• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian dari berbagai teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mendukung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian dari berbagai teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mendukung"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

6

Kajian teori ini merupakan uraian dari berbagai teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mendukung pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini. Pembahasan teori tersebut mengkaji pendekatan pembelajaran RME dan hasil belajar matematika.

2.1.1 Hakikat matematika 2.1.1.1 Definisi Belajar

Secara filosofis, belajar menurut teori konstruktivisme adalah kemampuan membangun kemampuan sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas memiliki konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong (Baharuddin, 2007: 116). Slavin (1994) menyatakan bahwa dalam proses belajar dan pembelajaran siswa harus terlibat aktif dan siswa menjadi pusat kegiatan belajar dan pembelajaran dikelas.

Sudjana (1996) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar. Adapun menurut John Dewey, belajar merupakan bagian interaksi manusia dengan lingkungannya.

Hamalik (2003) mendefinisi belajar sebagai modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengelaman atau suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Slameto (2010) merumuskan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

(2)

2.1.1.2 Definisi Hasil belajar

Menurut Abdurrahman (Haris, 2012: 14), hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar (Abdurrahman, 1999). Menurut Sudjana (2004), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Benjamin S. Bloom tiga ranah (domain) hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, psikomotor.

Salah satu yang bisa dilakukan untuk mengukur hasil belajar adalah melalui pengkuran dan evaluasi pembelajaran yang akan ditunjukan untuk melihat sejauh mana tujuan pengajaran telah dicapai.

2.1.2 Hakikat Pembelajaran Matematika Di SD

Tirtarahardjo (2000: 51) menyatakan bahwa mengajar diartikan sebagai aktifitas mengarahkan, memberikan kemudahan bagaimana cara menentukan sesuatu (bukan memberi sesuatu) berdasarkan kemampuan yang dimiliki pelajar. Hudojo (1998:4) mengatakan bahwa untuk mempelajari matematika haruslah bertahap, berurutan, serta mendasarkan kepada pengalaman belajar masa lalu, lebih lanjut dikatakan bahwa proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu dilakukan secara kontinu. Menurut Suherman (2001), belajar matematika merupakan proses di mana siswa secara aktif mengkonstruksikan pengetahuan matematika. Belajar matematika merupakan belajar konsep dan struktur yang terdapat dalam bahan-bahan yang sedang dipelajari, serta mencari hubungan diantara konsep dan struktur tersebut (Karso, 1994: 40).

2.2 Karakteristik Siswa SD

Siswa sekolah dasar (SD) umurnya mulai dari 6 atau 7 tahun sampai 12 atau 13 tahun. Menurut piaget (Heruman, 2007; 1), karakteristik siswa SD berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.

Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media dan alat peraga yang

(3)

dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa.

2.3 Pendekatan Pembelajaran RME

Realistic Mathematics education (RME) adalah suatu teori tentang pembelajaran matematika yang salah satu pendekatan pembelajarannya menggunakan konteks “dunia nyata”. RME diperkenalkan oleh Freudenthal di Belanda pada tahun 1973. RME sudah melalui proses uji coba dan penelitian lebih dari 30 tahun, implementasinya telah terbukti berhasil merangsang penalaran kegiatan berpikir siswa (Fathurrohman, 2015:185). Menurut Freudental, Treffers, De moor, (Fauzan 2001: 1) RME merupakan suatu pendekatan dimana matematika dipandang sebagai suatu kegiatan manusia.

Kata realistik diambil dari salah satu diantara empat pendekatan dalam pendidikan matematika, yaitu mekanistik, empirik, strukturalistik dan realistik. (Marpaung, 2001 : 2). Mekanistik artinya cara mengerjakan suatu masalah secara teratur, empirik artinya berdasarkan pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, strukturalistik artinya cara menyusun suatu konsep atau unsur-unsur dengan pola tertentu dan realistik artinya bersifat nyata.

