• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PAKPAK DI DESA KUTA MERIAH, KECAMATAN KERAJAAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PAKPAK DI DESA KUTA MERIAH, KECAMATAN KERAJAAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

29 BAB II

ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PAKPAK DI DESA KUTA MERIAH, KECAMATAN KERAJAAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT

Etnografi adalah strategi penelitian ilmiah yang sering digunakan dalam ilmu sosial, terutama dalam antropologi dan beberapa cabang sosiologi, juga dikenal sebagai bagian dari ilmu sejarah yang mempelajari masyarakat, kelompok etnis dan formasi etnis lainnya, etnogenesis, komposisi, perpindahan tempat tinggal, karakteristik kesejahtereraan sosial, juga budaya material dan spiritual mereka. Etnografi sering diterapkan untuk mengumpulkan data empiris tentang masyarakat dan budaya manusia. Pengumpulan data biasanya dilakukan melalui pengamatan partisipan, wawancara, kuesioner.7

7 https://id.m.wikipedia.org>wiki>etnografi

Suku Pakpak adalah suku yang terdapat di Sumatera Utara yang tepatnya di Dairi, Perbatasan Aceh, Parlilitan dan Pakpak Bharat. Suku Pakpak merupakan salah satu bagian dari suku Batak. Masyarakat Pakpak adalah suatu kelompok suku bangsa yang terdapat di Sumatera Utara.

2.1 Wilayah Budaya Etnik Pakpak

Pada bab ini penulis akan membahas tentang etnografi umum masyarakat Pakpak secara umum, serta menggambarkan lokasi penelitian yang penelitian. Di sini penulis akan menjelaskan beberapa hal, seperti bahasa, mata pencaharian, sistem kekerabatan, serta kesenian yang terdapat di daerah lokasi penelitian.

(2)

30

Etnis Pakpak merupakan salah satu suku pribumi di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Nanggoe Aceh Darussalam, yang terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

1. Kabupaten Dairi ibukotanya Sidikalang yang terdiri dari 15 Kecamatan dan 148 Desa. Keseluruhannya meliputi Suak Keppas dan Pegagan. 2. Kabupaten Aceh Singkil ibukotanya Singkil yang terdiri dari 15

Kecamatan dan 148 Desa. Keselurahannya meliputi daerah Suak Boang.

3. Kabupaten Pakpak Bharat ibukotanya Salak yang terdiri dari 8 Kecamatan dan 59 Desa. Keselurahannya meliputi Suak Simsim dan sebagian Suak Keppas.

4. Kotamadya Subulussalam yang terdiri dari 5 Kecamatan dan Desa/Kelurahan yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Singkil dan masih termasuk Suak Boang.

5. Kabupaten Tapanuli Tengah ibukotanya Pandan yang terdiri dari 6 Kecamatan, dari daerah (wilayah) Kabupaten Tapanuli Tengah adalah hak ulayat Tanah Pakpak (Suak Kelasen) yang terdiri dari Kecamatan Barus, Barus Utara, Sosar Godang, Andam Dewi, Manduamas dan Sirandorung dan 56 Desa/Kelurahan.

6. Kabupaten Humbang Hasundutan ibukotanya Dolok Sanggul yang terdiri dari 3 Kecamatan, yaitu: Kecamatan Pakkat, Kecamatan Parlilitan dan Kecamatan Tara Bintang dan masih termasuk ke dalam Suak Kelasen.

(3)

31

Luas wilayah yang menjadi wilayah persebaran masyarakat Pakpak keseluruhan adalah 8.331,12 km2 yang terdiri dari 52 Kecamatan dan 471 Desa/Kelurahan.

2.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian penulis yaitu ambil di Desa Kuta Meriah, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat dimana daerah ini merupakan salah satu wilayah permukiman suku Pakpak yang disebut dengan Suak Simsim dan sebagian daerah Suak Keppas. Luas wilayah Kabupaten Pakpak Bharat adalah 121.830 Ha. (1.218,39 km2), terletak di wilyalah pantai barat Sumatera Utara yaitu pada 2.000-3.000 Lintang Utara dan 96.000-98.000 Bujur Timur dengan ketinggian berkisar antara 250-1.400 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Pakpak Bharat terbentuk dari hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi. Secara administratif Kabupaten Pakpak Bharat terdiri dari 52 Desa dalam 8 Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat adalah: 1) Kecamatan Salak, 2) Sitellu Tali Urang Jahe, 3) Pagindar, 4) Sitellu Tali Urang Julu, 5) Pargeteng-geteng Sengkut, 6) Kerajaan, 7) Tinada, dan 8) Siempat Rube.8

- Sebelah timur berbatasan dengan: Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi dan Harian Kabupaten Samosir.

Adapun batas wilayah Kabupaten Pakpak Bharat adalah sebagai berikut:

(4)

32

- Sebelah Barat berbatasan dengan: Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

- Sebelah Utara berbatasan dengan: Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kecamatan Lae Parira, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan: Kecamatan Tara Bintang, Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kecamatan Manduamas, Kabupaten Tapanuli Tengah.

