• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUKU"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

TAFAKUR

Jalan

Menuju

Pencerahan Batin

Oleh :

(2)

Semarang, 2010

“Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada

manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. al ‘Alaq: 3-4)

(3)

Untuk Kita Renungkan… Assalamu ‘alaikum wr. Wb.

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah menciptakan manusia dengan sangat sempurna sebagai mahluk terkasih-Nya. Segala kekurangan maupun kelebihan yang terdapat pada manusia merupakan bukti kesempurnaan itu, yang tidak dimiliki oleh mahluk lainnya baik itu yang berwujud malaikat, jin, binatang, dan sebagainya. Dengan kesempurnaan yang dimilikinya, manusia memiliki misi khusus menjadi wakil Allah di muka bumi untuk mengatur alam dan memanfaatkannya untuk kebutuhannya dengan cara-cara yang telah diperintahkan-Nya melalui agama yang dibawa oleh nabi-nabi-Nya. Dan

(4)

agama Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW memberikan panduan kepada manusia melalui kitab suci Al qur’an mengenai cara-cara hidup yang baik dan membawa rahmat bagi alam semesta.

Ibadah sholat yang diwajibkan bagi umat Islam merupakan wujud komunikasi dialogis antara manusia dengan Tuhannya. Dalam sholatnya, seorang hamba diharapkan mampu merasakan “kehadiran” Tuhan dan “menyatu” dalam rangkaian gerak fisik dan batin yang kontinyu dan berkesinambungan. Namun, banyak diantara kita yang hanya menganggap sholat sebagai ibadah wajib yang memiliki konsekuensi syari’ah berupa dosa dan azab Allah jika melalaikannya. Seakan-akan Allah sudah sedemikian kejam kepada hamba-Nya. Dan terkadang kita hanya melakukannya dengan tujuan untuk mendapatkan surga Allah dalam

(5)

pemahaman yang sempit berupa kenikmatan duniawi dan indrawi yang akan kita rasakan nanti setelah kita mati. Akibatnya, komunikasi yang kita lakukan hanya monologis atau satu arah dari kita kepada Allah, dan kita tidak merasakan kasih sayang Allah berupa “jawaban-jawaban” dan “petunjuk-petunjuk”-Nya melalui ibadah yang kita lakukan. Singkatnya, kita tidak merasakan ni’matnya ibadah.

Amalan dzikir yang dijanjikan bisa mendatangkan ketenangan dan ketentraman batin pun sering di salah pahami oleh sebagian umat. Karena terpukau oleh karomah-karomah para waliullah, mereka mengamalkan dzikir-dzikir tersebut dengan harapan bisa memiliki karomah-karomah para waliullah tersebut. Hal ini diperparah dengan janji-janji sebagian ulama yang menjanjikan bahwa amalan ini bisa untuk

(6)

ini, amalan itu bisa untuk itu. Maka makin jauh lah umat dari Allah.

Dewasa ini, masyarakat semakin getol dengan meditasi dan yoga yang disebut-sebut memberikan ketenangan dan kebahagiaan batin bagi para pelakunya. Bahkan disebutkan bahwa aktifitas tersebut bisa menyembuhkan beberapa penyakit. Meskipun secara ilmiah memang terbukti dan bisa dijelaskan bahwa meditasi dan yoga akan membuat syaraf dan peredaran darah bekerja lebih baik, namun sebagian umat Islam yang menggemarinya mulai menganggap aktifitas tersebut lebih baik daripada sholat dan dzikir karena lebih kelihatan hasilnya. Dan lebih parahnya lagi, ajaran-ajaran filsafat di balik meditasi dan yoga telah membuat sebagian umat Islam bahkan menjelek-jelekkan agama mereka sendiri. Naudzubillaahi min dzalik….

(7)

Melihat fenomena sosial keagamaan di atas, kami merasa terpanggil untuk sekedar berbagi pengetahuan dan pengalaman mengenai tafakur. Kami telah bertahun-tahun mengalami kegelisahan batin dan aqidah, dan berkali-kali pula mengalami jatuh bangun dalam keimanan. Hanya berkat rahmat dan hidayah Allah pula lah yang menuntun kami untuk terus bermujahadah dan mengkaji serta mengamalkan tafakur sebagai jalan pencarian kebenaran dan kedamaian batin dengan cara-cara yang tidak menyimpang dari aqidah dan syari’at.

Tafakur merupakan salah satu ibadah yang disunnahkan oleh Allah sebagai sebuah aktifitas perenungan dan pemahaman mendalam mengenai hidup dan kehidupan baik di dunia maupun nanti di akhirat. Dalam tafakur lah Nabi Ibrahim menemukan Allah, Nabi Yunus keluar dari perut ikan, Nabi Musa mendapatkan wahyu

(8)

Taurat, dan Nabi Muhammad mendapatkan wahyu di Gua Hira’. Topik mengenai tafakur ini kurang diulas secara mendalam oleh para ulama maupun penulis buku karena tidak ada panduan yang terperinci mengenai hal itu. Selama ini umat “hanya” diajak untuk berdzikir, membaca Al Qur’an, maupun ibadah-ibadah sunnat lainnya selama mereka bertafakur. Memang beberapa orang akan merasakan kedamaian dan ketenangan dalam tafakur mereka dengan cara itu, namun banyak yang lainnya yang tidak merasakan apa pun karena mereka hanya melakukannya sebagai ritual fisik semata.

Buku ini akan mencoba memberikan “sedikit” panduan bertafakur sebagai rangkaian persiapan fisik maupun batin untuk menuju kepada kehidupan yang lebih berkualitas dalam naungan perlindungan dan petunjuk Allah. Penulis menyadari dan memahami batas

(9)

kemampuannya maupun keilmuannya, serta merasa kurang berkompeten untuk memberikan petunjuk cara bertafakur yang sempurna. Namun melalui buku ini, penulis berharap bisa memberikan kontribusi yang berarti untuk membimbing umat secara bertahap agar dapat menuju kepada kualitas tafakur yang lebih bisa membawa manfaat baik secara lahiriah maupun batiniyah.

Buku ini merupakan hasil dari penelusuran kepustakaan, diskusi dengan beberapa ulama, maupun pengalaman spiritual pribadi penulis yang dialami untuk dibagikan kepada para pembaca. Hasil yang dirasakan akan sangat bervariasi tergantung pada tingkat kesadaran batiniyah dan pengalaman spiritual yang dimiliki masing-masing pembaca. Buku ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mohon kepada para pembaca untuk sudilah memberikan

(10)

koreksi, berbagi pengalaman, sumbangan ide, maupun pengembangan-pengembangan yang sifatnya membangun dan memperkaya isi buku ini.

Kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya buku ini, kami ucapkan banyak terima kasih dan semoga amal ibadah anda semua, yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu disini, diterima di sisi Allah SWT karena apa yang anda berikan akan membawa manfaat yang besar bagi kemaslahatan umat.

(11)

1

KEUTAMAAN TAFAKUR

A. Dalil-Dalil Mengenai Tafakur

Tafakur adalah suatu aktifitas berfikir, dan Islam sangat menghormati dan menghargai orang-orang yang mau berfikir. Allah SWT menempatkan kaum yang suka berfikir pada derajat yang sangat tinggi karena hanya dengan berfikir lah manusia bisa melaksanakan tugasnya menjadi khalifah Allah di muka bumi serta bisa lebih meningkatkan taqwa kepada-Nya. Penghargaan Allah terhadap kaum yang suka berfikir sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an surat Yunus ayat 24 :

(12)

“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berpikir”.

Allah sangat menekankan aktifitas tafakur karena aktifitas ini akan meningkatkan

(13)

pemahaman manusia tentang ajaran-ajaran-Nya dan Ia akan semakin dekat dengan orang-orang yang mau bertafakur. Allah berfirman:

“Allah menganugrahkan al hikmah (kepahaman yang dalam tentang Alquran dan As-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki, dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.” (Al Baqarah:269).

Bahkan Allah sangat murka kepada orang-orang yang enggan atau bahkan tidak mau bertafakur. Firman Allah dalam Al Qur’an surat Al A’raf ayat 179:

'Dan sesungguhnya Kami ciptakan untuk (isi neraka jahanam) kebanyakan dari jin dan

(14)

manusia. Mereka mempunyai hati tapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah), mempunyai mata tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), mempunyai telinga tidak dipergunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah, mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai''.

