• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL PENELITIAN UNGGULAN DANA ITS TAHUN 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROPOSAL PENELITIAN UNGGULAN DANA ITS TAHUN 2020"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL

PENELITIAN UNGGULAN

DANA ITS TAHUN 2020

PEMODELAN DAN PEMETAAN IKLIM MIKRO

BERBASIS 3D CITY MODEL

UNTUK MENDUKUNG PENATAAN PENGGUNAAN LAHAN

Tim Peneliti:

Hepi Hapsari Handayani, S.T., M.Sc., Ph.D (Teknik Geomatika/FTSPK)

Ary Mazharuddin Shiddiqi, S.Kom, M.Comp.Sc., Ph.D (Teknik Informatika / FTEIC)

Agung Budi Cahyono, ST, MSc, DEA (Teknik Geomatika/FTSPK)

Husnul Hidayat, ST, MT (Teknik Geomatika/FTSPK)

Zenda Mergita Firdaus (Teknik Geomatika/FTSPK)

Norma Fauziah (Teknik Geomatika/FTSPK)

Muhammad Harissalam (Teknik Geomatika/FTSPK)

DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

2020

(2)

2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI ... 2 DAFTAR TABEL ... 3 DAFTAR GAMBAR ... 4 DAFTAR LAMPIRAN ... 5 BAB I. RINGKASAN ... 6

BAB II. LATAR BELAKANG ... 7

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

3.1. Urban Heat Island ... 11

3. 2. 3D City Model dan Iklim Mikro ... 12

3.3. Iklim Mikro ... 13

3.3.1. Suhu Udara ... 14

3.3.2. Kelembaban Udara ... 14

3.3.3. Angin ... 14

3.4. Penggunaan Lahan (Landuse) ... 15

3.5. Tata Guna Lahan ... 15

3.6. Geometri 3D City Model ... 16

3.6.1. Metode Semi Automatis ... 17

3.7. Pemodelan Iklim Mikro ... 18

BAB IV. METODE ... 19

4.1 Lokasi Penelitian ... 19

4.2 Data dan Peralatan ... 19

4.3 Diagram Alir Penelitian ... 20

4.3.1. Tahapan Penelitian ... 20

4.3.2. Diagram Alir Pengolahan Data LiDAR (Tahun ke-1) ... 21

4.3.3. Diagram Alir Pemodelan Kota Tiga Dimensi (Tahun ke-1) ... 23

4.3.4. Diagram Alir Pemodelan dan Pemetaan Iklim Mikro... 23

4.4. Pembagian Tugas dan Luaran Penelitian ... 24

BAB V. JADWAL DAN RANCANGAN ANGGARAN BIAYA ... 26

5.1. Jadwal ... 26

5.2. Rancangan Anggaran Biaya (RAB) ... 26

BAB VI. DAFTAR PUSTAKA ... 29

BAB VII. LAMPIRAN ... 32

(3)

3

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal penelitian ... 26 Tabel 2. Luaran penelitian ... 26

(4)

4

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pola Temperatur Udara yang terindikasi terjadi kawasan Urban Heat Island ... 11

Gambar 2. Hubungan antara UHI dan desain bangunan kota ... 12

Gambar 3. Road map penelitian untuk pemodelan dan pemetaan mikro iklim berbasis 3D city model ... 13

Gambar 4. Tipe atap... 16

Gambar 5. 3D city model ... 17

Gambar 6. Model 3D dari Yarmouk University ... 17

Gambar 7. Lokasi penelitian ... 19

Gambar 8. Diagram alir penelitian ... 21

Gambar 9. Pengolahan data LiDAR ... 22

Gambar 10. Diagram alir pembuatan 3D city model ... 23

(5)

5

DAFTAR LAMPIRAN

(6)

6

BAB I. RINGKASAN

Kota Surabaya memiliki kedudukan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) sehingga memiliki prospek perkembangan yang sangat pesat. Penduduk di Kota Surabaya pun terus mengalami peningkatan yang mengakibatkan tingginya konsumsi energi baik untuk keperluan rumah tangga, industri, maupun transportasi. Selain itu, penggunaan lahan yang menunjang aktivitas manusia akan bergeser dari keperluan pertanian menjadi keperluan tempat tinggal. Perubahan tutupan lahan ini akan berdampak pada berubahnya kondisi iklim dan cuaca di kawasan perkotaan. Urban Heat Island (UHI) merupakan fenomena dimana suhu udara maupun suhu permukaan yang lebih tinggi di daerah perkotaan dibanding daerah penyangga maupun pedesaan karena urbanisasi. Tingginya suhu permukaan dan suhu udara keseluruhan disebabkan oleh tergantikannya wilayah terbuka hijau oleh beton, jalan, bangunan serta kenampakan lain hasil buatan manusia Oleh karena itu, diperlukan evaluasi serta perencanaan tata guna lahan yang memperhitungkan dampak UHI yang akan terjadi. Konsep Urban Micro Climate Model atau model iklim mikro menjadi solusi dalam perencanaan tata guna lahan untuk menjawab permasalahan ini, konsep pemodelan landskap ini melibatkan faktor arah dan kecepatan angin, kelembaban udara, paparan sinar dan panas. Dalam konteks ini, pemetaan iklim mikro dalam pemodelan tiga dimensi (3D) memberikan harapan baru untuk penataan penggunaan lahan. Pemodelan 3D didefinisikan sebagai model digital dari wilayah urban yang termasuk didalamnya adalah kontur permukaan tanah, situs, bangunan, vegetasi, infrastruktur, elemen lanskap dan semua fitur yang berhubungan dengan wilayah urban. Melalui penelitian ini akan dilakukan pemodelan 3D iklim mikro di Surabaya dengan studi area Unit Pengembangan (UP) VI Tunjungan yang terdiri dari Kecamatan Simokerto, Kecamatan Bubutan, Kecamatan Tegalsari dan Kecamatan Genteng. Profil daerah tersebut dikembangkan untuk wilayah komersial pusat perbelanjaan, perkantoran, pemerintahan, perdagangan dengan bangunan tinggi. Adapun kepadatan penduduk mencapai 21.000 jiwa per km2, menandakan pada wilayah tersebut merupakan kepadatan sangat tinggi.

Pembuatan 3D city model menggunakan metode CityGML berbasis data Light Detection and Ranging (LiDAR) dan foto udara. LiDAR memberikan informasi ketinggian obyek baik bangunan dan vegetasi. Foto udara digunakan untuk mendapatkan informasi penggunan lahan, kerapatan vegetasi maupun densitas bangunan. Variasi temporal suhu, kelembaban relatif, kecepatan angin dan arah angin dari hari-hari biasa selama musim panas menjadi parameter dalam pemodelan iklim mikro. Untuk konstruksi volume elemen bangunan, Digital Surface Model (DSM) 25 cm dan Digital Elevation Model (DEM) 40 cm digunakan dalam kombinasi dengan footprint masing-masing bangunan berdasarkan foto udara resolusi 8 cm.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memberikan kepada masyarakat dan juga pemerintah informasi spasial berupa peta iklim mikro dengan platform tiga dimensi yang menarik secara visual, mengingat masih terbatasnya peta yang memberikan informasi berupa hasil analisa iklim mikro suatu wilayah, khususnya dalam bentuk tiga dimensi. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan langkah menuju menghubungkan distribusi spatio-temporal dari suhu udara perkotaan yang disimulasikan dengan fasad bangunan. Dampak suhu udara perkotaan pada fasad bangunan dan bagaimana gradasi suhu terkonfigurasi di ruang 3D, melalui tiga skenario vegetasi dan kepadatan bangunan yang berbeda juga dianalisis. Diharapkan hasil dari penelitian ini akan memberikan evaluasi terhadap penggunaan lahan yang telah ada (existing) serta memberikan peta rencana berupa simulasi tiga dimensi yang mendetail dengan mempertimbangkan faktor dan parameter dari iklim mikro yang ideal, sehingga jika diterapkan dapat memberikan lingkungan yang nyaman dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan sehat bagi penduduk serta warga sekitar dalam beraktivitas sehari- hari.

(7)

7

BAB II. LATAR BELAKANG

Urban Heat Island (UHI) merupakan fenomena dimana suhu udara maupun suhu

permukaan yang lebih tinggi di daerah perkotaan dibanding daerah penyangga maupun

pedesaan karena urbanisasi (Voogt J.A, dkk, 2003). Penyebaran perkotaan, yang terkait erat

dengan pemanasan global, telah menyebabkan serangkaian bahaya lingkungan yang diketahui

tetapi sulit diatasi. Beberapa penyebab paling signifikan dari UHI dapat berupa emisi panas

antropogenik, polusi, dan konsumsi energi dalam suatu kota (Santamouris et al., 2011),

berkurangnya kecepatan angin yang disebabkan oleh struktur lingkungan yang dibangun,

penggunaan lahan yang intensif dan kepadatan tinggi di daerah perkotaan dikombinasikan

dengan bangunan dengan massa termal tinggi dan sifat penahan panas, kurangnya penghijauan

dan keberadaan bahan albedo rendah pada bangunan fasad eksternal dan permukaan jalan

(O'Malleya et al., 2015).

