• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh iklan televisi celebrity endorser terhadap pembelian impulsif pada remaja.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh iklan televisi celebrity endorser terhadap pembelian impulsif pada remaja."

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH IKLAN TELEVISI CELEBRITY ENDORSER TERHADAP PEMBELIAN IMPULSIF PADA REMAJA

Yovidia Yofran Very Agista

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh iklan televisi celebrity endorser terhadap pembelian impulsif pada remaja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah pembelian impulsif pada remaja yang ditimbulkan oleh iklan televisi celebrity endorser lebih tinggi daripada pembelian impulsif pada remaja yang ditimbulkan oleh iklan televisi non celebrity endorser. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa/i angkatan 2015 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 38 orang. Bentuk penelitian ini adalah eksperimen dengan desain within-subject dan menggunakan counterbalancing. Dalam penelitian eksperimen ini, subjek dibagi menjadi dua kelompok. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan paired sample t-test. Hasil untuk uji hipotesis adalah t = 11,019 dan Sig. 1-tailed = 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak yang berarti pembelian impulsif pada remaja yang ditimbulkan oleh iklan televisi celebrity endorser lebih tinggi daripada pembelian impulsif pada remaja yang ditimbulkan oleh iklan televisi non celebrity endorser.

(2)

THE INFLUENCE OF TELEVISION CELEBRITY ENDORSER COMMERCIALS TO IMPULSIVE BUYING IN ADOLESCENTS

Yovidia Yofran Very Agista

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the effects of television celebrity endorser commercials to impulsive buying in adolescents. The hypothesis stated in this research was the impulsive buying rate which is caused by television celebrity endorser commercials in adolescents was higher than impulsive buying which is caused by television non celebrity endorser commercials. The subject of this research was the first year students (2015) of Psychology Faculty Sanata Dharma University. There were 38 students involved as the participants of this research. This research used within-subject and counterbalancing experimental research design. In this research, the participants were divided into two groups. Paired sample t-test was used as data analysis technique of this study. The result were t = 11,019 and Sig. 1-tailed = 0,000 (p<0,05). This result shows that Ho was rejected, which means the impulsive buying rate which is caused by television celebrity endorser commercials in adolescents was higher than impulsive buying which is caused by television non celebrity endorser commercials.

(3)

i

PENGARUH IKLAN TELEVISI CELEBRITY ENDORSER TERHADAP PEMBELIAN IMPULSIF PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Yovidia Yofran Very Agista

109114052

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN MOTTO

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi

nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur” - Filipi 4 : 6 –

“Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada

upah bagi usahamu” – 2 Tawarikh 15 : 7 –

“If you can’t fly, then run. If you can’t run, then walk. If you can’t walk,

then crawl. But whatever you do, you have to keep moving forward.” –Martin Luther King

Jr.-“When you want something, all the universe conspires in helping you to

achieve it” – Paulo Coelho –

“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka” – Pengkotbah 3 : 11 –

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan bagi:

Allah Bapa di Surga, Tuhan Yesus Kristus, dan Bunda Maria

sahabat terbaik yang selalu ada dan setia menemani di segala keadaan dan di

setiap langkah, serta tak henti-hentinya menolong dan mengabulkan segala

permohonanku yang terucap maupun yang tidak terucap

Orang-orang terkasih, keluarga, sahabat, teman, rekan, saudara yang sudah

banyak mendukung dan tak henti-hentinya memberikan perhatian serta kasih

sayang kepadaku

(8)
(9)

vii

PENGARUH IKLAN TELEVISI CELEBRITY ENDORSER TERHADAP PEMBELIAN IMPULSIF PADA REMAJA

Yovidia Yofran Very Agista ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh iklan televisi celebrity endorser terhadap pembelian impulsif pada remaja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah pembelian impulsif pada remaja yang ditimbulkan oleh iklan televisi celebrity endorser lebih tinggi daripada pembelian impulsif pada remaja yang ditimbulkan oleh iklan televisi non celebrity endorser. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa/i angkatan 2015 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 38 orang. Bentuk penelitian ini adalah eksperimen dengan desain within-subject dan menggunakan counterbalancing. Dalam penelitian eksperimen ini, subjek dibagi menjadi dua kelompok. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan paired sample t-test. Hasil untuk uji hipotesis adalah t = 11,019 dan Sig. 1-tailed = 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak yang berarti pembelian impulsif pada remaja yang ditimbulkan oleh iklan televisi celebrity endorser lebih tinggi daripada pembelian impulsif pada remaja yang ditimbulkan oleh iklan televisi non celebrity endorser.

(10)

viii

THE INFLUENCE OF TELEVISION CELEBRITY ENDORSER COMMERCIALS TO IMPULSIVE BUYING IN ADOLESCENTS

Yovidia Yofran Very Agista ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the effects of television celebrity endorser commercials to impulsive buying in adolescents. The hypothesis stated in this research was the impulsive buying rate which is caused by television celebrity endorser commercials in adolescents was higher than impulsive buying which is caused by television non celebrity endorser commercials. The subject of this research was the first year students (2015) of Psychology Faculty Sanata Dharma University. There were 38 students involved as the participants of this research. This research used within-subject and counterbalancing experimental research design. In this research, the participants were divided into two groups. Paired sample t-test was used as data analysis technique of this study. The result were t = 11,019 and Sig. 1-tailed = 0,000 (p<0,05). This result shows that Ho was rejected, which means the impulsive buying rate which is caused by television celebrity endorser commercials in adolescents was higher than impulsive buying which is caused by television non celebrity endorser commercials.

(11)
(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada Allah Bapa dan

Putera-Nya Yang Kudus Tuhan Yesus Kristus, serta Bunda Maria atas segala penyertaan

dan pendampingan selama proses pengerjaan skripsi ini. Pada proses penulisan

skripsi ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. selaku Kepala Program Studi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Lusia Pratidarmanastiti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang selalu dengan sabar dan penuh semangat mengajar membantu saya

menyelesaikan masa kuliah hingga akhirnya lulus. Terimakasih Bu Lusi,

semangat ibu akan selalu menjadi panutan saya.

4. Dosen Pembimbing Akademik selama tiga semester sekaligus Dosen

Pembimbing Skripsi saya, Ibu Passchedona Henrietta Puji Dwi Astuti

Dian Sabbati, S.Psi., M.A. yang selalu sabar, menerima, dan memberi

waktu, pemikiran, arahan, bimbingan kepada saya selama proses penulisan

skripsi ini. Terima kasih banyak mbak atas semuanya.

5. Ibu Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi., dan Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si.

selaku dosen penguji skripsi atas bimbingan, pemikiran, diskusi, dan

(13)

xi

6. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah banyak memberikan ilmu,

pengetahuan, pengalaman, dan arahan selama saya menyelesaikan studi

saya, pertahankan relasi yang hangat dengan mahasiswa ya Pak, Bu.

7. Seluruh staff Fakultas Psikologi: ibu saya di Psikologi Bu Nanik yang

selalu baik dan memberkati saya dengan cara yang unik pas ketemu, Mas

Gandung, Pak Gik, Mas Muji (Glory Glory MU, makasih banyak Mas

Muj) dan Mas Doni, penulis ucapkan banyak terima kasih untuk bantuan,

kepedulian, dan keramahannya, penulis juga meminta maaf apabila sering

merepotkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perkuliahan.

8. Mami, Papi, Mama, alm. Papa, adek bongsor Bitta Amanda yang selalu

berantem sama saya, alm. Buk Uti, alm. Engkung, alm. Eyang Kakung

Suradi, Eyang Uti Suradi, alm. Eyang Buyut, dan seluruh keluarga besar

saya yang senantiasa mendoakan, mendukung, menyemangati, memotivasi

penulis sampai skripsi ini selesai. Terima kasih telah memberikan penulis

cinta yang tulus, tak henti-hentinya saya bersyukur memiliki keluarga ini.

9. Para mendhes Maria Nana, Lidwina Evira, Maria Fiona, dan Gracia Hoyi

yang selalu menyemangati, mendukung, membantu, memberi saran,

menyamakan langkah, berbagi canda tawa, keceriaan, kesusahan, kegilaan,

nge-panitia bareng, nge-usda bareng, dan liburan bareng, sukses semua

yes! love yaaa so much ndes.

