• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dengan Reward sebagai Variabel Moderating pada Inspektorat Kabupaten Tapanuli Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dengan Reward sebagai Variabel Moderating pada Inspektorat Kabupaten Tapanuli Utara"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Bab ini akan membahas lebih dalam tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja APIP.

2.1.1 Teori Agensi

Teori Agensi ini melibatkan dua pihak yaitu pihak pertama disebut

prinsipal yang mempercayakan sumber daya atau modal yang dimilikinya kepada

pihak lain, contohnya adalah pemegang saham, pemberi kredit, pemilik lahan, dan

masyarakat. Sedangkan agen adalah pihak yang menerima sumber daya dari pihak

pertama (prinsipal) untuk dikelola bagi kepentingan pemiliknya yang diperankan

oleh direksi dan manejemen suatu organisasi (Pusdiklatwas BPKP, 2007).

Agency problem terjadi dalam organisasi sektor privat maupun sektor publik. Sektor privat terjadi antara pemegang saham dengan manajemen, di sektor

publik antara politisi dengan rakyat. Untuk mengurangi asimetri informasi antara

politisi dan rakyat, laporan keuangan pemerintah daerah harus diaudit oleh pihak

yang independen. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 bahwa

pengawasan intern di lingkungan instansi pemerintah dilakukan oleh Aparat

Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). APIP akan melakukan audit, reviu,

evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan

tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai

(2)

ditetapkan secara efektif dan efesien yang akan mewujudkan tata pemerintahan

yang baik.

2.1.2 Pengertian APIP

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah aparat yang

melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan

pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi (Peraturan

Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 1 ayat 11).

Ada dua jabatan fungsional yang menopang tugas-tugas Aparat

Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), yaitu jabatan fungsional auditor yang

pembina jabatannya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan

jabatan fungsional Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Daerah

(P2UPD) yang pembina jabatannya adalah Kementerian Dalam Negeri.

Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

Nomor PER/220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka

Kreditnya bahwa auditor adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas,

tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan pengawasan intern pada instansi

pemerintah, lembaga dan/atau pihak lain yang didalamnya terdapat kepentingan

negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang diduduki oleh Pegawai

Negeri Sipil dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat

yang berwenang. Tugas pokok auditor adalah melaksanakan kegiatan perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan teknis, pengendalian, dan evaluasi pengawasan, dan

harus mendapat surat penugasan dari pimpinan instansi pengawasan

(3)

dan kegiatan pengawasan lain seperti konsultasi, sosialisasi, asistensi, dalam rangka

memberikan keyakinan yang memadai, efisiensi dan efektifitas manajemen risiko,

pengendalian, dan proses tata kelola unit yang diawasi, melaksanakan tugas dan

kewenangannya harus sesuai dengan standar pengawasan dan kode etik auditor.

Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

Nomor PER/15/M.PAN/9/2009 tentang Jabatan Fungsional Pengawas

Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Di Daerah dan Angka Kreditnya bahwa

Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Daerah adalah jabatan

fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggungjawab, dan wewenang

untuk melakukan kegiatan pengawasan atas penyelenggaraan teknis urusan

pemerintahan di daerah, di luar pengawasan keuangan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil. Tugas pokok

pengawas pemerintahan adalah melaksanakan pengawasan atas penyelenggaraan

teknis urusan pemerintahan di daerah dan di luar pengawasan keuangan, yang

meliputi pengawasan atas pembinaan pelaksanaan urusan pemerintahan,

pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan, pengawasan atas peraturan

daerah dan peraturan kepala daerah, pengawasan atas dekonsentrasi dan tugas

pembantuan, pengawasan untuk tujuan tertentu dan melaksanakan evaluasi

penyelenggaraan teknis pemerintahan di daerah. Dalam melaksanakan tugas pokok

sebagaimana dimaksud pengawas pemerintahan harus mendapatkan penugasan

(4)

2.1.3 Kinerja APIP

Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian

pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran,

tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu

organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat

keberhasilan individu maupun kelompok individu (Mahsun, et.al. 2007). Sedangkan menurut Robbin , et.al. (2007), kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan individu dibandingkan dengan kriteria yang

telah ditetapkan bersama.

Menurut Mangkunegara (2005) kinerja aparat pengawasan intern

pemerintah yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab

yang diberikan kepadanya. Kinerja auditor merupakan tindakan atau pelaksanaan

tugas pemeriksaan yang telah diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu

tertentu. Pengertian kinerja auditor menurut Mulyadi, et.al. (1998) adalah akuntan

publik yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif

atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk

menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar sesuai

dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang material,

posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Kinerja Aparat

Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah terlaksananya suatu

(5)

mempertimbangkan kuantitas, kualitas, ketepatan waktu dan bertanggung jawab

penuh dalam melaksanakannya.

2.1.4 Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi adalah sebagai suatu keadaan dimana seorang

karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk

mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Keterlibatan pekerjaan

yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara

komitmen organisasi yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut

individu tersebut (Robbin, 1998). Komitmen organisasi yang tinggi seharusnya

mendorong APIP ke perilaku yang sesuai dengan kepentingan publik dan menjauh

dari perilaku yang membahayakan profesi. Semakin kuat komitmen, semakin kuat

kecenderungan seseorang untuk diarahkan pada tindakan sesuai dengan standar

(Gustati, 2011).

