• Tidak ada hasil yang ditemukan

FANNY BEATRIC SIANTURI Ilmu Komunikasi - Jurnalistik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FANNY BEATRIC SIANTURI Ilmu Komunikasi - Jurnalistik"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)IMPERIALISME BUDAYA DALAM MAJALAH (Analisis Semiotika Imperialisme Budaya dalam Rubrik Fashion Majalah KawanKu). SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. FANNY BEATRIC SIANTURI 130904105 Ilmu Komunikasi - Jurnalistik. DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017 i Universitas Sumatera Utara.

(2) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI. LEMBAR PERSETUJUAN. Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama. : Fanny Beatric Sianturi. NIM. : 130904105. Judul Skripsi. : Imperialisme Budaya dalam Majalah (Analisis Semiotika Imperialisme Budaya dalam Rubrik Fashion Majalah Kawanku). Medan, 10 November 2017. Dosen Pembimbing. Ketua Departemen. Drs. Hendra Harahap, M.Si., PhD. Dra. Dewi Kurniawati, M.Si., Ph.D.. NIP. 1986 7102 199403 1002. NIP. 1965 0524 198903 2001. Dekan FISIP USU. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si. NIP. 1974 0930 200501 1002. ii Universitas Sumatera Utara.

(3) LEMBAR PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh. :. Nama. : Fanny Beatric Sianturi. NIM. : 130904105. Departemen. : Ilmu Komunikasi. Judul Skripsi. : Imperialisme Budaya dalam Majalah (Analisis Semiotika Imperialisme Budaya dalam Rubrik Fashion Majalah Kawanku). Telah berhasil dipertahankan di hadapan dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.. Majelis Penguji Ketua Penguji. :. (. ). Penguji. :. (. ). Penguji Utama. :. (. ). Ditetapkan di. : Medan. Tanggal. :. iii Universitas Sumatera Utara.

(4) HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang di kutip maupun yang dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.. Nama. : Fanny Beatric Sianturi. NIM. : 130904105. Tanda Tangan. :. Tanggal. : 10 November 2017. iv Universitas Sumatera Utara.

(5) KATA PENGANTAR. Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa memberikan berkat dan anugerah sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian skripsi berjudul Imperialisme Budaya dalam Majalah (Analisis Semiotika Imperialisme Budaya dalam Rubrik Fashion Majalah KawanKu) ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. Peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dikarenakan dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang terkait. Secara khusus peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada Ibunda terkasih yang selalu memberikan dukungan, cinta dan kesabaran. Dalam penulisan skiripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak. Dr. Muryanto Amin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara 2. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU yang membantu dan membimbing dalam proses penyelesaian tugas akhir peneliti 3. Ibu Emilia Ramadhani, S.Sos M.Si, sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU memberikan arahan dan penerangan kepada peneliti. 4. Bapak Hendra Harahap M.Si PhD selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas dukungan, arahan dan kesabaran yang telah diberikan kepada peneliti dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini 5. Ibu Lusiana Andriani Lubis M.A PhD selaku dosen Penasehat Akademik peneliti 6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara 7. Kepada saudara tak sedarah yang selalu sedia Ufa Antia, dan Keryn Diegra 8. Kepada sahabat terdekat yang selalu memberi keceriaan dan semangat, Grace Ginting dan Widya Hapsari 9. Kepada abang yang memberi penerangan kala jiwa kelam, Elmo Tampubolon 10. Untuk paman peneliti yang suportif Berman Pasaribu dan juga Ricardo Manurung. v Universitas Sumatera Utara.

(6) 11. Teman-teman di grup Rock In 82, Bang Reno, Kak Yare, Kak Kif, Bang Ichay, Bang Rio, Bang Boy dan Bang Raja 12. Sanak keluarga terdekat yang lain, para sepupu dari klan Sianturi dan Pasaribu terimakasih untuk doa-doanya. Medan, November 2017. Fanny Beatric. vi Universitas Sumatera Utara.

(7) LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS. Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama. : Fanny Beatric Sianturi. NIM. : 130904105. Departemen. : Ilmu Komunikasi. Fakultas. : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas. : Sumatera Utara. Jenis Karya. : Skripsi. Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Nonexclusive Royalty - Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Imperialisme. Budaya. dalam. Majalah. (Analisis. Semiotika. Imperialisme Budaya dalam Rubrik Fashion Majalah Kawanku) beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif. ini. Universitas. mengalihmedia/format-kan,. Sematera. mengelola. Utara. dalam. berhak. bentuk. menyimpan,. pangkalan. data. (database), merawat , dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin. dari. saya selama. tetap. mencantumkan. nama. saya. sebagai. penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di. : Medan. Pada Tanggal. :. Yang Menyatakan,. (Fanny Beatric Sianturi) vii Universitas Sumatera Utara.

(8) ABSTRAK Penelitian ini berjudul “Imperialisme Budaya dalam Majalah (Analisis Semiotika Imperialisme Budaya dalam Rubrik Fashion Majalah Kawanku)”. Sebuah studi analisis semiotika pada rubrik fashion majalah KawanKu. Konten dalam rubrik ini dianalisis menggunakan semiotika Roland Barthes agar diketahui makna dan mitos di baliknya dan kemudian digunakan untuk melihat imperialisme budaya yang terkandung di dalam ikon fashion rubrik majalah ini. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan paradigma konstruktivis serta berbasis analisis semiotika Roland Barthes yaitu tataran tingkat pertama (denotasi), tataran tingkat kedua (konotasi). Melalui analisis tersebut, dapat dilihat makna dan mitos yang terdapat di balik pakaian yang terdapat dalam rubrik. Terdapat imperialisme budaya yang terkandung di tiap ikon fashion dan didominasi oleh budaya barat. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan imperialisme budaya barat yang berhasil dilakukan melalui tren yang dimuat oleh media massa di Indonesia.. Kata kunci : Semiotika, Media Massa, KawanKu, Fashion.. viii Universitas Sumatera Utara.

(9) ABSTRACT. The research entitled "Cultural Imperialism in Magazines (Semiotic Analysis of Cultural Imperialism in Fashion Rubric of KawanKu Magazine)" A study of semiotic analysis in the fashion section of KawanKu magazine. The contents in this section are analyzed using Roland Barthes's semiotics to discover the meaning and myths behind the objects. From the myths, it can be seen that cultural imperialism is contained in the magazine's fashion rubric. The research method that been used is qualitative with constructivism paradigm and Roland Barthes semiotic. The analysis is started with first level analysis (denotation), and second level analysis (connotation). Within this analysis, can be seen the hidden meaning and myth in clothes as contents in the rubric. There is a cultural imperialism contained in every fashion icon and dominated by western culture. The conclusion of this study indicate that western cultural imperialism successfully carried out through the trends that made by mass media in Indonesia. Keywords: Semiotic, Mass Media, KawanKu, Fashion. ix Universitas Sumatera Utara.

(10) DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................ iv KATA PENGANTAR .................................................................................... v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... vii ABSTRAK ...................................................................................................... viii ABSTRACT .................................................................................................... ix DAFTAR ISI ................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Masalah .................................................................................... 1 1.2. Fokus Masalah ........................................................................................ 4 1.3. Pembatasan Masalah............................................................................... 4 1.4. Tujuan Penelitian .................................................................................... 4 1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................. 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 6 2.2. Paradigma Kajian ................................................................................... 7 2.2.1. Paradigma Konstruktivisme .......................................................... 8 2.3. Kerangka Teori ....................................................................................... 11 2.3.1. Komunikasi Massa ........................................................................ 11 2.3.1.1.Karakteristik Komunikasi Massa ...................................... 11 2.3.1.2.Fungsi Komunikasi Massa ................................................ 17 2.3.1.3.Bentuk-bentuk Media Massa ............................................. 20 2.3.2. Majalah Sebagai Media Massa ...................................................... 23 2.3.2.1.Jenis-jenis Majalah ............................................................ 25 2.3.2.2.Karakteristik Majalah ........................................................ 26 2.3.3. Desain Komunikasi Visual ............................................................ 29 2.3.4. Konstruksi Realitas Sosial ............................................................. 30 x Universitas Sumatera Utara.

(11) 2.3.5. Semiotika ....................................................................................... 33 2.3.5.1.Pengertian dan Macam-macam Semiotika ........................ 33 2.3.6. Semiotika Roland Barthes ............................................................. 44 2.3.6.1.Pengertian dan Macam-macam Semiotika ........................ 47 2.3.7. Imperialisme Budaya..................................................................... 50 2.3.7.1.Sejarah dan Perkembangan Imperialisme Budaya ............ 50 2.3.7.2.Imperialisme Budaya dalam Sejarah ................................. 54 2.3.7.3.Imperialisme Budaya secara Kontemporer ....................... 56 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ................................................................................... 58 3.2. Subjek Penelitian .................................................................................... 60 3.2.1. Sejarah Majalah KawanKu............................................................ 60 3.3. Objek Penelitian ..................................................................................... 62 3.4. Kerangka Analisis................................................................................... 62 3.5. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 64 3.6. Teknik Analisis Data .............................................................................. 64. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ........................................................................................................ 66 4.1.1. Analisis Rubrik Fashion Referensi Gaya Pertama ........................ 67 4.1.2. Analisis Rubrik Fashion Referensi Gaya Kedua ........................... 98 4.2. Mitos dan Pembahasan ........................................................................... 137 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 143 5.2. Saran ....................................................................................................... 144 DAFTAR REFERENSI ................................................................................. 145 LAMPIRAN. xi Universitas Sumatera Utara.