10.Sahabat, teman, rekan psikologi Viga bundo, Koleta Yovi partner

kelompok abadi, Dita Mbak Ndut; Grup Colour Run: Chatarina Ninda,

(14)

xii

(kakak kedua), Pudji, Tista, Daning, Tutut, Riska, Maya, Ninda Nidya,

Tita, Sandi, Mega, Uli, Sheilla Ardistia, Tari, Sondra, Rosari, Astrid

Rosaria, Keket, Luna, Vica, Yutti, Vian, Rachel, Lolla, Pino, Ghea,

Vienna, Engger, Dion, cik Vivin, Tyas, Ayuk Bondink, Lala, Saktya, Icha,

Rere, Elis, Adhi, Gung Is, yang selalu memberi semangat, selalu bercanda,

berbagi kisah, kulineran bareng, japok bareng, jumat pertama bareng,

kepanitiaan bareng, liburan bareng, berdinamika bersama, dan mendukung

satu sama lain selama ini. Thanks a lot gaes:))

11. Keluarga kedua saya P2TKP: Pak Toni, Pak Adi, Mbak Thia, Pak Tius, Sr.

Dewi, Pak Landung, Mbak Dyah, Anju, Lito, Bella, Anin, Lukas, Natasya,

Ester, Christy, Pudar, Ardi, Retha, Stanis, Cia, Lenny, Jejes, Dimas, Tiara,

Pipit, Sashey, dan Estu yang telah memberikan pengalaman, pengetahuan,

dan relasi yang tidak akan pernah saya dapatkan dari tempat lain.

Terkhusus untuk geng gong peduatekape Bianca, Wuri, Grace, Rika, Fiona

Damanik yang telah memberikan keceriaan, pertumbuhan mental, asupan

logistik, ngerjain skripsi bareng, pasca rabuan, dan kelas acting bagi

penulis. Terkhusus pula untuk kembaran saya Wuri yang selalu sukarela

dan setia menemani penulis ketika proses pengambilan data, makasih

banyak wuray. Peluk satu-satu, love yaaa.

12. Teman-teman padepokan sepaket seperjuangan bimbingan Mbak Etta:

Agnes, Astrid, Martha Atek, Celly, Chacha, Yohana, Gerry, Lukas, Vivin,

Nana Krisna, Nana Paramita, Ninda, Loren, Angel yang telah dengan setia

(15)

xiii

Terkhusus untuk Atek (partner setia sejak AKSI), Emilia Astrid, dan Celly

Olivia Islan, rekan seperjuangan ujian, misa harian, dan berburu tanda

tangan yudisium, terimakasih sudah banyak menyamakan langkah

bersama penulis. Semangat dan semoga kita semua sukses ya gaes!

13. Teman-teman sejak jaman berjuang: Indie, Ajeng, Mela, Tira, Monic, Anis

ucup, Yoshinta, Desi, Novi, Septi, Wulan, Resti, Yunita karena tidak lelah

memberikan warna baru, kebahagiaan, dan pertanyaan “kapan lulus yop?”

kepada penulis sehingga penulis dapat termotivasi setiap harinya.

14. Teman-teman DPMF Psikologi 2012-2013 karena mau berbagi keceriaan,

ngelembur hore koding angket, berproses bersama dan mengembangkan

fakultas kita untuk menjadi semakin baik. Semangat cah!

15. Seluruh subjek penelitian, teman-teman mahasiswa/i angkatan 2015 kelas

B dan D Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang bersedia

direpotkan dan mendukung keberhasilan karya ini, selalu semangat dan

terus berjuang untuk mimpi kalian semua. Selamat berdinamika di

Psikologi teman-teman :)

16. Bapak Drs. Ign. Agus Putranto, M.Si., dan Ibu F. Anita Herawati, M.Si.,

dosen Komunikasi Pemasaran dan Periklanan Universitas Atma Jaya

Yogyakarta, Bapak T. M. Raditya Hernawa, M.Psi., dan Bapak R.

Landung Eko P., dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma,

selaku professional judge yang telah menyempatkan diri untuk membantu

penulis dalam melakukan validasi alat ukur yang digunakan dalam

(16)

xiv

17. Diri saya sendiri karena telah mau berjuang selama dua puluh dua bulan

untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Terimakasih atas kerjasama, niat,

semangat, motivasi, kemauan untuk berjuang, mata lelah, punggung pegel,

otak capek, akhirnya tugas ini dapat diselesaikan dengan sangat baik.

Seringkali kita mengatakan “selamat pagi, selamat malam, semoga tidur

nyenyak, dan semangat ya” untuk orang lain, tapi tanpa kita sadari diri kita

juga memerlukan perhatian dan semangat dari diri sendiri. (Jang Jae Yeol

-It’s Okay, -It’s Love, 2014). Jadi, jangan lupa untuk menyayangi dan

memperhatikan diri sendiri seperti kita menyayangi orang lain;)

18. Universitas dan Perpustakaan Sanata Dharma, laptop Dell saya, Google,

para peneliti sebelumnya, penulis buku, penemu program SPSS, dan

seluruh fotokopian di sekitaran kampus yang telah membuat skripsi ini

menjadi baik dan semakin baik.

19. Seluruh pihak yang belum dapat penulis ucapkan satu persatu. Semoga

Tuhan selalu menyertai kalian.

Penulis memohon maaf apabila terdapat hal-hal yang tidak berkenan.

Penulis juga menyadari kesempurnaan hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa,

sehingga peneliti sangat terbuka dengan kritik dan saran dari siapa pun.

Terimakasih.

Yogyakarta, 15 Februari 2016

(17)

xv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ... xx

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... ...xxii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

1. Manfaat Teoritis ... 11

(18)

xvi

BAB II: LANDASAN TEORI ... 12

A. Pembelian Impulsif (Impulsive Buying)... 12

1. Definisi Pembelian Impulsif ... 12

2. Aspek- aspek Pembelian Impulsif... 14

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pembelian Impulsif ... 16

B. Iklan Televisi Celebrity Endorser... 21

1. Definisi Iklan ... 21

2. Elemen-Elemen Iklan Televisi... 22

3. Fungsi Iklan... 24

4. Iklan Celebrity Endorser... 25

C. Remaja ... 31

1. Definisi Remaja ... 31

2. Aspek-Aspek Perkembangan Remaja ... 33

D. Dinamika Pengaruh antara Iklan Televisi Celebrity Endorser dengan Pembelian Impulsif pada Remaja ... 36

E. Skema Pengaruh Iklan Televisi Celebrity Endorser terhadap Pembelian Impulsif pada Remaja ... 42

F. HipotesisPenelitian ……….….42

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ... 43

A. Jenis Penelitian ... 43

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 44

1. Variabel Tergantung ... 44

(19)

xvii

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 45

1. Pembelian Impulsif pada Remaja ... 45

2. Iklan Televisi Celebrity Endorser ... 46

D. Subjek Penelitian ... 47

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 48

1. Kuesioner Pembelian ... 48

2. Skala Pembelian Impulsif ... 49

3. Iklan Televisi Celebrity Endorser... 52

F. Prosedur Penelitian ... 55

G. Validitas dan Reliabilitas ... 59

1. Validitas Alat Ukur ... 59

2. Seleksi Iklan ... 61

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 63

a. Reliabilitas Iklan Televisi Celebrity Endorser (R1) dan Iklan Televisi Non Celebrity Endorser (R2) ... 63

H. Metode Analisis Data... 64

1. Uji Asumsi ... 64

a. Uji Normalitas... 64

b. Uji Homogenitas ... 65

2. Uji Hipotesis ... 65

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 66

A. Persiapan Penelitian ... 66

(20)

xviii

2. Persiapan Ruang Eksperimen ... 66

3. Persiapan Subjek Penelitian... 68

4. Jadwal Persiapan Penelitan... 69

5. Permohonan Ijin, Kesediaan, Bantuan, dan Pemberian Informasi kepada Subjek Penelitian ... 70

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 71

C. Deskripsi Data Penelitian ... 75

D. Pelaksanaan Penelitian... 77

E. Hasil Penelitian... 81

1. Uji Reliabilitas Skala Pembelian Impulsif ... 81

2. Uji Asumsi ... 81

a. Uji Normalitas... 81

b. Uji Homogenitas ... 82

3. Uji Hipotesis ... 83

F. Pembahasan ... 84

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

A. Kesimpulan ... 91

B. Keterbatasan Penelitian ... 92

C. Saran ... 92

1. Bagi Remaja ... 92

2. Bagi Perusahaan ... 93

(21)

xix

(22)

xx

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Seleksi Iklan Professional Judgment ... 62