Menurut Sopiah (2008) memberikan definisi komitmen organisasi adalah

derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan

akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi. Ada 3 (tiga)

komponen komitmen antara lain affective commitment, terjadi apabila karyawan

ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional.

Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain atau karena

karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. Normative commitment

(6)

organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi

merupakan hal yang seharusnya dilakukan.

Menurut Sopiah (2008) menyatakan bahwa ada 4 (empat) faktor yang

mempengaruhi komitmen organisasi yaitu (1) faktor personal, misalnya usia, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, dll, (2) karakteristik

pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran

dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dll, (3) karakteristik struktur,

misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisasi atau

desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat pengendalian yang dilakukan

organisasi terhadap karyawan dan (4) pengalaman kerja adalah pengalaman kerja

karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada

organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah

puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang

berlainan.

2.1.5 Motivasi

Menurut Wibowo (2007) motivasi merupakan dorongan terhadap

serangkaian proses perilaku manusia pada pencapaian tujuan. Sedangkan elemen

yang terkandung dalam motivasi meliputi unsur membangkitkan, mengarahkan,

menjaga, menunjukkan intensitas, bersifat terus menerus dan adanya tujuan.

Menurut Mangkunegara (2005) motivasi adalah kondisi yang menggerakan

pegawai agar mencapai tujuan dari motifnya.

Menurut Hasibuan (1996) ada dua jenis motivasi yang digunakan antara

(7)

bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi diatas

prestasi standar, dengan motivasi positif ini semangat kerja bawahan akan

meningkat. Insentif yang diberikan kepada karyawan diatas standar dapat berupa

uang, fasilitas, barang, dan lain-lain. (b) Motivasi negatif, pimpinan memotivasi

dengan memberikan hukuman bagi mereka yang bekerja dibawah standar yang

ditentukan.

Tujuan pemberian motivasi menurut Hasibuan (1996) dikemukakan antara

lain mendorong gairah dan kerja karyawan, meningkatkan moral dan kepuasan

kerja karyawan, mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan,

meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan,

menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik, meningkatkan kreativitas,

partisipasi dan kesejahteraan karyawan, meningkatkan rasa tanggung jawab

terhadap tugas, meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan efisiensi.

2.1.6 Kecermatan Profesional

Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

Nomor PER/05/M.PAN/03/2008 menyatakan APIP harus menggunakan keahlian

profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara

hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat

diterapkan dalam pertimbangan profesional (profesional judgement), meskipun

dapat terjadi penarikan kesimpulan yang tidak tepat ketika audit sudah dilakukan

dengan seksama.

(8)

audit, pemilihan pengujian dan hasilnya, pemilihan jenis dan tingkat sumber daya

yang tersedia untuk mencapai tujuan audit, penentuan signifikan tidaknya risiko

yang diidentifikasi dalam audit dan efek/dampaknya, pengumpulan yang

berkaitan dengan penugasan audit.

2.1.7 Kepatuhan pada Kode Etik

APIP harus mematuhi kode etik yang ditetapkan. Menurut Peraturan

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 4 Tahun 2008 ditetapkannya

kode etik APIP adalah tersedianya pedoman perilaku bagi auditor dalam

menjalankan profesinya dan bagi atasan APIP dalam mengevaluasi perilaku. Jika

terjadi pelanggaran, maka pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran kode

etik oleh APIP kepada pimpinan organisasi. Kode Etik APIP terdiri dari 2 (dua)

komponen yaitu: (1) prinsip-prinsp perilaku auditor misalnya dari integritas yaitu

APIP harus memiliki kepribadian yang jujur, berani, bertanggung jawab, dari

objektifitas yaitu APIP harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan profesional

dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data/informasi auditi, dari

kerahasiaan yaitu APIP harus menghargai nilai, dan kepemilikan informasi yang

diterimanya, dan tidak mengungkapkan informasi tersebut, dan dari segi

kompetensi yaitu, APIP harus memiliki pengalaman dan keterampilan untuk

melaksanakan pemeriksaan. (2) Aturan perilaku yang menjelaskan lebih lanjut

prinsip-prinsp perilaku auditor.

Tujuan kode etik adalah mendorong sebuah budaya etis dalam profesi APIP,

memastikan bahwa seorang yang profesional akan bertingkah laku pada tingkat

(9)

laku yang tidak etis, agar terpenuhi prinsip-prinsip kerja yang akuntabel dan

terlaksananya pengendalian audit sehingga dapat terwujudnya auditor yang

kredibel dengan kinerja yang optimal dalam pelaksanaan audit.

Kode etik APIP ini diberlakukan untuk melaksanakan pengawasan, dan

pemantauan tindak lanjutnya. Tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik tidak

dapat diberi toleransi meskipun dengan alasan tindakan tersebut dilakukan demi

kepentingan organisasi, atau diperintahkan oleh pejabat yang lebih tinggi. APIP

tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa karyawan lain melakukan

tindakan melawan hukum atau tidak etis. Pimpinan APIP harus melaporkan

pelanggaran kode etik oleh auditor kepada pimpinan organisasi.