2.3 Sistem Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat Pakpak khususnya yang berada di wilayah Kabupaten Pakpak Bharat sangat beragam, disesuaikan dengan keahlian pribadi yang dimiliki seseorang, dan tidak terbatas pada satu bidang saja. Banyak warga Pakpak yang bekerja sebagai pedagang, petani, PNS (Pegawai Negeri Sipil), guru, pegawai swasta, dan lain-lain. Pada saat penulis melakukan wawancara dengan narasumber, pekerjaan yang paling banyak digeluti masyarakat Pakpak adalah bercocok tanam, seperti kopi, padi, tanaman palawija, durian, dan jeruk. Menurut penuturan beliau, banyak diantar Pegawai Negeri Sipil maupun Pegawai Swasta menekuni pekerjaan bercocok tanam selain dari pekerjaan utamanya. Begitu juga dengan para pedagang maupun pengusaha kecil memiliki ladang bercocok tanam serta menekuni kegiatan tersebut sebagai penopang hidup.

(5)

33 2.4 Sistem Kepercayaan dan Religi

Pada mulanya sistem kepercayaan pada masyarakat Pakpak menganut kepercayaan yang disebut perselihi atau perbegu. Perselihi atau perbegu ini ialah suatu kepercayaan yang meyakini bahwa alam ini berada dibawah kuasa pengaruh roh-roh gaib atau dengan adanya Dewa-Dewa maupun roh-roh nenek moyang yang dikultuskan (Naiborhu, 1988:22-26).

2.4.1 Kepercayaan terhadap dewa-dewa

Dahulu kala sebelum masuknya agama ke lingkungan masyarakat Pakpak,mereka mempercayai kekuatan gaib dan percaya bahwa alam adalah sumber kehidupan. Masyarakat Pakpak percaya terhadap Debata Guru/Batara Guru yang dikatakan dalam bahasa Pakpak Sitempa/Sinembe nasa si lot yang artinya maha pencipta segala sesuatu yang ada di bumi ini yang diklasifikasikan atau diistilahkan sebagai berikut:

Debata Guru/Batara Guru menjadikan wakilnya untuk menjaga dan melindungi, yaitu:

1) Beraspatih Tanoh

Diberi simbol dengn menggambar cecak yang berfungsi melindungi segalatumbuh-tumbuhan. Jadi, jika seorang orangtua menebang pohon bambu, kayu atau tumbuhan lainnya, maka ia harus meminta izin kepada Beraspati Tanoh.

(6)

34

Tunggung Ni Kuta diyakini memiliki peranan untuk menjaga dan melindungi kampung atau desa serta manusia sebagai penghuninya. Oleh karena hal tersebut, maka tunggung ni kuta memberikan kepada manusia beberapa benda yaitu sebagai berikut:

a. Lapihen, terbuat dari kulit kayu yang didalamnya terdapat tulisan-tulisan yang berbentuk mantra ataupun ramuan obat-obatan serta ramalan-ramalan.

b. Naring, wadah yang berisi ramuan sebagai pelindung kampung. Apabila satu kampung akan mendapat ancaman, maka naring akan memberikan pertanda berupa suara gemuruh ataupun siulan.

c. Penghulu balang, sejenis patung yang terbuat dari batu yang memiliki fungsi untuk memberikan sinyal atau tanda berupa gemuruh sebagai pertanda gangguan, bala, musuh, atau penyakit bagi masyarakat suatu desa.

d. Sibiangsa, yaitu wadah berbentuk guci yang diisi rmuan yang ditanam di dalam tanah yang bertugas mengusir penjahat yang datang.

e. Sembahen Ni Ladang, yaitu roh halus dan penguasa alam sekitarnya yang diyakini dapat mengganggu kehidupan dan sekaligus dapat melindungi kehidupan manusia apabila diberi sesajen.

(7)

35

f. Tali Solang, yaitu tali yang disimpul di ujungnya, mempunyai kepala ular yang digunakan untuk menjerat musuh.

g. Tongket Balekat, yaitu terbuat dari kayu dan hati ular yang berukuran lebih kurang satu meter yang diukir dengan ukiran Pakpak dan dipergunakan untuk menerangi jalan.

h. Kahal-kahal, yaitu menyerupai telapak kaki manusia untuk melawan musuh.

i. Mbarla, yaitu roh yang berfungsi untuk menjaga ikan di laut, sungai, dan danau.

j. Sineang Naga Lae, yaitu roh yang menguasai laut, danau, air.

