• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KARTU TANGERANG PINTAR PADA JENJANG PENDIDIKAN SMAN, SMKN DAN MAN DI KABUPATEN TANGERANG - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KARTU TANGERANG PINTAR PADA JENJANG PENDIDIKAN SMAN, SMKN DAN MAN DI KABUPATEN TANGERANG - FISIP Untirta Repository"

Copied!
251
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Konsentrasi Kebijakan Publik

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Disusun oleh: ANDRIANTO 6661110794

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Dan MAN Di Kabupaten Tangerang. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I : Dr. Dirlanudin, M.Si dan Pembimbing II : Yeni Widyastuti, S.Sos, M.Si

Pembangunan bidang pendidikan menjadi semakin strategis di era otonomi, karena daerah memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menentukan arah dan kebijakan pembangunannya di sektor Pendidikan. Untuk mewujudkan program wajib belajar dua belas tahun, Pemerintah Kabupaten Tangerang menjamin seluruh warga usia sekolah untuk mendapatkan pelayanan pendidikan melalui Bantuan Biaya Personal Pendidikan (BBPP) melalui program Kartu Tangerang Pintar guna membantu peserta didik dari keluarga masyarakat berpenghasilan rendah agar tetap dapat mengikuti pembelajaran di sekolah tanpa terbebani biaya personal pendidikan. Fokus penelitian ini adalah implementasi program Kartu Tangerang Pintar di Kabupaten Tangerang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dan menggunakan teori implementasi kebijakan menurut model Van Mater dan Van Horn. Indikatornya terdiri dari sumber daya, karakteristik agen pelaksana, sikap atau kecenderungan agen pelaksana, komunikasi dan aktivitas pelaksana, dan lingkungan eksternal. Hasil dari penelitian ini adalah dalam implementasinya belum berjalan dengan baik. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat keberhasilan program diantaranya sumber daya kurang memadai, keterbatasan anggaran yang diberikan. belum optimalnya sosialisasi yang diberikan, kordinasi antar agen pelaksana yang masih harus ditingkatkan serta rendahnya tingkat kepatuhan peserta didik dan orangtua. Peneliti memberikan saran agar kordinasi dan sosialisai dari para agen pelaksana senantiasa dapat lebih ditingkatkan lagi agar program dapat berjalan optimal dan tepat sasaran.

(7)

Tangerang. Departement of Public Administration. Faculty of Social and Political Science. Sultan Ageng Tirtayasa University. 1st Advisor, Dr. Dirlanudin, M.Si; 2ndAdvisor, Yeni Widyastuti, S. Sos, M.Si

The development of education is becoming increasingly strategic in autonomy era, because the region has ability and authority to determine the direction and development policies in education sector. To achieve compulsory education for twelfth year program, Kabupaten Tangerang Government guarantees all

teenagers of school’s age to get an education through Biaya Personal Pendidikan

(BBPP) with Kartu Tangerang Pintar program to help students from low income families in order to keep them learning in school unencumbered personal cost of education. Research Method which used was descriptive qualitative method and used the theory of policy implementation according to model of Van Mater and Van Horn. The indicators consist of resources, the characteristics of the implementing agency, the attitudes or trends of the implementing agency, communication and activity of the implementing agency, and the external environment. The results of this research is in the implementation has not run well. Factors that support and hinder the programs such as inadequate resources, limitedness of donation. not optimal socialization, lack of loyalty from learners and parents and coordination between the implementing agencies need to be improved. recommendation of this research are for coordination and socialization of the implementing agencies Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang can always be improved so that the program can run optimally and on target.

(8)

i

rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada kita semua. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat. Atas berkat rahmat, karunia dan ridho-Nya pula peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Progran Kartu Tangerang Pintar Pada Jenjang Pendidikan SMAN, SMKN Dan MAN Di Kabupaten Tangerang”.

Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Penyusunan skripsi ini tentu tak lepas dari bantuan banyak pihak yang selalu mendukung peneliti secara moril dan materiil, serta memberikan pengajaran dan bimbingan maupun informasi yang dapat berguna sehingga tersusunnya skirpsi ini. Untuk itu peneliti ingin menyampaikan ungkapan terimakasih yang tak terhingga kepada beberapa pihak, sebagai berikut:

1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd. sebagai Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

2. Dr. Agus Sjafari, M.Si. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

(9)

ii

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

6. Listyaningsih, S.Sos. M.Si. sebagai Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

7. Dr. Dirlanudin, M.Si. sebagai Dosen pembimbing I yang telah memberikan saran dan arahan kepada peneliti selama proses bimbingan berlangsung.

8. Yeni Widyastuti, S.Sos. M.Si. sebagai Dosen wali akademik dan pembimbing II yang telah membimbing peneliti selama masa perkuliahan dan selama proses penyusunan skripsi ini yang telah memberikan saran dan arahan kepada peneliti.

9. Dosen-dosen serta staff pada Program Studi Ilmu Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang memberikan ilmu dan pengetahuan kepada peneliti.

10. Orang Tua tercinta, ayahanda (alm) Imanudin dan ibu Surnah Winingsih yang selalu memberikan dukungan secara moril dan materil serta doa yang tidak pernah henti untuk kesuksesan anak-anaknya di masa depan. Kemudian kakak dan adik kandung peneliti, Arif Sugiri dan Irmawati yang selalu memberikan dukungan dan doa untuk kelancaran penyusunan skripsi ini.

(10)

iii

13. Sahabat terdekat peneliti dari Kreasi Anak Wayang dan Galang Putra Football Club yang juga banyak memberikan motivasi, doa dan canda tawa sehingga peneliti dapat menghilangkan kejenuhan dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Serta tidak lupa peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh informan penelitian yang telah berkontribusi banyak dalam penyusunan skripsi ini serta pihak-pihak lainnya yang juga terlibat dalam penyusunan skripsi ini.

Akhirnya peneliti mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga dengan selelsainya penyusunan skripsi ini. Peneliti sebagai penyusun menyadari bahwa akan adanya kekurangan, oleh karena itu peneliti juga mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penelitian ini. Karena itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi untuk perbaikan penelitian ini demi untuk penyempurnaan penelitian ini.

Tangerang, Mei 2017

(11)

iv

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR TABEL ...vii

DAFTAR GAMBAR ...viii

DAFTAR LAMPIRAN ...ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Identifikasi Masalah ...15

1.3 Batasan Masalah ...16

1.4 Rumusan Masalah ...16

1.5 Tujuan Penelitian ...17

1.6 Manfaat Penelitian ...17

BAB II DESKRIPSI TEORI 2.1 Deskripsi Teori ...21

2.2 Kebijakan Publik ...22

2.3 Kebijakan Pendidikan ...24

2.3.1 Pendekatan Dalam Perumusan Kebijakan Pendidikan ...24

2.3.2 Aspek-aspek Yang Tercakup Dalam Kebijakan Pendidikan ...27

2.3.3 Kriteria Kebijakan Pendidikan ...29

2.4 Implementasi Kebijakan ...30

4.4.1 Model Implementasi Kebijakan Publik ...33

2.5 Program ...42

2.5.1 Program Kartu Tangerang Pintar ...43

2.5.2 Dasar Hukum Program Kartu Tangerang Pintar ...44

2.5.3 Persyaratan Penerima Program Kartu Tangerang Pintar...46

2.5.4 Mekanisme Pengawasan Program Kartu Tangerang Pintar ...47

(12)

v

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian ...56

3.2 Ruang Lingkup Penelitian ...58

3.3 Lokasi Penelitian ...58

3.4 Variabel Penelitian ...59

3.4.1 Definisi Konsep ...59

3.4.2 Definisi Operasional ...59

3.5 Instrumen Penelitian ...61

3.6 Informan Penelitian ...63

3.7 Teknik Pengumpulan Data ...65

3.8 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ...72

3.9 Uji Keabsahan Data ...75

3.10 Jadwal Penelitian ...78

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ...79

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Tangerang ...79

4.1.2 Gambaran Umum Dinas Pendidikan Kabupaten ...81

4.2 Deskripsi Data ...87

4.2.1 Data Informan Penelitian ...89

4.2.2 Analisis Data Penelitian ...91

4.3 Deskripsi Hasil Penelitian ...92

4.4 Implementasi Kebijakan Program Kartu Tangerang Pintar Pada Jenjang Pendidikan SMAN, SMKN Dan MAN Di Kabupaten Tangerang ...93

