BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Bab ini akan membahas lebih dalam tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja APIP.
2.1.1 Teori Agensi
Teori Agensi ini melibatkan dua pihak yaitu pihak pertama disebut
prinsipal yang mempercayakan sumber daya atau modal yang dimilikinya kepada
pihak lain, contohnya adalah pemegang saham, pemberi kredit, pemilik lahan, dan
masyarakat. Sedangkan agen adalah pihak yang menerima sumber daya dari pihak
pertama (prinsipal) untuk dikelola bagi kepentingan pemiliknya yang diperankan
oleh direksi dan manejemen suatu organisasi (Pusdiklatwas BPKP, 2007).
Agency problem terjadi dalam organisasi sektor privat maupun sektor publik. Sektor privat terjadi antara pemegang saham dengan manajemen, di sektor
publik antara politisi dengan rakyat. Untuk mengurangi asimetri informasi antara
politisi dan rakyat, laporan keuangan pemerintah daerah harus diaudit oleh pihak
yang independen. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 bahwa
pengawasan intern di lingkungan instansi pemerintah dilakukan oleh Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). APIP akan melakukan audit, reviu,
evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan
tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai
ditetapkan secara efektif dan efesien yang akan mewujudkan tata pemerintahan
yang baik.
2.1.2 Pengertian APIP
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah aparat yang
melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan
pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi (Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 1 ayat 11).
Ada dua jabatan fungsional yang menopang tugas-tugas Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), yaitu jabatan fungsional auditor yang
pembina jabatannya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan
jabatan fungsional Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Daerah
(P2UPD) yang pembina jabatannya adalah Kementerian Dalam Negeri.
Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor PER/220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka
Kreditnya bahwa auditor adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas,
tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan pengawasan intern pada instansi
pemerintah, lembaga dan/atau pihak lain yang didalamnya terdapat kepentingan
negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang diduduki oleh Pegawai
Negeri Sipil dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat
yang berwenang. Tugas pokok auditor adalah melaksanakan kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan teknis, pengendalian, dan evaluasi pengawasan, dan
harus mendapat surat penugasan dari pimpinan instansi pengawasan
dan kegiatan pengawasan lain seperti konsultasi, sosialisasi, asistensi, dalam rangka
memberikan keyakinan yang memadai, efisiensi dan efektifitas manajemen risiko,
pengendalian, dan proses tata kelola unit yang diawasi, melaksanakan tugas dan
kewenangannya harus sesuai dengan standar pengawasan dan kode etik auditor.
Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor PER/15/M.PAN/9/2009 tentang Jabatan Fungsional Pengawas
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Di Daerah dan Angka Kreditnya bahwa
Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Daerah adalah jabatan
fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggungjawab, dan wewenang
untuk melakukan kegiatan pengawasan atas penyelenggaraan teknis urusan
pemerintahan di daerah, di luar pengawasan keuangan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil. Tugas pokok
pengawas pemerintahan adalah melaksanakan pengawasan atas penyelenggaraan
teknis urusan pemerintahan di daerah dan di luar pengawasan keuangan, yang
meliputi pengawasan atas pembinaan pelaksanaan urusan pemerintahan,
pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan, pengawasan atas peraturan
daerah dan peraturan kepala daerah, pengawasan atas dekonsentrasi dan tugas
pembantuan, pengawasan untuk tujuan tertentu dan melaksanakan evaluasi
penyelenggaraan teknis pemerintahan di daerah. Dalam melaksanakan tugas pokok
sebagaimana dimaksud pengawas pemerintahan harus mendapatkan penugasan
2.1.3 Kinerja APIP
Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu
organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat
keberhasilan individu maupun kelompok individu (Mahsun, et.al. 2007). Sedangkan menurut Robbin , et.al. (2007), kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan individu dibandingkan dengan kriteria yang
telah ditetapkan bersama.
Menurut Mangkunegara (2005) kinerja aparat pengawasan intern
pemerintah yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Kinerja auditor merupakan tindakan atau pelaksanaan
tugas pemeriksaan yang telah diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu
tertentu. Pengertian kinerja auditor menurut Mulyadi, et.al. (1998) adalah akuntan
publik yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif
atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk
menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang material,
posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Kinerja Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah terlaksananya suatu
mempertimbangkan kuantitas, kualitas, ketepatan waktu dan bertanggung jawab
penuh dalam melaksanakannya.
2.1.4 Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi adalah sebagai suatu keadaan dimana seorang
karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Keterlibatan pekerjaan
yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara
komitmen organisasi yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut
individu tersebut (Robbin, 1998). Komitmen organisasi yang tinggi seharusnya
mendorong APIP ke perilaku yang sesuai dengan kepentingan publik dan menjauh
dari perilaku yang membahayakan profesi. Semakin kuat komitmen, semakin kuat
kecenderungan seseorang untuk diarahkan pada tindakan sesuai dengan standar
(Gustati, 2011).
Menurut Sopiah (2008) memberikan definisi komitmen organisasi adalah
derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan
akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi. Ada 3 (tiga)
komponen komitmen antara lain affective commitment, terjadi apabila karyawan
ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional.
Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain atau karena
karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. Normative commitment
organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi
merupakan hal yang seharusnya dilakukan.
Menurut Sopiah (2008) menyatakan bahwa ada 4 (empat) faktor yang
mempengaruhi komitmen organisasi yaitu (1) faktor personal, misalnya usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, dll, (2) karakteristik
pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran
dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dll, (3) karakteristik struktur,
misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisasi atau
desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat pengendalian yang dilakukan
organisasi terhadap karyawan dan (4) pengalaman kerja adalah pengalaman kerja
karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada
organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah
puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang
berlainan.
2.1.5 Motivasi
Menurut Wibowo (2007) motivasi merupakan dorongan terhadap
serangkaian proses perilaku manusia pada pencapaian tujuan. Sedangkan elemen
yang terkandung dalam motivasi meliputi unsur membangkitkan, mengarahkan,
menjaga, menunjukkan intensitas, bersifat terus menerus dan adanya tujuan.
Menurut Mangkunegara (2005) motivasi adalah kondisi yang menggerakan
pegawai agar mencapai tujuan dari motifnya.
Menurut Hasibuan (1996) ada dua jenis motivasi yang digunakan antara
bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi diatas
prestasi standar, dengan motivasi positif ini semangat kerja bawahan akan
meningkat. Insentif yang diberikan kepada karyawan diatas standar dapat berupa
uang, fasilitas, barang, dan lain-lain. (b) Motivasi negatif, pimpinan memotivasi
dengan memberikan hukuman bagi mereka yang bekerja dibawah standar yang
ditentukan.
Tujuan pemberian motivasi menurut Hasibuan (1996) dikemukakan antara
lain mendorong gairah dan kerja karyawan, meningkatkan moral dan kepuasan
kerja karyawan, mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan,
meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan,
menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik, meningkatkan kreativitas,
partisipasi dan kesejahteraan karyawan, meningkatkan rasa tanggung jawab
terhadap tugas, meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan efisiensi.
2.1.6 Kecermatan Profesional
Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor PER/05/M.PAN/03/2008 menyatakan APIP harus menggunakan keahlian
profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara
hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat
diterapkan dalam pertimbangan profesional (profesional judgement), meskipun
dapat terjadi penarikan kesimpulan yang tidak tepat ketika audit sudah dilakukan
dengan seksama.
audit, pemilihan pengujian dan hasilnya, pemilihan jenis dan tingkat sumber daya
yang tersedia untuk mencapai tujuan audit, penentuan signifikan tidaknya risiko
yang diidentifikasi dalam audit dan efek/dampaknya, pengumpulan yang
berkaitan dengan penugasan audit.
2.1.7 Kepatuhan pada Kode Etik
APIP harus mematuhi kode etik yang ditetapkan. Menurut Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 4 Tahun 2008 ditetapkannya
kode etik APIP adalah tersedianya pedoman perilaku bagi auditor dalam
menjalankan profesinya dan bagi atasan APIP dalam mengevaluasi perilaku. Jika
terjadi pelanggaran, maka pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran kode
etik oleh APIP kepada pimpinan organisasi. Kode Etik APIP terdiri dari 2 (dua)
komponen yaitu: (1) prinsip-prinsp perilaku auditor misalnya dari integritas yaitu
APIP harus memiliki kepribadian yang jujur, berani, bertanggung jawab, dari
objektifitas yaitu APIP harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan profesional
dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data/informasi auditi, dari
kerahasiaan yaitu APIP harus menghargai nilai, dan kepemilikan informasi yang
diterimanya, dan tidak mengungkapkan informasi tersebut, dan dari segi
kompetensi yaitu, APIP harus memiliki pengalaman dan keterampilan untuk
melaksanakan pemeriksaan. (2) Aturan perilaku yang menjelaskan lebih lanjut
prinsip-prinsp perilaku auditor.
Tujuan kode etik adalah mendorong sebuah budaya etis dalam profesi APIP,
memastikan bahwa seorang yang profesional akan bertingkah laku pada tingkat
laku yang tidak etis, agar terpenuhi prinsip-prinsip kerja yang akuntabel dan
terlaksananya pengendalian audit sehingga dapat terwujudnya auditor yang
kredibel dengan kinerja yang optimal dalam pelaksanaan audit.
Kode etik APIP ini diberlakukan untuk melaksanakan pengawasan, dan
pemantauan tindak lanjutnya. Tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik tidak
dapat diberi toleransi meskipun dengan alasan tindakan tersebut dilakukan demi
kepentingan organisasi, atau diperintahkan oleh pejabat yang lebih tinggi. APIP
tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa karyawan lain melakukan
tindakan melawan hukum atau tidak etis. Pimpinan APIP harus melaporkan
pelanggaran kode etik oleh auditor kepada pimpinan organisasi.