(12) DAFTAR GAMBAR 2.1 Elemen Makna Pierce ..................................................................................... 38 2.2 Elemen Makna Saussure ................................................................................. 41 2.3 Peta Tanda Roland Barthes ............................................................................. 45 4.1 Rubrik 1........................................................................................................... 67 4.2 Gambar 1 Rubrik 1 .......................................................................................... 69 4.3 Gambar 2 Rubrik 1 .......................................................................................... 76 4.4 Gambar 3 Rubrik 1 .......................................................................................... 82 4.5 Gambar 4 Rubrik 1 .......................................................................................... 85 4.6 Gambar 5 Rubrik 1 .......................................................................................... 90 4.7 Gambar 6 Rubrik 1 .......................................................................................... 94 4.8 Rubrik 2........................................................................................................... 98 4.9 Gambar 1 Rubrik 2…………………………………………………………100 4.10 Gambar 2 Rubrik 2………………………………………………………..107 4.11 Gambar 3 Rubrik 2………………………………………………………..111 4.12 Gambar 4 Rubrik 2………………………………………………………..116 4.13 Gambar 5 Rubrik 2………………………………………………………..121 4.14 Gambar 6 Rubrik 2………………………………………………………..125 4.15 Gambar 7 Rubrik 2………………………………………………………..128 4.16 Gambar 8 Rubrik 2………………………………………………………..132. xii Universitas Sumatera Utara.

(13) 1. BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah Majalah merupakan salah satu media komunikasi massa, karena merupakan media komunikasi massa yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal. Secara massal artinya berjumlah banyak, tersebar dimana-mana dan menimbulkan efek tertentu (Nawiroh, 2014:91). Majalah merupakan sumber informasi aktual karena frekuensi terbitnya. Majalah juga menjadi media hiburan melalui konten dan desain grafis yang terdapat didalamnya. Jika diamati lebih jauh, majalah bukan hanya sebagai sumber informasi maupun hiburan belaka. Terdapat representasi banyak hal di dalamnya seperti gaya hidup, tren terkini, budaya dan kebiasaan, serta lainnya. Majalah memiliki caranya sendiri merepresentasikan isu yang diangkat sesuai tema majalah yang terbit pada suatu waktu. Hal inilah yang membuat majalah memiliki fungsi sebagai alat propaganda yang efektif menyampaikan nilai-nilai berbagai aspek. Kontennya yang terkini dan dekat dengan dinamika sosial saat majalah diterbitkan, menjadikan majalah media yang menyadarkan pembacanya terhadap masalah sosial yang sedang terjadi. Secara umum, majalah bertema tren pada masanya dan memuat berbagai nilai kebudayaan. Majalah bersifat visual yang artinya majalah disajikan kepada publik dalam bentuk gambar dan juga tulisan. Majalah ini memuat hal-hal yang menarik perhatian sehingga konsumen membacanya secara kontinu. Salah satu majalah yang ada di Indonesia adalah majalah KawanKu. Sasaran pembaca majalah ini adalah remaja terutama remaja wanita. Majalah KawanKu merupakan produk terbitan redaksi Kompas yang telah lama menemani masyarakat Indonesia yakni sejak tahun 1970. Konten yang. Universitas Sumatera Utara.

(14) 2. terdapat di dalamnya seputar masalah psikologi remaja, cerpen, selebritas dan yang paling mendominasi adalah fashion. Fashion merupakan konten yang berkembang dalam majalah karena pakaian sesungguhnya berbicara tentang sesuatu yang sangat erat dengan diri kita. Seperti pernyataan Thomas Carlyle yang dikutip oleh Idi Subandi Ibrahim (peneliti media dan kebudayaan pop) dalam pengantar buku Malcolm Barnard Fashion dan Komunikasi (2007) ”Pakaian adalah perlambang jiwa”. Pakaian menunjukkan siapa pemakainya. Begitu pula dalam kata-kata tersohor Umberto Eco, “Aku berbicara lewat pakaianku). Kemudian dikemukakan Idi bahwa pakaian tak bisa dipisahkan dari perkembangan sejarah kehidupan dan budaya manusia. Studi tentang fashion adalah bukan hanya tentang pakaian, tapi juga peran dan makna pakaian dalam tindakan sosial. Dengan kata lain, fashion bisa di metaforakan sebagai kulit sosial yang membawa pesan dan gaya hidup suatu komunitas tertentu. Hal ini merupakan suatu bagian dari kehidupan sosial. Sebagai bentuk komunikasi, pakaian bisa menyampaikan pesan artifaktual yang bersifat nonverbal. Pakaian bisa melindungi kita dari cuaca buruk atau dalam olahraga tertentu dari kemungkinan cedera. Pakaian juga mambantu kita mnyembunyikan bagainbagian tertentu dari tubuh kita dan karenanya pakaian memiliki suatu fungsi kesopanan (modesty function). Menurut Desmond Morris, dalam Manwatching: A Field Guide to Human Behavior (1977), pakaian juga menampilkan peran sebagai pajangan budaya (cultural display) karena ia mengomunikasikan afiliasi budaya kita. Mengenali negara atau daerah asal-usul seseorang dari pakaian yang mereka kenakan. Di samping itu fashion juga mengekspresikan suatu identitas tertentu. pakaian adalah salah satu dari seluruh rentang penandaan yang paling jelas dari penampilan luar, yang dengannya seseorang menempatkan diri mereka terpisah dari orang lain, yang selanjutnya. Universitas Sumatera Utara.

(15) 3. berkembang menjadi identitas suatu kelompok tertentu. Pakaian bisa menunjukkan identitas nasional dan kultural pemakainya. Pakaian tidak lagi hanya menjadi kebutuhan namun dijadikan sebagai objek yang memiliki nilai prestise. Fashion sebagaimana diungkapkan Roland Barthes (Sobur, 2003) ditafsirkan sebagai suatu bahasa yang ditandai sistem-sistem, relasi dan oposisi (contohnya berbagai warna, bahan tertentu, pengertian krah tertutup atau terbuka dan lainnya) yang menciptakan makna dengan melakukan diferensiasi terhadap garmen yang memberikan berbagaii rincian dengan signifikasi dan menentukan hubungan antara aspek tertentu dari pakaian dengan aktivitas duniawi. Fashion menyuguhkan berbagai faktafakta alami. Fashion kemudian menjadi media imperialisme budaya dan disebarkan melalui majalah. Hobson mengungkapkan imperialisme merupakan perwujudan suatu negara federasi dunia dimana kebijakan utamanya berpusat pada adopsi oleh beberapa negaranegara lain dan berada di bawah suatu hegemoni dari negara pusat (Hobson, 1988 :8). Sebagaimana teori Hobson, dikatakan bahwa terdapat permintaan efektif yang tidak mencukupi di negara-negara metropolis karena upah rendah dan konsekuensinya kaum kapitalis memerlukan pasar untuk menjual komoditasnya di luar negeri. Keseluruhan isi media pada dasarnya merupakan konstruksi realitas. Alex Sobur mengatakan bahwa pekerjaan media pada hakikatnya adalah hasil para pekerja media mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilih. (Sobur, 2001:88). Permasalahan yang ingin diungkapkan disini adalah bagaimana perangkat keras dan perangkat lunak komunikasi digunakan oleh negara adiakuasa untuk memasukkan nilai dan agenda budayanya kepada negara berkembang, melalui model pakaian dan dan gambar yang terdapat dalam majalah. Adanya penyajian akan nilai-nilai inilah yang melatar belakangi. Universitas Sumatera Utara.

(16) 4. peneliti untuk mengkaji isi dalam rubrik fashion majalah yang merepresentasikan imperialisme budaya.. 1.2 Fokus Masalah Berdasarkan uraian konteks masalah diatas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah makna dan bagaimanakah imperialisme budaya yang terdapat dalam rubrik fashion majalah KawanKu?”. 1.3 Pembatasan Masalah Pembatasan masalah ditujukan agar ruang lingkup penelitian lebih jelas dan terarah. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah: 1. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif berbasis analisis semiotika. 2. Penelitian ini menggunakan teknik analisis semiotika Roland Barthes sebagai dasar pemikiran pemaknaan. 3. Penelitian ini difokuskan pada rubrik fashion yang memuat ikon fashion yang akan dianalisis.. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui makna di balik ikon fashion yang terdapat dalam rubrik fashion Majalah KawanKu dalam dua edisi berbeda. 2. Mengetahui bagaimana imperialisme budaya yang terdapat dalam rubrik fashion Majalah KawanKu. 1.5 Manfaat Penelitian. Universitas Sumatera Utara.

