PENGAMBILAN KEPUTUSAN TINDAKAN TRIASE BERDASARKAN PRIORITAS PENANGANAN PASIEN DI IGD RUMAH SAKIT
MENGGUNAKAN METODE AHP
SKRIPSI
MAULIDA SARI 151401132
PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
PENGAMBILAN KEPUTUSAN TINDAKAN TRIASE BERDASARKAN PRIORITAS PENANGANAN PASIEN DI IGD RUMAH SAKIT
MENGGUNAKAN METODE AHP
SKRIPSI
MAULIDA SARI 151401132
PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
PERNYATAAN
PENGAMBILAN KEPUTUSAN TINDAKAN TRIASE BERDASARKAN PRIORITAS PENANGANAN PASIEN DI IGD RUMAH SAKIT
MENGGUNAKAN METODE AHP
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.
Medan, Februari 2020
Maulida Sari 151401132
PENGHARGAAN
Segala pujia bagi Alla SWT yang telah memberikan nikmat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengambilan Keputusan Tindakan Triase Berdasarkan Prioritas Penanganan Pasien di IGD Rumah Sakit Menggunakan Metode AHP”.
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Program Studi S-1 Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.
Penyusunan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasi kepada berbagai pihak yang telah membantu saya sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.
Dengan segala hormat dan kerendahan hati saya mengucapkan terimakasi kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Prof. Dr. Opim Salim Sitompul, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. Poltak Sihombing, M.Kom. selaku Ketua Program Studi S-1 Ilmu Komputer Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Jos Timanta Tarigan, S.Kom, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Ibu Dr.Maya Silvi Lydia, B.Sc., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan banyak motivasi, saran dan masukan hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis. M.Sc, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan masukan hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Seluruh dosen dan staf pengajar di Program Studi S-1 Ilmu Komputer Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat selama saya mengikuti pendidikan di S-1 Ilmu Komputer.
8. Rumah Sakit Univrsitas Sumatera Utara yang telah memberikan ijin kepada saya untuk melakukan penelitian.
9. Oranngtua saya Ayahanda tercinta Hermansyah Simanjuntak dan Ibunda Nurbaiti Nst yang telah memberikan dukungan, doa kepada saya dan memberikan motivasi selama menjalani masa perkuliahan hingga sampai penyusunan skripsi ini selesai. Abanghanda Maulana Ramadhan, Adik – adik saya Syahril Effendi dan Ahmad Saukani yang selalu menjadi penyemangat bagi saya.
10. Uak saya tercinta Prof. Dr. Ir. H. Darma Bakti, Ms. dan Prof. Dr. Ir.
Rosmayati, Ms. yang telah memotivasi dan memberikan dukungan kepada saya, selalu bertanya tentang penyelesaian skripsi saya sehingga menjadi penyemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Saudara – saudari saya Rica Lestari Nst, Fitri Handayani Nst, Erizal Salam Nst, Marlina Elyana dan Nadia Amelia Elyana yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Sahabat saya Annisa dan Liana Indriani yang selalu memberikan dukungan dan doa sampai skripsi ini terselesaikan.
13. Kawan-kawan seperjuangan skripsi Vellyna Angelicha Sitorus, Paulita Turnip, Ulfa Natalia, Deliyana Siagian, Tresia Agustina Simanjuntak dan Siti Alif Tiffani Sagala, yang telah banyak membantu dalam pengerjaan skripsi ini.
14. Para kawan yang selalu menghibur dan seperjuangan Dwi Ekal syahputra, Alben Richardo Hutabarat, Raka Prayudistira, Roy Agus Martin Marbun, M.
Reza Armanda, Nurheppya, Salfira Nur Angraini, Ririn Riski Ananda, Aidila Adha P. dan Yunita Rachmawati yang selalu membantu saya sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini.
15. Seluruh teman-teman Stambuk 2015 khususnya Kom C yang telah menemani dan menyemangati selama kuliah.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Medan,. ... 2020 Penulis,
Maulida Sari
ABSTRAK
Dalam dunia medis terdapat sistem pengambil keputusan termasuk didalam ruangan IGD yaitu triase. Triase merupakan sistem pengambilan keputusan terhadap pasien yang mana diutamakan terlebih dahulu berdasarkan kebutuhan untuk perawatan medis dan tingkat kegawatdaruratannya. Pengambilan keputusan yang tidak tepat bisa berdampak buruk bagi pasien, jadi dibutuhkan penilaian ahli perawat, pengalaman, dan sumber daya lebih berkontribusi pada kompleksitas pengambilan keputusan triase. Dengan adanya sistem pendukung keputusan maka dapat membantu untuk melakukan proses pengambilan keputusan yang tepat, baik dalam masalah semi terstruktur maupun tidak terstruktur. Untuk penanganan perawat pasien triase maka dibutuhkan pengambilan keputusan yang tepat yaitu dengan menggunakan metode AHP. AHP merupakan pengambilan keputusan yang tepat untuk digunakan dalam proses triase, karena dalam metode Analytical Hierarchy Process (AHP) kita dapat menyelesaikan suatu masalah dengan hasil perangkingan atau perurutan dari angka yang terbesar sampai angka yang terkecil.
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa metode AHP dapat digunakan dalam kasus pengambilan keputusan triase dan menghasilkan proses pengurutan berdasarkan tingkat kegawat daruratan pasien.
Kata Kunci : Triase, Decision Support Systems, Prioritas Pasien, Metode AHP.
DECISION MAKING OF TRIAGE ACTION BASED ON PATIENT HANDLING PRIORITY IN HOSPITAL'S EMERGENCY DEPARTMENTS BY
USING AHP METHOD
ABSTRACT
In medical field, there is a decision making system called triage which is also included in the hospital's emergency departments. Triage is a decision making system that is used to determine which patient should be prioritized first based on the needs for medical treatment and the emergency level. The wrong decision making can have bad impacts to the patient, so it needs nurse expert assesments, experiences, and resources that can contribute to the complexity of triage decision making. With the decision making system, it can help to perform the correct decision making processes, either in semi-structured or non-structured problem. In order to handle triage patient, the correct decision making is needed by using AHP method. AHP is the right decision making system used in triage processes, because in Analytical Hierarchy Process (AHP) method we can solve a problem with the ranking or sorting results from the greater numbers to the smallest. In this observation, it can be concluded that AHP method can be used in triage decision making cases and can produce sorting processes based on patient emergency level.
Keywords : Triage, Decision Support Systems, Patient Priority, AHP Method.