2.4.2 Kepercayaan terhadap roh-roh9

a. Sumangan, yaitu tendi (roh) orang yang sudah meninggal mempunyai kekuatan yang menentukan wujud dan hidup seseorang yang dikenang. Sebelum masuknya agama Kristen dan Islam masyarakat Pakpak-Dairi percaya terhadap roh-roh yang diklasifikasikan dan diistilahkan sebagai berikut:

b. Hiang, yaitu kekuatan gaib yang dibagikan kepada saudara secara turun temurun.

c. Begu Mate Mi Lae atau disebut juga dengan begu sinambela, yaitu roh orang meninggal diakibatkan karena hanyut di dalam air atau sungai.

9 Lihat juga Skripsi Erni Banjarnahor, Tangis Beru Si Jahe Di Desa Sukaramai,

Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat: Kontiunitas dan Perubahan Penyajian, Kajian Tekstual dan Musikal. Hal: 36

(8)

36

d. Begu Laus, yaitu sejenis roh yang menyakiti orang yang datang dari tempat lain secara lintas dan dapat membuat orang menjadi sakit secara tiba-tiba. Biasanya begulaus adalah roh orang yang meninggal dunia secara mendadak.

Kepercayaan-kepercayaan di atas pada saat ini sudah jarang dilaksanakan oleh masyarakat Pakpak khususnya yang berada di wilayah Kecamatan Suak Simsim sejak masuknya agama di daerah tersebut. Masyarakat Pakpak di daerah ini sebagian besar sudah menganut agama yang tetap yaitu agama yang sudah diakui oleh pemerintah. Sebagian besar masyarakat yang ada di daerah ini beragama Islam, Kristen dan sebagian kecilnya beragama Katolik.

2.5 Sistem Kekerabatan10

Sulang silima adalah lima kelompok kekerabatan yang terdiri dari kulakula, dengan sebeltek situaan/anak yang paling tua, dengan sebeltek

Masyarakat Pakpak sejak dahulu kala sudah ada suatu ikatan yang mengatur tata krama dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari yang dilaksanakan dan ditaati oleh masyarakat itu sendiri. Sistem tersebut selalu ada dan diterapkan dalam upacara-upacara adat termasuk juga dalam upacara adat kematian (kerja njahat). Sistem tersebut yaitu:

2.5.1 Sulang silima

10Lihat juga skripsi Erni Banjarnahor, Tangis Beru Si Jahe Di Desa Sukaramai,

Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat: Kontiunitas dan Perubahan Penyajian, Kajian Tekstual dan Musikal. Hal: 37

(9)

37

siditengah atau anak tengah dan dengan sebeltek siampun-ampun/anak yang paling kecil, serta anak berru. Sulang silima dalam masyarakat Pakpak adalah kelompok besar dalam kekerabatan masyarakat Pakpak. Sulang silima ini berkaitan dengan pembagian sulang/jambar dari daging-daging tertentu dari seekor hewan seperti kerbau, lembu atau babi yang disembelih dalam konteks upacara adat masyarakat Pakpak. Pembagian daging/jambar ini disesuaikan dengan hubungan kekerabatannya dengan pihak kesukuten atau yang melaksanakan upacara. Dalam adat masyarakat Pakpak, kelima kelompok tersebut masing-masing mempunyai tugas dan tanggungjawab yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain dalam acara adat.

a. Kula kula

Kula-kula meupakan salah satu unsur yang paling penting dalam sistem kekerabatan pada masyarakat Pakpak. Kula-kula adalah kelompok/pihak pemberi istri dalam sistem kekerabatan masyarakat Pakpak dan merupakan kelompok yang sangat dihormati dan dianggap sebagai pemberi berkat oleh masyarakat. Dengan demikian, kula-kula juga disebut dengan istilah Debata Ni Idah (Tuhan yang dilihat). Oleh karena itu, pihak kula-kula ini haruslah dihormati. Sikap menentang kula-kula sangat tidak dianjurkan dalam kebudayaan Pakpak. Dalam acara-acara adat, kelompok kula-kula diwajibkan untuk hadir, termasuk juga dalam adat kematian dan mendapat peran yang penting.

(10)

38

b. Dengan sebeltek/senina

Dengan sebeltek/senina adalah mereka yang mempunyai hubungan tali persaudaraan yang mempunyai marga yang sama. Mereka adalah orang-orang yang satu kata dalam permusyawaratan adat. Selain itu, dalam sebuah upacara adat ada kelompok yang dianggap dekat dengan dengan sebeltek, yaitu senina. Dalam sebuah acara adat, senina dan seluruh keluarganya akan ikut serta dan mendukung acara tersebut. Secara umum, hubungan senina ini dapat disebabkan karena adanya hubungan pertalian darah, sesubklen/semarga, memiliki ibu yang bersaudara, memiliki istri yang bersaudara, memiliki suami yang bersaudara.

c. Anak beru

Anak beru artinya anak perempuan yang disebut dengan kelompok pengambil anak dara dalam sebuah acara adat, anak beru lah yang bertanggung jawab atas acara adat tersebut. Tugas anak beru adalah sebagai pekerja, penganggung jawab dan pembawa acara pada sebuah acara adat. Sedangkan situaan adalah anak paling tua, siditengah adalah anak tengah dan siampun-ampun adalah anak yang paling kecil. Mereka adalah pihak yang mempunyai ikatan persaudaraan yang terdapat dalam sebuah ikatan keluarga.