(17) 5. 1. Secara teoretis, penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasanah penelitian tentang media, khususnya tentang kajian media yang diteliti dengan analisis semiotika. Penelitian ini juga diharapkan mampu menambah pengetahuan tentang teori imperialisme budaya dalam bidang Ilmu Komunikasi 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pembaca agar lebih kritis terhadap media, khusunya majalah-majalah yang beredar. 3. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, guna memperkaya bahan penelitian dan sumber bacaan.. Universitas Sumatera Utara.

(18) 6. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu menjadi acuan bagi peneliti dalam menyusun tinjauan teori, hipotesis, dan kerangka pemikiran. Penelitian terdahulu merupakan skripsi dan jurnal yang berhubungan dengan masalah penelitian yang tidak hanya sekedar dipaparkan namun menunjukkan keterkaitan permasalahan penelitian dengan hasil penelitian terdahulu. Terdapat beberapa penelitian terdahulu terkait imperialisme budaya. Di antaranya adalah penelitian tahun 2011 oleh Christine M Siregar dengan judul Imperialisme Budaya dalam. Komik. Jepang. (http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/30653).. Hasil. penelitian ini menunjukkan bahwa komik Jepang berhasil menciptakan suatu bentuk imperialisme budaya yaitu penonjolan akan Jepang itu sendiri, seolah-olah Jepang adalah sosok kepahlawanan ideal dunia. Teknik para pembuat komik Jepang yang tidak menonjolkan satu tokoh saja menjadi penegasan akan kriterium kepahlawanan Jepang di mata dunia. Kemudian terdapat penelitian tahun 2009 dengan judul Imperialisme Budaya Barat pada Rubrik Majalah Remaja yang dilakukan oleh Ariadne Megumi (jurnal.bakrie.ac.id/index.php/jurnal_ilmiah_ub). Penelitian ini menunjukkan dominasi budaya barat mulai gaya pakaian yang sangat mengikuti barat, model foto berprofil kaukasia yang lebih sering dipakai, serta teks yang banyak menggunakan istilah asing di dalamnya pada rubrik Mode Gadis. Selanjutnya terdapat penelitian tahun 2014 yang dilakukan oleh Dzurotun Nafisah berjudul Representasi Impeialisme Budaya Amerika dalam Korean Wave (dalam. Universitas Sumatera Utara.

(19) 7. e-journal Universitas Brawijaya). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bentukan Korean Wave tidak lepas dari praktek imperialisme. Terlihat simbol-simbol yang secara tidak langsung. merupakan. bentuk. imperialisme. media.. Praktek. imperialisme. ini. direpresentasikan pada bagaimana personel Girls Generation dalam Korean Wave yang kebarat-baratan dan setting yang mengarah pada dinamika imperialisme Amerika dan menjauh dari budaya Korea Selatan sendiri.. 2.2 Paradigma Kajian Paradigma merupakan suatu model dari teori ilmu pengetahuan dan kerangka berfikir. Menurut Guba dan Lincoln, paradigma adalah seperangkat kepercayaan dasar yang menjadi prinsip utama dalam menentukan pandangan tentang dunia dan menjelaskan pada penganutnya tentang alam dunia. Artinya, paradigma bisa dikatakan sebagai suatu kepercayaan, cara pandang, atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan membentuk cara pandangnya terhadap dunia (Wibowo, 2013:36). Cara pandang disebut juga perspektif. Sebagaimana diutarakan, perspektif dimaknai sebagai paradigma. Istilah ini pertama kali diperkenalkan Thomas Khun, yang sinonim dengan disciplinary matrix atau weltanschaung. Maka, definisi paradigma ilmu adalah cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungan keilmuan yang akan mempengaruhi dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam upaya mencari dan menemukan pengetahuan ilmu dan kebenaran (Vardiansyah, 2008:50). Cresswel membedakan dua macam paradigma yakni kuantitatif dan kualitatif (Sunarto & Hermawan, 2011:9). Penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif yakni sudut pandang dalam penelitian yang melihat hubungan antara fakta yang diteliti dengan. Universitas Sumatera Utara.

(20) 8. peneliti yang bersifat dependen, sehingga fakta yang diteliti dalam berbagai dimensi bersifat subjektif dan tidak bebas nilai (Ardial, 2014:520). Paradigma ilmu komunikasi berdasarkan metodologi penelitiannya, menurut Dedy Nur Hidayat (1999) yang mengacu pada pemikiran Guba dan Lincoln (1994) ada tiga paradigma yaitu: (1) paradigma klasik yang mencakup positivisme dan post positivisme, (2) paradigma konstruktivisme (3) paradigma kritis (Bungin, 2008:237). Paradigma inilah yang sangat mempengaruhi pandangan seseorang dalam mengambil suatu tindakan atau sesuatu hal apapun. Misalnya dua orang yang sama dihadapkan dengan suatu fenomena yang sama, atau suatu peristiwa yang sama, kemungkinan kedua orang tersebut akan memberi respon yang berbedaterhadap fenomena atau peristiwa tersebut. Kedua orang tersebut juga akan menghasilkan penilaian, sikap, tindakan, bahkan pandangan yang berbeda juga. Perbedaan ini bisa terjadi karena kedua orang tersebut memiliki paradigma yang berbeda, yang secara otomatis mempengaruhi persepsi dan tindakan komunikasinya.. 2.2.1. Paradigma Konstruktivisme Konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek dan. objek komunikasi. Dalam konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi. serta. hubungan-hubungan. sosialnya.. Subjek. memiliki. kemampuan. melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana (Ardianto & Q Anees, 2007:151). Konsep mengenai konstruktivisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretif, Peter L. Berger bersama Thomas Luckman. Paradigma konstruktivisme memandang realitas. Universitas Sumatera Utara.

(21) 9. kehidupan sosial bukanlah sebagai realitas natural, tetapi hasil dari konstruksi. Konsentrasi analisis pada paradigma konstruktivis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi dan dengan cara apa konstruksi tersebut dibentuk (Eriyanto, 2004:37). Sejarah konstruktivisme dapat dirunut pada teori Popper yang membedakan alam semesta ke dalam tiga bagian. Pertama, dunia fisik atau keadaan fisik. Kedua, dunia kesadaran atau mental atau disposisi tingkah laku. Ketiga, dunia dari isi objektif pemikiran manusia, khususnya pengetahuan ilmiah, puitis, dan seni. Bagi Popper, objektivisme tidak dapat dicapai pada dunia fisik, melainkan selalu melalui dunia pemikiran manusia. Pemikiran ini kemudian berkembang menjadi konstruktivisme yang tidak hanya menyajikan batasan baru mengenai keobjektifan, melainkan juga batasan baru mengenai kebenaran dan pengetahuan manusia (Ardianto & Q Anees, 2007:153). Konstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistemologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia adalah konstruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan. Konstruktivisme menolak pengertian ilmu sebagai yang “terberi” dari objek pada subjek yang mengetahui. Unsur subjek dan objek sama-sama berperan dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Dengan demikian paradigma konstruktivis mencoba menjembatani dualisme objektivisme-subjektivisme dengan mengafirmasi peran subjek dan objek dalam konstruksi ilmu pengetahuan (Ardianto & Q Anees, 2007 : 151-153). Para konstruktivis percaya bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pada proses komunikasi, pesan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang ke kepala orang lain. Penerima pesan sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman. Universitas Sumatera Utara.

(22) 10. mereka. Konsep penting konstruktivisme adalah bahwa pengetahuan bukanlah tertentu dan deterministik, tetapi suatu proses menjadi tahu (Ardianto & Q Anees, 2007:154). Berangkat dari penjelasan teoritik tadi, konstruktivisme merujuk pada pengetahuan yang dikonstruksi sudah ada di benak subjek. Namun, konstruktivisme juga meyakini bahwa pengetahuan bukanlah hasil sekali jadi melainkan sebuah proses yang panjang dari sejumlah pengalaman. Ada banyak situasi yang memaksa seseorang untuk mengadakan perubahan. Dalam (Vardiansyah, 2008:59), konstruktivisme muncul setelah para ilmuan menolak tiga prinsip dasar positivisme: a) Ilmu merupakan upaya mengungkap realitas yang terstruktur, b) Hubungan subjek peneliti dengan objek penelitian harus terpisahkan secara tegas guna mengejar objektivitas, c) Hasil temuan harus merupakan generalisasi yang universal, berlaku kapan pun dan di mana pun. Menurut Von Glasersferld dan Kitchener tahun 1987 dalam (Ardianto dan Qanees, 2007:155) secara ringkas gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek. 2. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang. Dalam pandangan konstruksionis, tidak ada realitas dalam arti riil, sebelum peneliti mendekatinya. Sesungguhnya yang ada konstruksi atas suatu realitas. Realitas. Universitas Sumatera Utara.