Tingginya suhu permukaan dan suhu udara keseluruhan disebabkan oleh

tergantikannya wilayah terbuka hijau oleh beton, jalan, bangunan serta kenampakan lain hasil

buatan manusia, fenomena ini sudah tidak asing lagi ditemui pada daerah urban atau perkotaan

(Aflaki dkk. 2015; Guattari dkk. 2018; Schrijvers dkk. 2015). Suhu udara yang lebih tinggi

juga dapat menyebabkan meningkatnya konsumsi energi yang pada akhirnya meningkatkan

polusi pada pembangkit listrik dan emisi gas rumah kaca (Handis M., 2019). Mengingat

kompleksitas lingkungan perkotaan dan masalah perkotaan yang muncul, kebutuhan akan

adaptasi dan perubahan semakin menjadi penting. Koneksi antara ekosistem dan kota-kota

harus ada sebagai cara pembangunan berkelanjutan. Di sisi lain, ruang terbuka yang terbatas,

kurangnya ruang hijau, kepadatan bangunan yang tinggi, kepadatan bangunan, kualitas udara

yang buruk dan kemacetan lalu lintas dapat menyebabkan degradasi lingkungan perkotaan

(Makropoulou, 2017). Karena itu penghijauan kota-kota, sebagai bagian dari konsep

bioklimatik tentang lingkungan yang dibangun, bisa menjadi cara untuk mengurangi UHI.

Hasil dari teknik peningkatan iklim mikro yaitu pertumbuhan vegetasi akan menjadi

peningkatan kondisi kenyamanan lingkungan. Selain itu, keberadaan vegetasi dapat

berkontribusi untuk mendinginkan lingkungan perkotaan melalui proses evapotranspirasi.

Bayangan dedaunan pohon juga dapat mengontrol radiasi matahari karena radiasi insiden

diserap melalui proses fotosintesis (Dimoudi, et al., 2003).

Istilah klim mikro kota menandakan variasi lokal untuk angin, kelembaban, radiasi

matahari dan suhu, yang dipengaruhi oleh parameter morfologi perkotaan (infrastruktur,

vegetasi, material permukaan manmade). Faktor-faktor kunci, seperti perkembangan perkotaan

akibat ekspansi populasi manusia yang cepat dan suhu tinggi UHI yang sering terjadi, pada

dekade terakhir, mempengaruhi iklim mikro perkotaan dan kondisi luar ruang kenyamanan

manusia (Chatzinikolaou dkk. 2018).

Salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki aktivitas urbanisasi dan pembangunan

yang pesat adalah kota Surabaya. Kota Surabaya memiliki kedudukan sebagai Pusat Kegiatan

Nasional (PKN) dengan fungsi sebagai pusat pelayanan produksi, distribusi barang dan jasa

dan memiliki prospek perkembangan yang sangat pesat (Inventarisasi Emisi Kota Surabaya,

2013). Data jumlah penduduk pada tahun 2012 yaitu 3.104.584 jiwa, dimana sejak tahun 2000

peningktan penduduk sebesar 9,7%, dengan kepadatan penduduk rata-rata 417.586 per km

2

,

meningkatnya jumlah populasi penduduk akan mengakibatkan tingginya konsumsi energi baik

(8)

8

untuk keperluan rumah tangga, industri, maupun transportasi. Selain itu, penggunaan lahan

yang menunjang aktivitas manusia akan bergeser dari keperluan pertanian menjadi keperluan

tempat tinggal dan lainnya sehingga akan mengorbankan ruang terbuka yang banyak ditanami

berbagai vegetasi. Perubahan tutupan lahan ini akan berdampak pada berubahnya kondisi iklim

dan cuaca di kawasan perkotaan (Tursilowati, 2010).

Kontribusi emisi CO2 di Kota Surabaya berdasarkan kategori sumbernya meliputi

emisi titik (industri, rumah sakit, dan pusat perbelanjaan), area (SPBU, permukiman, bengkel,

bank, hotel restoran, konstruksi dan tempat pembuangan akhir), transportasi on road

(transportasi jalan yaitu kendaraan bermotor, terminal, dan area parkir), transportasi non-road

(kereta api dan pelabuhan) yang memiliki kontribusi emisi (hasil pembakaran fosil dan energi)

terhadap keberadaan UHI, dimana sumber titik menyumbang sebesar 6,34 %, area 18,66%,

transportasi on road 70,85%, transportasi non-road 4,16%. Sektor transportasi on-road menjadi

penyumbang emisi terbesar yang menghasilkan CO2 (polutan dan penyumbang panas di

kawasan perkotaan) (Pemerintah Kota Surabaya, 2013).

Oleh karena itu, diperlukan evaluasi serta perencanaan tata guna lahan yang

memperhitungkan dampak UHI yang akan terjadi. Konsep Urban Micro Climate Model atau

model iklim mikro menjadi solusi dalam perencanaan tata guna lahan untuk menjawab

permasalahan ini, konsep pemodelan landskap ini melibatkan faktor arah dan kecepatan angin,

kelembaban udara, paparan sinar dan panas matahari, serta parameter morfologi yang

terpengaruh (bangunan infrastruktur, vegetasi, serta permukaan material (Chatzinikolaou, dkk,

2018)

Menurut Bruse (1998), peta informasi berupa model iklim mikro telah banyak tersedia,

namun masih berupa peta landskap 2 dimensi. Dalam konteks ini, pemetaan iklim mikro dalam

bentuk peta konvensional dua dimensi tidak dapat diaplikasikan pada keperluan pemetaan

bangunan yang memiliki tinggi dan bentuk yang kompleks. Peta dua dimensi hanya

merepresentasikan kordinat (x,y) sedangkan untuk melakukan pemodelan iklim mikro pada

bangunan diperkotaan dibutuhkan niai tinggi (z). Dengan kata lain, peta dua dimensi terlalu

sederhana dan tidak cukup akurat karena tidak dapat menampilkan detail dari desain bangunan

beserta fiturnya (Ujang, dkk, 2018). Seiring berkembangnya teknologi, pemodelan tiga

dimensi memberikan harapan baru untuk perkembangan pemetaan kedepannya sekaligus

menjadi solusi atas keterbatasan produk pemodelan yang sebelumnya masih sebatas dua

dimensi. Pemodelan tiga dimensi didefinisikan sebagai model digital dari wilayah urban yang

termasuk didalamnya adalah kontur permukaan tanah, situs, bangunan, vegetasi, infrastruktur,

elemen lanskap dan semua fitur yang berhubungan dengan wilayah urban (Ujang, dkk, 2018).

Pemodelan tiga dimensi menjadi sebuah solusi yang dapat diandalkan dalam memodelkan

iklim mikro pada wilayah urban, dikarenakan pemodelan tiga dimensi mampu memberikan

visualisasi perbedaan elevasi pada fitur topografi, sekaligus struktur material penyusun dan

warna objek (Schobesberger D., dkk, 2007).

Penelitian terdahulu yang telah berhasil memberikan informasi iklim mikro pada

wilayah urban dalam platform 3D Model adalah Chatzinikolaou, dkk, (2018). Penelitiannya

memanfaatkan pemodelan menggunakan ENVI-met climate model untuk melakukan simulasi

iklim mikro pada daerah urban tepatnya di blok pemukiman Athens, Petralona. Penelitian yang

dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi keberadaan vegetasi terhadap kondisi temperatur

lingkungan pemukiman. Hasil penelitian tersebut memberikan rekomendasi sejumlah dua

(9)

9

model (Roof Greening dan Roadside Vegetation) yang merupakan hasil simulasi terhadap

desain penanaman vegetasi di wilayah studi, dan disimpulkan bahwa model simulasi yang

memberikan hasil terbaik dalam menurunkan suhu permukaan dan udara merupakan Model

Roadside Vegetation.

Melalui penelitian ini akan dilakukan pemodelan tiga dimensi iklim mikro (urban

micro climate) untuk menguji efek dari area yang perkotaan padat bangunan dibandingkan

dengan area tidak terbangun terhadap iklim mikro perkotaan. Untuk tujuan ini, penelitian ini

mencari tahu bagaimana suhu udara dan kondisi termal bervariasi berdasarkan pada lingkungan

yaitu vegetasi yang rendah di daerah gedung tinggi pusat perbelanjaan dibandingkan dengan

perumahan penduduk teratur serta permukiman penduduk tidak teratur (kampung). Untuk

alasan itu, wilayah Lokasi penelitian ini dilakukan di UP VI Tunjungan yang terdiri dari

Kecamatan Simokerto, Kecamatan Bubutan, Kecamatan Tegalsari dan Kecamatan Genteng

Secara umum, profil daerah tersebut ditandai oleh wilayah komersial untuk pusat perbelanjaan,

perkantoran, pemerintahan, perdagangan dengan bangunan tinggi (Pemerintah Kota Surabaya,

2014). Kepdatan penduduk mencapai 21.000 jiwa per km

2

, menandakan pada wilayah tersebut

merupakan kepadatan sangat tinggi (BPS Kota Surabaya, 2018). Terdapat juga daerah

permukiman padat penduduk serta permukiman yang teratur. Daerah bervegetasi yang terbatas

dengan jalan-jalan sempit yang berdekatan dengan jalan utama yang ramai, menjadi sumber

sumber polutan. Karena itu, fitur yang dipertimbangkan dan dianalisis adalah elemen

pembangun landskap. Kerapatan vegetasi, ketinggian bangunan dan jalan yang berdekatan juga

diperhitungkan sebagai parameter untuk model. Ketinggian bangunan dapat dianggap sebagai

hambatan untuk aliran angin, berpengaruh terhadap bayangan sehingga berakibat pada suhu

dan kondisi mikro.