4.4.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan ...94

4.4.2 Sumber Daya ...98

4.4.3 Karakteristik Agen Pelaksana ...109

(13)

vi

5.1 Kesimpulan ...149 5.2 Saran ...150 DAFTAR PUSTAKA

(14)

vii

1.2 Data Penerima Kartu Tangerang Pintar 2016 ...9

2.1 Mekanisme Pengawasan Program Kartu Tangerang Pintar ...47

2.2 Unit Cost Bantuan Biaya Personal Pendidikan ...48

2.3 Jenis Sanksi Program Kartu Tangerang Pintar ...49

3.1 Definisi Operasional Penelitian ...60

3.2 Daftar Informan ...64

3.3 Pedoman Wawancara ...69

3.4 Jadwal Penelitian ...78

4.1 Informan Penelitian ...90

4.2 Data APK dan APM pada jenjang SMA, SMK, MA ...97

(15)

viii

3.1 Analisis Data Menurut Miles & Huberman ...74

4.1 Peta Administratif Kabupaten Tangerang ...80

4.2 Struktur Organisasi Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang ...84

4.3 Pasal 10 Perbup No 55 Tahun 2014 ...105

4.4 Pasal 6 Perbup No 55 Tahun 2014 ...116

(16)

ix

LAMPIRAN II Surat Keterangan Penelitian LAMPIRAN III Pedoman Wawancara

LAMPIRAN IV Catatan Lapangan danMember Check

(17)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam kemajuan suatu negara, kemunduran atau kemajuan suatu negara dapat diukur dengan gambaran dari pendidikannya. Pendidikan juga merupakan salah satu faktor utama untuk dapat mencapai kemakmuran negara tersebut. Sekarang ini pendidikan juga merupakan kebutuhan primer setiap manusia karena dari pendidikan tersebut akan meningkatkan harkat dan martabat manusia itu sendiri. Di era global sekarang ini yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan industri, kompetisi dalam semua aspek kehidupan ekonomi, serta perubahan kebutuhan yang cepat didorong oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Untuk memenuhi perkembangan ilmu dan teknologi, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan hingga ke pelosok negeri dan tentu saja bagi masyarakat menengah ke bawah yang berada di garis kemiskinan.

(18)

Posisi tersebut menempatkan negeri agraris ini dibawah Negara-negara yang baru merdeka beberapa tahun lalu. Hasil studi United Nation for Development Programme (UNDP) tentang HDI menyatakan bahwa Indonesia berada jauh tertinggal dibanding negara-negara tetangga (http://hdr.undp.org Tahun 2016). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Rendahnya pendidikan suatu bangsa akan berpengaruh terhadap terpuruknya peringkat HDI negara tersebut. Padahal, peringkat HDI mencerminkan kualitas sumber daya manusia. Peringkat HDI itu sering dipakai sebagai pertimbangan oleh negara-negara lain dalam pengambilan keputusan, misalnya terkait penanaman investasi.

(19)

Norwegia, Australia, Amerika Serikat, jerman, Belanda, Canada, Singapura, Inggris, jepang, Korea Selatan. Negara-negara tetangga Indonesia di Asia tenggara secara urutan human development index adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1

Peringkat Human Development Index Negara-Negara Asia Tenggara

Negara Peringkat

Singapore 11

Brunei Darussalam 31

Malaysia 62

Thailand 93

Indonesia 113

Philippines 115

Viet Nam 116

Timor Leste 128

Laos 141

Cambodia 143

Myanmar 148

Sumber: UNDP. Human Development Report Tahun 2016

(20)

survei menunjukkan bahwa Indonesia masih berada di urutan 113 dari 187 negara dunia.

Ketertinggalan Human Development Index Indonesia tercermin dari ketertinggalannya dalam bidang pendidikan. Kualitas pendidikan Indonesia yang masih rendah menyebabkan daya saing Indonesia rendah. Dampak dari ketinggalan dalam bidang pendidikan adalah sangat serius karena di era saat ini, pencipta kesejahteraan yang utama adalah kecerdasan dan kreativitas masyarakat suatu bangsa. Bangsa yang cerdas dan kreatif dipastikan berjaya. Adapun bangsa yang tak cerdas, tak terdidik akan menjadi bangsa terbelakang, meskipun alamnya kaya. Pendidikan meningkatkan kecerdasan dan membangun karakter bangsa. Korupsi yang merajalela sampai saat ini merupakan perwujudan nyata hasil karakter bangsa. Melihat kondisi tersebut, diperlukan revolusi pendidikan yang dimulai sejak anak usia dini. Revolusi pendidikan harus dilakukan secara besar-besaran di seluruh negara Indonesia.

Pelayanan sektor pendidikan untuk menjangkau masyarakat kurang mampu menjadi tantangan besar mengingat kondisi ekonomi makro yang belum kondusif. Dalam konteks inilah, maka pemerintah berkewajiban untuk menyediakan pendidikan yang gratis dan bermutu kepada setiap warga negara sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 hasil amandemen pasal 31 Ayat (1) ”Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan Ayat (2) “Setiap warga

(21)

Pasal 34 ayat (2) menyebutkan “Pemerintah dan Pemerintah daerah menjamin

terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”, dan dalam ayat (3) menyebutkan bahwa “wajib belajar

merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah daerah, dan masyarakat”. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh warga negara pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs) serta satuan pendidikan lain yang sederajat.

(22)

Kemudian dalam upaya meningkatkan akses pendidikan guna menunjang terselenggaranya Wajib Belajar Dua Belas Tahun, Pemerintah Kabupaten Tangerang memberikan bantuan biaya personal pendidikan melalui Program Kartu Tangerang Pintar bagi peserta didik yang berasal dari keluarga sangat miskin atau miskin yang belum mendapatkan bantuan pada program Bantuan Siswa Miskin (BSM) dan bagi peserta didik yang berprestasi.

Untuk mewujudkan program Wajib Belajar 12 Tahun, Pemerintah Kabupaten Tangerang menjamin seluruh warga usia sekolah untuk mendapatkan pelayanan pendidikan minimal sampai jenjang pendidikan menengah dengan kebijakan pemberian dana Biaya Operasional Pendidikan (BOP) dan Bantuan Biaya Personal Pendidikan (BBPP) bagi Peserta Didik dari Keluarga Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Disamping memberikan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) Pemerintah Kabupaten Tangerang juga memberikan bantuan sosial biaya personal pendidikan bagi peserta didik dari keluarga tidak mampu melalui Kartu Tangerang Pintar guna membantu mereka agar tetap dapat mengikuti pembelajaran di sekolah tanpa terbebani biaya personal guna membantu mereka agar tetap dapat mengikuti pembelajaran di sekolah dengan baik. Khusus untuk Bantuan Biaya Personal Pendidikan (BBPP) mekanisme penyaluranya diatur dalam Peraturan Bupati Tangerang No.55 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Kartu Pintar Kabupaten Tangerang. Peraturan Bupati ini bertujuan untuk :

a. Mendukung terselenggaranya wajib belajar 12 (dua belas) tahun

(23)

c. Memberi peluang bagi lulusan sekolah menengah pertama atau madrasah tsanawiyah atau yang sederajat dari MBR agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya; dan

d. Memberi penghargaan atau motivasi peserta didik SMAN, SMKN dan MAN yang berprestasi

(24)

semakin meningkatnya kebutuhan personal yang harus mereka penuhi untuk mendapatkan pendidikan.