Pemeriksaan, investigasi dan pelaporan pelanggaran kode etik ditangani

oleh Badan Kehormatan Profesi, yang terdiri dari pimpinan APIP dengan anggota

yang berjumlah ganjil dan disesuaikan dengan kebutuhan. Personil APIP yang

terbukti melanggar kode etik akan dikenakan sanksi oleh pimpinan APIP atas

rekomendasi dari Badan Kehormatan Profesi. Bentuk-bentuk sanksi yang

direkomendasikan oleh Badan Kehormatan Profesi antara lain berupa teguran

tertulis, usulan pemberhentian dari tim audit, tidak diberi penugasan audit selama

jangka waktu tertentu.

2.1.8 Struktur Audit

Pendekatan struktur audit adalah sebuah pendekatan sistematis terhadap

auditing yang dikarakteristikkan oleh langkah-langkah penentuan audit, prosedur

rangkaian logis, keputusan, dokumentasi, dan menggunakan sekumpulan alat-alat,

(10)

melakukan audit (Hanif, 2013). Struktur audit meliputi sifat, keluasan, dan waktu

audit. Struktur audit membantu APIP dalam memberikan perintah kepada staf

auditnya mengenai pekerjaan yang harus dilaksanakan.

Struktur audit harus menentukan secara rinci prosedur audit yang

diperlukan untuk mencapai tujuan audit. Fungsi struktur audit meliputi petunjuk

mengenai apa yang harus dilakukan dan instruksi bagaimana hal tersebut harus

diselesaikan, alat-alat untuk melakukan koordinasi, pengawasan, pengendalian

audit, dan alat-alat untuk penilaian kualitas kerja yang dilaksanakan.

Pendekatan struktur audit juga berhubungan dengan total waktu

pelaksanaan audit yang lebih lama, di mana menggunakan lebih banyak sumber

daya, dan input. Namun ketika ada kejadian yang tidak terantisipasi, maka

perusahaan yang menggunakan pendekatan struktur audit lebih mampu

beradaptasi secara cepat sehingga waktu yang digunakan untuk melakukan

penelitian menjadi lebih singkat (Hanif, 2013).

APIP harus memiliki pengetahuan tentang struktur audit yang baku karena

tanpa pengetahuan tersebut cenderung mengalami kesulitan dalam menjalankan

tugas pemeriksaan. Hal ini berkaitan dengan koordinasi arus kerja, wewenang

yang dimiliki, komunikasi, dan kemampuan beradaptasi sehingga penggunaan

pendekatan struktur audit diharapkan dapat meningkatkan kinerja menjadi lebih

baik (Hanif, 2013).

2.1.9 Keahlian

Keahlian adalah kemampuan seseorang dalam mengerjakan sebuah

(11)

Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/05/M.PAN/03/2008

menyatakan auditor harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan

kompetensi lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.

Pimpinan APIP harus yakin bahwa latar belakang pendidikan dan

kompetensi teknis auditor memadai untuk pekerjaan audit yang akan

dilaksanakan. Oleh karena itu, pimpinan APIP wajib menciptakan kriteria yang

memadai tentang pendidikan, dan pengalaman dalam mengisi posisi auditor di

lingkungan APIP. Aturan tentang tingkatan pendidikan formal minimal, dan

pelatihan yang diperlukan harus dievaluasi secara periodik guna menyesuaikan

dengan situasi dan kondisi yang dihadapi unit yang dilayani oleh APIP.

Kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh APIP adalah auditing,

akuntansi, administrasi pemerintahan dan komunikasi. Disamping wajib memiliki

keahlian tentang standar audit, kebijakan, prosedur, dan praktik-praktik audit,

APIP harus memiliki keahlian yang memadai tentang lingkungan pemerintahan

sesuai dengan tugas pokok dan fungsi unit yang dilayani oleh APIP. Dalam hal

APIP melakukan audit terhadap sistem keuangan, catatan akuntansi dan laporan

keuangan, maka wajib mempunyai keahlian atau mendapatkan pelatihan di bidang

akuntansi sektor publik dan ilmu-ilmu lainnya yang terkait dengan akuntabilitas

auditi. APIP pada dasarnya berfungsi melakukan audit di bidang pemerintahan,

sehingga harus memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan administrasi

pemerintahan.

APIP juga harus memiliki pengetahuan yang memadai di bidang hokum,

(12)

kecurangan (fraud). Selain itu, APIP harus memiliki keterampilan dalam hal berkomunikasi secara efektif dengan auditee sehingga pada saat melakukan

pemeriksaan memperoleh hasil yang diinginkan. APIP harus mempunyai

sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor (JFA), mengikuti pendidikan, pelatihan

profesional berkelanjutan (continuing professional education), dan sertifikasi

jabatan Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Daerah (P2UPD).

APIP wajib mengikuti pendidikan, dan pelatihan sertifikasi jabatan fungsional

yang sesuai dengan jenjangnya. Pimpinan APIP wajib memfasilitasi untuk

mengikuti pendidikan, dan pelatihan serta ujian sertifikasi sesuai dengan

ketentuan.