Pembuatan 3D city model menggunakan metode CityGML berbasis data Light

Detection and Ranging (LiDAR) dan foto udara. LiDAR memberikan informasi ketinggian

obyek baik bangunan dan vegetasi. Foto udara digunakan untuk mendapatkan informasi

penggunan lahan, kerapatan vegetasi maupun densitas bangunan. Untuk tujuan model simulasi

iklim mikro, data mikroklimatik dari stasiun meteorologi terdekat digunakan, untuk

mengevaluasi bagaimana iklim mikro perkotaan dibuat pada kondisi saat ini dan bagaimana

vegetasi dapat meningkatkan kenyamanan termal. Variasi temporal suhu, kelembaban relatif,

kecepatan angin dan arah angin dari hari-hari biasa selama musim panas menjadi parameter.

Untuk konstruksi volume elemen bangunan, Digital Surface Model (DSM) 25 cm dan Digital

Elevation Model (DEM) 40 cm digunakan dalam kombinasi dengan footprint masing-masing

bangunan berdasarkan foto udara resolusi 8 cm.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memberikan kepada masyarakat dan

juga pemerintah informasi spasial berupa peta iklim mikro dengan platform tiga dimensi yang

menarik secara visual, mengingat masih terbatasnya peta yang memberikan informasi berupa

hasil analisa iklim mikro suatu wilayah, khususnya dalam bentuk tiga dimensi. Oleh karena

itu, penelitian ini merupakan langkah menuju menghubungkan distribusi spatio-temporal dari

suhu udara perkotaan yang disimulasikan dengan fasad bangunan. Dampak suhu udara

perkotaan pada fasad bangunan dan bagaimana gradasi suhu terkonfigurasi di ruang 3D,

melalui tiga skenario vegetasi dan kepadatan bangunan yang berbeda juga dianalisis.

Diharapkan hasil dari penelitian ini akan memberikan evaluasi terhadap penggunaan lahan

yang telah ada (existing) serta memberikan peta rencana berupa simulasi tiga dimensi yang

(10)

10

mendetail dengan mempertimbangkan faktor dan parameter dari iklim mikro yang ideal,

sehingga jika diterapkan dapat memberikan lingkungan yang nyaman dan sehat bagi penduduk

serta warga sekitar dalam beraktivitas sehari- hari.

(11)

11

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Urban Heat Island

Urban Heat Island adalah karakteristik panasnya daerah urban dibandingkan dengan daerah nonurban. Secara umum, Urban Heat Island mengacu pada pertambahan suhu udara, tetapi juga bias mengacu pada panas relatif permukaan atau material sub permukaan. Urban Heat Island adalah perubahan iklim akibat ketidakhati-hatian karena modifikasi atmosfer dan permukaan pada daerah urban. Urban Heat Island mempunyai implikasi penting bagi kenyamanan manusia, polusi udara urban, manajemen energy dan perencanaan kota. Urban Heat Island di kota beriklim panas sangat tidak memungkinkan karena menyebabkan makin banyaknya energy yang habis untuk mendinginkan, meningkatkan ketidaknyamanan manusia dan meningkatkan konsentrasi polusi udara. Tingkat urbanisasi yang tinggi di negara berkembang berarti bahwa jumlah manusia yang akan dipengaruhi oleh Urban Heat Island akan semakin bertambah (Voogt, 2002).

Heat island adalah suatu fenomena dimana suhu udara kota yang padat bangunan lebih tinggi daripada suhu udara terbuka di sekitarnya baik di desa maupun pinggir kota. Pada umumnya suhu udara tertinggi akan terdapat di pusat kota dan akan menurun secara bertahap ke arah pinggir kota sampai ke desa. Suhu tahunan rata-rata di kota lebih besar sekitar 3°C dibandingkan dengan pingir kota (Landsberg,1981).

Gambar 1. Pola Temperatur Udara yang terindikasi terjadi kawasan Urban Heat Island (Noviyanti, 2016)

Transformasi kota-kota besar ke pulau-pulau panas adalah salah satu hasil yang paling penting dari perubahan iklim mikro. Beberapa faktor iklim yang penting (seperti curah hujan, suhu, kelembaban relatif, dan persentase kekeruhan) yang mengidentifikasi intensitas pulau panas perkotaan. Panas perkotaan lebih tinggi terutama disebabkan karena panas antropogenik dibebaskan dari kendaraan, pembangkit listrik, AC dan sumber panas lainnya, dan karena panas yang tersimpan dan dipancarkan oleh struktur perkotaan besar dan kompleks (Ghazanfari et al., 2009).

Pada kota yang tumbuh dan berkembang, faktor-faktor baru dapat mengubah iklim lokal kota. Guna lahan, jumlah penduduk, aktivitas industri dan transportasi, serta ukuran dan struktur kota, adalah faktor-faktor yang terus berkembang dan mempengaruhi iklim perkotaan (Noviyanti, 2016).

Menurut Juju, 2013 banyak gedung di kota besar dibangun dengan material yang menyerap panas dan memantulkan panas, seperti beton dan kaca. Banyaknya gedung yang tinggi juga menyebabkan aliran angin tidak lancar bahkan cenderung menghalangi aliran angin normal didaerah tersebut. Sehingga, udara panas yang seharusnya bisa mengalir keluar dari daerah tersebut tetap berada didaerah tersebut dan meningkatkan suhu daerah tersebut. Banyaknya jalanan beraspal juga menjadi salah satu penyebab meningkatnya suhu di suatu kota. Aspal dikenal sebagai material yang mampu menyimpan panas dalam waktu yang lama. Sehingga, panas yang timbul akibat sinar matahari dan juga

(12)

12

yang diperburuk oleh kondisi gedung dikota tersebut, tersimpan dalam jalanan beraspal (Noviyanti, 2016).

Gambar 2 menunjukkan hubungan antara UHI dan desain bangunan kota. Terbukti bahwa bentuk-bentuk perkotaan mempengaruhi iklim mikro perkotaan (Givoni, 1998), dan perubahan-perubahan di lingkungan perkotaan ini akan menghasilkan peningkatan konsumsi energi (Santamouris, 2013). Seperti Oke (1982) berpendapat, klimatologi perkotaan dapat menjadi ilmu yang lebih prediktif di mana temuan dapat menjadi parameter dalam perencanaan dan desain perkotaan (Oke, 1982).

(Mills, 1999) mengusulkan bahwa dengan meneliti hubungan antara bentuk-bentuk perkotaan dan iklim, stakeholder dapat menggunakan hasil klimatologi perkotaan ke dalam pedoman desain perkotaan. Oleh karena itu, desain perkotaan dapat membantu untuk mengurangi efek UHI. Pekerjaan utama pada penelitian bentuk-bentuk perkotaan adalah mengumpulkan dan mengevaluasi secara sistematis semua faktor bentuk perkotaan yang dapat berdampak pada pembangunan konsumsi energi.

Gambar 2. Hubungan antara UHI dan desain bangunan kota (Ujang, 2018).

3. 2. 3D City Model dan Iklim Mikro

Tidak ada keraguan bahwa UHI merupakan masalah yang berkembang di lingkungan terbangun, karena retensi energi oleh bahan permukaan bangunan padat, yang menyebabkan peningkatan suhu, polusi udara, dan konsumsi energi. Untuk memahami UHI, informasi 3D dari lingkungan perkotaan sangat penting untuk menganalisis feature perkotaan yang kompleks, termasuk kelompok bangunan yang padat. Informasi geometri bangunan 3D dapat dikombinasikan dengan informasi permukaan perkotaan 2D dan dapat memeriksa hubungan antara karakteristik perkotaan dan suhu.

Bahan bangunan, seperti beton dan aspal, menyerap energi panas pada siang hari dan melepaskannya pada waktu malam hari menyebabkan suhu di area bangunan padat lebih tinggi daripada di daerah pinggiran kota dan pedesaan (Lei et al., 2016). Energi panas yang disimpan oleh struktur perkotaan yang kompleks adalah salah satu alasan utama timbulnya suhu permukaan yang tinggi. UHI berdampak buruk pada populasi perkotaan, dengan menginduksi tekanan panas dan masalah kesehatan, dan memperburuk kualitas udara melalui pembentukan ozon troposferik.

Untuk meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana karakteristik perkotaan mempengaruhi suhu permukaan, kita dapat menganalisis berapa banyak panas yang diserap oleh bangunan menggunakan model 3D. Untuk memodelkan hubungan ini, informasi seperti bahan bangunan sedang digunakan untuk analisis penyerapan matahari. Selain itu, informasi geografis yang menentukan lokasi bangunan dapat digunakan untuk analisis orientasi. Gambar 3 berikut merupakan

(13)

13

road map yang dilakukan pada penelitian ini dimana 3D city model dapat mendukung pemodelan dan pemetaan iklim mikro perkotaan.

Gambar 3. Road map penelitian untuk pemodelan dan pemetaan mikro iklim berbasis 3D city model 3.3. Iklim Mikro

Iklim mikro merupakan kondisi iklim pada suatu ruang yang sangat terbatas (kecil), yang dipengaruhi oleh radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara dan curah hujan. Unsur-unsur iklim mikro memiliki peranan yang penting dalam menentukan kenyamanan suatu wilayah/kawasan karena unsur-unsur iklim tersebut secara langsung mempengaruhi kegiatan/aktivitas manusia yang berada di dalamnya (Brown dan Gillespie, 1995). Menurut Laurie (1986) iklim ideal bagi manusia adalah udara yang bersih dengan suhu udara kurang lebih 27°C sampai dengan 28°C, dan kelembaban udara antara 40% sampai dengan 75%, udara yang tidak terperangkap dan tidak berupa angin kencang, serta keterlindungan terhadap hujan.