Tabel 2. Reliabilitas Iklan ... 63

Tabel 3. Jadwal Persiapan Penelitian……….70

Tabel 4. Deskripsi Usia Subjek Penelitian ... 72

Tabel 5. Deskripsi Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 72

Tabel 6. Deskripsi Intensitas Waktu Menonton Televisi Subjek Penelitian ... 72

Tabel 7. Deskripsi Intensitas Pengalaman Subjek Penelitian dalam Menonton

Iklan yang Ditayangkan ... 73

Tabel 8. Deskripsi Sikap Subjek Penelitian terhadap Produk Baru dalam Iklan

Televisi ... 73

Tabel 9. Deskripsi Ketertarikan Jenis Iklan SubjekPenelitian ... 74

Tabel 10. Perbandingan Mean Teoritik dan Mean Empirik Kelompok Iklan

Televisi Celebrity Endorser dan Kelompok Iklan Televisi Non Celebrity

Endorser... 76

Tabel 11. Pelaksanaan Penelitian Eksperimen... 77

Tabel 13. Uji Asumsi Normalitas Data Penelitian ... 81

Tabel 14. Uji Asumsi Homogenitas Data Penelitian……….82

Tabel 15. Uji Hipotesis Data Penelitian ... 83

(23)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Pemikiran Dinamika Pengaruh Iklan Televisi Celebrity

Endorser terhadap Pembelian Impulsif pada Remaja... 42

Gambar 2. Lay Out Ruangan Penelitian Eksperimen (R. Observasi dan R.

(24)

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data dan Hasil Seleksi Iklan Professional Judgment...99

Lampiran 2. Data dan Hasil Penelitian Eksperimen ...108

Lampiran 3. Skala Interval Survei Iklan ...118

Lampiran 4. Skala Pembelian Impulsif ...130

Lampiran 5. Gambar Video Iklan Televisi Celebrity Endorser dan Iklan Televisi

Non Celevrity Endorser ...148

(25)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Sumaryono

(2008) terhadap remaja di Yogyakarta, ditemukan bahwa dalam proses

pembelian yang bersifat rasional, konsumen melakukan pertimbangan yang

cermat dan mengevaluasi sifat produk secara fungsional. Namun, tak

selamanya konsumen melakukan pembelian secara rasional. Terkadang muncul

pembelian yang lebih didasari oleh faktor emosi. Konsumen sering kali

membeli suatu produk karena dorongan emosional yang sangat kuat dan

tiba-tiba. Hal ini digolongkan dalam pembelian impulsif (impulsive buying) (Utami

& Sumaryono, 2008).

Pada bulan Juni 2013, Nielsen melaporkan hasil penelitian bahwa

jumlah konsumen di Indonesia dengan perilaku pembelian impulsif semakin

meningkat. Hasil survei tersebut diperoleh melalui wawancara langsung

dengan 1804 responden di 5 kota besar Indonesia. Terdapat beberapa indikasi

yang menunjukkan bahwa tingkat pembelian impulsif di Indonesia semakin

meningkat, diantaranya konsumen seringkali tidak membuat perencanaan

barang yang akan dibelanjakan, membeli barang tambahan yang tidak

direncanakan, dan selalu membeli barang tambahan meskipun telah

merencanakan barang-barang yang akan dibeli (AC Nielsen dalam

(26)

Pengertian dari pembelian impulsif adalah pembelian yang tidak

rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan tidak

direncanakan, diikuti oleh konflik pikiran, dan dorongan emosional

(Verplanken & Herabadi, 2001). Pembelian impulsif dapat terjadi apabila

seseorang mengalami dorongan secara tiba-tiba, begitu kuat atau bersifat

powerful, terjadi terus menurus yang mengakibatkan timbulnya keinginan

untuk melakukan pembelian, dan sulit untuk menolak dorongan yang muncul

tersebut (Rook, 1987; Solomon, 1994; Arnould, Price, & Zinkhan, 2002).

Rook (1987) menyatakan bahwa pembelian impulsif memiliki

konsekuensi negatif terhadap konsumen yang melakukannya.

Konsekuensi-konsekuensi yang dapat diterimanya adalah mendapatkan kesulitan keuangan

setelah melakukan pembelian impulsif, mengalami kekecewaan terhadap

barang yang sudah dibeli, dan mendapat ketidaksetujuan mengenai barang

yang dibeli dari orang-orang di lingkungan sekitar seperti teman ataupun orang

tua. Hal ini menyebabkan terganggunya hubungan atau relasi harmonis antara

konsumen itu sendiri dengan teman, keluarga, dan juga orang tua sebagai

bentuk konsekuensi dari perilaku pembelian impulsif yang mereka lakukan

tersebut.

Pembelian impulsif dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni faktor

dalam diri (internal) dan faktor diluar diri (eksternal). Faktor dalam diri

(internal) terdiri dari kepribadian seseorang (Karbasivar & Yarahmadi, 2011;

Shahjehan, Qureshi, Zeb, & Saifullah, 2012; Verplanken & Herabadi, 2001;

(27)

gender (Utami & Sumaryono, 2008; Gasiorowska, 2011; Lin & Chuang, 2005),

harga diri (Djudiyah, 2002; Hadjali, Salimi, & Ardestani, 2012; Marretha,

2013), kontrol diri (Utami & Sumaryono, 2008; Baumeister, 2002), dan mood

(Verplanken & Herabadi, 2001; Rook, 1987; Herabadi, Verplanken, &

Knippenberg, 2009).

Faktor di luar diri (eksternal) yang dapat mempengaruhi pembelian

impulsif terdiri dari konformitas (Sihotang, 2009; Astasari & Sahrah, 2009;

Marretha, 2013), lingkungan toko (Verplanken & Herabadi, 2001; Virvilaite,

Saladiene, & Zvinklyte, 2011), harga, pelayanan, dan perkembangan teknologi

termasuk adanya iklan pada media massa cetak dan elektronik (Youn & Faber;

Harmanciouglu; Schiffman; Michael, William, & Pandit, dalam

Muruganantham & Bhakat, 2003).

Pembelian impulsif dapat terjadi pada masa dan rentang usia berapa

pun. Rawling, Boldero, dan Wiseman (dalam Ghani, Imran, & Jan, 2011)

menyatakan bahwa orang-orang muda cenderung lebih impulsif dibandingkan

mereka yang lebih tua. Penelitian yang dilakukan Lin dan Lin (2005) yang

menggunakan subjek remaja dengan rentang usia 15 hingga 19 tahun

menunjukkan hasil bahwa remaja dengan usia 19, 15, dan 17 tahun memiliki

skor tinggi dalam pembelian impulsif.

Hasil penelitian Rawling, Boldero, dan Wiseman (dalam Ghani, Imran,

& Jan, 2011), serta Lin dan Lin (2005) tersebut dapat diperkuat dengan sebuah

artikel yang dipublikasikan oleh Jawa Pos bahwa 20,9% dari 1.074 responden

(28)

mengaku pernah mempergunakan uang SPP mereka untuk membeli barang

yang mereka incar ataupun hanya semata-mata untuk bersenang-senang saja

(Jawa Pos dalam Sihotang, 2009). Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan

dari Nurasyiah dan Budiwati (dalam Setyawati, 2010) yang menyatakan bahwa

remaja memiliki tingkat konsumsi untuk kebutuhan yang bersifat kesenangan

lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan pengeluaran remaja untuk

kebutuhan belajar. Berdasarkan fenomena ini, dapat dikatakan bahwa

pembelian impulsif tidak hanya terjadi pada konsumen yang telah memiliki

penghasilan saja, namun para remaja yang berstatus sebagai pelajar dan belum

berpenghasilanpun juga dapat melakukan pembelian secara impulsif. Oleh

karena itu, pihak marketing sering kali menjadikan remaja sebagai bagian

terpenting dalam target pemasaran mereka (Lin & Chuang, 2005; Lin & Chen,

2012; Johnstone dalam Utami & Sumaryono, 2008).

Menurut Santrock (2007), remaja merupakan masa peralihan dari masa

anak-anak menuju masa dewasa yang dimulai dari usia 10 sampai 13 tahun,

dan berakhir pada usia 18 sampai 22 tahun. Pada masa ini, remaja mengalami

perkembangan yang cukup pesat baik secara fisik, psikologis, dan juga

sosioemosional (Santrock, 2007). Pada aspek fisik, terjadi

perubahan-perubahan dalam diri remaja diantaranya terjadi perubahan-perubahan hormon seksual

yang menimbulkan rasa tidak nyaman dan seringkali mengakibatkan mereka

terlalu fokus pada kondisi fisiknya saja. Remaja juga memiliki minat yang

tinggi akan penampilan termasuk daya tarik dan bentuk tubuh yang sesuai

(29)

pada remaja ini dilihat sebagai suatu hal yang penting yang mengakibatkan

ketika keadaan fisik (citra diri) tidak sesuai dengan yang diinginkan, maka

akan menimbulkan perasaan tidak puas, kurang percaya diri, dan rendahnya

harga diri sehingga mereka akan melakukan apa saja untuk terlihat sama

dengan identitas dan citra diri idealnya (Santrock, 2003; Papalia, Old, &

Feldmen, 2008; Monks, Knoers, & Haditono, 2002).