(25)

Tabel 1.2

Data Penerima Kartu Pintar Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran 2016

NO SEKOLAH JUMLAH

PENERIMA KET

1 SMAN 1 KAB. TANGERANG 113

2 SMAN 2 KAB. TANGERANG 366

3 SMAN 3 KAB. TANGERANG 132

4 SMAN 4 KAB. TANGERANG 202

5 SMAN 5 KAB. TANGERANG 134

6 SMAN 6 KAB. TANGERANG 89

7 SMAN 7 KAB. TANGERANG 85

8 SMAN 8 KAB. TANGERANG 126

9 SMAN 9 KAB. TANGERANG 112

10 SMAN 10 KAB. TANGERANG 129

11 SMAN 11 KAB. TANGERANG 111

12 SMAN 12 KAB. TANGERANG 24

13 SMAN 13 KAB. TANGERANG 32

14 SMAN 14 KAB. TANGERANG 58

15 SMAN 15 KAB. TANGERANG 228

16 SMAN 16 KAB. TANGERANG 91

17 SMAN 17 KAB. TANGERANG 170

18 SMAN 18 KAB. TANGERANG 149

19 SMAN 19 KAB. TANGERANG 198

20 SMAN 20 KAB. TANGERANG 373

21 SMAN 21 KAB. TANGERANG 149

22 SMAN 22 KAB. TANGERANG 103

23 SMAN 23 KAB. TANGERANG 43

24 SMAN 24 KAB. TANGERANG 97

25 SMAN 25 KAB. TANGERANG 65

26 SMAN 26 KAB. TANGERANG 242

27 SMAN 27 KAB. TANGERANG 113

28 SMAN 28 KAB. TANGERANG 127

29 SMAN 29 KAB. TANGERANG 80

30 SMKN 1 KAB. TANGERANG 277

31 SMKN 2 KAB. TANGERANG 211

32 SMKN 3 KAB. TANGERANG 102

33 SMKN 4 KAB. TANGERANG 195

34 SMKN 5 KAB. TANGERANG 437

35 SMKN 6 KAB. TANGERANG 139

36 SMKN 7 KAB. TANGERANG 180

37 SMKN 8 KAB. TANGERANG 149

38 SMKN 9 KAB. TANGERANG 132

39 SMKN 10 KAB. TANGERANG 182

40 SMKN 11 KAB. TANGERANG 88

41 SMKN 12 KAB. TANGERANG 70

41 MAN BALARAJA 55

42 MAN TIGARAKSA 168

43 MAN KRONJO 143

44 MAN MAUK 248

JUMLAH 6.717

(26)

Berdasarkan tabel diatas penerima kartu pintar 2016 berjumlah 6.717 siswa dan sasaran penerima program Kartu Tangerang Pintar adalah siswa SMA/SMK/MA Negeri yang berada di wilayah Kabupaten Tangerang. Dalam buku pedoman program Kartu Tangerang Pintar dijelaskan Penerima program adalah peserta didik dari masyarakat berpenghasilan rendah dan/atau memiliki prestasi yang berdomisili dan pada satuan pendidikan di wilayah Kabupaten Tangerang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

Berbeda dengan program BOP dimana dana BOP tidak diberikan langsung kepada siswa miskin tetapi diberikan kepada sekolah dan dikelola oleh sekolah. Penerima Kartu Tangerang Pintar adalah seluruh siswa yang kurang mampu berdomisisli di Tangerang yang telah mendaftarkan dirinya dan menyerahkan semua syarat yang telah ditentukan pemerintah, siswa dari luar tangerang tetapi bersekolah di tangerang juga dapat menerima bantuan asalkan memiliki NIS Di Tangerang dan siswa itu berasal dari kalangan kurang mampu.

(27)

Tangerang Pintar haruslah data yang memenuhi kriteria cermat, akuntabel dan tepat sasaran. Data yang tidak cermat, tidak akuntabel dan tidak tepat sasaran menjadi peluang terbukanya penyimpangan dana BBPP yang disalurkan melalui program Kartu Tangerang Pintar tersebut.

Program Kartu Tangerang Pintar dilaksanakan secara merata diseluruh SMA, SMK dan MA Negeri di Kabupaten Tangerang. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang bahwa jumlah siswa penerima Kartu Tangerang Pintar diseluruh wilayah Kabupaten Tangerang sebanyak 6.717. Sasaran untuk program pemberian Bantuan Biaya Personal Pendidikan (BBPP) bersumber dari hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS), jumlah siswa miskin penerima program Kartu Tangerang Pintar yang bersumber dari hasil pendataan PPLS tahun 2014 sejumlah 4.000. Meskipun diakui adanya siswa penerima Kartu Tangerang Pintar yang tidak tercatat dalam data PPLS, namun selisih yang cukup besar (2.717) menunjukkan terbukanya kemungkinan pemberian Kartu Tangerang Pintar yang tidak tepat sasaran. Terlebih jumlah itu akan bertambah seiring adanya usulan penerima Kartu Tangerang Pintar tahun 2016. (sumber:www.kpkt.org)

(28)

sebagai peserta didik memiliki NISN dan melampirkan SKTM. Salah satu persyaratan yang harus dimiliki oleh calon penerima program Kartu Tangerang Pintar dalam tahap penyeleksian program ini adalah kepemilikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang telah diterbitkan oleh pihak kelurahan. Setelah memenuhi beberapa persyaratan yang ada di juknis dan didukung oleh SKTM yang dimiliki oleh siswa maka siswa calon penerima dapat mengusulkan siswanya untuk mendapatkan Kartu Tangerang Pintar. mekanisme ini yang hanya mengandalkan SKTM dapat dilihat dari kebenaran atau tidaknya kondisi ekonomi dari siswa tersebut sehingga kriteria tidak mampu sebagai dasar penerbitan SKTM oleh Kelurahan yang dipersyaratkan dalam usulan Kartu Tangerang Pintar perlu dirumuskan dengan indikator dan parameter yang terstandar dengan jelas

Dalam Buku Pedoman Program Kartu Tangerang Pintar dijelaskan bahwa setelah membelanjakan dananya siswa membuat laporan dan diserahkan ke sekolah masing-masing tetapi masih ada yang belum memahami dan menaati peraturan tersebut. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh staf sekolah bahwa memang masih ada siswa yang belum menyerahkan laporan keuangan ke sekolah dikarenakan orangtua siswa tidak banyak yang mengetahui mekanisme format laporan keuangan yang harus diserahkan kepada pihak sekolah (Sumber : wawancara dengan Pak Pudih Staf SMA Negeri 12 Kabupaten Tangerang, 5 Oktober 2015).

(29)

yang bersangkutan, sehingga diharapkan tidak ada lagi siswa yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar pendidikan karena dana tersebut dapat langsung diterima oleh tiap-tiap siswa penerima Kartu Tangerang Pintar. Pemberian Bantuan Biaya Personal Pendidikan (BBPP) bagi peserta didik dari Keluarga Masyarakat Berpenghasilan Rendah pada jenjang pendidikan SMA/SMK/MA Negeri melalui Kartu Tangerang Pintar didasarkan pada perhitungan besaran unit cost per peserta didik per bulan untuk satu tahun anggaran adalah sebesar Rp. 85.000,- (Rp. 1.020.000/ tahun). Biaya Personal Pendidikan pada program Kartu Tangerang Pintar dapat digunakan untuk transportasi, buku tulis, alat tulis sekolah, sepatu, pembelian pakaian seragam, tas serta biaya kursus.