Menurut Miller (1970) dalam Margaretha (2007) menyatakan bahwa iklim mikro banyak dipengaruhi oleh faktor lokal diantaranya karakteristik vegetasi, badan air yang kecil seperti danau, juga aktivitas manusia dapat mengubah kemurnian pada iklim mikro pada udara dan permukaan. Beberapa faktor pengendali iklim mikro diantaranya intensitas energi radiasi matahari, albedo permukaan yang bervariasi dengan warna komposit dan karakteristiknya ada permukaan bumi, distribusi daratan atau lautan dan pengaruh pegunungan atau bentuk topografi dan angin.

Unsur-unsur iklim mikro terdiri dari penerimaan radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan dan arah angin. Unsur-unsur iklim tersebut mudah terpengaruh oleh perubahan pemanasan dan pendinginan permukaan tanah dan tumbuhan sekitar (Handoko, 1994). Dalam Brown dan Gillespie (1995), dinyatakan bahwa unsur-unsur iklim memiliki peranan yang penting, dalam menentukan kenyamanan suatu wilayah/kawasan. Unsur-unsur iklim mikro yang mempengaruhi kenyamanan manusia sebagai berikut.

(14)

14 3.3.1. Suhu Udara

Suhu udara dikatakan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer dan merupakan unsur iklim yang sangat penting. Suhu udara ini berubah sesuai dengan tempat dan waktu. Fluktuasi suhu udara berkaitan erat dengan proses pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer. Serapan energi radiasi matahari oleh bumi akan menyebabkan suhu udara meningkat. Pada variasi diurnal, suhu maksimum tercapai beberapa saat setelah radiasi maksimum (Handoko, 1994).

Suhu dipermukaan dipengaruhi oleh beberapa faktor: (1) jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari, dan per musim; (2) pengaruh daratan atau lautan; (3) pengaruh ketinggian tempat, Braak memberikan rumusan sebagai berikut: makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut maka suhu akan semakin rendah; (4) pengaruh angin secara tidak langsung; (5) tipe tutupan lahan, tanah yang ditutupi vegetasi yang memiliki suhu udara lebih rendah daripada tanah tanpa vegetasi; (6) pengaruh panas laten, yaitu panas yang disimpan dalam atmosfer; (7) tipe tanah, tanah yang gelap indeks suhunya lebih tinggi; (8) pengaruh sudut datang sinar matahari, sinar yang tegak lurus akan membuat suhu udara lebih panas daripada yang datangnya miring (Kartosapoetra, 2006).

Di daerah tropis, manusia akan merasa relatif nyaman jika berada pada suhu udara sekitar 27-28°C. Suhu udara yang cukup panas pada suatu area selain karena radiasi matahari yang tinggi yaitu rata-rata 50%, juga karena pantulan dari perkerasan jalan, bangunan maupun pantulan perkerasan lainnya yang ada pada tapak (Laurie, 1986).

3.3.2. Kelembaban Udara

Menurut Handoko (1994), kelembaban udara dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi, maupun defisit tekanan uap air. Tekanan uap jenuh tergantung suhu udara, dimana semakin tinggi suhu udara maka kapasitas untuk menampung uap air dan kelembaban udara rendah. Kelembaban udara juga berhubungan dengan keseimbangan energi, karena merupakan ukuran banyaknya energi radiasi berupa bahang laten yang dipakai untuk menguapkan air terdapat di permukaan yang menerima radiasi. Makin banyak air yang diuapkan makin lembab udaranya (Lakitan,1994).

Kelembaban udara yaitu banyaknya kadar uap air yang ada di udara. Angka kelembaban relatif berkisar antara 0-100%, dimana 0% artinya udara kering, sedangkan 100% artinya udara jenuh dengan uap air, dimana akan terjadi titiktitik air. Keadaan kelembaban yang tertinggi ada di khatulistiwa, sedangkan yang terendah pada lintang 40°C, yang curah hujannya relatif kecil (Prawirowardoyo, 1996). Di Indonesia, kelembaban udara relatif ratarata harian atau bulanan relatif tetap sepanjang tahun, dengan kelembaban udara relatif tertinggi pada musim hujan dan terendah pada musim kemarau. Kelembaban udara relatif yang tinggi merupakan suatu kondisi lingkungan yang tidak nyaman bagi manusia. Kelembaban udara relatif yang ideal dimana manusia dapat beraktivitas dengan nyaman adalah sekitar 40-75% (Laurie, 1989). Walaupun peningkatan kelembaban udara di daerah tropis menyebabkan kenyamanan manusia berkurang, namun gerakan air akan menimbulkan kesejukan dari segi psikologis. Posisi suatu area terhadap elemen air mempengaruhi efek penyejukan air terhadap iklim mikro area tersebut, dimana area yang terletak pada sisi arah datangnya angin dari danau tidak akan mendapatkan keuntungan dari efek penyejukan oleh angin yang bertiup melintasi danau (Brooks, 1988). 3.3.3. Angin

Angin merupakan gerakan atau perpindahan massa udara dari satu tempat ke tempat yang lain secara horizontal. Massa udara adalah udara dalam ukuran yang sangat besar yang mempunyai sifat fisik (suhu udara dan kelembaban udara) yang seragam dalam arah yang horizontal (Kartasapoetra,

(15)

15

2006). Angin dapat bergerak secara horizontal maupun vertikal dengan kecepatan yang bervariasi dan berfluktuasi secara dinamis. Faktor pendorong bergeraknya massa udara adalah perbedaan tekanan udara antara satu tempat dengan tempat lainnya. Angin selalu bertiup dari tempat dengan tekanan udara tinggi ke tempat dengan tekanan udara yang lebih rendah (Lakitan, 1994).

3.4. Penggunaan Lahan (Landuse)

Menurut Lillesand dan Kiefer, penggunaan lahan merupakan perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan dan berhubungan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tersebut, sedangkan menurut Sitorus penggunaan lahan (landuse) adalah penggunaan utama atau penggunaan utama dan kedua (apabila merupakan penggunaan berganda) dari sebidang lahan seperti lahan pertanian, lahan hutan, padang rumput, dan sebagainya. Jadi lebih merupakan tingkat pemanfaatan oleh masyarakat. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan atas tegalan, sawah, kebun, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan sebagainya, sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dibedakan kedalam penggunaan kota atau desa (pemukiman), industry, pertambangan dan sebaganya (Sulistiawali, 2015).

Menurut Barlowe (1978) faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor fisik dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan faktor institusi (kelembagaan). Faktor fisik dan biologis mencakup kesesuaian dari sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor pertimbangan ekonomi dicirikan oleh keuntungan, keadaan pasar dan transportasi. Faktor institusi dicirikan oleh hukum pertanahan, keadaan politik, keadaan sosial dan secara administrasi dapat dilaksanakan.

3.5. Tata Guna Lahan

Tata guna lahan penting untuk melihat kesesuaian lahan dalam perenv=canaan penggunaan lahan, karena lahan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dimana aktivitas manusia sangat berkaitan dengan penggunaan lahan maka dari itu perlu adanya dasar-dasar perencanaan tata guna lahan agar manusia dapat memanfaatkan lahan sesuai dengan potensi yang dimiliki lahan tersebut dengan baik. Adapun perencanaan tata guna lahan meliputi (Hardjowigene, 2011):

a. Penilaian secara sistematis potensi tanah dan air b. Mencari alternative-alternatif penggunaan lahan terbaik

c. Menilai kondid ekonomi, sosial dan lingkungan agar dapat memilih dan menetapkan tipe penggunaan lahan paling menggantungkan, memenuhi keinginan masyarakat dan dapat menjaga tanah agar tidak mengalami kerusakan.

Perencanaan tataguna lahan penting untuk mengetahui potensi lahan yang seharunya dimanfaatkan, banyak penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan potensinya. Akibatnya lahan pertanian setiap tahunnya mengalami perubahan, perubahan lahan biasanya dilakukan oleh manusia dari waktu ke waktu seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia. Lahan merupakan sumber daya alam yang hampir tidak terbaharui dan jumlahnya terbatas, padahal jumlah manusia yang ingin menggunakan lahan terus menerus bertambah. Pertambahan penduduk dunia sebesar 2% pertahun. Selain itu, meningkatnya kesejahteraan penduduk juga dapat meningkatkan kebutuhan akan lahan. Kebutuhan lahan setiap tahunya meningkat perlu adanya fokus perencanaan tataguna lahan menyangkut empat unsur pokok, yaitu rakyat, lahan, teknologi, dan keterpaduan. Penggunaan lahan yang tidak memperdulikan kemampuan lahan tersebut akan menimbulkan masalah terhadap lahan yang penggunaannya tidak sesuai, maka dari itu perlu adanya evaluasi kesesuaian lahan (Hardjowigene, 2011).

Menurut Winoto, faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian antara lain:

(16)

16

1. Faktor Kependudukan. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan permintaan tanah. Selain itu, peningkatan taraf hidup masyarakat juga turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan.

2. Faktor ekonomi, yaitu tingginya land rent yang diperoleh aktivitas sektor non pertanian dibandingkan sektor pertanian. Rendahnya insentif untuk bertani disebabkan oleh tingginya biaya produksi, sementara harga hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi. Selain itu karena faktor kebutuhan keluarga petani yang terdesak oleh kebutuhan modal usaha atau keperluan keluarga lainnya.

3. Faktor sosial budaya, antara lain keberadaan hukum waris yang menyebabkan terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak memenuhi batas minimum skala ekonomi usaha yang menguntungkan.