Kelima kelompok diatas mempunyai pembagian sulang (jambar) yang berbeda, yaitu sebagai berikut:

1. Kula-kula (pihak pemberi istri dari keluarga yang berpesta) akan mendapat sulang per-punca naidep.

(11)

39

2. Situaan (orang tertua yang menjadi tuan rumah sebuah pesta) akan mendapat sulang perisang-isang.

3. Siditengah (keluarga besar dari keturunan anak tengah) akan mendapat sulangper-tulantengah.

4. Siampun-ampun (keturunan paling bungsu dalam satu keluarga) akan mendapat sulang per-ekur-ekur.

5. Anak beru (pihak yang mengambil anak gadis dari keluarga yang berpesta) akan mendapat sulang perbetekken atau takal peggu. Biasanya penerimaan perjambaren anak beru disertai dengan takal peggu. Yang artinya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar terhadap berjalannya pesta. Anak beru lah yang bertugas menyiapkan makanan serta menghidangkan selama pesta berlangsung.11

Terdapat juga sebagian kecil suku lain seperti suku Batak Toba, Karo, Nias dan Jawa yang datang ke daerah Kecamatan Suak Simsim, tetapi setelah tinggal beberapa lama disana, masyarakat dari suku-suku tersebut diatas sudah

2.6 Bahasa

Pada umumnya, bahasa yang dipakai oleh masyarakat di Kecamatan Suak Simsim adalah bahasa Pakpak karena mayoritas penduuk disana adalah suku Pakpak. Hal ini menyebabkan kehidupan sehari-hari penduduk disana menggunakan bahasa Pakpak begitu juga dalam acara adat.

11 Dikutip dari skripsi Marliana Manik Analisis Fungsi, Tekstual, dan Musikal

TangisSimate Suatu Genre Nyanyian Ratapan Dalam Konteks Kematian Pada Kebudayaan Masyarakat Pakpak-Dairi Di Desa Siompin Aceh Singkil. Hal: 46-48

(12)

40

mengerti dan fasih menggunakan bahasa Pakpak. Selain bahasa Pakpak, bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah bahasa Indonesia yang digunakan di tempat umum seperti sekolah, puskesmas dan kan tor kelurahan.

Ada beberapa jenis gaya bahasa yang digunakan dalam kehidupan masyarakat Pakpak, yaitu:

1. Rana telangke yaitu kata-kata perantara atau kata-kata tertentu untuk menghubungkan maksud si pembicara terhadap objek si pembicara.

2. Rana tangis yaitu gaya bahasa yang dituturkan dengan cara menangis atau bahasa yang digunakan untuk menangisi sesuatu dengan teknik bernyanyi (narrative songs atau lamenta dalam istilah etnomusikologi) yang disebut tangis mangaliangi (bahasa tutur tangis).

3. Rana mertendung yaitu gaya bahasa yang digunakan di hutan.

4. Rana nggane yaitu bahasa terlarang, tidak boleh diucapkan di tengah tengah kampung karena dianggap tidak sopan.

5. Rebun (rana tabas atau mangmang) yaitu bahasa pertapa datu atau bahasa mantera oleh guru (Naiborhu, 2002:51).

(13)

41 2.7 Kesenian12

1. Instrumen Musik Berdasarkan Bentuk Penyajiannya

2.7.1 Seni musik

Masyarakat Pakpak membagi alat musiknya berdasarkan bentuk penyajian dan cara memainkannya. Berdasarkan bentuk penyajiannya, alat-alat musik tersebut dibagi atas dua kelompok, yaitu Gotchi dan Oning-oningen. Sedangkan berdasarkan cara memainkannya, instrumen musik tersebut terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: sipaluun (alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul), sisempulen (alat musik yang dimainkan dengan cara ditiup), dan sipiltiken (alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik). Istilah gotchi dan oning-oningen sudah mendapat pergeseran arti dikalangan masyarakat Pakpak.

Gotchi adalah instrumen musik yang disajikan dalam bentuk seperangkat (ensambel) yang terdiri dari: ensambel genderang sisibah, genderang sipitu-pitu, genderang silima, gendang sidua-dua, gerantung, mbotul dan oning-oningen.