(30)

siswa-siswinya karena tidak adanya seksi atau staff sekolah yang khusus menangani dalam hal pengawasan penggunaan dana Kartu Tangerang Pintar

Berdasarkan wawancara awal yang peneliti lakukan pada Bapak Pudih Staf SMA Negeri 12 Kabupaten Tangerang, 5 Oktober 2015 ditemukan pula kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan sebagai pelaksana program Kartu Tangerang Pintar, bahwa sosialisasi yang dilakukan Dinas Pendidikan lebih sering dilakukan kepada sekolah saja sehingga sekolah merasa terbebani untuk menyampaikan kembali hasil sosialisasi yang disampaikan Dinas Pendidikan kepada orang tua siswa karena tidak ada staff khusus yang memberikan pelayanan program ini di sekolah.

(31)

meningkatkan peran dan fungsi Kartu Pintar Kabupaten Tangerang. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Kebijakan Program Kartu Tangerang Pintar Pada Jenjang SMAN, SMKN dan MAN DiKabupaten Tangerang”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang yang diuraikan diatas, maka peneliti dapat mengidentifikasi permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

a. Adanya indikasi berlakunya siswa penerima program yang tidak tepat sasaran atau tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan Pemerintah Kabupaten Tangerang pasalnya masih terdapat siswa mampu yang menerima Kartu Tangerang Pintar.

b. Rendahnya kesadaran orang tua siswa dalam memahami dan mentaati ketentuan program Kartu Tangerang Pintar.

c. Pengawasan dari pelaksana program Kartu Tangerang Pintar masih belum optimal karena pengawasan yang diberikan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang hanya menyentuh pada tahap verifikasi data tentang pengajuan peserta tidak sampai kepada tahap pengeluaran dan penggunaan dana Biaya Personal Pendidikan.

(32)

e. Pengelolaan akses informasi sebagai upaya memberikan kemudahan dalam hal pemberian informasi mengenai program masih belum optimal. karena belum dikelola dengan baik. Website tersebut hanya berisi informasi rekap usulan penerima, Data PPLS BPS, Tahapan pengajuan usulan penerima pada tahap awal peluncuran program saja, sehingga untuk mencari berita terbaru mengenai persyaratan atau data penerima Kartu Tangerang Pintar terbaru masih belum lengkap.

1.3 Batasan Masalah

Dalam sebuah penelitian perlu adanya ruang lingkup obyek yang diteliti untuk itu agar tidak keluar dari obyek, maka berdasarkan pemaparan mengenai hal-hal dalam latar belakang dan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi masalah penelitian yaitu tentang Implementasi Kebijakan Program Kartu Tangerang Pintar Pada Jenjang Pendidikan SMAN, SMKN Dan MAN Di Kabupaten Tangerang

1.4 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah sebagaimana telah dikemukakan di atas, penelitian ini memusatkan perhatian pada implementasi kebijakan program Kartu Pintar Kabupaten Tangerang. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini mencoba menjawab pertanyaan penelitian adalah

1. Bagaimanakah Implementasi Program Kartu Tangerang Pintar?

(33)

3. Faktor-faktor apa saja yang menghambat pelaksanaan program Kartu Tangerang Pintar Di Kabupaten Tangerang?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui Implementasi Program Kartu Tangerang Pintar, menganalisis faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan program Kartu Tangerang Pintar Di Kabupaten Tangerang.

1.6 Manfaat Penelitian

Berdasarkan judul penelitian diatas, peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat yang baik secara teoitis maupun secara praktis, Adapun manfaat yang diharapkan peneliti yaitu :

1.6.1 Manfaat secara teoritis

Adapun manfaat penelitian ini secara teoritis yaitu:

1. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangsih pengembangan ilmu administrasi negara dan ilmu sosial lain serta dapat menjadi referensi dan bahan bacaan dalam kajian ilmu yang berkaitan dengan teori dalam penelitian ini.

(34)

1.6.2 Manfaat secara praktis

Adapun manfaat penelitian ini secara praktis yaitu:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau saran bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang dalam mengambil langkah yang tepat dalam rangka meningkatkan peran dan fungsi Kartu Pintar Kabupaten Tangerang sehingga dapat meningkatkan pembangunan dalam Bidang Pendidikan.

2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada masyarakat mengenai Program Kartu Pintar Kabupaten Tangerang dan diharapkan masyarakat dapat merasakan manfaat dan turut berpartisipasi dalam hal pengawasan Kartu Tangerang Pintar.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan garis besar penyusunan penelitian ini yang berujuan untuk memudahkan dalam memahami secara keseluruhan isi dari penyusunan penelitian ini. Adapun sistematika penulisan penelitian mengenai “Implementasi Kebijakan Program Kartu Tangerang Pintar Pada Jenjang

Pendidikan SMAN, SMKN Dan MAN Di Kabupaten Tangerang”, tersusun atas sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

(35)

untuk mendeteksi aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari judul penelitian atau dengan masalah penelitian. Pembatasan dan perumusan masalah ditetapkan sebagai fokus dari penelitian yang akan dilakukan demi mencapai hasil penelitian yang diharapkan dalam tujuan penelitian. Dan selanjutnya, bab ini juga membahas mengenai manfaat penelitian, baik manfaat teoritis dan praktis yang berguna bagi peneliti, pembaca, dan instansi terkait. Serta sistematika penulisan yang digunakan untuk mempermudah pembaca mengetahui isi dari penelitian secara keseluruhan.

BAB II DESKRIPSI TEORI

Bab ini akan membahas mengenai teori-teori relevan yang digunakan untuk mengkaji permasalahan-permasalahan yang muncul dalam penelitian ini. Penelitian terdahulu dipaparkan sebagai bahan perbandingan antara penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya, sehingga dapat diketahui kesamaan atau perbedaan dari masing-masing penelitian yang dilakukan. Selanjutnya, kerangka teori menggambarkan alur penelitian yang dikaji dengan teori yang relevan dalam penelitian, sehingga peneliti dapat merumuskan kesimpulan penelitian sementara.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

(36)

dibutuhkan dalam penelitian. Teknik pengolahan dan uji keabsahan data yang menjelaskan tentang teknik dan rasionalisasinya. Serta tentang jadwal yang memaparkan waktu penelitian ini dilakukan.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Bab ini terdiri dari deskripsi obyek penelitian yang meliputi lokasi penelitian secara jelas. Kemudian terdapat deskripsi data dari hasil penelitian yang diolah dari data mentah dengan menggunakan teknik analisis data yang relevan sebagaimana dengan penggunaan teori dalam penelitian ini. Selanjutnya data yang sudah dianalisis, peneliti uji validitas dengan menggunakan teknik triangulasi untuk mendapatkan hasil penelitian yang diharapkan. Kemudian melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap persoalan dan pada akhir pembahasan peneliti dapat mengemukakan berbagai keterbatasan pelaksanaan penelitian, terutama untuk penelitian eksperimen dan ketebatasan ini dapat dijadikan rekomendasi terhadap penelitian lebih lanjut dalam bidang yang menjadi obyek penelitian. BAB V PENUTUP

(37)

21 2.1 Deskripsi Teori

Deskripsi teori menjelaskan tentang teori-teori dan atau konsep yang dipergunakan dalam penelitian yang sifatnya utama, tidak tertutup kemungkinan untuk bertambah seiring dengan pengambilan data di lapangan (Fuad dan Nugroho, 2012:56). Deskripsi teori yakni menjabarkan penggunaan berbagai teori dan konsep yang relevan dengan permasalahan dan fokus penelitian, yang kemudian disusun dengan teratur dan rapi untuk dapat membuat suatu asumsi dasar dalam penelitian. Dengan mengkaji berbagai teori dan konsep maka peneliti memiliki konsep penelitian yang jelas, sehingga dapat menyusun pertanyaan yang rinci untuk penyelidikan, serta dapat menemukan hasil penelitian yang tepat dan akurat. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas deskripsi teori, pembahasannya perlu dikaitkan dengan hasil-hasil penelitian yang akan dilakukan peneliti.