4. Perilaku myopic, yaitu mencari keuntungan jangka pendek namun kurang memperhatikan jangka panjang dan kepentingan nasional secara keseluruhan. Hal ini antara lain tercermin dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang cenderung mendorong konversi tanah pertanian untuk penggunaan tanah non-pertanian.

5. Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum (Law Enforcement) dari peraturan-peraturah yang ada

3.6. Geometri 3D City Model

Model kota tiga dimensi (3D city model) adalah representasi digital dari permukaan bumi dan benda terkaitnya seperti bangunan, vegetasi, dan beberapa fitur buatan manusia milik daerah perkotaan. Model kota 3D pada dasarnya berisi model kota yang terkomputerisasi atau digital representasi grafis dari bangunan dan objek lain dalam 2,5 atau 3D. Secara umum tiga pendekatan dalam Geomatika digunakan untuk generasi model Virtual 3D City. Pendekatan pertama menggunakan teknik konvensional seperti data peta vektor, DEM, dan foto udara. Pendekatan kedua didasarkan pada resolusi tinggi citra satelit dengan pemindaian laser. Pada pendekatan ketiga, banyak peneliti menggunakan gambar terestrial dengan menggunakan fotogrametri jarak dekat dengan pemetaan DSM & tekstur (Singh dkk 2013).

Dalam pemodelan kota tiga dimensi, satu hal yang penting adalah pendefinisian dari tipe atap suatu bangunan. Berikut merupakan contoh tipe atap yang umum digunakan pada bangunan.

Gambar 4. Tipe atap (Zheng 2017)

Berikut merupakan contoh model kota 3D yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya. a. Model kota 3D menggunakan foto udara dan peta kadaster

(17)

17

Flamanc (2003) membuat rekonstruksi bangunan kerangka kerja untuk produksi model kota 3D dengan menggunakan foto udara dan peta kadaster. Mereka menguji model yang dihasilkan dengan data pendekatan.

Gambar 5. 3D city model (Flamanc dkk 2003)

b. Model kota 3D menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis)

Al-Hanbali dkk (2006) membuat model tiga dimensi untuk Universitas Yarmouk dengan menggunakan SIG dan fotogrametri.

Gambar 6. Model 3D dari Yarmouk University (Al-Hanbali dkk 2006)

c. Model kota 3D menggunakan Citra Satelit

Huang dkk (2008), mengusulkan metode untuk rekonstruksi objek dari satelit resolusi tinggi menggunakan teknik Monoplotting. Mereka menggunakan Rational Polynomial Coefficients (RPC) dan Digital Elevation Model (DEM) resolusi tinggi untuk mencapai geometri presisi tinggi dari objek tiga dimensi yang direkonstruksi. Sinar satelit menentukan RPC dan bayangan objek di tanah, menentukan dari sudut azimuth dan ketinggian matahari. Poligon diekstraksi secara manual dari atas permukaan suatu objek, digunakan untuk prediksi posisi dasar dan bayangan pada citra satelit 2D berdasarkan ketinggian objek. Ketinggian objek ditentukan dari dasar yang diprediksi.

3.6.1. Metode Semi Automatis

Terdapat banyak metode yang dapat dilakukan untuk membuat model kota tiga dimensi. Bisa secara manual maupun semi automatis. Manual berarti peneliti membuat sendiri syntax, rule, maupun grammar nya dengan berbagai bahasa pemrograman. Sedangkan semi automatis adalah menggunakan perangkat lunak yang telah terbangun syntax, rule, maupun grammar nya namun tetap memasukkan parameter-parameternya sendiri. Contoh dari cara manual adalah metode data-driven (bottom-up), model-driven (top-down), dan hybrid approaches (Zheng 2007). Untuk metode data-driven

(18)

(bottom-18

up), bangunan dianggap sebagai agregasi bidang atap yang diwakili oleh blok point cloud atau digital surface model (DSM) yang disegmentasi ke dalam bagian yang berbeda dengan memanfaatkan algoritma seperti region growing, random sampe consensus (RANSAC), clustering, ridge or edge based, atau kombinasi dari dua atau beberapa dari mereka (Awrangjeb 2013). Metode model-driven (top-down), mengembangkan model pembangunan parametrik, yang disimpan dalam file yang telah ditentukan untuk merekonstruksi blok point cloud atau DSM. Bayesian menemukan konfigurasi optimal blok 3D menggunakan sampel Markov Chain Monte Carlo (MCMC) yang terkait dengan kernel proposisi asli (Arefi 2008). Banyak peneliti mencoba memanfaatkan hybrid approaches, yaitu mengintegrasikan pendekatan berbasis data (data driven) dan didorong oleh model (model driven) karena mereka pikir itu mungkin menghasilkan model bangunan yang lebih berkualitas (lebih lengkap dan terperinci). Prinsipnya adalah menggunakan pendekatan berbasis data untuk mendeteksi fitur seperti ridges dan edge sebagai pengetahuan sebelumnya untuk pendekatan berbasis model berikutnya (Tian dkk 2010).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Parish dan Muller (2001) terdapat cara baru memodelkan seluruh kota secara semi otomatis dengan perangkat lunak yang mereka sebut perangkat lunak CityEngine. CityEngine menggunakan L-sistem yang dimodifikasi untuk menumbuhkan jaringan. Jaringan dapat diatur dalam beberapa menit dengan proses otomatisasi tetapi jika pengguna ingin mengubahnya, ia dapat membuat jaringan secara manual. Penggunaan metode semi automatis ini dapat menghasilkan model kota tiga dimensi dalam waktu yang singkat dengan ketelitian yang cukup tinggi serta tampilan yang menarik (Turksever 2015).

3.7. Pemodelan Iklim Mikro

Model iklim mikro menggunakan model numerik, ENVI-met. ENVI-met mensimulasikan model temporal dari beberapa parameter termodinamika pada rentang skala mikro dalam format 3D (sel grid 2x2x2 dalam meter), model non-hidrostatik interaksi antara bangunan-atmosfer-vegetasi (Berardi, et al. 2016) . Dengan fundamental fisiknya yang didasarkan pada prinsip-prinsip mekanika fluida, termodinamika, dan hukum fisika atmosfer, model mampu menghitung medan angin tiga dimensi, turbulensi, suhu dan kelembaban udara, fluks radiasi dan dispersi polutan (Bruse, 1999). Resolusi spasial yang tinggi dari model yang dikombinasikan dengan 3D vegetasi memungkinkan untuk simulasi laju fotosintesis dengan mempertimbangkan radiasi matahari, suhu udara dan kelembaban, kecepatan angin, konsentrasi CO2 dan banyak parameter lainnya (Bruse, 2004b, Simon, 2016).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk memodelkan parameter iklim mikro melalui ENVI-met. Proses metodologi yang diikuti meliputi tiga tahap utama :, pertama, organisasi melalui direktori file, kedua, memodelkan dan mengedit parameter simulasi (data iklim mikro dan elemen feture perkotaan) menggunakan database vegetasi dan bahan permukaan yang membuat file input area (. INX) dan file simulasi (.SIM) dan akhirnya penilaian file hasil (.EDT / .EDX) dan visualisasi.

Setiap sel grid ditentukan oleh sifat fisiknya dari lingkungan perkotaan, seperti jenis elemen permukaan, tanaman dan bahan infrastruktur terbangun. Basis data dalam model ENVI menyediakan berbagai material dan jenis elemen perkotaan sehingga memungkinkan rekonstruksi detail dari untuk model lingkungan perkotaan yang akurat. Setiap jenis elemen/bahan ditentukan oleh kapasitas panas, penyerapan, albedo dan parameter lainnya (Chatzinikolaou, 2018).

(19)

19

BAB IV. METODE

4.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di UP VI Tunjungan yang terdiri dari Kecamatan Simokerto, Kecamatan Bubutan, Kecamatan Tegalsari dan Kecamatan Genteng. Berikut merupakan gambar dari lokasi pada penelitian ini.

Gambar 7. Lokasi penelitian 4.2 Data dan Peralatan

Berikut merupakan data yang digunakan pada penelitian kali ini. 1. Data dimensi bangunan yang diakuisisi menggunakan total station.

2. Data koordinat hasil ground truth yang diakuisisi menggunakan GPS handheld dengan ketelitian 3 meter.

3. Data tipe atap hasil ground truth. 4. Data vegetasi hasil ground truth.

5. Data jenis tanah dalam format raster *tif.

6. Data temperatur pada pagi, siang, dan sore hari diukur menggunakan thermometer di lapangan. 7. Data temperatur optimum dan kelembaban yang didapatkan menggunakan formula untuk

(20)

20

8. Data atribut setiap gedung yang meliputi jenis gedung, tipe atap, tipe konstruksi, tinggi gedung, dan jumlah lantai.

9. Data raw point cloud LiDAR dalam format *.las atau ASCII.

10. Data foto udara Kota Surabaya yang diakuisisi pada tahun 2016 dalam format *.tif. Data ini didapatkan dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya. Resolusi spasialnya adalah 8 cm.

11. Data jaringan jalan Kota Surabaya dalam format *.shp yang didapatkan dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya dengan skala 1:1000.

12. Data footprint bangunan Kota Surabaya dalam format *.shp yang didapatkan dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya dengan skala 1:1000.

Berikut merupakan perangkat keras yang digunakan pada penelitian kali ini.

1. Total station dengan ketelitian 5” yang digunakan untuk mengukur tinggi bangunan. 2. Roll meter dengan ketelitian 0.5 mm untuk mengukur jarak.