Genderangsisibah (drum chime) merupakan salah satu alat musik tradisional masyarakat suku Pakpak yang juga merupakan bagian dari kelompok gotchi. Dikatakan genderang sisibah karena alat musik ini terdiri atas sembilan buah gendang satu sisi yang diletakkan dalam satu rak yang dipukul dengan menggunakan stik (pemukul). Genderang sisibah ialah seperangkat gendang satu sisi yang berbentuk konis (single headed conical ninedrums). Genderang ini dipakai untuk mengiringi upacara-upacara adat yang ada di Pakpak, melus bulung

12

Lihat dari skripsi Erni Banjarnahor, Tangis Beru Si Jahe Di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat: Kontiunitas dan Perubahan Penyajian, Kajian Tekstual dan Musikal. Hal: 41-48

(14)

42

bulu, melusbulung sempula, dan melus bulung simbernaik. Di dalam ensambel ini juga terdapat alat musik kalondang (xylophone), lonat (aerofon, recorder), kecapi dan gong. Disamping alat musik tersebut juga ada ensambel musik genderang sipitu, yang terdiri dari 7 buah gendang (drum set) yang diletakkan pada satu rak. Permainan kalondang biasanya dimainkan dengan melodi yang sama dengan vokal dengan pukulan gendang yang variatif. Sejauh ini tradisi musik Pakpak belum banyak mengalami perubahan.

Masing-masing nama dari kesembilan gendang ini dari ukuran terbesar sampai ukuran terkecil adalah sebagai berikut:

o Gendang I, Si Raja Gumeruhguh (suara gemuruh) atau disebut juga sebagai gendang induk (menginang-inangi/mengindungi).

o Gendang II, Si Raja Dumerendeng atau Si Raja Manjujuri dengan pola ritmis menjujuri atau mendonggildonggili (mengagungkan, mentakbiri, menghantarkan).

o Gendang III s/d VII, Si Raja Menak-menak dengan pola ritmis benna kayu sebagai pembawa ritmis melodis (menenangkan atau menentramkan).

o Gendang VIII, Si Raja Kumerincing dengan pola ritmis menehtehi (menyeimbangkan).

o Gendang IX, Si Raja Mengapuh dengan pola ritmis menganak-anaki atau tabilsondat (menghalang-halangi).

Dalam bentuk seperangkat, kesembilan gendang ini dimainkan bersama-sama dengan gung sada rabaan (seperangkat gung yang terdiri dari empat buah,

(15)

43

yaitu panggora (penyeru), poi (yang menyahut), tapudep (pemberi semangat) dan pong-pong (yang menetapkan). Instrumen lain yang dipakai adalah sarune (double reed oboe) dan cilat-cilat (simbalconcussion). Dalam penyajiannya, ensambel ini hanya dipakai pada jenis upacara sukacita (kerja mbaik) saja pada tingkatan upacara terbesar atau tertinggi saja.

Selanjutnya adalah ensambel genderang sipitu-pitu. Ensambel ini terdiri dari 7 buah gendang konis yang berasal dari genderang sisibah. Ketujuh gendang ini berasal dari genderang sisibah dengan hanya menggunakan gendang mulai dari urutan I sampai VII. Instrumen lainnya yang terdapat dalam ensambel ini adalah gung sada rabaan, sarune, dan cilat-cilat sebagaimana yang terdapat dalam genderang sisibah. Ensambel ini biasanya digunakan untuk kerja mbaik dalam tingkatan tertentu saja.

Selanjutnya adalah ensambel genderang silima yaitu seperangkat gendang satu sisi berbentuk konis yang terdiri dari lima buah gendang. Kelima gendang ini berasal dari genderang sisibah dengan hanya menggunakan gendang pada bilangan ganjil saja diurut dari gendang terbesar, yaitu gendang I, III, V, VII, dan IX. Fungsi dari kelima gendang tersebut sama dengan fungsinya masing-masing seperti genderang sisibah. Instrumen lainnya yang terdapat dalam ensambel ini adalah gung sada rabaan, sarune, dan cilat-cilat sebagaimana yang terdapat dalam genderang sisibah. Ensambel ini digunakan pada upacara dukacita (kerjanjahat) saja, seperti upacara kematian, mengongkal tulan (mengangkat tulang-tulang) pada tingkatan upacara terbesar dan tertinggi secara adat. Adapun

(16)

44

nama-nama gendang berdasarkan urutan dari gendang terbesar hingga gendang terkecil adalah sebagai berikut:

a. Gendang I, Si Raja Gumeruhguh dengan pola ritmis menginang-inangi (induk yang bergemuruh).

b. Gendang III, Si Raja Dumerendeng dengan pola ritmis menjujuri atau mendonggil-donggili (menghantarkan atau meneruskan).

c. Gendang V, Si Raja Menak-menak dengan pola ritmis mendua-duai (menentramkan).

d. Gendang VII, Si Raja Kemerincing dengan pola ritmis mendua-duai (meramaikan).

e. Gendang IX, Si Raja Mengampuh dengan pola ritmis menganaki (menyahuti, mengikuti).

Selanjutnya terdapat ensambel gendang sidua-dua. Ensambel gendang ini terdiri dari sepasang gendang dua sisi berbentuk barrel (double head twobarrel drums). Kedua gendang ini terdiri dari gendang inangna (gendang induk, gendang ibu) yaitu gendang yang terbesar dan gendang anakna (gendang anak, jantan) yaitu gendang terkecil. Instrumen lain yang terdapat dalam instrumen ini adalah empat buah gong (gung sada rabaan) dan sepasang cilat-cilat (simbal).