(38)

2.2 Kebijakan Publik

Kebijakan Publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor politik atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Kebijakan publik hadir karena tujuan tertentu yaitu untuk mengatur kehidupan bersama. Terdapat beberapa pemahaman mengenai komsep kebijakan publik.

Definisi mengenai kebijakan publik menurut Robert Eyestone dalam Budi Winarno, 2012: 20 bahwa secara luas kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Sedangkan Thomas R. Dye dalam Budi Winarno, 2012: 20 mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Definisi yang diusulkan oleh Dye meski cukup akurat, namun sebenarnya tidak cukup memadai untuk mendeskripsikan substansi atau esensi kebijakan publik yang sesungguhnya, oleh karena itu ada beberapa definisi dari para ahli yang lebih spesifik, diantaranya sebagai berikut:

Menurut Anderson yang dikutip dalam Suharto (2010) kebijakan publik adalah

a pusposive of action followed by an actor or set of actors in dealing

with a problem or matter of concern”(Suharto, 2010:44).

(39)

Suatu kebijakan merupakan sebuah instrument untuk mencapai cita-cita suatu negara, maka perlu diketahui proses kebijakan publik hingga dapat mencapai tahap akhir. Stella Theodoulou dalam Nugroho (2012) mengemukankan bahwa proses kebijakan publik merupakan

“suatu pergerakan dari pengidentifikasian masalah yang kemudian dimasukan ke dalam agenda kebijakan dan akhirnya diimplementasikan dan dilihat efektifitasnya.”

Dari beberapa pendapat para ahli diatas, kebijakan publik dapat disimpulkan sebagai suatu pilihan tindakan yang menjadi kewenangan aktor-aktor pemerintah, dilakukan dengan menggunakan segala sumber daya dan diorientasikan untuk memcahkan persoalan-persoalan publik. Adapun sebuah kebijakan mempunyai tahap-tahap. Tahap-tahap kebijakan publik yang sebagaimana dikemukakan oleh William Dunn dalam Budi Winarno, (2012: 35-37) yaitu:

1. Tahap Penyusunan Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan.

2. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan. Masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk menyelesaikan masalah.

3. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsesnsus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

4. Tahap Implementasi Kebijakan

(40)

berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementators), namun beberapa yang lain mungkin akan di tentang oleh pelaksana

5. Tahap Evaluasi Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan kebijakan yang dibuat telah mampu menyelesaikan masalah.

Namun proses kebijakan publik menurut Hogwood dan Gunn (1986) dalam Wahab (2012) memiliki kemungkinan untuk mengalami kegagalan. Berikut ini dua kategori besar kegagalan kebijakan publik menurut Hogwood dan Gunn, yaitu

non-implementation (tidak terimplementasikan) dan unsuccessful implementation

(implementasi yang tidak berhasil). Non-implementation dapat dipahami sebagai kebijakan yang gagal dalam pencapaian tujuannya karena tidak diimplementasikan oleh para aktor-aktor terkait. Unseccessful implementation

dapat dipahami sebagai kebijakan yang telah diimplementasikan akan tetapi gagal untuk mencapai tujuan kebijakan publik.

2.3 Kebijakan Pendidikan

2.3.1 Pendekatan dalam Perumusan Kebijakan Pendidikan a. PendekatanSocial Demand Approach(kebutuhan sosial)

Sosial demand approach adalah suatu pendekatan dalam perumusan

(41)

tidak semata-mata merespon aspirasi masyarakat sebelum dirumuskannya kebijakan pendidikan, akan tetapi juga merespon tuntutan masyarakat sertelah kebijakan pendidikan diimplementasikan. Partisipasi warga dari seluruh lapisan masyarakat diharapkan terjadi baik pada masa perumusan maupun implementasi kebijakan pendidikan. Dalam perumusan kebijakan dapat digolongakan ke dalam tipe perumusan kebijakan yang bersifat pasif. Artinya suatu kebijakan baru dapat dirumuskan apabila ada tuntutan dari masyarakat terlebih dahulu.

b. PendekatanMan-Power Approach

(42)

sisi positifnya, dalam pendekatan man-power ini proses perumusan kebijakan pendidikan yang ada lebih berlangsung efisien dalam proses perumusannya, serta lebih berdimensi jangka panjang (Arif Rohman, 2009: 114-118).

(43)

keseluruhan. Secara teoritik, suatu kebijakan pendidikan dirumuskan dengan mendasarkan diri pada landasan pemikiran yang lebih ilmiah empirik. Kajian ini menggunakan pola pendekatan yang beragam sesuai dengan faham teori yang dianut oleh masing-masing penentu kebijakan. Dalam kajian ini, paling tidak ada dua pendekatan yang dapat direkomendasikan kepada para penentu/berwenang dalam merumuskan suatu kebijakan pendidikan (Arif Rohman, 2009: 114).

2.3.2 Aspek-aspek yang tercakup dalam Kebijakan Pendidikan

Aspek-aspek yang tercakup dalam kebijakan pendidikan menurut H.A.R Tilaar & Riant Nugroho dalam Arif Rohman (2009: 120):

a. Kebijakan pendidikan merupakan suatu keseluruhan mengenai hakikat manusia sebagai makhluk yang menjadi manusia dalam lingkungan kemanusiaan. Kebijakan pendidikan merupakan penjabaran dari visi dan misi dari pendidikan dalam masyarakat tertentu.

b. Kebijakan pendidikan dilahirkan dari ilmu pendidikan sebagai ilmu praktis yaitu kesatuan antara teori dan praktik pendidikan. Kebijakan pendidikan meliputi proses analisis kebijakan, perumusan kebijakan, pelaksanaan dan evaluasi.

c. Kebijakan pendidikan haruslah mempunyai validitas dalam perkembangan pribadi serta masyarakat yang memiliki pendidikan itu. Bagi perkembangan individu, validitas kebijakan pendidikan tampak dalam sumbangannya bagi proses pemerdekaan individu dalam pengembangan pribadinya.

d. Keterbukaan (openness). Proses pendidikan sebagai proses pemanusiaan terjadi dalam interaksi sosial. Hal ini berarti bahwa pendidikan itu merupakan milik masyarakat. Apabila pendidikan itu merupakan milik masyarakat maka suara masyarakat dalam berbagai tingkat perumusan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan pendidikan perlu mendengar suara atau saran-saran dari masyarakat.