(23) 11. sosial bergantung pada bagaimana seseorang memahami dunia, dan bagaimana menafsirkannya. Penafsiran dan pemahaman itulah yang disebut realitas. Karena itu, peristiwa dan realitas yang sama bisa jadi menghasilkan konstruksi realitas yang berbeda dari orang yang berbeda (Eriyanto, 2004: 45).. 2.3 Kerangka Teori 2.3.1 Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Dari awal perkembangannya, komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi). Media massa yang ditekankan dalam hal ini bukannya media tradisional seperti kentongan, angklung maupun gamelan. Media massa ini merujuk pada produk teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa. Media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen. Kelebihan media massa dibandingkan dengan jenis komunikasi lain adalah ia bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas. Pengertian komunikasi massa terutama dipengaruhi oleh kemampuan media massa untuk membuat produksi massal dan untuk menjangkau khalayak dalam jumlah besar. Kata massa sampai dengan saat ini mengandung makna ambivalensi yaitu makna positif dan negatif. Dilihat dari segi makna positifnya, mengandung makna konotasi solidaritas dan kekuatan sedangkan dari sisi negatif, massa bermakna kerumunan atau banyak orang khususnya sejumlah orang yang tidak teratur (McQuail, 1996:1). Dalam artian umum dan dalam pengertian komunikasi massa, pengertian massa dalam komunikasi massa menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media. Universitas Sumatera Utara.

(24) 12. massa. Dengan kata lain massa yang dalam sikap dan perilakunya berkaitan dengan peran media massa. Massa ditunjukkan kepada khalayak, audience, penonton, pemirsa maupun pembaca. Di samping itu dalam kamus bahasa Inggris, ringkas memberikan defenisi “massa” sebagai suatu kumpulan orang banyak yang tidak mengenal keberadaan individualitas dan defenisi ini hampir menyerupai pengertian “massa” yang digunakan ahli sosiologi, khususnya bila dipakai kaitannya dengan khalayak media. Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), berbiaya yang relatif mahal yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim dan heterogen (Mulyana,2005:83). Komunikasi massa terjadi ketika sejumlah orang mengirimkan pesan kepada audiens yang besar yang bersifat anonymous dan heterogen melalui penggunaan media komunikasi khusus. Studi komunikasi massa mempelajari pemanfaatan media oleh audiens, dan menjelaskan efek media terhadap human interaction dalam konteks komunikasi, dan unit analisis komunikasi massa antara lain pesan, media, dan audiens (Liliweri, 2011: 219). Josep A Devito memberikan pendapatnya tentang pengertian dari komunikasi massa. Dia mengatakan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi. yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefenisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalukrkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis didefenisikan menurut bentuknya (televisi, radio, surat kabar, majalah, film dan buku) (Nurudin, 2011:12).. Universitas Sumatera Utara.

(25) 13. Sementara itu menurut Jay Black dan frederick C Whitney disebutkan bahwa komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesan-pesan yang diproduksi secara massal/tidak sedikit itu disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonim dan heterogen (Nurudin, 2011:12). Defenisi yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner (Ardianto, Komala dan Karlinah, 2009:5) yakni komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Maksud dari defenisi tersebut adalah komunikasi massa tersebut harus menggunakan media massa dalam penyampaian pesan. Jadi dalam penyampaian pesan misalnya kepada khalayak ramai dalam suatu acara di lapangan jika tidak menggunakan media massa, maka hal tersebut bukanlah termasuk komunikasi massa. Industri media massa memiliki kemampuan dalam menyediakan informasi dan hiburan. Akan tetapi, media massa juga dapat mempengaruhi institusi politik, sosial, dan budaya. Media massa secara aktif memengaruhi masyarakat serta mencerminkannya. Media massa sudah begitu memenuhi kebutuhan kita sehari-hari sehingga kita sering tidak sadar lagi dengan kehadirannya, apalagi dengan pengaruhnya. Media massa sering kali menganggap masyarakat sebagai komoditas semata. Akan tetapi, media massa menolong dalam mendefenisikan diri kita; membentuk realitas kita (Baran, 2012: 5). Budaya adalah suatu tingkah laku yang dipelajari oleh anggota suatu kelompok sosial. Penciptaan dan pemeliharaan budaya terjadi melalui komunikasi, termasuk komunikasi massa, yaitu ketika professional media memproduksi isi pesan yang kita lihat, baca, dengarkan, atau tonton, makna yang sedang dibagikan dan budaya sedang dikonstruksi dan dipelihara (Baran, 2012: 11). Sepanjang. kehidupan. komunikasi, kita sudah mempelajari hal-hal yang. diharapkan oleh budaya dari kita. Akan tetapi, dampak budaya yang membatasi dapat berakibat negatif, seperti ketika kita tidak mau atau tidak dapat mengubah cara berpikir,. Universitas Sumatera Utara.

(26) 14. bertindak, berperasaan, yang terpola dan berulang, atau kita mempercayakan “pembelajaran” kita kepada guru yang memiliki kepentingan yang berpusat pada dirisendiri, sempit, atau mungkin justru tidak sesuai dengan pemikiran kita (Baran, 2012:12).. 2.3.1.1 Karakteristik Komunikasi Massa Komunikasi massa mempunyai proses yang melibatkan beberapa komponen. Dua komponen yang saling berinteraksi (sumber dan penerimaan) terlibat satu sama lain, dimana pesan akan diberi kode oleh sumber disalurkan melalui saluran dan diberi kode oleh penerima; tanggapan yang diamati: umpan balik yang memungkinkan interaksi berlanjut antara sumber dan penerima. Akan tetapi terdapat karakteristik komunikasi massa yang membedakannya dengan komunikasi lainnya yakni sebagai berikut (Nurudin, 2011: 19-30 ):. 1. Komunikator Melembaga Komunikator adalah salah satu elemen komunikasi massa. Komunikator dalam komunikasi massa bukan satu orang, melainkan kumpulan orang, yang artinya gabungan antar berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. 2. Komunikan Bersifat Heterogen Audience dalam komunikasi massa sangatlah heterogen karena, jika ditinjau dari asalnya, mereka berasal dari berbagai kelompok masyarakat. Satu sama lain tidak saling mengenal dan antarindividu itu tidak berinteraksi secara langsung. 3. Pesan Bersifat Umum. Universitas Sumatera Utara.

(27) 15. Pesan-pesan dalam komunikasi masssa tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Dengan kata lain, pesan-pesannya ditujukan pada khalayak yang plural. 4. Komunikasi Bersifat Satu Arah Dikatakan satu arah karena ketika kita menerima informasi lewat media yang kita baca atau kita tonton, kita tidak bisa langsung memberikan respon kepada media massa yang bersangkutan, seperti halnya kita melakukan komunikasi tatap muka. Kalaupun bisa, sifatnya tertunda. Misalnya kita mengirimkan ketidaksetujuan pada berita itu melalui rubrik surat pembaca. Jadi, komunikasi yang berjalan satu arah akan memberi konsekuensi umpan balik yang sifatnya tidak langsung (delayed feedback). Dengan demikian, komunikasi massa itu berlangsung satu arah. 5. Komunikasi Menimbulkan Keserempakan Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi lainnya adalah jumlah sasaran khlayak atau komunikan yang dicapainya relatif banyak dan tidak terbatas. Komunikan yang banyak tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan memperoleh pesan yang sama pula. 6. Komunikasi Dikontrol oleh Gatekeeper Selain komunikator, elemen komunikasi massa yang lain adalah gatekeeper. Seperti yang telah diutarakan, bahwa gatekeeper adalah semua pekerja media, antara lain wartawan, editor film/surat kabar/buku, manajer pemberitaan, penjaga rubrik, kameramen, sutradara, dan lembaga sensor film yang semuanya mempengaruhi bahan yang akan dikemas dalam pesan media massa masing-masing. Gatekeeper berfungsi untuk menginterpretasikan pesan, menambah data, mengurangi pesan-pesan, dan menganalisis yang intinya mereka merupakan pihak yang ikut menentukan pengemasan sebuah pesan dari media massa.. Universitas Sumatera Utara.

(28) 16. 7. Stimulasi Alat Indra Terbatas Pada komunikasi massa, stimulasi alat indra bergantung pada jenis media massa yang digunakan. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada radio siaran dan rekaman aktif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada media televisi dan film, menggunakan indra penglihatan dan pendengaran.. Selain dari karakteristik di atas, perkembangan teknologi memungkinkan terjadinya komunikasi banyak ke banyak (many to many). Internet memungkinkan orang di manapun berada di dunia ini berkomunikasi satu sama lain secara mudah dan cepat. Jika semula media massa tradisional umumnya hanya menawarkan model komunikasi “a one-to-many” maka melalui internet menyedikan model lanjutan di mana orang bisa berkomunikasi secara “many-to-one” (e-mail melalui pusat alamat,sejumlah pengguna saling terhubung dengan website) dan juga “many-to-many” (e-mail,mailing lists,news groups).. Internet. memungkinkan. komunikasi. terselenggara. dengan. lebih. ter-. desentralisasi dan juga lebih demokratis daripada yang bisa ditawarkan oleh media massa model lama. Artinya, internet memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif dimana pelaku dapat berinteraksi dan bertukar informasi namun feedback yang diterima kadang terbatas, langsung dan tertunda. Misalnya forum diskusi media sosial suatu kelompok dimana informasi yang disebarkan berasal dari banyak orang untuk banyak orang lainnya namun tidak semua orang di dalam forum tersebut aktif dan menerima informasi pada waktu itu juga sehingga terjadi delayed feedback. (Severin dan James, 2001). 2.3.1.2 Fungsi Komunikasi Massa Dalam membicarakan fungsi-fungsi komunikasi massa, ada satu hal yang perlu disepakati terlebih dahulu. Hal tersebut adalah komunikasi massa itu sendiri berarti komunikasi lewat media massa. Ini berarti, komunikasi massa tidak akan ditemukan. Universitas Sumatera Utara.