APIP wajib memiliki pengetahuan, dan akses atas informasi teraktual

dalam standar, metodologi, prosedur, dan teknik audit. Pendidikan profesional

berkelanjutan dapat diperoleh melalui keanggotaan dan partisipasi dalam asosiasi

profesi, pendidikan sertifikasi jabatan fungsional auditor, konferensi, seminar,

kursus-kursus, program pelatihan di kantor sendiri, dan partisipasi dalam proyek

penelitian yang memiliki substansi di bidang audit.

APIP dapat menggunakan tenaga ahli apabila tidak mempunyai keahlian

yang diharapkan untuk melaksanakan penugasan. Tenaga ahli yang dimaksud

dapat merupakan aktuaris, penilai (appraiser), pengacara, insinyur, konsultan

lingkungan, profesi medis, ahli statistik maupun geologi. Tenaga ahli tersebut

dapat berasal dari dalam maupun dari luar organisasi. Dalam hal penggunaan

tenaga ahli, harus menilai kualifikasi profesional, kompetensi dan pengalaman

(13)

2.1.10 Independensi

Independensi secara umum berarti wujud sikap objektif dan tidak bias

dalam pengambilan putusan. Secara spesifik, independensi bagi para auditor

adalah kemampuan, dan kemauan para auditor untuk senantiasa mempertahankan

sikap yang bebas atau tidak terikat oleh kepentingan manapun dan tekanan dari

pihak siapapun, termasuk kepentingannya sendiri, dalam menentukan putusan

yang tepat pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil audit

(Pusdiklatwas BPKP, 2007)

Pusdiklatwas BPKP (2007) menyebutkan independensi sesungguhnya

merupakan “state of mind”. Sehubungan dengan itu, independensi auditor dapat

ditinjau dan dievaluasi dari dua sisi, yakni independensi praktisi dan indepedensi

profesi. Independensi praktisi dalah independensi yang nyata atau faktual yang

diperoleh dan dipertahankan oleh auditor dalam seluruh rangkaian kegiatan audit,

mulai dari tahap perencanaan sampai tahap pelaporan. Independensi dalam fakta

ini merupakan tinjauan terhadap kebebasan yang sesungguhnya dimiliki oleh

auditor, sehingga merupakan kondisi ideal yang perlu diwujudkan oleh auditor.

Independensi profesi ialah independensi yang ditinjau menurut citra (image)

auditor dari pandangan publik atau masyarakat umum terhadap auditor yang

bertugas. Independensi menurut tinjauan ini sering dinamakan independensi

dalam penampilan (independence in appearance).

Mulyadi (2002) menyatakan bahwa independensi berarti sikap mental

yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan pihak lain dan tidak tergantung pada

(14)

mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak

dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapat.

Independensi dapat dibagi atas 3 (tiga) yaitu independensi program ialah

kebebasan APIP dari pengaruh dan kendali pihak lain, termasuk kliennya, dalam

penentuan sasaran, dan ruang lingkup pengujiannya, dalam hal penerapan

prosedur audit yang dipandang perlu, serta dalam hal pemilihan teknik audit yang

hendak digunakan. Independensi ini harus nyata pada seluruh tahap perencanaan

dengan upaya mencegah keinginan manajemen klien yang cenderung menghindari

cakupan audit pada bidang-bidang yang sensitif, atau hanya menginginkan

dilaksanakannya prosedur atau teknik pemeriksaan tertentu.

Independensi investigasi ialah kebebasan auditor dari pengaruh atau

kendali pihak lain, termasuk manajemen auditan dalam melakukan aktivitas

pembuktian yang diperlukannya, termasuk dalam hal akses terhadap semua

sumber data atau informasi yang diperlukan, dukungan teknis dari pihak auditan

dalam rangka pemeriksaan lapangan atau pengujian fisik, dan memperoleh

keterangan dari setiap pejabat atau personil organisasi.

Independensi pelaporan dimaksudkan agar APIP memiliki kebebasan

tanpa pengaruh dan kendali klien atau pihak lain dalam mengemukakan fakta

yang telah diuji, atau dalam menetapkan judgment serta simpulannya, maupun

dalam menyampaikan opini serta rekomendasinya. Termasuk dalam hal ini ialah

kebebasan dari pengaruh auditan dalam pemilihan bahasa atau kata-kata, maupun

(15)

harus ada jaminan penuh bahwa klien tidak mempengaruhi materi laporan audit

(Pusdiklatwas BPKP, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, setiap APIP harus memelihara agar

independensinya terjaga dan waspada terhadap kemungkinan pengaruh pihak lain,

terutama pihak klien, yang berkepentingan untuk mengarahkan tindakan-tindakan

serta isi laporan audit agar sesuai dengan kemauannya. Jika dianalisis lebih lanjut,

sesungguhnya kualitas independensi dalam audit sangat bergantung kepada

individu APIP sendiri. Apabila APIP selalu berupaya secara nyata untuk

memposisikan dirinya dan tindakan-tindakannya secara independen, maka setiap

hambatan atas hal itu seharusnya dinyatakan dalam laporan hasil pemeriksaan.

2.1.11 Gaya Kepemimpinan

Menurut Luthan (2002) gaya kepemimpinan (leadership style) merupakan

cara pimpinan untuk mempengaruhi orang lain/bawahannya sedemikian rupa

sehingga orang tersebut mau melakukan kehendak pimpinan untuk mencapai

tujuan organisasi meskipun secara pribadi hal tersebut mungkin tidak disenangi.