3. GPS handheld dengan ketelitian 3 m mengetahui koordinat objek saat ground truth.

4. Satu set computer dengan spesifikasi minimal Processor Core i7, RAM 16 GB, VGA berdiri sendiri, HDD 1TB.

Adapun perangkat lunak yang digunakan pada penelitian kali ini adalah sebagai berikut. 1. ArcMap untuk mempersiapkan data.

2. CityGML untuk melakukan pemodelan kota tiga dimensi.

3. Envi-Met untuk melakukan simulasi panas berdasarkan skenario bioklimatologi. 4. Microsoft Office untuk melakukan pengolah kata dan angka.

4.3 Diagram Alir Penelitian

Pada tahapan penelitian ini akan dibagi menjadi empat diagram. Diagram pertama menunjukkan tahapan penelitian secara umum, diagram kedua menunjukkan pengolahan data LiDAR untuk mendapatkan tinggi bangunan dan vegetasi. Sedangkan diagram ketiga menunjukkan pengolahan data di CityGML untuk mendapatkan model kota tiga dimensi, dan diagram keempat menunjukkan pengolahan data di Envi-Met untuk mendapatkan simulasi panas berdasarkan scenario bioklimatologi. 4.3.1. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian ini secara umum terbagi menjadi tiga, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir. Tahap persiapan meliputi identifikasi masalah dan studi literatur. Tahap pelaksanaan meliputi pengambilan data, pengolahan data LiDAR, pengolahan model kota tiga dimensi, dan pembuatan model. Sedangkan tahap akhir meliputi analisis hasil dan pembuatan laporan. Berikut merupakan diagram yang menunjukkan tahapan penelitian secara umum.

(21)

21

Gambar 8. Diagram alir penelitian

4.3.2. Diagram Alir Pengolahan Data LiDAR (Tahun ke-1)

Berikut merupakan diagram alir pengolahan data LiDAR untuk mendapatkan nilai ketinggian bangunan dan vegetasi.

(22)

22

Gambar 9. Pengolahan data LiDAR

Keterangan:

1. Filtering: tahap ini dilakukan untuk memisahkan kelas ground yang merupakan ketinggian terrain dengan kelas non-ground yang merupakan ketinggian objek.

2. Pembentukan DTM: Digital Terrain Model (DTM) dibentuk melalui interpolasi titik-titik ketinggian terrain.

3. Klasifikasi otomatis: klasifikasi ini dilakukan untuk memisahkan kelas non-ground menjadi bangunan dan vegetasi. Klasifikasi otomatis artinya klasifikasi dilakukan berdasarkan algoritma yang telah ada didalam perangkat lunak. Hasil dari klasifikasi otomatis ini masih penuh dengan kesalahan atau error berupa kesalahan klasifikasi maupun noise sehingga perlu dilakukan klasifikasi manual.

4. Klasifikasi manual: klasifikasi manual berarti melakukan klasifikasi dengan interpretasi pribadi dan dibantu oleh foto udara. Klasifikasi ini dilakukan untuk memperbaiki hasil klasifikasi otomatis. 5. Klasifikasi vegetasi: kelas vegetasi yang telah terklasifikasi akan dilakukan klasifikasi ulang untuk

menentukan jenis vegetasi berdasarkan tingginya. Dibagi menjadi tiga kelas yaitu high vegetation, medium vegetation, dan low vegetation.

(23)

23

6. Export data: point cloud yang telah terklasifikasi semua akan ditampalkan dengan DTM lalu dieksport dalam bentuk *tif sehingga berupa Digital Surface Model (DSM) masing-masing kelas. 4.3.3. Diagram Alir Pemodelan Kota Tiga Dimensi (Tahun ke-1)

Berikut merupakan diagram alir pemodelan kota tiga dimensi menggunakan CityGML.

Gambar 10. Diagram alir pembuatan 3D city model

Keterangan:

1. Create model builder: tahap ini dilakukan untuk medefinisikan algoritma perangkat lunak yang akan digunakan.

2. Create element and texture: tahap ini dilakukan untuk memberi elemen dan tekstur pada model kota menggunakan bantuan dari orthophoto sehingga model terlihat lebih realistis.

3. Add roof structure: tahap ini dilakukan untuk membuat model menjadi LOD2.

4. Penambahan atribut pada setiap model akan membentuk 3D city model yang informatif. 4.3.4. Diagram Alir Pemodelan dan Pemetaan Iklim Mikro

(24)

24

Gambar 11. Diagram Alir Pembuatan Simulasi Panas

Keterangan:

1. Simulasi iklim mikro eksisting: dilakukan dengan menggunakan data model kota 3D dan jenis tanah.

2. Dilakukan validasi dengan data temperature dan kelembaban yang diambil di lapangan.

3. Menambahkan scenario vegetasi pinggir jalan untuk menentukan model yang optimum bagi Kota Surabaya.

4. Melakukan analisis serta merumuskan rekomendasi bagi pemerintah Kota Surabaya terkait penataan ruang.

4.4. Pembagian Tugas dan Luaran Penelitian

Berikut merupakan tugas dari masing-masing anggota dalam penelitian ini.

Nama Keanggotaan Tugas

Hepi Hapsari Handayani, S.T., M.Sc., Ph.D.

Ketua Peneliti - Mengkoordinasikan anggota, melakukan pemodelan 3D city dan iklim mikro - Melakukan analisa

- Menyusun paper jurnal Q1

Ary Mazharuddin Shiddiqi,

S.Kom, M.Comp.Sc., Ph.D

Anggota / Dosen

- Melakukan pemodelan iklim mikro - Menyusun paper Q2

Agung Budi Cahyono, ST,

MSc, DEA

Anggota / Dosen

- Melakukan pemodelan untuk parameter iklim mikro

- Menyusun paper Q1

Husnul Hidayat, ST, MT

Anggota /

Dosen

- Melakukan pemodelan 3D city - Mengkoordinasi survey lapangan Zenda Mergita Firdaus Anggota /

Mahasiswa S2

- Menyusun paper seminar internasional - Membantu dalam geometri 3D city

Norma Fauziah Anggota/

Mahasiswa S1

(25)

25

- Melakukan survei lapangan ketinggian bangunan dan vegetasi

Muhammad Harissalam Anggota/ Mahasiswa S1

- Membuat simulasi iklim mikro

- Melakukan survei lapangan parameter iklim mikro

Luaran tahun ke-1 :

- Seminar internasional terindeks scopus yaitu the 6th International Conference on Science and Technology (ICST 2020) pada tanggal 15 – 16 Juli 2020 di Yogyakarta.

Dengan topik: building footprint accuracy based on the object based classification using aerial photo and LiDAR data.

- Laporan Tugas Akhir (mahasiswa S1) dengan topik klasifikasi object based berdasarkan data foto udara dan LiDAR.

- Laporan Tugas Akhir (mahasiswa S1) dengan topik geometri 3D city menggunakan metode semi otomatis

Luaran tahun ke-2 :

- Makalah terbit di jurnal internasional terindeks Scopus (Q1), direncanakan untuk journal Remote Sensing dengan topik : analysis of 3D city model accuracy based on sematic rules. - Makalah terbit di jurnal internasional terindeks Scopus (Q2), direncanakan jurnal Urban

Forestry & Urban Greening dengan topik urban micro climate model and mapping using 3D model.

- Laporan thesis (mahasiswa S2) dengan topik pemodelan iklim mikro perkotaan dan dampaknya pada cluster bangunan.

- Laporan Tugas Akhir (mahasiswa S1) dengan topik pemodelan iklim mikro perkotaan menggunakan simulasi Envi-Met.

(26)

26

BAB V. JADWAL DAN RANCANGAN ANGGARAN BIAYA

5.1. Jadwal

Penelitian ini akan dilakukan selama tiga tahun yaitu pada tahun 2020-2021. Berikut merupakan jadwal yang ditampilkan dalam satuan bulan untuk penelitian ini.

Tabel 1. Jadwal penelitian

Adapaun jenis luaran pada penelitian ini ditampilkan pada tabel 2 seperti berikut. Tabel 2. Luaran penelitian

Tahun ke -1 Tahun ke-2

Seminar internasional terindeks scopus Makalah terbit di jurnal internasional terindeks Scopus (Q1) – Remote Sensing

Laporan Tugas Akhir (mahasiswa S1) Makalah terbit di jurnal internasional terindeks Scopus (Q2) - Urban Forestry & Urban Greening Laporan Tugas Akhir (mahasiswa S1) Laporan Tugas Akhir (mahasiswa S1)

Laporan thesis (mahasiswa S2)

5.2. Rancangan Anggaran Biaya (RAB)

RAB tahun ke-1

No Uraian Kegiatan

Volume / Satuan

Biaya (Rp)

1

Persiapan

Pertemuaan awal, penyusunan

rencana kerja

LS

Rp 1.500.000,-

Sub Total

Rp 1.500.000,-

2

Pelaksanaan Penelitian

a. Sewa GPS Geodetik

b. Total Station

c. Survey

lapangan

validasi

ketinggian bangunan

d. Survey

lapangan

validasi

kanopi vegetasi dan bangunan

e. Survei

lapangan

untuk

footprint bangunan

Rp 750.000/buah/hari x 24

Rp 500.000/buah/hari x 24

Rp 450.000 /hari x24

Rp 450.000 /hari x24

Rp 300.000 /hari x24

Rp 18.000.000,-

Rp 12.000.000,-

Rp. 10.800.000,-

Rp 10.800.000,-

Rp 7.200.000,-

(27)