(29) 17. maknanya tanpa menyertakan media massa sebagai elemen terpenting dalam komunikasi massa. Sebab, tak ada komunikasi massa tanpa media massa. Alasan inilah yang mendasari mengapa ketika kita memperbincangkan fungsi komunikasi massa sekaligus membicarakan fungsi media massa pula. Dalam (Wiryanto, 2000:10), Wilbur Schramm menyatakan komunikasi massa berfungsi sebagai decoder, interpreter, dan encoder. Komunikasi massa mendecode lingkungan sekitar untuk kita, mengawasi kemungkinan timbulnya bahaya, mengawasi terjadinya. persetujuan. dan. juga. efek-efek. dari. hiburan.. Komunikasi. massa. menginterpretasikan hal-hal yang di-decode sehingga dapat mengambil kebijakan efek, menjaga berlangsungnya interaksi serta membantu anggota-anggota masyarakat menikmati hidup. Komunikasi massa juga meng-encode pesan-pesan yang memelihara hubungan kita dengan masyarakat lain serta menyampaikan kebudayaan baru kepada anggota-anggota masyarakat. Peluang ini dimungkinkan karena komunikasi massa mempunyai kemampuan memperluas pandangan, pendengaran dalam jarak yang hampir tidak terbatas dan dapat melipatgandakan suara dan kata-kata secara luas. Tidak hanya Wilbur Schramm, seorang ahli sosiologi, Charles R. Wright memberikan 4 fungsi komunikasi massa yaitu: 1. Surveillance Menunjuk pada fungsi pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai kejadian-kejadian dalam lingkungan, baik di luar maupun di dalam masyarakat. Fungsi ini berhubungan dengan apa yang disebut Handling of News 2. Correlation Meliputi fungsi interpretasi pesan yang menyangkut lingkungan dan tingkah laku tertentu dalam mereaksi kejadian-kejadian. Untuk sebagian, fungsi ini diidentifikasikan sebagai fungsi editorial atau propaganda.. Universitas Sumatera Utara.

(30) 18. 3. Transmission Menunjuk pada fungsi mengkomunikasikan informasi, nilai-nilai dan norma-norma sosial budaya dari satu generas ke generasi yang lain atau dari anggota-anggota suatu masyarakat kepada pendatang baru. Fungsi ini diidentifikasian sebagai fungsi pendidikan. 4. Entertainment Menunjuk pada kegiatan-kegiatan komunikatif yang dimaksudkan untuk memberikan hiburan tanpa megharapkan efek-efek tertentu (Wiryanto, 2000:1012). Karlinah mengemukakan fungsi komunikasi massa secara umum (Ardianto, Komala dan Karlinah, 2009: 19-22) yakni: a. Fungsi informasi, yaitu diartikan bahwa media massa adalah penyebar informasi bagi pembaca, pendengar atau pemirsa. Berbagai informasi dibutuhkan oleh khalayak media massa yang bersangkutan sesuai dengan kepentingan khalayak.. Khalayak. media. massa. berlangganan. suratkabar,. majalah,. mendengarkan radio siaran atau menonton televisi karena mereka ingin mendapatkan informasi tentang peristiwa yang terjadi. b. Fungsi pendidikan, yaitu media massa merupakan sarana pendidikan bagi khalayaknya. Karena media massa pada dasarnya direkomendasikan untuk lebih banyak menyajikan program yang sifatnya mendidik. Melalui program-program edukasi seperti olimpiade dan kuis yang menguji daya pikir masyarakat baik untuk siswa/anak sekolah maupun kalangan umum. Begitu juga dengan program serial yang bermutu untuk semua kalangan baik itu sinetron, ftv, film pendek, dan lain-lainnya.. Universitas Sumatera Utara.

(31) 19. c. Fungsi mempengaruhi, yaitu media massa secara implisit terdapat pada tajuk/editorial, features, iklan, artikel, dan sebagainya. Khalayak dapat terpengaruh oleh iklan-iklan yang ditayangkan televisi ataupun surat kabar. d. Fungsi korelasi, yaitu fungsi yang menghubungkan bagian-bagian dari masyarakat agar sesuai dengan lingkungannya. Maka peran media massa sebagai penghubung antara berbagai komponen masyarakat. Sebuah berita oleh seorang reporter akan menghubungkan narasumber dengan pembaca/khalayak surat kabar. e. Fungsi pengawasan, yaitu menunjuk pada pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai kejadian-kejadian yang ada di sekitar kita. Fungsi pengawasan bisa dibagi menjadi dua, yakni warning or beware surveillance atau pengawasan peringatan dan instrumental surveillance atau pengawasan instrumental. f. Fungsi manipulasi lingkungan, manipulasi disini bukanlah diartikan sebagai sesuatu. yang. negatif.. Manipulasi. lingkungan. artinya. berusaha. untuk. mempengaruhi. Setiap orang berusaha untuk saling mempengaruhi dunia dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dalam fungsi manipulasi, komunikasi digunakan sebagai alat kontrol utama dan pengaturan lingkungan.. 2.3.1.3 Bentuk-bentuk Media Massa Menurut Ardianto dkk (2009: 103) media massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni media massa cetak dan media elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah. Sedangkan media elektronik yang memenuhi kriteria media massa adalah radio siaran, televisi, film,. Universitas Sumatera Utara.

(32) 20. media on-line (internet). Masing-masing media massa tersebut memiliki ciri khasnya sendiri, berikut penjelasan dari masing-masing bentuk media massa: 1. Surat Kabar Surat kabar atau yang lebih dikenal dengan kora adalah media massa utama bagi orang untuk memperoleh berita. Di sebagian besar kota, tak ada sumber berita yang bisa menyamai keluasan dan kedalaman liputan berita koran. Hal ini memperkuat popularitas dan pengaruh koran (Vivian, 2008:71). John Vivian (2008:71-72) mengatakan bahwa di sebagian besar komunitas, koran meliput berita secara lebih mendalam ketimbang media saingannya. Koran metropolitan seperti Washington Post biasanya memuat 300 item dan lebih banyak pada hari Minggu – lebih banyak ketimbang acara televisi dan radio, serta lebih luas cakupannya. Koran mengandung isi yang amat beragam – berita, saran, komik, opini, teka-teki silang dan data. Semuanya ada untuk dibaca sekehendak hati. 2. Majalah Menurut John Vivian (2008:109) majalah adalah medium yang pervasif. Majalah bukan hanya untuk kalangan atas. Banyak majalah yang diterbitkan untuk kalangan bawah, yang berarti bahwa peran medium majalah dalam masyarakat melintasi hampir seluruh lapisan masyarakat. Bahkan orang yang buta huruf dapat memperoleh kesenangan dan manfaat dari majalah yang umumnya banyak memuat gambar dan berwarna. Majalah mampu mengungguli media lain dengan inovasi yang signifikan dalam jurnalisme, advertising dan sirkulasi. Inovasi itu mencakup laporan investigasi, profil tokoh secara lengkap dan foto jurnalisme. 3.. Radio Siaran Ardianto dkk (2009:123) mengatakan radio adalah media massa elektronik. tertua dan sangat luwes. Selama hampir satu abad lebih keberadaannya, radio siaran. Universitas Sumatera Utara.

(33) 21. telah berhasil mengatasi persaingan keras dengan bioskop, rekaman kaset, televisi, televisi kabel, electronic games dan personal casset players. Radio telah beradaptasi dengan perubahan dunia, dengan mengembangkan hubungan saling menguntungkan dan melengkapi dengan media lainnya. Keunggulan dari radio siaran adalah berada dimana saja: ditempat tidur (ketika orang akan tidur atau bangun tidur, di dapur, di dalam mobil, di kantor, di jalanan, di pantai dan berbagai tempat lainnya). Radio memiliki kemampuan menjual bagi pengiklan yang produknya dirancang khusus untuk khalayak tertentu. 4. Televisi Ardianto dkk (2009:134) mengatakan bahwa dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia. 99% orang Amerika memiliki televisi di rumahnya. Tayangan televisi mereka dijejali hiburan, berita dan iklan. Mereka menghabiskan waktu menonton televisi sekitar tujuh jam dalam sehari. Melalui buku John Vivian (2008:226) dikatakan bahwa pada tahun 1981 Ted Turner pernah memprediksi bahwa era koran akan berakhir dalam waktu 10 tahun, namun sampai muncul media televisi koran masih tetap ada. Turner terlalu melebih-lebihkan dampak televisi, tetapi dia benar ketika menyatakan bahwa televisi terus merebut pembaca dan pengiklan dari koran, dan juga dari media massa lainnya. 5.. Internet Internet muncul sebagai medium massa besar kedelapan dengan banyak isi,. terutama melalui web coding, yang melebihi media tradisional dalam banyak hal (Vivian, 2008:262). Dalam bukunya, Vivian (2008:262) menjelaskan bahwa internet muncul di pertengahan 1990-an sebagai medium massa baru yang amat kuat. Internet adalah jaringan kabel dan telepon dan satelit yang menghubungkan komputer. Hampir semua orang di planet ini yang memiliki komputer bisa masuk ke jaringan.. Universitas Sumatera Utara.

