• Tidak ada hasil yang ditemukan

e-journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No 1 Tahun 2015)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "e-journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No 1 Tahun 2015)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL DIRECT INSTRUCTION BERBANTUAN MEDIA PUZZLE

UNTUK MENINGKATKAN PERKEMBANGAN MENGENAL

BENTUK GEOMETRI ANAK KELOMPOK B3 TK

KEMALA BHAYANGKARI 1 DENPASAR

Devika Martiana1, I Komang Ngr Wiyasa2, I Gusti Agung Oka Negara3

1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, FIP Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: devika.effendi@yahoo.com1,komang.wiyasa@yahoo.com2, Igustiagungokanegara@yahoo.co.id3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan perkembangan mengenal bentuk geometri setelah menerapkan model direct instruction dengan media puzzle pada anak kelompok B3 semester genap di TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar tahun ajaran 2014/2015. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dalam 2 siklus. Subjek penelitian ini adalah 18 anak kelompok B3 semester genap TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar tahun ajaran 2014/2015 yang terdiri dari 9 anak laki-laki dan 9 anak perempuan. Data penelitian tentang peningkatan perkembangan mengenal bentuk geometri menggunakan model Direct Instruction dikumpulkan melalui metode observasi dengan instrument berupa lembar observasi. Data dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan analisis statistik kuantitatif. Berdasarkan analisis data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan perkembangan mengenal bentuk geometri anak kelompok B3 dengan media puzzle pada siklus I mencapai 58% dan berada pada kategori rendah. Pada siklus II rata-rata perkembangan mengenal bentuk geometri mencapai 80% dan berada pada kategori tinggi. Jadi, terjadi peningkatan perkembangan mengenal bentuk geometri dengan media puzzle dari siklus I ke siklus II sebesar 22%.

Kata Kunci: direct instruction, puzzle, geometri.

Abstract

This study aimed to determine the improvement to knowing shapes of geometry development after applying the model direct instruction with a puzzle media in children group B3 at TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar, at second semester of study year 2014/2015. This study is typically a Classroom Action Research (CAR) which is conducted in two cycles, the subject of this study were children in group B3 TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar at second semester of study year 2014/2015 with total 18 number consisting of 9 male children and 9 female children. Research data on the increase to knowing shapes of geometry development using models direct instruction with instrument such as the observation sheet. Data were analyzed using descriptive statistic method and quantitative descriptive statistic method. Based on the analysis of the data showed that an increase to knowing shapes of geometry development of children’s group B3 with puzzle media on the first cycle of 58% in the low category and to knowing shapes of geometry development on the second cycle increase to 80% in the high category. So an increase in to knowing shapes of geometry development with puzzle media at 22%.

(2)

PENDAHULUAN

Masa peka atau golden age terjadi pada usia dini seorang anak. Maka dari itu pemberian rangsangan yang baik akan membuat pertumbuhan anak menjadi baik pula. Yamin dan Jamilah (2013:1) menyatakan bahwa rentang anak usia dini dari lahir sampai usia enam tahun adalah usia kritis sekaligus strategis dalam proses pendidikan dan dapat mempengaruhi proses serta hasil pendidikan seseorang selanjutnya artinya pada periode ini merupakan periode kondusif untuk menumbuh kembangkan berbagai perkembangan, kecerdasan, bakat, perkem-bangan fisik, kognitif, bahasa, sosio-emosional dan spiritual.

Perkembangan kognitif merupakan salah satu pengembangan yang harus dioptimalkan. Yamin dan Jamilah (2013) perkembangan kognitif anak usia dini berada pada tahap sensorimotor dan praoperasional. Pada tahap sensorimotor anak masih mengandalkan fungsi sensornya atau alat indranya. Anak belajar mengenal dunia hanya dengan melalui meraba, membau, melihat, mendengar, dan merasakan. Lalu pada tahap praoperasional sudah dimulainya pembentukan konsep secara stabil. Sifat egosentris anak mulai kuat dan kemudian melemah serta keyakinan terhadap hal yang magis terbentuk, anak pada masa ini belum mampu berpikir secara operasional dan perlu benda nyata dalam membangun pengetahuannya, termasuk dalam penget-ahuan mengenal bentuk geometri. Kemam-puan ini masuk dalam perkembangan logika matematika.

Mengembangkan pengetahuan meng-enal bentuk geometri pada anak usia dini sangatlah penting. Anak belajar mengenal bentuk-bentuk dan penataan di lingkungan sekitar. Saat anak bermain dengan balok, cat lukis, menggambar, menggunting ben-tuk-bentuk geometri, mengembalikan balok

ke rak, sebenarnya anak sedang belajar tentang bangun datar dan bangun ruang serta kegunaannya. Pertama anak belajar mengenal bentuk-bentuk sederhana misal-nya lingkaran, segitiga dan persegi. Kedua, anak belajar tentang ciri-ciri dari setiap bentuk geometri. Selanjutnya, anak belajar menerapkan pengetahuannya untuk ber-kreasi membangun dengan bentuk-bentuk geometri. Anak dapat diajak bermain puzzle dengan potongan geometri dengan gambar-gambar puzzle yang berbeda agar anak ti-dak bosan. Puzzle bisa dibuat dari kardus bekas atau bahan-bahan bekas yang lain.