Pada masa remaja, mereka seringkali mengalami emosi yang kurang

stabil, dimana remaja cenderung berpikir secara abstrak dan tergesa-gesa

(Santrock, 2003). Pada masa remaja, peran peer group atau teman sebaya

sangatlah kuat. Hal ini mengakibatkan remaja cenderung melakukan pembelian

secara impulsif untuk mendapatkan penerimaan dari lingkungan sosialnya

(Rook & Fisher, 1995). Ratner dan Khan (dalam Setiawati, 2004) dalam

penelitiannya menemukan bahwa konsumen remaja membeli suatu produk

bukan berdasarkan kebutuhan mereka, akan tetapi karena adanya pendapat dari

orang lain yang dirasa penting bagi mereka.

Terkait dengan harapan untuk mendapat penerimaan dari lingkungan

sosialnya, remaja seringkali melakukan imitasi dan mengadopsi penampilan

dan gaya hidup selebritis yang dikaguminya. Remaja seringkali menjadikan

selebritis yang dikaguminya sebagai pedoman dalam gaya hidup, penampilan,

dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Selebritis dinilai memiliki

citra diri yang kuat, baik, dan positif, serta memiliki daya pikat fisik tersendiri

yang dapat mempengaruhi remaja sehingga ia dapat terlihat menarik, sesuai

(30)

menimbulkan rasa puas, senang, percaya diri, dan meningkatnya harga diri

mereka. Oleh karena itu, ketika melihat iklan yang ditampilkan oleh selebritis

yang dikaguminya, maka remaja akan cenderung membeli produk-produk yang

ditawarkannya agar rasa senang, puas, dan percaya diri dalam dirinya dapat

terpenuhi (Hergenhahn & Olson, 2009; Goldsmith, Paul, & Madden, 2000;

Kamins, 1989; Rex, 1997). Hal ini diperkuat oleh pernyataan Hausman (dalam

Virvilaite, Saladiene, & Zvinklyte, 2011) bahwa motif dasar dari perilaku

hedonis pada pembelian impulsif adalah pemuasan perasaan kesenangan,

kepuasan, percaya diri, sesuatu yang baru, kejutan, dan kedekatan emosional

dengan lingkungan sosial.

Beberapa peneliti menyatakan bahwa remaja yang memiliki harga diri

yang rendah karena citra diri yang negatif dan kebiasaan remaja untuk

mengikuti keinginan memperindah penampilan, memiliki daya tarik, dan

bentuk tubuh yang sesuai dengan jenis kelamin, serta perkembangan fashion,

memiliki relasi yang positif terhadap kecenderungan pembelian impulsif (Han

dalam Virvilaite, Saladiene, & Zvinklyte, 2011; Djudiyah, 2002; Hadjali,

Salimi, & Ardestani, 2012; Marretha, 2013). Hal ini mengakibatkan remaja

akan melakukan apa saja termasuk pembelian impulsif terhadap produk-produk

yang ditawarkan oleh selebritis yang dikaguminya untuk memperindah

penampilan, memiliki daya tarik, meningkatkan harga diri, dan citra diri yang

positif guna memenuhi hasrat pemenuhan rasa senang, puas, dan percaya

(31)

Para konsumen, termasuk konsumen remaja seringkali membeli

barang-barang yang bukan berdasarkan kebutuhan mereka, barang-barang-barang-barang tersebut

cenderung dibeli hanya karena adanya dorongan yang kuat dan keinginan

sesaatnya saja. Barang-barang yang dibelinyapun bermacam-macam jenisnya

(Rook, 1987; Solomon, 1994; Arnould, Price, & Zinkhan, 2002). Berkaitan

dengan hal tersebut, pada tahun 2009 Herabadi, Verplanken, dan Knippenberg

(dalam Verplanken & Sato, 2011) melakukan observasi dan wawancara kepada

para konsumen dengan berbagai macam rentang usia di berbagai department

store untuk mengetahui macam-macam produk yang sering kali menimbulkan

perilaku pembelian impulsif. Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan hasil

bahwa produk-produk yang sering kali menimbulkan perilaku impulsif

diantaranya pakaian, barang-barang yang berhubungan dengan hobi, aksesoris

pribadi, dan produk kecantikan serta perawatan tubuh. Selain itu, Verplanken

dan Sato pada tahun 2011 juga melakukan penelitian yang serupa dengan

Herabadi guna mencari tahu produk-produk yang menimbulkan perilaku

pembelian impulsif pada konsumen. Berdasarkan penelitian tersebut,

ditemukan bahwa barang-barang yang sering kali menimbulkan pembelian

impulsif pada konsumen adalah perhiasan atau aksesoris, parfum, pakaian dan

perlengkapan olahraga, serta makanan (junk food dan snack yang kurang sehat)

(Verplanken & Sato, 2011).

Menurut Miller dan Stern (dalam Hodge, 2004), pembelian impulsif

dapat disebabkan karena konsumen tiba-tiba teringat untuk melakukan

(32)

ataupun ia pernah melihat produk tersebut dalam suatu iklan tertentu.

Berdasarkan pernyataan tersebut, banyak perusahaan yang akan mengerahkan

inovasi dan kreativitasnya untuk mempromosikan produk dan jasanya agar

para konsumen membeli produk dan jasa yang mereka tawarkan. Para

produsen biasanya akan melakukan berbagai bentuk komunikasi pemasaran

seperti periklanan, promosi penjualan, publikasi hubungan masyarakat (press

release), penjualan personal, dan pemasaran langsung guna memperkenalkan

produk-produk dan jasa mereka. Para produsen seringkali menggunakan

bidang periklanan dalam memasarkan produk-produk mereka. Hal ini

dikarenakan media komunikasi pemasaran periklanan dianggap cukup mampu

menjadikan sebuah produk dikenal secara luas oleh khalayak (Sulaksana dalam

Riansyah, 2012).

Terkait dengan pembuatan iklan yang memiliki daya tarik yang kuat

terhadap perilaku membeli konsumen, Shimp (2003) menyatakan terdapat

beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk membuat suatu iklan menjadi

menarik, yakni: menjadikan selebritis sebagai endorser, menggunakan sisi

humor, pemakaian rasa bersalah, dan memakai unsur seksual. Schiffman dan

Kanuk (2008) menyatakan bahwa para pemasang iklan sering kali

menggunakan daya tarik selebritis dan kelompok rujukan yang serupa lainnya

untuk berkomunikasi dengan pasar-pasar mereka. Schiffman dan Kanuk (2008)

menambahkan bahwa penggunaan selebritis dan kelompok rujukan lainnya ini

dinilai efektif oleh para pemasang iklan, identifikasi ini mungkin didasarkan

(33)

terhadap suatu gaya hidup), pada empati (terhadap seseorang atau situasi), atau

pada pengakuan (terhadap seseorang sejati atau meniru-niru atau terhadap

suatu situasi).

Salah satu jenis iklan yang seringkali dibuat oleh pihak perusahaan

adalah iklan dengan penggunaan public figure. Salah satu jenis public figure

yang kerap digunakan oleh pihak perusahaan untuk membuat iklan guna

menarik niat beli konsumen adalah selebritis. Pringle dan Binet (2005)

menyatakan bahwa penggunaan selebritis dapat membantu pengiklan untuk

mendapatkan perhatian dari publik. Penggunaan selebritis dinilai lebih dapat

menimbulkan perhatian kepada khalayak sehingga informasi yang disampaikan

mendapatkan perhatian.

Menurut McCracken (1989) celebrity endorser merupakan seseorang

yang diketahui oleh masyarakat luas dan menggunakan kepopulerannya untuk

mengiklankan suatu produk berkaitan dengan tujuan pemasaran dan periklanan

suatu perusahaan. Celebrity endorser menyampaikan pesan kepada konsumen

mengenai informasi dan merek produk. Celebrity endorser memiliki peran

yang cukup besar bagi suatu produk, karena celebrity endorser merupakan

seseorang yang berperan untuk memberikan informasi kepada konsumen

sekaligus sebagai pelaku persuasi. Perusahaan harus memilih celebrity

endorser yang cocok atau sesuai untuk menyampaikan pesan iklan kepada

target audience sehingga pesan tersebut dapat diterima dengan baik oleh

konsumen. McCracken (1989) menambahkan bahwa melalui pesan yang

(34)

suatu opini dan kemudian akan meneruskan opini tersebut sesuai persepsinya,

dengan demikian diharapkan konsumen akan memperoleh kesadaran terhadap

produk.

