• Tidak ada hasil yang ditemukan

9fd3d203 139d 4579 aa5d cd3d5487c4a8

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "9fd3d203 139d 4579 aa5d cd3d5487c4a8"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

Berbagi Praktik Baik

Pelayanan Kesehatan di Papua

(2)

Berbagi Praktik Baik

Pelayanan Kesehatan di Papua

Buku 1

Disusun Oleh

Tim USAID Kinerja

(3)

Kata Pengantar

Chief of Party

Kinerja USAID

Selamat datang di program peningkatan tata kelola pelayanan publik Kinerja USAID. Buku Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pelayanan Kesehatan di Papua ini merupakan sumbangsih kami untuk pemerintah Provinsi Papua dan pemerintah Indonesia. Buku ini berisi kumpulan praktik baik penerapan prinsip tata kelola pelayanan kesehatan di daerah mitra Kinerja.

Menerapkan tata kelola baik merupakan syarat penting penyediaan pelayanan publik yang bermutu karena tata kelola yang baik meningkatkan kepercayaan dan partisipasi masyarakat. Hal ini, pada akhirnya, akan membantu pemerintah menjalankan program-programnya secara berkualitas dan sesuai kebutuhan masyarakat. Kinerja melihat banyak sekali perubahan positif terjadi baik di tingkat masyarakat, puskesmas, dinas kesehatan kabupaten dan provinsi, serta DPRD. Kami melihat masyarakat mulai paham bahwa mereka mempunyai peran penting dalam pembangunan layanan kesehatan. Di sisi lain, kami bangga melihat para penyedia layanan kesehatan, puskesmas, dinas kesehatan dan DPRD mulai terbuka terhadap partisipasi masyarakat.

Di tingkat puskesmas, manajemen pelayanan kesehatan juga telah menunjukkan perbaikan. Saat ini puskesmas telah menerapkan prosedur operasional standar (SOP) kesehatan ibu dan anak, dan HIV/ AIDS dan Tubercolusis dengan mengacu pada standar pelayanan minimal. Hal ini, tentunya, akan berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas.

Kinerja terus mendorong mitra kami untuk berinovasi menciptakan pelayanan publik yang bermutu, mengatasi segala tantangan menggunakan sumber daya yang ada. Kami juga meminta mereka untuk terus berbagi penalaman dan pengetahuan dengan daerah lain sehingga pelayanan publik yang berkualitas tidak hanya menjadi milik mitra Kinerja.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada organisasi mitra pelaksana, konsultan dan staff Kinerja yang telah bekerja keras mendampingi daerah mitra untuk terus berinovasi. Mereka merupakan ujung tombak kami yang akan siap membantu daerah lain, jika diperlukan.

Semoga buku ini dapat menginspirasi semua pihak untuk melaksanakan tata kelola yang baik demi kemajuan pelayanan publik di Papua dan Indonesia.

Jakarta, September 2015

Elke Rapp

(4)

Daftar Isi

Kata Pengantar

Chief of Party

Kinerja USAID ... 1

Kemitraan Dinas Kesehatan dan Forum Masyarakat untuk Pelayanan Kesehatan yang

Lebih Baik di Kota Jayapura ... 3

Pengelolaan Pengaduan Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan dan Manajemen

Puskesmas Abepantai ... 14

Advokasi Peningkatan Pelayanan Kesehatan melalui Jurnalisme Warga dan

Talk Show

Radio di Kabupaten Jayawijaya ... 29

Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Kegiatan Pencapaian Standar Pelayanan

Minimal Kesehatan di Kabupaten Jayapura ... 45

Penanganan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dengan Melibatkan

Masyarakat di Kota Jayapura ... 57

Tentang Kinerja USAID di Papua ... 72

(5)

Kemitraan Dinas Kesehatan dan Forum

Masyarakat untuk Pelayanan Kesehatan yang

Lebih Baik di Kota Jayapura

(6)

Situasi sebelum program dilakukan

Sebagai ibukota provinsi, Kota Jayapura memiliki penduduk terbanyak di Papua. Berdasarkan data Pusdatin – Kementerian Kesehatan 2013, jumlah penduduk di wilayah ini hampir mencapai 300,000. Kota Jayapura juga memiliki jumlah fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang cukup, yaitu 12 puskesmas. Namun, Kota Jayapura masih memiliki hambatan dalam menerapkan prinsip tata kelola yang baik dalam pelayanan kesehatan. Akibatnya, pelayanan yang disediakan seringkali tidak sesuai dengan harapan masyarakat, tidak transparan, kurang partisipatif dan belum memenuhi standar pelayanan publik.

Salah satu penyebab kurangnya kualitas pelayanan kesehatan di Kota Jayapura adalah partisipasi masyarakat yang masih lemah. Selama ini keterlibatan masyarakat masih terbatas pada menjadi kader kesehatan di kampung. Mereka tidak terlibat dalam perencanaan dan pengawasan program dan kebijakan kesehatan. Masyarakat banyak yang tidak mengetahui bahwa mereka berhak mengawasi penyediaan pelayanan kesehatan dan memberi masukan untuk meningkatkannya.

Di sisi lain, banyak penyedia layanan, seperti puskesmas tertutup terhadap masukan masyarakat. Mereka masih menganggap bahwa pelayanan kesehatan merupakan urusan petugas kesehatan. Masyarakat dianggap tidak mampu memberikan masukan.

Untuk mengatasi tantangan ini, Pemerintah Kota Jayapura mendorong kemitraan kuat antara masyarakat, puskesmas dan dinas kesehatan.

Bentuk inovasi

Meskipun Kota Jayapura memiliki jumlah fasilitas kesehatan yang cukup, kualitas pelayanan kesehatan di daerah ini belum maksimal. Hal ini terjadi karena masyarakat belum dilibatkan dalam proses perencanaan kebijakan dan program kesehatan dan mereka tidak mampu mengawasi pelaksanaan program tersebut. Akibatnya, program kesehatan sering tidak sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.

(7)

Swadaya Masyarakat (LSM), dan anggota masyarakat. Forum ini merupakan sarana bagi seluruh pemangku kepentingan untuk membantu puskesmas dan Dinas Kesehatan meningkatkan kualitas layanannya.

Secara umum pembentukan MSF terdiri dari tiga tahap:

1. Sosialisasi tentang MSF

Sosialisasi tentang peran dan fungsi dilakukan kepada seluruh pemangku kepentingan termasuk perwakilan pemerintah dan masyarakat. Hal ini dilakukan agar semua pihak mengetahui dan sepakat bahwa MSF sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Selain itu, sosialiasi juga penting untuk menghindarkan kecurigaan di antara para pemangku kepentingan ketika forum ini telah berjalan.

2. Pembentukan MSF

Proses pembentukan MSF diawali dengan identifikasi calon anggota. Proses identifikasi ini dilakukan melalui pertemuan-pertemuan dengan seluruh pemangku kepentingan terkait. Pada pertemuan ini, para pemangku kepentingan juga menentukan tujuan, kegiatan, struktur pengurus, dan mekanisme komunikasi antar anggota. Pertemuan ini juga membahas tentang legalitas forum.

MSF merupakan forum masyarakat swadaya dan perlu terus dipertahankan. Oleh karena itu, pengurus MSF harus individu yang memiliki kepedulian terhadap pelayanan kesehatan, berkomitmen tinggi, memiliki kapasitas dan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya, dan bersedia menjadi pengurus.

3. Penguatan kapasitas pengurus MSF

Proses penguatan kapasitas pengurus MSF di Kota Jayapura dibantu oleh Yayasan Harapan Ibu (YHI), salah satu LSM mitra USAID Kinerja. Pada tahap ini, pengurus MSF dilatih untuk memahami peran dan fungsinya, yaitu memantau pelayanan kesehatan dan melakukan advokasi kebijakan.

(8)

kesehatan sesuai standar. Dalam pelatihan ini, para petugas kesehatan juga belajar tentang pentingnya peran masyarakat bagi peningkatan kinerja puskesmas.

Setelah MSF di tiga puskesmas percontohan terbentuk, inovasi ini dikembangkan ke tingkat Kota Jayapura. Perwakilan MSF Puskesmas Abepantai, Tanjung Ria dan Koya Barat bergabung menjadi satu forum, yang disebut Forum Peduli Pembangunan Kesehatan Waniambey atau yang lebih sering dikenal sebagi MSF Waniambey. Forum ini berperan memastikan rekomendasi-rekomendasi yang dibuat puskesmas ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan.

Proses pelaksanaan program

MSF merupakan forum bagi para pemangku kepentingan bidang kesehatan untuk bersama-sama meningkatkan tata kelola layanan kesehatan. Melalui kerjabersama-sama dengan MSF, puskesmas dan dinas kesehatan diharapkan mampu (a) meningkatkan kesadaran dan partisipasi pemangku kepentingan; (b) melakukan analisis tentang isu kesehatan tingkat kota/distrik/puskesmas; (c) mengembangkan mekanisme pengawasan dan partisipasi publik, salah satunya melalui survey pengaduan; (d) mengembangkan strategi dan melakukan kerja advokasi untuk perbaikan layanan; (e) mengembangkan rekomendasi untuk kebijakan terkait dengan pengelolaan kesehatan yang transparan, partisipatif dan dapat dipertanggungjawabkan, dan (f) mengembangkan strategi advokasi dengan melibatkan lembaga-lembaga non pemerintah, media, dan pembuat kebijakan di daerah untuk mendorong perbaikan layanan bidang kesehatan.