Namun pada kenyataan dilapangan pengetahuan mengenal geometri pada anak usia dini masih belum berkembang dengan maksimal. Anak belum mampu menye-butkan bentuk geometri pada benda nyata disekeliling mereka. Keterbatasan media dan pengetahuan guru dalam mengolah su-mber belajar juga belum terasah secara maksimal.

Permasalahan dalam mengenal bentuk geometri juga terjadi pada siswa di TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar khususnya di kelompok B3. Dari hasil observasi dalam proses pembelajaran dan catatan rangkuman nilai anak menunjukkan bahwa mengenal bentuk geometri pada ke-lompok B3 TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar belum berkembang dengan mak-simal. Ini dikarenakan model pembelajaran yang guru gunakan cenderung monoton sehingga anak menjadi bosan dan tidak fokus. Dalam proses pembelajaran, media yang digunakan juga sangat minim, hanya gambar yang ada di lembar kerja anak, jadi media yang digunakan kurang bervariasi. Dari beberapa sebab-sebab tersebut menyebabkan umpan balik yang anak tunjukkan pada perkembangan mengenal bentuk geometri sangat minim, anak-anak bersikap pasif saat pembelajaran mengenal bentuk geometri.

(3)

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru, Ibu Nyoman Susmiati, S.Pd.AUD pada tanggal 27 Agustus 2014 yang menyatakan bahwa benar dalam proses pembelajaran mengenal geometri, banyak anak-anak yang masih belum mengetahui bentuk-bentuk geometri, hanya beberapa anak yang sudah mampu mengenal bentuk-bentuk geometri. Anak-anak belum mampu menyebutkan bentuk geometri pada benda nyata. Masalah muncul karena beberapa faktor yaitu kurangnya model pembelajaran yang ber-variasi dan media yang terbatas serta kurang kreatifitas guru dalam mengelola media yang menarik, membuat anak-anak tidak tertarik dalam belajar mengenal geometri sehingga anak-anak belum maksimal dalam mendapatkan pengetahuan mengenal bentuk geometri.

Guru perlu mencari dan menerapkan model pembelajaran yang cocok agar permasalahan yang ditemukan dapat di atasi dengan baik. Berangkat dari perma-salahan tersebut peneliti megadakan penelitian tentang penerapan model direct instruction berbantuan media puzzle untuk meningkatkan perkembangan mengenal bentuk geometri pada anak kelompok B3 di semeseter genap TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar tahun ajaran 2014/2015.

Berdasarkan latar belakang, uraian hasil observasi dan wawancara awal dapat dirumuskan masalah sebgai berikut. Apakah penerapan model direct instruction berban-tuan media puzzle dapat meningkatkan perkembangan mengenal bentuk geometri pada anak kelompok B3 semester genap di TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar Tahun Ajaran 2014/2015?

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan perkembangan mengenal bentuk geometri setelah penerapan model direct instruction berbantuan media puzzle pada anak kelom-pok B3 semester genap di TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar pada tahun ajaran 2014/2015.

Kardi (dalam Trianto, 2009:43) mengemukakan bahwa pengajaran

langsu-ng dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktik, dan kerja kelompok. Pengajaran langsung digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditrans-formasikan langsung oleh guru kepada siswa. Beberapa kelebihan model penga-jaran ini adalah pertama guru dapat menyampaikan isi materi secara langsung dalam waktu yang singkat kepada semua siswa, sehingga guru dapat merancang pembelajaran dengan tepat waktu, kedua mampu diterapkan secara efektif dalam kelas besar maupun kecil, karena pada kelas PAUD merupakan kelas kecil cara ini dapat berjalan dengan efektif, ketiga model ini meningkatkan refleksi guru terhadap cara guru mengajar, jadi guru dapat terus mengevaluasi diri dan terbuka dengan kemampuan guru mengajar, terutama dalam menguasai kelas dengan kreativitas guru, lalu yang keempat model ini dapat digunakan untuk membangun model pembelajaran dalam bidang studi tertentu, salah satu contohnya adalah geometri, guru dapat memberikan pengertian tentang bentuk-bentuk geometri dengan cara bertahap dengan bantuan media puzzle (Jauhar, 2011).

Model pembelajaran ini mempunyai nama-nama yang berbeda, Rosenshine and Stevens (1989) menyebut pembelajaran ini dengan istilah explicit instruction (Arrend, 2012:296).