Shimp (2003) menyatakan bahwa penjualan produk meningkat akibat

penggunaan selebritis sebagai bintang iklan (celebrity endorser), sikap dan

persepsi konsumen bertambah ketika selebriti mendukung produk tersebut.

Selebriti lebih disukai daripada orang biasa dalam menyampaikan pesan iklan

(Kamins, 1989). Selebritis dinilai memiliki citra spesifik yang dapat

membedakannya dari orang biasa. Hal ini mengakibatkan banyak orang yang

memberikan respek dan sering kali mengadopsi penampilan dan gaya hidup

selebriti yang dikaguminya. Oleh karena itu, iklan yang menggunakan selebriti

sebagai pembawa pesan mudah diterima oleh para penggemar dan pengagum

sang selebriti itu sendiri.

Beberapa peneliti sebelumnya menyatakan bahwa jenis iklan celebrity

endorser memiliki hubungan yang signifikan terhadap minat dan niat membeli

konsumen, namun belum terdapat satupun penelitian terdahulu yang meneliti

tentang jenis iklan tersebut dengan pembelian impulsif. Berdasarkan hal

tersebut, penulis tertarik untuk meneliti apakah iklan televisi yang

menggunakan celebrity endorser dapat berpengaruh secara signifikan terhadap

(35)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang dapat

disusun adalah :

Apakah iklan televisi celebrity endorser memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap pembelian impulsif pada remaja?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya

pengaruh iklan televisi Celebrity Endorser terhadap pembelian impulsif pada

remaja.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan informasi dan

pengetahuan dalam bidang ilmu Psikologi Konsumen mengenai iklan

celebrity endorser dan pembelian impulsif pada remaja.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Perusahaan

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan sebuah gambaran bagi

perusahaan mengenai iklan celebrity endorser dan pembelian impulsif

pada calon konsumen mereka.

b. Bagi Konsumen Remaja

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi dan bahan

evaluasi untuk para remaja ketika melakukan suatu pembelian atau

(36)

12 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pembelian Impulsif (Impulsive Buying)

1. Definisi Pembelian Impulsif

Pembelian impulsif merupakan aktivitas pembelian yang tidak

terencana yang dilakukan tanpa melakukan pertimbangan dan tidak

berdasarkan pada penilaian atau evaluasi tertentu terhadap produk atau

manfaat dari produk yang dibeli (Rook, 1987). Rook (1987) juga

menambahkan bahwa pembelian impulsif muncul karena keinginan

membeli atas dasar kesenangan semata tanpa memikirkan cara yang

ditempuh untuk memperolehnya. Pembelian impulsif dapat terjadi apabila

seseorang mengalami dorongan secara tiba-tiba, begitu kuat atau bersifat

powerful, terjadi terus menurus yang mengakibatkan timbulnya keinginan

untuk melakukan pembelian, dan sulit untuk menolak dorongan yang

muncul tersebut (Rook, 1987; Solomon, 1994; Arnould, Price, & Zinkhan,

2002).

Pembelian impulsif dianggap sebagai gaya spesial dari pembelian

yang tidak terencana, diaktifkan oleh stimulus visual (biasanya produk)

dan dilakukan dalam waktu yang sangat singkat (Piron & Stern dalam

Gasiorowska, 2011). Pembelian impulsif mencakup tiga fitur utama yakni

pembelian yang tidak direncanakan, sulit untuk mengontrol, dan disertai

dengan respon emosional (Rook dalam Verplanken & Sato, 2011).

(37)

merupakan pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan

pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, diikuti oleh konflik pikiran,

dan dorongan emosional.

Rook (1987) menyatakan bahwa pembelian impulsif memiliki

konsekuensi negatif terhadap konsumen yang melakukannya.

Konsekuensi-konsekuensi yang dapat diterimanya adalah mendapatkan

kesulitan keuangan setelah melakukan pembelian impulsif, mengalami

kekecewaan terhadap barang yang sudah dibeli, dan mendapat

ketidaksetujuan mengenai barang yang dibeli dari orang-orang di

lingkungan sekitar seperti teman ataupun orang tua.

Berdasarkan beberapa definisi pembelian impulsif tersebut, maka

dapat disimpulkan bahwa pembelian impulsif merupakan suatu aktivitas

pembelian yang dilakukan secara spontan, tanpa perencanaan, dan

pertimbangan terhadap penilaian serta kegunaan dari produk yang dibeli

karena didasari oleh kepuasan sesaat. Pembelian impulsif disebabkan

karena adanya stimulus tertentu yang membuat seseorang membeli produk

yang ditawarkan tanpa memandang cara yang ditempuh untuk

memperolehnya. Pembelian impulsif sering kali menyebabkan seseorang

kesulitan finansial, merasa kecewa dan menyesal terhadap barang yang

(38)

2. Aspek- aspek Pembelian Impulsif

Verplanken dan Herabadi (2001) menyatakan bahwa perilaku

pembelian impulsif didasari oleh dua aspek yaitu aspek kognitif dan aspek

afektif.

a. Aspek Kognitif

Menurut Verplanken dan Herabadi (2001), aspek kognitif dalam

pembelian impulsif merupakan kecenderungan konsumen yang kurang

mampu mempertimbangkan, memikirkan, dan merencanakan sesuatu

ketika melakukan pembelian. Selain itu, aspek kognitif termasuk kondisi

sebelum melakukan pembelian, seperti tingkat perencanaan dan adanya

alasan untuk membeli barang tertentu (Verplanken & Herabadi, 2001).

Pada aspek kognitif, konsumen cenderung mudah terpengaruh oleh harga

produk yang ditawarkan dan keuntungan yang diperoleh ketika membeli

produk tersebut (Herabadi, Verplanken, & Knippenberg, 2009). Hal ini

diperkuat oleh pernyataan Coley dan Burgess (2003) bahwa pada proses

kognitif pembeli yang impulsif, ketika ia melihat produk dan harga yang

ditawarkan maka akan muncul keinginan untuk membeli produk tersebut

tanpa memikirkannya secara matang sehingga ia akan memutuskan untuk

membeli produk tersebut dengan cepat.

b. Aspek Afektif

Aspek afektif dalam pembelian impulsif berkaitan dengan emosi,

minat, dan sikap konsumen. Pada aspek afektif meliputi beberapa hal

(39)

barang atau produk tanpa rencana yang biasanya diliputi oleh perasaan

bahagia, senang, dan rasa menyesal atau bersalah (Verplanken &

Herabadi, 2001). Coley dan Burgess (2003) menyatakan bahwa pada aspek

afektif, konsumen melakukan pembelian impulsif disebabkan oleh adanya

perasaan bahagia dan gembira ketika menginginkan suatu barang atau

produk untuk dibeli dan merasa sulit untuk meninggalkan keinginannya

tersebut. Hal ini mengakibatkan konsumen merasa harus membeli barang

atau produk tersebut guna memuaskan keinginannya.

Aspek afektif merupakan aspek yang dinilai paling kuat melekat

dalam diri konsumen pada saat melakukan pembalian impulsif (Hirschman

& Holbrook dalam Herabadi, Verplanken, Knippenberg, 2009). Para

peneliti tersebut menjelaskan bahwa kekuatan dari aspek afektif ini

disebabkan oleh adanya mood positif yang dimiliki oleh konsumen. Mood

positif tersebut meliputi perasaan tertarik atau suka, senang, loyal,

bersemangat, dan merasa berharga pada saat melakukan pembalian

impulsif. Adanya mood positif dalam diri individu dapat mendorong

konsumen untuk melakukan pembelian impulsif (Rook, 1987; Rook &

Gardner dalam Herabadi, Verplanken, & Knippenberg, 2009; Coley &

Burgess, 2003).