Sedemikian hebatnya pengaruh tafakur pada kehidupan manusia sehingga memiliki posisi yang sangat penting dan bahkan sejajar dengan ibadah-ibadah fardhu lainnya. Sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Rosulullah SAW :

“Tidak ada kemelaratan yang lebih parah dari kebodohan dan tidak ada harta (kekayaan) yang lebih bermanfaat dari kesempurnaan akal. Tidak ada kesendirian yang lebih terisolir dari ujub

(15)

(rasa angkuh) dan tidak ada tolong-menolong yang lebih kokoh dari musyawarah. Tidak ada kesempurnaan akal melebihi perencanaan (yang baik dan matang) dan tidak ada kedudukan yang lebih tinggi dari akhlak yang luhur. Tidak ada wara' yang lebih baik dari menjaga diri (memelihara harga dan kehormatan diri), dan tidak ada ibadah yang lebih mengesankan dari tafakur (berpikir), serta tidak ada iman yang lebih sempurna dari sifat malu dan sabar. (HR. Ibnu Majah dan Ath-Thabrani).

Walaupun keutamaan bertafakur sudah demikian jelasnya, dan ancaman bagi yang tidak mau melakukannya sudah amat tegasnya, tetapi mengapa sedikit sekali orang yang mau betafaqur? Hal ini penyebabnya antara lain karena mereka membiarkan pikiran dan hatinya dibelenggu oleh kentalnya masalah keduniawian.

(16)

Ketika hati seseorang dipenuhi oleh khayalan, impian mustahil, maka hidayah akan menjauh darinya. Dengan demikian, selama orang tidak mau memangkas hal-hal yang dapat merusak keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat di hatinya, maka selama itu pula ia akan lalai untuk bertafakur.

Dari apa yang disampaikan dalam Al Quran serta Al hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa tafakur atau berfikir disini lebih kepada mengingat Allah SWT, mengingat akan kebesaran-Nya, Keagungan-Nya, Ke Esaan-Nya, dan lain-lain dzat-Nya yang dapat kita ketahui. Dengan demikian kita akan lebih mengenal dan mencintai Allah setelah melalui proses perenungan dan menyaksikan tanda-tanda kebesaran-Nya.

Saat bertafakur sebenarnya seorang muslim sedang berusaha meningkatkan ketaatan,

(17)

menghentikan kemaksiatan, menghancurkan sifat-sifat destruktif dan menumbuhkembangkan sifat-sifat konstruktif yang ada dalam dirinya. Berhasil tidaknya hal itu dicapai sangat dipengaruhi banyak faktor, di antaranya:

1. Kedalaman ilmu 2. Konsentrasi pikiran

3. Kondiri emosional dan rasional 4. Faktor lingkungan

5. Tingkat pengetahuan tentang objek tafakur 6. Teladan dan pergaulan

7. Esensi sesuatu 8. Faktor kebiasaan

B. Hubungan Dzikir Dengan Tafakur

Antara suara hati dan nalar manusia selalu terjadi dialog, tarik menarik, bahkan masing-masing saling “berperang” untuk berebut pengaruh dan otoritas. Jika kekuatan keduanya

(18)

berimbang gejalanya dapat kita rasakan pada saat terjadi kebimbangan dan keragu-raguan, atau sikap ambigu, dan dualisme. Sementara itu, jika nalar memenangkan jadilah pribadi yang hanya mengandalkan kemampuan rasio semata. Sehingga bagi dirinya banyak sekali hal-hal di luar nalar yang dengan segera ia tepis sebagai sesuatu yang tidak ada, omong kosong. Hal-hal gaib dianggap sebagai sesuatu yang mustahil dan di luar logika. Dan jika hal ini dibiarkan, maka kepercayaan dia kepada Al Ghaib yaitu Allah SWT pun akan berangsur menghilang. Maka disinilah terlihat pentingnya keseimbangan antara aktifitas berpikir (tafakur) dan aktifitas hati (zikir).

Tafakur juga merupakan salah satu amalan dalam dunia tasawuf yang merupakan suatu kegiatan yang terintegrasi dengan aktifitas dzikir. Itulah sebabnya dalam memahami beberapa

(19)

istilah dalam ilmu tasawuf kita sering dibingungkan dengan istilah dzikir dan tafakur. Adakah perbedaan dari ke dua istilah tersebut?

Tafakkur merupakan bentuk kata benda verbal yang berasal dari kata kerja “tafakkara” yang artinya mempertimbangkan atau memikirkan. Istilah ini biasanya digunakan untuk menggambarkan sebuah perenungan secara mendalam. Dari segi bahasa sudah jelas bahwa arti tafakur berbeda dengan arti zikir yang berarti mengingat. Zikr Allah berarti mengingat kepada Allah, dengan cara menyebut Allah. Al Quran sering menyebut dzikir sebagai amal ibadah sebagaimana difirmankan Allah dalam surat Al Baqarah ayat 152 :

"Ingatlah kepada-Ku niscaya Aku ingat kepadamu" (Q.S. 2: 152).

(20)

Syaikh Sa’ied al Kharraz berkata : “ Apabila Allah akan menjadikan seorang hamba sebagai kekasih-Nya, maka Allah akan membukakan pintu dzikir kepada-Nya. Jika sang hamba telah merasakan kelezatan dzikir, maka Allah akan membuka pintu kedekatan. Lalu Allah mengangkat hamba itu pada posisi senang (majalis al-unsi). Setelah itu Allah mendudukkan sang hamba di atas singgasana tauhid. Berikutnya Allah menyingkapkan tirai (hijab) bagi sang hamba dan menempatkan hamba itu di dalam rumah kesendirian (Dar al-Fardaniah). Kemudian barulah Allah membuka tirai keagungan dan kebesaran-Nya pada sang hamba itu. Ketika pandangan sang hamba terarah pada keagungan (al Jalaal) dan kebesaran-Nya (al-‘Adhamah), ia akan kekal dengan tanpa Dia. Sejak itulah, sang hamba menjadi sebuah waktu yang sirna, tanpa kesadaran diri (zaman fana’).

(21)

Maka akhirnya sang hamba akan senantiasa berada dalam lindungan-Nya dan terbebas sama sekali dari dorongan-dorongan yang muncul dari dirinya sendiri.”

Uraian di atas menggambarkan suatu tahapan proses pendekatan kepada Allah yang diawali dengan aktifitas dzikir yang disusul dengan aktifitas tafakur hingga terbukalah pengetahuan seorang hamba mengenai Tuhannya. Dan dalam proses tersebut sangat dibutuhkan adanya pelepasan ego-ego pribadi dari seorang hamba dan murni hanya mengharapkan pertolongan dan petunjuk-Nya.

Sunan Bonang dalam Suluk Wujil menguraikan hubungan zikir dengan tafakur dalam kaitannya untuk membentuk akhlak yang mulia dan lebih mengenal Allah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada-Nya;

(22)

“Kebajikan utama (seorang Muslim) ialah mengetahui hakikat salat. Hakikat memuja dan memuji Salat yang sebenarnya. Tidak hanya pada waktu isya dan maghrib. Tetapi juga ketika tafakur. Dan salat tahajud dalam keheningan. Buahnya ialah mnyerahkan diri senantiasa. Dan termasuk akhlaq mulia

Lalu apa pula zikir yang sebenarnya? Dengar: Walau siang malam berzikir. Jika tidak dibimbing petunjuk Tuhan, Zikirmu tidak sempurna. Zikir sejati tahu bagaimana datang dan perginya nafas. Di situlah Yang Ada, memperlihatkan. Hayat melalui yang empat

Yang empat ialah tanah atau bumi. Lalu api, udara dan air. Ketika Allah mencipta Adam, Ke dalamnya dilengkapi Anasir ruhani yang empat.

(23)

Kahar, jalal, jamal dan kamal. Di dalamnya delapan sifat-sifat-Nya. Begitulah kaitan ruh dan badan. Dapat dikenal bagaimana Sifat-sifat ini datang dan pergi, serta ke mana”.

Dari hubungan antara tafakur dengan zikir dapatlah kita simpulkan bahwasanya kesempurnaan akal tidak akan tercapai kecuali dengan pertemuan dzikir dan pikir manusia. Apabila kita telah mengetahui bahwa kesempurnaan hati merupakan kesempurnaan manusia, maka kita mengetahui pula mengenai kedudukan pikir dan dzikir dalam penyucian jiwa. Oleh karena itu para pengamal ajaran tasawuf yang menuju Allah senantiasa berusaha dengan keras agar dzikir dan pikir terhimpun dalam diri penempuh jalan spiritual sejak awal perjalanannya.

(24)

C. Batasan Bertafakur

Imam Al-Ghazali berkata, “Ketahuilah bahwa semua yang ada di alam semesta, selain Allah, adalah ciptaan dan karya Allah Ta’ala. Setiap atom dan partikel, apapun memiliki keajaiban dan keunikan yang menunjukkan kebijaksanaan, kekuasaan, dan keagungan Allah Ta’ala. Mendata semuanya adalah sesuatu yang mustahil, karena seandainya lautan adalah tinta untuk menuliskan semua itu niscaya akan habis sebelum menuliskan sepersepuluhnya saja dari semua ciptaan dan karya-Nya.