Jauhar (2011:45) direct instruction banyak diilhami oleh teori belajar sosial yang juga sering disebut belajar melalui observasi. Dasar dari direct instruction ini adalah teori pemodelan tingkah laku oleh Arends. Selain Arends, John Dolard dan Neal Miller serta Albert Bandura menga-takan bahwa sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara efektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Pemikiran dasar model ini adalah siswa belajar dengan mengamati secara selektif, mengingat dan menirukan tingkah laku gurunya. Oleh karena, itu guru harus menghindari menyampaian pengetahuan yang terlalu kompleks. Karena guru merupakan pusat utama pada model direct

(4)

instruction ini maka model pembelajaran ini bersifat teacher center. Kardi dan Nur (Dalam Trianto 2009:52) menyatakan juga bahwa salah satu ciri pembelajaran langsung adalah penerapan strategi modeling. Strategi modeling adalah strategi yang dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa seseorang dapat belajar melalui pengamatan perilaku orang lain. Strategi belajar modeling berangkat dari teori belajar sosial, yang juga disebut belajar melalui observasi atau pengamatan atau menurut Arrend disebut juga teori pemodelan tingkah laku.

Arrend (2012:297) menyatakan “Briefly, direct instruction was designed to promote mastery of skills (procedural knowledge) and factual knowledge that can be taught in step-by-step fashion”. Maksud-nya adalah secara singkat direct instruction adalah model yang dirancang untuk meningkatkan penguasaan keterampilan pengetahuan prosedural dan pengetahuan faktual yang diajarkan dengan cara tahap demi tahap. Jauhar (2011:45) pengetahuan deklaratif artinya adalah pengetahuan tentang sesuatu dan pengetahuan prosedu-ral artinya adalah tentang bagaimana mela-kukan sesuatu.

Adapun kelebihan dan kekurangan model direct instruction menurut Kizlik (2015), antara lain: Kelebihan model direct instruction: target pembelajaran yang sangat spesifik, (2) siswa diberitahu alasan mengapa konten yang sedang diajarkan penting membantu untuk memperjelas tujuan pelajaran, (3) relatif mudah untuk mengukur keuntungan siswa, (4) baik untuk mengajar fakta-fakta spesifik dan keterampilan dasar, (5) metode pembela-jaran yang diterima secara luas. Dan kekurangan model direct instruction: (1) Dapat melumpuhkan kreativitas guru, (2) Membutuhkan persiapan konten teror-ganisir dengan baik dan keterampilan komunikasi lisan yang baik, (3) langkah-langkah harus diikuti dalam rangka ditentukan, (4) mungkin tidak efektif untuk keterampilan berpikir tingkat tinggi,

tergantung pada basis pengetahuan dan keterampilan guru.

Ada 4 tahap utama dalam melaksanakan model direct instruction ini. Berikut 4 tahap-tahap direct instruction menurut Eggen dan Don (2012), antara lain: (1) guru memperkenalkan pelajaran dan mereview pemahaman awal, (2) Keteram-pilan baru disajikan, dijelaskan, dan digam-barkan dengan contoh berkualitastinggi, (3) siswa melatih sendiri keterampilan, (4) sis-wa melatih keterampilan di basis-wah bimbi-ngan guru.

Dalam belajar media sangat diperlukan. Tanpa media siswa akan kesuli-tan menangkap pelajaran dari guru, dan guru pun akan kesulitan dalam menyam-paikan informasi yang tepat kepada siswa. Dengan adanya media kesululitan-kesulitan tersebut akan dapat dihindari dan proses belajar mengajar dapat berlangsung secara optimal.

Menurut Gerlach & Ely (dalam Latif dkk, 2013 : 151) menyatakan “media adalah bila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan keteram-pilan, atau sikap”. Menurut Rossi dan Breidle (dalam Sanjaya, 2011:163) “mengemukakan bahwa media pembe-lajaran adalah seluruh alat atau bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya”.

Manfaat media menurut Kemp dan Dayton (dalam Latif dkk, 2013:166) antara lain: (1) penyampaian pesan lebih terstan-dar, (2) proses belajar mengajar akan lebih menarik, (3) pembelajaran akan lebih inter-aktif, (4) efesiensi waktu pembelajaran ber-jalan dengan baik, (5) kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan, (6) proses belajar me-ngajar dapat berjalan dimanapun dan ka-panpun diperlukan, (7) sikap positif siswa terhadap materi pelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan, (8) peran-an guru menjadi lebih positif.

Puzzle merupakan salah satu permainan anak-anak yang sudah tidak

(5)

asing lagi bagi kita. Puzzle hadir dengan berbagai bentuk, gambar, warna dan bahan pembuatnya. Puzzle dapat meningkatkan perkembangan kognitif dan juga motorik halus. Ismail (2006) Puzzle adalah permai-nan menyusun gambar atau benda yang te-lah dipecah dalam beberapa bagian. Puzzle memiliki manfaat untuk melatih intelegensi anak dan melatih koordinasi mata dan ta-ngan.

Pendapat serupa juga ditunjukkan oleh Rinaldi (2014) yang menyatakan bahwa permainan bongkar pasang (puzzle) merupakan suatu permainan yang banyak disukai anak-anak. Menyatukan potongan-potongan benda menjadi bentuk utuh dan menghasilkan sebuah gambar utuh yang bisa dipahami, tahap ini merupakan tahap kognitif pertama.

Menurut Kusmayadi (2011:97) manfaat bermain puzzle bagi anak, antara lain: (1) mengasah otak anak, (2) melatih koordinasi mata dan tangan, (3) melatih membaca, (4) melatih nalar, (5) melatih kesabaran, (6) mendapat pengetahuan.