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada

aspek kognitif, konsumen seringkali melakukan pembelian impulsif

dikarenakan konsumen kurang mempertimbangkan, memikirkan, dan

(40)

Sedangkan, pada aspek afektif konsumen seringkali melakukan pembelian

impulsif dikarenakan konsumen memiliki perasaan bahagia dan gembira

ketika menginginkan suatu barang atau produk untuk dibeli dan merasa

sulit untuk meninggalkan keinginannya tersebut sehingga konsumen

merasa harus membeli barang atau produk tersebut.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pembelian Impulsif

Secara umum, pembelian impulsif dipengaruhi oleh dua faktor,

yakni faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor internal

Faktor internal merupakan faktor-faktor yang terdapat dalam diri

individu. Pada tahun 2012, Shahjehan, Qureshi, Zeb, dan Saifullah

melakukan penelitian mengenai hubungan antara kepribadian dengan

perilaku pembelian impulsif dan kompulsif pada konsumen. Hasil dari

penelitian tersebut memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara

kepribadian dan pembelian impulsif pada konsumen. Hal ini diperkuat

dengan hasil beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa

kepribadian dapat mempengaruhi pembelian impulsif pada diri konsumen

(Karbasivar & Yarahmadi, 2011; Verplanken & Herabadi, 2001;

Verplanken & Sato, 2011). Menurut Rook dan Fisher (1995), kepribadian

diprediksikan lebih dapat menunjukkan perilaku pembelian impulsif

daripada sifat-sifat lainnya.

Usia merupakan salah satu faktor internal dalam diri konsumen

(41)

dan Wiseman (dalam Ghani, Imran & Jan, 2011) menyatakan bahwa orang

muda akan cenderung lebih impulsif atau melakukan pembelian impulsif

lebih tinggi daripada para orang tua dan orang lanjut usia. Hal ini

diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Wood (dalam Ghani,

Imran, & Jan, 2011), yang menunjukkan hasil bahwa akan terdapat

peningkatan dalam perilaku pembelian impulsif pada usia 18 hingga 39

tahun dan akan terjadi penurunan perilaku pembelian impulsif setelah

umur 39 tahun. Terkait dengan usia muda, pada penelitian Lin dan Lin

(2005) yang menggunakan subjek remaja dengan rentang usia 15 hingga

19 tahun memperlihatkan hasil bahwa remaja yang berusia 19 tahun

menempati peringkat pertama dalam perilaku pembelian impulsif, disusul

oleh remaja dengan usia 15 tahun, dan remaja yang berusia 17 tahun.

Dalam beberapa penelitian sebelumnya, didapatkan hasil bahwa

gender atau jenis kelamin juga dapat mempengaruhi munculnya pembelian

impusif pada konsumen (Utami & Sumaryono, 2008; Gasiorowska, 2011;

Lin & Chuang, 2005). Terdapat perbedaan gaya belanja antara laki-laki

dan perempuan yang dapat mempengaruhi kecenderungan pembelian

impulsif pada diri mereka (Gasiorowska, 2011). Dari segi waktu dan

lamanya berbelanja, perempuan lebih lama dalam melihat-lihat produk

saat berbelanja dibandingkan laki-laki (Gasiorowska, 2011). Hal ini

diperkuat oleh pernyataan bahwa kesenangan dalam berbelanja dinilai

merupakan perilaku yang wajar secara sosial dilakukan oleh perempuan

(42)

Gasiorowska, Lin dan Chuang (2005) menyatakan bahwa remaja putri

cenderung lebih impulsif daripada remaja putra karena remaja putri

terbiasa untuk melakukan kegiatan pembelian yang lebih tinggi

dibandingkan remaja putra.

Pembelian impulsif pada diri konsumen juga dapat dipengaruhi

oleh harga diri mereka. Semakin rendah tingkat harga diri konsumen,

maka akan semakin tinggi pembelian impulsif yang dilakukannya.

Begitupun sebaliknya, semakin tinggi tingkat harga diri konsumen, maka

akan semakin rendah pula pembelian impulsif yang dilakukannya

(Djudiyah, 2002; Hadjali, Salimi, & Ardestani, 2012; Marretha, 2013).

Salah satu hal yang dapat mempengaruhi pembelian impulsif pada

konsumen adalah kontrol diri yang dimilikinya. Kontrol diri merupakan

perasaan bahwa seseorang dapat membuat keputusan dan mengambil

tindakan yang efektif untuk menghasilkan akibat yang diinginkan dan

menghindari akibat yang tidak diinginkan (Rodin dalam Utami &

Sumaryono, 2008). Terkait dengan pembelian impulsif, seseorang yang

memiliki kontrol diri yang rendah, kurang dapat menahan setiap stimulus

yang mendukung pembelian impulsif, mudah dipengaruhi dan tidak dapat

mengelola dirinya, maka akan menyebabkan terjadinya pembelian

impulsif. Sebaliknya, sesorang yang memiliki kontrol diri yang baik, maka

ia akan membeli produk sesuai dengan kebutuhan jangka panjangnya

(43)

Selain faktor-faktor internal tersebut, mood konsumen merupakan

salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian impulsif.

Seseorang yang memiliki mood yang positif biasanya akan lebih mudah

tertarik, senang, loyal, bersemangat, dan merasa bahagia ketika melakukan

perilaku pembelian impulsif (Verplanken & Herabadi, 2001) dibandingkan

orang lain yang memiliki mood yang negatif (Rook, 1987; Rook &

Gardner dalam Herabadi, Verplanken, & Knippenberg, 2009).

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang terdapat di luar diri

individu. Verplanken dan Herabadi (2001) menyatakan bahwa tampilan,

penyajian produk, dan penambahan backsound musik dalam sebuah took

dapat meningkatkan kenyamanan konsumen dalam berbelanja yang

mengarahkan konsumen untuk melakukan perilaku pembelian impulsif.

Virvilate, Saladiene, dan Zvinklyte (2011) menambahkan bahwa stimulus

lain yang diberikan oleh toko seperti penampilan barang, dekorasi

ruangan, dan warna yang menarik juga dapat mempengaruhi konsumen

untuk melakukan pembelian impulsif. Selain itu, Kaur dan Singh (dalam

Muruganantham & Bhakat, 2003) juga menemukan bahwa penambahan

musik, bau, dan aroma, serta rasa dari suatu produk dapat mempengaruhi

konsumen untuk melakukan pemeblian impulsif.

Ewert (dalam Monks, Knoers, & Haditono, 2002) menyatakan

bahwa kelompok memiliki pengaruh yang besar dalam pemberian norma

(44)

impulsif, maka anggotanya akan cenderung berperilaku serupa. Pada

penelitian Sihotang (2009), Astasari dan Sahrah (2009), dan Marretha

(2013), menunjukkan bahwa konformitas memiliki pengaruh dan

hubungan yang signifikan dengan pembelian impulsif. Dalam

penelitian-penelitian tersebut dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat konformitas

individu, maka semakin tinggi pula pembelian impulsif yang

dilakukannya. Begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat konformitas

individu, maka semakin rendah pula pembelian impulsif yang

dilakukannya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa konformitas

merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi

munculnya perilaku pembelian impulsif pada diri individu.

Selain lingkungan, susasana toko, dan konformitas, harga menarik

yang ditawarkan oleh toko, pelayanan dan teknik promosi yang diberikan

oleh pelayan toko, promosi penawaran dan pemanfaatan perkembangan

teknologi modern yang semakin inovatif dan kreatif, serta media iklan

(cetak dan elektronik) dapat mempengaruhi konsumen untuk melakukan

pembelian impulsif (Youn & Faber; Harmanciouglu; Schiffman; Michael,

William, & Pandit, dalam Muruganantham & Bhakat, 2003). Hal ini

diperkuat oleh pernyataan Assael, 1998; Engel, Blackwell, dan Miniard,

1995; Loudon dan Bitta, 1993 (dalam Utami & Sumaryono, 2008) dan

Miller, 2002; Stern, 1962 (dalam Hodge, 2004) yang menyatakan bahwa

(45)

adanya ingatan yang muncul ketika teringat oleh iklan produk tersebut

(pada media massa cetak dan elektronik).

Berdasarkan beberapa faktor pembelian impulsif tersebut, dapat

disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembelian

impulsif yaitu faktor internal yang terdiri dari kepribadian, usia, gender

atau jenis kelamin, harga diri, kontrol diri, dan mood. Sedangkan faktor

eksternal terdiri dari konformitas, lingkungan toko, harga, pelayanan, dan

perkembangan teknologi termasuk iklan media massa cetak dan elektronik.

B. Iklan Televisi Celebrity Endorser 1. Definisi Iklan

Iklan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pesan yang

menawarkan suatu produk yang ditujukan oleh masyarakat lewat suatu

media. Namun, untuk membedakannya dengan pengumuman biasa, iklan

lebih diarahkan untuk membujuk seseorang agar membeli (Kasali, 1992).