Pada pendidikan matematika dua komponen matematisi yaitu matematisi horizontal dan matematisi vertikal. Perbedaan dari keempat pendekatan itu ditentukan sejauh mana mereka memuat/menggunakan kedua komponen itu. Pendekatan strukturalistik lebih menekankan struktur dalam suatu cabang matematika yaitu mempelajari matematika alam arah vertikal. Pendekatan realistik selain mempelajari dalam arah vertikal juga mempelajari dalam arah horizontal yaitu hubungan antara konsep-konsep dalam beberapa cabang matematika. Pendekatan mekanistik tidak memuat kedua komponen matematisi itu, sedangkan pendekatan empirik hanya memuat komponen horizontal saja. 2.3.1 Ciri-ciri Pendekatan Pembelajaran RME

Menurut Yuwono (2001 : 3), pembelajaran yang berorientasikan pada RME dapat dicirikan oleh: (a) Pemberian perhatian yang besar pada

“reinvention” yakni siswa diharapkan dapat membangun konsep dan struktur

(4)

dan abstraksi melalui hal-hal yang konkrit atau dari sekitar siswa; (c). Selama proses pematematikaan siswa mengkonstruksi gagasannya sendiri, tidak perlu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya; (d). Hasil pemikiran siswa di konfrontir dengan hasil pemikiran siswa yang lainnya.

Ciri lain dari RME yaitu (1) Matematika adalah kegiatan aktivitas manusia. (2) Belajar matematika merupakan proses belajar melalui “reinvention”.. Dengan perkataan lain landasan filosofis matematika dekat dengan filsafat konstruktivisme yang menyebutkan bahwa pengetahuan itu adalah konstruksi dari seorang yang sedang belajar (Suparno, 1997: 5). Hal ini berarti pendekatan RME dilandasi oleh pandangan bahwa siswa harus aktif tidak boleh pasif Siswa harus aktif mengkonstruksi pengetahuan mereka. Guru berperan sebagai fasilitator artinya siswa harus didorong dan diberi keluasan untuk mengekspresikan jalan pikirannya, menyelesaikan masalah menurut idenya sendiri, mengkomunikasikannya pada saat belajar dari ide teman-temannya (Marpaung, 2001: 3).

Menurut Fauzan (2001: 2), pembelajaran yang menggunakan pendekatan RME dicirikan oleh beberapa hal antara lain:

1) Matematika dipandang sebagai kegiatan manusia sehari-hari, sehingga dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.(contextual problems) merupakan bagian yang esensial.

2) Belajar dengan matematika berarti bekerja dengan matematika.

3) Siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematika dibawa bimbingan orang dewasa (guru).

4) Proses belajar mengajar berlangsung secara interaktif dan siswa menjadi fokus dari semua aktifitas di kelas.

5) Aktivitas yang dilakukan meliputi; menemukan masalah-masalah kontekstual (looking for problems), memecahkan masalah (solving problems) dan mengorganisir bahan belajar.

2.3.2 langkah-langkah Pembelajaran Pendekatan RME

Menurut Zahra (2010) langkah-langkah pembelajaran RME adalah sebagai berikut.

(5)

1. Memahami masalah kontekstual

Yakni guru memberikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari kepada siswa, kemudian siswa memahami masalah tersebut, dan guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan masalah yang belum dipahami.

2. Menjelaskan masalah kontekstual

Jika siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk yang dapat berupa saran.

3. Menyelesaikan masalah

Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek matematika yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah.

4. Membandingkan jawaban

Guru meminta siswa membentuk kelompok secara berpasangan dengan teman sebangkunya, bekerjasama mendiskusikan penyelesaian masalah-masalah yang telah diselesaikan secara individu. Guru bertugas mengamati dan memberikan bantuan jika siswa mengalami kesulitan. Kemudian masing-masing wakil dari kelompok bertugas menyampaikan ide-ide penyelesaian dan alasan dari jawaban, guru sebagai fasilitator dan moderator mengarahkan siswa berdiskusi, membimbing siswa mengambil kesimpulan sampai pada konsep/prinsip berdasarkan matematika formal.

5. Menyimpulkan

Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu rumusan konsep/prinsip dari topik yang dipeajari.

Adapun langkah-langkah pembelajaran RME menurut Fajar (2012) adalah sebagai berikut.

1. Guru memberikan siswa masalah kontekstual

2. Guru merespon secara positif jawaban siswa. Siswa diberi kesempatan untuk memikirkan strategi siswa yang paling efektif.

(6)

3. Guru mengarahkan siswa pada beberapa masalah kontekstual dan selanjutnya mengerjakan masalah dengan menggunakan pengalaman mereka.