(44)

f. Analisis kebijakan sebagaimana pula dengan berbagai jenis kebijakan seperti kebijakan ekonomi, kebijakan pertahanan nasional dan semua jenis kebijakan dalam kebijakan publik memerlukan analisis kebijakan.

g. Kebijakan pendidikan pertama-tama ditujukan kepada kebutuhan peserta didik. Kebijakan pendidikan seharusnya diarahkan pada terbentuknya para intelektual organik yang menjadi agen-agen pembaharuan dalam masyarakat bangsanya.

h. Kebijakan pendidikan diarahkan pada terbentuknya masyarakat demokratis. Peserta didik akan berdiri sendiri dan mengembangkan pribadinya sebagai pribadi yang kreatif pendukung dan pelaku dalam perubahan masyarakatnya. Kebijakan pendidikan haruslah memfasilitasi dialog dan interaksi dari peserta didik dan pendidik, peserta didik dengan masyarakat, peserta didik dengan negaranya dan pada akhirnya peserta didik dengan kemanusiaan global.

i. Kebijakan pendidikan berkaitan dengan penjabaran misi pendidikan dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu. Apabila visi pendidikan mencakup rumusan-rumusan yang abstrak, maka misi pendidikan lebih terarah pada pencapaian tujuan-tujuan pendidikan yang konkret. Kebijakan pendidikan merupakan hal yang dinamis yang terus menerus berubah namun terarah dengan jelas.

j. Kebijakan pendidikan harus berdasarkan efisiensi. Kebijakan pendidikan bukan semata-mata berupa rumusan verbal mengenai tingkah laku dalam pelaksanaan praksis pendidikan. Kebijakan pendidikan harus dilaksanakan dalam masyarakat, dalam lembaga-lembaga pendidikan. Kebijakan pendidikan yang baik adalah kebijakan pendidikan yang memperhitungkan kemampuan di lapangan, oleh sebab itu pertimbangan-pertimbangan kemampuan tenaga, tersedianya dana, pelaksanaan yang bertahap serta didukung oleh kemampuan riset dan pengembangan merupakan syarat-syarat bagi kebijakan pendidikan yang efisien.

k. Kebijakan pendidikan bukan berdasarkan pada kekuasaan tetapi kepada kebutuhan peserta didik. Telah kita lihat bahwa pendidikan sangat erat dengan kekuasaan. Menyadari hal itu, sebaiknya kekuasaan itu diarahkan bukan untuk menguasai peserta didik tetapi kekuasaan untuk memfasilitasi dalam pengembangan kemerdekaan peserta didik. Kekuasaan pendidikan dalam konteks masyarakat demokratis bukannya untuk menguasai peserta didik, tetapi kekuasaan untuk memfasilitasi tumbuh kembang peserta didik sebagai anggota masyarakat yang kreatif dan produktif.

(45)

sehingga bersifat sangat tidak efisien. Kebijakan intuitif akan menjadikan peserta didik sebagai kelinci percobaan.

m. Kejelasan tujuan akan melahirkan kebijakan pendidikan yang tepat. Kebijakan pendidikan yang kurang jelas arahnya akan mengorbankan kepentingan peserta didik. Seperti yang telah dijelaskan, proses pendidikan adalah proses yang menghormati kebebasan peserta didik. Peserta didik bukanlah objek dari suatu projek pendidikan tetapi subjek dengan nilai-nilai moralnya. Kebijakan pendidikan diarahkan bagi pemenuhan kebutuhan peserta didik dan bukan kepuasan birokrat. Titik tolak dari segala kebijakan pendidikan adalah untuk kepentingan peserta didik ataupemerdekaan peserta didik (H.A.R Tilaar & Riant Nugroho, 2008: 141-153).

2.3.2 Kriteria Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus yakni: a. Memiliki tujuan pendidikan

Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.

b. Memiliki aspek legal-formal

Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga dapat dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimat.

c. Memiliki konsep operasional

Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.

d. Dibuat oleh yang berwenang

(46)

e. Dapat dievaluasi

Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnya untuk ditindaklanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya secara mudah dan efektif.

f. Memiliki sistematika

Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem juga, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi yang tinggi agar kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya akibat serangkaian faktor yang hilang atau saling berbenturan satu sama lainnya. Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan hukum secara internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya seperti kebijakan politik, kebijakan moneter, bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya (Ali Imron, 1995: 20).

2.4 Implementasi Kebijakan

(47)

stakeholders, aktor, organisasi (publik atau privat), prosedur dan teknis secara sinergitas yang digerakan untuk bekerja sama guna menerapkan kebijakan kearah tertentu yang dikehendaki (Wahab, 2012: 133).

Salah satu ahli yang beralirantop-downyaitu Daniel A. Mazimanian dan Paul A. Sabatier (1979) dalam Wahab (2012:135), menjelaskan makna implementasi yaitu:

“memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Kemudian fokus perhatian pada implementasi kebijakan, yaitu kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan publik yang mencakup usaha-usaha untuk mengadministrasikan-nya maupun untuk menimbulkan akibat atau dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.”

Sedangkan menurut pakar kebijakan asal afrika Udoji (1981) dalam Wahab (2012:126) mengatakan bahwa:

“The execution of policies is as important if not more important than

policy making, Policies will remain dreams or print in file jakets unless they are implemented” (pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu hal penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapih dalam arsip kalau tidak diimplementasikan).

Kemudian Grindle yang dikutip dalam Wahab (2012:125), mengungkapkan bahwa:

“Implementasi kebijakan sesungguhnya bukan hanya sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut : masalah-masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan.”

(48)

“tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.”

Berdasarkan pemaparan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah sebagai proses pelaksanaan dari kebijakan yang telah dirumuskan sebelumnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tindakan-tindakan yang mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.

(49)

Gambar 2.1

Sumber : (Nugroho, 2003:159).

Dalam penelitian ini peneliti mengangkat salah satu contoh kebijakan publik yang dijewantahkan dalam bentuk program. Progam yang dimaksud disini adalah program Kartu Tangerang Pintar yang dijalankan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang.

2.4.1 Model Implementasi Kebijakan Publik

Sejarah perkembangan studi implementasi kebijakan, dijelaskan tentang adanya dua pendekatan guna memahami implementasi kebijakan, yakni pendekatan top down dan bottom up. Istilah tersebut menurut Lester dan Stewart (2000:18) dinamakan the command and control approach (pendekatan kontrol dan komando, yang mirip dengan top down approach) dan the market approach

(pendekatan pasar, yang mirip dengan bottom up approach). Masing-masing Kebijakan Publik Penjelas

Kebijakan Publik

Program Intervensi

Proyek Intervensi

Kegiatan Intervensi

(50)

pendekatan mengajukan model-model kerangka kerja dalam membentuk keterkaitan antara kebijakan dan hasilnya (Agustino,2008:140).

Pendekatan top down merupakan pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi kebijakan sedangkan pendekatan bottom up

muncul untuk melengkapi perbedaan-perbedaan, namun pada dasarnya mereka bertitik tolak pada asumsi yang sama dalam mengembangkan kerangka analisis tentang studi implementasi. Dalam pendekatan top down,implementasi kebijakan yang dilakukan tersentralisir dan dimulai dari aktor tingkat pusat, dan keputusannya pun diambil dari tingkat pusat. Pendekatan top down bertitik tolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administrator-administrator atau birokrat-birokrat pada level bawahnya. Jadi inti pendekatan top down adalah sejauhmana tindakan para pelaksana(administrator dan birokrat) sesuai dengan prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan tingkat pusat (Agustino,2008:140).

(51)

kebijakan tersebut tidak kontra-produktif, yang dapat menunjang keberhasilan kebijakan itu sendiri (Agustino,2008:156).

Fokus analisis implementasi kebijakan berkisar pada masalah-masalah pencapaian tujuan formal kebijakan yang telah ditentukan. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena street level bureaucrats tidak dilibatkan dalam formulasi kebijakan. Berangkat dari prespektif tersebut, maka timbul pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

a. Sampai sejauhmana tindakan-tindakan pejabat pelaksana konsisten dengan keputusan kebijakan tersebut?

b. Sejauhmanakah tujuan kebijakan tercapai?

c. Faktor-faktor apa yang secara prinsipil mempengaruhi output dan dampak kebijakan?

d. Bagaimana kebijakan tersebut diformulasikan kembali sesuai pengalaman lapangan? (dalam Agustino, 2008:141)

Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh beberapa variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. Dibawah ini akan diuraikan secara ringkas ide-ide dasar yang disampaikan oleh tiga tokoh dalam menjelaskan terapan implementasi kebijakan yang mereka teoremakan.