Jadi, tafakur adalah ibadah yang bebas dan terlepas dari ikatan segala sesuatu kecuali satu ikatan saja, yaitu tafakur mengenai Dzat Allah. Rasulullah saw. pernah bersabda, “Berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah, dan janganlah kamu berpikir tentang Dzat Allah.” Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas

(25)

ini menurut Syaikh Nashiruddin Al-Bani dalam kitab Shahihul Jami’ish Shaghir dan Silsilahtu Ahadits Ash-Shahihah berderajat hasan. Hadits itu berbicara tentang salah satu ciri khas manusia yang membedakanya dari makhluk yang lain, bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir. Dengan kemampuan itulah manusia bisa meraih berbagai kemajuan, kemanfaatan, dan kebaikan. Namun, sejarah juga mencatat bahwa tidak sedikit manusia mengalami kesesatan dan kebinasaan akibat berpikir.

Karena itu, Rasulullah saw. menghendaki kita, kaum muslimin, untuk punya budaya tafakur yang akan bisa mengantarkan kita kepada kemajuan, kemanfaatan, kebaikan, ketaatan, keimanan, dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Agar tujuan itu tercapai, Rasulullah saw. memberi rambu-rambu agar kita tidak salah dalam bertafakur. Rasulullah saw.

(26)

memerintahkan kita untuk bertafakur mengenai makhluk ciptaan Allah swt. Beliau melarang kita berpikir tentang Dzat Allah karena :

1. Kita tidak akan sanggup menjangkau kadar keagunganNya.

Allah swt. tidak terikat ruang dan waktu. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Bagi Tuhanmu tidak ada malam, tidak pula siang. Cahaya seluruh langit dan bumi berasal dari cahaya wajah-Nya, dan Dia-lah cahaya langit dan bumi. Pada hari kiamat, ketika Allah datang untuk memberikan keputusan bumi akan tenang oleh cahayaNya.

Dalam surat Asy Syura ayat 11, Allah berfirman : (Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula),

(27)

dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat”.

Hal ini pun kembali dipertegas dalam Surat Al An’am ayat 103 : “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui”. Ibnu Abbas berkata, “Dzat Allah terhalang oleh tirai sifat-sifat-Nya, dan sifat-sifat-Nya terhalang oleh tirai karya-karya-Nya. Bagaimana kamu bisa membayangkan keindahan Dzat yang ditutupi dengan sifat kesempurnaan dan diselimuti oleh sifat-sifat keagungan dan kebesaran.”

(28)

2. Kita akan terjerumus dalam kesesatan dan kebinasan.

Memberlakukan hukum Sang Khalik terhadap makhluk ini adalah sikap berlebihan. Itulah yang terjadi di kalangan kaum Rafidhah terhadap Ali r.a. Sebaliknya, memberlakukan hukum makhluk terhadap Sang Khalik ini sikap taqshir. Perbuatan ini dilakukan oleh aliran sesat musyabihhah yang mengatakan Allah memiliki wajah yang sama dengan makhluk, kaki yang sama dengan kaki makhluk, dan seterusnya. Semoga kita bisa terselamatkan dari kesesatan yang seperti ini. Amiin.

D. Manfaat-Manfaat Tafakur

1. Allah memuji orang-orang yang senantiasa

bertafakur dan berdzikir dalam setiap situasi dan kondisi.

(29)

Kemampuan akal tidak akan terwujud kecuali dengan perpaduan antara dzikir dan pikir pada diri manusia. Apabila kita mengetahui bahwa kesempurnaan akal berarti kesempurnaan seorang manusia, maka kita bisa memahami peran penting dzikir dan pikir dalam menyucikan jiwa manusia. Oleh karena itu, para ahli suluk yang berupaya mendekatkan diri kepada Allah senantiasa memadukan antara dzikir dan pikir di awal perjalanannya menuju Allah. Sebagai contoh, di saat bertafakur tentang berbagai hal, mereka mengiringinya dengan tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil.

2. Tafakur termasuk amal yang terbaik dan bisa mengungguli ibadah.

Karena, berpikir bisa memberi manfaat-manfaat yang tidak bisa dihasilkan oleh suatu

(30)

ibadah yang dilakukan selama setahun. Dengan tafakur seseorang bisa memahami sesuatu hingga hakikat, dan mengerti manfaat dari yang membahayakan. Dengan tafakur, kita bisa melihat potensi bahaya hawa nafsu yang tersembunyi di dalam diri kita, mengetahui tipu daya setan, dan menyadari bujuk rayu duniawi.

3. Tafakur bisa mengantarkan kita kepada kemuliaan dunia dan akhirat.

Dengan bertafakur mengenai perumpamaan, bertambahlah ilmu pengetahuan; dengan mengingat-ingat nikmat Allah, bertambahlah kecintaan kepadaNya; dan dengan bertafakur, bertambahlah ketakwaan kepadaNya.” Imam Syafi’i menegaskan, “Milikilah kepandaian berbicara dengan banyak berdiam, dan

(31)

milikilah kepandaian dalam mengambil keputusan dengan berpikir.”

4. Tafakur adalah pangkal segala kebaikan.

Berpikir akan membuahkan pengetahuan, pengetahuan akan melahirkan perubahan keadaan yang terjadi pada hati, perubahan keadaan hati akan melahirkan kehendak, kehendak akan melahirkan amal perbuatan. Jadi, berpikir adalah asas dan kunci semua kebaikan. Hal ini bisa menunjukkan kepadamu keutamaan dan kemuliaan tafakur, dan bahwasanya tafakur termasuk amalan hati yang paling utama dan bermanfaat.

5. Tafakur bisa mengubah dari kelalaian menuju kesadaran, dan dari hal-hal yang dibenci Allah menuju hal-hal yang dicintaiNya, dari ambisi dan keserakahan menuju zuhud dan

(32)

qana’ah, dari penjara dunia menuju keluasan akhirat, dari kesempitan kejahilan menuju bentangan ilmu pengetahuan, dari penyakit syahwat dan cinta kepada dunia menuju kesembuhan ruhani dan pendekatan diri kepada Allah, dari bencana buta, tuli, dan bisu menuju nikmat penglihatan, pendengaran, dan pemahaman tentang Allah, dan dari berbagai penyakit syubhat menuju keyakinan yang menyejukkan hati dan keimanan yang menentramkan.

6. Dengan bertafakur kita akan mengetahui

hikmah dan tujuan penciptaan semua makhluk di langit dan bumi sehingga menambah keimanan dan rasa syukur.

Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat Ar Ruum ayat 8 :

(33)

“Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan Pertemuan dengan Tuhannya.”

7. Dengan bertafakur kita bisa membedakan

mana yang bermanfaat sehingga bersemangat untuk meraihnya, mana yang berbahaya hingga berusaha mengindarinya.

8. Dengan bertafakur kita juga bisa memiliki

keyakinan yang kuat mengenai sesuatu, dan menghindari diri dari sikap ikut-ikutan terhadap opini yang berkembang.

(34)

Mengenai hal ini Allah berfirman dalam surat Saba ayat 46 :

“Katakanlah: Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu pikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras.”

9. Dengan tafakur kita bisa memperhatikan

hak-hak diri kita untuk mendapatkan kebaikan, sehingga tidak hanya berusaha memperbaiki orang lain dan lupa pada diri sendiri.

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri,

(35)

padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (Al-Baqarah: 44)

10.Dengan tafakur kita bisa memahami bahwa

akhirat itu lebih utama, dan dunia hanya sarana untuk membangun kebahagiaan akhirat.

“Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka Apakah kamu tidak memahaminya? (Al-Qashash: 60).

11.Dengan tafakur kita bisa menghindari diri

dari kebinasaan yang pernah menimpa orang-orang sebelum kita.

(36)

“Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu. (Muhammad: 10)

12.Tafakur bisa menghindari diri kita dari siksa

neraka karena bia memahami dan mengamalkan ajaran agama dan meninggalkan kemaksiatan dan dosa-dosa, terutama syirik.

“Dan mereka berkata, “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. (Al-Mulk: 10)

(37)

13.Tafakur Untuk Penemuan Kebenaran

Menerima kebenaran dan menemukan kebenaran adalah sesuatu yang berbeda. Menerima kebenaran cukuplah dengan bertaqlid (mengikuti), sedangkan menemukan kebenaran hanya akan diperoleh melalui pemikiran yang mendalam. Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a. berkata:

''Janganlah kamu mengenal dan mengikuti kebenaran karena tokohnya; tetapi kenalilah kebenaran itu sendiri, niscaya kamu akan mengetahui siapa tokohnya !''. Akan lebih baik bila kita menemukan kebenaran dari hasil pemikiran sendiri daripada menerima suatu kebenaran dari hasil orang lain.