Pemeriksaan, investigasi dan pelaporan pelanggaran kode etik ditangani
oleh Badan Kehormatan Profesi, yang terdiri dari pimpinan APIP dengan anggota
yang berjumlah ganjil dan disesuaikan dengan kebutuhan. Personil APIP yang
terbukti melanggar kode etik akan dikenakan sanksi oleh pimpinan APIP atas
rekomendasi dari Badan Kehormatan Profesi. Bentuk-bentuk sanksi yang
direkomendasikan oleh Badan Kehormatan Profesi antara lain berupa teguran
tertulis, usulan pemberhentian dari tim audit, tidak diberi penugasan audit selama
jangka waktu tertentu.
2.1.8 Struktur Audit
Pendekatan struktur audit adalah sebuah pendekatan sistematis terhadap
auditing yang dikarakteristikkan oleh langkah-langkah penentuan audit, prosedur
rangkaian logis, keputusan, dokumentasi, dan menggunakan sekumpulan alat-alat,
melakukan audit (Hanif, 2013). Struktur audit meliputi sifat, keluasan, dan waktu
audit. Struktur audit membantu APIP dalam memberikan perintah kepada staf
auditnya mengenai pekerjaan yang harus dilaksanakan.
Struktur audit harus menentukan secara rinci prosedur audit yang
diperlukan untuk mencapai tujuan audit. Fungsi struktur audit meliputi petunjuk
mengenai apa yang harus dilakukan dan instruksi bagaimana hal tersebut harus
diselesaikan, alat-alat untuk melakukan koordinasi, pengawasan, pengendalian
audit, dan alat-alat untuk penilaian kualitas kerja yang dilaksanakan.
Pendekatan struktur audit juga berhubungan dengan total waktu
pelaksanaan audit yang lebih lama, di mana menggunakan lebih banyak sumber
daya, dan input. Namun ketika ada kejadian yang tidak terantisipasi, maka
perusahaan yang menggunakan pendekatan struktur audit lebih mampu
beradaptasi secara cepat sehingga waktu yang digunakan untuk melakukan
penelitian menjadi lebih singkat (Hanif, 2013).
APIP harus memiliki pengetahuan tentang struktur audit yang baku karena
tanpa pengetahuan tersebut cenderung mengalami kesulitan dalam menjalankan
tugas pemeriksaan. Hal ini berkaitan dengan koordinasi arus kerja, wewenang
yang dimiliki, komunikasi, dan kemampuan beradaptasi sehingga penggunaan
pendekatan struktur audit diharapkan dapat meningkatkan kinerja menjadi lebih
baik (Hanif, 2013).
2.1.9 Keahlian
Keahlian adalah kemampuan seseorang dalam mengerjakan sebuah
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/05/M.PAN/03/2008
menyatakan auditor harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan
kompetensi lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.
Pimpinan APIP harus yakin bahwa latar belakang pendidikan dan
kompetensi teknis auditor memadai untuk pekerjaan audit yang akan
dilaksanakan. Oleh karena itu, pimpinan APIP wajib menciptakan kriteria yang
memadai tentang pendidikan, dan pengalaman dalam mengisi posisi auditor di
lingkungan APIP. Aturan tentang tingkatan pendidikan formal minimal, dan
pelatihan yang diperlukan harus dievaluasi secara periodik guna menyesuaikan
dengan situasi dan kondisi yang dihadapi unit yang dilayani oleh APIP.
Kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh APIP adalah auditing,
akuntansi, administrasi pemerintahan dan komunikasi. Disamping wajib memiliki
keahlian tentang standar audit, kebijakan, prosedur, dan praktik-praktik audit,
APIP harus memiliki keahlian yang memadai tentang lingkungan pemerintahan
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi unit yang dilayani oleh APIP. Dalam hal
APIP melakukan audit terhadap sistem keuangan, catatan akuntansi dan laporan
keuangan, maka wajib mempunyai keahlian atau mendapatkan pelatihan di bidang
akuntansi sektor publik dan ilmu-ilmu lainnya yang terkait dengan akuntabilitas
auditi. APIP pada dasarnya berfungsi melakukan audit di bidang pemerintahan,
sehingga harus memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan administrasi
pemerintahan.
APIP juga harus memiliki pengetahuan yang memadai di bidang hokum,
kecurangan (fraud). Selain itu, APIP harus memiliki keterampilan dalam hal berkomunikasi secara efektif dengan auditee sehingga pada saat melakukan
pemeriksaan memperoleh hasil yang diinginkan. APIP harus mempunyai
sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor (JFA), mengikuti pendidikan, pelatihan
profesional berkelanjutan (continuing professional education), dan sertifikasi
jabatan Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Daerah (P2UPD).
APIP wajib mengikuti pendidikan, dan pelatihan sertifikasi jabatan fungsional
yang sesuai dengan jenjangnya. Pimpinan APIP wajib memfasilitasi untuk
mengikuti pendidikan, dan pelatihan serta ujian sertifikasi sesuai dengan
ketentuan.