A. Model Implementasi Kebijakan Publik Donald Van Metter dan Carl Van Horn

(52)

kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variable. Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana dan kinerja kebijakan publik. Ada enam variabel yang mempengaruhi kebijakan publik tersebut, adalah:

a. Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Yaitu dilihat dari kinerja implementasi kebijakan dapat diukur jika ukuran dan tujuan kebijakan memang realistis pada level pelaksana kebijakan bukan hal yang ideal sehingga sulit dalam merealisasikan kebijakan publik sampai pada tahap berhasil. Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan dilevel warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

b. Sumberdaya

Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung pada kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Sumberdaya yang dimaksud adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas serta sumber daya lain (finansial dan waktu). Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menurut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik.

c. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal karena kinerja implementasi sangat dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan agen pelaksananya. Misalnya implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tindak laku mausia secara radikal, maka agen pelaksana proyek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum. Sedangkan apabila kebijakan publik ini tidak terlalu merubah perilaku dasar manusia, maka dapat-dapat saja agen pelaksana yang diturunukan tidak sekeras dana tidak setegas pada gambaran pertama.

d. Sikap / Kecenderungan (Disposition) para pelaksana

(53)

pengambil keputusan tidak mengetahui permasalahan yang harus diselesaikan.

e. Komunikasi Antar Organisasi

Pada tahap ini menekankan pada koordinasi komunikasi mekanisme diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi. Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik komunikasi dan koordinasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan begitu pula sebaliknya.

f. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Hal ini berkaitan dengan sejauhmana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Hal yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Meter dan Van Horn adalah sejauhmana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi penyebab dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Oleh karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan lingkungan eksternal. Van Meter dan Van Horn juga mengajukan hipotesis bahwa lingkungan ekonomi, sosial, dan politik dari yuridiksi atau organisasi pelaksana akan mempengaruhi karakter badan-badan pelaksana, kecenderungan-kecenderungan para pelaksana dan pencapaian itu sendiri. (dalam Agustino, 2008:142-144).

B. Model Implementasi Kebijakan Publik George C. Edward III

Menurut Edwards (Winarno,2012:177), studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration dan public policy. Implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Edward III memberikan empat faktor atau variabel krusial dalam implementasi kebijakan publik, faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi

(54)

petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus dipahami, melainkan petunjuk-petunjuk tersebut harus dikomunikasikan secara jelas.

2. Sumber-sumber

Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan maka implementasi pun cenderung tidak efektif. Dengan demikian, sumber-sumber dapat merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik. 3. Kecenderungan-kecenderungan

Kecenderungan dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh pembuat kebijakan awal.

4. Struktur birokrasi

Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Birokrasi baik secara sadar atau tidak sadar memilih bentuk-bentuk organisasi untuk kesepakatan kolektif, dalam rangka memcahkan masalah-masalah sosial dalam kehidupan modern.

C. Model Implementasi Kebijakan Publik Merilee S. Grindle

(55)

1. Content of Policy,yaitu:

a. Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi). Berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya.

b. Type of Benefits (jenis dan manfaat yang akan dihasilkan dari implementasi kebijakan). Pada poin ini suatu kebijakan berupaya untuk menunjukkan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.

c. Extent of change Envision (derajat perubahan yang ingin dicapai). Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai. Adapun yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.

d. Site of Decision Making (letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang akan diimplementasikan). Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang hendak diimplementasikan.

e. Program Implementor(pelaksana program). Dalam menjelaskan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan. Hal ini harus terdata atau terpapar dengan baik.

f. Resources Committed (sumber-sumber daya yang digunakan agar pelaksanaannya berjalan baik). Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumber-sumber daya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.

2. Context of Policy,yaitu:

a. Power, Interest and Strategy of Actor Involved (Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat). Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan-kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para aktor guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan matang, besar kemungkinan program yang hendak diimpelementasikan akan jauh dari hasil.

(56)

bagian ini dijelaskan karakteristik dari lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.

c. Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana). Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari pelaksana, maka yang hendak dijelaskan pada poin ini adalah sejauhmana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.

Pelaksanaan kebijakan yang ditentukan oleh isi atau konten dan lingkungan atau konteks yang diterapkan, maka akan dapat diketahui apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan, juga dapat diketahui apakah suatu kebijakan dipengaruhi oleh suatu lingkungan, sehingga tingkat perubahan yang diharapkan terjadi.

D. Model Implementasi Kebijakan Publik Merilee S. Grindle

Model implementasi kebijakan publik yang ditawarkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam buku Leo Agustino (2012:144). Model yang ditawarkan mereka disebut dengan A Framework for Policy Implementation Analysis. Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuan dalam mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Dan, variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu:

1. Mudah atau Tidaknya yang akan Digarap, meliputi: a. Kesukaran-kesukaran Teknis

(57)

keberhasilan suatu kebijakan dipengaruhi juga oleh tersedianya atau telah dikembangkannya teknik-teknik tertentu.

b. Keberagaman Perilaku yang Diatur

Semakin beragam perilaku yang diatur, maka asumsinya beragam pelayanan yang diberikan, sehingga semakin sulit untuk membuat peraturan yang tegas dan jelas. Dengan demikian semakin besar kebebasan bertindak yang harus dikontrol oleh para pejabat dan pelaksana (administrator atau birokrat) di lapangan.

c. Persentase Totalitas Penduduk yang Tercakup dalam Kelompok Sasaran

Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang perilakunya akan diubah (melalui implementasi kebijakan), maka semakin besar peluang untuk memobilisasikan dukungan politik terhadap sebuah kebijakan dan dengannya akan lebih terbuka peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan.

d. Tingkat dan Ruang Lingkup Perubahan Perilaku yang Dikehendaki Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki oleh kebijakan, maka semakin sukar/sulit para pelaksana memperoleh implementasi yang berhasil. Artinya, ada sejumlah masalah yang jauh lebih dapat kita kendalikan bila tingkat dan ruang lingkup perubahan yang dikehendaki tidaklah terlalu besar.

2. Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara Cepat Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang dimilikinya untuk menstruktur proses impelementasi secara tepat melalui beberapa cara:

a. Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan dicapai.

b. Keterkendalaan teori kausalitas yang diperlukan. c. Ketetapan alokasi sumberdana.

d. Keterpaduan hierarki didalam lingkungan dan diantara lembaga-lembaga atau instansi-instansi pelaksana.

e. Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana f. Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub dalam

undang-undang.

g. Akses formal pihak-pihak luar.

3. Variabel-variabel diluar Undang-undang yang Mempengaruhi Implementasi.

a. Kondisi sosial-ekonomi dan teknologi. b. Dukungan publik.

(58)

2.5 Program

Program merupakan bagian dari perencanaan. Secara umum pengertian program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan, maka program merupakan sebuah sistem yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu kali tetapi berkesinambungan. Program dapat diartikan juga sebagai penjabaran dari suatu perencanaan atau sering pula diartikan sebagai suatu kerangka dasar dari pelaksanaan kegiatan. Selain itu, program merupakan sebuah sistem. Sistem mempunyai pengertian satu kesatuan dari beberapa komponen program yang saling berkaitan dan bekerja sama satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sistem (Arikunto, 2008).

Kebijakan-kebijakan publik yang pada umumnya masih abstrak diterjemahkan ke dalam program-program yang lebih operasional yang kesemuanya dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran yang telah dinyatakan dalam kebijakan tersebut. (Abdul Wahab, 2012: 18) Penjabaran suatu program sedikitnya terlihat dari 5 (lima) hal yaitu:

1. Berbagai sasaran konkrit yang hendak dicapai

2. Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkerjaan itu. 3. Besarnya biaya yang diperlukan beserta identifikasi sumbernya. 4. Jenis-jenis kegiatan operasional yang akan dilaksanakan.