Proses pelaksanaan program MSF ini difasilitasi oleh YHI melalui tahapan berikut:

1. Sosialisasi

(9)

2. Pembentukan MSF

Setelah para pemangku kepentingan menunjukkan kepercayaan dan komitmennya untuk membentuk MSF, tahap sosialiasi dilanjutkan dengan pertemuan lanjutan. Tujuannya adalah menentukan mekanisme, konsep, dan strategi pembentukan MSF, struktur pengurusnya, dan mengidentifikasi individu/ lembaga yang akan menjadi pengurus MSF. Calon pengurus MSF dipilih berdasarkan komitmen, kapasitas, waktu, kecukupan dan kesediannya secara langsung untuk menjadi bagian dari forum.

Pada tahap ini, status MSF juga dibicarakan untuk menjamin keberlangsungannya. MSF di tingkat distrik/puskesmas mendapat SK dari Kepala Distrik. Sedangkan, MSF di tingkat Kota akan mendapatkan SK dari Walikota.

3. Penguatan kapasitas

Penguatan kapasitas MSF dilakukan agar mereka dapat menjalankan perannya untuk memonitor pelayanan publik dan melakukan advokasi perbaikan pelayanan. Pada tahap ini, MSF mendapat pelatihan di dua area kunci:

a. Pelatihan peran dan fungsi MSF

Pada tahap ini MSF lebih banyak mendalami tentang untuk apa ada MSF, apa peran MSF, merumuskan visi dan misi dan menterjemahkannya menjadi program yang lebih riil, serta membuat rencana kerja forum.

b. Pelatihan strategi advokasi

(10)

4. MSF menjalankan tugas dan perannya

Setelah mendapatkan pelatihan, MSF di tingkat distrik/puskesmas terlibat dalam survei pengaduan, yang merupakan salah satu metode yang dikembangkan untuk menggali masukan masyarakat terhadap pelayanan puskesmas. Dalam hal ini, MSF membantu puskesmas melaksanakan survei, menganalisa masalah dan alternatif solusi, dan mengawasi pelaksanaan janji puskesmas untuk memperbaiki layanannya.

Sedangkan, MSF Waniambey berperan melakukan advokasi kepada dinas kesehatan dan DPRD agar mereka memenuhi rekomendasi dari puskesmas dan menyediakan anggaran cukup untuk mencapai standar layanan minimal kesehatan.

Anggaran yang diperlukan

Anggaran untuk membentuk dan melaksanakan MSF digunakan untuk membiayai kegiatan pertemuan dan diskusi, peningkatan kapasitas, melakukan kegiatan advokasi dan pelaksanaan survey pengaduan masyarakat. Berdasarkan pengalaman di Kota Jayapura, kegiatan ini memerlukan anggaran sekitar Rp. 50 hingga 100 juta untuk membiayai seluruh tahap pelaksanaan MSF di tingkat puskesmas dan kota. Anggaran ini sudah termasuk untuk membiayai replikasi pembentukan MSF ke sembilan puskesmas lain.

Hasil dan dampak program

Setelah hampir dua tahun MSF dibentuk dan berjalan, forum ini telah berkontribusi membuat perubahan dan meningkatkan pelayanan kesehatan. Dampak tersebut bagi penyedia layanan

adalah:

1. MSF mampu menjembatani puskesmas dan masyarakat. Mereka menjadi sarana bagi puskesmas untuk menyebarluaskan program kesehatan kepada masyarakat. Pada saat bersamaan, MSF menyampaikan masukan masyarakat tentang pelayanan kesehatan sehingga puskesmas dapat terus melakukan inovasi.

(11)

2. MSF membantu puskesmas mendapatkan sumber daya untuk mengatasi tantangan dalam pelayanan kesehatan. MSF membantu puskesmas melakukan advokasi kepada Dinas Kesehatan agar mereka memenuhi rekomendasi teknis dari puskesmas, seperti yang terjadi di Puskesmas Koya Barat.

Bagi pengguna layanan, MSF membuat perubahan sebagai berikut:

1. MSF menjadi forum bagi masyarakat untuk mendiskusikan berbagai persoalan tentang pelayanan kesehatan, baik di tingkat puskesmas maupun persoalan terkait dengan kebijakan pemerintah daerah.

2. Melalui berbagai pelatihan advokasi, MSF mampu mengawasi pelaksanaan janji perbaikan layanan oleh puskesmas untuk dan memastikan rekomendasi teknis puskesmas kepada Dinas Kesehatan ditindaklanjuti. Mereka juga mulai terlibat dalam melakukan advokasi kebijakan kesehatan lainnya. seperti SPM kesehatan dan anggaran kesehatan. Saat ini MSF Waniambey terlibat aktif dalam melakukan advokasi kepada Dinas Kesehatan dan DPRD untuk menyusun anggaran kesehatan sesuai kebutuhan puskesmas dan mengacu pada standar pelayanan minimum.

Monitoring dan evaluasi MSF

Monitoring dan evaluasi MSF dilakukan secara mandiri melalui pertemuan-pertemuan internal. Dalam pertemuan tersebut, MSF mengevaluasi pengurusnya yang tidak aktif atau berhalangan

Sirine Kehidupan di Puskesmas Koya Barat:

Salah satu temuan hasil monitoring pelaksanaan Janji Perbaikan Layanan sebagai respon atas hasil survei pengaduan di Puskesmas Koya Barat adalah puskesmas tidak mempunyai ambulance. Selama ini, puskesmas menggunakan mobil jenazah untuk mengangkut pasien. Hal ini membuat masyarakat resah.

“Kami orang Papua tidak terbiasa mengangkut orang sakit dengan mobil jenazah. Itu artinya mendoakan si sakit agar cepat meninggal”, ujar Hengki Rumayomi, SKM – Kepala Puskesmas Koya Barat, menirukan keluhan masyarakat. Menanggapi hal ini, Puskesmas Koya Barat dan MSF membuat rekomendasi teknis kepada Dinas Kesehatan Kota Jayapura untuk membantu pengadaan ambulance. Langkah ini diambil karena pengadaan ambulance berada di luar wewenang puskesmas.

Puskesmas dan MSF terus-menerus melakukan advokasi kepada dinas kesehatan. Akhirnya, Dinas Kesehatan setuju untuk memasukkan pengadaan ambulance bagi Puskesmas Koya Barat ke dalam perencanaan dan penganggaran Dinas.

(12)

menjalankan tugasnya sebagai MSF. Pengurus yang tidak aktif atau sudah tidak mampu menjalankan perannya digantikan oleh pengurus baru yang memiliki kompetensi dan integritas untuk bergabung dalam forum ini.

Tantangan yang dihadapi

Berikut adalah tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan MSF di Kota Jayapura:

1. Pembentukan MSF di tingkat Kota Jayapura sebagai wadah partisipasi masyarakat memerlukan usaha keras dan berkesinambungan. Hal ini didasari bahwa forum yang dibentuk merupakan wadah partisipasi bersama secara sukarela. Karenanya, pada awal pembentukan banyak kendala yang dihadapi. Tetapi, individu-individu yang memiliki komitmen untuk terlibat akan terlihat seiring perjalanan program. Pendekatan awal terhadap individu yang akan dilibatkan tidak dapat dijadikan patokan utama dalam penguatan struktur forum. Oleh sebab itu, struktur pengurus forum tidak bisa dipaksakan dalam waktu singkat untuk sekedar memenuhi kelengkapan administrasi, hanya individu yang benar-benar peduli yang akan bertahan. Sedangkan beberapa individu yang telah diinisiasi dapat diganti oleh individu lain yang lebih mempunyai komitmen dan integritas.

2. Terkait dengan persoalan anggaran juga menjadi tantangan tersendiri, karena forum yang dibentuk baik di tingkat kota maupun puskesmas sifatnya sukarela tanpa ada pembiayaan untuk honorarium rutin bagi pengurus forum. Kendala ini cukup sering dibicarakan dalam pertemuan, tetapi pada waktu tertentu akan terlihat individu yang memiliki komitmen dan peduli terhadap perbaikan pelayanan kesehatan. Individu-individu inilah yang kemudian menjadi penggerak keberlanjutan forum untuk masa yang akan datang.

Keberlanjutan dan peluang replikasi

(13)

dan pendanaan dari pemerintah daerah untuk mendukung kegiatan dan keberlangsungan MSF baik di tingkat kota maupun tingkat distrik/kecamatan.

Meski demikian, MSF telah mulai mengembangkan kemandirian mereka secara swadaya khususnya dalam menyelenggarakan pertemuan internal. Forum di tingkat puskesmas ini tetap melakukan pertemuan rutin yang dilaksanakan di tingkat Kota Jayapura secara bergilir dalam suatu distrik.

MSF telah direplikasi dari tiga puskesmas percontohan ke sembilan puskesmas lain. Replikasi ini telah dilaksanakan dan dianggarkan di Dinas Kesehatan tahun 2015.

Hasil pembelajaran dan rekomendasi

Selama pelaksanaan pengembangan MSF banyak aspek yang dapat dijadikan sebagai pembelajaran dan rekomendasi bagi pihak-pihak yang terlibat langsung dalam program maupun pihak-pihak lain yang ingin mereplikasikan program ini untuk tercapainya hasil maksimal.

1. Pembelajaran

Komitmen Pemerintah Kota Jayapura untuk mengalokasikan anggaran dan adanya kebijakan dalam mendukung penerapan program menjadi unsur utama yang harus dipastikan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan program dan perencanaa merujuk pada dokumen perencanaan daerah RPJMD, RENSTRA, dan RENJA.

Terbangunnya kemitraan antara pemerintah daerah dengan Forum Peduli Pembangunan Kesehatan Waniambey/masyarakat dalam setiap tahapan dan proses implementasi program berdasarkan mekanisme yang telah disepakati.