27

f. Survei lapangan untuk elemen

bangunan

g. Perhitungan

h. Pembuatan geodatabase

i. Analisa hasil

j. Pemodelan 3D city

Rp 300.000 /hari x24

LS

LS

LS

LS

Rp 7.200.000,-

Rp 5.000.000,-

Rp 3.500.000,-

Rp 5.000.000,-

Rp 5.000.000,-

Sub Total

Rp 84.500.000,-

3

Penyusunan Laporan

a. Kertas

b. Cartridge, tinta

c. Penggandaan Laporan

d. Proof reading

Rp 30.000/rim x 3

Rp 360.000,00

LS

LS

Rp. 90.000,-

Rp. 360.000,-

Rp. 1.750.000,-

Rp. 3.000.000,-

Sub Total

Rp. 5.200.000,-

4

Seminar

a. Seminar internasional

Rp.5.000.000 x 1

Rp. 5.000.000

Sub Total

Rp.5.000.000

TOTAL Rp. 96.200.000,00

RAB tahun ke-2

No Uraian Kegiatan

Volume / Satuan

Biaya (Rp)

1

Persiapan

Pertemuaan

awal,

penyusunan

rencana kerja

LS

Rp 1.500.000,-

Sub Total

Rp 1.500.000,-

2

Pelaksanaan Penelitian

a. Survey

lapangan

untuk

kelembapan

b. Survey lapangan suhu

c. Simulasi model

d. Validasi model iklim mikro

e. Analisa hasil

Rp 500.000/buah/hari x 18

Rp 450.000 /hari x36

LS

LS

LS

Rp 9.000.000,-

Rp 16.200.000,-

Rp. 20.000.000

Rp 10.000.000,-

Rp 5.000.000,-

Sub Total

Rp 60.200.000,-

3

Penyusunan Laporan

a. Kertas

b. Cartridge, tinta

c. Penggandaan Laporan

d. Proof reading (2 paper)

Rp 30.000/rim x 3

Rp 360.000,00

LS

LS

Rp. 90.000,-

Rp. 360.000,-

Rp. 1.750.000,-

Rp. 6.000.000,-

Sub Total

Rp. 8.200.000,-

4

Luaran

a. Jurnal internasional (Q1 dan

Q2)

(28)

28

Sub Total

Rp. 15.000.000

TOTAL Rp. 84.900.000,00

Rekapitulasi Rancangan Anggaran Biaya (RAB Tahun ke-1 Rp. 96.200.000,00 Tahun ke-2 Rp. 84.900.000,00 Total Rp. 181.100.000,00

(29)

29

BAB VI. DAFTAR PUSTAKA

Aflaki, A., Mahyuddin, N., Mahmoud, Z.A.-C., Baharum, M.R., 2015. A review on natural

ventilation applications through building façade components and ventilation openings in

tropical climates. Energy and Buildings 101, 153-162.

Al-Hanbali Nedal, Fedda Iyad, Awamleh Bashaar, dan Dergham Mohannad. 2006. Building

3D GIS Model of a University Campus for Planning Purposes: Methodology and

Implementation aspects. Map Middle East. March 26-29.

Arefi, H. Engels, J. Hahn, M. Mayer, H. 2008. Levels of Detail in 3D building Reconstruction

from LiDAR data. International Archive of Photogrammetry, Remote Sensing, and

Spaial. Information 37, 485–490.

BPS Kota Surabaya. 2018. Kota Surabaya dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Surabaya.

Surabaya.

Berardi, U., Wang, Y., 2016. The Effect of a Denser City over the Urban Microclimate: The

Case of Toronto. Sustainability 2016 8(8), 822; doi: https://doi.org/10.3390/su8080822

Bruse, M. and Fleer, H., 1998, Simulating surface–plant–air interactions inside urban

environments with a three dimensional numerical model, Environmental Modelling &

Software 13(3-4), pp. 373–384.

Bruse, M. 1999. Die Auswirkungen kleinskaliger Umweltgestaltung auf das Mikroklima.

Entwicklung des prognostischen numerischen Modells ENVI-met zur Simulation der

Wind-, Temperatur- und Feuchteverteilung in stadtischen Strukturen. Dissertation,

Ruhr-Universitat Bochum

Chatzinikolaou,

E. Chalkias, C. Dimopoulou,

E. 2018. Urban Microclimate Improvement

Using Envi-Met Climate Model. The International Archives Of The Photogrammetry,

Remote Sensing And Spatial Information Sciences, Volume Xlii-4.

Dimoudi, A., Nikolopoulou, M., 2003. Vegetation in the Urban Environment. Energy and

Buildings. https://doi.org/10.1016/S0378-7788(02)00081-6

ENVI-met Development Team, 2014. Using ENVI.

Givoni, B., 1998. Climate considerations in building and urban design. John Wiley & Sons.

Guattari, C., Evangelisti, L., Balaras, C.A., 2018. On the assessment of urban heat island

phenomenon and its effects on building energy performance: A case study of Rome

(Italy). Energy and Buildings 158, 605-615.

Ghazanfari, S., Naseri, M., Faridani, F., & Aboutorabi, H. 2009. Evaluating the effects of urban

heat island resulting from local pollutions on climate parameters: (A case study in

Mashhad). Proceedings of the 3rd WSEAS International Conference on Energy

Planning, Energy Saving, Environmental Education, EPESE ’09, Renewable Energy

Sources, RES ’09, Waste Management, WWAI ’09, June, 437–441.

Guattari, C., Evangelisti, L., Balaras, C.A., 2018. On the assessment of urban heat island

phenomenon and its effects on building energy performance: A case study of Rome

(Italy). Energy and Buildings 158, 605-615.

Flamanc D., Maillet G., Jibrini H. 2003. 3-D City models: an operational approach using aerial

images and cadastral maps. ISPRS Archives Vol. XXXIV Part 3/W8. Munich.

17.-19.Sept.

(30)

30

Handis M. 2019. Analisis Pengaruh Tutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan:

Kajian Urban Heat Island (Uhi) Di Lima Kota Besar Di Indonesia., Tugas Akhir

Departemen Teknik Geomatika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Handoko. 1994. Klimatologi Dasar Landasan Pemahaman Fisika Atmosfer Dan Unsure-Unsur

Iklim. PT. dunia pustaka jaya. Jakarta. 192 hal.

Huang Xiaojing, Kwoh Leong Keong. 2008. Monoplotting- A semi-automated approach for

3-D reconstruction from single satellite image. The International Archives of the

Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences. Vol. XXXVI. Part

B3b. Beijing.

Kartasapoetra, A. G. 2006. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi

Aksara. Jakarta. 101 hal.

Landsberg. 1981. The Urban Climate. Volume 28 1st Edition. University of Maryland, College

Park, U.S.A.

Laurie, M. 1986. Pengantar Kepada Arsitektur Pertamanan (terjemahan). Intermata. Bandung.

130 halaman.

Lei, J., Yang, J., Yang, E.-H., 2016. Energy performance of building envelopes integrated with

phase change materials for cooling load reduction in tropical Singapore. Applied Energy

162, 207-217.

Makropoulou, M. 2017. Microclimate Improvement of Inner-City Urban Areas in a

Mediterranean Coastal City. Sustainability 2017, 9, 882; doi: 10.3390/su9060882

Margaretha, P. 2007. Studi Hubungan Antara Kondisi Iklim Mikro dan Persepsi Pengunjung

Terhadap Kenyamanan Termal (Studi Kasus di TMII, Jakarta) [skripsi]. Fakultas

Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Mills, G., 1999. Urban climatology and urban design. ICB-ICUC 99, 15th.

Noviyanti, E. 2016. Konsep Manajemen UHI (Urban Heat Island) di Kawasan CBD Kota

Surabaya. Program Magister, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil Dan

Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh November.

Oke, T.R., 1982. The energetic basis of the urban heat island. Quarterly Journal of the Royal

Meteorological Society 108, 1-24

O’Malleya, C., Piroozfarb, P., Farrc, E., Pomponib, F. 2015 Urban Heat Island (UHI)

mitigating strategies: A case-based comparative analysis. In Sustainable Cities and

Society 19(2015)222–235.

Pemerintah Kota Surabaya. 2013. Inventarisasi Emisi Kota Surabaya Tahun 2013.

Pemerintah Kota Surabaya. 2014. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2014

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya Tahun 2014-2034.

Santamouris,M., Synnefa,A., Karlessi,T.,2011.Using advanced cool materials in the urban

built environment to mitigate heat islands and improve thermal comfort conditions. In

Solar Energy, 85(12), 3085–3102.

Schobesberger, D., Patterson, T., 2007. Evaluating the effectiveness of 2d vs. 3d trailhead

maps, Proc. 6th ICA Mountain Cartography Workshop, p. 201.

Schrijvers, P., Jonker, H., Kenjereš, S., de Roode, S., 20 5. Breakdown of the night time urban

heat island energy budget. Building and environment 83, 50-64.

(31)

31

Singh, S.P. 2013. Applications of Virtual 3D City Models. International Archives of the

Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences,. Volume XL-2/W2,

ISPRS 8th 3DGeoInfo Conference & WG II/2 Workshop.

Simon, H., 2016. Development, implementation and evaluation of new and improved

calculation methods for the urban microclimate model ENVI-met.

Tursilowati, L. 2010. “Pulau Panas Perkotaan akibat Perubahan Tata Guna dan Penutup Lahan

di Bandung dan Bogor.” Jurnal Sains Dirgantara: 43-64.

Ujang, U. Azri, S. Zahir, M. Abdul Rahman, A. Choon. T. L. 2018. Urban Heat Island

Micro-Mapping Via 3d City Model.