(34) 22. Dengan beberapa kali mengklik tombol mouse kita akan masuk ke lautan informasi dan hiburan yang ada di seluruh dunia. Dari beberapa bentuk media massa yang telah dijabarkan di atas, selanjutnya peneliti akan lebih memfokuskan pada bentuk media massa yaitu majalah sesuai dengan objek penelitian ini. 2.3.2 Majalah Sebagai Media Massa Media massa cetak dalam arti luas merupakan media massa yang menyampaikan atau menyalurkan pesan komunikasi dalam bentuk kata-kata, gambar tercetak, meliputi pamflet, bulletin, booklet, buku, surat kabar, dan majalah yang ditujukan kepada massa. Akan tetapi dalam arti sempit, media massa cetak hanya terbatas pada surat kabar dan majalah yang mempunyai periodisitas seperti harian, mingguan, dan triwulan (Lubis, 2011:21). Keberadaan majalah sebagai media massa terjadi tidak lama setelah surat kabar. Sebagaimana surat kabar, sejarah majalah diawali dari negara-negara Eropa dan Amerika (Ardianto dkk, 2009:109). Di Inggris, majalah Review yang diterbitkan oleh Daniel Depoe pada tahun 1704. Bentuknya adalah antara majalah dan surat kabar, hanya halaman kecil, serta terbit tiga kali seminggu. Depoe bertindak sebagai pemilik, penerbit, editor, sekaligus sebagai penulis. Tulisannya mencakup berita, artikel, kebijakan nasional, aspek moral dan lainlain. Tahun 1790, Richard Steele membuat majalah The Tatler, kemudian bersama-sama dengan Joseph Addison ia menerbitkan The Spectator. Majalah tersebut berisi masalah politik, berita-berita internasional, tulisan yang mengandung unsur-unsur moral, hiburan, dan gosip (Ardianto dkk, 2009:109). Di Amerika, Benjamin Franklin telah mempelopori penerbitan majalah tahun 1740, yakni General Magazine dan Historical Chronicle. Tahun 1820-an sampai 1840-an merupakan zamannya majalah (the age of magazines). Majalah yang paling populer saat. Universitas Sumatera Utara.

(35) 23. itu adalah Saturday Evening Post yang terbit tahun 1821, dan majalah lainnya North American Review. Pada pertengahan abad ke-20 tidak ada majalah sesukses Reader‟s Digest yang diterbitkan oleh Dewitt Wallace dan Lila. Menyusul majalah Time oleh Henry Luce bersama dengan Briton Hadden, kemudia ia juga menerbitkan majalah Life, Fortune, dan Sport Illustrated. Life merupakan majalah berita yang banyak menggunakan foto (Ardianto dkk, 2009:109). Di Indonesia, sejarah keberadaan majalah sebagai media massa dimulai pada masa menjelang kemerdekaan Indonesia. Tahun 1945 di Jakarta, terbit majalah bulanan dengan nama Pantja Raja pimpinan Markoem Djojohadisoeparto (MD) dengan prakata dari Ki Hadjar Dewantoro selaku Menteri Pendidikan pertama RI. Di Ternate, Arnold Monoutu dan dr. Hassan Missouri menerbitkan majalah mingguan Menara Merdeka yang memuat berita-berita yang disiarkan RRI. Menara Merdeka bertahan sampai tahun 1950 (Ardianto dkk, 2009:110). Majalah-majalah lain yang terbit setelah kemerdekaan, antara lain Pahlawan (Aceh), Sastra Arena (Yogyakarta) yang dipimpin oleh H. Usmar Ismail, Sastrawan (Malang) yang diterbitkan oleh Inu Kertapati, dan Seniman (Solo) pimpinan Trisno Soemardjo, penerbitnya adalah Seniman Indonesia Muda. Siauw Giok Tjan menerbitkan majalah bulanan Liberty. Di Kediri, terbit majalah berbahasa Jawa, Djojobojo, pimpinan Tadjib Ermadi. Para anggota Ikatan Pelajar Indonesia di Blitar, menerbitkan majalah berbahasa Jawa, Obor (Suluh) yang ditujukan untuk memberi penerangan bagi rakyat yang berada di pelosok-pelosok, yang pada umumnya belum bisa berbahasa Indonesia. Di Kediri, para pelajar juga menerbitkan majalah tengah bulanan Pelajar Merdeka. Majalah untuk kaum wanita dengan nama Wanita terbit di Solo dibawah pimpinan Sutiah Surjohadi. Sedangkan majalah Soeara Perkis dan Bulan Sabit diterbitkan oleh Gerakan Pemuda Islam Indonesia cabang Solo (Ardianto dkk, 2009:110).. Universitas Sumatera Utara.

(36) 24. 2.3.2.1 Jenis-jenis Majalah Majalah kontemporer secara umum dibagi menjadi tiga kategori besar, yaitu (Baran, 2012 : 185-186): 1. Majalah umum (trade), profesional, dan bisnis yakni majalah yang menyajikan cerita, tulisan khas, dan iklan yang ditujukan kepada masyarakat dengan profesi khusus dan didistribusikan oleh organisasi profesional itu sendiri atau perusahaan media seperti Whittle Communication and Time Warner (Progressive Farmer). 2. Majalah industri, perusahaan, dan majalah bersponsor yakni majalah yang diproduksi oleh perusahaan secara khusus untuk para pekerja, pelanggan, atau pemegang sahamnya atau dibuat oleh klub dan asosiasi secara khusus untuk para anggotanya. Misalnya; AARP the Magazine adalah salah satu majalah untuk para anggota American Association for Retired Persons. 3. Majalah konsumen; yakni majalah yang dijual dengan cara berlangganan atau melalui tempat penjualan media cetak, toko buku, atau penjual eceran, termasuk supermarket, garden shop, dan toko komputer. Sunset dan Wired masuk dalam kelompok ini. Sedangkan menurut Dominick, berdasarkan segmentasi pembacanya, majalah diklasifikasikan menjadi (Sudarman, 2008 : 13-14): 1. Majalah konsumen umum (general consumer magazine), merupakan majalah yang diperjualbelikan untuk umum, rubrik majalah tersebut bersifat umum, memiliki berbagai tulisan yang unik dan menarik bagi kalangan umum.. Universitas Sumatera Utara.

(37) 25. 2. Majalah bisnis (business publication), yaitu majalah yang berkaitan dengan dunia bisnis atau trade publication. Majalah jenis ini tidak dijual di pasar atau tempat umum, karena sasaran pembacanya adalah kalangan tertentu yakni kaum profesional. 3. Majalah kritik sastra dan ilmiah (literacy reviews and academic journal), yaitu pada umumnya majalah ini memiliki sirkulasi yang lebih sedikit, banyak diterbitkan oleh organisasi nonprofit, seperti universitas, yayasan profesional, dan lain sebagainya. 4. Majalah khusus terbitan berkala (newsletter), yaitu majalah yang biasanya diterbitkan dalam bentuk khusus, didistribusikan secara gratis karena menyajikan berbagai produk sebagai media promosi yang profit dari pemasang produk. 5. Majalah humas (Public Relations Magazines), yaitu majalah yang diterbitkan perusahaan untuk membangun citra baik (good image) perusahaan terhadap publik, baik publik internal, seperti karyawan, maupun publik eksternal seperti pemegang saham, para pelanggan dan lainnya.. 2.3.2.2 Karakteristik Majalah Pada umumnya, majalah memiliki karakteristik sebagai berikut (Sudarman, 2008:15). Pertama, penyajian isinya lebih mendalam. Periodesitas terbitan majalah lebih lama daripada surat kabar (khususnya surat kabar harian). Ada yang satu minggu sekali (mingguan), dua minggu sekali (dwi mingguan), bahkan sebulan sekali (bulanan). Sehingga tulisan isi untuk majalah biasanya dibuat lebih mendalam (in depth) agar tetap up to date. Kedua, nilai aktualitasnya lebih lama. Apabila nilai aktualitas surat akbar cukup satu hari (khususnya surat kabar harian), maka nilai aktualitas majalah lebih lama lagi,. Universitas Sumatera Utara.