5. Tenaga kerja yang dibutuhkan, baik ditinjau dari sudut kualifikasinya maupun ditinjau dari segi jumlahnya.

(59)

Komponen-komponen dari tiap program tidak sama, Komponen-komponen sangat dipengaruhi dari tingkat komplesitas kegiatan program yang bersangkutan.

Program dalam konteks implementasi kebijakan publik terdiri dari beberapa tahap yaitu:

1. Merancang bangun (design) program beserta perincian tugas dan perumusan tujuan yang jelas, penentuan ukuran prestasi yang jelas serta biaya dan waktu.

2. Melaksanakan (application) program dengan mendayagunakan struktur-struktur dan personalia, dana serta sumber-sumber lainnya, prosedur dan metode yang tepat.

3. Membangun sistem penjadwalan, monitoring dan sarana-sarana pengawasan yang tepat guna serta evaluasi (hasil) pelaksanaan kebijakan (Tachjan, 2006i:35)

Program merupakan satuan kegiatan yang terintegrasi dengan implementasi kebijakan publik. Program Kartu Pintar Kabupaten Tangerang merupakan salah satu instrumen pemerintah Kabupaten Tangerang dalam meretaskan pemasalahan putus sekolah dan meningkatkan mutu pendidikan di Kabupaten Tangerang.

2.5.1 Program Kartu Tangerang Pintar

(60)

Program Kartu Tangerang Pintar adalah untuk peserta didik dari masyarakat berpenghasilan rendah dan atau memilikki prestasi yang berdomisili dan pada satuan pendidikan di wilayah Kabupaten Tangerang sebagai kartu untuk mendapatkan Biaya Personal Pendidikan khusus dalam bentuk ATM.

Program Kartu Tangerang Pintar dilaksanakan di seluruh SMA/MA dan SMK Negeri Di Kabupaten Tangerang. Manfaat dan dampak positif yang diharapkan dari siswa penerima KTP, antara lain :

1. Seluruh warga Kabupaten Tangerang menamatkan pendidikan minimal sampai dengan jenjang SMA/SMK/MA.

2. Mutu pendidikan di Kabupaten Tangerang meningkat secara signifikan;

3. Peningkatan pencapaian target APK pendidikan dasar dan menengah. 2.5.2 Dasar Hukum Program Kartu Tangerang Pintar

Dasar Hukum Program Kartu Pintar Kabupaten Tangerang, antara lain : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional;

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

3. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang nomor 17 Tahun 2004 tentang penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Tangerang

(61)

5. Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 15 Tahun 2010 tentang percepatan penanggulangan kemiskinan;

6. Undang-undang nomor 13 Tahun 2011 tentang penanganan fakir miskin

7. Undang-Undang Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

8. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggraan Pendidikan

9. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 05 tahun 2003 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah

10. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 01 tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tangerang tahun 2012

11. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 17 tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Penyelenggraan Pendidikan di Kabupaten Tangerang 12. Peraturan Bupati Tangerang Nomor 37 tahun 2010 tentang Rincian

Tugas Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang

(62)

14. Peraturan Bupati Tangerang Nomor 55 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Kartu Pintar Kabupaten Tangerang

2.5.3 Persyaratan Penerima Program Kartu Tangerang Pintar

Persyaratan calon penerima program yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang adalah sebagai berikut:

1. Warga Kabupaten Tangerang yang Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan/atau memiliki Prestasi.

2. Diusulkan oleh Satuan Pendidikan, untuk peserta didik SMAN, SMKN dan MAN untuk warga Kabupaten Tangerang yang bersekolah Di Kabupaten Tangerang dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Kartu Keluarga

b. Pemegang Kartu Perlindungan Sosial (KPS) atau terdaftar peserta Program Keluarga Harapan (PKH)

c. Membuat Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari Kelurahan/Desa bagi yang tidak mempunyai KPS atau peserta KPH

d. Surat keterangan prestasi akademik juara 1 tiap kelas per tingkatan dari kepala satuan pendidikan pada tingkatan satuan pendidikan bagi siswa yang berprestasi, atau

(63)

Juara III untuk tingkat Kabupaten Tangerang tahun pelajaran berkenaan dibuktikan dengan piagam

f. Surat Keterangan belum pernah atau tidak sedang mendapatkan bantuan siswa miskin atau program lainnya yang sejenis dari Kepala Satuan Pendidikan

2.5.4 Mekanisme Tahapan Pengawasan Pelaksanaan Program Kartu Tangerang Pintar

Dalam buku pedoman Kartu Pintar Kabupaten Tangerang 2015 dijelaskan mekanisme pengawasan program Kartu Pintar Kabupaten Tangerang agar akurat dan tepat sasaran. Bantuan Biaya Personal Pendidikan dicairkan oleh Bank BJB atas nama siswa yang bersangkutan. Setiap siswa pemegang KPKT diwajibkan membuat laporan tertulis tentang pembelanjaan setiap bulan sebagai bentuk pelaporan dan sekaligus pertanggungjawaban penggunaan dana BBPP. Berikut adalah mekanisme pengawasan Bantuan Biaya Personal Pendidikan Kartu Pintar Kabupaten Tangerang:

Tabel 2.1

Mekanisme Pengawasan Kartu Tangerang Pintar

No Sasaran Pengawasan Petugas

Pengawas

Dokumen Pendukung 1 Siswa membuat rencana pembelanjaan

Bantuan Biaya Personal Pendidikan (BBPP) Triwulan I, II, III, IV

Sekolah Rencana Belanja Siswa (RBS) 2 Siswa dan orang tua siswa

menandatangani Surat Pernyataan tentang kesediaan membelanjakan Bantuan Biaya Personal Pendidikan untuk pemenuhan kebutuhan sekolah

Sekolah Surat Pernyataan

3 Siswa menyerahkan laporan pembelanjaan Kartu Tangerang Pintar

(64)

setiap bulan. oleh setiap peserta 4 Sekolah membuat rekapitulasi

pembelanjaan seluruh siswa penerima KPKT setiap triwulan

Sekolah Rekapitulasi Belanja (BBPP) seluruh siswa 5 Sekolah melaporkan pembelanjaan

Bantuan Biaya Personal Pendidikan (BBPP) untuk seluruh siswa penerima KPKT setiap Triwulan I, II,

Gambar

Tabel 1.1Peringkat Human Development Index
Tabel 1.2
Gambar 2.1Kebijakan Publik
Tabel 2.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara dan observasi secara langsung di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan, di indikatorkan dengan elemen penilaian

Dari telaah yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu berperan penting dalam perkembangan suatu keilmuan termasuk dalam perkembangan ilmu manajemen

Perbandingan dengan luaran percobaan tahun 1993/1994 (Bari, et a/o, 1995) diberikan dalam Tabel4 untuk basil biji pipilan kering bahan pemuliaanjagung terpilih clan

Dengan membahas dramatic irony dan dibatasi pada event rhythm, pacing dan timing, penulis ingin memberikan informasi bagaimana penyusunan gambar yang tepat dapat membangun sisi

Adapun yang dimaksud dengan pengendalian ialah suatu kegiatan yang berhubungan dengan langkah-langkah yang dilaksanakan oleh manajemen untuk menjamin bahwa tujuan

Menurut peneliti, perlu dicari solusi yang tepat dalam masalah ini, agar siswa lebih tertarik dalam mengikuti proses pembelajaran Pendidikan

Dana Pelayanan Administrasi Kependudukan yang selanjutnya disingkat Dana Pelayanan Adminduk adalah dana yang digunakan untuk men3amm keberlanjutan dan keamanan

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data hasil dari penyebaran kuesior 1 tanggapan pengguna terhadap Cantrik lama sebagai dasar penentuan atribut yang mau dipakai