Iklan adalah suatu seni dari persuasi dan dapat pula didefinisikan sebagai

desain komunikasi yang dibiayai untuk mempersuasikan dan atau

mengkomunikasikan sesuatu (Copley, 2004).

Lee dan Johnson (2004) mendefinisikan periklanan sebagai

komunikasi komersil dan nonpersonal mengenai sebuah organisasi dan

produk-produknya yang ditransmisikan kepada khalayak target melalui

media yang bersifat masal seperti televisi, radio, koran, majalah, direct mail

(pengeposan langsung), papan reklame, dan iklan yang ditempelkan pada

(46)

Iklan ditujukan untuk mempengaruhi afeksi dan kognisi konsumen.

Secara praktik, iklan dianggap sebagai manajemen citra yang menciptakan

dan memelihara citra serta makna dalam benak konsumen (Peter & Olson,

1999). Kotler (2003) menyatakan bahwa periklanan merupakan bentuk

penyajian dan promosi ide, barang atau jasa secara nonpersonal oleh suatu

sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa iklan merupakan suatu

seni persuasi dan desain komunikasi yang dibiayai, berisikan pesan kepada

masyarakat melalui suatu media tertentu. Pesan yang dikomunikasikan

merupakan pesan yang sifatnya persuasif dan bertujuan untuk

mempengaruhi afeksi dan kognisi masyarakat dengan cara menciptakan

dan memelihara citra serta makna dalam benak masyarakat agar

masyarakat dapat tertarik untuk membeli barang atau jasa yang ditawarkan.

2. Elemen–Elemen Iklan Televisi

Wells, Burnett, dan Moriarty (1997) menyatakan bahwa sebuah iklan

televisi memiliki beberapa elemen, antara lain :

a. Video

Video adalah rangkaian adegan yang menceritakan sesuatu dimana

dalam rangkaian adegan tersebut dapat menampilkan emosi melalui

ekspresi, baik wajah maupun gesture dari model iklan tersebut.

b. Audio

(47)

1) Musik

Musik merupakan lantunan lagu yang menjadi latar dari sebuah

iklan, biasanya hal ini sebagai pendukung cerita dalam iklan

tersebut.

2) Suara

Suara di dalam iklan tidak hanya merupakan sebuah percakapan

saja, namun dapat juga merupakan suara dari narrator, yang dikenal

dengan voice over.

3) Sound effect

Sound effect merupakan efek suara tambahan yang digunakan untuk

mendukung sebuah adegan yang memerlukan penekanan khusus.

c. Talent

Model iklan merupakan unsur penting dalam sebuah iklan. Maka,

seorang model iklan akan membantu konsumen dalam mempersepsikan

iklan tersebut.

d. Props

Hal terpenting dalam sebuah iklan adalah produk yang akan dijual.

Sebuah iklan harus dapat mempresentasikan produk yang akan dijual.

e. Setting

Setting merupakan tempat dimana iklan diambil. Tempat ini dapat di

(48)

f. Lighting

Pencahayaan dalam iklan haruslah tepat karena hal inilah yang dapat

menarik perhatian. Biasanya efek cahaya digunakan untuk menekankan

pada adegan atau barang tertentu.

g. Graphics

Elemen ini merupakan elemen pendukung agar iklan dapat terlihat lebih

menarik. Elemen ini biasa dibuat dengan komputer.

h. Pacing

Elemen ini merupakan cepat lambatnya tayangan adegan-adegan dalam

iklan.

3. Fungsi Iklan

Berikut ini merupakan beberapa fungsi iklan menurut Kotler (1989),

Kasali (1992), serta Lee dan Johnson (2004) :

a. Fungsi Informatif

Pada fungsi ini iklan berfungsi untuk memberikan alternatif

kepada konsumen mengenai informasi, ciri-ciri, ketersediaan, dan

keunggulan produk yang ditawarkan, serta lokasi penjualannya

sehingga akan menimbulkan adanya pilihan bagi konsumen. Dalam

hal ini, iklan bertujuan untuk mempengaruhi proses kognitif

konsumen. Melalui iklan, konsumen awalnya akan menyadari akan

produk yang ditawarkan, terjadi proses persepsi, pemahaman, dan

pengolahan data yang kemudian akan menyimpan data-data yang

(49)

b. Fungsi Persuasif

Fungsi persuasif dinilai sangatlah menonjol karena

bertujuan untuk mempengaruhi konsumen agar memiliki

kepercayaan yang tinggi dan pandangan positif terhadap produk

yang ditawarkan serta perusahaan pengiklan sehingga dapat

mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen. Ketika

melihat iklan, diharapkan konsumen dapat tersentuh aspek

afektifnya yang mengakibatkan terjadinya proses pengambilan

keputusan yang dimulai dengan pengenalan masalah sampai pada

proses mengambil keputusan untuk membeli ataupun tidak. Selain

itu, fungsi persuasif juga bertujuan untuk mengubah sikap

konsumen terhadap produk atau perusahaan pengiklan tersebut.

Dalam hal ini, sikap yang dimaksudkan adalah sikap percaya

bahwa produk yang ditawarkan adalah produk yang bermutu dan

diproduksi oleh perusahaan yang bonafid dan terpercaya.

c. Fungsi Pengingat

Dalam fungsi pengingat, iklan diharapkan dapat menjadi

alat bantu pengingat yang efisien bagi konsumen. Dengan adanya

iklan tersebut diharapkan konsumen dapat selalu mengingat

produk-produk yang ditawarkan sehingga konsumen akan tetap

membeli produk yang diiklankan tanpa memperdulikan

(50)

4. Iklan Celebrity Endorser

Celebrity endorser merupakan seorang pribadi baik itu aktor, artis,

maupun atlit yang dikenal masyarakat dan menjadi pujaan karena

prestasinya di suatu bidang dan digunakan dalam menyampaikan pesan

iklan yang dimaksudkan untuk menarik perhatian sehingga dapat

mempengaruhi konsumen yang disasar. Celebrity endorser dapat dikatan

sebagai salah satu contoh dari presenter atau orang yang

mempresentasikan suatu produk dalam iklan (Shimp, 2003). Pringle dan

Binet (2005) menambahkan bahwa penggunaan selebritis dapat membantu

pengiklan untuk mendapatkan perhatian dari publik. Penggunaan selebritis

dinilai lebih dapat menimbulkan perhatian kepada khalayak sehingga

informasi yang disampaikan mendapatkan perhatian.

Menurut McCracken (1989) sosok celebrity endorser merupakan

seseorang yang diketahui oleh masyarakat luas dan menggunakan

kepopulerannya untuk mengiklankan suatu produk berkaitan dengan

tujuan pemasaran dan periklanan suatu perusahaan. Celebrity endorser

menyampaikan pesan kepada konsumen mengenai informasi dan merek

produk. Celebrity endorser memiliki peran yang cukup besar bagi suatu

produk, karena celebrity endorser merupakan seseorang yang berperan

untuk memberikan informasi kepada konsumen sekaligus sebagai pelaku

persuasi.

Para pemasang iklan seringkali menggunakan daya tarik selebriti

(51)

pasar-pasar mereka. Penggunaan selebritis dan kelompok rujukan lainnya

ini dinilai efektif oleh para pemasang iklan, identifikasi ini mungkin

didasarkan pada kekaguman (terhadap seorang atlit), pada aspirasi

(seorang selebritis atau terhadap suatu gaya hidup selebritis), pada empati

(terhadap seseorang atau situasi), atau pada pengakuan (terhadap

seseorang sejati atau meniru-niru atau terhadap suatu situasi)

(Schiffman & Kanuk, 2008).

Penjualan produk meningkat akibat penggunaan selebriti sebagai

bintang iklan (celebrity endorser), sikap, dan persepsi konsumen

bertambah ketika selebriti mendukung produk tersebut. Selebriti lebih

disukai daripada orang biasa dalam menyampaikan pesan iklan. Selebtiri

dinilai memiliki citra spesifik yang dapat membedakannya dari orang

biasa. Hal ini mengakibatkan banyak orang yang memberikan respek dan

sering kali mengadopsi penampilan dan gaya hidup selebriti yang

dikaguminya. Oleh karena itu, iklan yang menggunakan selebriti sebagai

pembawa pesan mudah diterima oleh para penggemar dan pengagum sang

selebriti itu sendiri (Shimp, 2003; Kamins, 1989).