Mengerti atau mengenal kebenaran saja tidaklah cukup. Karena Alquran mengatakan orang yang terhindar dari kerugian adalah mereka yang memenuhi empat kriteria:

(38)

1. Mengenal kebenaran. 2. Mengamalkan kebenaran.

3. Saling nasihat menasihati mengenai kebenaran.

4. Sabar dan tabah dalam mengamalkan serta mengajarkan kebenaran.

Kanjeng Syeh Maulana Ishak, ayah dari Sunan Giri pernah berwasiat:

“Adapun ilmu manusia itu ada 2, anakku. Yang pertama adalah ilmu kamanungsan yang lahir dari jalan indrawi dan melalui laku kamanungsan. Yang kedua adalah ilmu kasampurnan, yaitu ilmu yang diperoleh melalui pembelajaran langsung dari Sang Khalik. Untuk yang kedua ini, ia terjadi melalui dua cara, yaitu dari luar dan dari dalam. Yang dari luar, dilalui dengan cara

(39)

belajar. Sedangkan yang dari dalam, dilalui dengan cara menyibukan diri dengan jalan bertafakur.”

Jadi menurut beliau, proses pembelajaran untuk mencapai kebenaran dilakukan melalui aktifitas otak dan hati. Dan penyatuan kedua aktifitas tersebut hanya dimungkinkan melalui jalan tafakur.

14.Tafakur Meningkatkan Motivasi Menuju

Ketaqwaan

Demikian besar keutamaaan bertafakur, sehingga Rasulullah pun pernah bersabda: 'Bertafakur sejenak lebih baik daripada ibadah satu tahun''.

Mengapa Rasulullah bersabda demikian ? Sesungguhnya buah dari tafakur adalah keyakinan-kayakinan Ilahiyyah yang akan

(40)

memudahkan kita dalam pengendalian diri agar dapat selalu taat pada keinginan Allah dan Rasul-Nya.

Bertafakur mengenai tanda-tanda yang menunjukan kekuasaan Allah; akan melahirkan rasa tawadhu (rendah hati) dan rasa takzim akan keagungan Allah. Bertafakur mengenai kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah berikan; akan lahir darinya rasa cinta dan syukur kepada Allah. Bertafakur tentang janji-janji Allah; akan lahir darinya rasa cinta kepada akhirat. Bertafakur tentang ancaman Allah; akan lahir darinya rasa takut kepada Allah. Bertafakur tentang sejauh mana ketaatan kita kepada Allah sementara Ia selalu mencurahkan karunianya kepada kita, akan lahir darinya kegairahan dalam beribadah.

(41)

Tafakur merupakan jalan untuk mengenal/menuju Tuhan. Indikator keberhasilan tafakur adalah timbulnya motivasi-motivasi yang dapat memudahkan untuk taat melaksanakan aturan main yang telah ditetapkan Allah SWT dan Rasul-Nya. Pengalaman telah membuktikan, pekerjaan sesulit apa pun akan terasa menjadi ringan bila dilandasi dengan motivasi yang kuat. Motivasi yang tercipta lewat tafakur ini sifatnya sangat individual, artinya belum tentu dapat cocok bila digunakan oleh orang lain. Rasulullah bersabda:

''Sebaik-baiknya yang tertanam di dalam hati itu adalah keyakinan; sedangkan keyakinan tidak bisa tertanam hanya melalui mata dan telinga saja, tetapi ia harus dibenamkan ke dalam bawah sadar oleh akal''.

(42)

Dengan demikian dapatlah kiranya dimengerti, mengapa ceramah agama atau pengajian yang kita ikuti seringkali tidak dapat menambah keyakinan kita. Hal ini tiada lain karena kita hanya menggunakan mata dan telinga saja, sementara akal dan hati yang kita perlukan untuk mencerna, kita tinggalkan di rumah.

(43)

2

PERSIAPAN LAHIRIAH SEBELUM BERTAFAKUR

Selama kita hidup di dunia, kita memerlukan jasad untuk melakukan berbagai aktifitas terutama aktifitas ibadah. Maka persiapan lahiriah wajib kita lakukan agar tafakur yang akan kita lakukan benar-benar tafakur yang berkualitas dan membawa kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Banyak yang bertanya, kenapa tidak kita mulai dari persiapan batiniah? Bukankah persiapan batiniah itu lebih penting? Bukankah semua amal itu dinilai dari niatnya? Hal itu memang benar. Namun tanyakanlah kepada diri kita sendiri. Lebih mudah mana antara menyiapkan badan dengan menyiapkan hati? Tentulah persiapan lahiriah lebih mudah dilakukan karena

(44)

indikatornya jelas terlihat. Dan, kesiapan lahiriah yang maksimal akan mengkondisikan batin kita untuk lebih mantap dan khusyu’ dalam melakukan kegiatan ibadah.

A. Mandi dan Berwudhu Rosulullah SAW bersabda :

“Bersihlah kamu, karena Islam itu bersih”

(HR. Abu Dawud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah dari hadits Ali)

Suatu kegiatan dengan tujuan yang suci harus dilakukan dengan badan yang suci. Bersuci akan menetralisir energi-energi negatif yang melekat di badan kita atau yang melingkupi kita. Secara kasat mata, badan akan terasa lebih segar dan nyaman jika dalam keadaan bersih sehingga akan membuat kita dapat melaksanakan ibadah dengan suasana hati yang lebih baik dan

(45)

berdampak pada kualitas ibadah yang akan kita lakukan. Akan lebih baik lagi kalau bisa diawali dengan mandi besar dan disusul dengan berwudhu.

Dalam bersuci sebaiknya jangan hanya menekankan pada aspek kebersihan fisik saja melainkan perhatikan juga aspek batiniahnya. Ketika kita bersuci kita kondisikan batin kita bahwa kita akan menghadap Dzat yang Maha Besar dan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Setiap tetes air yang menyentuh kulit kita rasakan sebagai langkah yang semakin dekat kepada-Nya. Hayatilah setiap tahapan itu seakan-akan kita begitu merindukan untuk berjumpa dan “menatap” wajah-Nya yang Agung dan Penuh Kasih. Dengan pengkondisian tersebut, akan semakin menyiapkan hati kita untuk menghadap-Nya.

(46)

B. Memakai Pakaian yang Halal dan Bersih

Ibadah apa pun seharusnya dilakukan dengan penuh kesungguhan. Dan salah satu wujud kesungguhan beribadah adalah dengan mengenakan pakaian yang bersih dan rapi. Ada yang mengatakan, “yang penting kan hatinya”. Memang, kesungguhan merupakan aktifitas hati. Namun aktifitas hati memerlukan aktifitas lahiriah sebagai pemandunya. Sebagai contoh, kita ingin menghadap seorang pejabat penting yang sangat kita hormati. Anda berpakaian seadanya dan berprinsip “yang penting saya tetap menghormati dia”. Anda bisa rasakan ketika menemui dia, rasa hormat di hati anda tidak lah sebesar jika anda berpakaian resmi. Sedikit banyak ada perasaan meremehkan atau tidak memandang penting pejabat tersebut.

Memang Allah tidak memandang pakaian yang anda kenakan, tapi lebih memandang kadar

(47)

keimanan dan ketakwaan anda. Namun, bersungguh-sungguh dalam memperhatikan pakaian yang kita kenakan menunjukkan kesungguhan kita untuk menghadap Allah dan bukti hormat dan cinta kepada-Nya. Kesungguhan ini akan mengkondisikan batin dan ruh kita untuk bisa “sampai” kepada-Nya dengan “lebih cepat” dan “lebih terarah”.

Para ahli tasawuf menyarankan untuk mengenakan pakaian yang berwarna putih karena putih adalah lambang kesucian. Dengan mengkondisikan diri dalam kesucian maka untuk “menyatu” dengan Sang Maha Suci akan lebih mudah dan lebih mantap. Selain itu warna putih adalah salah satu warna netral yang sangat mempengaruhi pembentukan aura dan energi positif. Para ahli prana atau meditasi sering menggunakan warna putih sebagai visualisasi

(48)

ketika mereka berada dalam proses pembersihan atau pemurnian fisik dan jiwa.

Tafakur terkadang memakan waktu berjam-jam dan timbul rasa gerah dan kurang nyaman. Memang rasa gerah dan kurang nyaman tadi tidak akan kita rasakan ketika kita telah mencapai tahap “menikmati” tafakur yang kita lakukan. Namun alangkah baiknya, agar tidak mengurangi kadar kenikmatan tafakur kita, kita kurangi ketidaknyamanan tersebut dengan mengenakan pakaian yang longgar, mudah menyerap keringat, dan yang berbahan sejuk. Pemakaian wangi-wangian juga sangat dianjurkan, tapi jangan yang terlalu menyengat wanginya.

C. Mempergunakan Tempat yang Bersih

Tempat juga sangat menentukan kualitas tafakur yang kita la kukan. Yang paling penting

(49)

adalah tempat tersebut bersih dan nyaman. Bersih bisa diartikan bersih secara fisik yaitu tidak adanya kotoran, najis, dan debu yang mengganggu. Selain itu, kondisi bersih disini juga diartikan tempat tersebut tidak dipergunakan untuk melakukan perbuatan-perbutan dosa atau pun perbuatan-perbuatan yang kurang sopan.