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ... ii
Pernyataan ... iii
Penghargaan ... iv
Abstrak ... vii
Abstract ... viii
Daftar Isi ... ix
Daftar Tabel... xi
Daftar Gambar ... xii
Daftar Lampiran ... xiii
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Batasan Masalah ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
1.6 Metodologi Penelitian ... 5
1.7 Sistematika Penelitian ... 6
Bab 2 Landasan Teori 2.1 Triase ... 7
2.2 Rumah Sakit ... 9
2.2.1 Instalasi Gawat Darurat ... 10
2.3 Metode AHP ... 11
2.3.1 Tahapan Metode AHP ... 12
2.3.2 Contoh Penerapan Metode AHP Pada IKM ... 16
2.4 Sistem Pendukung Keputusan ... 24
2.4.1 Manfaat dan Tujuan Sistem Pengambilan Keputusan ... 25
2.4.2 Proses Pengambilan Keputusan ... 26
2.4.3 Komponen-komponen Sistem Pendukung Keputusan ... 26
Bab 3 Analisis Sistem 3.1 Analisis Sistem ... 28
3.1.1 Analisis Masalah ... 28
3.1.2 Analisis Kebutuhan ... 29
3.1.2.1 Kebutuhan Fungsional ... 29
3.1.2.2 Kebutuhan Non Fungsional ... 29
3.1.3 Analisis Proses ... 30
3.2 Genereal Arsitektur ... 37
3.3 Pemodelan Sistem ... 37
3.3.1 Use Case Diagram ... 38
3.3.2 Activity Diagram ... 40
3.3.2.1 Activity Diagram Baca Data Pasien ... 41
3.3.2.2 Activity Diagram Perangkingan ... 42
3.3.2 Sequence Diagram... 42
3.4 Flowchart ... 43
3.5 Perancangan Interface ... 46
3.5.1 Interface Antarmuka Home ... 46
3.5.2 Interface Antarmuka Data Pasien ... 47
3.5.3 Interface Antarmuka Kriteria ... 48
3.5.4 Interface Halaman Penggunaan ... 48
3.5.5 Interface Antarmuka SPK-AHP ... 49
3.5.6 Interface Antarmuka Tentang ... 50
Bab 4 Implementasi dan Pengujian 4.1 Implementasi Sistem ... 51
4.1.1 Halaman TriaseAPP ... 51
4.1.2 Halaman Data Pasien ... 53
4.1.3 Halaman Kriteria ... 54
4.1.4 Halaman Tentang ... 54
4.2 Pengujian Sistem ... 55
4.2.1 Pengujian Sistem Penginputan Data ... 55
Bab 5 Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan ... 59
5.2 Saran ... 60
Daftar Pustaka ... 61
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2. 1 Prioritas pasien ... 9
Tabel 2. 2 Kriteria Penilaian AHP ... 13
Tabel 2. 3 Ratio Index ... 16
Tabel 2. 4 Matriks Perandingan Berpasangan Kriteria ... 17
Tabel 2. 5 Matriks Nilai Kriteria ... 18
Tabel 2. 6 Penjumlahan Kriteria ... 19
Tabel 2. 7 Matriks Rasio Konsistensi Kriteria ... 20
Tabel 2. 8 Matriks Nilai Intensitas ... 21
Tabel 2. 9 Matriks Penjjumlahan Baris Intensitas ... 21
Tabel 2. 10 Matriks Hasil ... 22
Tabel 2. 11 Matriks IKM yang Dipilih... 22
Tabel 2. 12 Matriks Bobot IKM ... 23
Tabel 3. 1 Nilai Perandingan AHP ... 30
Tabel 3. 2 Matriks Perandingan Berpasangan Kriteria ... 31
Tabel 3. 3 Normalisasi Matriks dan Bobot Prioritas ... 32
Tabel 3. 4 Konsistensi Matriks ... 32
Tabel 3. 5 Rasio Index ... 33
Tabel 3. 6 Data Uji Alternatif ... 33
Tabel 3. 7 Baris Total Suhu ... 34
Tabel 3. 8 Baris Total Nadi ... 34
Tabel 3. 9 Baris Total Nafas ... 34
Tabel 3. 11 Normalisasi Matriks dan Bobot Prioritas Suhu ... 35
Tabel 3. 12 Normalisasi Matriks dan Bobot Prioritas Nadi ... 35
Tabel 3. 13 Normalisasi Matriks dan Bobot Prioritas Nafas ... 35
Tabel 3. 14 Normalisasi Matriks dan Bobot Prioritas Tekanan Darah ... 36
Tabel 3. 15 Perangkingan ... 36
Tabel 3. 16 Narasi Use Case Input Data Pasien IGD ... 38
Tabel 3. 17 Narasi Use Case Input Kriteria Penilaian AHP ... 39
Tabel 3. 18 Narasi Use Case Proses Perhitungan Metode AHP ... 39
Tabel 3. 19 Narasi Use Case Output Perangkingan Banyaknya Pasien ... 40
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Pendekatan ABCDE Tanpa Menggunakan Peralatan ... 8
Gambar 2.2 Struktur Hierarki ... 12
Gambar 2.3 Analisis Masalah ... 16
Gambar 2.4 Skema Komponen Sistem Pendukung Keputusan ... 27
Gambar 3.1 Analisis Masalah ... 28
Gambar 3.2 Urutan Hirarki Prioritas ... 30
Gambar 3.3 General Arsitektur ... 37
Gambar 3.4 Use Case Diagram ... 38
Gambar 3.5 Activity Diagram Baca Data Pasien... 41
Gambar 3.6 Activity Diagram Perangkingan ... 42
Gambar 3.7 Sequence Diagram ... 43
Gambar 3.8 Flowchart Sistem ... 44
Gambar 3.9 flowchart Metode AHP ... 45
Gambar 3.10 Antarmuka Home ... 46
Gambar 3.11 Antarmuka Data Pasien ... 47
Gambar 3.12 Antarmuka Kriteria ... 48
Gambar 3.13 Antarmuka Penggunaan ... 49
Gambar 3.14 Antarmuka APK-AHP ... 49
Gambar 3.15 Antarmukan Tentang ... 50
Gambar 4.1 Halaman TriaseAPP ... 52
Gambar 4.2 Halaman Data Pasien ... 53
Gambar 4.3 Halaman Kriteria ... 54
Gambar 4.4 Halaman Tentang ... 54
Gambar 4.5 Penginputan Data Pasien Oleh User ... 55
Gambar 4.6 Pemilihan diagnosa pada Pasien Oleh User ... 56
Gambar 4.7 Data Pasien ... 57
Gambar 4.8 Hasil Pengurutan Data Pasien ... 58
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Listing Program ... A-1 Lampiran 2. Daftar Riwayat Hidup ... B-1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan institut pelaksanakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat secara perorangan dalam bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan yang berfungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat.
Rumah sakit khususnya Instalasi Gawat Darurat (IGD) memiliki peran penting sebagai gerbang utama masuknya pasien yang menderita sakit atau cedera yang harus mendapatkan penanganan segara atau gawat darurat. Keadaan gawat darurat merupakan suatu keadaan klinis dimana pasien membutuhkan tindakan medis segera, guna menyelamatkan nyawa seorang pasien. Dalam Instansi Gawat Darurat petugas kesehatan melakukan decision making dalam tindakan triage.
Petugas yang berada di IGD harus melakukan standar ABCDE (Airway: jalan nafas, breathing: pernapasan, Circulation: sirkulasi, Disability: ketidakmampuan, Exposure: paparan), bisa juga seperti jalannya nafas, warna kulit, kelembapan, suhu, nadi dan tingkat kesadaran pasien.
Triage atau triase telah didefinisikan sebagai proses pengkategorian pasien berdasarkan kebutuhan dan perawatan medis. Pengambilan keputusan triase merupakan tugas yang sangat rumit berdasarkan beberapa ketidakpastian dan informasi yang ambigu. Selain karakteristik yang ditentukan oleh pedoman banyak faktor lain seperti penilaian ahli perawat, pengalaman, dan sumber daya lebih berkontribusi pada kompleksitas pengambilan keputusan triase. Keputusan
triase yang tepat harus dibuat dalam jangka waktu yang tepat dan memastikan intervensi perawatan medis terjadi pada kepentingan pasien.