APIP wajib memiliki pengetahuan, dan akses atas informasi teraktual
dalam standar, metodologi, prosedur, dan teknik audit. Pendidikan profesional
berkelanjutan dapat diperoleh melalui keanggotaan dan partisipasi dalam asosiasi
profesi, pendidikan sertifikasi jabatan fungsional auditor, konferensi, seminar,
kursus-kursus, program pelatihan di kantor sendiri, dan partisipasi dalam proyek
penelitian yang memiliki substansi di bidang audit.
APIP dapat menggunakan tenaga ahli apabila tidak mempunyai keahlian
yang diharapkan untuk melaksanakan penugasan. Tenaga ahli yang dimaksud
dapat merupakan aktuaris, penilai (appraiser), pengacara, insinyur, konsultan
lingkungan, profesi medis, ahli statistik maupun geologi. Tenaga ahli tersebut
dapat berasal dari dalam maupun dari luar organisasi. Dalam hal penggunaan
tenaga ahli, harus menilai kualifikasi profesional, kompetensi dan pengalaman
2.1.10 Independensi
Independensi secara umum berarti wujud sikap objektif dan tidak bias
dalam pengambilan putusan. Secara spesifik, independensi bagi para auditor
adalah kemampuan, dan kemauan para auditor untuk senantiasa mempertahankan
sikap yang bebas atau tidak terikat oleh kepentingan manapun dan tekanan dari
pihak siapapun, termasuk kepentingannya sendiri, dalam menentukan putusan
yang tepat pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil audit
(Pusdiklatwas BPKP, 2007)
Pusdiklatwas BPKP (2007) menyebutkan independensi sesungguhnya
merupakan “state of mind”. Sehubungan dengan itu, independensi auditor dapat
ditinjau dan dievaluasi dari dua sisi, yakni independensi praktisi dan indepedensi
profesi. Independensi praktisi dalah independensi yang nyata atau faktual yang
diperoleh dan dipertahankan oleh auditor dalam seluruh rangkaian kegiatan audit,
mulai dari tahap perencanaan sampai tahap pelaporan. Independensi dalam fakta
ini merupakan tinjauan terhadap kebebasan yang sesungguhnya dimiliki oleh
auditor, sehingga merupakan kondisi ideal yang perlu diwujudkan oleh auditor.
Independensi profesi ialah independensi yang ditinjau menurut citra (image)
auditor dari pandangan publik atau masyarakat umum terhadap auditor yang
bertugas. Independensi menurut tinjauan ini sering dinamakan independensi
dalam penampilan (independence in appearance).
Mulyadi (2002) menyatakan bahwa independensi berarti sikap mental
yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan pihak lain dan tidak tergantung pada
mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak
dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapat.
Independensi dapat dibagi atas 3 (tiga) yaitu independensi program ialah
kebebasan APIP dari pengaruh dan kendali pihak lain, termasuk kliennya, dalam
penentuan sasaran, dan ruang lingkup pengujiannya, dalam hal penerapan
prosedur audit yang dipandang perlu, serta dalam hal pemilihan teknik audit yang
hendak digunakan. Independensi ini harus nyata pada seluruh tahap perencanaan
dengan upaya mencegah keinginan manajemen klien yang cenderung menghindari
cakupan audit pada bidang-bidang yang sensitif, atau hanya menginginkan
dilaksanakannya prosedur atau teknik pemeriksaan tertentu.
Independensi investigasi ialah kebebasan auditor dari pengaruh atau
kendali pihak lain, termasuk manajemen auditan dalam melakukan aktivitas
pembuktian yang diperlukannya, termasuk dalam hal akses terhadap semua
sumber data atau informasi yang diperlukan, dukungan teknis dari pihak auditan
dalam rangka pemeriksaan lapangan atau pengujian fisik, dan memperoleh
keterangan dari setiap pejabat atau personil organisasi.
Independensi pelaporan dimaksudkan agar APIP memiliki kebebasan
tanpa pengaruh dan kendali klien atau pihak lain dalam mengemukakan fakta
yang telah diuji, atau dalam menetapkan judgment serta simpulannya, maupun
dalam menyampaikan opini serta rekomendasinya. Termasuk dalam hal ini ialah
kebebasan dari pengaruh auditan dalam pemilihan bahasa atau kata-kata, maupun
harus ada jaminan penuh bahwa klien tidak mempengaruhi materi laporan audit
(Pusdiklatwas BPKP, 2007).
Berdasarkan uraian di atas, setiap APIP harus memelihara agar
independensinya terjaga dan waspada terhadap kemungkinan pengaruh pihak lain,
terutama pihak klien, yang berkepentingan untuk mengarahkan tindakan-tindakan
serta isi laporan audit agar sesuai dengan kemauannya. Jika dianalisis lebih lanjut,
sesungguhnya kualitas independensi dalam audit sangat bergantung kepada
individu APIP sendiri. Apabila APIP selalu berupaya secara nyata untuk
memposisikan dirinya dan tindakan-tindakannya secara independen, maka setiap
hambatan atas hal itu seharusnya dinyatakan dalam laporan hasil pemeriksaan.