Kenyamanan disini identik dengan sirkulasi udara yang baik sehingga mengurangi hawa panas atau gerah di dalam ruangan tersebut. Digunakannya alas duduk yang empuk dan nyaman, seperti karpet, sajadah, atau alas-alas duduk lainnya akan sangat membantu kekhusyukan tafakur kita. Penerangan yang tidak terlalu terang (remang-remang) akan sangat membantu proses “penenangan batin” dan “penciptaan keheningan” sebagai landasan

(50)

proses penemuan kebenaran dan kesadaran selama bertafakur.

D. Mengkondisikan Suasana dan Atmosfir Suasana dan atmosfir disini sangat berkaitan dengan tempat dimana kita melakukan tafakur. Para praktisi tasawuf sangat menyarankan suasana yang sunyi dan gelap. Kesunyian akan membantu mengurangi gangguan-gangguan yang mengganggu pengkonsentrasian pikiran dan hati kita sehingga disarankan untuk melakukan tafakur pada larut malam atau dini hari (sepertiga malam). Beberapa praktisi tafakur terkadang menemukan ilham berupa suara-suara ghaib yang mereka dengar dalam tafakur mereka. Maka kondisi yang sunyi akan semakin menguatkan suara-suara tersebut sehingga ilham tersebut akan lebih mudah diterima dan dihayati.

(51)

Beberapa orang takut akan kegelapan karena mereka khawatir adanya gangguan setan atau iblis yang biasanya muncul dalam kegelapan. Jika itu yang dirasakan, maka jangan anda paksakan. Mulailah dengan lampu yang terang terlebih dahulu, kemudian lama-kelamaan bisa mulai dikurangi dengan lampu yang redup sampai kemudian gelap sama sekali seiring dengan semakin meningkatnya kadar keyakinan dan kepasrahan kita. Sebenarnya atmosfir gelap tidaklah begitu penting karena kita bertafakur dengan memejamkan mata. Meski demikian, dalam kondisi gelap kita akan benar-benar merasakan bahwa kita dalam keadaan tidak berdaya dan benar-benar hanya mengharapkan pertolongan dan bimbingan Allah SWT.

(52)

3

PERSIAPAN BATIN SEBELUM BERTAFAKKUR

Telah disampaikan pada Bab mengenai Pengertian Tafakur bahwa antara berdzikir dan bertafakur merupakan dua hal yang berbeda tapi saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu aktifitas-aktifitas dzikir merupakan persiapan batiniah yang sangat penting sebelum kita bertafakur karena akan menentukan kualitas tafakur itu sendiri. Tafakur tanpa dilandasi dengan berdzikir hanya akan membawa alam pikiran kita jauh dari bimbingan dan petunjuk Allah.

A. Shalat Sunnah

Rosulullah SAW mensunatkan untuk sholat sunnah dua raka’at setelah wudhu. Maka

(53)

setelah kita selesai dengan kegiatan pembersihan badan, yaitu mandi dan berwudhu, maka sebaiknya dilanjutkan dengan shalat sunnah dua raka’at.

Selain berkaitan dengan syari’at, sholat sunnah ini merupakan wujud kesungguhan badan dan hati yang akan menghadap Allah. Dengan shalat, hati mengkondisikan badan untuk tunduk pada “perintah hati” sehingga tidak “mengganggu” hati ketika hati tengah sibuk “berjalan” untuk menuju kepada Allah.

Shalat adalah pembuka komunikasi kita dengan Allah. Ibarat ingin menemui seorang pejabat penting, shalat bisa diibaratkan kita membuat janji ketemu dengan pejabat tersebut sebelum benar-benar bertemu pada hari tertentu dan jam tertentu. Kita bisa saja langsung mendatangi si “pejabat”, tapi ada kemungkinan dia sedang keluar sehingga kita gagal

(54)

menemuinya. Perumpamaan tersebut tidak serta merta mempersamakan Allah dengan pejabat. Ini sekedar mempermudah pemahaman kita mengenai pentingnya shalat sebagai bentuk komunikasi dialogis antara hamba dengan Tuhannya.

B. Bertaubat

Bertaubat berarti memohon ampun kepada Allah atas segala dosa yang pernah kita lakukan. Rosulullah pun mengajarkan bahwa dalam bertaubat, pertama-tama kita harus menyadari bahwa apa yang telah kita lakukan adalah sebuah dosa, kemudian dalam hati kita merasa menyesal telah melakukannya, selanjutnya kita “minta maaf” dan mohon kepada Allah agar dimaafkan dan diampuni, dan akhirnya kita berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut. Kalau kita kaji lebih lanjut,

(55)

aktifitas bertaubat tidak hanya merupakan aktifitas lisan, tapi melibatkan aktifitas hati (perasaan menyesal) dan aktifitas fisik (berusaha untuk tidak mengulangi perbuatan dosa). Lalu apa kaitan bertaubat dengan bertafakur ?

Dalam bertafakur kita berusaha mengkondisikan diri kita “sebersih mungkin” supaya ilham dan petunjuk maupun pencerahan yang kita alami murni berasal dari Allah SWT dan bukan semata-mata pencerminan akal pikiran kita sendiri atau bahkan petunjuk “setan”. Ketika kita melakukan dosa, tanpa kita sadari alam bawah sadar kita mengalami “keguncangan” yang membawa dampak kepada aliran-aliran energi dalam tubuh kita dan mengganggu peredaran darah dan aktifitas syaraf di seluruh tubuh kita. Aktifitas bertaubat berarti aktifitas pembersihan diri dari energi-energi negatif yang akan mengganggu kita untuk

(56)

bisa mencapai kesadaran dan kebenaran yang murni. Pertaubatan merupakan sarana pembuka hati agar siap memasuki tahapan tafakur selanjutnya.

Sebagaimana pernah disampaikan oleh Kanjeng Sunan Giri :

“Anakku jika pintu suksma terbuka, ia akan tahu bagaimana cara bertafakur dengan benar dan selanjutnya ia bisa memahami bagaimana merealisasikan apa yang diinginkan. Karena itu hati pun menjadi lapang, pikiran jadi terbuka dan daya potensial yang ada dalam diri akan lahir menjadi aksi (perbuatan) yang berkelanjutan dan tak mengenal lelah”

Dalam syariat telah diajarkan berbagai cara bertaubat dengan mengucapkan istighfar. Sebagaimana yang dicontohkan Rosulullah,

(57)

beliau biasa mengucapkan istighfar 100x setiap selesai shalat. Dan beberapa ahli tasawuf menganjurkan untuk ditambah dengan bacaan sholawat nabi 100x. Namun kami menyerahkan kepada pembaca untuk melakukan metode bertaubat yang paling sesuai untuk pribadi masing-masing. Yang terpenting adalah adanya kesadaran untuk mengakui kesalahan dan bertekad untuk tidak mengulanginya kembali. Serta yakinlah sebesar apa pun dosa kita, Allah yang Maha Pengampun pasti mengampuni kita. Jadi jangan ada perasaan bersalah yang berlebihan di hati kita karena hal itu akan sangat mempengaruhi jalan penemuan kesadaran yang akan kita tempuh.

Setelah beristighfar, kita merasa telah bersih dan suci sehingga lebih “percaya diri” untuk bertemu dengan Sang Maha Suci. Pengkondisian batin dengan istighfar ini sangat

(58)

penting dalam kaitannya dengan pelepasan pikiran dan hati dari rasa bersalah yang membebani hati dan pikiran.

C. Bersyukur

Dalam syari’at diajarkan berbagai macam do’a atau lafadz-lafadz syukur antara lain dengan mengucap “alhamdulillah…” dan lain sebagainya. Sebagai seorang muslim sangat disarankan berdo’a sesuai dengan syari’at yang telah diajarkan oleh Rosulullah Muhammad SAW. Jadi silakan mengawali dengan lafadz syukur apa pun yang anda sukai dan anda rasakan paling “menyentuh” dan paling “mantap”. Kemantapan dan keyakinan terhadap suatu lafadz sangat menentukan pengkondisian batin karena berkaitan dengan faktor sugesti.