Triase yang diberlakukan di IGD/UGD menggunakan sistem triase ESI (Emergency Severity Index) yang diberlakukan untuk semua pasien yang masuk di IGD. Dalam pelaksanaannya sistem triase tetap menggunakan kategori triase merah, kuning, hijau yang dikombinasikan dengan sistem triase ESI. Pasien yang masuk ke dalam kategori warna merah (prioritas tertinggi) merupakan pasien dengan luka berat, menganggu fungsi vital, perlu tindakan bedah segera, serta mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan bersifat segera contohnya seperti penyumbatan jalan nafas. Kemudian untuk kategori warna kuning (medium) potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu yang singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat, Contoh: patah tulang. Sedangkan untuk kategori warna hijau (prioritas rendah) penanganan seperti pelayanan biasa dan tidak perlu segera.
Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. contohnya seperti luka-luka ringan.
Peran perawat triase berpengaruh terhadap tingkat penanganan pasien.
Pada kegiatan triase perawat bertanggung jawab untuk dapat mengambil keputusan. Pada penelitian Ardiyani, et al.,(2015) dianalisis hubungan peran perawat triase dengan waiting time dan length of stay pada ruang triage di Instalasi Gawat Darurat. Waiting time dan Length of stay digunakan untuk melihat kepadatan pasien dan kinerja klinis pada pengukuran setiap pasien dari kedatangan awal pasien sampai perpindahan pasien ke unit lain.
Pada kegiatan triase perawat bertanggung jawab segera dalam pengambil keputusan, melakukan pengkajian resiko, pengkajian sosial, diagnosis, menentukan prioritas dan merencanakan tindakan berdasarkan tingkat urgency pasien. Dalam penelitian ini berdasarkan hasil uji regresi logistik untuk mengetahui kontribusi dan signifikasi peran perawat terhadap waiting time dan length of stay didapatkan dari hasil peran perawat yang memiliki signifikasi pada tiga variabel, yaitu waiting time dan length of stay dengan kontribusi sebesar 10%
pada waiting time dan 0.9 % pada length of stay. Peran perawat juga berkontribusi pada waiting time dan lenght of stay. Dari kedua indikator pelayanan klinis ini
peran perawat berperan memiliki signifikansi dalam penentuan waiting time dan length of stay sesuai dengan standar yang ada. Dimana seorang perawat triage dituntut menjalankan sistem pelayanan darurat sehingga perawat dan tenaga medis lainnya harus memiliki kemampuan, keterampilan dan teknik serta ilmu pengetahuan yang tinggi dalam memberikan pertolongan darurat kepada pasien.
Sistem pendukung keputusan (Decision Support Systems) ialah suatu sistem yang bertujuan untuk menghasilkan informasi yang berkaitan langsung dengan proses pengambilan keputusan, baik bersifat semi terstruktur maupun tidak terstruktur dan sudah dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan yang spesifik. Sistem pendukung keputusan didefinisikan sebagai sistem yang mendukung kerja seorang manajer atau sekelompok manajer dalam memecahkan suatu masalah semi terstruktur dengan cara memberikan informasi ataupun pendapat yang menuju pada keputusan tertentu. Dalam sistem pendukung keputusan terdapat beberapa metode didalamnya, termasuk metode AHP.
Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu sistem pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, yang menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Hirarki didefinisikan sebagai suatu dari representasi sebuah permasalahan yang dapat diuraikan kedalam kelompok-kelompok yang akan disusun menjadi sebuah hirarki sehingga permasalahan tersebut menjadi lebih terstruktur dan sistematis.
Dari sebuah permasalahan dapat diuraikan dimana suatu multi-level struktur yaitu, level pertama adalah tujuan, faktor, kriteria, sub kriteria, sampai dengan level terakhir yaitu alternatif.
1.2. Rumusan Masalah
Triage atau triase telah didefinisikan sebagai proses pengkategorian pasien berdasarkan kebutuhan mereka untuk perawatan medis di rumah sakit. Pengambilan keputusan triase sering merupakan tugas yang sangat rumit berdasarkan beberapa ketidakpastian dan informasi yang ambigu. Selain karakteristik yang ditentukan oleh pedoman banyak faktor lain seperti penilaian ahli perawat, pengalaman, dan sumber daya lebih berkontribusi pada kompleksitas
pengambilan keputusan triase. Keputusan triase yang tepat harus dibuat dalam waktu yang tepat, yang memastikan intervensi perawatan medis dilakukan berdasarkan kepentingan pasien.
1.3. Batasan Masalah
1. Metode AHP sebagai algoritma pengambilan keputusan tindakan triase 2. Parameter yang digunakan dalam pengambilan keputusan ialah ABCDE.
3. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah perawat diruangan IGD Rumah Sakit.
4. Aplikasi yang dibangun berbasis android dan dibuat dengan menggunakan bahasa Java.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pasien mana yang diprioritaskan pertama untuk ditangani oleh perawat
2. Menerapkan Metode Analitycal Hierarchi Process (AHP) dalam sistem pengambilan keputusan untuk pemilihan urutan pasien ditingkat tertinggi
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempermudah pihak-pihak yang terlibat dalam penaganan pasien Triase yang dilakukan oleh perawat yang ada diruangan IGD Rumah Sakit dalam memutusakan pasien mana yang ditangani terlebih dahulu dalam keadaaan darurat.
1.6. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Studi Pustaka
Pada tahap ini penelitian dimulai dengan mencari referensi yang di dapat dari jurnal, buku, artikel ilmiah, dan makalah dari berbagai sumber yang berhubungan dengan Decision Support System (sistem pendukung keputusan), Metode AHP, dan Tidakan Triage (triase) yang dilakukan berdasarkan prioritas.
2. Analisa dan Perancangan
Pada tahap ini penulis melakukan analisis terhadap berbagai kebutuhan dalam penelitian yang dicapai dari implementasi transposisi segitiga dengan metode AHP dan segera melakukan perancangan diagram alir (flowchart), UML, dan diagram ishikawa.
3. Implementasi Sistem
Pada tahap ini akan dilakukan pengkodean (coding) dalam bahasa pemrograman Java.
4. Pengujian Sistem
Pada tahap ini, sistem yang telah dibangun akan dilakukan pengujian 5. Dokumentasi
Pada tahap ini dilakukan pembuatan laporan dari hasil analisa dan perancangan sistem dalam format penulisian berbentuk skripsi.
1.7. Sistematika Penulisan
Agar pembahasan menjadi lebih sistematis, skripsi ini dibuat dalam lima bab, meliputi :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisi penjelasan singkat mengenai keputusan, Triase dan metode AHP.
sistem pendukung
BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM
Bab ini berisi uraian, analisis proses dan analisis sistem rancangan struktur program yang akan diangun.
BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM
Bab ini membahas implementasi dari sistem yang telah dibangun, yaitu antarmuka dari sistem dan penjelasan akan setiap form yang ditampilkan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran pada dari seluruh laporan pada skripsi ini.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Triase
Triase atau triage telah didefinisikan sebagai proses pengkategorian pasien berdasarkan kebutuhan mereka untuk perawatan medis. Pengambilan keputusan triase merupakan tugas yang sangat rumit berdasarkan beberapa ketidakpastian dan informasi yang ambigu. Selain karakteristik yang ditentukan oleh pedoman banyak faktor lain seperti penilaian ahli perawat, pengalaman, dan sumber daya lebih berkontribusi pada kompleksitas pengambilan keputusan yang harus dibuat dalam jangka waktu yang tepat dan memastikan intervensi perawatan medis terjadi pada kepentingan pasien.
Triase diambil dari bahasa Perancis “Trier” artinya mengelompokkan atau memilih. Triase juga memiliki fungsi penting di dalam IGD dan apabila banyak pasien yang datang disaat yang bersamaan maka untuk hal ini perlu memastikan agar pasien yang ditangani berdasarkan urutan kegawatannya.
Petugas kesehatan IGD dalam melakukan triase harus berdasarkan standar ABCDE. Standar prinsip penanganan awal meliputi survey primer dan sekunder, dalam penatalaksanaan primer yang diprioritaskan pada ABCDE (Airway, dengan cervical spine control, Breathing dan circulation dengan control perdarahan, disability dan exposure) bisa juga seperti jalannya nafas, warna kulit, kelembapan, suhu, nadi, tingkat kesadaran dan inveksi visual untuk luka dalam, atau nyeri dada karena masalah jantung. Perawat triase menggunakan ABC seperti jalan nafas, pernapasan dan sirkulasi, serta dengan warna kulit, kelembaban, suhu, nadi, respirasi dan tingkat kesadaran untuk memprioritaskan perawatan yang diberikan kepada pasien di ruang gawat darurat. Perawat triase juga memberikan prioritas pertama untuk pasien gangguan jalan nafas, bernafas atau sirkulasi terganggu.
Pasien yang memiliki masalah yang sangat mengancam kehidupan diberikan pengobatan langsung baik dalam keadaan apapun bahkan jika mereka dalam keadaan sudah tidak tertolongkan lagi.
Pendekatan Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure (ABCDE) adalah pendekatan sistematis untuk penilaian langsung dari perawatan pasien yang sakit kritis atau cedera. Pendekatan ini berlaku di semua keadaan darurat klinis.
Hal ini dapat digunakan di jalan tanpa peralatan (Gambar 2.1), dalam bentuk yang lebih maju, pada saat kedatangan layanan medis darurat, di ruang gawat darurat, di bangsal umum rumah sakit, atau di unit perawatan intensif.
Tujuan dari pendekatan ABCDE adalah :
1. untuk memberikan perawatan yang menyelamatkan jiwa
2. untuk memecah situasi klinis yang kompleks menjadi bagian yang lebih mudah dikelola
3. untuk melayani sebagai algoritma penilaian dan pengobatan
4. untuk membangun kesadaran situasional bersama di antara semua penyedia perawatan
5. untuk menghemat waktu menetapkan diagnosis dan perawatan akhir.
Gambar 2.1. Pendekatan ABCDE Tanpa Menggunakan Peralatan
Prinsip triase dilakukan berdasarkan sistem prioritas. Prioritas adalah penentuan atau penyeleksian yang mana harus didahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa seperti yang tertera pada tabel 2.1. berikut :
Tabel 2.1. Prioritas Pasien
Prioritas Kondisi
Pasien dengan kondisi mengancam
nyawa, anggota badan, atau kecacatan Prioritas I Merah(emergency)
memerlukan evaluasi dan intervensi segera.
Tingkat medium, potensial mengancam nyawa atau fungsi vital Prioritas II Kuning(urgent)
bila tidak segera ditangani dalam jangan waktu singkat.
Tingkat rendah, hanya perlu Prioritas III Hijau(non-urgent)
pelayanan biasa, tidak perlu segera Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah, hanya perlu Prioritas 0 Hitam
terafi suportif. Contonya seperti henti jantung kritis.
2.2. Rumah Sakit
Pelayanan kesehatan kegawatdaruratan merupakan hak asasi dan kewajiban yang harus diberikan perhatian penting kepada setiap orang. Pemerintah dan segenap masyarakat bertanggungjawab dalam pemeliharaan dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan kegawatdaruratan sebagai bagian utama dari pembangunan kesehatan sehingga pelaksanaannya memiliki sistem pelayanan yang terstruktur.
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Bedasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi:
Rumah Sakit Umum Kelas A
Rumah Sakit Umum Kelas B
Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah Sakit Umum Kelas D
Klasifikasi Rumah Sakit Umum ditetapkan berdasarkan pelayanan, sumber daya manusia, peralatan, sarana dan prasarana, administrasi dan manajemen.
Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara keseluruhan dalam kualitas dan kesiapan dalam melakukan pusat rujukan penderita dari pra rumah sakit.
Rumah sakit khususnya IGD mempunyai tujuan agar tercapai pelayanan kesehatan yang optimal pada pasien secara cepat dan tepat serta terpadu dalam penanganan tingkat kegawatdaruratan sehingga mampu mencegah resiko kecacatan dan kematian (to save life and limb) dengan respon time selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2 jam. Salah satu bagian di Rumah Sakit yang memberikan pelayanan adalah Instalasi Gawat Darurat, yang merupakan gerbang utama jalan masuknya penderita gawat darurat.
2.2.1 Instalasi Gawat Darurat
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah suatu tempat/unit di rumah sakit yang memiliki tim kerja dengan kemampuan khusus dengan peralatan yang memberikan pelayanan pasien gawatdarurat merupakan bagian dari rangkaian upaya penanggulangan pasien yang terorganisir. Instalasi Gawat Darurat merupakan unit penting bagian dari suatu rumah sakit yang berfungsi sebagai pintu utama dalam penanganan kasus kegawatdaruratan, dimana suatu instalasi bagian rumah sakit yang melakukan tindakan berdasarkan triase terhadap pasien, salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik dalam menangani pasien perlu kecepatan memberikan pertolongan kepada penderita gawatdarurat baik dalam pada keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu bencana. Keberhasilan waktu tanggap atau response time sangat tergantung pada kecepatan yang tersedia serta kualitas pemberian pertolongan untuk menyelamatkan nyawa seseorang di tempat kejadian, dalam perjalanan hingga pertolongan ke rumah sakit. Bila pelayanan pasien gawatdarurat dikatakan terlambat apabila > 15 menit.
Kegagalan dalam penanganan kasus kegawatdaruratan umumnya disebabkan oleh kegagalan mengenal risiko tinggi, keterlambatan rujukan, kurangnya sarana yang memadai maupun pengetahuan dan keterampilan tenaga medis, paramedis, masalah dalam pelayanan kegawatdaruratan, maupun kondisi ekonomi. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006), petugas kesehatan IGD pada suatu rumah sakit terdiri dari dokter ahli, dokter umum, dan tenaga keperawatan yang dibantu oleh perwakilan unit-unit lain. Mengingat banyaknya kasus gawat darurat yang paling sering ditemukan di IGD seperti trauma, jantung, stroke, anak dan korban masal, maka untuk memenuhi standar pelayanan 24 jam/. Seorang petugas kesehatan harus mampu bekerja dalam menanggulangi semua kasus gawatdarurat, Pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas kesehatan IGD yang sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan klinis agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan pemilahan saat triase sehingga dalam penanganan pasien bisa lebih optimal dan teratur.