Inisiasi pembentukan MSF harus didahului dengan memberikan pemahaman yang baik kepada pemerintah daerah sehingga tidak menimbulkan kecurigaan bahwa pembentukan MSF ini dapat menjadi boomerang tersendiri bagi pemerintah. Tetapi harus ada pemahaman yang sama bahwa MSF tersebut berfungsi sebagai mitra bagi pemerintah dalam peningkatan pelayanan bidang kesehatan.

(14)

Penguatan peran serta masyarakat melalui pembentukan MSF harus dibarengi dengan memberikan tanggungjawab kepada mereka untuk terlibat dalam proses-proses monitoring. Keterlibatan ini diperlukan sebagai salah satu cara dalam mendongkrak keberadaan dan kepercayaan diri MSF dalam menjalankan tugas dan perannya.

Jika masyarakat diberdayakan dengan baik akan memberi pengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam peningkatan kebijakan pelayanan dan dapat memberikan masukan dalam kebijakan daerah.

Dalam memberdayakan dan meningkatkan peran masyarakat, puskesmas harus dapat membina kerjasama dengan MSF di tingkat puskesmas dan masyarakat, menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan. Puskesmas harus dikelola dengan mengedepankan azas transpransi, partisipatif dan responsif, sehingga semua kebijakan dan keputusan yang diambil adalah kebijakan dan keputusan bersama.

Perencanaan dan penganggaran kesehatan di tingkat Dinas Kesehatan dan puskesmas dapat melibatkan MSF dalam proses perencanaan sehingga MSF bisa memberikan masukan terkait isu-isu kesehatan.

2. Rekomendasi

Keberadaan MSF Waniambey sebagai Forum Peduli Pembangunan Kesehatan Waniambey mendorong kualitas pelayanan kesehatan perlu terus dikuatkan melalui kebijakan dan

anggaran serta sarana dan prasarana pendukung yang memadai.

Pemerintah Kota Jayapura agar dapat memperluas program ini untuk seluruh (12) puskesmas karena dengan adanya peningkatan partisipasi masyarakat telah memberi hasil dan perubahan yang cukup nyata dan signifikan dalam peningkatan dan perbaikan tatakelola kesehatan baik ditingkat Kota Jayapura maupun puskesmas.

Informasi kontak

Fresan Ansanai

Koordinator Lapangan Yayasan Harapan Ibu

(15)
(16)

Pengelolaan Pengaduan Meningkatkan Kualitas

Pelayanan Kesehatan dan Manajemen Puskesmas

Abepantai

(17)

Situasi sebelum program dilakukan

Puskesmas Abepantai merupakan salah satu ujung tombak Dinas Kesehatan Kota Jayapura untuk memberikan layanan kesehatan dasar bagi masyarakat di kota ini. Puskesmas ini melayani kurang lebih 8.400 orang yang tersebar di tiga kampung dan satu kelurahan yaitu Kampung Nafri, Kampung Enggros, Kampung Koya Koso, dan Kelurahan Abepantai.

Meskipun Puskesmas Abepantai terletak di wilayah perkotaan, pelayanan puskesmas ini masih kurang maksimal dan sering dikeluhkan oleh masyarakat. Salah satu contohnya adalah adanya puskesmas pembantu (pustu) di wilayah puskesmas yang tidak memiliki bangunan, seperti Pustu Enggros. Kurangnya fasilitas kesehatan yang memadai membuat puskesmas tidak mampu menyediakan layanan kesehatan yang bermutu dan merata bagi penduduk di wilayah ini. Selain itu, program puskesmas tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Banyak faktor yang menyebabkan layanan puskesmas kurang optimal, diantaranya adalah Kekurangan dana juga menjadi salah satu kendala bagi puskesmas untuk memenuhi hak masyarakat mendapat layanan kesehatan yang berkualitas. Selain itu, partisipasi masyarakat untuk meningkatkan pelayanan puskesmas masih rendah. Hal ini terjadi karena puskesmas tidak memiliki mekanisme yang sesuai untuk mengumpulkan masukan dari masyarakat tentang layanan kesehatan yang diharapkan. Banyak staff puskesmas yang menganggap pengaduan masyarakat sebagai kritik dan tambahan beban kerja yang harus dihindari.

Di sisi lain, masyarakat juga tidak terbiasa melakukan pengaduan jika merasa kurang puas dengan pelayanan puskesmas. Masyarakat masih menganggap bahwa mereka adalah pengguna layanan yang hanya dapat menerima pelayanan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.

Bentuk inovasi

(18)

yang diberikan oleh puskesmas. Berikut adalah tahapan dalam mekanisme pengelolaan pengaduan:

1. Mengetahui jenis-jenis mekanisme pengaduan yang ada.

Kepala Puskesmas serta semua staf perlu mengetahui jenis-jenis mekanisme pengaduan apa saja yang direkomendasikan. Dengan mengetahui jenis-jenis mekanisme pengaduan yang ada, Kepala Puskesmas serta staff puskesmas mengetahui jenis mekanisme pengaduan yang dapat dilakukan. Masyarakat diikutsertakan untuk mengetahui jenis-jenis pengaduan apa saja yang ada sehingga masyarakat dapat memberikan saran kepada puskesmas jenis mekanisme pengaduan yang dapat dilakukan.

2. Memilih mekanisme pengaduan yang sesuai.

Langkah ini melibatkan Kepala Puskesmas, staf puskesmas, dan MSF. Mereka berdiskusi tentang sarana yang sesuai dengan tingkat pendidikan dan kondisi masyarakat.

3. Penyediaan perangkat mekanisme pengaduan.

Puskesmas Abepantai memilih menggunakan kotak pengaduan, survei pengaduan dan SMS Gateway sehingga masyarakat memiliki berbagai pilihan sarana untuk mengadu. Selain itu, puskesmas meletakkan sarana pengaduan di tempat strategis di puskesmas sehingga masyarakat dapat mengaksesnya dengan mudah.

4. Pembahasan pengaduan secara rutin.

Kunci dari kotak pengaduan dipegang oleh kepala tata usaha yang ada di Puskesmas tersebut. Pembahasan pengaduan dari masyarakat dibicarakan bersama-sama dengan melibatkan warga masyarakat. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut, Puskesmas juga berdiskusi serta bertukar pendapat dengan MSF sehubungan dengan permasalahan atau kebutuhan Puskesmas untuk peningkatan pelayanan kesehatan. Pertemuan formal ataupun informal sering dilakukan oleh Puskesmas bersama dengan MSF.

5. Monitoring dan evaluasi.

Pada tahap ini, puskesmas dan MSF melakukan evaluasi terhadap upaya puskesmas untuk merespon pengaduan masyarakat dan program lain puskesmas melalui lokakarya mini yang dilaksanakan setiap tiga bulan.

(19)

tersebut, puskesmas berdiskusi dengan masyarakat untuk menentukan media yang sesuai untuk mereka. Berikut adalah sarana pengaduan yang dibangun di Puskesmas Abepantai:

1. Kotak pengaduan

Masyarakat dapat menggunakan sarana ini untuk menunjukkan perasaan mereka terhadap layanan puskesmas. Sarana ini dilengkapi dengan gambar wajah dengan warna yang berbeda dan alat tulis. Masyarakat yang tidak dapat membaca dan menulis dapat menunjukkan perasaannya terhadap pelayanan puskesmas

dengan memasukkan gambar wajah tersebut, yaitu gambar senyum jika mereka puas atau sedih jika tidak puas. Metode sederhana ini juga dilakukan selama beberapa bulan pertama ketika mekanisme pengaduan dilakukan. Tujuannya adalah membuat masyarakat tertarik dan terbiasa menggunakan kotak pengaduan yang bagi sebagian besar warga merupakan hal yang baru. Bagi masyarakat yang mahir membaca dan menulis, puskesmas menyediakan alat tulis.

2. Survei pengaduan

Survei dikenalkan USAID Kinerja kepada Puskesmas Abepantai. Survei ini bertujuan memperkuat partisipasi masyarakat pengguna layanan dalam memperbaiki layanan kesehatan. Pada tahap ini, puskesmas dan perwakilan masyarakat bekerjasama untuk melaksanakan survei, membuat prioritas masalah, dan mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi isu yang menjadi pengaduan masyarakat.

Setelah survei pengaduan dilaksanakan, puskesmas akan membuat Janji Perbaikan Layanan untuk mengatasi pengaduan masyarakat yang menjadi kewenangan puskesmas. Kemudian, puskesmas akan mengajukan rekomendasi teknis kepada dinas kesehatan untuk mengatasi pengaduan diluar kewenangan puskesmas. Selain terlibat dalam pelaksanaan survei, MSF juga berperan untuk mengawasi pelaksanaan Janji Perbaikan Layanan dan Rekomendasi Teknis.

(20)

3. SMS Gateway

SMS gateway merupakan sarana pengaduan bagi masyarakat yang memiliki akses dan terbiasa melakukan komunikasi menggunakan telepon seluler. Mekanisme ini dibuat untuk menyediakan lebih banyak pilihan alternatif sarana pengaduan bagi masyarakat.

Proses pelaksanaan program

Pelaksanaan mekanisme pengaduan di Puskesmas Abepantai diawali dengan diskusi dengan tim USAID Kinerja tentang tujuan, manfaat, serta media mekanisme pengaduan yang sesuai dengan tingkat pendidikan masyarakat agar masyarakat dapat memberikan masukan sesuai dengan kemampuan mereka.