2.1.11 Gaya Kepemimpinan
Menurut Luthan (2002) gaya kepemimpinan (leadership style) merupakan
cara pimpinan untuk mempengaruhi orang lain/bawahannya sedemikian rupa
sehingga orang tersebut mau melakukan kehendak pimpinan untuk mencapai
tujuan organisasi meskipun secara pribadi hal tersebut mungkin tidak disenangi.
Menurut Sedarmayanti (2007) gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku
yang digunakan oleh seorang manajer pada saat ia mempengaruhi perilaku
bawahannya. Seseorang yang menjalankan fungsi manajemen berkewajiban
mempengaruhi karyawan yang dibawahinya agar mereka tetap melaksanakan
tugasnya dengan baik, memiliki dedikasi terhadap organisasi dan tetap merasa
berkewajiban untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan menurut Efendi
pemimpin melaksanakan kegiatannya dalam upaya membimbing, memandu,
mengarahkan, dan mengontrol pikiran, perasaan, atau perilaku seseorang atau
sejumlah orang untuk mencapai tujuan.
Dalam prakteknya, setiap pemimpin memiliki gaya yang berbeda dalam
melaksanakan tugas-tugasnya, yang menggerakkan bawahannya guna melakukan
tugas dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Menurut Sunarto (2005) gaya
kepemimpinan terbagi atas 4 (empat) yaitu (1) gaya kepemimpinan
kharismatik/non-kharismatik adalah gaya kepemimpinan yang visioner, memiliki
orientasi prestasi pengambil risiko yang penuh perhitungan, dan juga merupakan
komunikator yang baik. (2) gaya kepemimpinan otokratis/demokratis, gaya
kepemimpinan otokratis adalah gaya kepemimpinan yang cenderung membuat
keputusan sendiri, serta memaksa karyawan agar melaksanakan perintahnya,
sedangkan gaya kepemimpinan yang demokratis mendorong karyawan untuk ikut
serta dalam pengambilan keputusan. (3) gaya kepemimpinan
pendorong/pengawas, gaya kepemimpinan pendorong adalah gaya kepemimpinan
yang mempunyai sifat memberikan dorongan kepada karyawan, memberi
semangat kepada karyawan menggunakan visinya, dan memberdayakan karyawan
untuk mencapai tujuan kelompok, sedangkan gaya kepemimpinan pengawas
adalah memanipulasi karyawan agar patuh. (4) gaya kepemimpinan
transaksional/transformasional, gaya kepemimpinan transaksional adalah gaya
kepemimpinan memanfaatkan uang, pekerjaan, dan keamanan pekerjaan untuk
transformasional memberikan motivasi kepada karyawan untuk bekerja keras
mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi.
2.1.12 Reward (Penghargaan)
Penghargaan adalah jumlah pembayaran yang diterima dan tingkat
kesesuaian antara pembayaran tersebut dengan pekerjaan yang dilakukan
(Suwarto, M.S, F.X, 2011). Dalam organisasi ada istilah insentif, yang merupakan
suatu penghargaan dalam bentuk material atau non-material yang diberikan oleh
pihak pimpinan organisasi kepada karyawan agar mereka bekerja dengan
menjadikan modal motivasi yang tinggi dan berprestasi dalam mencapai
tujuan-tujuan organisasi.
Menurut Mahsun, et.al. (2007) ada dua tipe reward sebagai berikut: (a). social reward adalah pujian dan pengakuan diri dari dalam dan luar organisasi, yang merupakan faktor ektrinsik reward yang diperoleh dari lingkungannya,
seperti finansial materi, dan piagam penghargaan. (b) psychic reward datang dari
self esteem (berkaitan dengan harga diri), selfsatisfaction (kepuasan diri), dan kebanggaan atas hasil yang dicapai, psychic reward adalah instrinsik reward yang
datang dari dalam diri seseorang, seperti pujian, sanjungan, dan ucapan selamat
yang dirasakan pegawai sebagian bentuk pengakuan terhadap dirinya dan
mendatangkan kepuasan bagi dirinya sendiri.
Menurut Hasibuan (2007) tujuan pemberian penghargaan antara lain
adalah sebagai ikatan kerja sama, kepuasan kerja, pengadaan efektif, motivasi,
ikatan kerja sama dengan pemberian penghargaan terjalinlah ikatan kerja sama
formal antara manajer, dan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugas
dengan baik, sedangkan manajer wajib membayar penghargaan sesuai dengan
perjanjian yang disepakati; (b) kepuasan kerja dengan penghargaan, karyawan
akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya
sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya; (c) pengadaan efektif jika
program penghargaan ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang
qualified untuk perusahaan akan lebih mudah; (d) motivasi jika penghargaan yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya; (e)
stabilitas karyawan dengan program atas prinsip adil, dan layak serta eksternal
konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena
turnover relatif kecil; (f) disiplin dengan pemberian penghargaan yang cukup
besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari, serta
menaati peraturan-peraturan yang berlaku; (g) pengaruh serikat buruh dengan
program penghargaan yang baik pengaruh serikat buruh dapat diindarkan, dan
karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya; (h) pengaruh pemerintah jika
program penghargaan sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku
maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan dari beberapa hasil
penelitian yang telah dilakukan antara lain yaitu :
Penelitian oleh Gustati (2011) dengan judul Hubungan Antara Komponen
Komitmen Organisasi dengan Kinerja Auditor BPKP (Studi Pada Auditor
Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Provinsi Sumatera
Barat). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hubungan antara komponen standar
umum APIP, motivasi, dan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap
kinerja auditor BPKP Provinsi Sumatera Barat. Metode analisis data yang
digunakan dalam penelitian Gustati adalah korelasi sederhana (bivarate
correlation) dengan software SPSS versi 16.0.