Rimm (1997) Pada usia dini lingkup penguasaan mengenai geometri hanya berada pada bentuk segitiga, lingkaran, bujur sangkar, dan segi empat.

Runtukahu dan Selpius (2014) menyatakan bahwa geometri berasal dari bahasa Yunani ‘ge’ artinya bumi dan ‘metrein’ artinya mengukur. Pada masa lalu geometri digunakan untuk mengukur bumi. Pada saat ini geometri adalah studi tentang bangun datar dan bangun ruang dan hubungan-hubungannya.

Pada anak usia dini perkembangan mengenal bentuk geometri mempunyai lingkup penilaian yaitu menyebutkan benda yang berbentuk geometri dan mengelompokkan lingkaran, segitiga, dan segi empat (Yus, 2011:51). Geometri sangat berkaitan dengan bentuk, bentuk adalah salah satu konsep paling awal yang harus dikuasi. Anak dapat membedakan benda-benda disekitar mereka berdasarkan bentuk lebih dahulu sebelum berdasarkan ciri-ciri lainnya (Aisyah dkk, 2008:5.33).

Runtukahu dan Selpius (2014:150) menyatakan, “anak-anak usia TK mengem-bangkan pengertian geometri dari konsep topologi. Topologi adalah studi tentang geometri kualitatif tanpa bilangan atau pengukuran. Persepsi spasial seperti ‘di luar dan di dalam’, ‘terpisah’, ‘tertutup dan terbuka’, ‘di antara’, semuanya dikembang-kan dari topologi”. Dalam topologi adikembang-kan dibahas antara lain tentang kurva. Dari konsep kurva akan dikembangakan konsep garis dan titik, selanjutnya konsep garis dan titik akan dilanjutkan pada konsep tentang arah.

Berdasarkan paparan di atas, mengenai model direct instruction berban-tuan media puzzle untuk meningkat perkem-bangan mengenal bentuk geometri, maka untuk itulah pada kesempatan ini dirancang sebuah penelitian tindakan kelas (PTK) yang berjudul “penerapan model direct instruction berbantuan media puzzle untuk meningkatkan perkembangan mengenal bentuk geometri pada anak kelompok B3 Semester Genap di TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar Tahun Ajaran 2014/2015”.

METODE

Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan pada anak kelompok B3 TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar semester genap tahun ajaran 2014/2015 yang terletak di Jalan W.R Supratman No.9 Denpasar Utara. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa B3 semester genap di TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar tahun ajaran 2014/2015 berjumlah 18 orang yang terdiri dari 9 orang laki-laki dan 9 orang perem-puan. Adapun objek penelitian ini adalah perkembangan mengenal bentuk geometri.

Penelitian tindakan kelas atau Classroom Action Research (CAR) merupakan penelitian yang bersifat aplikasi (terapan), terbatas, segera, dan hasilnya untuk memperbaiki dan menyempurnakan program pembelajaran yang sedang berjalan (Agung, 2012:24).

Dalam penelitian tindakan kelas (PTK) ini mengacu pada teori yang dikemukakan

(6)

oleh Kemmis dan McTaggrat (Agung, 2010:6-7). Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari empat tahapan yaitu: rencana, tindakan, observasi, dan refleksi. Empat tahapan itu terdapat dalam satu siklus. Siklus tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

(Agung, 2010 : 6)

Gambar 1: Gambar Model Penelitian Tindakan Kelas

Penjelasan setiap tahap diuraikan sebagai berikut. (1) Perencanaan. Proses perencanaan tindakan meliputi beberapa kegi-atan, antara lain: menyusun jdal penelitian dan berkonsultasi dengan pihak sekolah khususnya guru kelompok B3, mengobservasi keadaan anak, menga-nalisis bahan pembelajaran, membuat RKM berdasarkan peta konsep sesuai tema pembelajaran saat diadakannya penelitian, lalu membuat peta konsep harian setelah itu membuat RKH, selanjutnya menyiapkkan media berupa puzzle dengan tema dan lembar tugas untuk anak, meyiapkan innstrumen penelitian berupa lembar observasi; (2) Pelaksanaan tindakan. Dalam model direct instruction berbantuan media puzzle pada siswa kelompok B3 semester genap di TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar dilaksanakan sesuai dengan tahapan yang telah dirancang sebelumnya. Tahapan atau sintaks yang dilakukan antara lain: (a) tahap orientasi, guru dalam kegiatan pembukaan menjelaskan topik dan