4. Guru mendekati siswa sambil memberikan bantuan seperlunya. 5. Guru mengenalkan istilah konsep.

6. Guru memberikan tugas di rumah, yaitu mengerjakan soal atau membuat masalah cerita serta jawabannya sesuai dengan matematika formal.

Dari beberapa teori menurut para ahli dapat disimpulkan langkah-langkah pembelajan RME yaitu 1. Guru memberikan masalah kontekstual pada siswa, 2. Guru menjelaskan, dan siswa diberi kesempatan untuk bertanya 3. Guru mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah berdasarkan pengalaman,4. Guru membandingkan hasil dari masing-masing kelompok, 5. Guru mengarahkan siswa untuk memberikan kesimpulan.

2.3.3 Kelebihan dan kekurangan Pendekatan RME

Beberapa keunggulan/kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran RME menurut Sakinah (2014) antara lain:

a. Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa dan suasana tegang tidak tampak.

b. Materi dapat dipahami oleh sebagian besar siswa.

c. Alat peraga adalah benda yang berada di sekitar, sehingga mudah didapatkan. d. Guru ditantang untuk mempelajari bahan.

e. Guru menjadi lebih kreatif membuat alat peraga.

f. Siswa mempunyai kecerdasan cukup tinggi tampak semakin pandai.

Adapun kekurangan pembelajaran menggunakan pendekatan RME menurut Sakina yaitu:

a. Sulit diterapkan dalam suatu kelas yang besar (40- 45 orang). b. Dibutuhkan waktu yang lama untuk memahami materi pelajaran.

c. Siswa yang mempunyai kecerdasan sedang memerlukan waktu yang lebih lama untuk mampu memahami materi pelajaran.

(7)

a. Diterapkan dalam suatu kelas yang kecil (30-35 orang).

b. Melakukan persiapan yang matang untuk memahami materi pelajaran. c. Guru menggunakan media pembelajaran yang mudah dipahami siswa.

d. Guru membentuk siswa bekerja dengan kelompok sehingga siswa bisa memahami materi pelajaran dengan temannya.

2.4 Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Terdapat berbagai jenis penelitian pendidikan, dalam penelitian ini menggunakaan jenis penelitian tindakan kelas yang sering disingkat PTK. Berikut ini akan dijelaskan definisi, prinsip, model, dan keunggulan dari PTK.

2.4.1 Definisi PTK

Menurut Slameto (2015:143), penelitian tindakan adalah suatu penelitian yang dikembangkan bersama-sama antara peneliti dan decision masker tentang variabel-variabel yang dapat dimanipulasi dan segera digunakan untuk menentukan kebijakan dan pembangunan. Kemmis dan Mc. Taggart (Susanto:2016) mendefinisikan penelitian tindakan kelas sebagai suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh peserta-pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik-praktik itu dan terhadap situasi tempat dilakukan praktik-praktik tersebut.

Berikut model-model PTK yang dikembangkan oleh beberapa ahli (Hamzah, 2011)

a. Model Kurt Lewin (1946)

Model Kurt Lewin, merupakan model yang selama ini menjadi acuan pokok (dasar) dari berbagai model action research, terutama classroom action research (CAR). Lewin adalah orang pertama yang memperkenalkan action research. Konsep pokok action researchmenurut Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen itu dipandang sebagai satu siklus.

(8)

Model Kemmis & Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan Kurt Lewin, hanya saja komponen acting dan observing dijadikan satu kesatuan karena keduanya merupakan tindakan yang tidak terpisahkan, terjadi dalam waktu yang sama. Dalam perencanaannya, Kemmis menggunakan sistem spiral refleksi diri yang dimulai dengan rencana (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), refleksi (reflecting), dan perencanaan kembali yang merupakan dasar untuk suatu ancang-ancang pemecahan permasalahan.

2.5 Penelitian Yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian telah menerapkan pendekatan RME dalam upaya meningkatkan hasil belajar matematika, diantarnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Andi (2010), Efendi (2009), Pami (2010). Ketiga penelitian tersebut meneliti pendekatan RME dalam pembelajaran Matematika di SD. Penelitian yang dilakukan oleh Andi (2010) pada siswa kelas 5 SD Blungun 2 Jepon Blora dalam materi pekalian & pembagian bilangan bulat. Efendi (2009) pada siswa Kelas 6 SD Muhamadiyah 16 Surakarta pada materi bilangan pecahan. Pami (2010), dalam penelitiannya pada siswa kelas 4 SDN Pandanmulyo 1 Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang pada materi operasi hitung bilangan bulat. Ketiga penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pendekatan RME berhasil meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada jenjang SD.