2.3. Metode AHP
Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki.
Menurut Saaty, hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi-level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya hingga level terakhir dari alternatif.
Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibandingkan dengan metode yang lainnya karena ada beberapa alasan, yaitu sebagai berikut:
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih sampai pada subkriteria yang paling dalam.
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif.
3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan.
2.3.1 Tahapan Metode AHP
Dalam tahapan metode AHP (Analytical Hierarchi Process) ada beberapa prinsip diantaranya yaitu :
a. Decomposition
Decomposition adalah proses menganalisa permasalahan riil dalam struktur hirarki dari unsur – unsur pendukungnya. Struktur hirarki secara umum dalam metode AHP dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Struktur Hierarki
b. Comperative judgment
Comperative judgment berarti membuat suatu penilaian tentang kepentingan relatif antara dua elemen pada suatu tingkat tertentu yang disajikan dalam bentuk matriks dengan menggunakan skala prioritas. Jika terdapat n elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison (matriks perbandingan) berukuran n x n dan banyaknya penilaian yang diperlukan adalah n(n-1)/2.
Ciri utama dari matriks perbandingan yang dipakai dalam metode AHP adalah elemen diagonalnya dari kiri atas ke kanan bawah adalah satu karena elemen yang dibandingkan adalah dua elemen yang sama. Kriteria dan alternatif
dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1988), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat diukur menggunakan tabel analisis seperti tabel dibawah ini :
Tabel 2.2. Kriteria Penilaian AHP
Nilai Keterangan
1 Sama Penting
2 Mendekati sedikit lebih penting 3 Sedikit lebih penting
4 Mendekati lebih penting 5 Lebih penting
6 Mendekati sangat penting 7 Sangat penting
8 Mendekati mutlak 9 Mutlak sangat penting
c. Synthesis of priority
Setelah matriks perbandingan untuk sekelompok elemen selesai dibentuk maka langkah berikutnya adalah mengukur bobot prioritas setiap elemen tersebut terhadap tujuan pengambilan keputusan, dilakukan analisis prioritas elemen dengan metode perbandingan berpasangan antar dua elemen sehingga semua elemen yang ada tercakup. Prioritas ini ditentukan berdasarkan pandangan para pakar dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengambilan keputusan, baik secara langsung (diskusi) maupun secara tidak langsung (kuisioner).
d. Logical consistency
Logical consistency, yaitu yang membedakan dengan metode yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan metode AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputannya maka ketidakkonsistenan itu
mungkin terjadi karena manusia mempunyai keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama dalam membandingkan banyak elemen. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya dengan bebas tanpa harus berpikir apakah persepsinya akan konsisten atau tidak.
Adapun langkah – langkah secara umum yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu masalah adalah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, lalu menyusun hierarki dari permasalahan yang dihadapi. Hasil perkalian tersebut kemudian dijumlahkan pada setiap baris.
2. Menentukan prioritas kriteria.
a. Langkah pertama dalam menentukan prioritas elemen adalah membuat perbandingan pasangan, yaitu membandingkan elemen secara berpasangan sesuai kriteria yang diberikan.
b. Matriks perbandingan berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk merepresentasikan kepentingan relatif dari suatu elemen terhadap elemen yang lainnya.
3. Sintesis
Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan disintesis untuk
memperoleh keseluruhan prioritas. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah:
a. Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matriks.
b. Membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks.
c. Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata.
4. Mengukur Konsistensi
Dalam pembuatan keputusan, penting untuk mengetahui seberapa baik konsistensi yang ada karena kita tidak menginginkan keputusan berdasarkan
pertimbangan dengan konsistensi yang rendah. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah sebagai berikut:
a. Kalikan setiap nilai pada kolom pertama dengan prioritas relatif elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif elemen kedua dan seterusnya.
b. Jumlahkan setiap baris.
c. Hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan elemen prioritas relatif yang bersangkutan.
d. Jumlahkan hasil bagi di atas dengan banyaknya elemen yang ada, hasilnya disebut λ maks.
5. Menghitung indeks konsistensi(Consistency Index) dengan rumus :
Dimana n = banyaknya elemen
6. Menghitung rasio konsistensi (Consistency Ratio) dengan rumus:
Dimana :
CR = Consistency Ratio CI = Consistensy Index
IR = Index Random Consistency
7. Memeriksa konsistensi hierarki. Jika nilainya lebih dari 10%, maka penilaian data judgment harus diperbaiki. Namun jika Rasio Konsistensi (CI/CR) kurang atau sama dengan 0,1, maka hasil perhitungan bisa dinyatakan benar.
Dimana RI : random index yang nilainya dapat dilihat pada table di bawah ini.
Tabel 2.3. Ratio Index
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49
Setelah nilai-nilai elemen Dalam menyelesaikan suatu masalah dalam algoritma yang digunakan, langkah untuk penyajian sebuah algoritma yang baik adalah dengan mempunyai output yang efektif.
2.3.2 Contoh Penerapan Metode AHP Pada IKM
Industri usaha kecil menengah (IKM) di kabupaten Lampung Tengah belum berkembang secara optimal, salah satu sebabnya adalah karena masalah finansial.
Untuk menyelesaikannya perlu dengan solusi menyeleksi IKM yang sesuai untuk mengembangkan industri tersebut. Dalam penelitian ini digunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan kriteria dan intensitas pada masing-masing kriteria dalam urutan hirarkinya dapat dilihat pada Gambar 2.3.
berikut:
Gambar 2.3. Urutan Hirarki Penentuan Prioritas Pengembang IKM
Setelah disusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi, langkah selanjutnya yaitu menetapkan perbandingan berpasangan antara kriteria-kriteria dalam bentuk matriks. Setelah nilai-nilai elemen matrix diketahui maka selanjutnya hitung nilai prioritas tiap kriteria. Setelah didapatkan nilai prioritas untuk masing - masing
kriteria, selanjutnya memeriksa konsistensi perbandingan antar kriteria tersebut dengan langkah – langkahnya.
Setelah nilai konsistensi rasio diperoleh, maka diperiksa apakah masih memenuhi rasio konsistensi yang diperbolehkan yaitu sama dengan atau kurang dari 10%, apabila melebihi batas maka perbandingan antar elemen tidak konsisten dan perbandingan antar elemen dapat diulang. Untuk intensitas-intensitas tiap kriteria dilakukan langkah-langkah yang sama untuk menghitung prioritas dan konsistensi rasio, setelah didapatkan nilai prioritas dan konsistensi maka diperbolehkan maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengalikan nilai prioritas intensitas dan prioritas untuk mendapatkan prioritas global.
2. Hasilnya dibagi dengan prioritas terbesar yang bersesuaian.
3. Penghitungan nilai IKM dilakukan dengan mengalikan nilai prioritas berdasarkan data nilai intensitas dengan nilai kriteria yang bersesuaian.
Kemudian hasilnya dijumlahkan maka diperoleh total nilai hasil perhitungan setiap IKM.