materi yang dibahas pada hari tersebut, disertai penjelasan mengenai bentuk-bentuk geometri dengan contoh benda-benda disekitar anak, (b) tahap presentasi, guru menjelaskan materi dengan menggunakan puzzle geometri, dan menjelaskan bentuk-bentuk potongan pada puzzle tersebut. Serta guru menjelaskan cara mengerjakan puzzle sehingga menjadi bentuk yang utuh, (c) tahap latihan terstruktur, guru membe-rikan anak kesempatan untuk mengerjakan puzzle-puzzle yang telah disediakan dengan panduan dari guru, (d) tahap latihan terbimbing, guru memberikan kesempatan anak untuk mengerjakan puzzle dengan sedikit memberikan panduan dan membe-baskan anak mengerjakan puzzle dengan perkembangannya, (d) tahap latihan man-diri, guru dengan sepenuhnya memberikan anak tugas mengerjakan puzzle tanpa bantuan guru dan guru dapat memberikan kesempatan anak untuk menjelaskan materi (bentuk geometri) yang telah dijelaskan dan dikerjakan sebelumya; (3) Observasi. Pada tahap ini dilakukan observasi pelaksanaan siklus. Pada penelitian yang bertindak sebagai observer adalah guru kelas karena peneliti berkolaborasi dengan guru kelas. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini antara lain peneliti mengobservasi secara langsung proses pembelajaran sesuai dengan indikator dan langkah-langkah model direct instruction berbantuan media puzzle dan memberikan penilaian terhadap perkembangan mengenal bentuk geometri anak sesuai dengan indikator penilaian dengan memberikan skor berupa symbol bintang; (4) Refleksi. Refleksi berguna untuk merenungkan dan mengakaji hasil tindakan pada siklus I, dan mencari alternatif tindakan yang lebih efektif dan dapat digunakan dalam meningkatkan per-kembangan mengenal bentuk geometri siswa kelompok B3 semester genap di TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar. Hasil rata-rata yang diperoleh dari siklus I pada penelitian ini sebesar 58% yang menunjukkan bahwa perkembangan mengenal bentuk geometri anak masih belum berkembang secara maksimal. Dari

(7)

hasil penelitian siklus I ini peneliti belum puas dan juga belum memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, oleh karena itu penelitian ini dilanjutkan ke siklus II, untuk mencapai peningkatan pada perkembangan mengenal bentuk geometri pada anak kelompok B3 semester genap di TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar. Dan pada siklus II hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan adanya perubahan pada perkembangan mengenal bentuk geometri, yaitu perkemba-ngan mengenal bentuk geometri meningkat menjadi tinggi. Anak – anak sudah mengetahui bentuk-benuk dasar geometri yaitu lingkaran, persegi dan segitiga, anak – anak juga sudah mulai paham perbedaan diantara bentuk – bentuk tersebut. Refleksi berguna mengkaji hasil tindakan pada siklus II, karena hasil yang diperoleh sudah memuaskan dan telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan maka penelitian tindakan kelas ini dihentikan sampai siklus II.

Data mengenai perkembangan meng-enal bentuk geometri pada anak kelompok B3 TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar di kumpulkan dengan menggunakan metode observasi. Dimyati (2013 : 92) menyatakan “observasi atau pengamatan adalah proses pengumpulan data penelitian melalui pe-ngamatan terhadap objek yang diteliti”. Data yang direkam perlu segera dicatat. Dalam pelaksanaan metode ini dilakukan dengan bantuan perekaman atau pencatatan secara sistematis gejala-gejala tingkah laku yang tampak. Keterampilan guru sangat diper-lukan dalam menyajikan hasil pengamatan. Motode observasi ini dilakukan saat pembelajaran berlangsung, ketika anak mengerjakan tugas sesuai indikator yang telah ditentukan. Perkembangan anak pada setiap indikator dinilai dengan memberikan skor berupa bintang, (BB), bintang (MB), dan bintang (BSH), (BSB). Untuk lebih jelasnya dipaparkan dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 1 Tabel Skor Penilaian Perkembangan Anak

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar rubrik penskoran perkembangan mengenal bentuk

geometri. Lembar akan disajikan dalam tabel 2, sebagai berikut.

Tabel 2 Tabel Rubrik Penskoran Perkembangan Mengenal Bentuk Geometri

No. Indikator Skor

1. Menyusun kepingan puzzle menjadi bentuk utuh (lebih dari 8 kepingan)

2. Menunjuk dan mencari

sebanyak-banyaknya benda, hewan, tanaman yang mempunyai warna, bentuk, ukuran atau menurut ciri-ciri tertentu

3. Mengelompokkan benda dengan berbagai cara menurut ciri-ciri tertentu.

(Sumber: Diimplementasi dari Dimyati, 2013:95)

Simbol Nilai Makna Nilai Nilai

Belum Berkembang (BB) 1

Mulai Berkembang (MB) 2

Berkembang Sesuai Harapan (BSH) 3

(8)

Keterangan:

* = 1 (Belum berkembang) ** = 2 (Mampu berkembang)

*** = 3 (Berkembang sesuai harapan) **** = 4 (Berkembang sangat baik)

Setelah data terkumpul maka data akan dianalisis. Analisis data merupakan tahapan yang dilakukan setelah data terkumpul. Anggoro, dkk (2009) setelah mengumpulkan data proses selanjutnya adalah mengorganisasikan dan melakukan analisis data untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan.

Dalam metode analisis statistik deskriptif untuk mengolah data digunakan rumus-rumus statistik deskriptif, antara lain: menghitung rentangan, banyak kelas, panjang kelas lalu menyajikan data pada tabel distribusi frekuensi, mean (M), menghitung modus (Mo), median (Me), dan menyajikan data pada grafik polygon. Dalam data penelitian terdapat data bergolong dan data tunggal, dan rumus

yang digunakan pada masing-masing data berbeda.