Selanjutnya penelitian oleh Cahyasumirat (2006) dengan judul Pengaruh
Profesionalisme dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Auditor dengan
Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening pada internal auditor PT.Bank ABC.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa profesionalisme secara positif
berpengaruh terhadap kepuasan kerja internal auditor namun tidak memiliki
pengaruh positif terhadap kinerja. Sedangkan komitmen organisasi tidak
berpengaruh terhadap kinerja dan kepuasan kerja. Metode analisis data yang
digunakan untuk menguji masing-masing hipotesis adalah analisis jalur .
Penelitian oleh Trisnaningsih (2007) dengan judul Independensi Auditor
dan Komitmen Organisasi sebagai Mediasi Pengaruh Pemahaman Good
Governance, Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja
Auditor pada Kantor Akuntan Publik di seluruh Indonesia. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa (1) pemahaman good governance tidak berpengaruh
langsung terhadap kinerja auditor, melainkan berpengaruh tidak langsung melalui
independensi auditor. (2) gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap
dalam hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja auditor. (3) Budaya
organisasi tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor, namun secara
tidak langsung komitmen organisasi memediasi hubungan antara budaya
organisasi terhadap kinerja auditor. Metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian adalah SEM (Structural Equation Model ) dengan program AMOS 6.
Penelitian oleh Dalmy (2009) dengan judul Pengaruh SDM, Komitmen,
Motivasi terhadap Kinerja Auditor dan Reward sebagai Variabel Moderating pada
Inspektorat Propinsi Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi
berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Tidak ditemukan pengaruh
interaksi reward terhadap hubungan antara SDM, komitmen, dan motivasi dengan
kinerja auditor. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah
regresi linear berganda dengan software SPSS versi 16.0.
Penelitian oleh Albar (2009) dengan judul Pengaruh Tingkat Pendidikan,
Pendidikan Berkelanjutan, Komitmen Organisasi, Sistem Reward, Pengalaman
dan Motivasi terhadap Kinerja Auditor Inspektorat Provinsi Sumatera Utara. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan,
komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman dan motivasi berpengaruh
secara simultan dan secara parsial terhadap kinerja auditor inspektorat sebesar
25% sedangkan sisanya 75% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan
oleh model penelitian ini. Secara parsial hanya variabel sistem reward dan
motivasi berpengaruh terhadap kinerja auditor. Metode analisis data yang
Marganingsih dan Martani (2010) dengan judul Anteseden Komitmen
Organisasi dan Motivasi Konsekuensinya terhadap kinerja auditor internal
pemerintah pada Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa budaya organisasi merupakan anteseden dari komitmen
organisasi, sedangkan diskusi kerta kerja auditor dan komitmen organisasi
merupakan anteseden dari motivasi auditor. Komitmen organisasi, tekanan
anggaran, waktu dan diskusi reviu kertas kerja audit mempunyai konsekuensi
positif terhadap kinerja auditor sedangkan budaya organisasi mempunyai
konsekuensi negatif terhadap kinerja auditor. Metode analisis data yang
digunakan dalam penelitian adalah Structural Equation Model (SEM) yang diolah
dengan menggunakan software Lisrel.
Penelitian oleh Wati, et.al. (2010) dengan judul Pengaruh Independensi, Gaya Kepemimpinan, Komitmen Organisasi, Dan Pemahaman Good Governance
terhadap Kinerja Auditor Pemerintah (studi pada auditor pemerintah di BPKP
Perwakilan Bengkulu). Hasil penelitian menunjukkan bahwa independensi, gaya
kepemimpinan, komitmen organisasi dan pemahaman good governance berpengaruh positif terhadap kinerja auditor pemerintah pada BPKP Perwakilan
Bengkulu. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah regresi
linear berganda dengan software SPSS versi 15.0.
Penelitian oleh Wulandari, et.al. (2011) dengan judul Pengaruh Kompetensi, Independensi, dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Auditor
pada BPKP Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian
berpengaruh signifikan dan secara parsial terhadap kinerja Auditor. Affective
commitment dan normative commitment berpengaruh secara parsial terhadap kinerja auditor, sedangkan continuance commitment tidak berpengaruh terhadap
kinerja auditor BPKP Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta. Metode analisis
data yang digunakan dalam penelitian adalah regresi linear berganda dengan
software SPSS versi 19.0.