Menurut Sedarmayanti (2007) gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku

yang digunakan oleh seorang manajer pada saat ia mempengaruhi perilaku

bawahannya. Seseorang yang menjalankan fungsi manajemen berkewajiban

mempengaruhi karyawan yang dibawahinya agar mereka tetap melaksanakan

tugasnya dengan baik, memiliki dedikasi terhadap organisasi dan tetap merasa

berkewajiban untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan menurut Efendi

(16)

pemimpin melaksanakan kegiatannya dalam upaya membimbing, memandu,

mengarahkan, dan mengontrol pikiran, perasaan, atau perilaku seseorang atau

sejumlah orang untuk mencapai tujuan.

Dalam prakteknya, setiap pemimpin memiliki gaya yang berbeda dalam

melaksanakan tugas-tugasnya, yang menggerakkan bawahannya guna melakukan

tugas dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Menurut Sunarto (2005) gaya

kepemimpinan terbagi atas 4 (empat) yaitu (1) gaya kepemimpinan

kharismatik/non-kharismatik adalah gaya kepemimpinan yang visioner, memiliki

orientasi prestasi pengambil risiko yang penuh perhitungan, dan juga merupakan

komunikator yang baik. (2) gaya kepemimpinan otokratis/demokratis, gaya

kepemimpinan otokratis adalah gaya kepemimpinan yang cenderung membuat

keputusan sendiri, serta memaksa karyawan agar melaksanakan perintahnya,

sedangkan gaya kepemimpinan yang demokratis mendorong karyawan untuk ikut

serta dalam pengambilan keputusan. (3) gaya kepemimpinan

pendorong/pengawas, gaya kepemimpinan pendorong adalah gaya kepemimpinan

yang mempunyai sifat memberikan dorongan kepada karyawan, memberi

semangat kepada karyawan menggunakan visinya, dan memberdayakan karyawan

untuk mencapai tujuan kelompok, sedangkan gaya kepemimpinan pengawas

adalah memanipulasi karyawan agar patuh. (4) gaya kepemimpinan

transaksional/transformasional, gaya kepemimpinan transaksional adalah gaya

kepemimpinan memanfaatkan uang, pekerjaan, dan keamanan pekerjaan untuk

(17)

transformasional memberikan motivasi kepada karyawan untuk bekerja keras

mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi.

2.1.12 Reward (Penghargaan)

Penghargaan adalah jumlah pembayaran yang diterima dan tingkat

kesesuaian antara pembayaran tersebut dengan pekerjaan yang dilakukan

(Suwarto, M.S, F.X, 2011). Dalam organisasi ada istilah insentif, yang merupakan

suatu penghargaan dalam bentuk material atau non-material yang diberikan oleh

pihak pimpinan organisasi kepada karyawan agar mereka bekerja dengan

menjadikan modal motivasi yang tinggi dan berprestasi dalam mencapai

tujuan-tujuan organisasi.

Menurut Mahsun, et.al. (2007) ada dua tipe reward sebagai berikut: (a). social reward adalah pujian dan pengakuan diri dari dalam dan luar organisasi, yang merupakan faktor ektrinsik reward yang diperoleh dari lingkungannya,

seperti finansial materi, dan piagam penghargaan. (b) psychic reward datang dari

self esteem (berkaitan dengan harga diri), selfsatisfaction (kepuasan diri), dan kebanggaan atas hasil yang dicapai, psychic reward adalah instrinsik reward yang

datang dari dalam diri seseorang, seperti pujian, sanjungan, dan ucapan selamat

yang dirasakan pegawai sebagian bentuk pengakuan terhadap dirinya dan

mendatangkan kepuasan bagi dirinya sendiri.

Menurut Hasibuan (2007) tujuan pemberian penghargaan antara lain

adalah sebagai ikatan kerja sama, kepuasan kerja, pengadaan efektif, motivasi,

(18)

ikatan kerja sama dengan pemberian penghargaan terjalinlah ikatan kerja sama

formal antara manajer, dan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugas

dengan baik, sedangkan manajer wajib membayar penghargaan sesuai dengan

perjanjian yang disepakati; (b) kepuasan kerja dengan penghargaan, karyawan

akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya

sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya; (c) pengadaan efektif jika

program penghargaan ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang

qualified untuk perusahaan akan lebih mudah; (d) motivasi jika penghargaan yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya; (e)

stabilitas karyawan dengan program atas prinsip adil, dan layak serta eksternal

konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena

turnover relatif kecil; (f) disiplin dengan pemberian penghargaan yang cukup

besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari, serta

menaati peraturan-peraturan yang berlaku; (g) pengaruh serikat buruh dengan

program penghargaan yang baik pengaruh serikat buruh dapat diindarkan, dan

karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya; (h) pengaruh pemerintah jika

program penghargaan sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku

maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan dari beberapa hasil

penelitian yang telah dilakukan antara lain yaitu :

Penelitian oleh Gustati (2011) dengan judul Hubungan Antara Komponen

(19)

Komitmen Organisasi dengan Kinerja Auditor BPKP (Studi Pada Auditor

Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Provinsi Sumatera

Barat). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hubungan antara komponen standar

umum APIP, motivasi, dan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap

kinerja auditor BPKP Provinsi Sumatera Barat. Metode analisis data yang

digunakan dalam penelitian Gustati adalah korelasi sederhana (bivarate

correlation) dengan software SPSS versi 16.0.