Data yang telah dihitung dengan metode analisis statistik deskriptif selanjutnya dihitung kembali dengan metode analisis deskriptif kuantitatif. Metode analisis deskriptif kuantitatif ini digunakan untuk memperoleh hasil tinggi rendahnya dan menentukan kriteria perkembangan mengenal bentuk geometri peserta didik. Kriteria perkembangan mengenal bentuk geometri peserta didik akan dikonversikan ke dalam Pedoman Konversi (PAP) Skala Lima. 100% X SMI M (%) M       = (1) Keterangan:

M% = Rata – rata persen

M = Skor yang dicapai siswa secara keseluruhan (mean)

SMI = Skor maksimal ideal

Tabel 3 Tabel Pedoman Konversi PAP Skala Lima Tentang Tingkatan Perkembangan Mengenal Bentuk Geometri

Presentase (%) Kriteria Perkembangan Kognitif

90-100 Sangat Tinggi 80-89 Tinggi 65-79 Sedang 55-64 Rendah 0-54 Sangat Rendah (Agung, 2013:107)

Penelitian dikatakan berhasil atau tujuan tercapai jika tingkat perkembangan mengenal bentuk geometri berada renta-ngan minimal 65-79 derenta-ngan kriteria sedang pada pedoman konversi PAP skala lima.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus I dilaksanakan 3 kali pertemu-an, dalam satu hari peneliti meneliti satu indikator dan langsung mengadakan

penilai-an pada saat kelas sudah berakhir. Pelak-sanaan tindakan pada siklus I dilaksanakan berdasarkan Rencana Kegiatan Harian (RKH) yang sudah disiapkan sebelumnya.

Hasil analisis data mengenai perkembangan mengenal bentuk geometri dengan metode statistik deskriptif pada siklus I diperoleh Mean sebesar 58, modus sebesar 53 median sebesar 63. Dari hasil tersebut dapat digambarkan dengan grafik

(9)

poligon. Berikut grafik poligon mengenai perkembangan mengenal bentuk geometri pada siklus I.

Gambar 2 Gambar Grafik Poligon

Perkembangan Mengenal Bentuk Geo-metri Kelompok B3 pada Siklus I

Berdasarkan hasil perhitungan dari gambar grafik poligon di atas terlihat Mo<Md>M (53<63>58), sihingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data pada siklus I menunjukkan kurve juling positif yang berarti bahwa perkembangan mengenal bentuk geometri cenderung rendah.

Nilai rata-rata yang diperoleh yaitu sebesar 58, dikonversikan ke dalam PAP skala lima dengan menggunakan rumus M% dan hasilnya adalah 58%. Dan pada PAP skala lima berada pada tingkat pengu-asaan 55-64%, yang berada pada kategori rendah.

Dari hasil observasi yang ditemukan selama pelaksanaan tindakan pada siklus I terdapat beberapa hambatan yang mengakibatkan perkembangan mengenal bentuk geometri anak masih berada pada kategori rendah. Adapun hambatan-hambatan yang ditemukan peneliti saat menerapkan siklus I adalah sebagai berikut. (1) anak belum mengetahui bentuk-bentuk geometri yang peneliti tunjuk pada puzzle, (2) beberapa anak masih bingung dengan bentuk-bentuk potongan dari puzzle, contohnya antara persegi dengan persegi panjang.

Dari hambatan yang muncul selanjutnya dicari solusi yang tepat untuk menangani hambatan tersebut. Solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan di atas adalah sebagai berikut. (1) menjelaskan secara bertahap dan pelan-pelan macam-macam bentuk geometri, (2) memberitahu anak secara berulang-ulang bentuk-bentuk geometri yang ada di sekitar anak.

Perkembangan mengenal bentuk geometri anak kelompok B3 pada siklus I masih berada pada kategori rendah. Hasil yang diperoleh pada siklus I ini belum membuat peneliti puas akan hasil yang diperoleh, sehingga peneliti melanjutkan penelitian ke siklus II.

Siklus II dilaksanakan 3 kali pertemuan, dalam satu hari peneliti meneliti satu indikator dan langsung mengadakan penilaian pada saat kelas sudah berakhir. Pelaksanaan tindakan pada siklus II dilaksanakan berdasarkan Rencana Kegiatan Harian (RKH) yang sudah disiapkan sebelumnya.

Hasil analisis data mengenai perkembangan mengenal bentuk geometri dengan metode statistik deskriptif pada siklus I diperoleh Mean sebesar 80, modus sebesar 91 median sebesar 80. Dari hasil tersebut dapat digambarkan dengan grafik poligon. Berikut grafik poligon mengenai perkembangan mengenal bentuk geometri pada siklus II.