Meski demikian, kami menyarankan suatu “laku” syukur yang lebih aplikatif dan

(59)

lebih bisa mengkondisikan batin kita. Sejak mulai bangun tidur nikmatilah setiap hela nafas yang kita hirup dan hembuskan. Rasakanlah kenikmatannya dan bayangkan seandainya kita bangun tidur dan tidak bisa menikmatinya lagi. Betapa ni’mat yang seolah terlihat “sepele” ini begitu bermakna dan berarti dalam hidup kita. Dan siapa yang berkuasa menganugerahkannya kalau bukan Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Kemudian minumlah minuman pertama anda di pagi hari, entah itu kopi, air putih, atau susu. Nikmatilah setiap teguk yang melewati tenggorokan anda seolah sudah lama anda tidak merasakannya. Bayangkan seandainya anda bangun tidur dan tidak menjumai setitik air pun untuk anda nikmati. Betapa nikmat yang anda nikmati setiap pagi itu tidak bisa dirasakan oleh setiap manusia di muka bumi ini. Mereka yang

(60)

didera dengan musibah kekeringan, sakit, atau bencana alam tidak bisa menikmati nikmat itu. Sebagai contoh pengkondisian jiwa dengan syukur, anda bisa mengucapkan kalimat ini secara lirih, “Terima kasih ya Allah, sungguh besar kuasa-Mu dan kasih-Mu kepada hamba pada pagi ini. Sungguh hamba adalah insan yang tidak berarti apa-apa tanpa karunia dan anugerah-Mu…”.

D. Membaca Lafadz Tahlil

Dzikir berarti mengigat, menyebut atau mengagungkan Allah dengan mengulang–ulang salah satu namanya atau kalmat keagungannya. Zikir yang hakiki adalah sebuah keadaan spiritual dimana seorang yang mengugat Allah, memusatkan segenap kekuatan fisik dan spiritualnya kepada Allah, sehinga seluruh

(61)

wujudnya bisa bersatu dengan Yang Maha Mutlak.

Dzikir yang paling utama ialah dzikir dengan mengucap kalimat “Laa ilaaha illallaah”. Kalimat tahlil ini mengandung makna pengakuan akan keesaan Allah dan penihilan hal-hal lain selain Allah. Baca bacaan dzikir dengan ikhlas karena hal ini merupakan kekuatan pembersihan hati, dan baca dengan benar dengan penuh kesungguhan. Memahami setiap kata-kata dzikir dengan satu hati di setiap ketukan irama dzikir. Para pelaku tasawuf mengamalkan lafadz tahlil ini dengan berbagai metode sesuai dengan aliran Thoriqot yang mereka anut. Disini kami hanya memberikan suatu contoh amalan dzikir dengan kalimat tahlil yang kami amalkan sebagai alternatif untuk dicoba oleh pembaca.

Dzikir dengan penolakan (Laa ilaaha) dan pembenaran (illa Allah), dalam tradisi

(62)

Masyaikh Naqsyabandi, mensyaratkan pelaku dzikir untuk menutup matanya, menutup mulutnya, menekan giginya, melekatkan lidahnya ke langit-langit mulutnya, dan menahan (mengatur) napasnya. Dia harus membaca dzikir itu melalui hatinya, dengan penolakan dan pembenaran, memulainya dengan kata LAA ("Tidak"). Dia mengangkat "Tidak" ini dari titik (dua jari) di bawah pusar kepada otaknya. Ketika mencapai otaknya kata "Tidak" mengeluarkan kata ILAAHA ("sesembahan"), bergerak dari otaknya ke bahu Kanan, dan kemudian ke bahu Kiri di mana dia menabrak hatinya dengan ILLALLAH ("kecuali Allah").

Ketika kata itu mengenai hatinya, energi dan panasnya menjalar/memancar ke sekujur tubuhnya. Sang pelaku dzikir yang telah menyangkal semua yang berada di dunia ini dengan kata-kata LAA ILAAHA, membenarkan

(63)

dengan kata-kata ILLALLAH bahwa semua yang ada telah dilenyapkan di Hadirat Ilahi.

Cara berdzikir di atas hanyalah merupakan salah satu alternatif dzikir yang bisa anda coba. Selebihnya kami menyerahkan sepenuhnya kepada pembaca, metode atau aliran dzikir apa yang anda rasa lebih menyentuh di hati dan dirasakan lebih mantap.

Nabi Muhammad SAW bersabda :

“Iman yang paling baik adalah hendaknya kamu yakin bahwa Allah menyaksikanmu dimana saja kamu berada (HR. Al Thabrani).

Jadi, yang terpenting dalam berdzikir adalah merenungi arti asma Allah yang dilafadzkan, yaitu Dzat yang tidak memiliki sekutu dan sesungguhnya Dia senantiasa hadir dan melihat serta Maha Mengetahui segala sesuatu.

(64)

3

TAHAPAN PELAKSANAAN TAFAKUR

A. TAHAP RELAKSASI DAN PELEPASAN

PIKIRAN

Fungsi dari relaksasi dan pelepasan pikiran bukanlah berarti pengosongan pikiran sebagaimana pada praktek meditasi pada umumnya. Hal ini kita lakukan sebagai bentuk pemasrahan total kepada Allah (tawakal) dengan mengesampingkan ego pribadi, kepandaian kita, keberhasilan kita, bahkan dosa-dosa dan kegagalan kita. Bukan berarti kita merasa bebas dari dosa tapi kita berusaha untuk “menghadap” Allah tanpa beban duniawi atau kita “menghadap” Allah dalam keadaan suci hati dan pikiran.

Relaksasi yaitu keheningan total, kemampuan untuk melampaui pikiran, waktu,

(65)

ruang, dengan mencapai momen kedamaian dan ketentraman jiwa dan pikiran supaya konsentrasi penuh pada satu titik agar bisa bertafakur dengan baik dan sesuai apa yang diharapkan. Adapun fungsi relaksasi, adalah: membuat individu mampu menghindari reaksi yang berlebihan karena stress, mengurangi tingkat kecemasan, dan mengurangi kelelahan aktivitas mental. Hal ini diperlukan karena aktifitas tafakur adalah aktifitas yang memakan waktu relatif lama sehingga kita kondisikan pikiran kita tidak terbebani dengan kelelahan dan stress. Banyak pelaku dzikir yang berhenti karena mereka merasa bosan dan lelah. Hal ini terjadi karena mereka tidak “lepas” ketika melakukannya.

Kita berusaha untuk tidak menuruti pikiran yang menumpuk dan melekat pada kehidupan kita sehari-hari. Kita lepaskan segala beban pikiran dan kegelisahan hati. Di

(66)

kehidupan kita sehari-hari kita harus membawa beban berupa pekerjaan, keluarga, masalah pribadi, dan masih banyak lagi yang lainnya. Sebagai bentuk persiapan pelepasan pikiran, beban pikiran tersebut tidaklah diperlukan. Jadi, dalam persiapan tafakur tinjaulah apakah anda dapat membongkar muatan sebanyak mungkin. Pikirkan segala hal ini sebagai beban, bobot berat yang menghimpit anda. Kemudian anda akan mempunyai sikap yang benar untuk melepas segala hal ini, meninggalkan mereka dengan bebas tanpa melihat ke belakang. Usaha, sikap, gerakan pikiran yang condong pada pelepasan, akan mengarahkan anda ke dalam tafakur yang mendalam. Perkuatlah kemauan untuk memasrahkan segala hal, dan sedikit demi sedikit pelepasan akan terjadi. Ketika anda memasrahkan segala hal dalam pikiran anda maka anda akan merasa lebih ringan, tak

(67)

berbeban dan bebas. Lakukanlah semuanya itu secara bertahap, langkah demi langkah.

Meninggalkan masa lalu berarti tidak memikirkan pekerjaan, keluarga, komitmen-komitmen, tanggung jawab-tanggung jawab, sejarah hidup, masa-masa baik maupun buruk yang anda alami. Anda meninggalkan semua pengalaman masa lalu dengan tidak memperlihatkan minat padanya sama sekali. Anda menjadi seseorang yang tanpa sejarah hidup selama anda bertafakur. Anda bahkan tidak berpikir dari mana anda berasal, di mana anda dilahirkan, siapa orang tua anda atau bagaimana anda dulu diasuh. Semua sejarah hidup ditinggalkan. Bila anda meninggalkan semua sejarah hidup tersebut maka anda bebas. Kita berusaha membebaskan diri kita dari berbagai keprihatinan dan pemikiran yang membatasi dan menghentikan kita dalam berusaha meraih

(68)

kedamaian yang timbul dari pelepasan. Jadi setiap "bagian" dari sejarah hidup anda akhirnya dilepas, bahkan ingatan mengenai apa yang terjadi pada diri anda sesaat yang lalu. Dengan begini, anda tidak membawa beban dari masa lalu ke dalam masa kini. Apapun yang telah terjadi, anda tidak lagi berminat padanya dan anda melepaskannya. Anda tidak membiarkan masa lalu berkumandang dalam pikiran anda.