Berdasarkan hasil penelitian yang relevan tersebut, maka penelitian tindakan kelas ini juga akan memilih pendekatan RME untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika pada kelas 5 SDN Kutowinangun 01 sebagai upaya memperbaiki proses pembelajaran guna meningkatkan hasil belajar. Meskipun demikian, penelitian ini dilakukan pada tempat dan subjek yang berbeda, yaitu siswa kelas 5 SDN Kutowinangun 01. Selain itu materi yang digunakan dalam penelitian ini juga berbeda yaitu mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang dan mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar.

(9)

2.6 Kerangka Berpikir

Penelitian ini dilakukan karena hasil belajar matematika siswa masih di bawah KKM yang ditentukan sekolah, oleh karena itu peneliti ingin menggunakan pendekatan RME untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

Kerangka berpikir disusun untuk merancang alur proses pembelajaran yang telah dibagi menjadi kondisi awal dan tindakan. Adapun kerangaka berpikir dalam penelitian ini adalah kondisi awal guru menggunakan pendekatan pembelajaran yang bersifat abstrak tanpa dimulai dengan benda konkret. Menurut Piaget siswa SD pada tahap ini masuk dalam fase operasional konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra, sehingga hasil belajar siswa masih rendah. Untuk itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan RME, di mana dalam pendekatan RME ini Guru menggunakan benda konkret yang ada dilingkungan sekitar sekitar yang berkaitan dengan masaah dalam kehidupan sehari-hari (contextual problems), kemudian siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematika yang berlangsung secara interaktif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini digambarkan melalui bagan pada Gambar 1.

(10)

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian 2.7 Hipotesa & Tindakan

Berdasarkan uraian pada landasan teori dan kerangka berpikir sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menerapkan pendekatan RME dalam pembelajaran matematika kelas 5 SDN Kutowinangun 01.

2. Penggunaan pendekatan Realistic Mathmetatics Education (RME) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 5 SDN Kutowinangun 01 Tahun Ajaran 2015/2016.

Tindakan Kondisi awal

Guru menggunakan pendekatan

pembelajaran yang bersifat abstrak

Guru menggunakan pendekatan RME

Hasil belajar matematika siswa masih rendah

Diduga terdapat peningkatan hasil belajar matematika Siswa SD dalam menurut Piaget

masuk dalam operasional konkret

Kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah

logika, meskipun masih terikat

dengan objek yang bersifat konkret.

1. Menggunakan Benda Konkret

2. contextual problems

3. menemukan konsep 4. interaktif

5. looking for problems-solving problem-mengorganisir bahan belajar

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian  2.7 Hipotesa & Tindakan

Referensi

Dokumen terkait

Halim dan Damayanti (2007) menyebutkan bahwa anggaran merupakan informasi atau pernyataan mengenai rencana atau kebijakan bidang keuangan dari suatu organisasi atau badan

yang dinyatakan dalam Y.. Variabel bebas yaitu variabel yang mendahului atau mempengaruhi.. variabel terikat. Variabel bebas

atau “ hasil” pengembangan atau pemanfaatan atau mobilisasi pengatahuan, keterampilan( keterampilan teknologis) dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki

Dengan menggunakan prosedur di atas, maka hasil akhir perhitungan terhadap penyelesaian persamaan di atas adalah 2.4500 pada harga AWAL (sebagai penyelesaian) dengan

Studi kasus maksimasi fungsi sederhana diberikan untuk memperjelas beberapa tahapan dalam penyelesaian masalah menggunakan GAs yang meliputi inisialisasi chromosome,

Pada produk tutup kemasan minyak wangi di ukur menggunakan digimatic caliper 200 mm, jumlah sample 5 pcs, average secara keseluruhan berwana hitam menandakan OK, tetapi dimensi

Bravais lattice,miller indices 3,4 Mampu menjelaskan kurva stress and strain pada material teknik serta mengidentifikasi material teknik berdasarkan mechanical

Tabel 1. Sedangkan untuk salinitas, tidak tercantum pada baku mutu yang digunakan menurut Pergub Jatim no. Untuk hasil uji laboratorium pada outlet 3, seluruh