1. Kotak pengaduan

Setelah empat bulan proses diskusi, puskesmas ini memilih membuat kotak pengaduan yang dilengkapi dengan wajah tersenyum, wajah tidak ada ekspresi, dan wajah sedih, dengan warna yang berbeda karena sarana ini dianggap paling sesuai dengan kondisi masyarakat. Namun, puskesmas juga menyediakan kertas dan pena bagi mereka yang dapat menulis. Kotak pengaduan tersebut diletakkan di daerah strategis, seperti di dekat apotik, sehingga lebih banyak masyarakat dapat mengakses sarana pengaduan tersebut. Kemudian, puskesmas melakukan sosialisasi tentang mekanisme pengaduan ini kepada masyarakat dan MSF melalui pertemuan lintas sektor yang dilaksanakan setiap tiga bulan.

2. Survei pengaduan

Puskesmas Abepantai melaksanakan survei pengaduan melalui dampingan Yayasan Hari Ibu (YHI) Papua – salah satu mitra USAID Kinerja. Pelaksanaan survei pengaduan terdiri dari lima tahapan utama, yaitu:

a. Penataan Awal

(21)

b. Lokakarya pengaduan

Lokakarya ini bertujuan mengidentifikasi pengaduan masyarakat terhadap layanan puskesmas. 80% peserta yang hadir dalam pertemuan ini adalah masyarakat pengguna layanan dan puskesmas, dan sisanya adalah perwakilan puskesmas. Setelah mengikuti lokakarya, tim pelaksana survei yang terdiri dari MSF dipilih dan dilatih untuk melaksanakan survei untuk mengkonfirmasi keluhan-keluhan yang sudah dikumpulkan dalam angket.

c. Pelaksanaan survei

Pada tahap ini, MSF menyebarkan angket kepada pengunjung puskesmas dan ke semua kampung dan kelurahan yang merupakan wilayah kerja puskesmas ini. d. Analisis pengaduan dan identifikasi solusi

Analisis ini dilakukan melalui sebuah lokakarya analisis penyebab pengaduan dan rencana tindak nyata perbaikan yang dihadiri oleh 80% perwakilan puskesmas dan 20% MSF. Analisis diawali dengan merumuskan penyebab pengaduan dan dilanjutkan dengan menentukan masalah yang solusinya menjadi kewenangan dan non-kewenangan puskesmas.

Setelah seluruh hasil survey terkumpul, selanjutnya MSF dan puskesmas membuat indeks pengaduan masyarakat yang berupa peringkat pengaduan mulai dari yang paling banyak diadukan sebagai yang tertinggi, sampai dengan yang paling sedikit diadukan. Kemudian, indeks ini terutama pengaduan yang paling banyak dikeluhkan masyarakat dianalisis dan dicarikan solusi yang berupa tindakan nyata.

(22)

e. Monitoring dan evaluasi

MSF mengevaluasi mengevaluasi pelaksanaan JPL dan Rekomendasi Teknis setelah enam bulan kedua dokumen tersebut dibuat. Kemudian, hasil evaluasi dipublikasikan kembali. Berdasarkan hasil evaluasi MSF, Puskesmas Abepantai telah banyak melakukan perbaikan internal untuk merespon pengaduan masyarakat. Selain itu, dinas kesehatan juga telah melaksanakan sebagain dari rekomendasi teknis. MSF akan merekomendasikan ulang JPL dan rekomendasi teknis yang belum dilaksanakan kepada puskesmas dan dinas. Hasilnya akan dikonfirmasi kembali dalam monitoring berikutnya yang akan dilakukan oleh MSF.

3. SMS Gateway

Untuk melaksanakan mekanisme pengaduan melalui SMS gateway, PKMK UGM – salah satu mitra USAID Kinerja membantu puskemas membuat mekanismenya. pengaduan berupa SMS Gateway.

Pada tahap awal, puskesmas menyediakan telepon genggam dan satu nomor khusus untuk digunakan sebagai nomor yang dipublikasi untuk menjadi tempat penyampaian keluhan. Puskesmas dapat menggunakan nomor salah satu staf atau kepala puskesmas yang disepakati akan menerima keluhan dari masyarakat. Puskesmas Abepantai mengguanakn nomor telepon kepala puskesmas. Selanjutnya, nomor tersebut dan foto seluruh staff puskesmas dipublikasikan kepada pengguna layanan sebuah spanduk yang diletakkan di puskesmas.

Anggaran yang diperlukan

Mekanisme pengelolaan pengaduan tidak perlu anggaran yang sangat besar. Biaya paling banyak dikeluarkan untuk pengadaan sarana pengaduan dan pertemuan dengan MSF. Berikut adalah besaran biaya yang dikeluarkan untuk setiap sarana pengaduan di Puskesmas Abepantai:

1. Kotak pengaduan

(23)

2. Survei pengaduan

Anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan survei pengaduan sekitar Rp. 30 juta yang digunakan untuk membiayai dua kali lokakarya dan logistik bagi masyarakat untuk menyebarkan angket kepada para pengguna layanan di kampong-kampung. Rincian kebutuhan dana tersebut seperti berikut:

a. Lokakarya survey pengaduan membutuhkan Rp. 10.000.000 - 15.000.000, tergantung pada jumlah peserta dan narasumber yang mengikuti kegiatan ini. b. Pembelian seragam, kertas survei, dan alat tulis bagi tim survei yang turun ke

lapangan. Setiap anggota tim mendapat Rp.150.000/ hari dan rata-rata mereka bekerja selama 10 hari kerja.

c. Pembelian alat tulis yang digunakan dalam lokakarya analisis hasil survei pengaduan perlu anggaran sekitar Rp. 150.000/ pertemuan. Untuk membahas hasil survei pengaduan perlu pertemuan empat hingga lima kali, sehingga perkiraan biaya yang diperlukan sebesar Rp. 9.000.000.

d. Pelaksanaan SMS gateway tidak perlu biaya besar karena menggunakan handphone dan pulsa kepala puskesmas. Pengeluaran pertama kali digunakan untuk membeli handphone dan pulsa. Kemudian, anggaran digunakan untuk membiayai pulsa, sekitar kurang lebih Rp 50.000 – Rp. 100.000.

(24)

Hasil dan dampak program

Awalnya, sebelum mekanisme pengaduan (kotak pengaduan ataupun survei pengaduan) dilakukan, staff puskesmas melayani kurang ramah serta salah satu pengaduan yang diadukan masyarakat adalah tidak berfungsi ataupun tidak ada pelayanan di Pustu Enggros dikarenakan Pustu Enggros yang tidak memadai.

Proses survei pengaduan tersebut sangat dirasakan manfaatnya oleh puskesmas-puskesmas mitra program, dan juga masyarakat, karena puskesmas dan pemerintah daerah telah memperbaiki pelayanan dengan cara merespon/menindaklanjuti pengaduan yang diberikan. Dengan adanya kotak pengaduan dan juga survei pengaduan perubahan terjadi pada pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas. Saat ini, staff puskesmas menerapkan pelayanan 3S (Senyum, Sapa, Sentuh) saat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pernyataan pengaduan sehubungan dengan petugas datang tidak tepat waktu, perubahan yang terjadi adalah staff puskesmas datang pukul 08.30 dan pulang pada pukul 13.30. Pada pertemuan lintas sektor diberikan penghargaan kepada staff puskesmas yang datang tepat waktu.

Ada beberapa contoh menarik hasil dari pengelolaan pengaduan di Puskesmas Abepantai :

Gambar 3. Seorang ibu sedang memeriksakan kehamilan di puskesmas. Mekanisme

(25)

 Pengaduan masyarakat berupa ruang tunggu sempit, direspon dengan baik oleh Puskesmas Abepantai bekerjasama dengan Dinas Kesehatan, dimana saat ini telah diperluas ruang tunggu dari Puskesmas sehingga masyarakat lebih nyaman saat menunggu di Puskesmas.

 Untuk pengaduan masyarakat berupa layanan Pustu Enggros tidak berjalan dengan baik dikarenakan kondisi Puskesmas yang tidak layak dan juga transportasi laut yang tidak disediakan oleh Puskesmas, direspon dengan pembangunan ulang Pustu Enggros dan Pemerintah Kota Jayapura menyediakan perahu yang dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan.

Setelah pendampingan yang telah dilakukan terhadap Puskesmas Abepantai (khususnya sehubungan dengan mekanisme pengaduan), Puskesmas terdekat dengan Puskesmas Abepantai yaitu Puskesmas Kota Raja mulai mengaktifkan kembali penggunaan kotak pengaduan di Puskesmas mereka. Selain itu, muncul keinginan kuat dari Puskesmas Kota Raja untuk menjadi seperti Puskesmas yang didampingi oleh KINERJA USAID khususnya mengenai manajamen dan kepemimpinan agar pemberian pelayanan kesehatan lebih baik.

Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan evaluasi perlu dilaksanakan baik oleh staff puskesmas maupun oleh MSF untuk melihat keseriusan puskesmas untuk memberikan pelayanan dan peningkatan pelayanan kesehatan yang diberikan. Kepala Tata Usaha diberikan kepercayaan oleh kepala Puskesmas untuk menjadi penanggungjawab sehubungan dengan sarana dan pra-sarana (mis: kertas, pengaduan yang telah ada di kotak, dll) yang dibutuhkan untuk kelancaran dari kotak pengaduan tersebut.

Pertemuan lintas sektor yang dilakukan oleh Puskesmas dengan mengundang MSF dalam pertemuan tersebut membantu untuk mengevaluasi pengaduan apa saja yang sudah ditindaklanjuti oleh Puskesmas dan apabila ada pengaduan yang tidak ditindaklanjuti dapat dilakukan pembahasan.