Selanjutnya penelitian oleh Cahyasumirat (2006) dengan judul Pengaruh

Profesionalisme dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Auditor dengan

Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening pada internal auditor PT.Bank ABC.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa profesionalisme secara positif

berpengaruh terhadap kepuasan kerja internal auditor namun tidak memiliki

pengaruh positif terhadap kinerja. Sedangkan komitmen organisasi tidak

berpengaruh terhadap kinerja dan kepuasan kerja. Metode analisis data yang

digunakan untuk menguji masing-masing hipotesis adalah analisis jalur .

Penelitian oleh Trisnaningsih (2007) dengan judul Independensi Auditor

dan Komitmen Organisasi sebagai Mediasi Pengaruh Pemahaman Good

Governance, Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja

Auditor pada Kantor Akuntan Publik di seluruh Indonesia. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa (1) pemahaman good governance tidak berpengaruh

langsung terhadap kinerja auditor, melainkan berpengaruh tidak langsung melalui

independensi auditor. (2) gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap

(20)

dalam hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja auditor. (3) Budaya

organisasi tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor, namun secara

tidak langsung komitmen organisasi memediasi hubungan antara budaya

organisasi terhadap kinerja auditor. Metode analisis data yang digunakan dalam

penelitian adalah SEM (Structural Equation Model ) dengan program AMOS 6.

Penelitian oleh Dalmy (2009) dengan judul Pengaruh SDM, Komitmen,

Motivasi terhadap Kinerja Auditor dan Reward sebagai Variabel Moderating pada

Inspektorat Propinsi Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi

berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Tidak ditemukan pengaruh

interaksi reward terhadap hubungan antara SDM, komitmen, dan motivasi dengan

kinerja auditor. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah

regresi linear berganda dengan software SPSS versi 16.0.

Penelitian oleh Albar (2009) dengan judul Pengaruh Tingkat Pendidikan,

Pendidikan Berkelanjutan, Komitmen Organisasi, Sistem Reward, Pengalaman

dan Motivasi terhadap Kinerja Auditor Inspektorat Provinsi Sumatera Utara. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan,

komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman dan motivasi berpengaruh

secara simultan dan secara parsial terhadap kinerja auditor inspektorat sebesar

25% sedangkan sisanya 75% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan

oleh model penelitian ini. Secara parsial hanya variabel sistem reward dan

motivasi berpengaruh terhadap kinerja auditor. Metode analisis data yang

(21)

Marganingsih dan Martani (2010) dengan judul Anteseden Komitmen

Organisasi dan Motivasi Konsekuensinya terhadap kinerja auditor internal

pemerintah pada Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa budaya organisasi merupakan anteseden dari komitmen

organisasi, sedangkan diskusi kerta kerja auditor dan komitmen organisasi

merupakan anteseden dari motivasi auditor. Komitmen organisasi, tekanan

anggaran, waktu dan diskusi reviu kertas kerja audit mempunyai konsekuensi

positif terhadap kinerja auditor sedangkan budaya organisasi mempunyai

konsekuensi negatif terhadap kinerja auditor. Metode analisis data yang

digunakan dalam penelitian adalah Structural Equation Model (SEM) yang diolah

dengan menggunakan software Lisrel.

Penelitian oleh Wati, et.al. (2010) dengan judul Pengaruh Independensi, Gaya Kepemimpinan, Komitmen Organisasi, Dan Pemahaman Good Governance

terhadap Kinerja Auditor Pemerintah (studi pada auditor pemerintah di BPKP

Perwakilan Bengkulu). Hasil penelitian menunjukkan bahwa independensi, gaya

kepemimpinan, komitmen organisasi dan pemahaman good governance berpengaruh positif terhadap kinerja auditor pemerintah pada BPKP Perwakilan

Bengkulu. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah regresi

linear berganda dengan software SPSS versi 15.0.

Penelitian oleh Wulandari, et.al. (2011) dengan judul Pengaruh Kompetensi, Independensi, dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Auditor

pada BPKP Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian

(22)

berpengaruh signifikan dan secara parsial terhadap kinerja Auditor. Affective

commitment dan normative commitment berpengaruh secara parsial terhadap kinerja auditor, sedangkan continuance commitment tidak berpengaruh terhadap

kinerja auditor BPKP Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta. Metode analisis

data yang digunakan dalam penelitian adalah regresi linear berganda dengan

software SPSS versi 19.0.

Yuskar, et.al. (2011) dengan judul Pengaruh Independensi Auditor, Komitmen Organisasi, Pemahaman Good Governance, Integritas Auditor, Budaya

Organisasi, Dan Etos Kerja Terhadap Kinerja Auditor (studi empiris pada Kantor

Akuntan Publik Big Four yang berafiliasi di Indonesia tahun 2011). Hasil

Penelitian ini menunjukkan bahwa independensi auditor, komitmen organisasi,

integritas auditor dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja

auditor, walaupun variabel lain yaitu pemahaman good governance dan etos kerja

tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Metode analisis data yang

digunakan dalam penelitian adalah regresi linear berganda dengan software SPSS.