4. Matriks perbandingan berpasangan dilakukan untuk penilaian perbandingan antara satu kriteria dengan kriteria lain, dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4. Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria
Kriteria Tenaga Kapasitas
Investasi Nilai Bahan
kerja Produksi Produksi Baku
Tenaga
1 5 3 2 3
Kerja Kapasitas
0,2 1 3 2 2
Produksi
Investasi 0,333 0,333 1 3 2
Nilai
0,5 0,5 0,333 1 3
Produksi
Bahan Baku 0,333 0,5 0,5 0,333 1
Jumlah 2,37 7,333 7,833 8,333 11
Tabel 2.4. di atas menunjukkan perbandingan berpasangan untuk kriteria tenaga kerja, kapasitas produksi, investasi, nilai produksi, bahan baku. Untuk perbandingan dengan kriteria yang sama akan bernilai 1 karena keduanya sama penting. Untuk kriteria kapasitas produksi dengan:
kriteria tenaga kerja bernilai 5 artinya bahwa kriteria kapasitas produksi sangat penting dari kriteria tenaga kerja.
Kriteria tenaga kerja dengan kriteria investasi bernilai 3 artinya bahwa kriteria tenaga kerja lebih penting dari kriteria investasi, dan seterusnya.
5. Matriks Nilai Kriteria
Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan dianalisis untuk memperoleh keseluruhan prioritas. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah :
a. Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom matrik. Hasil penjumlahan dapat dilihat pada Tabel 2.4.
b. Normalisasi matrik diperoleh dari rumus berikut:
c. Nilai prioritas diperoleh dari rumus berikut:
Hasil perhitungan nilai matriks keriteria dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:
Tabel 2.5. Matriks Nilai Kriteria
Kriteria Tenaga Kapasitas
Investasi Nilai Bahan
Jumlah Prioritas
Kerja Produksi Produksi Baku
Tenaga
0,422 0,682 0,838 0,24 0,273 2 0,4
Kerja Kapasitas
0,084 0,136 0,383 0,24 0,182 1,025 0,205
produksi
Investasi 0,141 0,045 0,128 0,36 0,182 0,856 0,1712
Nilai
0,211 0,068 0,043 0,12 0,273 0,715 0,143
Produksi Bahan
0,141 0,068 0,064 0,04 0,091 0,404 0,0808
Baku
Pada matriks ini, kolom tenaga kerja dan baris tenaga kerja 0,422 didapat dari nilai kolom tenaga kerja baris tenaga kerja dibagi dengan nilai baris jumlah kolom tenaga kerja pada tabel 2.4. Nilai matriks pada tabel 2.5. di atas diperoleh dari proses tersebut yang dikerjakan berulang-ulang sampai kolom bahan baku baris bahan baku. Kolom jumlah merupakan penjumlahan dari kolom pada setiap barisnya. Misalkan nilai pada kolom jumlah baris tenaga kerja diperoleh dari 0,422 + 0,682 + 0,383 + 0,24 + 0,273. Nilai kolom prioritas diperoleh dari nilai kolom jumlah dibagi dengan jumlah kriteria yaitu 5.
6. Matriks penjumlahan setiap baris kriteria
Matrik penjumlahan setiap baris merupakan matriks hasil perkalian nilai prioritas dari tabel 2.5. dengan matrik perbandingan berpasangan dari tabel 2.4. Hasil perhitungan nilai matriks penjumlahan setiap baris dapat dilihat pada Tabel 2.6. berikut:
Tabel 2.6. Penjumlahan Kriteria
Kriteria Tenaga Kapasitas
Investasi Nilai Bahan
Jumlah
Kerja Produksi Produksi Baku
Tanaga
0,4 2 1,2 0,8 1,2 5,6
Kerja Kapasitas
0,08 0,4 1,2 0,8 0,8 3,28
Produksi
Investasi 0,133 0,133 0,4 1,2 0,8 2,666
Nilai
0,2 0,2 0,133 0,4 1,2 2,133
Produksi Bahan
0,133 0,2 0,2 0,133 0,4 1,066
Baku
Nilai 0,4 pada kolom tenaga kerja baris tenaga kerja diperoleh dari nilai prioritas tertinggi pada Tabel 2.5., yaitu 0,4 dikalikan dengan nilai kolom tenaga kerja baris tenaga kerja pada Tabel 2.4., yaitu 1. Nilai 0,08 pada kolom tenaga kerja baris kapasitas produksi diperoleh dari nilai prioritas tertinggi pada Tabel 2.5., yaitu 0,4, dikalikan dengan nilai kolom tenaga kerja baris kapasitas produksi pada Tabel 2.4., yaitu 0,2. Perhitungan tersebut dilakukan sampai semua kolom dan
baris terisi kecuali untuk kolom jumlah. Kolom jumlah pada Tabel 2.6. diperoleh dengan menjumlahkan nilai pada masing-masing baris. Misalnya nilai 1,066 dari kolom jumlah diperoleh dengan menjumlahkan nilai 0,133 + 0,2 + 0,2 + 0,133 + 0,4.
7. Rasio Konsistensi
Perhitungan ini digunakan untuk memastikan bahwa rasio konsistensi (CR) ≤ 0,1. Jika nilai CR > 0,1 maka matriks perbandingan berpasangan harus dihitung
ulang. Hasil perhitungan rasio konsistensi dapat dilihat pada tabel 2.7.
berikut:
Tabel 2.7. Matriks Rasio Konsistensi Kriteria Kriteria Jumlah/baris Prioritas Hasil
Tenaga Kerja 5,6 0,4 6
Kapasitas
3,28 0,205 3,485
Produksi
Investasi 2,666 0,1712 2,8372
Nilai Produksi 2,133 0,143 2,276
Bahan Baku 1,066 0,0808 1,1468
Jumlah 15,745
Kolom jumlah/baris diperoleh dari kolom jumlah pada Tabel 2.7. Kolom prioritas diperoleh dari kolom prioritas pada Tabel 5. Nilai pada kolom hasil diperoleh dari perkalian antara kolom jumlah/baris dengan kolom prioritas. Nilai pada baris jumlah digunakan untuk mengetahui nilai rasio konsistensi kriteria. Berdasarkan nilai pada tabel 2.7., dapat dihitung nilai berikut:
Dari perhitungan di atas, nilai CR < 0,1 sehingga perhitungan rasio konsistensi dari perhitungan kriteria dapat diterima. Selanjutnya adalah menghitung nilai CR intensitas dari masing-masing kriteria. Perhitungan dilakukan dengan cara yang sama dengan penghitungan kriteria yaitu menghitung perbandingan berpasangan.
Intensitas setiap kriteria memiliki nilai yang identik sehingga perhitungan intensitas hanya dilakukan satu kali. Dengan menggunakan rumus yang sama dengan perhitungan kriteria, maka diperoleh tabel-tabel perhitungan intensitas berikut:
Tabel 2.8. Matriks Nilai Intensitas
INTENSITAS ST T S R SR Jumlah Prioritas
ST 0,489 0,49 0,381 0,381 0,333 2,132 0,426
T 0,219 0,245 0,286 0,286 0,267 1,31 0,262
S 0,145 0,123 0,19 0,19 0,2 0,804 0,161
R 0,11 0,081 0,095 0,095 0,133 0,492 0,098
SR 0,088 0,061 0,048 0,048 0,067 0,312 0,062
Tabel 2.9. Matriks Penjumlahan Baris Intensitas
Kriteria Jumlah/baris Prioritas Hasil
ST 6,396 0,426 2,727
T 4,477 0,262 1,273
S 2,912 0,161 0,468
R 1,739 0,098 0,171
SR 0,972 0,062 0,061
Jumlah 4,6
Dari perhitungan di atas, nilai CR < 0,1 sehingga perhitungan rasio konsistensi dari perhitungan intensitas dapat diterima. Setelah diketahui nilai rasio konsistensi intensitasnya, langkah selanjutnya adalah menghitung hasil.
