji ini dilakukan untuk mengetahui kerenyahan tablet, tablet yang rapuh

danrusak kandungan zat berkhasiatnya berkurang sehingga mempengaruhi

efekterapi. Kerenyahan ditandai dengan massa partikel yang berjatuhan dari

tablet.Uji ini menggunakan alat yang disebut Roche Friabilator. Persyaratantablet

tidak boleh kehilangan berat lebih dari 0,8%.

d. Waktu Hancur

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian batas waktu hancur

yangtertera dalam masing-masing monografi. Interval waktu hancur yaitu 5-30

menit.Sediaan dinyatakan hancur sempurnabila tidak ada sisa sediaan yang tidak

larut tertinggal pada kasa.

e. Penetapan Kadar Zat Berkhasiat

Penetapan kadar ini dilakukan untuk mengetahui apakah tablet

tersebutmemenuhi persyaratan sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut

tidakmemenuhi syarat, berarti obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik

dantidak layak dikonsumsi. Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan

(7)

2.4 Spektrofotometri Ultraviolet 2.4.1 Teori Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara

radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang

sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet,

cahaya tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang

untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm,

daerah infra merah dekat 780-3000 nm, dan daerah cahaya infra merah 2,5-40 µm

atau 4000-250 cm-1 (Ditjen POM, 1995).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri ultraviolet:

a. Pemilihan panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah

panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk

memperoleh panjang gelombang maksimum, dilakukan dengan membuat

kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu

larutan baku pada konsentrasi tertentu.

b. Pembuatan kurva kalibrasi

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai

konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai

konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan

antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer

(8)

c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,6.

Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi

tersebut, kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal.

(Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4.2 Hukum Lambert Beer

Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel

yang disinari. Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya

monokromatik dan larutan yang sangat encer, serapan berbanding lurus dengan

konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu

Hukum Lambert Beer sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus

terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dalam persamaan:

A= a.b.c (g/liter) atau A= e. b. c (mol/liter)

Dimana: A = serapan

a = absorptivitas

b = ketebalan sel

c = konsentrasi

ɛ = absorptivitas molar

Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri

dimana konsentrasi dapat dihitung berdasarkan rumus di atas. Absorptivitas (a)

merupakan konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet dan

(9)

suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi (Day and

Underwood, 1999; Rohman, 2007).

Menurut Roth dan Blaschke (1981), absorptivitas spesifik juga sering

digunakan untuk menggantikan absorptivitas. Absortivitas spesifik adalah serapan

yang dihasilkan oleh larutan 1 % (b/v) dengan ketebalan sel 1 cm, sehingga dapat

diperoleh persamaan:

A = A11. b. c

Dimana : A= absorptivitas spesifik

b = ketebalan sel

Gambar

Gambar 2.1.1 Rumus Struktur Bromazepam

Referensi

Dokumen terkait

PENETAPAN KADAR AMOKSISILIN DALAM TABLET SECARA KCKT (KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI)..

Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini akan dilakukan penetapan kadar deksklorfeniramin maleat dan betametason pada sediaan tablet secara spektrofotometri

Penetapan Kadar Rifampisin dan Isoniazid dalam Sediaan Tablet Secara Multikomponen dengan Metode Spektrofotometri Ultraviolet.. Medan: Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera

Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan Ibuprofen dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Derivatif dengan zero crossing.. Medan: Fakultas Farmasi

Penetapan simultan kadar fenilpropanolamin hidroklorida dan klorfeniramin maleat dalam sediaan tablet secara spektrofotometri uV dengan pelarut asam klorida 0,1 N pada

Penetapan kadar rifampisin dan isoniazid dalam sediaan tablet dilakukan dengan metode spektrofotometri ultraviolet secara multikomponen menggunakan pelarut asam klorida 0,1 N

Metode spektrofotometri ultraviolet dapat digunakan untuk penetapan kadar Bromheksin HCl dalam sediaan tablet dan metode ini memenuhi uji validasi dengan parameter akurasi

PENETAPAN KADAR SIMVASTATIN DALAM SEDIAAN TABLET SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI DENGAN FASE