Siregar (2012) dengan judul Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia,

Komitmen Organisasi dan Motivasi Kerja dengan Tindakan Supervisi sebagai

Variabel Moderating terhadap Kinerja Auditor pada Inspektorat Provinsi

Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas sumber daya

manusia, komitmen organisasi dan motivasi kerja berpengaruh secara simultan

dan secara parsial komitmen organisasi dan motivasi kerja tidak berpengaruh

signifikan terhadap kinerja auditor. Tindakan supervisi tidak dapat memoderasi

(23)

terhadap kinerja auditor pada Inspektorat Provinsi Sumatera Utara. Metode

analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah model regresi linear

berganda.

Penelitian oleh Febriansyah, et.al. (2013) dengan judul Pengaruh Keahlian, Independensi, Kecermatan Profesional, dengan Etika sebagai Variabel

Moderasi terhadap Kualitas Auditor pada Inspektorat Provinsi Bengkulu. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa keahlian, independensi, dan kecermatan

profesional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja auditor dan

variabel keahlian, independensi dan kecermatan professional yang dimoderasi

oleh variabel etika memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap

kualitas auditor. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah

regresi linear berganda dengan software SPSS.

Hanif (2013) dengan judul Pengaruh Struktur Audit, Konflik Peran, dan

Ketidakjelasan Peran terhadap Kinerja Auditor (studi pada Kantor Akuntan Publik

Jawa Timur). Hasil penelitian menunjukan bahwa struktur audit dan konflik peran

berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja auditor, namun ketidakjelasan

peran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja auditor. Metode

analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah regresi linear berganda

dengan software SPSS.

Ariani, et.al. (2015) dengan judul Pengaruh Integritas, Objektifitas, Kerahasiaan, dan Kompetensi pada Kinerja Auditor Inspektorat Kota Denpasar.

(24)

kompetensi berpengaruh signifikan dan positif pada kinerja auditor Inspektorat

Kota Denpasar. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah

regresi linear berganda dengan software SPSS.

Afifah, et.al. (2015) melakukan penelitian tentang The Effect of Role Conflict, Self-Efficacy, Professional Ethical Sensitivity on Auditor Performance with Emotional Quotient as Moderating Variable, dalam penelitian tersebut mengungkapkan bahwa afikasi diri dan sensitivitas etika profesional berpengaruh

positif dan siginifikan terhadap kinerja auditor. Konflik peran berpengaruh negatif

dan signifikan terhadap kinerja auditor. Kecermatan profesional dapat

memoderasi hubungan antara konflik peran, afikasi diri dan sensitivitas etika

profesional dengan kinerja auditor.

Tabel 2.1Tinjauan Peneliti Terdahulu

Nama Peneliti

(Tahun) Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian

Gustati (2011)

Hubungan antara komponen standar umum aparat

pengawasan intern

pemerintah (APIP), -Kinerja auditor

Independen:

-Komponen Standar

Umum APIP -Motivasi

-Komitmen

organisasi

Komponen standar umum APIP, motivasi dan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor BPKP Perwakilan Provinsi Sumatera Barat.

Gunawan

intervening pada

internal auditor PT.Bank ABC.

Dependen: -Kinerja auditor

Independen: -Profesionalisme

-Komitmen

organisasi Intervening : -Kepuasan kerja

-Profesionalisme secara positif

berpengaruh terhadap kepuasan kerja internal auditor namun tidak memiliki pengaruh positif terhadap kinerja.

-Komitmen organisasi tidak

berpengaruh terhadap kinerja dan kepuasan kerja.

(25)

Sri

pemahaman good

governanace, gaya kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja auditor pada KAP Seluruh Indonesia.

-Pemahaman good governance tidak

berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor, melainkan berpengaruh tidak langsung melalui independensi auditor.

-Gaya kepemimpinan berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kinerja auditor, tetapi komitmen organisasi bukan merupakan intervening variabel dalam hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja auditor.

-Budaya organisasi tidak berpengaruh

langsung terhadap kinerja auditor, namun secara tidak langsung komitmen organisasi memediasi hubungan antara budaya organisasi terhadap kinerja auditor.

Zulkifli Albar dan motivasi auditor terhadap kinerja auditor inspektorat Provinsi Sumatera Utara

Dependen: - Kinerja Auditor

Independen:

- Sistem Reward

- Pengalaman

- Motivasi

Tingkat Pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi,

sistem reward, pengalaman dan

motivasi berpengaruh secara simultan dan secara parsial terhadap kinerja auditor inspektorat sebesar 25% sedangkan sisanya 75% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Secara

parsial hanya variabel sistem reward

dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja auditor.

Darlisman Dalmy (2009)

Pengaruh SDM, komitmen, motivasi terhadap kinerja auditor dan reward sebagai variabel moderating pada Inspektorat Propinsi Jambi.

Dependen: -Kinerja Auditor

Independen:

Motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Tidak

ditemukan pengaruh interaksi reward

terhadap hubungan antara SDM, komitmen dan motivasi dengan kinerja auditor. (studi pada Auditor Pemerintah di BPKP Perwakilan

Bengkulu).