Mo = 91 M = Md = 80 Md = 63 M = 58 Mo = 53 0 1 2 3 4 5 6 7 41 42 50 58 68 75 78 0 1 2 3 4 5 6 55 58 67 75 83 92 100 105

(10)

Gambar 3 Gambar Grafik Poligon Perke-mbangan Mengenal Bentuk Geometri Kelompok B3 pada Siklus II

Berdasarkan hasil perhitungan dari gambar grafik polygon di atas Mo>Md=M (90>80=80), sehingga dapat disimpulkan bahwa data belajar pada siklus II menunjukkan kurve juling negatif, yang berarti perkembangan mengenal bentuk geomerti anak kelompok B3 cenderung tinggi.

Nilai rata-rata yang diperoleh yaitu sebesar 80, dikonversikan ke dalam PAP skala lima dengan menggunakan rumus M% dan hasilnya adalah 80%. Dan pada PAP skala lima berada pada tingkat pengu-asaan 80-89%, yang berada pada kategori tinggi.

Melalui perbaikan proses pembela-jaran dan pelaksanaan siklus II telah terjadi adanya peningkatan pada perkembangan mengenal bentuk geometri anak. Adapun temuan-temuan yang diperoleh selama tindakan pelaksanaan siklus II antara lain anak yang awalnya mengalami kesulitan dalam menentukan bentuk potongan puzzle sudah mulai mngetahui bentuk-bentuk dari potongan tersebut, anak yang awalnya memerlukan waktu yang cukup lama dalam membedakan persegi dengan persegi panjang, sudah mulai cepat menangkap perbedannya dan timbal balik yang anak berikan sudah meningkat, anak sudah tidak pasif lagi.

Pada penelitian siklus I hasil rata-rata perkembangan mengenal bentuk geometri anak kelompok B3 TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar sebesar 58%, berada pada kategori rendah berdasarkan PAP Skala Lima. Hal ini dikarenakan masih terdapat beberapa kendala-kendala yang dihadapi peneliti. Seperti yang telah diuraikan pada tahap refleksi siklus I bahwa kendala-kendala tersebut antara lain, banyak anak yang masih belum mengetahui bentuk-bentuk geometri dasar. Selain itu anak-anak masih bingung membedakan antara persegi dengan persegi panjang. Hasil yang diperoleh pada siklus I ini belum membuat

peneliti puas akan hasil yang diperoleh, sehingga peneliti melanjutkan penelitian ke siklus II.

Pada siklus II perkembangan mengenal bentuk geometri anak mulai menunjukkan peningkatan. Anak – anak mulai dengan lancar menyebutkan bentuk-bentuk geometri yang guru tanyakan. Anak juga sudah mulai mampu membedakan antara persegi dengan persegi panjang. Hasil rata-rata perkembangan mengenal bentuk geometri anak kelompok B3 TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar siklus II sebesar 80%, berada pada kategori tinggi berdasarkan PAP Skala Lima. Peningkatan perkembangan mengenal bentuk geometri pada anak terjadi karena diterapkannya model direct instruction berbantuan media puzzle. Hal ini didukung oleh pendapat Jauhar (2011:49) bahwa salah satu kelebihan model pembelajaran langsung adalah guru berperan aktif dalam mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang akan diterima siswa. Jadi, guru dapat menguasai kelas dan mempertahankan fokus siswa dengan media yang menarik salah satunya media puzzle. Sebagaimana prinsip pendidikan anak usia dini salah satunya menyatakan bahwa minat dan ketekunan anak akan memotivasai belajar anak (Latif,2013:73). Dan untuk mencapai minat tersebut dibutuhkan media yang menarik. Dengan demikian perlu diterapakan model model direct instruction berbantuan media puzzle untuk meningkatkan perkembangan mengenal bentuk geometri secara berke-lanjutan dan intensif. Model pembelajaran ini juga dapat diterapkan pada pengem-bangan aspek lain dengan beberapa modifikasi dari guru. Pada siklus II ini hasil rata-rata yang diperoleh mencapai kriteria keberhasilan, dimana kriteria keberhasilan pada penelitian ini dikatakan berhasil jika hasil yang diperoleh minimal pada kategori sedang. Karena hasil yang diperoleh sudah memuaskan peneliti, maka penelitian tindakan kelas ini berlangsung sampai pada siklus II.

(11)

Hasil analisis data pada siklus I menunjukkan rata-rata sebesar 58% dan hasil analisis data pada siklus II menunjukkan rata-rata sebesar 80 %. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan presentase rata-rata dari siklus I ke siklus II yaitu sebesar 22%.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

Pada siklus pertama perkembangan mengenal bentuk geometri menunjukkan hasil yang masih rendah dengan rata-rata sebesar 58%.

Pada siklus II ini perkembangan anak tentang bentuk-bentuk geometri mulai menunjukkan peningkatan. Hasil rata-rata yang diperoleh pada siklus II ini adalah sebesar 80% berada pada kategori tinggi berdasarkan PAP skala lima.

Terjadi peningkatan pada perkem-bangan mengenal bentuk geometri pada anak dari siklus I ke siklus II adalah sebesar 22%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penerapan model direct instruction berba-ntuan media puzzle dapat meningkatkan perkembangan mengenal bentuk geometri pada anak kelompok B3 di TK Kemala Bhayangkari 1 Denpasar tahun ajaran 2014/2015.