Tantangan apa yang dihadapi

Ada dua tantangan utama dalam proses mengadakan mekanisme pengaduan yaitu ketidakbiasaan serta keaktifan masyarakat yang belum stabil, yaitu:

1. Tantangan terbesar yang dihadapi dalam pelaksanaan program ini adalah ketidakbiasaan

(26)

Puskesmas terkadang menganggap pengaduan sebagai kritik dan bukan sebagai bantuan untuk memperbaiki pelayanan karena mereka belum terbiasa mendapatkan keluhan atau saran dari pasien.

Kadang kepala puskesmas menganggap bahwa masyarakat hanya bisa memberikan pengaduan saja tetapi saat dimintakan bantuan sehubungan dengan pelayanan kesehatan di wilayah kampung mereka, tidak dapat membantu. Jika kepala puskesmas dan tenaga kesehatan ingin memberikan pasiennya pelayanan terbaik, mereka harus siap menerima saran. Pengguna layanan mempunyai anggapan berbeda dengan yang dipunyai tenaga kesehatan oleh karena posisi sosialnya. Jadi, sangat penting untuk pemberi layanan terbuka dan ingin mendengarkan saran pasien.

Melalui beberapa lokakarya dan diskusi tentang pentingnya keterbukaan dan tata kelola yang melibatkan masyarakat, pada akhirnya Kepala Puskesmas dan stafnya bisa membedakan saran dan kritik, dan akan ingin menerimanya.

2. Ketidakbiasaan masyarakat dalam memberikan pengaduan dapat disebabkan oleh

beberapa hal. Pertama adalah karena masyarakat menganggap pelayanan kesehatan sebagai tanggungjawab pemerintah dan petugas kesehatan – bukan sebagai tanggungjawab semua pihak. Mereka berpendapat orang awam tidak perlu berperan dalam pelayanan kesehatan karena sudah ada instansi pemerintah yang bertanggungjawab mengadakannya dan memperbaikinya.

Penyebab kedua adalah karena masyarakat masih ingat zaman Orde Baru, ketika orang awam tidak diperbolehkan bersuara dalam isu seperti mutu pelayanan dan hak asasi manusia. Masih banyak anggota masyarakat merasa kurang nyaman untuk mengajukan pengaduan atau saran karena takut akan diberikan pelayanan yang buruk ataupun tidak dilayani setelah diketahui membuat pengaduan. Selain itu, masyarakat merasa bahwa sudah seharusnya bersyukur mereka mendapatkan pelayanan sehingga apabila pelayanan tidak baik, hanya dipendam dalam hati saja.

(27)

Keberlanjutan dan peluang replikasi

Potensi yang dimiliki oleh Puskesmas Abepanti untuk menjamin keberlanjutan inovasi ini adalah kerjasama yang kuat antara MSF dan juga Puskesmas Abepantai untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik dimana pengaduan dari masyarakat perlu diperhatikan. Dari ketiga metode yang ada, potensial yang kemungkinan masih berlanjut adalah kotak pengaduan. Untuk mendukung keberlanjutan, Puskesmas memiliki kotak pengaduan dan sarana pendukungnya.

Keberlanjutan mekanisme pengaduan di Puskesmas tergantung komitmen dari berbagai belah pihak yaitu Kepala Puskesmas beserta stafnya serta komitmen dari masyarakat untuk memberikan pengaduan yang membangun untuk peningkatan pelayanan kesehatan. Apabila Kepala Puskesmas siap menerima dan ingin mendengarkan pengaduan masyarakat, maka dapat dipastikan mekanismenya berlanjut dan berfungsi dengan baik. Beliau juga harus mengawasi proses pengelolaan pengaduan secara utuh, dan bertanggungjawab untuk memastikan sistem menjadi efisien dan efektif. Kepala Puskesmas juga harus bertanggungjawab untuk memulai proses perbaikan mekanisme pengaduan, misalnya untuk meminta staf membuat kotak pengaduan, menyusun SOP Pengelolaan Pengaduan, dan memilih tim pengelola pengaduan.

Keinginan staff puskesmas, baik petugas maupun tenaga kesehatan, juga sangat penting dalam pengelolaan pengaduan. Mereka harus siap mengarahkan pasien yang ingin mengajukan pengaduan kepada mekanismenya, dan memastikan alat yang diperlukan selalu tersedia dan terjangkau. Staf Puskesmas perlu siap menerima saran dari masyarakat untuk perbaikan.

Mekanisme pengaduan bisa direplikasi dan ditularkan kepada Puskesmas lain yang ada di Kota Jayapura. Salah satu contoh adalah penularan mengenai mekanisme pengaduan berupa kotak pengaduan kepada Puskesmas Kota Raja. Dimana saat ini, Puskesmas Kota Raja ingin memfungsikan kembali kotak pengaduan. Dimana dahulu kotak pengaduan dijadikan tempat diletakkannya pot bunga untuk memperindah Puskesmas.

(28)

Hasil pembelajaran dan rekomendasi

Salah satu hasil pembelajaran dari proses pengadaan mekanisme pengaduan adalah terkait pilihan mekanisme yang sesuai dengan kondisi setempat. Pada saat ini, ada anggapan bahwa hampir semua orang bisa membaca dan menulis, namun sayangnya, ini tidak sepenuhnya benar. Masih ada kelompok rentan yang buta huruf. Ini merupakan persoalan yang perlu diperhatikan, karena puskesmas sering melayani kaum dengan tingkat ekonomi rendah dan rentan. Jika pengguna layanan ini tidak bisa mengeluh secara tertulis, dan mekanisme pengaduan tersedia hanya dalam bentuk kotak pengaduan, bagaimana pengaduan didengar dan ditanggapi? Maka dari itu, Kepala Puskesmas dan masyarakat perlu bekerjasama untuk menyesuaikan mekanisme pengaduan agar sesuai dengan kondisi setempat.

1. Pembelajaran

Dari pengalaman USAID Kinerja, ditemukan beberapa jenis mekanisme pengaduan yang digunakan oleh masyarakat. Staf puskesmas sudah bekerja untuk mengadakannya, tapi sangat jarang menerima pengaduan. Ini biasanya disebabkan karena proses pengelolaan pengaduan kurang didukung oleh Puskesmas. Misalnya, tenaga kesehatan maupun petugas loket tidak mengarahkan semua pasien pada kotak saran dan mengajak mereka untuk memberikan pengaduan. Terjadi juga pasien tidak bisa memberikan saran karena kotaknya tidak dilengkapi dengan alat tulis dan kertas. Sering juga tidak ada proses penanganan keluhan yang resmi, sehingga pengaduan tidak ditanggapi dengan baik dan umpan balik tidak diberikan kepada pengadu – ini bisa membuat pasien merasa kesal dengan Puskesmas karena pengaduannya tidak didengar dan dijawab. Namun, kalau tersedia SOP Pengeloaan Pengaduan dan/atau alur layanan pengaduan untuk mendukung mekanisme pengaduan, hal ini tidak akan terjadi, karena semua pengaduan ditangani dengan cara yang sama. Dijamin akan ada umpan balik/tanggapan, karena diwajibkan menurut SOP. Dijamin juga ada tindak lanjut, karena sudah tercatat dalam buku pengaduan dan harus dimonitor. Berarti tidak cukup untuk mengadakan mekanisme pengaduan saja, tapi harus membuat proses pendukungnya juga.

2. Rekomendasi

(29)

Informasi kontak

Ifanny Korwa

(30)
(31)

Advokasi Peningkatan Pelayanan Kesehatan

melalui Jurnalisme Warga dan

Talk Show

Radio di

Kabupaten Jayawijaya

Kerjasama erat antara jurnalis warga dan media arus utama penting untuk menciptakan kebisingan/ noising sehingga terjadi voicing yang lebih kuat dan lebih luas kepada

(32)

Situasi sebelum program dilakukan

Peran media dalam mengawasi pelayanan kesehatan di kabupaten Jayawijaya belum dapat dirasakan. Tidak banyak media di wilayah pegunungan ini yang mendalami atau memiliki minat khusus pada masalah pelayanan publik, khususnya kesehatan. Kebijakan redaksi media tidak melihat isu pelayanan kesehatan sebagai hal yang menarik dan penting. Meskipun berbagai peliputan berita dan program talk show radio mengenai pelayanan kesehatan di kabupaten Jayawijaya telah dilakukan sebelum KINERJA mulai bekerja di wilayah ini, tetapi jumlahnya tidak banyak dan isinya tidak mendalam.

Ketiadaan perhatian terhadap masalah pelayanan kesehatan publik membuat kondisi fasilitas dan proses pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dinas kesehatan juga berjalan apa adanya. Bahkan di beberapa puskesmas kondisinya mengenaskan, kotor, alat-alat kesehatan rusak atau dicuri tanpa ada perbaikan. Warga mengeluhkan pelayanan yang lamban di puskesmas-puskesmas sehingga membuat antrian yang panjang. Ketersediaan tenaga kesehatan juga tidak terjamin pada saat keberadaan mereka sangat dibutuhkan. Sayangnya, tidak ada cukup inisiatif atau dorongan untuk mengubah situasi ini.

Isu tentang mutu pelayanan kesehatan di Kabupaten Wijaya ini luput dari perhatian masyarakat karena tidak banyak media massa yang ada di wilayah Pegunungan Tengah Papua Jayawijaya. Hingga saat ini, RRI Wamena merupakan satu-satunya media lokal yang mempunyai target pendengar di Kabupaten Jayawijaya dan kabupaten lain di pegunungan tengah. Sebenarnya ada beberapa media lokal tapi target audiensnya adalah seluruh Provinsi Papua dan Papua Barat.