Ensambel ini biasanya digunakan untuk upacara ritual, seperti mengusir roh penunggu di hutan sebelum diolah menjadi lahan pertanian (mendeger uruk) dan hiburan saja seperti upacara penobatan raja atau mengiringi tarian pencak.

Kemudian ensambel musik mbotul adalah seperangkat alat musik gong (idiophones) berpencu yang terdiri dari 5.7. atau 9 buah gong. Disusun berbaris

(17)

45

diatas rak seperti kenong pada tradisi gamelan Jawa. Dalam penggunaannya, instrumen ini berperan sebagai pembawa melodi dan secara ensambel dimainkan bersama-sama dengan gung sada rabaan. Keempat instrumen ini diberi nama sebagai berikut:

 Gung I (panggora), gung terbesar yang berperan sebagai penyeru atau yang memberikan seruan.

 Gung II (poi), gung terbesar kedua yang berperan sebagai penyahut atau yang memberi sahutan.

 Gung III (tapudep), gung terbesar ketiga yang berperan sebagai menimpali, menengahi atau memberikan jawaban (aksentuasi ritmis) antara gong pertama dan gong kedua sekaligus pengontrol atas gungpanggora dan poi.

 Gung III (pongpong), gung terkecil yang berperan sebagai pemegang tempo (memongpongi) atau pengatur kecepatan lagu sekaligus sebagai penjaga kestabilan dari lagu yang dimainkan. Selanjutnya adalah ensambel oning-oningen. Ensambel ini terdiri dari gendangsitelu-telu(membranophone single head), gung sada rabaan, lobat (aerophone), kalondang (xylophone), dan kucapi (chordophone). Ensambel ini digunakan pada upacara sukacita (kerja mbaik) seperti upacara pernikahan (merbayo) dan untuk mengiringi tarian (tatak).

2. Instrumen Musik Berdasarkan Cara Memainkannya:

a. Sipaluun: Genderang, kalondang, gung, cilat-cilat, ketuk, mbotul, dengdeng, doal, garantung, gendang sidua-dua.

(18)

46

b. Sisempulen: Sarune, lobat, sordam. c. Sipiltiken: Kucapi.

2.7.2 Seni suara

Masyarakat Pakpak memiliki beberapa jenis seni suara ataupun nyanyian. Nyanyian yang dimaksud adalah musik vokal. Masyarakat Pakpak memberi nama ende-ende (baca:nde-nde) terhadap semua musik vokalnya. Ada beberapa jenis musik vokal yang terdapat pada masyarakat Pakpak yang dibedakan berdasarkan fungsi dan penggunaannya masing-masing yaitu sebagai berikut:

 Tangis milangi atau disebut juga tangis-tangis adalah kategori nyanyian ratapan (lamenta) yang disajikan dengan gaya menangis. Disebut tangis milangi karena hal-hal mengharukan yang terdapat di ddalam hati penyajiannya akan dituturkan (dalam bahasa Pakpak: ibilangbilangken,milangi) dengan gaya menangis (Pakpak: tangis). Ada beberapa jenis tangis milangi yang terdapat pada masyarakat Pakpak, yaitu sebagai berikut:

• Tangis si jahe adalah jenis nyanyian yang disajikan oleh gadis (female song) menjelang pernikahannya. Teks nyanyian ini berisi tentang ungkapan kesedihannya karena akan meninggalkan keluarganya dan memasuki lingkungan keluarganya. Nyanyian ini ditujukan supaya orang yang mendengar merasa iba dan memberi petuah-petuah tentang hidup berumahtangga. Nyanyian ini disajikan dalam bentuk

(19)

47

melodi yang berubah-ubah (repetitif) dengan teks yang berubah-ubah.

• Tangis anak melumang adalah jenis nyanyian yang disajikan oleh pria ataupun wanita. Nyanyian ini berisi tentang kesedihan seseorang yang ditinggal mati orangtuanya. Nyanyian ini biasanya disajikan pada saat-saat tertentu, seperti ketika berada di hutan, di ladang, di sawah atau di tempat-tempat sepi lainnya. Teksnya berubah-ubah dengan melodi yang sama.

• Tangis si mate adalah jenis nyanyian ratapan (lament) kaum wanita ketika salah seorang anggota keluarganya meninggal dunia. Disajikan di depan si mati dan teksnya berisi tentang perilaku yang paling berkesan dari si mati semasa hidupnya. Nyanyian ini adalah nyanyian strofik yang lebih mementingkan isi teks daripada melodi.