Yuskar, et.al. (2011) dengan judul Pengaruh Independensi Auditor, Komitmen Organisasi, Pemahaman Good Governance, Integritas Auditor, Budaya
Organisasi, Dan Etos Kerja Terhadap Kinerja Auditor (studi empiris pada Kantor
Akuntan Publik Big Four yang berafiliasi di Indonesia tahun 2011). Hasil
Penelitian ini menunjukkan bahwa independensi auditor, komitmen organisasi,
integritas auditor dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja
auditor, walaupun variabel lain yaitu pemahaman good governance dan etos kerja
tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Metode analisis data yang
digunakan dalam penelitian adalah regresi linear berganda dengan software SPSS.
Siregar (2012) dengan judul Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia,
Komitmen Organisasi dan Motivasi Kerja dengan Tindakan Supervisi sebagai
Variabel Moderating terhadap Kinerja Auditor pada Inspektorat Provinsi
Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas sumber daya
manusia, komitmen organisasi dan motivasi kerja berpengaruh secara simultan
dan secara parsial komitmen organisasi dan motivasi kerja tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja auditor. Tindakan supervisi tidak dapat memoderasi
terhadap kinerja auditor pada Inspektorat Provinsi Sumatera Utara. Metode
analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah model regresi linear
berganda.
Penelitian oleh Febriansyah, et.al. (2013) dengan judul Pengaruh Keahlian, Independensi, Kecermatan Profesional, dengan Etika sebagai Variabel
Moderasi terhadap Kualitas Auditor pada Inspektorat Provinsi Bengkulu. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa keahlian, independensi, dan kecermatan
profesional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja auditor dan
variabel keahlian, independensi dan kecermatan professional yang dimoderasi
oleh variabel etika memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
kualitas auditor. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah
regresi linear berganda dengan software SPSS.
Hanif (2013) dengan judul Pengaruh Struktur Audit, Konflik Peran, dan
Ketidakjelasan Peran terhadap Kinerja Auditor (studi pada Kantor Akuntan Publik
Jawa Timur). Hasil penelitian menunjukan bahwa struktur audit dan konflik peran
berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja auditor, namun ketidakjelasan
peran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja auditor. Metode
analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah regresi linear berganda
dengan software SPSS.
Ariani, et.al. (2015) dengan judul Pengaruh Integritas, Objektifitas, Kerahasiaan, dan Kompetensi pada Kinerja Auditor Inspektorat Kota Denpasar.
kompetensi berpengaruh signifikan dan positif pada kinerja auditor Inspektorat
Kota Denpasar. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah
regresi linear berganda dengan software SPSS.
Afifah, et.al. (2015) melakukan penelitian tentang The Effect of Role Conflict, Self-Efficacy, Professional Ethical Sensitivity on Auditor Performance with Emotional Quotient as Moderating Variable, dalam penelitian tersebut mengungkapkan bahwa afikasi diri dan sensitivitas etika profesional berpengaruh
positif dan siginifikan terhadap kinerja auditor. Konflik peran berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap kinerja auditor. Kecermatan profesional dapat
memoderasi hubungan antara konflik peran, afikasi diri dan sensitivitas etika
profesional dengan kinerja auditor.
Tabel 2.1Tinjauan Peneliti Terdahulu
Nama Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Gustati (2011)
Hubungan antara komponen standar umum aparat
pengawasan intern
pemerintah (APIP), -Kinerja auditor
Independen:
-Komponen Standar
Umum APIP -Motivasi
-Komitmen
organisasi
Komponen standar umum APIP, motivasi dan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor BPKP Perwakilan Provinsi Sumatera Barat.
Gunawan
intervening pada
internal auditor PT.Bank ABC.
Dependen: -Kinerja auditor
Independen: -Profesionalisme
-Komitmen
organisasi Intervening : -Kepuasan kerja
-Profesionalisme secara positif
berpengaruh terhadap kepuasan kerja internal auditor namun tidak memiliki pengaruh positif terhadap kinerja.
-Komitmen organisasi tidak
berpengaruh terhadap kinerja dan kepuasan kerja.
Sri
pemahaman good
governanace, gaya kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja auditor pada KAP Seluruh Indonesia.
-Pemahaman good governance tidak
berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor, melainkan berpengaruh tidak langsung melalui independensi auditor.
-Gaya kepemimpinan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja auditor, tetapi komitmen organisasi bukan merupakan intervening variabel dalam hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja auditor.
-Budaya organisasi tidak berpengaruh
langsung terhadap kinerja auditor, namun secara tidak langsung komitmen organisasi memediasi hubungan antara budaya organisasi terhadap kinerja auditor.
Zulkifli Albar dan motivasi auditor terhadap kinerja auditor inspektorat Provinsi Sumatera Utara
Dependen: - Kinerja Auditor
Independen:
- Sistem Reward
- Pengalaman
- Motivasi
Tingkat Pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi,
sistem reward, pengalaman dan
motivasi berpengaruh secara simultan dan secara parsial terhadap kinerja auditor inspektorat sebesar 25% sedangkan sisanya 75% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Secara
parsial hanya variabel sistem reward
dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja auditor.