Terkait dengan penggunaan selebriti sebagai model atau presenter

dalam suatu iklan, Rossiter dan Percy (1997) mengenalkan model VisCAP

karakter presenter untuk digunakan sebagai patokan dalam menentukan

model atau presenter yang digunakan dalam iklan. Dengan adanya model

(52)

iklan, perusahaan memilih selebritis atau public figure yang memenuhi

model VisCAP ini. Model VisCAP karakter presenter ini meliputi:

a. Visibility

Visibility ialah karakter dalam presenter yang menunjukkan

bahwa ia merupakan seorang yang dikenal baik atau dapat dengan

mudah dikenal oleh publik. Pada kriteria ini, selebritis atau artis,

aktor, dan atlit merupakan sosok yang paling banyak dikenali dan

akan mendapatkan visibility secara cepat oleh para konsumen,

sedangkan untuk orang atau karakter lainnya akan cenderung

mendapatkan visibility secara perlahan dalam iklan tersebut.

b. Credibility (kredibilitas)

Pada aspek credibility ini, dibagi menjadi dua aspek, yaitu:

1) Expertise (keahlian)

Expertise merupakan seberapa paham para presenter, dalam

hal ini selebritis atau artis, aktor, dan atlit terhadap produk yang

mereka bawakan. Keahlian ini juga dapat dipergunakan untuk

mencegah informasi yang terlalu berlebihan dan keliru, serta

guna membantu proses pengoperasian produk tersebut.

2) Objectivity (objektivitas)

Objectivity merupakan karakter mengenai reputasi presenter

dalam hal kejujuran dan ketulusan. Objectivity akan lebih

mudah ditemukan pada karakter presenter apabila produk yang

(53)

dirasakan betul manfaatnya. Dalam hal ini, objectivity dapat

dilihat dari gerakan mata, isyarat atau mimik wajah, suara, dan

kata-kata yang diucapkan.

c. Attraction (daya tarik)

Attraction juga dibagi menjadi dua aspek, diantaranya :

1) Likability (kesenangan)

Likability disini meliputi tampilan fisik yang menarik dan

kepribadian yang relevan dengan produk yang ditawarkan atau

diiklankan. Hal ini diperlukan karena presenter diharapkan

dapat menjadi stimulus positif yang berkontribusi pada

pelukisan motivasi.

2) Similarity (kemiripan atau kesamaan)

Similarity diperlukan untuk menunjukkan adanya kesamaan

antara presenter dengan konsumen sasaran. Dengan adanya

kesamaan tersebut, perusahaan ingin menunjukkan bahwa

presenter juga merupakan pengguna produk ataupun jasa yang

diiklankannya. Presenter juga dituntut untuk benar-benar

merepresentasikan diri ideal dari konsumen sasaran. Konsumen

sasaran harus diidentifikasi terlebih dahulu berdasarkan

emosinya agar perusahaan dapat menunjukkan karakter yang

(54)

d. Power (kekuatan)

Power merupakan kemampuan untuk mempersuasi,

mengajak, mempengaruhi, dan memerintahkan konsumen sasaran

agar terjadi peningkatan dalam intensitas pembelian produk. Dalam

hal ini kekuatan presenter yang relevan merupakan hal penting

untuk mempengaruhi konsumen. Pada karakter power ini, dapat

pula digunakan karakter presenter yang ditakuti atau disegani

untuk mempengaruhi perilaku membeli konsumen karena apabila

dorongan untuk bertindak didasarkan pada ketakutan maka

karakter power juga akan sangat relevan bagi produk yang

ditawarkan.

Berdasarkan teori mengenai celebrity endorser tersebut, dapat

disimpulkan bahwa celebrity endorser adalah seseorang yang dikenal

masyarakat luas yang meliputi artis, aktor, atlit, maupun public figure

untuk mempersuasikan, mempresentasikan dan menyampaikan isi pesan

dari suatu iklan agar dapat mempengaruhi konsumen dalam melakukan

suatu pembelian.

Iklan celebrity endorser adalah iklan yang menggunakan artis,

aktor, atlit, maupun public figure yang dikenal masyarakat untuk

mempersuasikan, mempresentasikan dan menyampaikan isi pesan dari

suatu iklan agar dapat mempengaruhi afeksi dan kognisi masyarakat

(55)

masyarakat agar masyarakat dapat tertarik untuk membeli barang atau jasa

yang ditawarkan.

Selain itu, ketika melakukan pemilihan celebrity endorser dalam

suatu iklan, perusahaan diharapkan memilih selebritis atau artis, aktor, dan

atlit yang telah memenuhi model VisCAP karakter presenter yang meliputi

visibility, credibility, attraction, dan power.

C. Remaja

1. Definisi Remaja

Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa

kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan pada aspek

biologis, kognitif, dan sosioemosional (Santrock, 2007). Santrock (2007)

menambahkan definisi remaja sebagai masa peralihan dari masa anak-anak

menuju masa dewasa yang dimulai dari usia 10 sampai 13 tahun, dan

berakhir pada usia 18 sampai 22 tahun. Sejalan dengan Santrock, Papalia,

Olds, dan Feldman (2008) mendefinisikan remaja sebagai periode panjang

perjalanan dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Papalia membagi

rentang usia remaja dimulai dari usia sekitar 10 atau 11 tahun atau bahkan

lebih awal, sampai masa remaja akhir usia 20 tahunan.

Menurut WHO, remaja merupakan masa dimana individu

berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual

sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, mengalami

perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi

(56)

penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Muang-man dalam

Sarwono, 2013). WHO mengkategorikan usia remaja berkisar dari 10

sampai 20 tahun. WHO membagi rentang usia tersebut kedalam dua bagian

yakni remaja awal dari 10 sampai 14 tahun dan remaja akhir dari 15 sampai

20 tahun (Sarwono, 2013).

Di Indonesia sendiri batasan usia remaja secara umum berada pada

rentang usia 11 hingga 24 tahun dan belum menikah dengan beberapa

pertimbangan diantaranya (Sarwono, 2013):

a. Usia 11 tahun merupakan usia dimana pada umumnya tanda-tanda

seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik)

b. Pada masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap sebagai akil

balig, baik menurut adat maupun agama (kriteria sosial).

c. Pada masa tersebut mulai muncul tanda-tanda penyempurnaan

perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri, fase genital dari

perkembangan psikoseksual, dan tercapainya puncak perkembangan

kognitif maupun moral (kriteria psikologis).

d. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal memberikan peluang

bagi mereka untuk masih menggantungkan diri pada orang tua, dan

memenuhi persyaratan kedewasaan baik secara sosial maupun psikologi

sehingga masih dapat digolongkan sebagai remaja.

e. Status perkawinan sangatlah menentukan karena pada umumnya arti

perkawinan masih sangat penting pada masyarakat Indonesia. Dalam

Gambar

Gambar 2. Lay Out Ruangan Penelitian Eksperimen (R. Observasi dan R.
Gambar 1. Bagan pemikiran dinamika pengaruh iklan televisi celebrity endorser
gambar dokumentasi seperlunya.
Tabel 1.Seleksi Iklan Professional Judgment
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara Marshanda sebagai celebriy endorser dalam iklan televisi Wardah dan faktor pribadi, sosial, dan

Pengaruh Pengunaan Celebrity Endorser , Media Iklan Televisi Dan Pesan Iklan Televisi Terhadap Efektifitas Iklan Serta Dampaknya Dalam Menumbuhkan Brand Awareness Pada

signifikan terhadap keputusan pembelian, untuk menganalisis, apakah harga, daya tarik iklan, celebrity endorser dan brand image secara simultan mempunyai pengaruh

Shimp (2003:460) menyatakan Celebrity endorser adalah iklan yang menggunakan orang atau tokoh terkenal ( public figure ) dalam mendukung suatu iklan. Perusahaan

Penelitian ini memiliki suatu tujuan guna mengetahui tingkat intensitas pembelian impulsif dan celebrity endorser, beserta pengaruh dari celebrity endorser terhadap pembelian

Yang bertanda tangan di bawah ini saya Astrini Setyowirasti menyatakan bahwa skripsi dengan judul: “ANALISIS PENGARUH DAYA TARIK IKLAN, CELEBRITY ENDORSER TERHADAP

Sebagian besar subjek penelitian dilihat dari persepsi pada iklan celebrity endorser berdasarkan masing-masing aspek menunjukkan sebagian besar remaja di Kota Padang paling banyak pada

PENGARUH CITRA MEREK DAN CELEBRITY ENDORSER PADA IKLAN CAMPAIGN INSTAGRAM #SKINCARENYAINDONESIA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK NATASHA SKIN CARE Studi Pada Mahasiswa UKSW