(38) 26. sesuai dengan jarak waktu terbitannya. Biasanya isi tulisan majalah juga lebih tebal sehingga untuk membacanya tidak selesai satu kali duduk. Ketiga, banyak menyajikan gambar atau foto. Penyajian gambar atau foto kaya akan warna dan lebih menarik serta berkualitas daripada surat kabar. Oleh sebab itu majalah lebih tebal dan memiliki halaman lebih banyak. Keempat, sampul pada majalah dibuat lebih atraktif. Sampul dalam majalah ibarat pakaian yang dapat mengundang perhatian para calon pembacanya. Maka dari itu, ketertarikan pertama pembaca untuk memilih majalah mana yang ingin mereka baca adalah dari desain sampul yang menarik minat pembaca. Mengulas tentang bagaimana majalah, seiring dengan perkembangan zaman, majalah sudah mengalami berbagai kemajuan. Jika pada zaman dahulu majalah hadir dalam bentuk cetak sederhana, maka saat ini majalah terbit dalam sajian yang menarik. Dengan kualitas cetakan yang tinggi serta kemasan yang sangat menarik, kini majalah semakin tersegmentasi. dengan mulai adanya majalah khusus anak-anak seperti majalah Bobo, khusus wanita seperti Femina dan Kartini, khusus olahraga seperti Sportif, khusus remaja seperti Gadis dan KawanKu, dan untuk bidang politik terdapat Tempo. Secara teoritis, media massa bertujuan menyampaikan informasi dengan benar secara efektif dan efisien. Pada praktiknya, apa yang disebut sebagai kebenaran ini sangat ditentukan oleh jalinan banyak kepentingan. Akan tetapi di atas semua itu, yang paling utama tentunya adalah kepentingan survival media itu sendiri, baik dalam pengertian bisnis maupun politis. Dalam kaitannya, kerap terjadi bahwa, “Kebenaran milik perusahaan” menjadi penentu atau acuan untuk kebenaran-kebenaran lainnya. Atas nama kebenaran milik perusahaan itulah realitas yang ditampilkan oleh media bukan sekadar realitas tertunda, namun juga realitas tersunting, suatu keadaan yang sebetulnya memang. Universitas Sumatera Utara.

(39) 27. tidak bisa tidak harus dikembalikan ke faktor luar perusahaan itu sendiri, terutama sekali politik. Di belakang realitas tersunting ini terdapat pemilahan atas fakta atau informasi yang dianggap penting dan yang dianggap tidak penting, serta yang dianggap penting namun demi kepentingan survival menjadi tidak perlu disebarluaskan. Media menyunting bahkan menggunting realitas dan kemudian memolesnya menjadi suatu kemasan yang layak disebarluaskan. Tetapi, media bukan cuma menentukan realitas macam apa yang akan mengemuka, namun juga siapa yang layak dan tidak layak masuk menjadi bagian dari realitas itu (Sobur, 2003:114). Karena itu, salah satu cara untuk membantu pembaca menyikapi pers adalah lewat konteks pemberitaan. Pembaca dapat menyadari bahwa wartawan kadang menghidangkan “madu” dalam menu beritanya, kadang pula menuangkan “racun” dalam berita yang lain. Melalui konteks pemberitaan ini pembaca mengerti bahwa berita yang buruk bisa dibungkus dengan bahasa yang manis sehingga tampak samar-samar dan menyenangkan. Pekerjaan media pada hakikatnya adalah mengkonstruksikan realitas, maka, seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan. Pada hakikatnya, bahasa digunakan sebagai perangkat dasar bagi media, namun bukan hanya sebagai alat merepresentasikan realitas, tetapi juga bisa menentukan seperti apa relief yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut. Akibatnya, media massa mempunyai peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya (Sobur, 2004 : 87-88).. Universitas Sumatera Utara.

(40) 28. 2.3.3 Desain Komunikasi Visual Desain komunikasi visual adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan ungkapan daya kreatif, yang diaplikasikan dalam pelbagai media komunikasi visual dengan mengolah elemen desain grafis yang terdiri atas gambar (ilustrasi) huruf dan tipografi, warna, komposisi dan lay-out. Semua itu dilakukan guna menyampaikan pesan secara visual, audio dan/atau audio visual kepada target sasaran yang dituju. Pada dasarnya, desain komunikasi visual merupakan representasi sosial budaya masyarakat dan salah satu manifestasi kebudayaan yang berwujud produk dari nilai-nilai yang berlaku pada kurun waktu tertentu (Tinarbuko, 2008:6). Desain dalam pengertian modern adalah desain yang dihasilkan melalui metode berpikir, berlandaskan ilmu pengetahuan, bersifat rasional dan pragmatis. Ia lahir karena ilmu pengetahuan modern telah memungkinkan timbulnya industrialisasi. Desain grafis dipelajari dalam konteks tata letak dan komposisi, bukan seni grafis murni. Menurut Suyanto, desain grafis didefinisikan sebagai aplikasi dari keterampilan seni dan komunikasi untuk kebutuhan bisnis dan industri. Sedangkan Blanchard mendefinisikan desain grafis sebagai suatu seni komunikatif yang berhubungan dengan industri, seni dan proses dalam menghasilkan gambaran visual pada segala permukaan (Sitepu, 2004 : 1112). Desain grafis yang merupakan rancangan sebuah pesan, menerapkan elemenelemen dan prinsip-prinsip desain (komposisi) dalam memproduksi sebuah karya visual. Desain grafis menerapkan beberapa prinsip, yakni: Kesederhanaan, Keseimbangan, Kesatuan, Penekanan dan Repetisi. Sedangkan elemen-elemen yang diusungnya meliputi Garis, Bentuk, Ruang, Tekstur dan Warna (Sitepu, 2004: 6-7). Ilmu komunikasi kini lazim menyebut desain grafis sebagai desain komunikasi visual. Sebab, desain grafis pada dasarnya adalah pekerjaan berkomunikasi dimana pesan. Universitas Sumatera Utara.

(41) 29. yang disampaikan adalah visual (grafis: gambar dan tipografi/elemen-elemen desain dalam seni). Beberapa penelitian membuktikan media komunikasi visual lebih efektif ketimbang media lainnya yang hanya mengandalkan teks (Sitepu, 2004: 8).. 2.3.4 Konstruksi Realitas Sosial Dalam pandangan paradigma defensi sosial, realitas adalah hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya. Awalnya konstruksi ini berasal dari filsafat konstruktivisme yang semuanya dimulai dari gagasangagasan konstruktif kognitif. Dalam (Bungin 2008:11), realitas menurut paradigma konstruktivis adalah konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu, walau demikian, kebenaran suatu realitas sosial mempunyai sifat nisbi yang berlaku secara spresifik dan haruslah relevan oleh pelaku sosial. Peter L. Berger dan Thomas Luckmann memperkenalkan istilah konstruksi sosial atas realitas ( social construction of reality ) melalui tulisan-tulisan mereka. Kedua ahli sosiologi ini menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif (Bungin, 2007:189). Penjelasan yang dinyatakan oleh Berger dan Luckmann dalam (Bungin, 2007:191) atas realitas sosial dimulai dengan memisahkan pemahaman antara kenyataan dan pengetahuan. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat didalam realitasrealitas, yang diakui memiliki keberadaan yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri. Sedangkan pengetahuan didefenisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata dan memiliki karakter yang spresifik. Pengetahuan yang dimaksud adalah realitas sosial masyarakat.. Universitas Sumatera Utara.

(42) 30. Realitas sosial tersebut adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat dan pengetahuan adalah konstruksi dari individu yang mengetahui dan hal tersebut tidak dapat ditransfer kepada individu yang pasif. Karena konstruksi tersebut dilakukan oleh dirinya sendiri terhadap pengetahuan itu dan lingkungan hanyalah media bagi terjadinya konstruksi tersebut. Segala bentuk realitas sosial termasuk isi media merupakan realitas yang sengaja dikonstruksi. Dalam (Wibowo, 2013;152), Berger dan Luckman menjelaskan bahwa institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara objektif. Namun pada kenyataannya semua dibangun dalam defenisi sebjektif melalui proses interaksi. Berdasarkan penjelasan di atas, hal-hal yang terdapat dalam institusi masyarakat sengaja dibangun oleh masyarakat itu sendiri melalui suatu interaksi. Semua interaksi itu dilakukan berdasarkan defenisi subjektif dari setiap anggota masyarakat yang selanjutnya ditegaskan secara berulang-ulang dan menjadi suatu nilai objektif bagi masyarakat. Realitas sosial dibagi menjadi tiga macam realitas menurut Berger dan Luckmann (Bungin, 2007: 192) yaitu : 1. Realitas Objektif yaitu realitas yang dibentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar diri individu dan realitas ini dianggap kenyataan. 2. Realitas Simbolis yaitu ekspresi simbolis dari realitas objektif dalam berbagai bentuk. 3. Realitas Subjektif yaitu realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis ke dalam individu melalui proses internalisasi. Realitas sosial ini juga terbentuk dalam 3 tahap yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Proses ekternalisasi adalah penyesuaian diri dengan dunia sosio-kultural sebagai produk manusia. Objektivasi yaitu interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusional. Internalisasi adalah individu. Universitas Sumatera Utara.