8. Hasil perhitungan
Prioritas hasil perhitungan pada langkah sebelumnya dituangkandalam matrik hasil pada tabel 2.10. berikut:
Tabel 2.10. Matriks Hasil
Kriteria Tenaga Kerja Kapasitas
Investasi Nilai Bahan
Produksi Produksi Baku
ST 0,426 0,4 0,4 0,4 0,4
T 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262
S 0,161 0,161 0,161 0,161 0,161
R 0,098 0,098 0,098 0,098 0,098
SR 0,062 0,062 0,062 0,062 0,062
Nilai pada baris ST, T, S, R, SR diperoleh dari kolom prioritas pada Tabel 2.10.
Nilai pada setiap kolom sama. Hal ini disebabkan nilai intensitas pada setiap kriteria adalah identik.
Nilai untuk kriteria tenaga kerja adalah 0,4.
Nilai prioritas untuk kriteria kapasitas produksi adalah 0,205.
Nilai prioritas untuk kriteria investasi adalah 0,1712.
Nilai prioritas untuk nilai produksi adalah 0,143, dan
Nilai prioritas untuk bahan baku adalah 0,0808.
Selanjutnya adalah kriteria-kriteria yang dimiliki pada setiap IKM belum dalam bentuk intensitas, maka dengan proses pengubahan intensitas ini data diubah kedalam bentuk intensitas. Pengubahan tersebut berdasarkan range-range intensitas yang telah di-input-kan oleh user. maka akan dihasilkan data seperti pada Tabel 2.11. berikut:
Tabel 2.11. Matriks IKM yang Dipilih
Nama Tenaga kerja Nilai Kapasitas Nilai
Nilai bb/bp Perusahann (orang) Investasi Produksi Produksi
Lancar snack Tinggi Tinggi Sangat
Tinggi Tinggi
Rendah
Kremes singkong Tinggi Sangat
Sedang Tinggi Tinggi
Tinggi
up2k rizky Kelanting gethuk
Tinggi Sangat
Rendah Sedang sedang
cap kelinci Tinggi
Makmur rahayu
Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi
cap dua wayang
Makmur rahayu
Tinggi Tinggi Rendah Tinggi
Sangat
cap dua wayang tinggi
Spnb Sedang Sedang Rendah Sedang Sedang
Dua putri Tinggi Tinggi Rendah Sangat Sangat
Tinggi Tinggi
Rizky esa Tinggi Tinggi Rendah Sangat Sangat
Tinggi Tinggi
Langkah selanjutnya yaitu melakukan pembobotan nilai IKM berdasarkan data IKM pada Tabel 2.11. Penghitungan nilai IKM dilakukan dengan mengalikan nilai prioritas kriteria dengan nilai intensitas yang bersesuaian. Kemudian hasil dari setiap perkalian tersebut dijumlahkan dan diperoleh total nilai hasil perhitungan setiap IKM. Hasil akhir perhitungan AHP penentuan prioritas pengembangan industri kecil dan menengah dapat dilihat pada Tabel 2.12.
Tabel 2.12. Matrik Bobot IKM
Nama Tenaga
Nilai Kapasitas Nilai Nilai
Kerja Total
Perusahaan investasi Produksi Produksi bb/bp (orang)
Lancar snack 0,1048 0,08733 0,010614 0,037466 0,002117 0,026138
Kremes singkong 0,1048 0,08733 0,027563 0,037466 0,002117 0,0278329
Kremes singkong
0,1048 0,05371 0,027563 0,037466 0,002117 0,244709
up2k rizky Kelanting gethuk
0,1048 0,08733 0,027563 0,023023 0,013009 0,255725
cap kelinci
Makmur rahayu
0,1048 0,05371 0,016778 0,037466
0,02117 0,233923
cap dua wayang
Makmur 0,1048 0,033005 0,016778 0,037466 0,034421 0,226469
Kolom total pada tabel 2.12. diperoleh dari penjumlahan pada masing-masing barisnya. Nilai total ini digunakan untuk merangking IKM yang diprioritaskan
untuk dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah.
Semakin besar nilai yang didapat maka semakin besar prioritas untuk dipilih.
Proses perangkingan dilakukan pada seluruh data IKM. Berdasarkan total nilai yang didapat pada masing-masing IKM dari proses penilaian, maka dapat dicari rangking pada masing-masing IKM. Rangking diperoleh dari nilai IKM, mulai dari nilai terbesar diberikan rangking pertama sampai nilai terendah diberikan rangking terakhir.
2.4. Sistem Pendukung Keputusan
Sistem pendukung keputusan (SPK) pada dasarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari Sistem Informasi Manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif dengan pemakainya. Interaktif dengan tujuan untuk memudahkan integrasi antara berbagai komponen dalam proses pengambilan keputusan seperti prosedur, kebijakan, analisis, pengalaman dan wawasan manajer untuk mengambil keputusan yangn lebih baik.
System Pendukung Keputusan (SPK) adalah sistem yang dibangun untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam suatu organisasi perusahaan yang dirancang untuk mengembangkan efektivitas dan produktivitas para manajer dalam menyelesaikan masalah dengan bantuan teknologi komputer. Perlu dipahami bahwa Sistem Pendukung Keputusan (SPK) bukan untuk menggantikan tugas manajer akan tetapi hanya sebagai bahan pertimbangan bagi manajer untuk menentukan keputusan akhir. Dalam menentukan suatu keputusan banyak faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan seorang pengambil keputusan, sehingga dipandang perlu untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang penting dan mempertimbangkan tingkat pengaruh suatu faktor dengan faktor yang lainnya sebelum mengambil keputusan akhir.
Sistem pendukung keputusan merupakan sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi, pemodelan dan memanipulasi data. Sistem ini digunakan untuk membantu pengambilan keputusan dalam situasi yang semiterstruktural dan situasi yang tidak terstruktur dimana tak seorang pun tahu sacara pasti bagaimana keputusan seharusnya dibuat.
2.4.1 Manfaat dan Tujuan Sistem Pendukung Keputusan
Manfaat dari sistem pendukung keputusan bagi perusahaan ialah sebagai berikut:
1. Mempercepat pemecahan permasalahan, efektivitas dalam waktu.
2. Meningkatkan efisiensi pribadi.
3. Menciptakan keunggulan kompetitif melalui kompetisi.
4. Mengurangi biaya.
5. Banyak pilihan tujuan yang diberikan untuk pengambilan keputusan.
6. Dapat meningkatkan efetivitas pengambilan keputusan.
7. Mampu untuk mengotomasikan proses manajerial.
8. Meningkatkan kontrol manajemen.
9. Dapat memperluas kemampuasn pengambilan keputusan dalam memproses data/ informasi.
Sedangkan tujuan dari sistem pendukung keputusan (Decision Support System) adalah :
1. Membantu manajer dalam mengambilan tindakan keputusan atas masalah semistruktur.
2. Memberikan dukungan atas pertimbangan manajer dan bukannya dimaksudkan untuk mengganti fungsi manajer.
3. Meningkatkan efektifitas keputusan yang diambil lebih daripada perbaikan efisiensinya.
4. Kecepatan komputasi, komputer memungkinkan para pengambil keputusan untuk melakukan banyak komputasi secara cepat dengan biaya rendah.