Di sisi lain, warga belum mampu ikut serta mengawasi dan mendukung perbaikan layanan kesehatan. Selain itu, masyarakat tidak memiliki sarana cukup untuk menyampaikan keluhan mereka. Masyarakat juga tidak terbiasa menyampaikan pendapatnya tentang pelayanan publik.

(33)

PPMN dan USAID Kinerja membuat beberapa program radio bekerjasama dengan RRI Wamena, seperti talk show di studio maupun di luar ruang dan juga produksi dan penyiaran pesan layanan masyarakat yang bertemakan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan hak-hak kesehatan masyarakat.

Tak kalah pentingnya, PPMN – KINERJA juga melakukan pendekatan melalui praktik jurnalisme warga untuk memperkuat advokasi yang dilakukan masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan untuk bersama-sama meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di kabupaten Jayawijaya.

Bentuk inovasi

Kurangnya pemberitaan dan keterbatasan akses masyarakat terhadap media menjadi salah satu penyebab rendahnya mutu pelayanan kesehatan di Kabupaten Jayawijaya. Untuk membantu mengatasi tantangan ini, USAID Kinerja dan PPMN meningkatkan kapasitas RRI Wamena dan jurnalis warga untuk mendukung advokasi perbaikan pelayanan kesehatan melalui media. Program ini bertujuan meningkatkan jumlah, kualitas, dan jenis produk media yang dapat digunakan untuk mendorong perbaikan pelayanan kesehatan.

Advokasi perbaikan pelayanan kesehatan menggunakan media dilakukan melalui dua program, yaitu:

1. Pendekatan jurnalisme warga untuk advokasi perbaikan pelayanan kesehatan.

Program ini bertujuan meningkatkan partisipasi warga dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Program jurnalis warga mendorong penyebaran konten media terkait pelayanan kesehatan yang lebih banyak, bervariasi dan melalui saluran media yang beragam. Semakin banyaknya konten di berbagai media akan semakin kuat dorongan dari pengguna pelayanan kesehatan.

Secara umum, program jurnalisme warga ini dilakukan melalui dua pendekatan: a. Peningkatan kapasitas jurnalis warga

(34)

b. Publikasi melalui saluran media yang beragam

Para jurnalis warga di Kabupaten Jayawijaya menggunakan berbagai saluran media untuk mempublikasikan karyanya, seperti menempel tulisan di puskesmas dan menggunakan media sosial (Facebook, Twitter, Youtube) dan SMS. Namun, penggunaan media sosial tersebut belum maksimal karena keterbatasan jaringan internet di wilayah pegunungan. Sebagai alternatif, RRI Wamena menyiarkan tulisan jurnalis warga. Bahkan, sejak Juli 2015, stasiun radio ini memberikan kesempatan kepada jurnalis warga untuk membacakan tulisannya pada program berita pagi.

2. Talk Show radio yang menarik dan dipersiapkan dengan baik

Selama ini RRI Wamena telah menyiarkan program talk show radio. Namun, program tersebut belum dirancang dengan baik. Untuk meningkatkan kualitas program talkshow, Kinerja memberikan pelatihan kepada divisi program RRI agar mereka lebih terampil merencanakan dan mengelola program talk show mereka. Pelatihan ini mencakup mempersiapkan pemandu dan narasumber sehingga mereka dapat membawakan acara ini dengan baik.

Gambar 1. Susana Making, salah satu jurnalis warga Jayawijaya membacakan tulisannya di

(35)

Proses pelaksanaan program

Pelaksanaan pendekatan media melalui jurnalisme warga dan siaran talk show radio tersebut terdiri dalam beberapa tahapan proses, yaitu:

1. Pendekatan jurnalisme warga untuk advokasi perbaikan pelayanan kesehatan

Beberapa tahapan pelaksanaan ini telah dilakukan untuk memastikan para jurnalis warga di Jayawijaya dapat aktif dalam menginformasikan peristiwa atau hal-hal lainnya terkait isu pelayanan kesehatan dan hak-hak kesehatan masyarakat di kabupaten ini.

a. Identifikasi dan penyaringan calon jurnalis warga

Program jurnalisme warga perlu komitmen jangka panjang. Oleh karena itu, seleksi calon jurnalis warga perlu dilakukan secara berhati-hati. Setiap calon jurnalis warga harus memenuhi salah satu dari syarat berikut:

1. Warga yang mendalami, memiliki perhatian, atau setidaknya mempunyai pengetahuan yang cukup dan kepedulian mengenai isu-isu di bidang pelayanan publik, khususnya kesehatan. Dengan latar belakang ini, mereka diharapkan dapat membuat berbagai liputan seputar isu tersebut dengan pemahaman yang benar dan diharapkan dapat mengurangi tingkat kesalahan dalam penulisan berita nantinya.

2. Anggota masyarakat yang mewakili kelompok/ komunitas tertentu dan berpengalaman dalam melakukan advokasi, seperti anggota forum multi-stakeholder (MSF), dan staff SKPD yang bekerja di bidang pelayanan kesehatan. Dengan latar belakang ini, para calon jurnalis warga diharapkan mudah mengakses berbagai isu terkait pelayanan kesehatan dan hak kesehatan masyarakat di lingkungan mereka.

3. Warga terbiasa menggunakan teknologi komunikasi sederhana, seperti computer dan telepon genggam serta mengganakan internet/ media sosial/ e-mail.

4. Warga tinggal di wilayah yang mempunyai akses yang baik terhadap jaringan telepon seluler dan koneksi internet, sehingga mereka dapat mengakses informasi dan mengirimkan hasil liputan mereka ke media sosial.

(36)

6. Warga yang gemar atau setidaknya mempunyai minat terhadap dunia jurnalistik dengan medium apapun, seperti tulisan/ radio.

7. Warga yang berdomisili di daerah asal atau tempat kelahiran mereka sendiri atau warga yang tinggal di daerah lain tetapi berasal dari daerah tersebut. Dengan kriteria ini, mereka diharapkan sudah menguasai atau setidaknya memahami berbagai isu lokal, budaya dan karakteristik lokal lainnya di daerah mereka itu.

8. Jumlah jurnalis warga laki-laki dan perempuan juga perlu seimbang.

b. Pelatihan untuk jurnalis warga

Setelah proses identifikasi dan seleksi dilakukan, para calon jurnalis warga terpilih mengikuti pelatihan jurnalisme. Pelatihan tiga hari tersebut membahas beberapa materi tentang ketrampilan teknis dan teori jurnalistik sederhana dan cara mendapatkan informasi tentang pelayanan kesehatan. Pelatihan ini juga melibatkan media lokal yang dapat bekerjasama denga jurnalis warga. Setelah pelatihan dan menyatakan komitmennya, para jurnalis warga dapat mulai berperan aktif sebagai jurnalis warga di daerah masing-masing.

c. Pendampingan Jurnalis Warga

Pendampingan intensif bagi jurnalis warga sangat diperlukan karena masih banyak jurnalis warga yang masih kesulitas menulis atau membuat produk jurnalistik lainnya dengan baik. Banyak jurnalis warga merasa belum berani menulis, ragu-ragu tentang isu yang akan diangkat, dan takut bahwa karya mereka akan menyinggung pihak tertentu.

Pendampingan jurnalis warga difasilitasi oleh fasilitator media PPMN melalui tiga cara: (i) pertemuan rutin minimal sebulan sekali, (ii) diskusi melalui media sosial, seperti Facebook group discussion, dan (iii) tatap muka ketika menyunting karya jurnalis warga.

Selain membahas aspek teknis, pendampingan juga bertujuan memotivasi jurnalis warga untuk aktif berkontribusi dan membahas perkembangan program jurnalis warga. Proses pendampingan ini dilakukan melalui pertemuan dan diskusi yang difasilitasi oleh staff program lapangan PPMN. Dalam pertemuan ini, para jurnalis warga berbagi pengalaman dan memecahkan kendala yang terjadi.

(37)

masing-masing melalui radio, TV, dan media sosial, jika tersedia layanan internet. Staff PPMN juga aktif memonitor hasil laporan yang dibuat oleh para jurnalis warga dan melakukan evaluasi.

d. Kerjasama penulisan/ produksi dengan jurnalis profesional

Kerjasama penulisan/ produksi dengan jurnalis dari media arus utama sangat diperlukan untuk memperkaya tulisan jurnalis warga. Umumnya, tulisan jurnalis warga masih sederhana, sekedar menyampaikan fakta tentang apa yang dialami seseorang atau kelompok masyarakat tanpa observasi mendalam. Hal ini dapat dimaklumi karena jurnalis warga tidak berkewajiban melakukannnya.

Kerjasama dengan jurnalis media arus utama di Jayawijaya dilakukan dengan dua metode: i. Jurnalis warga menulis berdasar fakta di lapangan. Kemudian, tulisan

tersebut diserahkan kepada redaksi media arus utama untuk dipertajam oleh kontributor media lokal dan nasional. Hasil kolaborasi ini dipublikasikan di media arus utama dan dapat dibagikan ke media lain, seperti blog, Facebook, dan twitter.

ii. Jurnalis warga mendiskusikan ide penulisan dengan jurnalis media arus utama. Kemudian, mereka membagi peran kerja jurnalistik. Kerjasama ini dapat melibatkan lebih dari satu jurnalis warga dan satu jurnalis professional atau lebih asalkan mereka berasal dari media yang sama.

e. Kerjasama publikasi karya jurnalis warga dengan RRI Wamena

Kerjasama ini dilakukan melalui dua cara, yaitu (i) jurnalis warga menyerahkan tulisannya kepada redaksi RRI untuk diedit, dibaca, dan disiarkan oleh penyiar, (ii) jurnalis warga datang ke RRI untuk membacakan langsung tulisan mereka dan disiarkan di program Lintas Berita Pegunungan Tengah pada keesokan harinya. Cara kedua ini dilakukan ketika jurnalis warga telah memiliki kepercayaan diri yang baik dan ketrampilan bersiaran mereka meningkat.