 Ende-ende mendedah adalah sejenis nyanyian lullaby atau nyanyian menidurkan anak yang dinyanyikan oleh sipendedah (pengasuh) baik kaum pria maupun wanita untuk menidurkan atau mengajak si anak bermain. Jenisnya terdiri dari orih-orih, oah-oah dan cido-cido. Ketiga nyanyian jenis nyanyian ini menggunakan teks yang selalu berubah-ubah dengan melodi yang diulang-ulang (repetitif).

(20)

48

• Orih-orih ialah nyanyian untuk menidurkan anak yang dinyanyikan oleh sipendedah (pengasuh) orangtua atau kakak baik pria maupun wanita. Si anak digendong sambil i orih-orihken (sambil menina bobokan si anak dalam gendongan) dengan nyanyian yang liriknya berisi tentang nasehat, cita-cita, harapan maupun curahan kasih sayang terhadap si anak.

• Oah-oah sering juga disebut dengan kodeng-kodeng, yaitu jenis nyanyian yang teksturnya sama dengan orih-orih. Yang membedakannya adalah cara menidurkannya, jika orih-orih disajikan dengan cara menggendong, maka oah-oah disajikan sambil mengayun si anak dalam ayunan. • Cido-cido adalah jenis nyanyian untuk mengajak si anak

bermain. Tujuannya adalah agar si anak merasa terhibur dengan gerakan-gerakan lucu sehingga si anak merasa terhibur dan tertawa. Teks lagu yang dinyanyikan biasanya berisi tentang harapan-harapan agar kelak si anak menjadi orang yang berguna.13

 Nangan ialah nyanyian yng disajikan pada waktu mersukut-sukuten (mendongeng). Setiap ucapan dari tokoh-tokoh yang terdapat pada cerita tersebut disampaikan dengan gaya bernyanyi. Ucapan

13 Dikutip dari skripsi Marliana Manik Analisis Fungsi, Tekstual, dan Musikal

TangisSimate Suatu Genre Nyanyian Ratapan Dalam Konteks Kematian Pada Kebudayaan Masyarakat Pakpak-Dairi Di Desa Siompin Aceh Singkil. Hal: 57-62

(21)

49

tokoh yang terdapat dalam cerita yang dinyanyikan itulah yang disebut nangan, sedangkan rangkaian ceritanya disebut sukut-sukuten. Apabila seluruh rangkaian cerita dan ucapan tokoh cerita disampaikan dengan gaya bertutur, maka kegiatan ini disebut dengan sukut-sukuten (bercerita), sedangkan cerita yang menyertakan dalam penyampaiannya disebut sukut-sukuten pake nangan. Namun, pada umumnya sukut-sukuten yang menarik haruslah berisi nangan. Kegiatan mersukut-sukuten biasanya dilakukan oleh para tua-tua yang sudah lanjut usia pada malam hari terutama ketika ada orang yang meninggal dunia. Secara mitos, diyakini bahwa si mati yang tidak dijaga akan hilang dimakan anjing. Agar orang-orang yang menjaga si mati itu tidak tertidur, maka diadakanlah kegiatan mersukut-sukuten yang dimulai menjelang tengah malam hingga pagi keesokan harinya. Secara tekstur, cerita sukut-sukuten umumnya berisi tentang pedoman-pedoman hidup dan teladan yang harus dipanuti berdasarkan perilaku yang diperankan oleh tokoh yang terdapat dalam cerita. Persukuten haruslah orang yang cukup ahli menciptakan tokoh-tokoh melalui warna nangan. Adapun sukut-sukuten yang cukup dikenal oleh masyarakat Pakpak adalah Sitagandera, Nan tampak mas, Manuk-manuk SiRaja Bayon, Si buah mburle, dan lain sebagainya.

(22)

50

 Ende-ende mardembas adalah nyanyian permainan dikalangan anak-anak usia sekolah yang dipertunjukkan pada malam hari di halaman rumah pada saat terang bulan purnama. Mereka menari dan membentuk lingkaran dan membuat lompatan kecil sambil bernyanyi secara chorus (koor) maupun solo chorus (nyanyian solo yang disambut dengan koor). Isi teksnya biasanya berisi tentang keindahan alam serta kesuburan tanah kampungnya dan dinyanyikan dengan pengulangan melodi (repetitif) serta teks yang berubah-ubah sesuai pesan yang disampaikannya.