Dependen: -Kinerja auditor

Independen:

Independensi, gaya kepemimpinan,

komitmen organisasi dan

pemahaman good governance

berpengaruh positif terhadap kinerja auditor.

(26)

Arywarti saat ini sudah berganti menjadi “Lembaga

Pemerintah Non Kementerian

Dependen: - Kinerja auditor

pemerintah Independen:

- Komitmen

organisasi

- Budaya organisasi

- Diskusi reviu kertas kerja auditor

- Motivasi

- Tekanan anggaran

waktu

Budaya organisasi merupakan anteseden dari komitmen organisasi, sedangkan diskusi reviu kertas kerja auditor dan komitmen organisasi merupakan anteseden dari motivasi auditor. Komitmen organisasi, motivasi, tekanan anggaran waktu dan diskusi reviu kertas kerja audit mempunyai konsekuensi positif terhadap kinerja auditor sedangkan budaya organisasi mempunyai konsekuensi negatif terhadap kinerja auditor.

pemahaman good

governance.

Integritas auditor, budaya organisasi, dan etos kerja terhadap kinerja auditor (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik Big Four yang berafiliasi di Indonesia Tahun 2011).

Dependen: -Kinerja auditor

Independen: -Integritas auditor

-Budaya organisasi

-Etos kerja

-Independensi, komitmen organisasi,

integritas auditor dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor.

-Pemahaman good governance dan

etos kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor.

Endah

terhadap kinerja

auditor pada BPKP Perwakilan DIY

Kompetensi dan independensi secara bersama-sama berpengaruh signifikan dan secara parsial terhadap kinerja

auditor. Affective commitment dan

normative commitment berpengaruh secara parsial terhadap kinerja auditor,

sedangkan continuance commitment

tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor.

- Kinerja Auditor

Independen:

- Kualitas Sumber

Daya Manusia

- Komitmen

Organisasi

- Motivasi Kerja

Moderating:

- Tindakan

Supervisi

Kualitas sumber daya manusia, komitmen organisasi, dan motivasi kerja berpengaruh secara simultan dan secara parsial komitmen organisasi dan motivasi kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor, sedangkan kualitas sumber daya manusia berpengaruh terhadap kinerja auditor. Tindakan supervisi tidak dapat memoderasi variabel kualitas sumber daya manusia, komitmen organisasi, dan motivasi kerja terhadap kinerja auditor Inspektorat Provinsi Sumatera Utara.

(27)

Rheny Afriana Hanif (2013)

Pengaruh struktur audit, konflik peran dan ketidakjelasan peran terhadap kinerja auditor (Studi pada Kantor

Akuntan Publik

Jawa Timur). - Ketidakjelasan

peran

Struktur audit dan konflik peran berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor, namun ketidakjelasan peran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja auditor.

Erwin Febriansyah, M. Rasuli, Hardi (2013)

Pengaruh keahlian, independensi, kecermatan

profesional, dengan

etika sebagai

variabel moderasi

terhadap kualitas

auditor pada Inspektorat Provinsi Bengkulu

Dependen: -Kualitas Auditor

Independen: -Keahlian

-Independensi

-Kecermatan Profesional

Keahlian, independensi, dan

kecermatan profesional memilki

pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja auditor dan variabel

keahlian, independensi dan

kecermatan professional yang dimoderasi oleh variabel etika memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kualitas auditor Inspektorat Provinsi Bengkulu.

Komang

Pengaruh integritas, objektifitas,

kerahasiaan, dan kompetensi pada

kinerja auditor

Inspektorat Kota Denpasar.

Dependen: -Kinerja Auditor

Independen: -Integritas -Objektifitas

-Kerahasiaan

-Kompetensi

Integritas, objektifitas, kerahasiaan, dan kompetensi berpengaruh signifikan dan positif pada kinerja auditor Inspektorat Kota Denpasar.

Afifah,U,Ria, N.S, Rita,A, Zuraidah, M.S (2015)

The Effect of Role Conflict, Self-Role of Conflict, Self Efficacy, Professional Ethical Sensitivity Moderating:

- Emotional Quotient

Afikasi diri dan sensitivitas etika profesional berpengaruh positif dan siginifikan terhadap kinerja auditor. Konflik peran berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja auditor. Kecermatan profesional dapat memoderasi hubungan antara konflik peran, afikasi diri dan sensitivitas etika profesional dengan kinerja auditor.

Gambar

Tabel 2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu
Tabel 2.1 lanjutan
Tabel 2.1 lanjutan
Tabel 2.1 lanjutan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kompetensi, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan dengan motivasi sebagai variabel moderating terhadap

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kompetensi, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan dengan motivasi sebagai variabel moderating terhadap

Untuk kompleksitas pekerjaan rendah pengetahuan memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja auditor sedangkan untuk kompleksitas pekerjaan tinggi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kompetensi, komitmen auditor, sikap pimpinan dan independensi, dengan motivasi sebagai variabel

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kompetensi, komitmen auditor, sikap pimpinan dan independensi, dengan motivasi sebagai variabel

Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kinerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dengan Reward sebagai. Variabel Moderating

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja auditor pada Inspektorat Provinsi Sumatera Utara dengan motivasi auditor sebagai

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja auditor pada Inspektorat Provinsi Sumatera Utara dengan motivasi auditor sebagai