Berdasarkan simpulan dalam penelitian tindakan kelas ini, dapat diajukan saran sebagai berikut. Bagi anak, perkembangan mengenal bentuk geometri mereka meningkat, dimana perkembangan tersebut merupakan salah satu ilmu yang sangat penting dan anak sudah menguasi bidang geometri dasar untuk melajutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Bagi guru, khususunya guru kelompok B3 dapat menerapkan model pembelajaran langsung ini dengan menggunakan media yang menarik dengan anak saah satunya puzzle. Dan dapat menjadikan model pembelajaran langsung sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang inovatif dalam rangka meningkatkan perkembangan anak.

Bagi sekolah, diharapkan agar mempertimbangkan dan mencoba untuk mengembangkan lebih lanjut model pembelajaran langsung dengan menggunakan media yang menarik misalnya puzzle. Bagi peneliti lain, yang ingin melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model pembelajaran direct instruction disarankan untuk memperhatikan hasil refleksi pada penelitian tindakan kelas ini sebagai penyempurnaan dalam pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, A.A. Gede. 2010. Metodologi Penelitian, Suatu Pengantar Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

---. 2010 “Penelitian Konvensional”.

(Eksperimental dan No

Eksperimental). Makalah disajikan pada Workshop Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar FIP Undiksha. Pada tanggal 27 September 2010. ---. 2012. Metodologi Penelitian

Pendi-dikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

---. 2013. Evaluasi Pendidikan. Singa-raja: Universitas Pendidikan Ganesha. Aisyah, Siti, dkk. 2008. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.

Anggoro, M. Toha. 2009. Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka.

Arrend, Richard. 2012. Learning To Teach. New York: The McGraw-Hill

Dimyati, Johni. 2013. Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya Pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri.

(12)

Eggen, Paud dan Don Kuchak. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran

Mengajarkan Konten dan

Keterampilan Berpikir. Jakarta: PT Indeks.

Ismail, Andang. 2006. Education Games Menjadi Cerdas dan Ceria dengan Permainan Edukatif. Yogyakarta: Pilar Media

Jauhar, Mohammad. 2011. Implementasi PAIKEM Dari Behavioristik Sampai Konstruktivistik Sebuah Pengem-bangan Pembelajaran Berbasis CTL (Constextual Teaching & Learning). Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Kizlik, Bob. 2015. Instructional Methods Information. Tersedia pada http://ww-w.adprima.com/teachmeth.htm

(diakses pada 25 Januari 2015) Kusmayadi, Ismail. 2011. Membongkar

Kecerdassan Anak (Mendeteksi Bakat dan Potensi Anak Sejak Dini). Jakarta: Gudang Ilmu.

Latif, Mukhtar, dkk. 2013. Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Kencana.

Rimm, Sylvia. 1997. Mendidik dan Menerapkan Disiplin pada Anak Prasekolah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rinaldi, John. 2014. Ratusan Game Edukatif untuk Anak Usia 0-3 Tahun. Jogjakarta: DIVA Press.

Runtukahu, J. Tombokan dan Selpius Kandou. 2014. Pembelajaran Matematika Dasar Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif:

Konsep, Landasan, dan

Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.

Yamin, Martinis dan Jamilah Sabri Sanan. 2013. Panduan PAUD Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Referensi (Gaung Persada Press Group).

Yus, Anita. 2011. Penilaian Perkembangan Belajar Anak Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Prenada Media.

Gambar

Tabel 3 Tabel Pedoman Konversi PAP Skala Lima Tentang Tingkatan Perkembangan  Mengenal Bentuk Geometri
Gambar  2  Gambar  Grafik  Poligon  Perkembangan  Mengenal  Bentuk   Geo-metri Kelompok B3 pada Siklus I

Referensi

Dokumen terkait

yang berada pada kategori rendah menjadi sebesar 82,33% pada siklus II yang berada pada katagori tinggi”. Berdasarkan simpulan di atas, saran-saran yang dapat diajukan adalah

kegiatan menyimak dalam penerapan siklus II, anak-anak cenderung sedikit bosan dalam kegiatan menyimak karena penggunaan media boneka jari dengan bahan yang sama

Dari hasil observasi yang dilaksanakan pada saat penerapan metode demonstrasi melalui permainan tradisional engklek untuk meningkatkan perkembangan motorik kasar dengan

“Penerapan Metode bermain Melalui Permainan Rebut tempat dengan memanfaatkan variasi media Untuk Meningkatkan Perkembangan Kognitif Pada Anak Kelompok A Semester 2

Tahap ini mencakup kegiatan yang dilakukan dalam rangka mempersiapkan perangkat pembelajaran yang meliputi kegiatan menentukan tingkat capaian perkembangan anak,

perkembangan kognitif anak pada siklus I masih rendah dengan rata-rata 60% hal ini dikarenakan adanya beberapa kendala pada pelaksanaan pembelajaran diantaranya

Pendapat lain juga diungkapkan oleh Tyasari (2008:1) menyatakan bahwa, “mozaik merupakan kerajinan yang dibentuk dari kepingan atau pecahan keramik, kaca atau kertas

Menurut Agung (2010:2) menyatakan, PTK sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan ter- tentu agar dapat memperbaiki