Ende-ende memuro rohi adalah nyanyian yang termasuk ke dalam nyanyian work song, yaitu nyanyian yang disajikan pada saat bekerja. Biasanya dinyanyikan ketika berada di ladang atau di sawah untuk mengusir burung-burung agar tidak memakan padi yang ada di sawah. Kegiatan muro (menjaga padi) ini biasanya menggunakan alat yang disebut dengan ketter dan gumpar yang dilambai-lambaikan ke tengah sawah sambil menyanyikan ende-endememuro rohi.14

2.7.3 Seni tari

Masyarakat Pakpak menyebutkan istilah tari dengan istilah Tatak. Tatak pada masyarakat Pakpak erat hubungannya dengan kegiatan upacara ataupun kerja dan juga sebagai hiburan atau pertunjukan. Tatak digunakan dalam kerja

14

Dikutip dari Skripsi Erni Banjarnahor ,Tangis Beru Si Jahe Di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat: Kontiunitas dan Perubahan Penyajian, Kajian Tekstual dan Musikal. Hal:50-53

(23)

51

mbaik ataupun kerja njahat. Adapun jenis gerakan yang digunakan dalam upacara ataupun kerja adalah:

 Mangera-era

Gerakan ini digunakan oleh kaum Beru untuk menyambut Kula-kula ataupun gerakan yang digunakan oleh anak terakhir kepada anak tertua ataupun yang muda kepada yang lebih tua.

 Suyuk

Gerakan ini digunakan untuk menyembah ataupun menghormati.  Memasu-masu

Gerakan ini digunakan oleh kula-kula kepada beru yang menyimbolkan pemberian berkat.

 Mengembur

Gerakan ini digunakan untuk menyembah atau memberi hormat oleh beru kepada kula-kula.

 Mengeleap

Gerakan ini digunakan untuk menunjukkan bahwa kegiatan kerja yang sudah berhasil dilaksanakan.

Adapun beberapa jenis tatak yang diguankan untuk hiburan atau pertunjukan adalah sebagai berikut:

a. Tatak menabi page

Tatak ini dilakukan oleh para muda-mudi di ladang dan menggambarkan kegembiraan dari para muda-mudi. Hal ini terjadi

(24)

52

karena pada zaman dahulu, para muda-mudi di daerah Pakpak hanya dapat bertemu dan berbicara lebih dekat pada saat masa panen. Tatak ini menggambarkan tentang kegembiraan dalam memanen padi.

b. Tatak mendedah

Tatak ini menggambarkan tentang bagaimana seorang ibu mengasuh bayinya. Tatak ini hanya dilakukan oleh para perempuan.

c. Tatak renggisa

Tatak ini menggambarkan tentang sepasang muda-mudi yang sedang kasmaran atau sedang jatuh cinta satu sama lain.

d. Tatak garo-garo

Tatak ini menggambarkan tentang kegembiraan muda-mudi dalam masa panen. Tatak ini memiliki kemiripan dengan tatak menabi pange, namun dalam tatakgaro-garo, hal yang digambarkan tidak hanya dalam memanen padi, melainkan mulai dari proses menanam sampai memanen padi tersebut.

e. Tatak memuat kopi

Tatak ini menggambarkan tentang bagaimana proses memetik kopi yang dilaksanakan oleh para petani di daerah Pakpak.

f. Tatak perampuk-ampuk

Tatak ini menggambarkan tentang keharmonisan yang terjalin antara kaum muda-mudi yang ada dalam kebudayaan masyarakat Pakpak. g. Tintoa serser

(25)

53

Tatak ini menggambarkan tentang bagaimana masyarakat Pakpak dalam membuka atau memulai suatu ladang pertanian yang dalam hal ini adalah persawahan.

h. Tatak mengindangi

Tatak ini menggambarkan tentang suasana menumbuk padi pada masyarakat Pakpak. Perlu diketahui bahwa tatak yang sifatnya hiburan ataupun pertunjukan biasanya hanya dilaksanakan oleh para kaum muda-mudi. Serta untuk mengiringi tarian ini digunakan ensambel oning-oningen.

Referensi

Dokumen terkait

1) Untuk Mengetahui Bagaimana Pelaksanaan Perkawinan menurut hukum adat suku pakpak di Desa Prongil Kecamatan Tinada Kabupaten Pakpak Bharat. 2) Untuk mengetahui

tradisional masyarakat suku Pakpak yang juga merupakan bagian dari

Gendang Mengkerboi dalam Upacara Ncayur Ntua Masyarakat pakpak di Desa Natam Jehe, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat.‖ Tujuan utama skripsi ini

Selanjutnya di dalam kebudayaan masyarakat pakpak ini terdapat alat musik yang khas yang disebut dengan ketter dan gumbar , yaitu mengekspresikan kebudayaan

Lokasi penelitian ini adalah di Desa Pardomuan, Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat. Pemilihan tempat ini di karenakan Tatak Siar–Siaren kepunyaan masyarakat

Kabupaten Pakpak Bharat adalah 1.218,30 km 2 , dan terdiri dari 8 kecamatan yakni Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Sitellu Tali Urang.. Jehe, Kecamatan Tinada,

DESKRIPSI STRUKTUR TATAK NANTAMPUK MAS DAN MUSIK IRINGAN YANG DIPERTUNJUKKAN OLEH SANGGAR NINA NOLA DI DESA SUKARAMAI, KECAMATAN KERAJAAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT..

ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL NANGEN NANDORBIN PADA MASYARAKAT PAKPAK DI DESA SUKARAMAI KECAMATAN KERAJAAN PAKPAK BHARATO.