The International Archives Of The Photogrammetry,

Remote Sensing And Spatial Information Sciences, Volume Xlii-4/W10.

Voogt, J. A. 2002. Urban heat island: Causes and consecuences of global environmental

change. John Wiley and Sons, Ltd. Chichester.660-666pp.

Voogt, J. A., dan T. R. Oke. 2003. “Thermal remote sensing of urban climates.” Remote

Sensing of Environment: 370 - 384.

Zheng, Yuanfan, Qihao Weng, dan Yaoxing Zheng. 2017. A Hybrid Approach for

Three-Dimensional Building Reconstruction in Indianapolis from LiDAR Data. Remote

Sensing Journal 9: 310.

(32)

32

BAB VII. LAMPIRAN

7.1. Biodata Peneliti

Lampiran 1. Biodata peneliti 1. Ketua Tim

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap (dengan gelar) Hepi Hapsari Handayani, ST, MSc, PhD

2 Jenis Kelamin P

3 NIP/NIK/Identitas lainnya 1978 1212 2005 01 2001

4 NIDN (jika ada) 0012127802

5 Tempat dan Tanggal Lahir Purworejo, 12 Desember 1978

6 E-mail hapsari@geodesy.its.ac.id

7 Nomor Telepon/HP 081217418612

8 Nama Institusi Tempat Kerja Departemen Teknik Geomatika 9 Alamat Kantor Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 10 Nomor Telepon/Faks (031) 5929487 / 5929486

B. Pengalaman Penelitian Yang Relevan

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber* Jml (Juta Rp)

1 2015 Anggota

3D Modelling dan Visualisasi Bangunan Cagar Budaya (Culture Heritage) dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Kota Tua Terpadu Surabaya(Studi Kasus:Gedung Kantor Gubernur Jawa Timur)

Penelitian Dasar Sumber Dana Lain-Dalam Negeri 25 2 2017-2019 Anggota Pengusul

Analisa Estimasi Produktivitas Padi Dengan Citra Landsat 8 Berdasarkan Fase Tumbuh, Pengamatan In-Situ Dan Model Peramalan Autoregresif Integrated Moving Average (ARIMA) (Studi Kasus: Kabupaten Bojonegoro)

PDUPT DIKTI 78.7 3 2017 – 2018 (research assistant)

Transformation of Urban volume and ecosystem services in the mega-cities of Southeast Asia

The Japan Society for the Promotion of Science (JSPS) 439,4 4 2018-2019 (research assistant)

Urban Heat Island Effect in Rapidly Growing Megacities in Developing Countries

Grant-in-Aid for Scientific Research (B) - Japan

(33)

33 5 2019

(anggota)

Penilaian Variasi Spasial Temporal Pm2.5 Untuk Menganalisis Perbandingan Tingkat Polusi Udara Di Indonesia Dan Taiwan

Dana Lokal ITS

50

C. Publikasi Yang Relevan

Judul Penulis Nama Jurnal

Validating ALOS PRISM DSM-derived surface feature height: Implications for urban volume estimation

Ronald C. ESTOQUE, Yuji MURAYAMA, Manjula RANAGALAGE, Hao HOU, Shyamantha SUBASINGH, Hao GONG, Matamyo SIMWANDA, Hepi H. HANDAYANI, Xinmin ZHAN

Tsukuba

Geoenvironment Science, Vol 13, 2017

Estimation of built-up and green volume using geospatial techniques: A case study of Surabaya, Indonesia

Hepi H. Handayani, RC Estoque, Y Murayama

Sustainable Cities and Society Vol. 37 (February), 2018 Relation between Urban Volume and

Land Surface Temperature: A Comparative Study of Planned and Traditional Cities in Japan

M Ranagalage, RC Estoque, Hepi H. Handayani, X Zhang, T Morimoto, Y Murayama

Sustainability 10 (7), 1-17

Geospatial Analysis of Horizontal and Vertical Urban Expansion Using Multi-Spatial Resolution Data: A Case Study of Surabaya, Indonesia

Hepi H. Handayani, Y Murayama, M Ranagalage, F Liu, D Dissanayake

Remote Sensing 10 (10), 1599, 2018 Impact of Urban Surface

Characteristics and Socio-Economic Variables on the Spatial Variation of Land Surface Temperature in Lagos City, Nigeria

D Dissanayake, T Morimoto, Y Murayama, M Ranagalage, Hepi H. Handayani

Sustainability 11 (1), 25, 2019

Studi Perbandingan Total Station dan Terrestrial Laser Scanner dalam Penentuan Volume Obyek Beraturan dan Tidak Beraturan

RF Maulidin, HH Handayani, YH Perkasa

Jurnal Teknik ITS 5 (2), A723-A727, 2016 3D Visualization Of Cultural Heritage

Using Terrestrial Laser Scanner (A Case Study: Monument Of Heroes,

Surabaya, East Java) CB Pribadi, Hepi H Handayani, FE Rachmawan

Geoid 11 (2), 184-189, 2016

Analisa Data Foto Udara untuk DEM dengan Metode TIN, IDW, dan

Kriging J Arfaini, Hepi H Handayani

Jurnal Teknik ITS 5 (2), 2016

(34)

34

Judul Penulis Nama Jurnal

Visualisasi 3D Objek Menggunakan

Teknik Fotogrametri Jarak Dekat SJ Harahap, Hepi H Handayani

Jurnal Teknik ITS 5 (2), 2016

Studi Klasifikasi Berbasis Objek Untuk Kesesuaian Tutupan Lahan Tambak, Konservasi Dan Permukiman Kawasan Pesisir (Studi Kasus: Kec. Asemrowo, Krembangan, Pabean Cantikan

IJ Kusuma, HH Handayani

Geoid 10 (2), 163-170, 2015

D. Bimbingan Tugas Akhir Yang Relevan

Judul Jenis Penelitian

Studi fotogrametri jarak dekat dalam pemodelan 3D dan

analisis volume objek.

Tugas Akhir.

Analisa data foto udara untuk dem dengan metode TIN,

IDW, dan Kriging,

Tugas Akhir

Visualisasi 3D objek menggunakan teknik fotogrametri

jarak dekat

Tugas Akhir

Studi Klasifikasi Berbasis Objek Untuk Kesesuaian

Tutupan Lahan Tambak, Konservasi Dan Permukiman

Kawasan Pesisir

Thesis

2. Anggota Tim A. Identitas Diri

1

Nama Lengkap

Ary Mazharuddin Shiddiqi, S.Kom,

M.Comp.Sc., Ph.D

2

Jenis Kelamin

L / P

3

Jabatan Fungsiona / Gol

Lektor Kepala / III-D

4

NIP/NIK/No. Identitas lainnya

19810620 200501 1 003

5

NIDN

00200681002

6

Bidang Keahlian

Jaringan computer dan sensor, graph dan

aplikasinya

Departemen / Fakultas

Teknik Informatika / FTEIC

7

Email

ary.shiddiqi@gmail.com

/

ary.shiddiqi@if.its.ac.id

8

Nomor Telepon/HP

085735538870

9

Alamat Rumah

Bumi Marina Emas Timur Blok C Gg II no 43A,

Keputih, Sukolilo,

Surabaya 60111

10

Nomor Telepon/Faks

031. 5939214 / 5922948

12

Mata Kuliah yg diampu

1. Sistem Operasi

2. Organisasi Komputer

3. Jaringan Multimedia

Gambar

Gambar 1. Pola Temperatur Udara yang terindikasi terjadi kawasan Urban Heat Island   (Noviyanti, 2016)
Gambar  2  menunjukkan  hubungan  antara  UHI  dan  desain  bangunan  kota.  Terbukti  bahwa  bentuk-bentuk  perkotaan  mempengaruhi  iklim  mikro  perkotaan  (Givoni,  1998),  dan   perubahan-perubahan di lingkungan perkotaan ini akan menghasilkan peningk
Gambar 3. Road map penelitian untuk pemodelan dan pemetaan mikro iklim berbasis 3D city model
Gambar 4. Tipe atap  (Zheng 2017)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pengamatan User Experience dan Kebutuhan Pengguna pada penerapan metode cetakan custom implan pada bedah cranioplasty dan craniofacial yang dicetak dengan printer 3D

Manajemen risiko dapat digambarkan sebagai cara sistematis untuk melihat area risiko dan secara sadar menentukan bagaimana masing-masing harus diperlakukan. Sebagai alat

Pada tipe arus baterai lithium-ion, biasanya katoda (elektroda positif) terdiri dari material dengan struktur berlapis, seperti transisi lithium metal oxides dan

Pada tipe arus baterai lithium-ion, biasanya katoda (elektroda positif) terdiri dari material dengan struktur berlapis, seperti transisi lithium metal oxides dan

 Menghasilkan Model atau Prototipe Kapal Wisata Sungai berbahan Laminasi bilah bambu dan Bermesin Dual-Fueled Paddle wheel yang dapat didemonstrasikan di

Dari permasalahan tersebut muncul solusi untuk mengalihkan moda transportasi darat ke transportasi laut yaitu dengan mengadakan perencanaan pelayaran jarak pendek (short

Oleh karena itu pada penelitian ini di desain sistem kontrol kecepatan motor BLDC berbasis Fuzzy Logic Controller untuk mengetahui bagaimana respon kecepatan dari motor

Praktikum 7: Dengan melakukan percobaan mengenai gerak jatuh bebas, diharapkan praktikan dapat memahami konsep dari gerak jatuh bebas,mengukur waktu benda yang jatuh