Darlisman Dalmy (2009)
Pengaruh SDM, komitmen, motivasi terhadap kinerja auditor dan reward sebagai variabel moderating pada Inspektorat Propinsi Jambi.
Dependen: -Kinerja Auditor
Independen:
Motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Tidak
ditemukan pengaruh interaksi reward
terhadap hubungan antara SDM, komitmen dan motivasi dengan kinerja auditor. (studi pada Auditor Pemerintah di BPKP Perwakilan
Bengkulu).
Dependen: -Kinerja auditor
Independen:
Independensi, gaya kepemimpinan,
komitmen organisasi dan
pemahaman good governance
berpengaruh positif terhadap kinerja auditor.
Arywarti saat ini sudah berganti menjadi “Lembaga
Pemerintah Non Kementerian
Dependen: - Kinerja auditor
pemerintah Independen:
- Komitmen
organisasi
- Budaya organisasi
- Diskusi reviu kertas kerja auditor
- Motivasi
- Tekanan anggaran
waktu
Budaya organisasi merupakan anteseden dari komitmen organisasi, sedangkan diskusi reviu kertas kerja auditor dan komitmen organisasi merupakan anteseden dari motivasi auditor. Komitmen organisasi, motivasi, tekanan anggaran waktu dan diskusi reviu kertas kerja audit mempunyai konsekuensi positif terhadap kinerja auditor sedangkan budaya organisasi mempunyai konsekuensi negatif terhadap kinerja auditor.
pemahaman good
governance.
Integritas auditor, budaya organisasi, dan etos kerja terhadap kinerja auditor (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik Big Four yang berafiliasi di Indonesia Tahun 2011).
Dependen: -Kinerja auditor
Independen: -Integritas auditor
-Budaya organisasi
-Etos kerja
-Independensi, komitmen organisasi,
integritas auditor dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor.
-Pemahaman good governance dan
etos kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor.
Endah
terhadap kinerja
auditor pada BPKP Perwakilan DIY
Kompetensi dan independensi secara bersama-sama berpengaruh signifikan dan secara parsial terhadap kinerja
auditor. Affective commitment dan
normative commitment berpengaruh secara parsial terhadap kinerja auditor,
sedangkan continuance commitment
tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor.
- Kinerja Auditor
Independen:
- Kualitas Sumber
Daya Manusia
- Komitmen
Organisasi
- Motivasi Kerja
Moderating:
- Tindakan
Supervisi
Kualitas sumber daya manusia, komitmen organisasi, dan motivasi kerja berpengaruh secara simultan dan secara parsial komitmen organisasi dan motivasi kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor, sedangkan kualitas sumber daya manusia berpengaruh terhadap kinerja auditor. Tindakan supervisi tidak dapat memoderasi variabel kualitas sumber daya manusia, komitmen organisasi, dan motivasi kerja terhadap kinerja auditor Inspektorat Provinsi Sumatera Utara.
Rheny Afriana Hanif (2013)
Pengaruh struktur audit, konflik peran dan ketidakjelasan peran terhadap kinerja auditor (Studi pada Kantor
Akuntan Publik
Jawa Timur). - Ketidakjelasan
peran
Struktur audit dan konflik peran berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor, namun ketidakjelasan peran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja auditor.
Erwin Febriansyah, M. Rasuli, Hardi (2013)
Pengaruh keahlian, independensi, kecermatan
profesional, dengan
etika sebagai
variabel moderasi
terhadap kualitas
auditor pada Inspektorat Provinsi Bengkulu
Dependen: -Kualitas Auditor
Independen: -Keahlian
-Independensi
-Kecermatan Profesional
Keahlian, independensi, dan
kecermatan profesional memilki
pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja auditor dan variabel
keahlian, independensi dan
kecermatan professional yang dimoderasi oleh variabel etika memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kualitas auditor Inspektorat Provinsi Bengkulu.
Komang
Pengaruh integritas, objektifitas,
kerahasiaan, dan kompetensi pada
kinerja auditor
Inspektorat Kota Denpasar.
Dependen: -Kinerja Auditor
Independen: -Integritas -Objektifitas
-Kerahasiaan
-Kompetensi
Integritas, objektifitas, kerahasiaan, dan kompetensi berpengaruh signifikan dan positif pada kinerja auditor Inspektorat Kota Denpasar.
Afifah,U,Ria, N.S, Rita,A, Zuraidah, M.S (2015)
The Effect of Role Conflict, Self-Role of Conflict, Self Efficacy, Professional Ethical Sensitivity Moderating:
- Emotional Quotient
Afikasi diri dan sensitivitas etika profesional berpengaruh positif dan siginifikan terhadap kinerja auditor. Konflik peran berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja auditor. Kecermatan profesional dapat memoderasi hubungan antara konflik peran, afikasi diri dan sensitivitas etika profesional dengan kinerja auditor.