5. Peningkatan produktivitas.
6. Dukungan kualitas.
7. Berdaya asing.
8. Mengatasi keterbatasan kognitif dalam pemrosesan dan penyimpangan.
Dalam menentukan suatu keputusan banyak faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan seorang, sehingga dipandang perlu untuk
mengidentifikasi berbagai faktor yang penting dan mempertimbangkan tingkat
pengaruh suatu faktor dengan faktor yang lainnya sebelum mengambil keputusan akhir.
2.4.2 Proses Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan melibatkan 4 tahapan yaitu:
1. Tahap Intelligence
Tahap ini mempelajari kenyataan yang terjadi sehingga kita bisa mengindentifikasi dan mendefinisikan masalah yang sedang terjadi, biasanya dilakukan analisis berurutan dari sistem ke subsistem pembentukannya.
2. Tahap Design
Tahap ini mengambil keputusan menemukan, mengembangkan dan menganalisis semua pemecahan yang mungkin, yaitu melalui pembuatan model yang bisa mewakili kondisi nyata masalah. Dari tahap ini didapatkan keluaran berupa dokumen alternatif solusi.
3. Tahap Choice
Tahap ini mengambil keputusan memilih salah satu alternatif pemecahan yang dibuat pada tahap design yang dipandang sebagai aksi yang paling tepat untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi.
4. Tahap Implementation
Tahap ini mengambil keputusan menjalankan rangkaian aksi pemecahan yang dipilih di tahap choice. Implementasi yang sukses ditandai dengan terjawabnya solusi dari masalah yang dihadapi, sementara kegagalan ditandai dengan tetap adanya masalah yang sedang dicoba untuk diatasi.
2.4.3 Komponen–Komponen Sistem Pendukung Keputusan
Berikut komponen-komponen sistem pendukung keputusan ialah sebagai berikut:
1. Pengelolaan Data (Data Management)
Pengelolaan data termasuk database, dimana yang memuat data yang relevan yang dipakai di berbagai situasi lalu diatur oleh sebuah software yang disebut Database Management System (DBMS).
2. Pengelolaan Model (Model Management)
Melibatkan model finansial, statistical, beragam model kualitatif lainnya, sehingga dapat memberikan kesistem suatu kemampuan analitis, management science, dan manajemen software yang dibutuhkan.
3. Komunikasi (Communication)
User akan mampu berkomunikasi dan dapat memberikan perintah pada sistem melalui subsistem ini, diperlukanlah suatu antarmuka pemakai (Use Interface).
4. Pengelolaan Pengetahuan (Knowledge Management)
Subsistem yang memberi dukungan ke subsistem lain atau komponen yang dapat berdiri sendiri.
5. Pemakai (User)
User mengaplikasikan pengetahuan ataupun yang disebut pengguna dari sistem.
Dapat dilihat pada gambar 2.4 menjelaskan komponen-komponen yang berhubungan dari sistem pendukung keputusan.
Sumber : waina270809t.wordpress.com
Gambar 2.4. Skema Komponen Sistem Pendukung Keputusan
BAB 3
ANALISIS SISTEM
3.1. Analisis Sistem
Analisis sistem adalah tahapan awal yang perlu dilakukan dalam sebuah perancangan sistem yang akan dibangun. Analisis sistem diperlukan untuk mengetahui analisis kebutuhan dari sistem yang akan dirancang sehingga sistem yang akan dibangun dapat berjalan sesuai dengan fungsinya. Ada tiga fase dalam analisis sistem, yaitu analisis masalah, analisis kebutuhan dan analisis proses.
3.1.1. Analisis Masalah
Analisis masalah merupakan sebuah proses untuk mengidentifikasi penyebab dari masalah tersebut. Dalam penelitian ini, masalah yang akan diselesaikan oleh sistem yang akan dibangun adalah bagaimana cara pengambilan keputusan Triase pada pasien diruangan IGD rumah sakit menggukan metode AHP. Masalah yang ada diidentifikasikan menggukan diagram Ishikawa. Diagram Ishikawa untuk permasalahan ini dapat dilihat pada gambar 3.1. berikut:
Gambar 3.1. Analisis Masalah
Dari diagram ishikawa pada gambar 3.1. diatas, masalah utama yang ada yaitu terdapat beberapa kemungkinan kesalahan dalam perhitungan prioritas dalam penanganan pasien berdasarkan kondisi dari pasien tersebut.
3.1.2. Analisis Kebutuhan
Setelah diketahui penyebab dari permasalahan yang ada, dilakukan analisis kebutuhan sistem untuk mengetahui apa-apa saja yang diperlukan dalam pembuatan sistem ini sehingga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut. Dalam proses ini, terdapat dua bagian analisis kebutuhan yaitu kebutuhan fungsional dan kebutuhan non fungsional.
3.1.2.1. Kebutuhan Fungsional
Kebutuhan fungsional merupakan hal atau proses apa saja yang harus disediakan dan dapat dikerjakan oleh sistem untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Kebutuhan fungsional dari sistem yang akan dibuat dalam penelitian ini, yaitu:
1. Sistem dapat melakukan proses perhitungan nilai kriteria dan alternatif menggunakan metode AHP.
2. Sistem melakukan perangkingan terhadap bobot prioritas setiap pasien.
3.1.2.2. Kebutuhan Non Fungsional
Kebutuhan non fungsional merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan performa dari suatu sistem agar diperoleh kinerja sistem yang baik. Kebutuhan non fungsional dari sistem yang akan dibuat dalam penelitian ini, yaitu:
1. Performa Sistem
Sistem menampilkan perangkingan data pasien dengan cepat.
2. Tampilan Antarmuka Sistem / interface
Sistem yang dibuat menampilkan interface yang menarik (user friendly).
3. Pengendalian / control
Sistem dapat menampilkan pesan error jika terdapat kesalahan saat pengguna memasukkan inputan.
4. Biaya
Tidak memerlukan biaya tambahan dalam pembuatan aplikasi.
3.1.3. Analisis Proses
Pengujian dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui apakah hasil perhitungan metode analytical hierarchy process (AHP) pada sistem yang telah dibuat sama dengan hasil perhitungan yang dilakukan secara manual. Pengujian pertama dilakukan menentukan urutan hirarki pada masing-masing kriteria, dapat dilihat pada gambar 3.2.
Gambar 3.2. Urutan Hirarki Prioritas
Setelah disusun hirarki dari permasalahan, maka langkah selanjutnya yaitu menentukan nilai ketetapan matriks berpasangan. Proses perhitungan dimulai dengan menentukan nilai kriteria. Dalam menentukan nilai kriteria diperlukan nilai perbandingan dalam AHP yaitu antara 1 sampai 9 sesuai dengan teori Saaty, dapat dilihat paa tabel berikut:
Tabel 3.1. Nilai Perbandingan AHP 1 Sama penting dengan
2 Mendekati sedikit lebih penting dari 3 Sedikit leih penting dari
4 Mendekati lebih penting 5 Lebih penting
6 Mendekati sangat penting 7 Sangat penting dari