(43) 31. mengidentifikasikan diri dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya. Ketiga tahap ini menghasilkan suatu konstruksi kenyataan sosial yang merupakan hasil ciptaan manusia. Realitas sosial itu ‘ada’ dapat dilihat dari subjektivitas ‘ada’ itu sendiri, dan dunia objektivitas di sekeliling realitas sosial itu. Setiap individu tidak hanya dilihat dari kediriannya, tetapi mereka juga dapat dilihat dari mana ‘kedirian’ tersebut berada, bagaimana individu tersebut menerima dan mengaktualisasikan diri individu tersebut serta seperti apa lingkungan menerimanya. Sehingga konstruksi sosial sangat terkait dengan kesadaran manusia terhadap realitas sosial itu. Oleh karena itu, kesadaran merupakan hal yang paling penting dalam konstruksi sosial. Pada akhirnya, realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu, baik didalam maupun diluar realitas tersebur. Realitas sosial itu memiliki makna, manakala realitas sosial dikonstruksi dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara objektif. Individu mengkonstruksi realitas sosial, dan merekonstruksikannya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya. Menurut Saussure, persepsi dan pandangan kita tentang sebuah realitas akan dikonstruksikan oleh kata-kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial. Menurut Paul Watson, pendiri Greenpeace, kebenaran yang dianut oleh media massa bukanlah sebuah kebenaran yang sejati, tetapi sesuatu yang dianggap masyarakat sebagai sebuah kebenaran. (Sobur, 2004:87) Pada dasarnya, Isi media merupakan hasil para pekerja media mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya. Isi media pada hakikatnya adalah hasil dari konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasar. Bahasa tidak hanya saja sebagai alat merepresentasikan sebuah realitas namun juga bahasa dapat menentukan relif seperti apa. Universitas Sumatera Utara.

(44) 32. yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas. Oleh karena itu, media massa mempunyai sebuah peluang yang sangat besar dalam mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya (Sobur, 2004:88). Penggunaan bahasa tertentu sangat jelas berimplikasi terhadap kehadiran makna tertentu. Setiap pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas akan turut menentukan bentuk sebuah konstruksi realitas yang sekaligus akan menentukan makna yang akan muncul dari bahasa itu sendiri. Hamad mengatakan bahwa bahasa bukan hanya mampu mencerminkan realitas, tetapi dapat pula menciptakan sebuah realitas. Bahasa merupakan sebuah unsur utama dalam sebuah konstruksi realitas dan merupakan instrumen pokok dalam menceritakan sebuah realitas (Sobur, 2004:90).. 2.3.5 Semiotika 2.3.5.1 Pengertian dan Macam-macam Semiotika Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata yunani Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu–yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya–dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk adanya hal lain. Contohnya asap menandai adanya api, sirene mobil yang keras meraung-raung menandai adanya kebakaran di sudut kota. Secara terminologis, semiotika diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Pada dasarnya, analisis semiotika merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks, narasi/wacana tertentu. (Wibowo, 2011:5). Konsep dasar yang menyatukan tradisi semiotika ini adalah „tanda‟ yang diartikan sebagai a stimulus designating something other than itself (suatu stimulus yang. Universitas Sumatera Utara.

(45) 33. mengacu pada sesuatu yang bukan dirinya sendiri). Menurut John Powers, pesan memiliki tiga unsur, yaitu tanda dan simbol, bahasa, dan wacana (discourse) (Morrisan, 2010:173). Charles Morris memudahkan kita memahami ruang lingkup kajian semiotika. Menurutnya, kajian semiotika dapat dibedakan ke dalam tiga cabang penyelidikan (branches of inquiry), yakni (Wibowo, 2011:4): 1. Sintaktik (syntactic) atau sintaksis (syntax): suatu cabang penyelidikan semiotika yang mengkaji “hubungan formal diantara satu tanda dengan tanda-tanda yang lain. 2. Semantik (semantics): suatu cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari “hubungan diantara tanda-tanda dengan designata atau objek- objek yang diacunya. Designata: tanda-tanda sebelum digunakan di dalam tuturan tertentu. 3. Pragmatik (pragmatics): suatu cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari “hubungan diantara tanda-tanda dengan interpreter-interpreter atau para pemakainya.. Sekurang-kurangnya terdapat sembilan macam semiotika yang kita kenal sekarang, yaitu (Pateda dalam Sobur, 2004 : 100-101): 1. Semiotika analitik, yakni semiotik yang menganalisis sistem tanda. Charles S. Pierce menyatakan bahwa semiotik berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, objek, dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu kepada objek tertentu. 2. Semiotika deskriptif, yakni semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti. Universitas Sumatera Utara.

(46) 34. yang disaksikan sekarang. Misalnya, langit yang mendung menandakan bahwa hujan tidak lama lagi akan turun, dulu hingga sekarang tetap seperti itu. 3. Semiotika faunal (zoosemiotic), yakni semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Hewan biasanya menghasilkan tanda untuk berkomunikasi antara sesamanya, namun juga sering menghasilkan tanda yang dapat ditafsirkan manusia. Misalnya, seekor ayam betina yang berkotekkotek menandakan ayam itu telah bertelur atau ada sesuatu yang ia takuti. 4. Semiotika kultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. Budaya yang terdapat dalam masyarakat yang juga merupakan sistem itu, menggunakan tanda-tanda tertentu yang membedakannya dengan masyarakat yang lain. 5. Semiotika naratif, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore). Telah diketahui bahwa mitos dan cerita lisan, ada di antaranya memiliki nilai kultural tinggi. 6. Semiotika natural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. Air sungai keruh menandakan di hulu telah turun hujan, dan daun pohon-pohonan yang menguning lalu gugur. 7. Semiotika normatif, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalulintas. Di ruang kereta apai sering dijumpai tanda yang bermakna dilarang merokok. 8. Semiotika sosial, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Dengan kata lain, semiotik sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa.. Universitas Sumatera Utara.

(47) 35. 9. Semiotika Struktural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.. 2.3.5.2 Tokoh-tokoh Semiotika 1. Charles S. Pierce Charles Sanders Pierce merupakan tokoh yang menjadi pendiri pragmatisme. Pierce terkenal karena teori tandanya. „Tanda‟, menurut Pierce adalah “…something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Definisi Pierce menunjukkkan peran „subjek‟ (somebody) sebagai bagian tak terpisahkan dari proses signifikasi. Model triadic yang digunakan Pierce (representamen + object + interpretant = sign) memperlihatkan peran besar subjek ini dalam proses transformasi bahasa. melihat Rumus sederhana Pierce menyalahi kenyataan tentang adanya suatu fungsi tanda: tanda A menunjukkan suatu fakta (atau objek B), kepada penafsirnya yaitu C. Oleh karena itu, suatu tanda tidak pernah berupa suatu entitas yang sendirian, tetapi memiliki ketiga aspek tersebut. Pierce mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari Kepertamaan, objeknya adalah Kekeduaan, dan penafsirnya–unsur pengantara–adalah contoh Keketigaan. Bagi Pierce, sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Pierce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi (Sobur, 2004:41): 1. Hubungan penalaran dengan jenis penandanya: a. Qualisigns : penanda yang bertalian dengan kualitas, adalah tanda-tanda yang merupakan tanda berdasarkan suatu sifat.. Universitas Sumatera Utara.

Gambar

Gambar 2.3 Peta Tanda Roland Barthes
Ilustrasi Rubrik 1
Gambar 4.7  Penanda  Petanda
Ilustrasi Rubrik 2
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 5.12 : Frekuensi responden memerhatikan Duta Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai Bali 2019 menguasai informasi yang disampaikan terkait fasilitas Bandar Udara

Data sekunder pada penelitian ini menggunakan library research, diamana dalam penelitian ini beberapa teori dilakukan melalui buku- buku, jurnal terdahulu, skripsi

Penulis tertarik untuk meneliti efektifitas dari akun media sosial Instagram dalam memenuhi kebutuhan informasi akademik mahasiswa Fakultas Komunikasi dan Bisnis

Judul yang penulis ambil adalah “Pengaruh Terpaan Pemberitaan Demo 212 di Televisi Terhadap Sikap Pemilih Pemula Dalam Menentukan Pilihan di Pilkada DKI Jakarta

IMPLEMENTASI KODE ETIK JURNALISTIK DALAM RUBRIK LAPORAN UTAMA MAJALAH SUARA HIDAYATULLAH Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui bagaimmana analisis model pembelajaran kooperatif terhadap

Salah satu cara untuk melihat keberadaan DarkJokes ini adalah ketika satu pengguna yang melontarkan kalimat hinaan di kolom komentar ataupun konten yang bersifat

Peneliti akan menggunakan analisis regresi linier sederhana untuk melihat besaran nilai dari variabel dependen (terpaan media pada layanan email newsletter milik