Beberapa orang mempunyai pandangan bahwa bila mereka mengambil masa lalu untuk perenungan, mereka dapat belajar sesuatu dari masalah-masalah masa lalu. Namun, anda harus mengerti bahwa sewaktu anda menatap masa lalu, anda bagaimanapun juga melihat melalui lensa yang terdistorsi. Bagaimanapun itu anda pikirkan, sebenarnya itu tidak sungguh-sungguh demikian! Inilah mengapa orang-orang berdebat mengenai apa yang sesungguhnya terjadi,

(69)

bahkan beberapa saat yang lalu. Sebagai contoh seorang polisi yang menyelidiki kecelakaan lalu lintas. Walaupun kecelakaan tersebut mungkin baru terjadi setengah jam yang lalu, dari dua saksi mata yang berbeda dan sama-sama jujur, mereka mungkin akan memberikan informasi yang berbeda. Ingatan kita tak dapat dipercaya. Bila anda mempertimbangkan betapa tidak terpercayanya ingatan, maka anda tak akan terlalu mengandalkan pemikiran tentang masa lalu dan anda akan melepaskannya. Anda dapat menguburnya, sebagaimana anda mengubur orang yang telah meninggal. Anda menaruhnya dalam peti mati kemudian menguburnya, dan berakhirlah sudah, selesai. Jangan lekat pada masa lalu. Jangan anda menyusahkan diri sendiri dengan beban berat yang bukan benar-benar milik anda. Biarkan semua masa lalu lewat dan anda punya kemampuan untuk bebas pada saat

(70)

kini. Lepaskan juga, antisipasi, kekhawatiran, rencana-rencana, dan pengharapan untuk masa depan. Apapun yang anda bayangkan, itu akan selalu sesuatu yang berbeda. Masa depan ini diakui oleh orang yang arif sebagai sesuatu yang tak pasti, tak diketahui dan sangat tak terduga. Merupakan kesia-siaan besar dari waktu anda untuk memikirkan masa depan di dalam tafakur.

Bila anda telah berhasil melepaskan pikiran-pikiran anda, maka kita bisa mulai tahap berikutnya yang lebih tertuju pada nafas dan mengikuti nafas tersebut dari saat ke saat tanpa henti. Seringkali terjadi bahwa para pelaku tafakur memulai olah pernafasan sewaktu pikiran mereka masih berlompat-lompat antara masa lalu dan masa depan, dan sewaktu kesadaran sedang ditenggelamkan oleh komentar hati. Dengan tiada persiapan mereka mendapati bahwa olah pernafasan itu begitu sulit, bahkan mustahil dan

(71)

menyerah dalam keputusasaan. Mereka menyerah oleh sebab mereka tidak memulai pada tempat yang benar. Mereka tidak melakukan pekerjaan awal sebelum mengambil nafas sebagai pusat perhatian mereka. Namun, bila pikiran telah dipersiapkan secara baik dengan menyelesaikan dua tahap pertama ini maka anda akan temukan sewaktu anda beralih ke nafas, anda dapat menetapkan perhatian anda padanya dengan mudah. Bila anda kesulitan untuk menjaga perhatian pada nafas anda maka ini adalah sebuah tanda bahwa anda tergesa-gesa dalam dua tahap pertama. Kesabaran adalah jalan tercepat.

B. TATA NAFAS

Sewaktu anda mulai menata nafas, anda mengacu pada nafas yang tengah anda alami saat

(72)

sekarang. Anda sekedar mengikuti saja aliran nafas masuk dan keluar di antaranya. Beberapa guru menganjurkan agar memperhatikan dan mengkonsentrasikan nafas di beberapa bagian tubuh, misalnya di ujung hidung, di perut, dan ke arah-arah tertentu dari tubuh. Kami temukan lewat pengalaman bahwa tidak masalah di mana anda memperhatikan nafas. Kenyataannya lebih baik tidak melokasikan nafas di manapun! Bila anda melokasikan nafas di ujung hidung maka itu menjadi kesadaran hidung, bukan kesadaran nafas, dan bila anda melokasikannya di perut maka itu menjadi kesadaran perut. Coba ajukan pada diri anda pertanyaan ini sekarang "Apakah saya sedang menarik nafas ataukah mengeluarkan nafas? Bagaimana anda tahu? Pengalaman itu yang memberitahu anda apa yang nafas sedang lakukan, itulah apa yang anda pusatkan dalam pernafasan.

(73)

Syeh Naqsyabandi berkata, "Thariqat ini dibangun di atas (dengan pondasi) napas. Jadi adalah sebuah keharusan untuk semua orang menjaga napasnya di kala menghirup dan membuang napas, dan selanjutnya untuk menjaga napasnya dalam jangka waktu antara menghirup dan membuang napasnya. Dzikir mengalir dalam tubuh setiap makhluk hidup oleh keharusan (kebutuhan) napas mereka bahkan tanpa kehendak sebagai sebuah tanda/peragaan ketaatan, yang adalah bagian dari penciptaan mereka.”

Penghalang yang umum pada tahap ini adalah kecenderungan untuk mengendalikan pernafasan, dan ini membuat pernafasan tidak nyaman. Untuk mengatasi penghalang ini, bayangkan bahwa anda hanyalah seorang penumpang dalam sebuah mobil yang melihat nafas melalui jendela mobil anda. Anda bukanlah

(74)

si pengemudi, jadi berhentilah mengendalikan dan memberikan perintah-perintah, lepaskan dan nikmati saja perjalanannya. Biarkan nafas mengalir tanpa campur tangan anda dan anda sekadar memperhatikannya tanpa ikut campur.

Perhatian terus-menerus pada nafas. Ini lebih menenangkan daripada tahap sebelumnya. Untuk melangkah lebih jauh, anda sekarang lebih memberikan perhatian terus-menerus sepenuhnya pada nafas. Perhatikan setiap aliran keluar masuknya nafas satu per satu tanpa terlewat satupun. Rasakanlah aliran itu. Anda mengetahui nafas-masuk pada saat yang paling awal, sewaktu sensasi pertama dari nafas-masuk muncul. Kemudian anda mengamati sensasi-sensasi tersebut berkembang secara bertahap di sepanjang seluruh nafas-masuk, tak terlewat bahkan satu saat pun dari nafas-masuk. Ketika nafas-masuk tersebut selesai, anda mengetahui

(75)

saat tersebut, anda melihat dalam pikiran anda pergerakan terakhir dari nafas-masuk. Anda kemudian melihat saat berikutnya sebagai sebuah jeda di antara nafas, dan kemudian banyak jeda-jeda lainnya sampai nafas-keluar dimulai. Anda melihat saat pertama dari keluar dan tiap sensasi berikutnya ketika nafas-keluar berjalan, sampai nafas-nafas-keluar lenyap sewaktu fungsinya selesai. Semua ini dilakukan dalam kesunyian.

Anda mengalami setiap bagian dari tiap nafas-masuk dan nafas-keluar, secara terus-menerus selama beratus-ratus nafas berturut-turut. Anda hanya dapat mencapai tingkat keheningan ini dengan melepas segalanya di seluruh jagad raya, kecuali pengalaman sesaat dari nafas ini yang terjadi secara sunyi sekarang. Bukan "Anda" yang berhasil mencapai tahap ini; pikiran anda lah yang mencapai tahap ini.

(76)

Pikiran melakukan pekerjaannya sendiri. Pikiran mengenali tahap ini sebagai ketenangan yang sangat damai dan menyenangkan, sendirian saja bersama nafas. Inilah di mana si "pelaku", bagian utama dari ego seseorang, mulai lenyap.

Menurut Maulana Abdul Khaliq al-Ghujdawani : "Misi paling penting bagi pejalan dalam thariqat ini adalah menjaga napasnya, dan dia yang tidak dapat menjaga napasnya, akan dikatakan tentang orang itu, 'dia telah tersesat/kehilangan dirinya. Memelihara napasmu dari kelalaian akan membawa mu kepada Hadirat sempurna, dan Hadirat sempurna akan membawamu kepada Penampakan (Visi) sempurna, dan Penampakan sempurna akan membawamu kepada Hadirat (Manifestasi) Asma-ul husna Allah yang sempurna. Allah membimbingmu kepada Hadirat Asma-ul

(77)

husna-Nya, karena dikatakan bahwa, "Asma Allah adalah sebanyak napas makhluk. Pejalan yang bijak harus menjaga napasnya dari kelalaian, seiring dengan masuk dan keluarnya napas, dengan demikian menjaga hatinya selalu dalam Hadirat Ilahi; dan dia harus menghidupkan napasnya dengan ibadah dan pengabdian dan mempersembahkankan pengabdiannya itu kepada Rabbnya dengan segenap hidupnya, karena setiap napas yang dihisap dan dihembuskan dengan Hadirat adalah hidup dan tersambung dengan Hadirat Ilahi. Setiap napas yang dihirup dan dihembuskan dengan kelalaian adalah mati dan terputus dari Hadirat Ilahi."