2. Melakukan Talk Show di Radio untuk Advokasi Perbaikan Pelayanan Kesehatan

(38)

memperkaya isi talk show, setiap radio dilengkapi dengan materi pendukung, seperti majalah atau artikel kesehatan, sesuai dengan tema. Untuk menjangkau pendengar yang tidak memiliki radio, talk show juga direkam dan diperdengarkan di puskesmas mitra Kinerja.

Pelaksanaan program ini masih mengalami kendala teknis dan keterbatasan kemampuan stasiun radio lokal untuk mengelola program. Untuk itu, PPMN melakukan pendekatan sebagai berikut:

a. Asistensi dan Konsultasi

Alat stasiun radio lokal banyak yang rusak karena sering listrik mati atau tersambar petir. Untuk mengatasi hal ini, PPMN telah membantu menyediakan cadangan dana perbaikan alat.

b. Pelatihan bagi Staf dan Manajemen RRI Wamena

Kegiatan ini bertujuan meningkatkan pemahaman manajemen RRI Wamena tentang tugas dan target masing-masing. Pelatihan ini fokus pada pengelolaan program termasuk mengukur keberhasilannya dan cara membuat pelaporan yang bermutu dari sisi program dan administrasi.

Mentor PPMN datang ke RRI Wamena untuk memberikan pelatihan tentang cara mengelola talk show, mulai dari perencanaan tema, rancangan kegiatan , penentuan narasumber dan membuat daftar pertanyaan utama. Selain pelatihan, staf lokal PPMN juga akan melakukan pendampingan dan monitoring agar RRI dapat mengelola programnya dengan baik.

Untuk memastikan pelatihan sesuai dengan tujuan program talkshow RRI Wamena, diperlukan pendekatan personal dan kelembagaan sebaik mungkin. Tujuannya adalah memahami kondisi dan situasi di RRI dan membuat mereka merasa dilibatkan sejak awal sehingga mereka mau berkomitmen mendukung program advokasi peningkatan pelayanan kesehatan melalui media.

Anggaran yang diperlukan

Pada prinsipnya program media dan jurnalisme warga dapat disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Misal, pelatihan jurnalis warga dapat dilakukan di dinas kesehatan, dan

(39)

pendampingan dapat dilakukan di rumah fasilitator PPMN atau salah satu jurnalis warga.

1. Pelatihan dan pendampingan jurnalisme warga dan talkshow radio.

Berdasarkan pengalaman di Jayawijaya, biaya yang diperlukan untuk satu kali pelatihan adalah empat juta rupiah. Sedangkan, satu kali pendampingan yang melibatkan lima hingga sepuluh jurnalis warga perlu sekitar lima ratus ribu untuk biaya konsumsi.

2. Siaran talkshow radio

Biaya untuk melakukan satu edisi talkshow radio sekitar satu hingga dua juta rupiah yang digunakan untuk membantu dana operasional radio.

Hasil dan dampak program

Tiga tahun setelah program jurnalisme warga dan talkshow radio dilkaksanakan di Jayawijaya, program ini mulai menunjukkan hasil nyata dan manfaat. Hal ini dirasakan oleh jurnalis warga, puskesmas/ dinas kesehatan, media arus utama termasuk radio, dan masyarakat.

Berikut adalah hasil dan dampak bagi para jurnalis warga:

a. Kemampuan jurnalistik para jurnalis warga meningkat pesat. Berbagai kegiatan pendampingan/ mentoring dan kerjasama dengan jurnalis professional mengasah kemampuan jurnalis warga untuk menulis dan bersiaran serta memahami isu pelayanan kesehatan. Hingga saat ini, banyak tulisan jurnalis warga yang dimuat di media lokal, dan website mitra Kinerja. Hal ini dapat memacu jurnalis warga untuk terus berkarya.

b. Terbentuk komunitas jurnalis warga. Para jurnalis warga yang telah terlatih membuat Facebook group bernama Komunitas JW Noken Jayawijaya. Media ini menjadi sarana bagi jurnalis warga untuk berbagi berita. Hingga Agustus 2015, anggota Facebook group ini mencapai 234 orang termasuk staf pemerintah dan mereka tersebar di kabupaten lain di Papua dan provinsi lainnya.

c. Kemampuan komunikasi jurnalis warga meningkat. Bagi petugas puskesmas dan MSF yang menjadi jurnalis warga, pelatihan jurnalistik membantu mereka melakukan tugasnya untuk advokasi kepada dinas kesehatan, dan DPRD.

(40)

Bagi media arus utama, jurnalis warga membantu mereka untuk:

a. Menyediakan informasi sebanyak-banyaknya bagi masyarakat yang tinggal di pelosok Jayawijaya.

b. Memberikan informasi dari distrik dan kampung asal jurnalis warga karena media arus utama memiliki keterbatasan tim liputan dan dana untuk meliput berbagai peristiwa di seluruh Jayawijaya.

c. Pelatihan bagi RRI Wamena membantu tim produksi untuk memahami isu pelayanan kesehatan, dan merencanakan talkshow dengan matang.

Bagi puskesmas/ dinas kesehatan, program jurnalisme warga dan talkshow radio membantu: a. Mendorong inisiatif dan kemauan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan

sesuai kebutuhan masyarakat. Berbagai liputan yang dilakukan jurnalis warga membuat petugas dinas kesehatan dan puskesmas sadar bahwa masyarakat aktif mengawasi proses pelaksanaan kesehatan. Di tiga puskesmas mitra Kinerja, karya jurnalis warga memacu puskesmas untuk menambah jam pelayanannya untuk memperbaiki layanan yang lambat, dan menjaga kebersihan lingkungan.

b. Media arus utama, seperti RRI, mendukung dinas kesehatan untuk menyebarluaskan informasi untuk mempercepat perubahan perilaku masyarakat. Contoh, masyarakat di sekitar Puskesmas Hom-Hom sekarang lebih peduli terhadap pelayanan puskesmas, bahkan mereka ikut memperbaiki toilet puskesmas.

Bagi masyarakat, program ini memberi manfaat berikut:

a. Masyarakat pegunungan Jayawijaya yang tinggal jauh dari kota sekarang lebih mudah mendapatkan informasi kesehatan melalui tulisan jurnalis warga yang dipasang di dinding puskesmas, media lokal, talkshow, dan kampanye yang dilakukan oleh RRI Wamena dan media massa lainnya. Akses informasi yang lebih banyak ini dapat membantu masyarakat menyadari hak kesehatannya. Selain itu, program ini mendorong masyarakat untuk lebih aktif dan bekerjasama dengan media arus utama untuk melakukan advokasi peningkatan pelayanan publik.

(41)

c. Masyarakat pegunungan Jayawijaya yang jauh dari kota dapat mengetahui informasi yang diberitakan JW melalui RRI. Selain itu, masyarakat yang sedang berobat di puskesmas terdekat juga dapat membaca informasi yang ditempel di dinding puskemas atau juga dapat terlibat melalui kegiatan talkshow yang difasilitasi KINERJA dan RRI di puskemas.

Monitoring dan evaluasi

Untuk memahami dampak inisiatif dan j u g a u n t u k mengatasi persoalan yang muncul, monitoring dan evaluasi program pendekatan jurnalisme warga dan talk show di radio ini dilakukan secara rutin, baik oleh KINERJA, PPMN dan juga RRI Wamena.

Dalam pertemuan mentoring bulanan jurnalis warga, juga dilakukan evaluasi isu kesehatan yang melibatkan jurnalis warga, RRI Wamena, dinas kesehatan, puskesmas, dan tokoh masyarakat.

Di Jayawijaya, selain evaluasi yang dilakukan KINERJA dan PPMN, pemerintah setempat dan MSF juga terlibat dalam kunjungan lapangan untuk monitoring kemajuan dan hasil program terkait cakupan pelayanan kesehatan. Anggota MSF membahas kemajuan dan hasil inisiatif program pendekatan jurnalisme warga dan talkshow radio ini, dan rekomendasinya digabungkan dalam perencanaan dinas kesehatan yang melibatkan jurnalis warga dan juga media – RRI Wamena.

(42)

Tantangan yang dihadapi

Tantangan utama yang dihadapi selama pelaksanaan program jurnalisme warga di kabupaten pegunungan tengah Papua ini adalah akses internet dan sinyal telepon genggam yang masih terbatas. Hal ini menghambat jurnalis warga untuk mengirimkan tulisan mereka kepada fasilitator media PPMN yang kemudian akan mengunggahnya ke Facebook group JW Nolken atau mengeditnya untuk dibacakan dan disiarkan oleh RRI Wamena. Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa jurnalis warga berinisiatif menyerahkan hasil tulisan mereka kepada fasilitator ketika mereka pergi ke Kota Wamena.

Tantangan terbesar program talkshow radio adalah narasumber tiba-tiba berhalangan hadir sebelum acara dimulai. Namun, kendala ini sudah diantisipasi sejak tahap perencanaan talkshow dengan mempersiapkan narasumber alternatif dan daftar pertanyaannya sehingga acara tetap dapat dilakukan sesuai jadwal.