Untuk mempermudah anda memahami cara mengatur dan memperhatikan nafas, anda bisa mencoba cara ini. Menghirup melalui hidung dengan berdzikir "Laa ilaaha illallaah", bayangkan cahaya putih memasuki tubuh

(78)

melalui perut. Menghembus melalui hidung sambil berdzikir "Allahu Akbar", bayangkan sebuah cahaya hitam keluar dari badan sebagai perwujudan semua dosa kita dikuras / didorong keluar dari diri kita. Selanjutnya mulai menata irama nafas khusus. Nafas ditarik dalam-dalam, jangan tergesa dan kasar, lakukan dengan cara yang lembut, namun kuat dan sepanjang-panjangnya nafas hingga habis. Rasakan nafas mulai memenuhi puser kemudian semakin penuh naik hingga ke dada terasa penuh sesak lalu rasakan semakin naik hingga ke cethak atau langit-langit mulut, terus naik lagi hingga ke ubun-ubun kepala. Proses masuknya nafas memenuhi puser hingga ke ubun-ubun dilakukan dalam sekali tarikan nafas. Memakan waktu antara 4-7 detik. Atau dalam hitungan normal dari angka ke 1 hingga ke 7. Setelah nafas mencapai ubun-ubun tahan sebentar dalam

(79)

hitungan 7 detik lalu keluarkan nafas melalui mulut dalam hitungan 4 atau dalam waktu 4 detik. Prinsipnya jumlah tarikan nafas harus selalu lebih besar dibanding keluarnya nafas. Rasakan pula saat menahan nafas di ubun-ubun, pada awalnya terasa ringan lalu semakin lama semakin berat, jika sudah terasa berat sekali kemudian lepaskan pelan-pelan seolah menurunkan beban yang mudah pecah. Tahap nafas berikutnya yaitu dengan mengatur keluar masuk nafas yang panjang, rileks dan penuh kesabaran, tidak terburu-buru. Keluar masuknya nafas benar-benar dirasakan sebagai energi hidup sembari melafadzkan asma Allah dalam hati.

Setelah nafas mulai tertata stabil, kita mulai memasuki tahapan berikutnya yaitu menata pikiran dengan Muraqabah dan Mujahadah

(80)

C. MURAQABAH DAN MUJAHADAH

Muraqabah ialah konsentasi penuh waspada dengan segenap kekuatan jiwa, pikiran dan imajinasi serta pemeriksaan yang denaganya sang hamba mengawasi dirinya sendiri secara cermat. Selam muraqabah berlangsung sang hamba mengamati bagaimana Allah wujud dengan jelas dalam kosmos dan dalam dirinya sendiri. Para penempuh jalan rohani merasakan bahwa muraqabah dalam hati menyebabkan dipeliharanya tingkah laku lahiriahnya. Barangsiapa yang merasakan bermuraqabah secara terus menerus niscaya Allah akan memeliharanya pada waktu sendirian maupun ditenggah orang banyak. Muraqabah juga merupakan kontinuitas pengetahuan, kesadaran dan kenyakinan seseorang bahwa Allah selalu melihat dan mengawasi keadaannya baik batiniah maupun ruhaniah.

(81)

Anda akan temukan bahwa kemajuan terjadi tanpa usaha pada tahap tata nafas.. Anda hanya harus menyingkir dari jalan, melepas, dan memperhatikan itu semua terjadi. Pikiran akan secara otomatis condong, hanya bila anda membiarkannya, ke arah penyatuan yang sangat sederhana, damai dan nikmat yaitu sendirian bersama satu hal, sendirian saja bersama nafas dalam masing-masing dan tiap-tiap saat. Inilah penyatuan pikiran, penyatuan dalam saat kini, penyatuan dalam keheningan.

Imam Al Ghazali berkata :

“Maka obat dalam menghadirkan hati adalah menolak goresan-goresan hati itu, dan sesuatu itu tidaklah tertolak selain dengan menolak sebabnya. Maka hendaklah kami ketahui sebabnya. Dan sebab datangnya goresan-goresan hati itu ada kalanya urusan luar atau utusan di dalam dzatnya secara batin”.

(82)

Ketika anda sekadar menjaga penyatuan kesadaran ini, dengan tidak ikut campur, nafas akan mulai melenyap. Nafas tampak berangsur pudar ketika pikiran sebaliknya berpusat pada apa yang berada di tengah pengalaman akan nafas, yaitu kedamaian, kebebasan dan kebahagiaan yang menakjubkan.

Pada tahap ini pikiran mengenali bahwa nafas damai ini luar biasa indahnya. Anda sadar akan nafas yang indah ini secara terus-menerus, saat demi saat, tanpa ada jeda dalam rantai pengalaman. Anda hanya sadar akan nafas yang indah itu, tanpa usaha, dan selama waktu yang sangat panjang.

Sekarang anda biarkan nafas lenyap dan yang tertinggal hanyalah "yang indah". Keindahan tak berwujud menjadi satu-satunya objek pikiran. Pikiran sekarang mengambil objeknya sendiri. Anda sekarang sama sekali

(83)

tidak sadar akan nafas, tubuh, pikiran, suara atau dunia di luar. Apa yang anda sadari hanyalah keindahan, kedamaian, kebahagiaan, cahaya atau apapun anda nanti menyebutnya. Anda mengalami hanya keindahan, dengan tiada sesuatupun yang indah, secara terus-menerus, tanpa usaha. Anda telah lama melepas ocehan hati, melepas penggambaran hati dan penilaian. Di sini, pikiran begitu heningnya hingga anda tak dapat berkata apapun.

Anda baru saja mengalami berbunganya kebahagiaan yang pertama dalam pikiran. Kebahagiaan yang akan berkembang, tumbuh, menjadi sangat kokoh dan kuat.

Dengan mata terpejam, konsentrasi difokuskan pada satu titik yakni pangkal hidung, letaknya di antara ke dua belah mata. Di situ bisa langsung tampak ada cahaya atau sinar mencorong/terang mencolok biasanya berwarna

(84)

putih kekuningan. Bila cahaya tersebut belum muncul dan masih tampak gelap gulita, anda harus bersabar, tunggu beberapa saat hingga cahaya muncul sedikit demi sedikit lalu berubah menjadi semakin terang bahkan bisa sangat menyilaukan. Tetaplah jaga nafas anda tetap lembut dan panjang. Lama-kelamaan cahaya kuning terang semu keputihan semakin terang, pusatkan konsentrasi pada cahaya tersebut. Tunggu dengan sabar dan rilek hingga akan muncul gambaran seperti lorong. Tugas anda bergerak mengikuti lorong tersebut dengan perasaan. Pergerakan dikomando oleh kehendak rasa. Nantinya lorong akan seperti berkelok melengkung-lengkung namun bukan menikung tajam. Lorong itu akan berujung pada wahana ruang yang sangat terang benderang. Ketika anda sudah sampai disitu, proses penemuan kebenaran

(85)

sudah bisa dimulai. Pada tahapan inilah kita masuk ke tahap mujahadah.

Mujahadah, yaitu perjuangan dan upaya spiritual melawan hawa nafsu dan berbagai kecenderungan jiwa rendah. Mujahadah adalah perang terus menerus yang disebut dengan perang besar (jihad al-akbar). Perang ini menggunakan berbagai senjata samawi berupa mengigat Allah. Mereka yang sudah matang dalam menempuh jalan spiritual, yang sudah dekat atau mengenal Allah mengatakan bahwa mujahadah adalah permainan anak-anak. Sedangkan pekerjakan orang dewasa adalah pengetahuan ilahi. Dalam tahapan ini kita berusaha untuk tetap mengendalikan keinginan. Dengan terkendalinya keinginan-keinginan dan nafsu, maka kebenaran akan mengalir memasuki hati kita dengan lancar dan murni. Ini adalah perjuangan yang tidak mudah

Referensi

Dokumen terkait

Tidak ada kata terlambat untuk memulai ART, walaupun kita harus sadar bahwa harapan hidup orang yang mulai ART pada tahap AIDS sangat lanjut mungkin tidak sama dengan orang yang

Selanjutnya peserta tersebut diatas berhak mengikuti proses seleksi tahap berikutnya. Demikian disampaikan, atas perhatiannya diucapkan

pada panggilan pertama dengan alasan yang dapat dipertanggung-jawabkan, akan dipanggil lagi pada PLPG tahap berikutnya selama rombel mata.. pelajaran yang relevan masih tersedia

Setiap tahap dalam langkah-langkah seleksi dapat diperoleh informasi yang menentukan berhasil tidaknya seorang calon karyawan untuk mengikuti proses seleksi

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Pembahas dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk melanjutkan penyusunan Tesis tahap berikutnya di

Treshold yang berimplikasi pada kebolehan atau ketidakbolehan suatu partai untuk mengikuti pemilu berikutnya, tidak berhasil mengurangi peserta pemilu secara substansial

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di atas bahwa penulis berhasil merangkum beberapa kesimpulan mulai dari tahap analisa masalah, perancangan, hingga tahap pengembangan yang telah

SAA 37 54,41% MB Persentase Klasikal 50% dengan kriteria Mulai Berkembang Berdasarkan tahap pengembangan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak melalui