Keberlanjutan dan peluang replikasi

Hingga saat ini (Agustus 2015), program jurnalis warga dan talkshow radio untuk advokasi peningkatan pelayanan publik mendapat tanggapan positif dari masyarakat, media arus utama, dan pemerintah. Program ini diharapkan dapat terus berjalan di Jayawijaya karena para jurnalis warga memiliki komitmen tinggi untuk menjalankan perannya dan mereka telah membentuk komunitas yang cukup aktif.

Selain itu, RRI Wamena, sebagai satu-satunya media arus utama di Jayawijaya, memiliki visi yang sama dengan jurnalis warga. Mereka percaya bahwa pelayanan kesehatan tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah, tapi harus menjadi gerakan bersama. Bahkan, RRI Wamena akan menyediakan tanda pengenal kontributor RRI untuk jurnalis warga turun lapangan.

(43)

Hasil pembelajaran dan rekomendasi

Jurnalisme warga dan talkshow tidak hanya mengangkat isu yang masih harus dibenahi, tapi juga cerita inspiratif yang telah dilakukan oleh puskesmas/ dinas kesehatan dan individu untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Jayawijaya.

Sejumlah hasil pembelajaran dan rekomendasi didapat berdasarkan pengalaman pelaksanaan jurnalis warga dan talkshow radio di Jayawijaya, antara lain:

a. Kerjasama erat dari masyarakat, tokoh masyarakat dan tokoh agama yang bernaung dalam MSF, media dan pemerintah merupakan syarat utama keberhasilan program. Tanpa upaya kerjasama ini, kedua pendekatan tersebut akan sulit diterima masyarakat dan perubahan perilaku tentang pentingnya informasi dari pelosok kampung pasti belum terjadi. Sebuah pendekatan yang menekankan keterbukaan dan keterlibatan masyarakat terbukti penting agar muncul kepedulian dan rasa memiliki yang kuat terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan pihak dinas dan puskesmas.

Untuk itu, instansi pemerintah, terutama dinas kesehatan dan Bappeda perlu

lebih melibatkan masyarakat yang bergabung sebagai jurnalis warga dan media/

RRI Wamena dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program kesehatan

lainnya.

b. Penting untuk memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap kerja sukarela jurnalis warga dan komitmen RRI Wamena sebagai dua aktor perubahan di masyarakat. Penyedia layanan harus berterimakasih dan lebih bijaksana dalam menyikapi kritik masyarakat. Di sisi lain, masyarakat juga perlu memberikan informasi yang berimbang, tidak hanya fokus pada kekurangan penyedia layanan tapi juga menampilkan kisah sukses dan inovasi yang dilakukan puskesmas/ petugas puskesmas/ dinas kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Untuk itu, kemitraan setara dan saling membutuhkan antara pemerintah dan masyarakat

perlu terus dikuatkan dan dijaga keberlangsungannya sehingga tercipta

perubahan.

(44)

bulletin pemerintah/ DPRD. Untuk itu, instansi di tingkat kabupaten/ kota dan desa perlu bekerjasama menyediakan anggaran dan lebih banyak melibatkan jurnalis

warga di penerbitan/ siaran agar mereka lebih aktif mengawasi dan melakukan

advokasi pelayanan publik.

(45)

Informasi kontak

Veronika Asso (Distrik Asolokobal)

Koordinator Jurnalis Warga “Noken” Jayawijaya

Nomor telepon: 0852 4432 5882.

Assalaus Alua, SKM (Distrik Hom-Hom)

Kepala Puskesmas Hom-hom Nomor telepon: 0812 4011 7877

Pastor John Jonga (Distrik Hebupa)

Anggota MSF Jayawijaya dari unsur Gereja Katolik Nomor telepon: 0812 4878 7338

Supriyono (Kota Wamena)

Kepala Seksi Pelayanan dan Pengembangan Usaha RRI Wamena E-mail dan nomor telepon: espy517@gmail.com/ 0969. 31380

Monica Malisa, SKM (Kota Wamena)

Kepala Bidang Jaminan sarana pra Kesehatan Dinas Kesehatan Jayawijaya Nomor telepon: 0812 4862 570

Ronny Hisage (Kota Wamena)

Fasilitator Media PPMN

E-mail dan nomor telepon: hiron_hisager@yahoo.com/ 0852 4415 9864

Marthen Abidondifu (Kota Wamena)

Local Health Governance Specialist KINERJA - USAID

E-mail dan nomor telepon: mabidondifu@kinerja.or.id, marthenlaniejaya@yahoo.co.id/

0852 5494 1773

Firmansyah MS (Jakarta)

Media Specialist KINERJA - USAID

(46)
(47)

Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan

Kegiatan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal

Kesehatan di Kabupaten Jayapura

(48)

Situasi sebelum inisiatif

Tren anggaran untuk sektor kesehatan di Kabupaten Jayapura selama 2009-2013 semakin memprihatinkan. Jika pada 2009 porsi anggaran untuk bidang kesehatan adalah 11%, maka pada 2013 hanya 5%. Komitmen pemerintah daerah untuk pembangunan di bidang kesehatan tidak tercermin dalam anggaran urusan kesehatan. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Jayapura pada tahun 2012 sebanyak 118.046 jiwa, maka anggaran kesehatan untuk setiap penduduk Kabupaten Jayapura hanya 249 ribu rupiah pertahun atau hanya 24 ribu rupiah perbulan.

Berdasarkan hasil evaluasi pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang difasilitasi oleh KINERJA, SPM Kesehatan Kab.Jayapura pada tahun 2013 hanya mencapai 36%. Pemahaman pemerintah daerah terhadap Peraturan Menteri Kesehatan No 741/Menkes/Per/VII/2008 tentang SPM bidang Kesehatan serta Keputusan Menteri Kesehatan No 828/Menkes/SK/IX/2008. tentang Petunjuk Teknis SPM bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota juga masih rendah. SPM masih belum dianggap penting untuk dijadikan landasan dalam perencanaan dan penganggaran sektor kesehatan, dan juga belum dipakai sebagai alat manajemen untuk menilai kinerja sektor kesehatan di daerah. Indikator SPM belum dijadikan acuan indikator dan target program dan kegiatan dalam pengembangan rencana kerja sektor.

Selain itu, masyarakat masih belum dilihat sebagai mitra yang strategis untuk pembangunan sektor kesehatan di daerah dalam proses ini. Partisipasi masyarakat dalam menentukan kebutuhan kesehatan untuk pemenuhan hak dasarnya belum banyak didorong dan disaat yang sama ketidakpahaman mengenai standar pelayanan kesehatan yang menjadi hak-nya belum banyak dipahami dengan baik

Bentuk inovasi

(49)

Dari sisi pemerintah, sebagai penyedia pelayanan publik, USAID Kinerja memberikan peningkatan pemahaman dalam penyediaan pelayanan publik yang berkualitas mengacu pada standar layanan, asistensi dalam melakukan penelaahan pencapaian SPM untuk mengetahui kesenjangannya, dan kemudian memberikan asistensi dalam penghitungan dan skema pembiayaan dalam memenuhi SPM serta intervensi kebijakan, program dan kegiatan yang diperlukan untuk memenuhi kesenjangan yang ada.

Proses pelaksanaan program

Penerapan pendekatan perbaikan pelayanan publik melalui sisi penyedia dan pengguna layanan ini dikawal oleh tim teknis kabupaten. Tim teknis kabupaten ini beranggotakan para aparatur yang memiliki kapasitas untuk mengambil keputusan program, dan berasal dari berbagai SKPD terkait. Dalam perencanaan kegiatan dan anggaran pemenuhan SPM, Tim Teknis kabupaten berperan signifikan dalam mendorong integrasi SPM bidang kesehatan ke dalam perencanaan dan pengganggaran daerah dengan keterlibatan aktif masyarakat.

Gambar

Gambar atas: Pengurus MSF membantu
Gambar 1.  Puskesmas Abepantai memilih kotak saran
Gambar 2. Salah satu pengguna layanan menulis kesannya terhadap
Gambar 3. Seorang ibu sedang memeriksakan kehamilan di puskesmas.  Mekanisme
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada kendala K01 peneliti memberikan 2 solusi yaitu S01 pada Gambar 4 terkait gambar yang dibuat menjadi lebih buram agar tidak menghalangi tombol tulis berita dan

Permen lunak (soft candy) merupakan permen yang mudah di bentuk dengan tekanan karena memang relatif lunak, oleh karena itu jenis permen ini sering dibuat dengan berbagai ragam

Tujuan penelitian ini adalah membahas sikap dan perilaku pembaca surat kabar terhadap iklan susu kedelai dimana fungsi iklan itu sendiri sangat penting dalam pemasaran, selain sebagai

Koreografi yang digunakan pada tari Zahefah tingkat kesulitan geraknya agak rumit dibandingkan dengan tari Zafin dan tari Sarah, karena gerak langkah kaki dan pola

Dengan adanya sikap self efficacy yang melekat pada diri karyawan maka setiap pekerjaan akan menjadi mudah karena karyawan memiliki rasa kepercayaan dan keyakinan

Jika dicermati secara mendalam, ternyata proses penjualan produk AXA Mandiri yang dilaksanakan oleh Divisi Telemarketing AXA Mandiri dan secara teknis dilakukan

Verifier ini tidak dinilai karena tidak aplikatif untuk APHR Panca Mulya Lestari dimana semua lahan masyarakat anggota APHR Panca Mulya Lestari merupakan lahan hak milik,

Amal perbuatan di sini mencakup ucapan dan perbuatan; ucapan hati dan perbuatan hati, dan ucapan lisan juga perbuatan lisan, demikian pula ucapan dan perbuatan